Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“AKHLAQ KARAMAH (Kajian Tentang Sabar, Ridho dan


Tawadhu’)”
Mata Kuliah: Pendalaman Materi Aqidah Akhlak di Madrasah

Disusun oleh:

Kelompok VI
1. Marlina Risza (201200071)
2. Risyda Uswatun Hasanah (201200056)

Dosen Pengampu: Drs. Constantin, M. Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan nikmat
dan karunia-Nya kepada kita semua, terutama nikmat kesehatan sehingga kami
bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “AKHLAQ KARAMAH (Kajian
Tentang Sabar, Ridho dan Tawadhu‟)”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendalaman Materi Aqidah Akhlak di Madrasah.

Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada nabi besar kita yakni Nabi
Muhammad SAW. Kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-
banyaknya kepada Drs. Constantin, M.Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah
pendalaman materi aqidah akhlak di madrasah yang telah menyerahkan
kepercayaannya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
serta membantu kami dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Karena kami menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki kekurangan.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jambi, 18 Oktober 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Konsep Dari Ahlaq Karamah ....................................................................... 2
B. Kajian Tentang Sabar, Ridho dan Tawadhu‟ ............................................... 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................ 17
B. Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata akhlak merupakan bentuk dari kata khuluq dalam bahasa arab
mempunyai asal kata yang sama dengan yang khalik (Pencipta, Allah) dan
makhluk, semuanya itu berasal dari kata khalaqa (menciptakan). Dengan demikian
kata khuluq dan akhlaq tidak hanya mengacu kepada penciptaan atau kejadian
manusia melainkan mengacu juga pada konsep penciptaan alam semesta sbagai
makhluk.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat
yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh
bangunnya suatu masyarakat tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik
akhlaknya, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila rusak akhlaknya, maka
rusaklah lahir batinnya.
Konsep akhlaqul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia, alam sekitarnya tetapi juga
terhadap penciptaannya. Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari al-
Quran. Namun, tidak semua orang mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini
dikarnakan keterbatasan pengetahuan manusia dalam menggali ilmu-ilmu yang
ada dalam al-Quran itu sendiri . Oleh karna itu, permasalahan ini diangkat, yakni
keterkaitan akhlak islam dengan ilmu yang berdasarkan al-Quran dan Hadits.

B. Rumusan Masalah
Berikut ini adalah rumusan masalah dari makalah:
1. Apa saja konsep dari ahlaq karamah?
2. Bagaimana kajian tentang sabar, ridho dan tawadhu‟?

C. Tujuan Penulisan
Berikut ini adalah tujuan penulisan dari makalah:
1. Untuk Mengetahui konsep dari ahlaq karamah
2. Untuk Mengetahui kajian tentang sabar, ridho dan tawadhu‟

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Ahlaq Karamah


1. Pengertian Ahlaq Karamah
Secara etimologi, akhlak berasal dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan, menjadikan, membuat. Akhlaq adalah kata yang berbentuk
jamak taksir dari kata khuluqun, yang berarti tabi‟at atau budi pekerti.
Pendapat yang lain menjelaskan bahwa secara bahasa berasal dari
akar kata ( ‫ ) اَلَخلق‬yaitu gerakan dan sikap lahiriyah yang dapat diketahui

dengan indera penglihat, dan juga berasal dari (‫ )ا َ َلخلق‬yaitu perangai dan
sikap mental yang diketahui dengan bashiroh (mata hati). Sedangkan
secara istilah akhlak ialah sifat-sifat, perangai atau tabi‟at seseorang dalam
bergaul dengan orang lain atau dalam bermasyarakat.1
Alih bahasa Arab sering menyamakan arti Akhlaq dengan istilah
assajiyyah, at-thab‟u, al-„adatu, ad-dinu, al-muru‟atu yang kesemuanya
diartikan dengan akhlak, watak, kesopanan, perangai, kebiasaan dan
sebagainya.
Kemudian Abuddin Nata menjelaskan, bahwa kata akhlak dari
akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebab isim
mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan
ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara Linguistik kata
akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang
tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian
adanya. Akhlak secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada
tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di
Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik sehingga orang
yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik.

1
Ginanjar, M. H., & Kurniawati, N. (2017). Pembelajaran Akidah Akhlak Dan Korelasinya
Dengan Peningkatan Akhlak Al-Karimah Peserta Didik. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam,
6(02), hal. 108.

