Secara etimologi, kata akhlaq berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khuluq, yang
berarti adat kebiasaan, perangai, tabiat, dan muru'ah. Dengan demikian, secara etimologi, akhlak
dapat diartikan sebagai budi pekerti, watak, tabiatDalam bahasa Inggris, istilah ini sering
diterjemahkan sebagai character.
Dalam Alquran, kata khulq yang merujuk pada pengertian perangai, disebut sebanyak dua kali, yaitu
(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu. (QS. Asy-Asyu'ara' (26):
137)
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al- Qalam (68): 4)
Dalam bahasa sehari-hari, ditemukan pula istilah etika atau moral, yang artinya sama dengan akhlak.
Walaupun sebenarnya, kesamaan antara istilah- istilah tersebut terletak pada pembahasannya, yaitu
persoalan mengenai baik dan buruk.
Menurut Ibnu Al-Jauzi (w. 597 H), al-khuluq adalah etika yang dipilih seseorang. Disebut khuluų,
karena etika bagaikan khalqah, atau biasa dikenal dengan istilah karakter pada diri. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa khuluq, adalah etika yang menjadi pilihan dan diusahakan oleh seseorang.
Adapun etika yang sudah menjadi tabiat bawaan, disebut al-khaym.
Meskipun seringkali akhlak dengan etika atau moral dianggap sama, sesungguhnya kata akhlak lebih
luas cakupannya dibanding etika atau moral, yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia. Akhlak
meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku seseorang, secara lahiriah dan batiniah.
Perumusan pengertian akhlaq menjadi media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara
Khaliq dengan makhluq, dan antara makhluq dengan makhluq. Istilah ini dipetik dari kalimat yang
tercantum dalam Alquran dan hadis Nabi :
Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. Al-Qalam (68): 4)
ُأِل
ِإَّنَم ا ُبِع ْث ُت َت ِّم َم َم َك اِر َم اَأْلْخ اَل ِق
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia. (HR. Ahmad)
Adapun pengertian akhlak secara terminologi, menurut para ulama sebagai berikut. a. Imam Al-
Ghazali (1055-1111 M)
َف اْلُخ ُلُق ِع َب اَر ٌة َع ْن َه ْي َئ ٍة ِفي الَّنْف ِس َر اِس َخ ٌة َع ْن َه ا َت ْص ُدُر اَأْلْف َع اُل ِبُسُهوَلٍة َو ُيْس ٍر ِمْن َغ ْي ِر َح اَج ٍة ِإَلى ِفْك ِر َو َر ِو َي ٍة َف ِإْن َك اَن ِت اْلَه ْي َئ ُة ِبَح ْي ُث
َت ْص ُر َع ْن َه ا اَأْلْف َع اُل اْلَج ِميَلُة اْلَم ْح ُموَدِة َع ْق اًل َو َش ْر ًعا ُس ِمَي ْت ِتْلَك اْلَه ْي َئ ُة ُخ ُلًقا َح َس ًن ا َو ِإْن َك اَن الَّصاِدُر َع ْن َه ا اَأْلْف َع اُل الَقِبيَح ُة ُس ِمَي ْت اْلَه ْي َئ ِة
اَّلِتي ِهَي اْلَمَص اِدُر َخ ْلًقا َس ِّي ًئ ا.
"Akhlak adalah hay'at atau sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya lahir perbuatan-
perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Maka jika sifat tersebut
melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, ia dinamakan
akhlak yang baik, tetapi jika ia menimbulkan tindakan yang jahat, maka ia dinamakan akhlak yang
buruk.”
… ِم ْن َه ا َم ا َي ُك وُن َط ِبيِعًيا ِمْن َأْص ِل اْلِم َز اِج: َو َهِذِه اْلَح اُل َت ْن َقِس ُم ِإَلى ِقْس َم ْي ِن. اْلَح اُل للَّنْف ِس َد اِع َي ٌة َلَه ا ِإَلى َأْف َع اِلَه ا ِمْن َغ ْي ِر ِفْك ٍر َو اَل َر ِو َي ٍة
ُثَّم َي ْس َت ِمُر َع َلْيِه َأَّو اًل َف َأَّو اًل َح َّت ى َيِص يَر َم َلَك ًة َو ُخ ُلًقا،َو ِم ْن َه ا َم ا َي ُك وُن ُمْس َتَفاًد ا ِباْلَعاَدِة َو الَّت ْد ِر يِب َو ُرَّبما َك اَن َم ْبَد ُؤ ُه الِفْك ُر.
"Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan- perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya...
ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu
melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan
akhlak.”
َو ِفي َب ْع ِض الَّن اِس اَل َي ُك وُن. َو اْلُخ ُلُق َقْد َي ُك وُن ِفي َب ْع ِض الَّن اِس َغ ِر ْي َز ًة َو َط ْبًعا، اْلَح اُل ِللَّنْف ِس ِبِه َي ْف َع ُل اِإْلْن َس اُن َأْف َع اَلُه ِباَل ُر ِو َي ٍة َو اَل اْخ ِتَي اِر
ِإاَّل ِبالِّر َي اَض ِة واإلجتهاد.
"Keadaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui
pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh
jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan
اَأْلْخ اَل ُق َم ْج ُموَع اُت الَك َم ااَل ِت اْلَم ْع َن ِو َّيِة َو الَّسَج اَي ا اْلَباِط ِنَّيِة ِلِإْل ْن َس اِن.
اْلُخ ُلُق ُه َو ِع َب اَر ٌة َع ْن َه ْي َئ ٍة َق اِئَم ٍة ِفي الَّنْف ِس َت ْص ُدُر ِم ْن َه ا اَأْلْف َع ُل ِبُسُهوَلٍة ِمْن ُدْو ِن اْلَح اَج ِة ِإَلى َت َد ُّب ٍر َو َتَفَّك ٍر.
"Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, darinya muncul
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran."
Akhlak adalah adat yang dengan sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak
adalah azimah (kemauan yang kuat) tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, sehingga
menjadi adat (kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.0
g.
Dr. Ahmad Amin
Akhlak adalah kebiasaan kehendak. Artinya, apabila kehendak itu mem- biasakan sesuatu,
kebiasaannya itu disebut sebagai akhlak
Adapun definisi akhlak dalam pandangan penulis, adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa
seseorang, yang darinya akan lahir perbuatan-perbuatan secara spontan; tanpa melalui proses
pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan tersebut melahirkan perbuatan yang terpuji
menurut pandangan akal dan syariat Islam, ia adalah akhlak yang baik. Namun, jika keadaan tersebut
melahirkan perbuatan yang buruk dan tercela, ia adalah akhlak yang buruk.
Dari beberapa definisi di atas, menjadi jelas bahwa akhlak sesungguhnya berasal dari kondisi mental
yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang. la telah menjadi kebiasaan, sehingga ketika akan
melakukan perbuatan tersebut, seseorang tidak perlu lagi memikirkannya. Bahkan seolah perbuatan
tersebut telah menjadi gerak refleks.
Sebagai contoh, akhlak seorang muslim yang terpuji setiap akan tidur. la selalu menggosok gigi,
berwudhu, dan berdoa. Rutinitas tersebut dilakukan. secara terus-menerus, hingga menjadi sebuah
kebiasaan. Hal ini seolah men jadi perbuatan yang bersifat refleks, dan tidak perlu lagi berpikir
panjang untuk melakukannya. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa itulah akhlak orang muslim
tersebut setiap kali akan tidur.
Istilah akhlak sebenarnya merupakan istilah yang netral, yaitu mencakup pengertian perilaku baik
dan buruk seseorang. Jika perbuatan yang dilakukan seseorang itu baik, disebut dengan istilah al-
akhlaq al-karimah (akhlak yang mulia). Namun jika perbuatan yang muncul dari seseorang itu buruk,
disebut dengan al-akhlaq al-madzmumah (akhlak tercela).
perangai baik (positif). Misalnya, "Si Aisyah itu orangnya berakhlak." Dalam
Ketika akhlak dipahami sebagai suatu keadaan yang melekat pada diri seseorang, maka suatu
perbuatan baru bisa disebut akhlak jika memenuhi beberapa syarat berikut. Pertama, perbuatan
tersebut dilakukan secara berulang- ulang. Artinya, jika suatu perbuatan hanya dilakukan sesekali,
tidak dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan tersebut muncul dengan mudah, tanpa dipikirkan
terlebih dahulu, sehingga ia benar-benar merupakan suatu kebiasaan. Artinya, jika perbuatan
tersebut timbul karena terpaksa, sebab beberapa pertimbangan atau berbagai motif yang lain, tidak
bisa dikatakan akhlak.
Dorongan jiwa yang melahirkan suatu perbuatan, pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang
dimiliki oleh setiap manusia. Di antara kekuatan batin tersebut sebagai berikut.
3. Hati nurani, yaitu dorongan jiwa yang hanya dipengaruhi oleh faktor intuitif (wijdan). Oleh karena
itu, ia hanya dapat menilai hal-hal yang sifatnya abstrak (batin). Dorongan yang mendapatkan
keterangan atau ilham dari Allah ini, disebut juga bashirah
Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah, yang menggambarkan hakikat manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan dalam Islam selalu memerhatikan ketiga kekuatan
tersebut. Hal ini dilakukan agar potensi tersebut dapat berkembang dengan baik dan seimbang,
sehingga terwujud manusia yang ideal (insan kamil) menurut konsepsi Islam.
(kebiasaan), yang merupakan faktor penentu dari akhlak. Dari kedua faktor
Kehendak mempunyai dua macam perbuatan, pada saat tertentu ia menjadi pendorong, namun
pada saat yang lain ia menjadi penolak. Misalnya, terkadang kehendak mendorong kekuatan manusia
untuk membaca, menulis, atau ber- pidato. Namun pada saat yang lain mencegah kekuatan manusia,
misalnya melarang berkata atau berbuat sesuatu."
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kehendak adalah sumber segala macam perbuatan. Dari
kehendak itulah timbul segala kebaikan dan keburukan, bahkan keutamaan dan kehinaan.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya' 'Ulûmuddin menyebutkan bahwa induk dari akhlak adalah
empat hal berikut.
1. Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
Hikmah adalah keadaan atau tingkah laku jiwa yang dapat menentukan sesuatu yang benar, dengan
cara menyisihkan hal-hal yang salah dalam segala perbuatan, yang dilakukan secara ikhtiariah (tanpa
paksaan).
2. Asy-Syaja'ah (Keberanian)
Syaja'ah adalah keadaan jiwa yang menunjukkan sifat kemarahan, namun dituntun oleh akal pikiran
untuk terus maju dan mengekangnya. 3. Al-'Iffah (Pengekangan Hawa Nafsu)
Al-'Adl (Keadilan)
4. Al-'Adl adalah suatu keadaan jiwa yang dapat membimbing kemarahan dan syahwat, serta
membawanya ke arah yang sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan. 15
Untuk melengkapi pembahasan akhlak yang dipahami secara praktis di atas, maka kita perlu
mengenal ilmu atau pengetahuan yang menjelaskan tentang standar dan pengertian baik dan buruk.
Dalam hal ini, ilmu akhlak menjadi sebuah konsep yang menjelaskan ihwal akhlak secara teoretis