Anda di halaman 1dari 12

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : AQIDAH AKHLAK


B. Kegiatan Belajar : SUMBER AKHLAK DAN IMPLEMENTASINYA (KB.2)
C. Refleksi Pribadi :

PETA KONSEP SUMBER AKHLAK DAN IMPLEMENTASINYA


NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN
SUMBER AKHLAK DAN IMPLEMENTASINYA
A. Akhlak al-Karimah
1. Pengertian Akhlak al-Karimah
Akhlak al-Karimah Menurut bahasa kata Akhlak dalam bahasa
Arab merupakan jama’ dari ‫خلق‬/khuluqun yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, sopan santun atau tabiat. Kata
tersebut mengandung segi persesuaian dengan perkataan
‫خلق‬/khalqun berarti kejadian, yang juga erat hubungannya
dengan ‫خالق‬/khalik yang berarti pencipta, demikian pula
‫مخلوق‬/makhluqun yang berarti yang diciptakan
a. Menurut Ibnu Miskawih: “Akhlak adalah kondisi jiwa
yang mendorong tindakan-tindakan tanpa perlu berpikir
dan pertimbangan lagi” (Ibn. Miskawaih, Thadzib al-
Akhlaq, 1985; 25)
b. Menurut Al-Ghazali: “Akhlak ialah gambaran keadaan
jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah daging yang
mendorong dilakukannya perbutan-perbuatan dengan
mudah lagi gampang tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali,
Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 890).
c. Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin : “Akhlak adalah
kehendak yang dibiasakan, bukan perbuatan yang tidak ada
Konsep (Beberapa istilah dan kehendaknya. Seperti bernafas, denyut jantung, kedipan
1 mata dan lain-lain (Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, 2012;
definisi) di modul bidang studi
10)

2. Dalil Akhlak al-Karimah


diriwayatkan Imam Ahmad, nomor hadis 381 sebagai berikut:

“Dari Abu ad-Darda’, dia berkata: Saya pernah bertanya


kepada ‘Aisyah tentang akhlak Rasulullah s.a.w.. Beliau pun
menjawab: Akhlak beliau adalah al-Quran. Beliau (Rasulullah
shalllallâhu ‘alaihi wa sallam) marah karenanya, dan beliau
pun rida karenanya.”
Hadis ini menjadikan rujukan kuat agar bisa melihat gambaran
Akhlak Rasulullah adalah dengan melihat seluruh isi kandungan
Al-Qur’an. Seluruh kebaikan dalam Al-Qur’an adalah wujud
akhlak Rasulullah. Ayat dalam AlQur’an yang dapat
menggambarkan akhlak Rasulullah sangat banyak, di antaranya
adalah sebagai berikut:

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat
Allah. (Q.S. al-Ahzab [33]: 21)
Ayat ini menggambarkan secara umum dalam diri Rasulullah
terdapat Akhlak yang baik, dan dalam hadis sebelumnya
menunjukkan bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.
Artinya, Al-Qur’an dan Rasulullah tidak bisa dipisahkan dan
saling menguatkan.

3. Ciri-ciri dan Contoh Akhlak al-Karimah


a. Akhlak Manusia terhadap Dirinya
b. Akhlak Manusia terhadap Allah
c. Akhlak Manusia terhadap Sesama Manusia
d. Akhlak Manusia terhadap Makhluk Lain

4. Hikmah Mempelajari Akhlak al-Karimah


Seluruh manusia bisa belajar bahwa hubungan baik perlu
dibangun dan dijalin dengan kemuliaan agar tercipta suasana
masyarakat yang tentram dan saling menghargai

B. Quwwah al-Ilmi (Potensi Berpikir)


Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa di dalam jiwa seseorang
itu terdapat tiga kekuatan (al-quwwah) yang sangat penting
dalam membentuk akhlak manusia. Sementara Imam Al-
Ghazali menyebutkan sebagai Ummahat al-Akhlaq wa
Ushuluha dengan ditambahkan satu kekuatan (al-quwwah)
sehingga genap menjadi empat kekuatan (alquwwah) (Al-
Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-Muhlikat, 2005; 936)
1. Pengertian Quwwah al-Ilmi
Quwwah Al Ilmi adalah kekuatan yang berasal dari akal.
Dengan akal inilah manusia dapat dengan mudah membedakan
mana yang jujur dan mana yang bohong dalam berbicara, mana
yang benar dan mana yang salah dalam mengambil keputusan,
mana yang baik dan mana yang buruk dalam bertindak.
Kekuatan inilah yang menjadi pembeda manusia dengan jenis
binatang. Dengan akal manusia dapat mencipta dan
mengembangakan budaya sehingga terus berkembang ke arah
yang lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya.