2
Sedangkan pengertian Akhlakul Karimah adalah akhlak yang mulia
atau terpuji. Akhlak yang baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula
yaitu sesuai dengan ajaran Allah SWT dan rasul-rasul-Nya. Berakhlak
yang mulia merupakan modal bagi setiap orang dalam menghadapi
pergaulan antar sesamanya. Dalam AlQuran ditemukan banyak sekali
pokok-pokok keutamaan akhlaq yang dapat digunakan untuk membedakan
perilaku seorang Muslim, seperti perintah berbuat kebaikan (ihsan) dan
kebajikan (al-birr), menepati janji (alwafa), sabar, jujur, takut pada Allah
SWT, bersedekah di jalan Allah, berbuat adil, dan pemaaf.
Menurut M Yatimin Abdullah, mengutip pendapat dari Ibn Rasyid
“Akhlakul karimah adalah “tingkah laku yang terpuji yang merupakan
tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah
dilahirkan berdasarkan sifat-sifat terpuji”.2

2. Dasar Hukum Ahlaq Karamah


Dalam ajaran Agama Islam, banyak sekali ayat dalam AlQur‟an dan
Hadis Nabi yang berbicara tentang akhlak. Sebagaimana Allah Berfirman
dalam surah Al- Ahzab (33): 21:

‫اْل ِخ َر َو َذك ََر ه‬


َ‫ّٰللا‬ ‫سنَةٌ ِلّ َم ْن كَانَ يَ ْر ُجوا ه‬
ٰ ْ ‫ّٰللاَ َوا ْليَ ْو َم‬ َ ‫س َوةٌ َح‬
ْ ُ ‫ّٰللا ا‬ ُ ‫لَقَ ْد كَانَ لَ ُك ْم فِ ْي َر‬
ِ ‫س ْو ِل ه‬

ۗ‫َكثِي ًْرا‬
Artinya : “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (QS. Al-
Ahzab (33): 21)
Dalam islam, dasar atau pengukur yang menyatakan akhlak baik dan
buruknya sifat seorang itu adalah alquran dan sunnah nabi Muhammad
SAW. Apa yang menurut alquran dan sunnah nabi baik untuk dijadikan
pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya apa yang buruk

2
http://etheses.iainkediri.ac.id/1308/3/932111014%20bab2.pdf, Diakses pada Jum’at, 21
Oktober 2022 jam 21.02.

3
menurut alquran dan sunnah nabi Muhammad SAW itulah yang tidak baik
dan harus dijauhi.
Secara subtantif, nilai-nilai akhlak rasululah SAW bersifat abadi dan
sekaligus fleksibel (bisa diterapkan disemua masa), sebab itu nilai nilai
akhlak yamg dibangun dan diabadikan ialah menyangkut nilai-nilai dasar
yang universal terutama sifat shidiq (benar), amanat (terpercaya), tabligh
(menyampaikan), dan fathonah (cerdas). Keempat akhlak inilah yang
dijadikan pembinaan akhlak islam pada umumnya karena menjunjung
tinggi kebenaran.
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dasar hukum
dari akhlakul karimah diambi dari alquran dan sunnah nabi Muhammad
SAW karena kandungan akhlakul karimah yang seharusnya dilakukan oleh
setiap muslim sudah terdapat didalam ajaran alquran karim dan sudah
dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW.

3. Ruang Lingkup Ahlaq Karamah


Ruang lingkup ajaran akhlak adalah sama dengan ruang lingkup
ajaran islam itu sendiri, khususnya berkaitan dengan pola hubungan.
1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah yang dapat diartikan sebagi sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk,
kepada Tuhan sebagai khaliq. Abuddin Nata menyebutkan sekurang
kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada
Allah, yaitu:
a. Karena Allah menciptakan manusia
b. Allah telah memberikan perlengkapan panca indera
c. Allah telah mnyediakan bahan dan sarana yang diperlukan bagi
kelangsungan
hidup manusia, seperti udara, air dan lainnya.
d. Allah telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
menguasai daratan dan lautan.

