CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mampu menganalisis hakikat akhlak dan kekuatan pendukungnya dalam jiwa
manusia.
2. Menganalisis hakikat amal saleh dan amal baik serta unsur-unsur iman yang
mendasar dalam implementasi amal sholeh dan amal baik dalam kehidupan
manusia.
SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu menyimpulkan konsep akhlak al-karimah
2. Mahasiswa mampu menyimpulkan konsep jiwa quwwah al-Ilmi dalam Islam
3. Mahasiswa mampu menyimpulkan konsep jiwa quwwah al-ghadhab
4. Mahasiswa mampu menyimpulkan iman dan amal saleh dalam Islam
5. Mahasiswa mampu menyimpulkan konsep amal saleh dalam Islam dan
implementasinya
6. Mahasiswa mampu menganalisis tawakkal dalam Islam
POKOK-POKOK MATERI
1. Akhlak al-Karimah
2. Quwwah al-Ilmi
3. Quwwah al-Ghadhab
4. Iman sebagai Pondasi Amal Saleh dan Implementasinya
5. Tawakkal
1
URAIAN MATERI
A. Akhlak al-Karimah
Bagaimana Saudara, sudah siap untuk mengkaji definisi akhlak? Ingat, tidak
ada yang susah kalau Saudara sungguh-sungguh, “ ”وجد جد من.
1. Pengertian Akhlak al-Karimah
Baik, kita mulai pahami menurut bahasa terlebih dahulu. Menurut bahasa
kata Akhlak dalam bahasa Arab merupakan jama’ dari ( خلقkhuluqun) yang berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku, sopan santun atau tabiat. Kata tersebut
mengandung segi persesuaian dengan perkataan ( خلقkhalqun) berarti kejadian,
yang juga erat hubungannya dengan ( خالقkhalik) yang berarti pencipta, demikian
pula ( مخلوقmakhluqun) yang berarti yang diciptakan. Perumusan pengertian
akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara khalik dengan makhluk (Mushtofa, Akhlak Tasawuf, 2008: 11)
Sudah tergambar? Coba selanjutnya Saudara pahami beberapa definisi
akhlak menurut para ahli berikut:
a. Ibn Miskawih
روي ة ْول فك ر غ ير من أفعالها إلى له ا داعي ة لنفس ح ال الخلق
“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong tindakan-tindakan tanpa
perlu berpikir dan pertimbangan lagi” (Ibn Miskawaih, Thadzib al-Akhlaq,
1985; 25)
b. Al-Ghazali
الخلق عبارة عن ه ْي َئ ة˚ ِفي الَّن ْف ِس راسخة˚ ع ْن َها ُت ص ِد ُر ا ْ َأل ْف َعال ِبس ُهوَل ٍة وُيس ٍر م ْن غ ْي ِر حاج ٍة
ِإلَى ْك ٍر و َر ِو َّي ٍة
“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah
mendarah daging yang mendorong dilakukannya perbuatan-perbuatan
dengan mudah tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-
Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 890)
Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah
daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-
tindakan yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang
dapat dikategorikan sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan
dengan mempertimbangkan dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku
perbuatan tersebut, maka belum dikatakan sebagai akhlak.
2
c. Prof. Dr. Ahmad Amin
Seorang ahli Ilmu Akhlak modern, yakni Ahmad Amin dalam bukunya
Kitab al-Akhlaq, menegaskan bahwa pada dasarnya akhlak adalah kehendak
yang dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada kehendaknya. Seperti
bernafas, denyut jantung, kedipan mata dan lain-lain (Ahmad Amin, Kitab
al- Akhlaq, 2012; 10).