2. Dalil Quwwah al-Ilmi


Quwwah al-Ilmi ini memiliki buah berupa hikmah
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah [2]
ayat 269:
“Dia berikan hikmah kepada yang Dia kehendaki dan Siapa
yang diberikan al-hikmah maka sesungguhnya dia telah
diberikan kebaikan yang sangat banyak. Dan hanya orang-
orang memiliki akal fikiranlah yang mampu memahaminya”.
(Q.S. al-Baqarah [2]: 269)
Al-Maraghi menjelaskan bahwa yang dimaksud hikmah adalah
ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu yang dapat mempengaruhi
jiwa pemiliknya dan membimbing kehendaknya untuk
mendorong melakukan tindakan-tindakan yang dapat membawa
manfaat dan kebahagiaan dunia akhirat (Al-Maraghi Jilid III,
h. 40)
3. Turunan Quwwah al-Ilmi
1) Husnu at-Tadbir Seseorang yang memiliki hikmah akan
menjadi husnu at-tadbir yakni cerdas dan lurus jalan
pikirannya dalam meng-istimbat-kan (mengambil
kesimpulan). Ia akan bisa mengambil yang terbaik, dan
paling bermanfaat dalam berbagai urusan, sesulit apapun
dan segawat apapun. Ia tidak sekedar cerdas (kayyis),
tetapi mampu memikirkan hal-hal yang abstrak dengan
benar sehingga dapat mengambil keputusan yang
menghasilkan kebaikankebaikan yang agung dan akhir
yang mulia dalam berbagai urusan kehidupan.
2) Jaudat adz-Dzihn Seseorang yang memiliki hikmah
akan menjadi jaudat adz-dzihn, yakni memiliki
kemampuan untuk dapat berpikir memperoleh
kebijaksanaan ketika dihadapkan pada pendapat yang
mirip-mirip dan mengandung pertentangan-
pertentangan dalam implementasi. Ia akan selalu
mendapatkan konsep yang memberikan manfaat
sesamanya dan diterima oleh berbagai pihak.
3) Tsiqabah ar-Ra’yi Seseorang yang memiliki hikmah
akan menjadi tsiqabah ar-ra’yi, yakni mempunyai
kecepatan kemampuan dalam menghubungkan data-data
yang dimilikinya dengan sebab akibat yang mengasilkan
kemaslahatan dalam kehidupan masyarakat. d. Shawab
azh-Zhann Seseorang yang memiliki hikmah akan
menjadi shawab azh-zhann, yakni ia akan mendapatkan
taufiq dari Allah Swt. dengan kesesuaian antara dugaan
yang terdapat dalam alam pikirannya, dengan kebenaran
hakiki tanpa harus lama-lama memikirkannya.
Kebalikan dari Quwwah al-Ilmi adalah lemahnya ilmu atau
kebodohan, terbagi dalam dua konsep, yaitu radzilah al-
khibb dan radzilah al-balah. Radzilah al-khabb terdiri dari
ad-dahaa (tertipu) dan al-jarbazah (lemah berpikir).

4. Contoh Quwwah al-Ilmi dalam Kehidupan Sehari-hari


Dalam kehidupan sehari-hari Quwwah al-Ilmi yang diturunkan
menjadi hikmah memiliki gambaran yang bisa kita saksikan. Di
antaranya adalah jika kita dapati seorang guru yang dapat
dengan tenang menghadapi berbagai kondisi, padahal dalam
keadaan yang genting, bahkan saat mengambil keputusan malah
memberikan keputusan yang baik.