4
2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
Nilai-nilai akhlak terhadap sesama manusia yang patut sekali
untuk dilakukan antara lain:
a. Silaturrahmi
b. Persaudaraan (ukhuwah)
c. Persamaan(al-musawah)
d. Adil
e. Baik sangka
f. Rendah hati
g. Tepat janji
h. Lapang dada
i. Dapat dipercaya
j. Perwira
k. Hemat
l. Dermawan.3
3. Akhlak Terhadap Lingkungan
Lingkungan di sini meliputi segala sesuatu yang di sekitar manusia,
baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi manusia dengan sesamanya dan terhadap alam.
Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta
bimbingan.
Binatang, tumbuhan, benda-benda yang tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah dan menjadi milik-Nya, serta semuanya
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim
untuk menyadari bahwa semuanya adalah umat tuhan yang harus

3
Sa‟adurahman, T.(2019). AHLAKUL KARIMAH. ACADEMIA EDU, hal.6.

5
diperlakukan secara wajar dan baik. Ketergantungan kepada-Nya.
Keyakinan ini mengantarkan seorang muslim untuk menyadari bahwa
semuanya adalah umat tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan
baik.
Dari uraian di atas memperhatikan bahwa akhlak dalam islam
sangat komprehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang
diciptakan tuhan. Hal yang demikian dilakukan secara fungsional, karena
seluruh makhluk tersebut satu sama lain saling membutuhkan. Punah dan
rusaknya salah satu bagian dari makhluk tuhan akan berdampak negatif
bagi makhluk lainnya.

B. Kajian Tentang Sabar, Ridho, dan Tawadhu’


1. Kajian Tentang Sabar
a. Pengertian Sabar
Kata sabar berasal dari kata ash-shabr, yang makna asalnya adalah
menahan atau mengurung. Dengan demikian, sabar berarti menahan jiwa
untuk tidak berkeluh kesah, menahan lisan untuk tidak meratap, dan
menahan anggota badan untuk tidak menampar pipi, merobek baju, dan
sebagainya. (Al-Jauziyah,2007:25).
Secara bahasa, sabar juga berarti Al-Habsu wal Kaffu (menahan
dan mencegah). (Al-Munajjid,2006:214) Yaitu menahan dan mencegah
diri dari perbuatan-perbuatan yang memperturutkan hawa nafsu, yang
dalam terminologi syariat, berarti menahan diri untuk melakukan
keinginan dan meninggalkan larangan Allah Swt, sebagaimana firman-
Nya:

‫ي ِ يُ ِر ْيد ُْو َن َوجْ َه ٗه‬ ّ ‫ش‬ِ ‫َم َع الَّ ِذي َْن َي ْدع ُْو َن َربَّ ُه ْم ِبا ْلغَ ٰدو ِة َوا ْل َع‬ َ‫سك‬َ ‫ص ِب ْر نَ ْف‬ْ ‫َوا‬
‫ع ْن ُه ْۚ ْم ت ُ ِر ْي ُد ِز ْينَةَ ا ْل َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ْۚا َو َْل ت ُ ِط ْع َم ْن ا َ ْغفَ ْلنَا قَ ْلبَ ٗه ع َْن‬
َ َ‫عي ْٰنك‬
َ ‫َو َْل ت َ ْع ُد‬
ً ‫َان ا َ ْم ُر ٗه فُ ُر‬
ٕ٢ ‫طا‬ َ ‫ِذ ْك ِرنَا َواتَّبَ َع َه ٰوىهُ َوك‬

6
Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-
orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap
keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu
mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami,
serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
(Q.S. Al-Kahfi:28)
Secara istilah, sabar mempunyai beragam makna. Menurut ulama
salaf Dzun Nun mendefinisikan sabar adalah menjauhkan diri dari
pelanggaran, merasa tentram saat mengalami kepahitan hidup, dan
menampakkan kecukupan diri saat ditimpa kemelaratan. Cukup saat
menghadapi petaka, tanpa mengadu.
b. Macam-Macam Sabar
Macam-Macam Sabar Bila ditinjau dari sifatnya, sabar dibagi
menjadi dua. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (2006:37) membagi sabar atas
dua macam, yaitu kesabaran jasmani (fisik) dan kesabaran jiwa (psikis),
yang keduanya dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Kesabaran jasmani (fisik)
(a) Kesabaran jasmani secara sukarela (badaniy ikhtiari), yaitu
kesabaran melakukan suatu pekerjaan berat atas kehendak dan
pilihan sendiri.
(b) Kesabaran jasmani karena keterpaksaan (badaniy idhdhirari),
yaitu kesabaran jasmani karena faktor keterpaksaan. Misal, sabar
menahan sakit akibat pukulan, sabar menahan penyakit, menahan
panas, dingin, dan sebagainya. Dalam hal ini memang tiada lain
yang dapat dilakukan oleh seseorang kecuali bersikap sabar.
2. Kesabaran Jiwa (psikis)
(a) Kesabaran jiwa secara sukarela (nafsiy ikhtiari), yaitu kesabaran
menahan diri untuk melakukan perbuatan yang tidak baik
berdasarkan pertimbangan syariat agama dan akal. Ketika
seseorang tidak ingin melakukan perbuatan yang menyimpang

7
meski kondisinya memungkinkan, korupsi misalnya karena
pertimbangan bahwa perbuatan tersebut haram, inilah contoh dari
kesabaran nafsiy ikhtiari.
(b) Kesabaran jiwa karena keterpaksaan (nafsiy idhdhirari). Jika
seseorang bersabar karena kehilangan sesuatu yang ia cintai,
karena kematian anak misalnya, inilah yang disebut dengan
kesabaran nafsiy idhdhirari. Karena memang tiada lain yang dapat
ia lakukan kecuali bersabar. 4

2. Kajian Tentang Ridho


a. Pengertian Ridho
Kata Ridho berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata rodiya yang
berarti senang, suka, rela. Ridho merupakan sifat yang terpuji yang harus
dimiliki oleh manusia. Banyak ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan bahwa
Allah SWT ridho terhadap kebaikan hambanya. Menurut kamus Al-
Munawwir artinya senang, suka, rela. Dan bisa diartikan Ridho/rela adalah
nuansa hati kita dalam merespon semua pemberian-NYA yang setiap saat
selalu kita rasakan. Pengertian ridha juga ialah menerima dengan senang
segala apa yang diberikan oleh Allah S.W.T. baik berupa peraturan (
hukum ) atau pun qada‟ atau sesuatu ketentuan dari Allah S.W.T. Allah
SWT berfirman:

‫ن نت َد َِ ََ نِ َۗا ََْْ َُۗي هم‬


َ ‫ِق َْقه هۗ َن ُ َِ هۗ َن َتُٰجْ َِ َت نم‬ ٰ ِْ ‫ّللاه ي ََْ َُ َي هن َُ َُاَ هص‬
‫ِق نْقنَُدَ ن‬ ٰ ‫قَا َل‬
١١١ ‫ض َيْ َع َُهه يَُ نِ َك َِْاَ َي هز َِْ َع نظ َُ هن‬
‫ع َُ هۗ َن َي َم ه‬
َ ‫ّللاه‬
ٰ ‫ي‬
َ ‫ض‬ ‫يخ نل نَُْدَ نف َُ َۗا ٓ ْ َ َبًْْ َُم ن‬
Artinya: Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi
orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang
dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-
lamanya; Allah ridha terhadapNya.Itulah keberuntungan yang paling
besar".(QS. Al-Maidah:119)

4
Karim Santoso, 2008. Pengaruh Sabar. Program Pascasarjana Universitas Indonesia

8
Ridho menurut bahasa artinya rela, sedangkan menurut istilah
ridha artinya menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan
Allah SWT.Yakni berupa ketentuan yang telah ditetapkan baik berupa
nikmat maupun saat terkena musibah. Orang yang mempunyai sifat tidak
mudah bimbang,tidak mudah menyesal ataupan menggerutu atas
kehidupan yang diberikan olaeh Allah,tidak iri hati atas kelebihan orang
lain,sebab dia berkeyakinan bahwa semua berasal dari Allah
SWT,manusia hanya berusaha.Ridho bukan ebrarti menyerah tanpa usaha
namanya putus asa. Dan sikap putus asa tidak dibenarkan dalam agama
islam.
Ridha termasuk salah satu akhlak terpuji. Ridha artinya sudah
merasa cukup dengan apa yang la miliki, baik harta maupun pekerjaan.
Sebagian orang mungkinmenganggap, sikap yang demikian termasuk
akhlak yang buruk. Karena dengan merasacukup terhadap apa yang
dimilikinya itu maka akan menimbulkan kemalasan padadirinya dan tidak
man bekerja. Pandangan yang seperti itu adalah pandangan yang sesat dan
keliru. Islam tidak mengajarkan kepada umatnya supaya hidup malas.
Ridha dapat menjauhkan diri dari ajakan nafsu terhadap berbagai tipu daya
kehidupan dunia, yang membuat seseorang lupa akan Allah dalam
mempersiapkan diri menuju kehidupanakhirat kelak. Akibat godaan nafsu,
seseorang tidak takut atas ancaman yang akanditerimanya sehingga sikap
dan perilakunya melampaui batas-batas norma agama. Maka,untuk
menghindari hal itu, seorang muslim dituntut untuk bersikap Qanaah di
dalamhidupnya. Firman Allah dalam Al-qur‟an QS. Al-Baqarah ayat 153:

ٖٔ٘ ‫ص ِب ِري َْن‬ َ ‫ص ٰلو ِة ۗ ا َِّن ه‬


‫ّٰللا َم َع ال ه‬ َّ ‫صب ِْر َوال‬ ْ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذي َْن ٰا َمنُوا ا‬
َّ ‫ست َ ِع ْينُ ْوا ِبال‬
Artinya:“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula)kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat
buruk bagimu”. (QS. Al-Baqarah ayat 153)

b. Macam-macam Sikap Ridha

9
Dalam kehidupan seserorang ada beberapa hal yang harus
menampilkan sikap ridha, minimal empat macam berikut ini:
(1) Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya
seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat
diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari‟ah
Islam.
(2) Ridha terhadap taqdir Allah
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu
yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan
keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan
kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim. Perbedaan
antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan
nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan
mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah
kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan
ridha sendiri sebagai penawarnya.
(3) Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk
ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung
pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31)
ayat 14:

َ ‫ان ِب َوا ِل َد ْي ْۚ ِه َح َملَتْهُ ا ُ ُّم ٗه َو ْهنًا ع َٰلى َو ْه ٍن َّو ِف‬


‫صالُ ٗه ِف ْي‬ َ ‫س‬َ ‫اْل ْن‬
ِ ْ ‫ص ْينَا‬َّ ‫َو َو‬
ٔٗ ‫ي ا ْل َم ِصي ُْر‬ ۗ
َّ ‫شك ُْر ِل ْي َو ِل َوا ِل َد ْيكَ اِ َل‬ْ ‫عَا َمي ِْن ا َ ِن ا‬
Artinya : “ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman :14)

10
Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung
keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”.
Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita,
sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan
adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau
ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung
ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.
(4) Ridha terhadap peraturan dan undang-undang
Negara Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari
ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah
swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan
ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4)
ayat 59 berikut:

‫س ْو َل َواُو ِلى ْاْلَ ْم ِر ِم ْن ُك ْۚ ْم فَا ِْن‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٰٓوا ا َ ِط ْيعُوا ه‬
َّ ‫ّٰللا َوا َ ِط ْيعُوا‬
ُ ‫الر‬
ِ ‫س ْو ِل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت ُ ْؤ ِمنُ ْو َن بِ ه‬
‫اّٰلل‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫ّٰللا َو‬ ِ ‫ش ْي ٍء فَ ُرد ُّْوهُ اِلَى ه‬َ ‫از ْعت ُ ْم فِ ْي‬َ َ‫تَن‬
َ ْ‫اْل ِخ ِۗر ٰذ ِلكَ َخي ٌْر َّواَح‬
‫س ُن تَأ ْ ِوي ًْل‬ ٰ ْ ‫َوا ْليَ ْو ِم‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar- benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisa:59).
Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti
ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan
nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku.Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan
undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah,
karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang
tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan
demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.

11
c. Fungsi Ridha Dalam Kehidupan Dalam kehidupan
Ridha mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Ridha dalam kehidupan pribadi ialah:
a) Menjadikan seseorang hidupnya tidak tamak
b) Menjadikan seseorang hidupnya berjiwa tenang, rela terhadap
semua pemberian Allah , dan selalu mensyukuri semua nikmat
Allah yang dilimpahkan kepadanya
c) Menjadikan seseorang dalam hidup di dunia ini untuk mencari
kebahagiaan hidup di akhirat, dengan tetap berikhtiar.
2. Fungsi Ridha dalam kehidupan bermasyarakat ialah:
(a) Seseorang tidak tamak dan ambisi terhadap kekayaan &
kedudukan yang dimiliki orang lain.
(b) Seseorang tidak akan terperdaya oleh kemewahan hidup di
dunia.
(c) Seseorang akan suka menegakkan kalimat Allah.5
3. Kajian Teantang Tawadhu’
a. Pengertian Tawadhu‟
Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh‟a yang
berarti merendahkan, serta juga berasal dari kata “ittadha‟a” dengan arti
merendahkan diri. Disamping itu, kata tawadhu juga diartikan dengan
rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah
menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Bahkan,
ada juga yang mengartikan tawadhu sebagai Tindakan berupa
mengagungkan orang karena keutamaannya, menerima kebenaran dan
seterusnya.
Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah hati,
lawan dari sombong atau takabur. Tawadhu menurut Al-Ghozali adalah
mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih

5
http://faidahquraniyah.blogspot.com/2013/10/ ridho-tawakkal-sabar.

12
utama dari pada kita.66 Tawadhu menurut Ahmad Athoilah adalah sesuatu
yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan terbukanya sifat-sifat
Allah.7
Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah
hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak
kelihatan sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain
yang sepadan dengan tawadhu‟.8
Orang yang tawadhu menyadari bahwa apa saja yang dia miliki,
baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilrnu pengetahuan, harta
kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan lain-lain sebagainya,
semuanya itu adalah karunia dari Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam
Q.S An-Nahl: 53.

ٖ٘ ‫ض ُّر فَ ِالَ ْي ِه تَجْ ـَٔ ُر ْو ْۚ َن‬ ِ ‫َو َما بِ ُك ْم ِ ّم ْن ِنّ ْع َم ٍة فَ ِم َن ه‬


َّ ‫ّٰللا ث ُ َّم اِ َذا َم‬
ُّ ‫س ُك ُم ال‬
Artinya : “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka adalah ia dari
Allah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kesusahan, maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” Dengan kesadaran seperti
itu sama sekali tidak pantas bagi dia untuk menyombongkan diri sesama
manusia, apalagi menyombongkan diri terhadap Allah SWT. (Q.S An-
Nahl: 53)
b. Dalil-dalil yang menjelaskan tentang Tawadhu
Di dalam al-Qur‟an tidak ditemukan kata istilah yang menunjuk
langsung pada kata tawadhu. Akan tetapi, yang disebutkan adalah
beberapa kata yang memiliki kesamaan arti dan maksud sama dengan kata
tawadhu itu sendiri, seperti kata rendah diri, rendahkanlah, tidak sombong,
lemah lembut, dan seterusnya. Berikut merupakan firman Allah yang
terdapat di dalam al-Qur‟an tentang perintah untuk tawadhu:
(a) Perintah untuk bertawadhu ketika Berdoa QS. Al-An‟am [6]: 63
6
Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: CV. As-Syifa, 1995), hal.
343
7
Syekh Ahmad Ibnu Atha‟illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma‟rifat dan Hakekat,
(Surabaya: Penerbit Amelia, 2006), hal. 448
8
WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1982), hal.
26

13
َّ ‫س ْلنَا ٰٓ ا ِٰلٰٓى ا ُ َم ٍم ِ ّم ْن قَ ْب ِلكَ فَ َزيَّ َن لَ ُه ُم ال‬
‫شي ْٰط ُن ا َ ْع َمالَ ُه ْم فَ ُه َو‬ َ ‫اّٰلل لَقَ ْد ا َ ْر‬
ِ ‫تَ ه‬
ٖٙ ‫اب ا َ ِل ْي ٌم‬ ٌ ‫ع َذ‬ َ ‫َو ِليُّ ُه ُم ا ْل َي ْو َم َولَ ُه ْم‬
Artinya: Katakanlah “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari
bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah
diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan: Sesungguhnya jika
Dia menyelamatkan Kami dari (bencana) ini, tentulah Kami menjadi
orang-orang yang bersyukur)”. (QS. Al-An‟am [6]: 63)

Dari dalil tersebut dijelaskan bahwa seseorang yang mendapatkan


suatu cobaan atau ujian diperintahkan untuk berdoa dengan merendahkan
diri dan dengan suara lembut, yang dimaksud rendah diri diatas adalah
bermakna positif yaitu rendah hati atau juga bisa disebut dengan tawadhu.
(b) Perintah untuk bertawadhu kepada Orang Tua QS. Al-Isra‟ [17]: 24