وسل نَّ َما ب ت ألُ ت ص ح ا ْألَ ْخ ًَلق َل لّٰ ِال صل لّٰ ُال عل :ع ْن أَ ِبي ه َريرة ل
ِعث ِ’م َم ا :ّ َم ْي ى قَا قَا رسول
ِل ِه
3
Hadis ini bisa dijadikan dasar bahwa jika ingin menjalankan hidup seperti
yang Rasulullah ajarkan adalah dengan memperbaiki akhlak atau selalu
memastikan akhlak yang dimiliki adalah akhlak yang baik. Selain itu, sebagai
gambaran seperti apa akhlak Rasulullah, dapat merujuk hadis dalam Musnad
Ahmad ibn Hanbal, juz VI, hal. 163, hadis nomor 25341:
ي،خ ْ قل ُهُ ا ْلقُ ْرآ َن :”وسل قَال ت َ سأ ع ش ْ خ ل رسول لّٰ ِال صل لّٰ ُال عل: ال،ع ْن أَ ِبي الدَّ ْردَا ِء
ْغضب َكا َن ،ّ َم ْي ى ْل ت ا ئ ة ن ق
ِه
ع
ل َغ ِب ْر ضى ل ضا ُه
ِر و،ِه
ض َي
“Dari Abu ad-Darda’, dia berkata: Saya pernah bertanya kepada ‘Aisyah
tentang akhlak Rasulullah s.a.w.. Beliau pun menjawab: Akhlak beliau
adalah al-Quran. Beliau (Rasulullah shalllallâhu ‘alaihi wa sallam) marah
karenanya, dan beliau pun rida karenanya.”
Hadis ini menjadikan rujukan kuat agar bisa melihat gambaran Akhlak
Rasulullah adalah dengan melihat seluruh isi kandungan Al-Qur’an. Seluruh
kebaikan dalam Al-Qur’an adalah wujud akhlak Rasulullah. Ayat dalam Al-
Qur’an yang dapat menggambarkan akhlak Rasulullah sangat banyak, di
antaranya adalah sebagai berikut:
لَقَدْ كا َن َل ُك ْم ِفي رس ْول ل ّالِٰ اُ س َوة˚ حسَنة˚ ِل’ َم ْن كا َن ْرجوا لالَّٰ وا ْل َي ْو َم ا ْ ْٰل ِخ َر وذَ َك َر لالَّٰ ك ِث ْي ًر
َۗا
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Q.S. al-Ahzab [33]: 21)
5
b. Akhlak Manusia terhadap Allah
Sebagai makhluk, menghamba kepada pencipta adalah fitrah yang pasti
akan dilakukan. Beribadah kepada Allah adalah wujud penghambaan dan
akhlak kepada Allah.
6
B. Quwwah al-Ilmi (Potensi Berpikir)
Setelah Saudara mendalami tentang Akhlak al-Karimah, kira-kira Bagaimana
pendapat Saudara? Apakah akhlak seseorang bisa terbentuk dengan sendirinya?
Ataukah harus dibentuk dengan mendidik dan membiasakan sampai betul-betul
mendarah daging dalam diri? Tentunya Saudara akan setuju kalau akhlak seseorang
itu harus dididik dan dibiasakan secara terus menerus dalam lingkungannya di
mana ia tinggal sampai benar-benar melekat dalam jiwanya.
Dalam rangka pembentukan akhlak seseorang, Saudara perlu terlebih dahulu
memahami kekuatan-kekuatan jiwa yang dapat mendorong terbentuknya akhlak.
Baik, bacalah dengan saksama penjelasan berikut ini:
Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa di dalam jiwa seseorang itu terdapat tiga
kekuatan (al-quwwah) yang sangat penting dalam membentuk akhlak manusia.
Sementara Imam Al-Ghazali menyebutkan sebagai Ummahat al-Akhlaq wa Ushuluha
dengan ditambahkan satu kekuatan (al-quwwah) sehingga genap menjadi empat
kekuatan (al-quwwah) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005;
936). Keempat kekuatan tersebut adalah Quwwah al-Ilmi, Quwwah al-Ghadhab, Quwwah
asy- Syahwah, dan Quwwah al-‘Adl.
قَْد ُأ و ِتي ْي ًرا و َما َي َذّ َّك ُر ِإ َّْل أُ وُلو ا ِح ْن ُي ْؤ ِتي ا ْل ِح ْك َمة ْ شا
ْألَ ْل َباب ك ًرا َ َ ْك
مة يُ ْؤ ن ُء
خ ِثي ت ا و َم
م
ْل
“Dia berikan hikmah kepada yang Dia kehendaki dan Siapa yang diberikan
al-hikmah maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan yang sangat
banyak. Dan hanya orang-orang memiliki akal fikiranlah yang mampu
memahaminya”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 269)
7
Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud hikmah adalah ilmu yang
bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mempengaruhi jiwa pemiliknya dan
membimbing kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-tindakan
yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat (Al-Maraghi Jilid
III, h. 40)
Hikmah dalam pengertian di atas, apabila dimiliki seseorang bisa menjadi
salah satu sumber penting dalam pembentukan akhlak yang mulia. Dan inilah
tujuan utama diutusnya Nabi Kita Muhammad Saw. ke dunia ini, yaitu
menyempurnakan akhlak. Coba perhatikan fenomena dunia zaman sekarang!