5. Hikmah Mempelajari Quwwah al-Ilmi


banyak orang beriman yang bijaksana dan menentramkan, ini
juga membuat kehidupan menjadi saling memberi kebaikan
C. Quwwah al-Ghadhab (Potensi Marah)
1. Pengertian Quwwah al-Ghadhab
Quwwah al-Ghadhab merupakan dorongan manusia untuk
menolak yang tidak disenangi dan mendapatkan kenikmatan
yang bersifat abstrak dan batin. Dimana ia bisa menghasilkan
sifat utama yang dapat menjadi sumber akhlak yang mulia serta
menumbuhkan kebaikan-kebaikan yakni sifat saja’ah
(keberanian) (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-
Muhlikat, 2005; 936). Quwwah al-Ghadhab, juga dapat
mendorong perbuatan yang buruk bagi seseorang

2. Turunan Quwwah al-Ghadhab


Syaja’ah menurut al-Ghazali dalam kitab Mizan al-Amal
meliputi banyak sifat turunannya, di antaranya adalah
a. Al-Karam (kebaikan budi),
b. An-Najdah (membantu, menolong)
c. Kibr an-Nafs (berjiwa besar)
d. Al-Ihtimal (ketahanan dalam bekerja)
e. Al-Hilm (santun)
f. Al-Wiqar (tenang)

3. Dalil Quwwah al-Ghadhab


Quwwah al-Ghadhab yang diturunkan dalam bentuk saja’ah
akan membentuk jiwa seseorang menjadi berani dan kuat, tentu
ini akan membuatnya tidak lemah dan tidak mudah bersedih.
Hal ini adalah yang seharusnya dimiliki seorang muslim
sebagaimana surah Ali Imran [3] ayat 139 sebagai berikut:

Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula)


bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang beriman. (Q.S. Ali Imran [3]: 139)
Selain itu, seorang muslim juga harus berani berada di jalan
yang benar. Keberanian yang ada adalah keberanian
menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai syariat,
sebagaimana surah Hud [11] ayat 112 sebagai berikut:

“Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar),


sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
(Q.S. Hud [11]: 112)
4. Contoh Quwwah al-Ghadhab dalam Kehidupan Sehari-hari
contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah
pada sifat berani menyampaikan atau melaporkan kecurangan
yang dilakukan orang lain dalam rangka memperbaiki tatanan
kehidupan. Berani melawan penindasan yang dilakukan dalam
rangka menguatkan diri dan lingkungan
5. Hikmah Mempelajari Quwwah al-Ghadhab
Islam bisa sampai pada kita melalui keberanian umat Islam
terdahulu mendakwahkan Agama Islam

6. Quwwah asy-Syahwah (Potensi Syahwat)


Al-Quwwah asy-Syahwah yaitu kekuatan yang ada dalam diri
manusia yang mendorong perbuatan-perbuatan untuk
memperoleh kenikmatan-kenikmatan yang bersifat zhahir, yang
diinspirasi oleh panca indranya seperti: mencari makanan dan
minuman, mencintai lawan jenis dan lain-lainnya. Dengan
kekuatan ini manusia menjadi lebih bergairah dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupan. Quwwah asy-Syahwah
yang baik disebut al-iffah. Seorang dikatakan sebagai orang
yang ‘affih apabila yang mampu menahan diri dari perkara-
perkara yang diharamkan oleh Allah Swt. Dengan demikian
seorang yang 'afif adalah orang yang bersabar yakni taat mutlak
kepada Allah Swt. baik dalam menjalankan perintah-perintah-
Nya, maupun meninggalkan lawangan-Nya walaupun jiwanya
(syahwatnya) sangat menginginkan untuk melanggarnya
Diantara sifat-sifat terpuji turunan dari sifat 'Iffah adalah sebagai
berikut:
a. ‫الحياء‬/ haya’, adalah sifat malu untuk meninggalkan
perbuatan yang diperintahkan oleh Allah Swt
b. sakha’, yaitu sifat dermawan senanga memberikan harta
dalam kondisi memang wajib memberi, sesuai
kepantasannya dengan tanpa mengharap imbalan dari yang
diberi dalam bentuk apapun seperti pujian, balasan,
kedudukan, ataupun sekedar ucapan terima kasih (QS. Al-
Insan/76:9).
c. ‫الورع‬/wara’, yaitu meninggalkan hal-hal yang syubhat
karena khawatir membahayakan nasibnya di akhirat kurang
baik.

7. Quwwah al-‘Adalah
Menurut al-Ghazali, terbentuknya akhlak yang mulia pada diri
seseorang diperlukan lagi satu kekuatan, yaitu Al-Quwwah al-
‘Adalah, sebuah kekuatan penyeimbang dari ketiga kekuatan
jiwa sebelumnya (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’ al-
Muhlikat, 2005; 935). Sementara Ibnu Miskawaih meskipun
tidak menyebutkan secara khusus adanya Al-Quwwah al-
‘Adalah, tetapi dalam penjelasannya juga mengkaitkannya
dengan ketiga kekuatan jiwa tersebut. Tiga kekutan jiwa
manusia yang menjadi dorongan tingkah lakunya akan menjadi
baik kalau bersinergi secara adil (keseimbang). Quwwah al-Ilmi
akan menjadi sumber kebaikan kalau sudah menuntun dengan
mudah untuk membedakan yang benar dan yang salah dalam
keyakinan, yang baik dan yang buruk dalam perbuatan serta
yang jujur dan yang bohong dalam berkata-kata. Atau dengan
kata lain ilmunya sudah menjadi hikmah.