‫ار َح ْم ُه َما َك َما َربَّ ٰينِ ْي‬


ْ ‫ب‬ َّ ‫ض لَ ُه َما َجنَا َح الذُّ ِ ّل ِم َن‬
ِ ّ ‫الرحْ َم ِة َوقُ ْل َّر‬ ْ ‫اخ ِف‬ْ ‫َو‬
ٕٗ ‫ص ِغي ًْر ۗا‬
َ
Artinya: dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
(QS. Al-Isra‟ [17]: 24)
Dari ayat ini dijelaskan bahwa seseorang diperintahkan untuk
merendahkan hatinya kepada kedua orang tua, yang mana orangtua telah
mendidik seseorang tersebut dari kecil hingga dewasa.
(c) Perintah untuk bertawadhu dalam Memohon QS. Al-An‟aam [6]: 42-43
Ayat 42

‫ض َّر ۤا ِء لَعَلَّ ُه ْم‬ َ ْ ‫س ْلنَا ٰٓ ا ِٰلٰٓى ا ُ َم ٍم ِ ّم ْن قَ ْب ِلكَ فَا َ َخ ْذ ٰن ُه ْم بِا ْلبَأ‬


َّ ‫س ۤا ِء َوال‬ َ ‫َولَقَ ْد ا َ ْر‬
َ َ ‫يَت‬
ٕٗ ‫ض َّرع ُْو َن‬
Artinya: 42. “dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada
umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan

14
(menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon
(kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”.
Ayat 43

‫شي ْٰط ُن َما‬ َ َ‫ض َّرع ُْوا َو ٰل ِك ْن ق‬


َّ ‫ستْ قُلُ ْوبُ ُه ْم َو َزيَّ َن لَ ُه ُم ال‬ ُ ْ ‫فَلَ ْو َْلٰٓ ا ِْذ َج ۤا َء ُه ْم بَأ‬
َ َ‫سنَا ت‬
ٖٗ ‫كَانُ ْوا يَ ْع َملُ ْو َن‬
Artinya : 43. “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah)
dengan tunduk merendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada
mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan syaitanpun
Menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka
kerjakan.”
Sikap rendah diri, rendah hati, atau tawadhu yang tersirat dalam
ayat tersebut adalah sikap tawadhu pada saat kita memohon kepada Allah.
Pada ayat ini, Allah SWT juga memerintahkan kepada umat manusia agar
berdoa dengan hati tawadhu dalam keadaan apa saja.
(d)Perintah untuk bertawadhu dalam Berdzikir Q.S. Al-A‟raaf [07]: 205

‫ض ُّرعًا َّو ِخ ْيفَةً َّود ُْو َن ا ْل َجه ِْر ِم َن ا ْلقَ ْو ِل ِبا ْلغُد ّ ُِو‬ ِ ‫اذك ُْر َّربَّكَ فِ ْي نَ ْف‬
َ َ ‫سكَ ت‬ ْ ‫َو‬
ٕٓ٘ ‫صا ِل َو َْل تَك ُْن ِ ّم َن ا ْل ٰغ ِف ِلي َْن‬
َ ‫اْل‬ٰ ْ ‫َو‬
Artinya: 205. dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan
merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di
waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang
lalai.(Q.S. Al-A‟raaf [07]: 205)

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa diperintahkan ketika berdzikir dan


berdoa kepada Allah SWT dengan rendah hati, suara yang pelan, tenang,
serta tidak mengeraskan suara kita seakan-akan Allah SWT tidak pernah
mendengar apa yang kita minta.
Dari beberapa ayat diatas, telah dijelaskan bahwa Allah SWT telah
memerintahkan kepada umatnya untuk bersikap tawadhu terhadap Allah
SWT dan sesama manusia. Sikap tawadhu terhadap Allah SWT yaitu
ketika berdzikir, memohon, dan berdoa dengan cara suara yang pelan,

15
sungguh-sungguh, tenang dan dengan perasaan takut, sedangkan sikap
tawadhu terhadap sesama manusia yaitu merendahkan hatinya dengan
patuh, berkata lemah lembut, dan sopan santun terhadap orang yang lebih
tua seperti orang tua, guru, dan orang-orang yang lebih tua.
c. Faktor yang membentuk Sikap Tawadhu
Tawadhu adalah satu bentuk budi pekerti yang baik, hal ini bisa
diperoleh bila ada keseimbangan antara kekuatan akal dan nafsu. Faktor-
faktor pembentuknya adalah:
(a) Bersyukur Bersyukur dengan apa yang kita punya karena itu semua
adalah dari Allah, dengan pemahamannya tersebut maka tidak pernah
terbesit sedikitpun dalam hatinya kesombongan dan merasa lebih baik
dari orang lain.
(b) Menjauhi Riya‟ Lawan ikhlas adalah riya‟, yaitu melakukan sesuatu
bukan karena Allah, tetapi karena ingin dipuji atau karena pamrih.
Kita harus menjauhi riya atau berusaha mengendalikan diri untuk
tidak menampakan kelebihan yang kita miliki kepada orang lain.
Karena itu juga yang akan membuat kita jadi sombong dan tinggi hati.
(c) Sabar Menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena
mengharap ridho Allah, atau bersabar dalam segala cobaan dan
godaan yang berusaha mengotori amal kebaikan kita, apalagi disaat
pujian dan ketenaran mulai datang dan menghampiri kita, maka akan
merasa sulit bagi kita untuk tetap menjaga kemurnian amal sholeh
kita, tanpa terbesit adanya rasa bangga di hati kita.
(d) Hindari sikap takabur Lawan dari sikap tawadhu adalah takabur atau
sombong, yaitu sikap menganggap diri lebih, dan meremehkan orang
lain. Kita harus bisa menghindari sikap takabur, karena biasanya
orang sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang
dari pihak yang statusnya dianggap lebih rendah dari dirinya.
(e) Berusaha mengendalikan diri untuk tidak menampakan kelebihan
yang kita miliki kepada orang lain.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Akhlakul Karimah adalah akhlak yang mulia atau terpuji. Akhlak yang
baik itu dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula yaitu sesuai dengan
ajaran Allah SWT dan rasul-rasul-Nya. Berakhlak yang mulia merupakan
modal bagi setiap orang dalam menghadapi pergaulan antar sesamanya.
2. Secara istilah, sabar mempunyai beragam makna. Menurut ulama salaf
Dzun Nun mendefinisikan sabar adalah menjauhkan diri dari pelanggaran,
merasa tentram saat mengalami kepahitan hidup, dan menampakkan
kecukupan diri saat ditimpa kemelaratan. Cukup saat menghadapi petaka,
tanpa mengadu.
3. Ridho menurut bahasa artinya rela, sedangkan menurut istilah ridha
artinya menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan Allah
SWT.Yakni berupa ketentuan yang telah ditetapkan baik berupa nikmat
maupun saat terkena musibah.
4. Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah hati,
tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan
sombong, angkuh, congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan
dengan tawadhu.

B. Saran
Dari hasil kesimpulan diatas, maka kami mengharapkan agar
pembacadapat memberikan saran-saran yang tidak menutup kemungkinan
dapat mendatang kan manfaat bagi makalah ini:

1. Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat pada keilmuan yang selanjutnya


akan menjelaskan lebih lanjut tentang judul makalah ini.
2. Diharapkan pada makalah ini bisa dijadikan rujukan untuk pembaca dan
pelajar manusia yang ada didunia ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ginanjar, M. H., & Kurniawati, N. (2017). Pembelajaran Akidah Akhlak Dan


Korelasinya Dengan Peningkatan Akhlak Al-Karimah Peserta Didik.
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 6(02), 25.

http://etheses.iainkediri.ac.id/1308/3/932111014%20bab2.pdf, Diakses pada


Jum‟at, 21 Oktober 2022 jam 21.02.

http://faidahquraniyah.blogspot.com/2013/10/ ridho-tawakkal-sabar.

Imam Ghozali,1995. Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: CV.
As-Syifa), hal. 343

Karim Santoso, 2008. Pengaruh Sabar. Program Pascasarjana Universitas


Indonesia

Syekh Ahmad Ibnu Atha‟illah, Al-Hikam. 2006. Menyelam ke Samudera


Ma‟rifat dan Hakekat, (Surabaya: Penerbit Amelia), hal. 448

Sa'adurrahman, T. (2019). AKHLAKUL KARIMAH. ACADEMIA EDU.

WJS Poerwadarminta, 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai
Pustaka), hal. 26

18

Anda mungkin juga menyukai