Banyak orang kelihatannya berilmu, tapi ilmunya kurang atau bahkan tidak
dapat membimbing kehendaknya untuk mendorong melakukan tindakan-
tindakan yang dapat membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat.
Kenapa? Jawabnya sederhana, karena ilmunya tidak mengandung hikmah.
8
dimilikinya dengan sebab akibat yang mengasilkan kemaslahatan dalam
kehidupan masyarakat.
d. Shawab azh-Zhann
Seseorang yang memiliki hikmah akan menjadi shawab azh-zhann, yakni
ia akan mendapatkan taufiq dari Allah Swt. dengan kesesuaian antara
dugaan yang terdapat dalam alam pikirannya, dengan kebenaran hakiki
tanpa harus lama-lama memikirkannya.
Kebalikan dari Quwwah al-Ilmi adalah lemahnya ilmu atau kebodohan, terbagi
dalam dua konsep, yaitu radzilah al-khibb dan radzilah al-balah. Radzilah al-khabb
terdiri dari ad-dahaa (tertipu) dan al-jarbazah (lemah berpikir). Logikanya kurang
sehat atau kurang lurus sehingga ketika mengambil kesimpulan sering kali
tidak benar, apa yang dikatakannya baik ternyata buruk atau sebaliknya.
Sementara radzilah al-balah terdiri dari tiga hal: pertama kebodohan sebab
karena kurang pengalaman belajar; kedua kebodohan sebab dari bawaan
seperti idiot; dan ketiga kebodohan sebab hilangnya akal atau gila.
Ilmu dalam bentuk hikmah seperti dijelaskan di atas sangat penting dalam
membentuk, menanamkan dan mendidik akhlak seseorang, karena ia dapat
membentuk konsep diri (mindset) seseorang. Apabila konsep diri seseorang
tentang perbuatan itu baik, maka kelak ia akan menjadi baik perbuatannya,
sebaliknya apabila konsep dirinya buruk maka mereka akan menjadi buruk
perbuatannya pula.
9
Sebagai pendidik perlu menjadikan materi ini sebagai modal, baik untuk diri
sendiri maupun untuk peserta didik. Pelajaran penting ini bisa sebagai bahan
memuliakan diri sendiri, Allah, sesama manusia dan makhluk lain. Serta sebagai
bahan mengajak orang lain mempelajari sumber terbentuknya akhlak, yaitu
Quwwah al-Ilmi. Selain hikmah ini, hikmah apa lagi yang bisa Saudara dapatkan
dari materi ini? Silahkan analisis lebih dalam!
10
C. Quwwah al-Ghadhab (Potensi Marah)
11
menyakini sebuah kebenaran maka harus berani maju, meskipun harus
mempertaruhkan jiwa demi kemuliaan abadi.
c. Kibr an-Nafs (berjiwa besar), bukan sombong juga bukan rendah diri
(mider). Ia berani menjadikan dirinya sebagai ahli dalam hal kemuliaan
dengan penuh kerendahan hati dan menghindari perdebatan pada urusan-
urusan yang sedikit manfaatnya. Ia sangat menghormati ulama.
d. Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja), berani bertanggung jawab menahan
diri dalam menjalankan tugas, meski dirasa sangat berat.
e. Al-Hilm (santun), ia dapat menahan emosi yang biasanya meledak-ledak,
tidak terpancing dalam keadaan apapun dan marah. Sikapnya tetap
santun dalam menghadapi semua orang, ia sudah dapat lepas dari sikap
buruk dalam menghadapi orang lain atas gejolak jiwa, suka dan tidak
suka.
g. Al-Wiqar (tenang), menahan diri dari berbicara secara berlebihan, kesia-
siaan, banyak menunjuk dan bergerak dalam perkara yang tidak
membutuhkan gerakan. Mengurangi amarah, tidak banyak bertanya,
menahan diri dari menjawab yang tidak perlu, menjaga diri dari
ketergesaan dalam beramal, dan bersegera dalam seluruh perkara
kebaikan.
Selain itu, seorang muslim juga harus berani berada di jalan yang benar.
Keberanian yang ada adalah keberanian menegakkan kebenaran dan keadilan
sesuai syariat, sebagaimana surah Hud [11] ayat 112 sebagai berikut:
َفاس َت ِق ْم ك َما˜ ُا ِم ْرت و َم ْن َتاب م َعك و َْل َتطَغ ْو َۗا َّن ٗه ِب َما َت ْع َمُل ْو َن ص
ْي ˚ر
“Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah
kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S.
Hud [11]: 112)
13
tatanan kehidupan. Berani melawan penindasan yang dilakukan dalam rangka
menguatkan diri dan lingkungan. Jika diajarkan kepada peserta didik, mereka
berani bertindak yang benar di tengah-tengah peserta didik lain yang
melakukan pelanggaran. Selain contoh-contoh ini, Saudara bisa mengeksplor
lagi sebanyak- banyaknya contoh Quwwah al-Ghadhab yang diturunkan pada
sifat saja’ah untuk menambah wawasan.
14
a. الحي اء/haya’, adalah sifat malu untuk meninggalkan perbuatan yang
diperintahkan oleh Allah Swt. dan sebaliknya malu melakukan perbuatan
yang dilarang oleh-Nya. Apabila jiwa manusia semua sudah memiliki
sifat malu seperti ini, niscaya tidak ada lagi tindak kejahatan dimuka
bumi ini. Sehingga bumi akan aman, tentram dan damai. Karena malu
akan menjadi benteng terakhir bagi diri seseorang dalam melakukan
kemaksiatan
b. القناعة/qana'ah, adalah sifat menerima atau merasa cukup atas karunia
Allah Saw., sekaligus menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa
kekurangan yang berlebih-lebihan. Qanaah muncul dalam kehidupan
seseorang berupa sikap rela menerima keputusan Allah Swt. yang
berlaku bagi dirinya. Bagi siapa yang dapat menjadikan dirinya qana'ah,
maka ia akan dijamin akan mendapatkan hakikat dunia, menjadi orang
yang beruntung, mudah bersyukur, terhindar dari sifat hasud dan
terhindar dari problema kehidupan dunia.
c. السخاء/sakha’, yaitu sifat dermawan senanga memberikan harta dalam
kondisi memang wajib memberi, sesuai kepantasannya dengan tanpa
mengharap imbalan dari yang diberi dalam bentuk apapun seperti
pujian, balasan, kedudukan, ataupun sekedar ucapan terima kasih (QS.
Al-Insan/76:9). Jadi seseorang disebut dermawan jika dapat memberi
secara tulus ikhlas. Orang yang memberi karenan ingin balasan dari
pihak yang diberi bukanlah dermawan tapi disebut berdagang. Sebab ia
seolah-olah membeli balasan berupa pujian, kedudukan, ucapan terima
kasih dan lainnya dengan hartanya.
d. الورع/wara’, yaitu meninggalkan hal-hal yang syubhat karena khawatir
membahayakan nasibnya di akhirat kurang baik. Meninggalkan yang
syubhat, yakni sesuatu yang hukumnya belum jelas halal atau haram yang
berlaku dalam semua aktivitas manusia, baik yang berupa benda maupun
perilaku. Dan lebih dari itu meninggalkan segala hal yang kurang atau
tidak bermanfaat.
7. Quwwah al-‘Adalah
Menurut al-Ghazali, terbentuknya akhlak yang mulia pada diri seseorang
diperlukan lagi satu kekuatan, yaitu Al-Quwwah al-‘Adalah, sebuah kekuatan
penyeimbang dari ketiga kekuatan jiwa sebelumnya (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-
Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 935). Sementara Ibnu Miskawaih meskipun
tidak
15
menyebutkan secara khusus adanya Al-Quwwah al-‘Adalah, tetapi dalam
penjelasannya juga mengkaitkannya dengan ketiga kekuatan jiwa tersebut.
Tiga kekutan jiwa manusia yang menjadi dorongan tingkah lakunya akan
menjadi baik kalau bersinergi secara adil (keseimbang). Quwwah al-Ilmi akan
menjadi sumber kebaikan kalau sudah menuntun dengan mudah untuk
membedakan yang benar dan yang salah dalam keyakinan, yang baik dan yang
buruk dalam perbuatan serta yang jujur dan yang bohong dalam berkata-kata.
Atau dengan kata lain ilmunya sudah menjadi hikmah.
Quwwah al-Ghadhab, akan menjadi baik apabila dapat dikendalikan oleh
akal yang sehat dan syariat, sehingga menghasilkan sifat (syaja’ah) yang
menjadi sumber berbagai akhlak yang baik. Apabila tidak mengikuti tuntunan
akal dan syariat condong pada hal yang berlebih, maka dinamakan tahawwur
(nekad). Tetapi bila condong pada sifat lemah dan pengurangan, maka
dinamakan jubn (takut yang berlebihan).
Kemudian Quwwah asy-Syahwah, akan menjadi baik apabila dapat terdidik
oleh akal dan syariat, maka ia akan menghasilkan sifat ‘iffah yang menjadi sumber
dari berbagai akhlak yang mulia, seperti malu, sabar, qanaah, wara, zuhud dan
lain-lain. Dan sebaliknya kalau tidak disinergikan dengan akal dan syariat, maka
apabila congdong pada hal yang berlebihan disebut syarh (rakus) dan
sebaliknya bila condong pada hal dikurang-kurangi disebut jumud (tidak ada
kemajuan).
Singkatnya siapa yang dapat memposisikan diri di tengah dengan lurus
(‘itidal) dalam empat dasar akhlak di atas, maka akhlaknya akan menjadi baik
semuanya. Keempat akhlak ini, yakni hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan adl adalah sumber
pokok keutamaan dan akhlak yang lainnya adalah berupa cabang-cabangnya.
16
D. Iman sebagai Pondasi Amal Saleh dan Implementasinya
Bagaimana Saudara, apakah sudah paham tentang potensi jiwa pembentuk
akhlak? Selanjutnya mari dalami hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai keimanan
dan ubudiyyah yang harus melekat dan mendasari amal, sehingga amal kita dapat
dikategorikan sebagai amal saleh.
Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya beribadah hanya
kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surah adz-Dzariyat [51]: 56
sebagai berikut:
و َما خَل ْقت ا ْل ِج َّن وا ْ ِْل ْنس َّْل ل َي ْعُب ُدو ِن
Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku
Oleh sebab itu semua amal perbuatan manusia yang beriman harus bernilai
ibadah dan menjadi amal saleh. Amal yang hanya dipersembahkan kepada Allah
Swt. dan penilaiannya diserahkan sepenuhnya hanya kepada-Nya.
Adapun kisi-kisi penilaian amal saleh sebenarnya sudah disampaiakan dalam
ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad saw., yakni amal yang dibingkai
dengan iman; diawali rencana yang matang dan tawakkal, niat yang ikhlas,
dikerjakan dengan sabar dan/atau syukur, serta akhirnya dapat menerima (rida)
hasilnya sebagai bagian dari takdir Allah Swt.
17
2. Sabar dalam Beramal Saleh
Saudara, sebagai bagian dari amal saleh adalah sabar. Melaksanakan amal
saleh perlu dilakukan dengan sabar agar amal amal yang dilakukan dapat
bernilai.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan menghadapi
cobaan, tidak lekas marah, putus asa atau patah hati. Sebenarnya kata sabar
berasal dari bahasa Arab, yaitu sabara-yashbiru-shabran yang artinya menahan.
Kata lainnya adalah alhabs yang artinya menahan atau memenjarakan.
Maksudnya adalah menahan hatinya dari keinginan atau nafsunya. Kata sabar
dengan aneka ragam derivasinya memiliki makna yang beragam antara lain:
sabara bih yang berarti “menjamin”. Shabîr yang berarti “pemuka masyarakat yang
melindungi kaumnya”. Dari akar kata tersebut terbentuk pula kata yang berarti
“gunung yang tegar dan kokoh”, “awan yang berada di atas awan lainnya
sehingga melindungi apa yang terdapat di bawahnya”, “batu-batu yang kokoh”,
“tanah yang gersang”, “sesuatu yang pahit atau menjadi pahit”.
Sedangkan menurut istilah sabar didefinisikan oleh para ulama, antara lain:
a) Sabar adalah sikap tegar dalam menghadapai ketentuan dari Allah. Orang
yang sabar menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada; b) Sabar
adalah keteguhan hati yang mendorong akal pikiran dan agama dalam
menghadapi dorongan-dorongan nafsu syahwat; c). Sabar adalah tabah hati
tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu
tertentu, dalam rangka mencapai tujuan.