D. Iman sebagai Pondasi Amal Saleh dan Implementasinya


Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya
beribadah hanya kepada-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam
Al-Qur’an surah adz-Dzariyat [51]: 56 sebagai berikut:

Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk


beribadah kepada-Ku Oleh sebab itu semua amal perbuatan
manusia yang beriman harus bernilai ibadah dan menjadi amal
saleh. Amal yang hanya dipersembahkan kepada Allah Swt.
dan penilaiannya diserahkan sepenuhnya hanya kepada-Nya
Adapun kisi-kisi penilaian amal saleh sebenarnya sudah
disampaiakan dalam ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi
Muhammad saw., yakni amal yang dibingkai dengan iman;
diawali rencana yang matang dan tawakkal, niat yang ikhlas,
dikerjakan dengan sabar dan/atau syukur, serta akhirnya dapat
menerima (rida) hasilnya sebagai bagian dari takdir Allah Swt.

1. Pengertian Amal Saleh


Menurut bahasa “Amal Saleh”, berarti perbutan yang baik,
bermanfaat, selamat, atau cocok. Sedang menurut istilah
terdapat beberapa definisi. Menurut Zamahsyari’ amal saleh
diartikan sebagai semua perbuatan yang sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw. Amal saleh juga disefinisikan
sebagi perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena Allah
Swt. dengan tujuan untuk mendapatkan rahmat dan rida-Nya,
baik menjalankan perintah maupun menjalankan perintah
maupun menjauhi larangan-Nya. sesuai dengan aturan aturan
ajaran Islam.

2. Sabar dalam Beramal Saleh


Sabar berasal dari bahasa Arab, yaitu sabara-yashbiru-shabran
yang artinya menahan. Kata lainnya adalah alhabs yang artinya
menahan atau memenjarakan. Maksudnya adalah menahan
hatinya dari keinginan atau nafsunya. Kata sabar dengan aneka
ragam derivasinya memiliki makna yang beragam antara lain:
sabara bih yang berarti “menjamin”. Shabîr yang berarti
“pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya”. Dari akar
kata tersebut terbentuk pula kata yang berarti “gunung yang
tegar dan kokoh”, “awan yang berada di atas awan lainnya
sehingga melindungi apa yang terdapat di bawahnya”, “batu-
batu yang kokoh”, “tanah yang gersang”, “sesuatu yang pahit
atau menjadi pahit”.
Sedangkan menurut istilah sabar didefinisikan oleh para ulama,
antara lain:
a) Sabar adalah sikap tegar dalam menghadapai ketentuan dari
Allah. Orang yang sabar menerima segala musibah dari
Allah dengan lapang dada;
b) Sabar adalah keteguhan hati yang mendorong akal pikiran
dan agama dalam menghadapi dorongan-dorongan nafsu
syahwat;
c) Sabar adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi
godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu, dalam
rangka mencapai tujuan
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dipahami bahwa sabar
itu merupakan kemampuan menahan atau mengatur diri, untuk
dapat tetap taat terhadap aturan-aturan yang benar
berdasarkan syariat dalam menjalankan perintah Allah Swt.,
menjauhi larangan-Nya dan menerima cobaan, pada waktu
tertentu mulai dari awal sampai selesai.

3. Syukur atas Nikmat Allah


syukur diartikan sebagai: a) rasa terima kasih kepada Allah, dan
b) untunglah (menyatakan lega, senang dan sebagainya).
Sebenarnya kata syukur berasal dari bahasa Arab yakni dalam
bentuk mashdar dari kata kerja syakara–yasykuru– syukran–wa
syukuran–wa syukranan. Secara bahasa berarti pujian atas
kebaikan dan penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti
menampakkan sesuatu ke permukaan. Dalam hal ini
menampakkan sesuatu ke permukaan, yakni menampakkan
nikmat Allah. Sedangkan menurut istilah syukur adalah
pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah yang
disertai dengan kedudukan kepada-Nya dan mempergunakan
nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya.
Dalam hal ini, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,”
dan sebaliknya hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya.
Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada
tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberi-Nya,
juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberi-Nya dengan lidah.
M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup tiga
sisi. Pertama, syukur dengan hati, yakni kepuasaan batin atas
anugerah. Kedua, syukur dengan lidah, yakni dengan mengakui
anugerah dan memuji pemberinya. Ketiga, syukur dengan
perbuatan, yakni dengan memanfaatkan anugerah yang
diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.
Kaitannya dengan amal saleh, syukur itu menjadi landasan
tauhid seseorang ketika diberikan fasilitas yang enak dalam
menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba di dunia ini.
Dengan kata lain dalam beramal ketika fasilitasnya terbatas
maka harus sabar, sementara kalau fasilitasnya cukup apalagi
berlimpah maka harus bersyukur.

4. Rida atas Ketetapan Allah


Menurut bahasa kata ‫ )الرضا‬rida) berasal dari bahasa Arab yang
berarti senang, suka, rela. Ia merupakan lawan dari kata ‫)السخط‬
al-sukht) yang berarti kemarahan, kemurkaan, rasa tidak suka.
Orang yang ‫ )الرضا‬rida) berarti orang yang sanggup melepaskan
ketidaksenangan dari dalam hati, sehingga yang tinggal di dalam
hatinya hanyalah kesenangan. Menurut istilah para ulama rida
didefinisikan antara lain oleh:
a) Dzunnun Al-Miṣri, beliau mengatakan bahwa rida ialah
kegembiraan hati dalam menghadapi qadha tuhan;
b) Ibnu Ujaibah mengatakan bahwa rida adalah menerima
kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagianya hati
ketika ketetapan terjadi, atau tidak memilih-milih apa yang
telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang dada
dan tidak mengingkari apa-apa yang datang dari Allah;
c) Al-Barkawi berpendapat bahwa rida adalah jiwa yang
bersih terhadap apa-apa yang menimpanya dan apa-apa
yang hilang, tanpa perubahan;
d) Ibnu Aṭaillah as-Sakandari berkata, “rida adalah
pandangan hati terhadap pilihan Allah yang kekal untuk
hamba-Nya, yaitu, menjauhkan diri dari kemarahan. Dari
definisi-definisi di atas dapat dipahami bahwa rida itu
merupakan kondisi kejiwaan atau sikap mental yang
senantiasa menerima dengan lapang dada atas segala
keputusan Allah Swt. yang terkait dengan diri seorang
hamba, baik berupa karunia yang baik berupa nikmat
maupun yang buruk berupa bala’.
Ia akan senantiasa merasa senang dalam setiap situasi yang
meliputinya. Sikap seperti inilah yang dapat menjadikan amal
seorang hamba dapat diterima di sisi Allah Swt. dan merupakan
akhlak yang mulia kepada Penciptanya.

5. Hikmah Mempelajari Amal Saleh


hikmahnya adalah seluruh umat muslim dapat terus berbuat
yang baik, kebaikannya diniatkan sebagai amal saleh yang juga
sebagai bekal di kehidupan berikutnya

E. Tawakkal
1. Pengertian Tawakkal
Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab
‫ )كل و الت‬tawakkul) dari ‫ و ك ل‬kata akar (wakala) yang berarti
lemah. Adapun ‫ )كل و الت‬tawakkul) berarti menyerahkan atau
mewakilkan.
Secara istilah tawakal telah didefinisikan oleh ulama, antara lain
Imam al-Ghazali. Beliau menyebutkan dalam kitab Ihya’
Ulumuddin pada bab at-Tauhid wa at-Tawakkal, bahwa
tawakal itu adalah hakikat tauhid yang merupakan dasar dari
keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan
terbentuk melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan.
Begitu Pula dengan sikap tawakal, ia terdiri dari suatu ilmu yang
merupakan dasar, dan perbuatan yang merupakan buah (hasil),
serta keadaan yang merupakan maksud dari tawakal. Tawakal
adalah menyerahkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu
kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesulitan di luar
batas kemampuan manusia.
Berikutnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya
Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa tawakal merupakan
amalan dan penghambaan hati dengan menyandarkan segala
sesuatunya hanya kepada Allah Swt.