Ada juga yang memahami bahwa sabar bermakna kemampuan
mengendalikan emosi, sehingga sabar memiliki padanan nama yang berbeda-
beda sesuai dengan objeknya: a) Sabar adalah ketabahan menghadapi musibah,
sehingga kebalikannya gelisah dan keluh kesah berarti tidak sabar; b) Sabar itu
dhobith an nafs disebabkan mampu menghadapi dan menahan diri dari godaan
hidup yang menyenangkan; c) Sabar dalam peperangan disebut pemberani,
kebalikannya disebut pengecut; d) Sabar dalam menahan marah disebut santun
(hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur); e) Sabar dalam menghadapi
bencana yang mencekam disebut lapang dada (rida); f) Sabar dalam mendengar
gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia; g) Sabar terhadap kemewahan
disebut zuhud; dan h) Sabar dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati
(qana’ah), kebalikannya disebut tamak atau rakus.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa sabar itu
merupakan kemampuan menahan atau mengatur diri, untuk dapat tetap taat
terhadap aturan-aturan yang benar berdasarkan syariat dalam menjalankan
perintah Allah Swt., menjauhi larangan-Nya dan menerima cobaan, pada waktu
tertentu mulai dari awal sampai selesai. Seperti sabar mengerjakan shalat
berarti mulai takbiratul ihram sampai salam. Seseorang dikatakan sabar dalam
shalat jika
18
ia tidak melanggar aturan-aturan shalat dari mulai takbiratul ihram sampai salam.
Dan shalatnya akan salah, batal atau rusak. Harus mengulang kembali dari awal
sampai akhir tanpa ada pelanggaran, jika mau shalatnya menjadi bagian amal
saleh.
،خ ْي ˚ر
كل ِإ َّن،وسل م ْن أَ ْم ِر ا ْل ُم ْؤ ِم ِن صل َقال رسول:ب ال َ ع ْن
َأَ ْم َر ا ْل ُم ْؤ ِم ِن ّهُ له ّ ُ ّى
" ع ِج ْبت:هلال علَ ْي َم هلال ه
ِه ْي
ص
و ِإ ْن أَ صاَبْتهُ ض َّرا ُء كا َن ك ل َ ُه،كا َن ذ خ ْي ًرا ش َك س َّرا ص ْن أ ل ْل ُم،ِن
َذ ِل ،َفص َب َر ِل ك ه ،َر ُء ْؤ ِم َبتْه ا
19
َّْل ٍد ألَ َح س َذ ِلك ولَ ْي
َخ ْي ًرا ("رواه احمد)
20
Dari Shuhaib berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Saya heran terhadap
urusan orang yang beriman, sesungguhnya semua urusannya akan menjadi
kebaikan, dan itu tidak dapat terjadi kecuali bagi orang yang beriman. Jika
ia memperoleh kesenangan lalu ia bersyukur, maka yang demikian itu akan
menjadikan kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa keburukan lalu ia bersabar,
maka yang demikian itu juga menjadi kebaikan (HR. Ahmad)
Dari Anas bin Malik berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
Allah Swt. berfirman, “Siapa yang tidak rida dengan keputusan dan
takdirku, maka hendaknya mencari dan memohon doa kepada Tuhan selain
Aku” (HR. Baihaqi)
23
bahan memuliakan diri sendiri, Allah, sesama manusia dan makhluk lain. Serta
sebagai bahan mengajak orang lain beramal saleh. Selain hikmah ini, hikmah
apa lagi yang bisa Saudara dapatkan dari materi ini? Silahkan analisis lebih
dalam!
24
E. Tawakkal
1. Pengertian Tawakkal
Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab ُّ( كل َو ال َتtawakkul) dari
akar kata َ (wakala) yang berarti lemah. Adapun ُّ( كل َو ال َتtawakkul) berarti
كل
و
menyerahkan atau mewakilkan. Seperti seseorang mewakilkan urusan kepada
orang lain atau menggantikannya. Artinya, dia menyerahkan suatu perkara atau
urusannya dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai urusan tadi.
Secara istilah tawakal telah didefinisikan oleh ulama, antara lain Imam al-
Ghazali. Beliau menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada bab at-Tauhid
wa at-Tawakkal, bahwa tawakal itu adalah hakikat tauhid yang merupakan dasar
dari keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk
melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan. Begitu Pula dengan sikap
tawakal, ia terdiri dari suatu ilmu yang merupakan dasar, dan perbuatan yang
merupakan buah (hasil), serta keadaan yang merupakan maksud dari tawakal.
Tawakal adalah menyerahkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu
kepentingan,
bersandar kepada-Nya dalam kesulitan di luar batas kemampuan manusia.
ه ْم ي
ِو ُه واس َت ْغ ِف ْر ك ْ ْ ا ْلقَ ْلب ض ظا لّٰ ِال ل ْنت ل ولَ ك ِب َما رح َم ٍة م
ْر َل ُه ْم ْم اع ْل ْنف وا ن و غ ِل ي ُه ْم ْو ْنت َن
وشا ع ِل
ْن م ح
ِ ح ب ا ْل ُم َت َو ِ’ ك ِلي َن لّٰ ِال عل َو َ ا ْألَ ْم ِر َفإِذَا
ّٰ َّن ل ى ز
َا ُي ْ م ك ْل
ّ
ع ت ت
Maka sebab rahmat dari Allah, Engkau bersikap lemah lembut kepada
mereka. Seandainya Engkau bersikap kasar lagi keras hati, niscaya mereka
akan pergi dari sekelilingmu. Sebab itu maafkan mereka, mintakan
ampunan baginya dan ajaklah bermusyawarah mereka dalam urusan itu
(menentukan strategi perang). Lalu apabila Engkau telah memiliki tekad
yang bulat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertawakkal (Q.S. Ali Imran [3]: 159).
26
dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad saw., beliau melakukan perundingan
dahulu dengan para sahabat dengan meminta pendapat atau buah pikiran
mereka mengenai urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati
mereka dengan sikap lemah lembut, kemudian setelah keputusan diambil dan
telah menetapkan hati, lalu bertawakal kepada Allah dengan berserah kepada-
Nya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. diriwayatkan sebagai berikut:
،ِّٰ لال
ْي قَال ِ لّٰ ِال َت َو َّك
عل ج ال " ِإذَا خ:ال وسل ُ صلَّى
هلال عل أَ َّن،ع ْن أَ َن ِس ب ِن ما ِلك
ْل ت
ى م ِ ت ِه َّرجل َر ،ّ َم ْي ِه الَّن ِبي
س م ْن
:ُه الش َيا طي َيق ل ل َهُ طا خ ُر ،ت و، ت، ه ِدي ت:حي َن ِئ ٍذ و َْل قُ َّو َة ِإ َّْل بِا ْ ل ح ْول
و ش ْي ن آ،ن ف َتت نَ َحى ُو قِ ي و ُك ِ ف ي ِّ َّل
ُيَقال: ال،ِل
)ك ِب َرجل ْد ه ِدي و ُك ي؟ "رواه ابو داود ك ْي
ِ ف ي و ُ و ِق
Dari Anas bin Malik berkata, bahwasannya Nabi Saw. bersabda, “Apabila
membaca lalu rumahnya, dari keluar laki-laki seorang ‘ ْل،ِّٰ َت َو َّك ْلت عَلى لال،ِّٰس ِم لال
َّ ح ْول و َْل قُ َّو َة ِإ َّْل ِبا,’ diberi telah engkau kepadanya: dikatakan itu saat pada maka
ِّ ِل
ل
hidayah, engkau telah dicukupkan, engkau telah dijaga dan ditinggalkan
syaitan. Dan syaitan yang lain berkata kepadanya, Bagaimana bisa
menggoda dengan laki-laki ini yang sudah diberi jaminan hidayahnya,
kecukupannya dan penjagaannya” (H.R. Abu Dawud)
3. Ciri-ciri Tawakal
Tawakal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha, bukan
menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib dengan tegak berpangku
tangan duduk memekuk lutut, menanti apa-apa yang akan terjadi. Memohon
pertolongan dan Bertawakal tidaklah berarti meninggalkan upaya, bertawakal
mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala
sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan
27
dengan kehendak dan ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut untuk
berusaha tetapi di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada Allah
Swt., ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya
sebagaimana kehendak dan ketentuan Allah.
Seorang muslim berkewajiban menimbang dan memperhitungkan segala segi
sebelum dia melangkahkan kaki dan mengerjakan sesuatu. Tetapi bila
pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan
28
tampil dihadapannya Allah Swt., Tuhan yang kepada-Nya yakni dengan
bertawakal dan berserah diri.
29
CONTOH SOAL
Setelah menganalisis uraian materi, apakah Saudara sudah menguasai capaian
pembelajaran pada kegiatan belajar ini? Agar dapat mengukur penguasaan Saudara,
dapat mengisi soal yang berkaitan dengan kegiatan belajar ini. Berikut sajian
contoh soal pada modul ini sebagai bahan latihan Saudara dalam menganalisis
pertanyaan dan jawaban, serta sebagai contoh pembuatan soal tes formatif yang
akan dibuat oleh dosen pengampu.
قَدْ أُ و ِتي ْي ًرا َ َذّ َّك ُر ِإ َّْل ُأ وُلو ا ْأل ِح ْن ُي ْؤ ِتي ا ْل ِح ْك َمة َ شا
ْل َباب ك م ًرا َ َ ْك
مة يُ ْؤ ي ُء
خ ِثي ا ت ا و َم م
و ْن
ْل
“Dia berikan hikmah kepada yang Dia kehendaki dan Siapa yang diberikan
al-hikmah maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan yang sangat
banyak. Dan hanya orang-orang memiliki akal pikiranlah yang mampu
memahaminya”. (Q.S. al-Baqarah [2]: 169)
4) Jawaban:
30
TINDAK LANJUT BELAJAR
Untuk meningkatkan kemampuan analisis, Saudara dapat melakukan
beberapa aktivitas tindak lanjut dari kegiatan belajar ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Simaklah sumber belajar dalam bentuk video/artikel pada LMS Program
PPG. Kemudian lakukan analisis berdasarka konten!
2. Kaitkan konten video/artikel dengan nilai-nilai moderasi dalam proses
pembelajarannya di sekolah/madrasah!
3. Ikuti tes akhir modul dan cermati hasil tesnya. Bila hasil tes akhir modul di
bawah standar minimum ketuntasan (70), maka Saudara melakukan
pembelajaran remedial dengan memperhatikan petunjuk dalam LMS
program PPG.
4. Aktifitas tindak lanjut lebih detail, silahkan mengikuti tagihan tugas yang ada
di LMS.
31
GLOSARIUM
Akhlak al-Karimah : Kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan secara sadar karena
dorongan jiwa yang sudah terbiasa tanpa harus
dipertimbangkan.
Quwwah al-Ilmi : Kekuatan yang berasal dari akal.
Hikmah : Ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mempengaruhi
jiwa pemiliknya dan membimbing kehendaknya untuk
mendorong melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membawa manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat.
Quwwah al-Ghadhab : Dorongan manusia untuk menolak yang tidak disenangi dan
mendapatkan kenikmatan yang bersifat abstrak dan batin.
Saja’ah : Sifat keberanian.
Amal Saleh : Perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena Allah Swt.
dengan tujuan untuk mendapatkan rahmat dan rida-Nya, baik
menjalankan perintah maupun menjalankan perintah maupun
menjauhi larangan-Nya. sesuai dengan aturan-aturan ajaran
Islam.
Sabar : Kemampuan menahan atau mengatur diri, untuk dapat tetap
taat terhadap aturan-aturan yang benar berdasarkan syariat
dalam menjalankan perintah Allah Swt., menjauhi larangan-
Nya dan menerima cobaan, pada waktu tertentu mulai dari
awal sampai selesai.
Syukur : Pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah yang
disertai dengan kedudukan kepada-Nya dan mempergunakan
nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya.
Rida : Kondisi kejiwaan atau sikap mental yang senantiasa menerima
dengan lapang dada atas segala keputusan Allah Swt. yang
terkait dengan diri seorang hamba, baik berupa karunia yang
baik berupa nikmat maupun yang buruk berupa bala’.
Tawakkal : Hakikat tauhid yang merupakan dasar dari keimanan, dan
seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk melainkan
dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Muhammad Ismail Ibrahim, Mu’jam al-Alfāzh wa al-A’lām al-Qur’āniyyah (Qahira: Dā r
al-Fikr, 1968).
Mujib, Abdul, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, Jakarta: Dar al-
Falah, 1999
M Said Ramadhan Al-Buthi, Al-Hikam Al-Athaiyyah, Syarhun wa Tahlilun, (Beirut,
Darul Fikr Al-Muashir, 2003 M/1424 H).
Said Aqil Husin Munawar. Al-Qur’an Membangun Kesalehan Hakiki (Jakarta: Ciputat
Press, 2002).
Ya’qub, Hamzah, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung:
CV. Dipongoro, 1988
Zarruq, Syarhul Hikam, (Surabaya: As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H).
34