2. Dalil tentang Tawakal


Allah Swt. berfirman:

Maka sebab rahmat dari Allah, Engkau bersikap lemah lembut


kepada mereka. Seandainya Engkau bersikap kasar lagi keras
hati, niscaya mereka akan pergi dari sekelilingmu. Sebab itu
maafkan mereka, mintakan ampunan baginya dan ajaklah
bermusyawarah mereka dalam urusan itu (menentukan strategi
perang). Lalu apabila Engkau telah memiliki tekad yang bulat,
maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertawakkal (Q.S. Ali Imran [3]:
159)
Ayat di atas menempatkan tawakkal pada posisi penyusunan
rencana tahap akhir setelah mempunyai keputusan dan tekad
yang bulat. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum tawakal
manusia harus terlebih dahulu berikhtiar secara zhahir,
selanjutnya jangan lupa ikhtiar batin, yakni ikhtiar dan doa

3. Ciri-ciri Tawakal
Tawakal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha,
bukan menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib
dengan tegak berpangku tangan duduk memekuk lutut, menanti
apa-apa yang akan terjadi. Memohon pertolongan dan
Bertawakal tidaklah berarti meninggalkan upaya, bertawakal
mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang
mewujudkan segala sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan
kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan
ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut untuk berusaha
tetapi di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada
Allah Swt., ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian
menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketentuan Allah.
Seorang muslim berkewajiban menimbang dan
memperhitungkan segala segi sebelum dia melangkahkan kaki
dan mengerjakan sesuatu. Tetapi bila pertimbangannya keliru
atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan tampil
dihadapannya Allah Swt., Tuhan yang kepada-Nya yakni
dengan bertawakal dan berserah diri

4. Contoh Tawakal dalam Kehidupan Sehari-hari


Sebagai seorang guru yang berupaya memperbaiki kemampuan
diri dengan terus belajar dan mengikuti program keprofesian,
adalah bentuk dari ikhtiar yang dilakukan. Ikhtiar mengikuti
kegiatan PPG ini adalah bagian dari upaya meningkatkan
kualitas diri dan memantaskan diri di hadapan Allah sebagai
orang yang layak disebut guru profesional. Seluruh agenda yang
disajikan diikuti dengan baik dan bahkan dengan hasil yang
maksimal. Contoh tawakal dari kondisi ini adalah selalu
menyerahkan hasilnya kepada Allah. Soal dikerjakan dengan
jujur dan maksimal, lalu hasilnya diserahkan pada Allah. Begitu
pula pada saat ujian akhir kegiatan ini, setelah semua rangkaian
dilalui dengan baik, maka bentuk tawakalnya adalah
menyerahkan dan memasrahkan hasil kelulusannya kepada
Allah. Lulus atau tidak adalah ketetapan Allah. Jika lulus, maka
perlu bersyukur, jika tidak lulus maka perlu bersabar. Ini adalah
salah satu contoh tawakal dalam kehidupan yang sangat dekat
dengan kita. Selain contoh ini,

5. Hikmah Mempelajari Tawakal


Hikmah adanya tawakal adalah orang beriman akan lebih ringan
dalam menjalankan aktivitas kehidupan, karena sudah meyakini
bahwa hasilnya adalah segala kebaikan dari Allah.

Pada halaman 47 Menurut al-Ghazali, terbentuknya akhlak yang


mulia pada diri seseorang diperlukan lagi satu kekuatan, yaitu Al-
Quwwah al-‘Adalah, sebuah kekuatan penyeimbang dari ketiga
kekuatan jiwa sebelumnya (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din/Rubuu’
al-Muhlikat, 2005; 935), saya kurang mengerti maksud uraian
modul tersebut, maksud dari ketiga kekuatan jiwa sebelumnya itu
Daftar materi bidang studi yang apa
2
sulit dipahami pada modul Pada Modul halaman 51 terdapat uraian dalam beramal ketika
fasilitasnya terbatas maka harus sabar, sementara kalau
fasilitasnya cukup apalagi berlimpah maka harus bersyukur
tentang batas-batas kesabaran seseorang bagaimana sebenarnya
apakah sabar itu ada batasnya? saya masih bingung untuk
memahami materinya.
Massalah batas kesabaran ada yang berpendapat bahwa sabar
Daftar materi yang sering
itu ada batasnya namun pendapat lain juga mengatakan
3 mengalami miskonsepsi dalam
kesabaran tidak ada batasnya hal ini sering mengalami
pembelajaran
miskonsepsi dalam pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai