1
Artinya : Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yg tertanam dalam diri
manusia, yg menimbulkan perbuatan baik atau buruk,terpuji atau tercela
dgn cara yg disengaja.
5. Menurut Imam Al-Ghazali :
ير$$ من غ$ر$هولة ويس$$ال بس$$در األفع$$ا تص$$ عبارة عن هيئة في النفس راسخة عنه:فالخلق
ودة عقال$$ة المحم$$ال الجميل$$ا األفع$$در عنه$$حاجة الى فكر وروية فإنكانت الهيئة بحيث اص
ميت الهيئة$$ة س$$وشرعا سميت تلك الهيئة خلقا حسنا وان كان الصادر عنها األفعال القبيح
.التي هي المصادر خلقا سيئا
Artinya: Akhlaq adalah Suatu sifat yg tertanam dalam
jiwa manusia yg dapat melahirkan suatu perbuatan yg
gampang dilakukan tanpa melalui pemikiran terlebih dulu.
Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yg
terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama
dinamakan akhlaq yg baik, tetapi manakala ia melahirkan
tindakan tercela maka dinamakan akhlaq yg buruk.
6. Menurut Ibrahim Anis :
َ ص ِد ُر َع ْنهَا االَ ْع َما ُل ِم ْن َخي ٍْراَوْ َش ّر ِم ْن َغي ِْر َحا َج ٍة اِلَى فِ ْك
رورُؤيَ ٍة ِ َحا ُل النَّ ْفسُ َر:الخلق
َ ُاس َخةٌ ت
Artinya : Sifat yg tertanam dalam jiwa, yg dengan sifat itu
lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
7. Menurut Ahmad Amin :
Akhlaq adalah : Suatu ilmu yg menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yg seharusnya dilakukan oleh
sebagian manusia kpd yg lainya, menyatakan tujuan yg
harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukan jalan untuk melakukan apa yg harus
diperbuat.
8. Menurut Barmawie Umary:
2
Ilmu Akhlaq adalah : Ilmu yg menentukan batas antara
baik dan buruk, terpuji dan tercela tentang perkataan dan
perbuatan manusia lahir dan bathin.
Dengan kata lain ilmu akhlaq adalah:
1. Menjelaskan arti baik dan buruk;
2. Menerangkan apa yg seharusnya dilakukan;
3. Menunjukan jalan untuk melakukan perbuatan;
4. Menyatakan tujuan di dalam perbuatan.
Jadi ilmu akhlaq adalah: ilmu yg mempersoalkan baik buruknya amal
manusia baik perbuatan atau perkataan dari segi lahir dan bathin.
Dari definisi-definisi tsb. Dapat diambil suatu petunjuk bahwa akhlaq itu :
Pertama; Perbuatan yg telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadianya. Kedua; Perbuatan yg dilakukang dgn mudah dan
tanpa pemikiran lama-lama, dan dilakukan dalam keadaan sadar. Ketiga;
Perbuatanya timbul dari dalam diri orang yg mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari siapapun. Jadi perbuatan yg dilakukanya itu atas
dasar kemauan sendiri, pilihanya dan keputusanya. Keempat; Perbuatan yg
dilakukanya sungguh-sungguh, bukan main-main atau sandiwara. Kelima;
Perbuatanya dilakukan dgn ikhlas dan semata-mata karena Alloh, bukan
karena ingin mendapat sesuatu, ingin dipuji dsb.
Sumber Ilmu Akhlaq :
1. Al Quran.
2. Al-Hadits.
3. Hasil pemikiran Hukama dan Filosof.
Seperti Firman Alloh SWT :
ٍ ُك لَ َع َل ُخل
ق َع ِظ ْي ٌم َ ََّواِن
Artinya : Sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar
berbudi pekerti yang agung. Srt 68 (Al- Qalam ayat 4).
Dan Hadits Nabi :
ار َم اَأل ْخالَق اِنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُأِل
ِ ت تَ ِّم َم َم َك
3
“Sesungguhnya aku diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan
akhlaq.”
Pembahasan/Ruang Lingkup (Ilmu) Akhlaq:
1. Perbuatan & ucapan manusia.
2. Memberikan penilaian terhadap perbuatan itu apakah tergolong baik
atau buruk menurut norma agama dan akal sehat.
Tujuan Ilmu Akhlaq
Supaya dapat terbiasa melakukan perbuatan yg baik, mulya, indah, terpuji
serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela, hina, dan buruk.
Tujuan Berakhlaq
Supaya hubungan kita dgn Alloh SWT dan dgn sesama makhluk selalu
terpelihara dgn baik dan harmonis.
Manfaat Ilmu Akhlaq :
1. Dapat mengetahui batas antara yg baik dan buruk;
2. Dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Pembagia Akhlaq : 1. Akhlaq Mahmudah (terpuji); 2. Akhlaq Madzmumah
(tercela).
Implementasi/Penerapannya :
A. Berakhlaq kpd Khaliq (pencipta) agama,kitab suci.
B. Kpd Makhluk:
a. Mhlk. manusia, kpd Rosulalloh saw, kpd ortu, diri sendiri, kerabat,
tetangga dst).
b. Mhlk. bukan manusia (alam) seperti flora, fauna, tanah, air, api, udara.
Hasil Berakhlaq :
1. Memperoleh Al-Irsyad ($ ;)اإلرشادdapat membedakan amal yg baik dan yg
buruk
2. Memperoleh Al-Taufiq ($ ;)التوفقperbuatanya sesuai dg tuntunan
Rosululloh dan akal sehat
3. Memperoleh Hidayah ( ;)الهدايةgemar melakukan perbuatan baik dan
terpuji serta menghindari perbuatan yg tercela/buruk.
4
Puncak Dari Berakhlaq Itu : Memperoleh kebahagiaan hidup di dunia kini dan
di akherat kelak, karena gemar berbuat baik, memilih yg baik dan meninggalkan
yg buruk.
APA HIDUP BAHAGIA ITU ? :
Ialah hidup sejahtera yg diridoi Alloh SWT dan disenangi sesama makhluq.
Berakhlaq itu sebagai penjelmaan dari taqwa.
5
Hidup dalam masyarakat yang heterogeen memang tidak mudah, sebab
anggota-anggota masyarakat terdiri dari bermacam-macam sifat, watak,
kebiasaan dan kegemaran, yang satu berbeda dengan lainya.
Orang yang bijaksana tentulah dapat menyelami segala anasir yang hidup
di tengah masyarakat, menaruh perhatian kepada segenap situasi dan senantiasa
mengikuti setiap fakta dan keadaan yang penuh dengan aneka perobahan.
Pandai mendudukan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya, bijaksna
dalam sikap, perkataan dan perbuatan, niscaya pribadi akan disenangi oleh
anggota masyarakat dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari.
3. AL’AFWU ( ) Artinya pema’af
Manusia tiada sunyi dari khilaf dan salah. maka apabila orang berbuat
sesuatu terhadap dirimu yang mungkin karena khilaf atau salah, maka patutlah
engkau pakai sifat lemah-lembut sebagai rahmat Allah SWT. kepadamu-
terhdapnya, ma’afkanlah kekhilafan atau kesalahannya, janganlah mendendam
serta mohonkanlah ampun kepada Allah SWT. untuknya, semoga ia surut dari
langkahnya yang salah, lalu berlaku baik di masa depan sampai akhir hayatnya.
6
Sudah tentu tiada patut engkau hanya pandai menyuruh orang lain saja
berbuat baik, sedangkan engkau sendiri enggan mengerjakannya, dari itu
mulailah dengan dirimu sendiri berbuat baik.
Tidak saja kita disuruh berbuat baik terhadap sesama manusia, tapi juga
terhadap hewan kitapun hendaknya berbuat baik, sebab setiap kebaikan
walaupun kecil sekali, namun Allah SWT. akan membalasnya juga kelak di
akhirat, demikian janji-NYA.
Bisikan syaithan yang selalu ingin menjerumuskan engkau ke lembah
kejahatan, jangan lah engkau dengarkan, berlindunglah engkau kepada Tuhan
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
7
Tamu ialah orang yang datang ke rumah kita, baik datangnya dari jauh
ataupun dari dekat. Dengan bertamu, bertambah rapatlah rasa persaudaraan,
orang yang ingin menyambung silaturahmi, hendaklah disambut dengan
gembira.
Menghormati tamu adalah suatu ciri orang benar-benar beriman kepada
Allah SWT. termasuk dalam arti menghormati tamu ialah menyediakan makan-
minum dan tempat tidurnya jika ia bermalam di rumah kita selam tiga hari tiga
malam.
8. AL KHUFRAAN ( ) Artinya suka memberi ma’af
8
Ilmu pengetahuan dan ‘amal usaha adalah nur, maka nur itu akan kabur
karena ma’shiat dan Tuhan tidak akan menganugrahkan nur kepada orang yang
melakukan ma’shiat.
Kesmpurnaan hidup manusia niscaya mendatangkan mangfa’at apabila diri
manusia dibangun dan dipelihara, dibangun artinya berbuat sesuatu yang
melengkapkan diri agar bermangfa’at bagi yang lain, bukan saja bermangfa’at
dalam lingkungan manusia, tetapi juga hewan sekalipun merasa dapat manfa’at
dan faedah dari diri kita.
Bangunan itu berpusat pada rohani dalam akal pikiran dan keluhuran
‘aqiedah yang berpola mencerdaskan otak dan membersihkan hati serta
mempunyai keyakinan yang benar.
Kecerdasan otak dan keyakinan yang kuat serta kebersihan batin belum
tentu berfaedah, apabila tidak dipelihara.
Memelihara diri dari berlaku ma’shiat adalah lebih mudah dari pada
merobah diri sesudah melakukan ma’shiat
Hidup manusia dengan batas, batas itu adalah agama yang menggariskan
mana yang boleh dikerjakan dan mana pula yang harus ditinggalkan.
Manusia dijadikan indah susunan anggota lainnya, kesempurnaan lahir itu
hendaklah diikuti pula dengan kebersihan bathin, diantaranya menahan diri dari
berlaku ma’shiat, baik ma’shiat dhahir maupun ma’shiat bathin, agar kesucian
diri tetap terpelihara.
9
Setiap Mukmin adalah bersaudara, karena itu perbaikilah relasi anatara
saudaramu itu, demikian tegas AL Quran menyatakan.
Persaudaraan islam, tidaklah terikat oleh batas kebangsaan-nasionalitas,
tetapi lebih luas lagi, ia merupakan keseluruhan di muka bumi, siapa saja yang
beriman adalah saudara bagi yang lain, walaupun berlainan suku, bangsa, atau
ras sekalian.
Perlainan suku, bangsa-inkusiva ras-dan jenis kelamin, gunanya agar saling
kenal mengenal antara satu dan sama lain, tak ada yang lebih, tinggi atau lebih
rendah, tetapi yang mulia dalam pandangan Allah SWT. hanyalah mereka yang
bertakwa.
Jadi, hanyalah takwa yang membedakan derajat antara manusia satu
dengan lainnya, bukan harta, bukan pangkat, bukan keturunan.
Itulah sebabnya maka ditiap dada seorang Mukmin penuh solidaritas
terhadap yang lain, karena mereka satu Tuhan, satu Rasul, satu Qiblat dan satu
Kitab, demikian fraternity dalam islam yang sangat harmonis.
Adil adalah suatu sifat yang sanggup membimbing manusia ke arah
keselamatan, ketentraman, perdamaian, dan kebahagiaan serta menjauhkan
persengketaan, permusuhan, marabahaya dan segala perangai yang tercela.
Apabila tak ada keadilan, tak ada persamaan hak antara raja dan rakyat,
simampu dan simiskin, sipandai dan sidungu, sudah pasti dunia akan hancur
binasa, akan merajalelalah segala kerusakan, permusuhan dan peperangan.
Jikalau keadilan tidak dijalankan, maka akan timbullah penganiayaan,
penindasan antara orang dengan orang atau antara golongan dengan golongan.
Pelaksanaan keadilan harus merata, baik terhadap diri sendiri, keluarga,
pemerintah, rakyat, pendekkata pada setiap orang yang ternyata salah harus
disalahkan dan dihukum setimpal dengan kesalahnnya, kepada yang ternyata
benar harus dibenarkan, dibela, dibantu, dus jangan seperti kata orang: tiba di
mata dipicingkan, tiba diperut dikempiskan.
10
Ihsan ialah berbuat baik dalam ketaatan terhadap Allah SWT, baik dari segi
jumlah perbuatan, seperti mengerjakan yang sunat. Misalnya memperbanyak
shalat sunat, shaum sunat dsb, atau dari segi kaifiat perbuatan yaitu:
Menyembah Alloh, sembahlah Alloh seolah-olah engkau melihat DIA, apabila
engkau tidak dapat melihat Nya, ketahuilah bahwasanya Dia melihat engkau.
Jadi, selain perintah-perintah yang wajib, juga mengamalkan hal-hal yang
sunat seperti sabda Rosulullah dalam sebuah hadis Qudsi :
Artinya : Siapa yang memusuhi wali KU maka sesungguhnya
telah kuizinkan memeranginya. Tiada yang paling kusukai cara
hambaku menghampirkan diri kepadaku, selain dari melakukan
sesuatu yang kupardlukan kepadanya. Tetaplah hambaku itu
menghampirkan diri kepadaku dengan perbuatan nafilah (yang
disunatkan), hingga AKU menyintai dia. Bila AKU telah cinta
kepadanya, jadilah AKU pendengarnya yang didengarkanya
kepada sesuatu, pemandangannya yang dipandangkan,
tangannya yang dihamparkanya dan kaki yang dijalankannya.
Jika ia meminta kepadaku, niscaya kuberi. Jika ia meminta
perlindunganku, niscaya dia kuperlindungi “.
Beribadat harus komplit teratur, baik dikala dilihat orang ataupun diwaktu
sendirian, jangan beribadat ingin dipuji manusia, karena ini namanya “riya”;
Jadi, beribadatlah ditempat ramai atau di tempat sunyi dengan baik, karena
dimana saja engkau berada, Alloh Maha Melihat lagi Maha Mengetahui perihal
keadaan segenap hambanya.
11
Jadi, sederhanalah terhadap kesenangan dan tundukanlah nafsu kepada
akal, sebab sebahagian besar keburukan-keburukan itu disebabkan orang tiada
sanggup mengendalikan nafsunya, dus, jangan menjadi tawanannya nafsu atau
hambanya syahwat.
Karena itu, jauhilah hal-hal yang akan menyebabkan hilangnya
kesucian diri, tercemarnya nama, lebih-lebih dari pengaruhnya wanita, dengan
jalan jangan mendekati hal-hal yang dapat mendorong diri untuk berbuat yang
tidak baik.
12
Jadi anggota badan yang lahir hendaklah dibersihkan dan dipelihara dari
kotoran, juga hendaklah digunakan dengan sewajanya artinya tidak melanggar
batas-batas agama.
13
Yang diberikan kepada orang yang menghajatkan, itu merupakan fonds
baginya yang akan diterimanya di akhirat kelak, di samping itu pula orang yang
menerima pemberian akan berterima kasih sekali.
Jadi, dengan pemurah, orang lain memperoleh manfaat dan faedah dari
pemberian itu sedangkan diri sendiri akan memperoleh pahala dari Allah SWT.
Orang pemurah dikagumi, disenangi orang dan menimbulkan syimpathie serta
pengaruh dari masyarakat; pengaruh datangnya dari sebab sifat pemurah, sukar
sekali orang menentangnya.
14
Hendaknya manusia insaf bahwa ia adalah hamba yang hina, bahwa
Tuhannya adalah Qawiyyun’Azies, juga hendaknya manusia ingat akan semua
kebaikan-kebaikan Allah SWT. yang dianugrahkanNya kepada dirinya dalam
setiap keadaan, dengan demikian ia tidak akan mengingkari nikmatNya.
Haruslah manusia ingat kepada mati, karena orang yang ingat bahwa ia
akan mati, bahwa dihadapnnya nanti ada salah satu dari dua tempat yaitu sorga
dan neraka, karena ingatnya kepada soal ini niscaya menimbulkan amal amal
yang shalih yang dikerjakannya sekuat dayanya, misalnya membantu
saudaranya yang muslim, belas kasih terhadap mereka, lebih-lebih terhadap
mereka yang telah pernah berbuat baik kepadanya dan ini membuahkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan ia diberi ampun dan pahala yang besar
dari Allah SWT.
Ia bahagia didunia, sebab pupolaritas keshalihannya, dihormati dan
disegani dan ia bahagia di akhirat, sebab terlepas dari neraka dan memperoleh
kemenangan dengan masuk sorga.
Jelasnya, memiliki segala ahlak yang terpuji, beramal dengan tekun,
semata-mata karena Allah SWT.
15
Secara negatif adalah tahan menderita : secara positif adalah berhati-hati
atau selectief dalam bertindak, sebelum bertindak segala akibatnya ditinjau lebih
dahulu.
Kebahagiaan, keuntungan, keselamatan, hanya dapat dicapai dengan usaha
secara tekun terus-menerus dengan penuh kesabaran, keteguhan hati, sebab
sabar adalah azas untuk melakukan segala usaha, tiang untuk realisasi segala
cita-cita.
Sabar bukan berarti menyerah tanpa syarat, tapi sabar adalah terus berusaha
dengan hati yang tetap, beriktiar, sampai cita-cita dapat berhasil dan di kala
menerima cobaan dari Allah SWT. wajiblah redha dan hati yang ikhlas.
22.ASH SHIDQATU ( ) benar = jujur
Benar atau jujur adalah alat mencapai keselamatan, kebruntungan,
kebahagian.
Dengan jujur orang akan memperoleh popularitas, selalu dipercayanya,
dijadikan teladan bagi yang lain, banyak teman dan sahabat, perintahnya selalu
diturut orang dan segala perkataanya senantiasa diiyakan orang.
Semua orang akan senang dan puas berhadapan dan bergaul dengan orang
yang jujur, sebab mereka tiada kawatir akan terkicuh dan terpercaya.
Dengan jujur orang akan menempuh kehidupan dengan selamat, sahabat
yang baik adalah kejujuran sebab ia berdaya membawa kita kepada
kebahagiaan.
Karena itu wajiblah berikhtiar agar memiliki sifat jujur, jangan mencoba
untuk berdusta, sebab jujur adalah suatu jalan menuju sorga, sedangkan dusta
adalah suatu sebab menjerumuskan diri ke dalam neraka.
16
Ia berani memberantas yang bathil, karena pedomannya : berani karena
benar, takut karena salah, ia berani mengatakan yang benar.
Berani berarti sanggup menghargai penderitaan atau bahaya dengan segala
ketenangan dan dikala mengalami kesulitan atau malapetaka, ia tidak kehilangan
akan tetapi dihadapinya dengan penuh kesungguhan dan ketetapan hati serta
berusaha melepaskan diri dengan tekad yang bulat.
Berani inilah yang dapat menyampaikan maksud, mewujudkan azam,
mempermudah langkah, ia tidak berbalik mundur dalam mempertahankan yang
benar, ia maju terus sampai jiwapun menjadi taruhannya.
17
“wa ta’aawannu’alal birri wat taqwaa, wa laa ta’aawanuu’
alalitsmi wal’udwaan, wattaqul laaha innal laaha
syadiedu,’iqaab.”- ( QS. Al Maaidah 2)
18
sesama manusia, niscaya akan disenangi, disegani, dihormati orang dalam
pergaulan.
19
dirinya dan orang yang mengenal kapasitas dirinya dilimpahi rahmat Allah
SWT.
Izzatun nafsi membuahkan kebajikan, sabar, tekun, ulet, tidak berputus asa,
tidak bersikap apaties, dihormati manusia, dianugerahi Allah SWT kebaikan.
Rintangan disambutnya, ia tidak lari dari kesukaran sebagai konsekwensi
perjuangan, tetapi diatasinya dengan penuh ketabahan hati.
Ia bekerja dengan hati yang sungguh, kemauan yang penuh, tiada henti-
hentinya, tiada segan berusaha, memiliki dinamika daya juang yang permanent
guna mencapai cita-citanya.
20
Kegemaran ini menimbulkan mudarat yang tiada terhingga, memperoleh
penyakit atau mendapat keturunan yang berpenyakit atau samasekali tiada
memperoleh keturunan.
Di dunia telah merana, apalahi di akhirat kelak, api neraka telah menunggu
pula baginya disana.
21
Menghadapi orang yang bersifat demikian, apabila ia membawa berita,
hendaklah berhati-hati jangan mudah diperdayakannya, sebab membuat fitnah,
berdusta, sudah memang hobbynya, celakalah setiap pendusta, pengumpat,
pemfitnah dan pentuhmah.
22
sebab dikiranya ia akan memperolah keuntungan dari tindakanya yang tidak
jujur itu, senang mengorbankan teman, menjadi musuh dalam selimut,
menggunting dalam lipatan, menohok kawan seiring, membahayakan
keselamatan umum.
Amanat membawa kelapangan rizeki, sedangkan khianat menimbulkan
kefakiran. Tetapi sebenarnya ia mencoreng keningnya sendiri dengan arang
yang tidak mungkin hilang untuk selama-lamanya, terjauh dari teman dan
sahabat, terisolir dari pergaulan, orang lain memandangnya dengan mata sebelah
sambil mengejek dan ia kehilangan kepercayaan, seperti kata pepatah: “sekali
lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya”.
23
terlalu mempersusah diri serta mempertinggi tempat jatuh, menghambat kerja,
memutuskan ‘azam, selalu mundur menghadapi prolem dan lemah kemauan.
24
Tahawwur, berani membabi buta. 2. Jubun, pengecut dan penakut. 3. Dayyus,
lemah hati tidak bertindak. 4. Syaja’ah, berani karena benar. Yang keempat
inilah yang terpuji dan mulia.
25
Padahal setiap orang mempunyai kelebihan masing-masing, tak ada orang
yang dapat mencukupi kebutuhanya sendiri secara komplit. Karena itu
hormatilah setiap orang dengan keahliannya, engkau hormati orang, orang pun
akan menghormatimu, engkau sayangi orang, orangpun akan menyayangimu,
engkau muliakan orang, orang pun akan memuliakanmu.
26
Dengki ialah membenci nikmat Tuhan yang dianugrahkan kepada orang
lain dengan keinginan agar nikmat orang lain itu terhapus.
Maka tiadalah berguna amal baik orang yang dengki, sebab dengki
merusakkan amal kebaikan, sama halnya seperti api memakan kayu bakar.
Biarkan nikmat yang diperoleh orang itu berada padanya, engkaupun kalau
ingin seperti itu pula hendaklah berusaha sekuat tenaga, disamping itu wajiblah
ridha dengan qadha dan qadar bagi dirimu.
Sebenarnya dengki itu menyiksa diri pemilik sifat itu sendiri, karena itu
seperti api yang membakar dadanya dan sebelum maksudnya tercapai, ia telah
lebih dahulu membinasakan dirinya, yaitu : berlarut-larut menderita duka,
mengalami kecelakaan yang tak dapat ditolong, mendapat celaan dari kiri kanan,
menanam benih permusuhan, memperoleh amarah Tuhan, tertutup pintu hidayah
dan taufik untuknya.
27
peduli dia apakah kasur yang baru dibeli, namun kasur itu digigitnya juga,
walaupun manfaat dari gigitannya tiada diperolehnya.
Ia senang mengadudombakan orang, menghasut dan melancarkan fitnah,
membuat fluister campagne (kampanye berbisik) untuk merusakan orang lain,
membuat bencana, maka orang seperti ini tak dapat dipercaya dan harus dijauhi.
28
Karena itu, makan, minum, berpakaian hendaklah sekedar cukup saja, jangan
berlebih-lebihan, sifat ini timbul pada mereka yang bodoh karena tak pandai
mengatur, padahal masih banyak keperluan -keperluan urgent yang lebih patut
dan ini kebanyakn terjadi dikalangan para hartawan.
29
Apabila seseorang dikenal sebagai pendusta, maka seorangpun tidak akan
mempercayai perkataannya walaupun ia berkata benar. Jadi, dusta ialah
memberitakan sesuatu yang berlainan dengan kejadian yang sebenarnya.
23. AL KUFRAAN ( ) artinya : mengingkari nikmat.
Tiada dapat dihitung oleh manusia nikmat yang dianugrahkan Tuhan
kepadanya, ia lahir cukup disambut dengan kasih sayang kedua orang tuanya,
kaum kerabat, handai taulan, lalu makan, minum, melihat, mendengar, merasa,
berjalan, meraba, menghirup udara, diberi lagi akal, ilmu dan banyak lagi yang
lainnya. Semuanya itu adalah amanat dan nikmat dari Allohswt dan wajib
dipakai secara tepat dan digunakan untuk berbuat baik, baik kepada khaliq
maupun makhluq.
Menyalah gunakan semua ini, berarti berbuat dosa dan makshiat, tak
pandai mensyukuri nikmat.
Alloh swt menjelaskan di dalam Al Quraan Kariem bahwa kepada orang
yang syukur nikmat akan ditambah Alloh swt dengan nikmat-nikmat yang lain,
tetapi apabila kufur nikmat, Alloh swt akan menurunkan ‘adzabNya yang amat
pedih sekali, dus kufur nikmat adalah mempercepat turunnya azdab dari Tuhan.
30
Penipuan ialah usaha untuk memperoleh keuntungan secara tidak jujur
dengan tipu muslihat, membujuk, menaruh nama palsu, tanda tangan palsu,
memperdayakan, juga dalam bidang jual beli, sewa menyewa, tukar menukar.
Semuanya itu dilarang oleh agama, sebab itu termasuk khianat atau tidak
jujur yang tidak seorangpun menyukainya.
Seorang muslim hendaklah terus terang dalam tindakannya, jangan
sembunyi-sembunyi untuk maksud yang tidak jujur, sebab penipuan adalah
memperjauh diri dari masyarakat.
31
Dikecualikan dalam hal ini adalah qishash sebagai hukuman bagi
sipembunuh dan sudah tentu membunuh dengan sengaja dan membunuh tidak
dengan sengaja-yang cukup dapat dibuktikan-berlainan pula hukumannya.
32
c) Perkataan, misalnya : mendemonstrasikan kegagahan diri, menunjukan
ilmu yang dalam dan banyak.
d) Perbuatan, misalnya : memanjang-manjangkan rukuk atau sujud dari
yang biasa, pendeknya berbuat agar orang memuji dirinya.
e) Pergaulan, misalnya : selalu memperkatakan bahwa dia mempunyai
banyak pengikut dalam masyrakat dan supel dalam bergaul, jdi
memuji diri sendiri di hadapan orang lain.
Timbulnya riyaa’ disebabkan seseorang membesarkan sesuatu mahluk,
menyembuhkan penyakit ini tiada lain dengan jalan bahwa engkau pandang
semua makhluk itu tunduk di bawah kekuasaan Allah SWT. dan engkau anggap
semuanya itu sebagai benda yang tiada bernyawa, sama-sama tiada dapat
mendatangkan kesenangan dan menimbulkan bencana.
Riyaa’ tiada akan terlepas dari seseorang, selama dia masih mengira,
bahwa makhluk mempunyai qudrat dan iradat kekuasaan dan kehendak atau
dirinya.
33
Ini karena didorong oeleh keinginan memperloleh barang tanpa berusaha
lebih dahulu.
Orang yang mencuri itu disebabkan sempitnya pandangan, ia hanya
memandang bahwa barang cucian itu menambah keuntungan diri dan
keluarganya, tetapi pandangannya tidak meluas sampai memikirkan akibat yang
diderita oleh orang-orang dan oleh keluarga yang kecurian.
34
Harta tidak boleh dipergunakan secara sia-sia artinya harus dipergunakan
secara wajar, jangan berlebih-lebihan dari pada keperluan.Jadi, harus
mendahulukan keperluan yang primair dari pada yang hanya merupakan
kesempurnaan saja.
Uang tidak boleh dibelanjakan untuk hal-hal yang memudaratkan dan sama
sekali tidak memberikan manfaat. Haruslah berhitung dengan teliti pemasukan
dan pengeluaran dan tidak boleh mengeluarkan belanja yang melebihi
pemasukan atau pendapatan, seperti kata orang : jangan besar pasak dari pada
tiang.
Itulah sikap yang baik dan ketahuilah, bahwa tabdzier merupakan salah
satu hal yang menyebabkan kefakiran baik secara cepat atau lambat.
35
BAB II ETIKA, MORAL DAN KESUSILAAN
ETIKA
1. Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” artinya kesusilaan atau adat.
Etika berasal dari bahasa latin “ethica” artinya norma norma, nilai nilai,
kaidah kaidah, ukuran ukuran bagi tingkah laku yang baik.1
2. Menurut Ki Hajar Dewantara etika adalah ilmu yang mempelajari soal
kebaikan dan keburukan didalam hidup manusia semuanya, terutama
mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan
dan perasaan
3. Sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.2
4. Menurut KBBI etika artinya ilmu tentang apa yang baik dan apa yang
buruk dan tentang hak kewajiban, moral atau ahlak.3
36
5. Etika ialah kebiasaan yang baik dalam msyarakat yang kemudian
mengendap menjadi norma norma atau kaidah kaidah dalam perikehidupan
manusia.4
Kode etika ialah kaidah kaidah atau peraturan peraturan yang ditetapkan
dan diterima oleh seluruh para anggota suatu profesi.5
Dari pengertian tersebut (1,2,3,4) bahwa etika itu dapat dilihat dari :
a. Segi pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan
oleh manusia;
b. Dari segi sumbernya, etika bersumber dari akal pikiran atau filsafat, karena
itu tidak mutlak dan tidak universal, dapat berubah ubah, memiliki
kekurangan atau kelebihan dsb. Ia juga berhubungan dengan ilmu
Antropologi, Psikologi, Sosiologi, Politik, Ekonomi dsb karena sama sama
membahas perbuatan manusia;
c. Dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan manusia apakah perbuatan itu baik
atau buruk, mulia atau hina. Dengan kata lain etika itu berfungsi sebagai
hakim/wasit dalam menilai perbuatan manusia.
d. Dari sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah ubah sesuai dengan
tuntutan zaman. Jadi etika itu aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan
oleh akal pikiran manusia.6
MORAL
1. Moral berasal dari bahasa latin “mores” jamak dari kata “mos” yang
berarti adat kebiasaan atau susila;7
2. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas batas dari
sifat perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar atau salah, baik atau buruk;8
37
3. Menurut KBBI moral dimaknai ajaran tentang baik buruk yang diterima
umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban , ahlak, budi pekerti dan
susila;9
4. Dengan demikian moral adalah a. Prinsip prinsip yang berkenaan dengan
benar dan salah baik dan buruk, b. Kemampuan untuk memahami
perbedaan antara benar dan salah, c. Ajaran atau gambaran tingkah laku
yang baik;10
KESUSILAAN
1. Menurut KBBI kesusilaan ialah perihal susila yang berkaitan dengan adab
dan sopan santun, norma yang baik, kelakuan yang baik, tata krama yang
luhur.
2. Susila = baik budi bahasanya, beradab, sopan, adat istiadat yang baik,
keadaban, kesusilaan, kesopanan.
3. Susila berasal dari bahasa sangsekerta su = baik, sila - dasar yaitu prinsip
atau peraturan hidup yang lebih baik.11
4. Jadi kesusilaan adalah perilaku dalam hidup seseorang dengan cara yang
baik menggunakan tata krama, sopan santun/ adab yang sesuai dengan adat
dalam suatu masyarakat.
38
penilaian baik buruk nya berdasarkan akal pikiran dan pada moral serta
susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat;
4. Etika bersifat teoritis sedangkan moral dan susila bersifat praktis;
5. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral
dan susila bersifat lokal dan individual;
6. Etika menjelaskan ukuran baik buruk sedangkan moral dan susila
menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan;12
Jadi etika moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya
masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik
bagi kelangsungan hidup manusis, sedangkan ahlak berasal dari wahyu/
petunujuk alquran dan hadist atau sunah.
7. Ahlak bersifat langgeng dan universal tidak berubah sedangkan etika moral
dan susila dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman dan bersifat
lokal- individual;
8. Etika, moral dan susila dibutuhkan sebagai penjabaran dan operasionalisasi
ketentuan ahlak yang terdapat dalam ajarana alquran dan atau hadist.
Kemudian ahlak juga memberi batasan batasan secara umum dan universal.
BAIK & BURUK
Dari segi bahasa arab baik itu terjemahan dari kata khoir dalam bahasa
Inggris “good”
1. Menurut kamus Al Munjid baik adalah sesuatu yang telah mencapai
kesempurnaan.
2. Menurut kamus Webster baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa
keharuan dalam kepuasan, kesenangan persesuaian dan sesuatu yang
mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan yang memberikan
kepuasan, atau sesuai dengan keinginan yang mendatangkan rahmat, yang
memberikan perasaan senang dan bahagia sesuai dengan keinginan.
3. Sedangkan menurut bahasa arab. yang disebut buruk adalah syarrun.
39
1. Aliran Sosialisme (Adat istiadat) menurut aliran ini bahwa baik atau buruk
itu ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku yang dipegang teguh
oleh msyarakat;
2. Aliran Hedonisme, bahwa baik/ buruk itu ialah yang mendatangkan
kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis (bahagia). Maka
sesuatu perbuatan jika tidak mendatangkan kenikmatan itu adalah buruk;
3. Aliran Intuisisme (Humanisme) bahwa baik atau buruk itu bagaimana
menurut kata hatinya (Concience) sebab setiap manusia sudah dari lahirnya
diberi fitrah yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk;
4. Aliran Utilitarianisme bahwa baik itu adalah sesuatu yang berguna/
bermanfaat jika ukuran itu berlaku bagi perorangan disebut individual dan
jika berlaku bagi masyarakat disebut sosial. Tapi pendapat yang ekstrim
dari sudut pandang materialistik berpendapat bahwa segala yang berguna
dapat diperoleh dengan segala macam cara dengan kata lain menghalalkan
segala cara.
5. Aliran Vitalisme bahwa baik itu ialah mempunyai kekuatan. Menaklukan
orang lemah dan bodoh dianggap sesuatu yang baik maka berlakulah
hukum rimba siapa yang kuat itu yang dapat dan itu yang baik;
6. Aliran Evolusi semua yang ada di alam ini mengalami evolusi yaitu
berkembang menuju kesempurnaannya dan itulah yang disebut baik.
Dengan kata lain yang belum sempurna itu belum dikatakan baik.
7. Aliran Religiousisme bahwa baik itu yang sesuai dengan kehendak Tuhan,
sedangkan yang buruk itu perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak
Tuhan artinya dalam paham ini keyakinan teologis/ keimanan kepada
Tuhan.
Sedangkan menurut gama islam baik/ buruk itu berdasarkan petunjuk
wahyu (al-Quran & al-Hadits). Dalam al-Quran/Hadist ada kata-kata hasanah,
toyibah, khoir, karimah, mahmudah, azizah, al- birr dan al- ma’ruf dengan
pengertian baik.
40
BAB III TENTANG M A N U S I A
41
4) Mulut, (BIBIR, GIGI, LIDAH, TENGGOROKAN); dengan alat ini
manusia dapat bicara, bersuara, mengecap rasa, dapat menggigit dan
mengunyah;
5) Tangan, dengan tangan manusia dapat meraba, merasa, menyentuh,
memegang dsb;
6) Kulit, dengan kulit manusia dapat merasakan panas, dingin, gatal;
7) Perut dan organ dalam yang di dalamnya ada paru-paru, jantung, limpa,
hati, empedu, usus, ginjal, dengan organ ini manusia dapat menyimpan
dan mengatur makanan, minuman untuk kebutuhan badannya, dan juga
buah dada.
8) Faraj, dengan faraj manusia dapat buang air seni, haidh dan melahirkan
keturunan;
9) Kaki, dengan kaki manusia dapat berjalan menuju yang dikehendaki.
B. ROHANI
Rohani pada manusia dilengkapi dengan organ-organ seperti : 1. Akal, 2.
Nafsu, 3. Qolbu, 4. Ruuh.
1. Akal, organ rohani yang abstraks berfungsi untuk berfikir dan
membedakan mana yg baik dan yg buruk, benar dan salah, manfaat atau
tidak, untung atau rugi;
2. Nafsu, organ rohani yg besar pengaruhnya untuk untuk mengeluarkan
intruksi kpd anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak. Nafsu ini
ada delapan macam yaitu :
a) NAFSUL AMMAARAH ( ), adalah jiwa yg belum
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, ia belum
memperoleh tuntunan, semua yg bertentangan dengan keiginannya itu
dianggap musuhnya, ia tidak mau menerima nasehat dari yg lain, tetapi
segala sesuatu yg sesuai dgn kemauannya, ia senang dan itu karibnya.
b) NAFSUL LAWWAAMAH ( ), adalah jiwa yg telah
mempunyai rasa insaf dan menyesal sesudah melakukan suatu perbuatan
42
dosa, tapi masih belum dapat menahan nafsu jahatnya, masih dekat-dekat
dengan kemaksiatan, dan setelah berbuat timbul rasa insaf dan
penyesalan kemudian agar diampuni atas dosanya.
c) NAFSUL MUSAWWALAH ( ), adalah jiwa yg
telah dapat membedakan mana yg baik dan yg buruk, tapi ia melakukan
keburukan masih senang dengan cara sembunyi-sembunyi, karena malu
dilihat dan diketahui orang.
d) NAFSUL MUTHMAINNAH ( ), adalah jiwa yg
telah mendapat tuntunan dan pemeliharaan yg baik, ia mendatangkan
ketenangan jiwa, melahirkan sikap dan perbuatan yg baik, mencegah
perbuatan yg buruk dan jahat dsb.
e) NAFSUL MULHAMAH ( ), adalah jiwa yg
memperoleh ilham dari Alloh SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan, dihiasi
oleh akhlak karimah, ia sabar, syukur, tabah dan ulet.
f) NAFSUL RAADLIAH ( ), adalah jiwa yg ridha kpd
Alloh SWT, ia sejahtra hidupnya, mensyukuri nikmat, bersifat qona’ah.
g) NAFSUL MARDLIYAH ( ), adalah jiwa yg
diridlai Alloh SWT, ia diberi anugrahNya: berupa selalu berzdikir,
ikhlas, mempunyai karomah, memperoleh kemuliaan.
h) NAFSUL KAAMILAH ( ), adalah jiwa yg telah h,
fanaa fil laah,sempurna, ia cakap untuk memperoleh irsyaad (dapat
membedakan amal baik dan buruk), ia digelari mursyid, ia telah tajalli
asma wash shifaat, baqaa bil laah, fanaa fi laah, ‘ilmuhu ladunni min
’indil laah ( ).
3. Qolbu (hati), disebut juga jantung hati karena sifatnya, maka
dinamakan: DHAMIERUN = dari segi tersembunyinya, FUAADUN =
dari segi banyak gunanya, KABIDUN = dari segi bendanya, LUTHFUN
= dari segi sifat kehalusanya, QOLBUN = dari segi suka berobah-
robahnya, SIRRUN = dari segi tempat simpanan rahasianya, LUBBUN
= hati yg tidak tergoyahkan, sudah mantap (itiqomah).
43
Didalam hati ada kekuatan nur Ilahi atau nur iman dan yakien,karena itu
harus dipupuk secara baik .
TUNTUTANNYA, hati mempunyai tuntutan yaitu ilmu, hidayah,
inayah, irsyaad, taufiq, dan ma’rifaat, semua ini makanan dan minuman
qolbu.
MEMELIHARANYA, memelihara hati ialah dengan cara
membersihkanya dari sifat-sifat: isti’jal, hasad, kibir dan tuulul amal.
Isti’jal artinya tergesa-gesa, ia bekerja secara tergesa-gesa, tidak
seksama menganalisa, tidak tenang berfikir. Orang yang seperti ini
sering mengalami kegagalan, mula-mula semangat setelah itu bosan.
Hasad, artinya dengki/irihati ia tidak senang orang lain mendapat
kebahagian, ia menginginkan cepat berlalu kebahagiaanya. Hasad ini
merusak tha’at dan mendorong untuk berbuat mafsadat, dan pada
hakekatnya hasad ini menyiksa diri sendiri karena disiksa oleh
perasaannya sendiri.
Kibir, artinya sombong. Ia merasa bangga diri melebihi dari yg lain,
orang lain direndahkannya, dianggap tidak berarti dsb. Sifat ini pada
hakikatnya telah merendahkan dirinya sendiri dan tidak menghargainya.
Tuulul Amal, artinya berpengharapan besar, panjang angan-angan tapi
malas bekerja untuk meraih yg diinginkannya, misalnya ingin masuk
surga tapi amal ibadah lalai.
KETENTRAMANNYA, hati terkadang diserang oleh rasa takut dan
hawatir yang timbul karena menghadapi pekerjaan atau keinginan,
takut/hawatir/bimbang/ragu-ragu akan akibat yang tidak memuaskan
dst. Maka untuk ketentraman hati, hendaklah kita ridha dengan taqdir
menerima segala keadaan yang datangnya dari Alloh SWT, jangan
gelisah dan keluh kesah, apalagi mencelanya. Mereka yang tidak ridha
dengan taqdir, hatinya senantiasa bimbang, bingung, ragu membantah
dan mencela taqdir, sedangkan membenci taqdir adalah dosa besar.
44
Janganlah taqdir diperkatakan pada oranglain, sebab itu sama halnya
mengadukan Alloh SWT kepada makhlukNya dan itu tidak pantas.
Taqdir yang baik, terimalah dan bersyukurlah, mohonlah tambahan
padaNya lagi agar mendatangkan manfaat dan maslahat. Taqdir yang
buruk terimalah dengan ridha, sambil memohon kepadaNya yang baik
dan dijauhkanNya dari madharat dan mafsadat. Lawanlah cobaan itu
dengan senjata yang ampuh yaitu shabar dan obatnya harus banyak
berdzikir kepada Alloh SWT agar tentram, sebagaimana firmannya :
45
anggota tubuhnya. Ingatlah ia ! itulah hati.” (H.R. Imam
Bukhori dan Imam Muslim).
Jadi apabila hati manusia baik, seperti iman, ilmu, ‘arif, maka manusia
akan ikhlas, dan tha’at. Jika hati itu buruk seperti dusta, kafir maka
manusia akan ber buat jahat dan ma’shiat.
46
orang lain tidak diperkenankan mendapatkan kesenangan dan apabila
orang lain mendapatkan kesenangan ia berusaha untuk
menghilangkannya. Thabi’at ini menimbulkan hasad, dengki, dendam,
iri dan cemburu dan suka memakan hak orang lain.
Ad 3). Thabi’at Syaithaaniyah ( ) adalah thabi’at syaithaan
yang senantiasa memperdaya orang lain, ia pengaruhi agar terjerumus
ke lembah kehinaan serta berusaha membawa ke jalan laknat dan dosa
/ maksiyat.
Ad 4). Thabi’at Rubuubiyah ( ) adalah thabi’at yang penuh
dengan sifat-sifat ketuhanan, selalu bekerja dengan ikhlas, kasih
sayang, santun, tha’at selalu berhiaskan dengan akhlak karimah, selalu
mencari keridhaan Alloh SWT.
Disamping fithrah dan tabi’at di atas, manusia juga ada fithrah/thabi’at
lainnya seperti; a. Rasa harga diri, contohnya perasaan malu, ingin berkuasa,
ingin mengabdi. b. Hasrat mempertahankan diri dari serangan yang mengancam
keselamatan. c. Hasrat berjuang, seperti mendebat, membantah, mengganggu.
d. Hasrat meniru, seperti meniru perbuatan orang lain dengan pertimbangan
menghemat waktu dan tenaga. e. Hasrat sosial adanya perasaan aku, kami dan
kita senasib dan sepenanggungan, tolong menolong, simpathie dan empati. f.
Hasrat untuk patuh, seperti patuh pada pimpinan. g. Hasrat bergaul, manusia
hidup tidak sendiri, karenanya perlu bergaul dan berinteraksi bersama yang
lainnya. h. Hasrat ingin tahu dan memberi tahu dari diri sendiri kepada orang
lain.
D.KELEBIHAN
Dalam diri manusia ada tenaga pembangkit / pendorong yang bernama
Ba’is untuk mendapat manfaat seperti syahwat atau untuk menolak madharat
seperti ghadab. Ada juga yang bernama Muharrik atau naluri yang dapat
menggerakan anggota manusia guna melaksanakan suatu maksud. Ada juga
yang bernama Mudrik atau panca indra yang dapat mengenal sesuatu, dan ada
47
juga yang bernama Jundun seperti akal, ilmu dan hikmat yang dapat
membedakan serta memisahkan mana yang baik dan yang buruk, mana yang
bermanfaat atau mafsadat. Beda dengan hewan, hewan dikuasai nafsu,
sedangkan manusia menguasai nafsu. Jadi dengan akal, ilmu dan hikmat yang
dimiliki manusia, disinilah terletak kelebihan manusia dari mahluk-mahluk lain
yang ada didunia. Jadi, kelebihan manusia itu terdiri dari ba’is, muharrik,
mudrik dan jundun =syahwat, naluri, panca indra dan akal/ilmu/hikmat.
E. PERBUATAN
Manusia dimanapun berada mempunyai perbuatan, baik penting atau tidak
penting, sengaja atau tidak sengaja, aktif atau pasif. Perbuatan manusia dapat
dianalisa dari tiga hal, yaitu: 1. Unsur, 2. Macam, 3. Tujuan.
Ad 1. Unsur perbuatan manusia agar termasuk kepada tindakan berakhlak
harus didasari oleh Pertama ; Kesadaran, maksudnya segala perbuatan
itu haruslah dilakukan dengan kesadaran atau kesengajaan, melalui
phase-phase : a. Khayal yaitu gambaran yang terlintas di otak; b. ‘Azam
yaitu rencana untuk melakukan suatu perbuatan. c. Iraadat yaitu
kehendak untuk merealiseer rencana tersebut. d. Niat yaitu kesengajaan
untuk berbuat. e. ‘Amal yaitu wujud perbuatan kongkrit secara dhahir
dan bathin (uitwendig dan inwendig) dapat dilihat. f. Fi’il yaitu berupa
perwujudan yang kongkrit secara dhahir (uitwendig) dapat dilihat.
Kedua; Kesengajaan, maksudnya perbuatan itu harus dilakukan
dengan sengaja. Pada umumnya kesengajaan dalam perbuatan itu
sesuai dengan niat yang dapat terlihat dengan kenyataan yang dhahir
dari perbuatan itu sendiri, tetapi dapat pula terjadi menyalahi kenyataan
yang dhahir.
Ketiga; Kebebasan, maksudnya perbuatan itu dilakukan atas
dasar kebebasan, bukan dalam keadaan terpaksa, maka tidaklah dapat
dihitung dalam ukuran akhlak apabila perbuatan itu dilakukan atas
dasar terpaksa.
48
Ad 2. M a c a m : Adapun macam perbuatan manusia itu berupa baik atau
buruk, benar atau salah.
Ad 3. T u j u a n : Tujuan perbuatan manusia adalah untuk mencapai
kebahagiaan (sa’aadah).
Berbagai pendapat orang tentang bahagia itu seperti contohnya
petani miskin mengatakan : bahwa, bahagia itu terletak pada kekayaan,
orang sakit mengatakan bahwa, bahagia itu ada pada kesehatan, orang
bodoh mengatakan bahwa, bahagia itu terletak pada kepintaran, orang
yang bercita-cita tinggi mengatakan bahwa, bahagia itu manakala cita-
citanya tercapai, orang berdosa mengatakan bahwa, bahagia itu apabila
dosanya diampuni dsb. Jadi secara umum dikatakan bahagia itu
bilamana dirasa nikmat kesenangan dan kelezatannya menurut thabi’at
kejadian masing-masing, sedangkan bahagia hati adalah ma’rifatullah,
sebab hati dijadikan untuk mengingat Allah ‘Azza wa Jalla.
Sedangkan Nilai merupakan arti dari kata Value (Inggris) dan dari bahasa
Latin Valere. Nilai = Harga. Sedangkan definisi nilai menurut para pakar ahli:
1. Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihanya (Psikolog, Gordon Allport); (dalam Mulyana, 24:9)
2. Nilai adalah patokan normative yang memengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya diantara cara-cara alternatif.
(Sosiolog,Kuperman); (idem)
3. Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.(R.
Mulyana 2004:11)
Secara garis besar Nilai ada 2 macam:
1. Nilai Nurani.(Values af being)
49
2. Nilai memberi (Values af giving).
Nilai Nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian
berkembang menjadi perilaku serta cara kita memerlakukan orang lain. Yang
termasuk nilai nurani adalah seperti kejujuran, keberanian, cinta damai,
keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian dan kesesuaian.
Nilai memberi adalah nilai yang dipraktikan atau diberikan yang
kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada nilai
memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak
egois, baik hati, ramah, adil dan murah hati.(Zaim el Mubarok, 2008:7).
Dalam hal ini nilai harus menjadi core (intisari) dari pendidikan itu
sendiri. Mengapa? Bukankah hal yang paling penting di dunia ini nilai moral
(akhlak) manusia? Bukankah segala sesuatu itu hanya merupakan rangka dari
pada tanggung jawab kita?
Dalam ranah ilmu pengetahuan disebutkan bahwa pengetahuan haruslah
mengandung tiga dimensi filosofis yaitu ontology, epistimologi dan aksiologi.
Ontology berkaitan dengan hakikat pengetahuan sedangkan epistemology
menyinggung sumber pengetahuan dan aksiologi menyinggung nilai apa
manfaat pengetahuan itu bagi kehidupan inilah yang dikaji pendidikan nilai.
Meneliti, menelaah, dan menemukan kaidah kebermanfaatan ilmu pengetahuan
bagi umat manusia. Jika ditelaah pendidikan nilai dapat bermakna sendiri yaitu
pendidikan dan nilai, namun jika disatukan maka pendidikan nilai adalah roh
pendidikan itu sendiri, jadi dimanapun diajarkan pendidikan nilai akan muncul
dengn sendirinya, penddikan nilai adalah nilai pendidikan (Sukarta, 2007)
(dalam Zaim Mubarok, 2008:12 )
Klasifikasi Nilai
1. Nilai terminal dan Nilai Instrumental.
Nilai terminal adalah nilai akhir seperti contoh hidup nyaman, hidup
bergairah, rasa damai, bahagia dsb.
Nilai Instrumental adalah nilai antara seperti contoh bercita-cita keras,
berwawasan luas, ceria, jujur dsb.
50
2. Nilai Intrinsik dan Nilai Ekstrinsik.
Sesuatu dikatakan memiliki nilai intrinsik manakala hal tersebut dinilai
untuk kebaikannya sendiri, bukan untuk kebaikan yang lain. Sedangkan sesuatu
memiliki nilai ekstrinsik manakala hal tersebut menjadi perantara untuk
mencapai hal lain. Misalnya memiliki pengetahuan, dan menjadi nilai intrinsik
karena dinilai mempunyai kebaikan bagi dirinya, sedangkan usaha dengan rajin
menuntut ilmu kelengkapan sarana dan prasarana, kelengkapan sumber belajar
dan disiplin dalam belajar merupakan nilai ekstrinsik, yakni nilai yang menjadi
perantara memiliki ilmu pengetahuan.0
3. Nilai Personal dan Nilai Sosial.
Nilai personal terjadi dan terkait secara pribadi atas dasar dorongan yang
lahir secara psikologis dalam diri seseorang, sedangkan nilai yang bersifat social
lahir karena adanya kontak secara psikologis maupun social dengan (orang lain).
4. Nilai Subyektif dan Nilai Obyektif.
Nilai subyektif itu pilihan terhadap sesuatu barang,orang atau benda yang
bernilai. Disini sikap sentimental, emosi, suka atau tidak suka memainkan
peranan penting dalam menimbang untuk memutuskan. Seperti makan, minum,
bermain, mendengarkan musik dsb. Ini menunjukan perasaan senang terhadap
yang disukai, sedangkan yang lain ada yang menyenangi olah raga, makan
direstoran, minum cuca cola dsb. Sedangkan nilai obyektif itu seperti melihat
lukisan yang indah hal ini mencerminkan bahwa dalam lukisan itu memang ada
daya tarik sesuai dengan fakta indahnya lukisan tersebut.
51
kebenaran menurut pertimbangan akal fikiran benar dan salah berdasarkan
pengamatan dan pembuktian secara ilmiah.(para ilmuwan).
2. Nilai Ekonomis.
Nilai ini terkait berdasarkan pertimbangan nilai yan berkadar
untung-rugi.Obyek yang ditimbangnya adalah _harga dari suatu barang
atau jasa. Karena itu nilai ini lebih mengutamakan kegunaan dan manfaat
bagi kehidupan manusia (para ekonom/bisnisman).
3. Nilai Estetik.
Nilai estetik ini menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan
keharmonisan. Sipemilik nilai ini menitik beratkan pada kesan estetika.
Seperti indah – tidak indah. Nilai estetik berbeda dengan nilai teoritik
Nilai estetik mencerminkan pada keragaman dalam arti kata lebih
mengandalkan pada hasil penilaian pribadi seseorang yang bersifat
subyektif (seperti seniman).
4. Nilai Sosial.
Nilai tertinggi dalam nilai social ini adalah kasih sayang antar
manusia. Karena itu nilai ini bergerak pada tataran kehidupan yang
individualistik dengan altruistic (Sifat orang yang mengutamakan
kepentingan orang lain sebagai lawan dari kata egoistic).Seperti sikap
tidak berpraduga jelek pada orang lain, ramah,simpati, empati dsb.
merupakan perilaku yang menjadi kunci keberhasilan dalam meraih nilai
social.
5. Nilai Politik.
Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan, karena itu, kadar
nilainya akan bergerak dari intensitas dari pengaruh yang rendah sampai
pengaruh yang tinggi. Kekuatan merupakan faktor penting yang
berpengaruh terhadap pemilikan nilai politik pada diri seseorang (seperti
para politisi dan penguasa).
6. Nilai Agama.
52
Nilai agama merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran yang
palng kuat dibanding dengan nilai-nilai lainnya. Nilai ini bersumber dari
kebenaran yang tertinggi, ia datang dari Tuhan. Cakupannya lebih luas
Struktur mental manusia dan kebenaran mistik-transendental merupakan
dua sisi unggul yang dimiliki nilai agama. Karena itu, nilai tertinggi yang
harus dicapai adalah kesatuan (Unity). Maksudnya adanya keselarasan
semua unsur kehidupan antara kehendak manusia dengan perintah Tuhan,
antara ucapan dan tindakan, antara ‘itikad dengan perbuatan, pada sisi
inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai oleh manusia yang memiliki
orientasi kuat terhadap nilai ini adalah seperti para nabi, imam dan orang
solih.
Hierarki Nilai.
Menurut Max Scheler, nilai dalam kenyataanya ada yang lebih tinggi dan
ada yang lebih rendah, karena itu nilai mempunyai empat tingkatan;
1. Nilai kenikmatan; Pada tingkatan ini terdapat sederetan nilai yang
menyenangkan atau sebaliknya yang kemudian orang merasa bahagia
atau menderita.
2. Nilai kehidupan; Pada tingkatan ini terdapat sederetan nilai-nilai yang
penting bagi kehidupan,misalnya, kesehatan, kesegaran badan.
Kesejahteraan umum dsb.3
3. Nilai kejiwaan; Pada tingkatan ini nilai kejiwaan sama sekali tidak
tergantung pada keadaan jasmani atau lingkungan melainkan juga pada
keindahan, kebenaran dan ketenangan.
4. Nilai kerohanian; Pada tingkatan ini terdapat nilai yang suci maupun
tidak suci, nilai ini terutama lahir dari nilai ketuhanan sebagai nilai
tertinggi.
Dimanakah letak nilai ?
53
Menurut Prankel (Mulyana 2004 :42) menunjukan bahwa nilai itu berada
dalam benak orang (people’s mind). Demikian pula menurut Smith and Jones
dalam buku Philosophy of Mind yang menyatakan bahwa keyakinan (beliefs),
kehendak (desires), perasaan/pengindraan (sensation), dan pemikiran (thoughts)
berada pada struktur kerja otak (mind).
Cara dan tempat memperoleh nilai.
Nilai dapat diperoleh melalui kehidupan dalam rumah tangga dan
keluarga, dimana orang tua sebagai sumber utama dan pertama yang menjadi
acuan para anaknya. Orang tua disini harus berperan sebagai segala-galanya,
tidak terkecuali memberi contoh dan teladan yang baik bagi anak-anaknya.
Setelah itu disekolah dan yang memberikan nilai-nilai kebaikan adalah para
guru, demikian pula dilingkungan masyarakat dengan tokoh-tokoh masyarakat
sebagai peran utamanya.
Proses lahirnya kesadaran nilai.
Nilai dapat dipersepsi sebagai kata benda maupun kata kerja, sebagai kata
benda, nilai diwakili oleh sejumlah kata benda abstrak seperti adil, jujur, benar,
baik, tanggung jawab dsb. Sedangkan nilai sebagai kata kerja berarti suatu usaha
penyadaran diri dalam rangka mencapai nilai-nilai yang ingin dimiliki, seperti
contoh kita ingin pintar, maka kita berusaha secara sadar agar belajar sungguh-
sungguh dan rajin membaca.
Kesadaran integral.
Ken Wilber mengemukakan dua belas aliran tentang kesadaran, tapi
hanya delapan aliran yang dikemukakan oleh penulis buku ini.
54
3. Aliran psikologi saraf [Neurophysiology]. Aliran ini berpandangan
bahwa kesadaran itu berada pada sistim syaraf dan mekanisme otak secara
organic.
4. Aliran psikoterapi individual [Individual Psychotherapy] aliran ini
berpandangan bahwa kesadaran yang paling utama terletak pada
kemampuan orgamisme individu untuk melakukan penyesuian.
5. Aliran psikologi sosial [Social Psychology] aliran ini berpandangan
bahwa kesadaran berada pada makna cultural yang di bentuk dalam suatu
komunitas social.
6. Aliran psikology perkembangan [depelopmental Psychology] aliran
ini berpandangan bahwa kesadaran merupakan proses yang tak
terpisahkan dari perkembangan individu sesuai dengan tahap
pertumbuhan yang dialaminya.
7. Aliran pengobatan psikosomatik [Psychosomatic Medicine] aliran ini
berpandangan bahwa kesadaran merupakan proses interaktip antara
kekuatan intrinsic dengan tubuh secara organic.
8. Aliran tradisi timur [Easteren Traditions] aliran ini berpandangan
bahwa kesadaran nilai merupakan buah dari suatu upaya meditasi tingkat
tinggi, dalam spiritual beragama sebagai pendekatanya dalam aliran ini.
Nilai dan pendidikan.
Hubungan nilai dengan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan
dalam setiap tindakan pendidikan, baik dalam memilih maupun
memutuskan setiap hal untuk kebutuhan belajar, melalui persepsi nilai,
guru dapat mengevaluasi siswa, demikian pula siswa dapat mengukur
kadar nilai yang disajikan guru dalam proses pembelajaran. Masyarakat
juga dapat merujuk sejumlah nilai benar-salah, baik-buruk, indah dan
tidak indah, ketika mereka mempertimbangkan kelayakan pendidikan
yang dialami oleh anaknya, dengan kata lain, dalam segala bentuk
persepsi, sikap keyakinan, dan tindakan manusia dalam pendidikan, nilai
55
selalu disertakan, bahkan melalui nilai itulah mamusia dapat bersikap
kritis terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan pendidikan.
Tantangan Konflik Nilai
Pertimbangan nilai merupakan peristiwa yang sering dialami dalam
kehidupan sehari-hari. Peristiwa pertimbangan nilai dapat terjadi mulai
dari yang sederhana sampai yang komplik. Seperti bayi menangis untuk
mendapat perhatian, pembeli yang memilih barang disupermaket, politisi
mendiskusikan persoalan bangsa, itu semua melibatkan pertimbangan
nilai dsb. Jadi pada kenyataanya kehidupan selalu menuntut kita untuk
menentukan pilihan atas dasar kriteria terbaik atau terburuk demi
memastikan acuan nilai,. Kita boleh berkata bahwa; tindakan orang lain
benar, tetapi caranya salah; sikap orang itu baik, meski penampilan
fisiknya buruk; lukisan itu indah, walaupun figuranya jelek. Setiap orang
memiliki cita rasa nilai, dan tidak ada satu komunitas masyarakatpun yang
terbebas dari nilai.
Contoh komplik nilai seperti antara pro dan kontra tentang undang-
undang antara pornografi dan porno aksi
Nilai dalam ikhtiar pendidikan.
Pendidikan sebagai wahana untuk memanusiakan manusia terikat
oleh dua misi penting yaitu homunisasi dan humanisasi sebagai proses
homusasi pendidikan untuk memposisikan manusia sebagai mahluk yang
memiliki keserasian dengan hakikat ekologinya.
Manusia diarahkan untuk mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan
biologisnya seperti makan, minum, bekerja sandand, pangan dan
berkeluarga dsb. Dengan cara baik dan benar, dalam proses seperti itu
maka pendidikan dituntut untuk mampu mengarahkan manusia pada cara-
cara pemilihan dan pemilahan nilai sesuai dengan kodrat biologis
manusia, begitu juga dengan pendidikan nilai sebagai proses humanisasi
mengarahkan manusia untuk hidup sesuai dengan kaidah moral karena
manusia hakekatnya adalah mahluk yang bermoral. Moral manusia
56
berkaitan dengan Tuhan. manusia dan lingkungan. Dalam hal ini manusia
seyogyanya tidak mereduksi proses pembelanjaan hanya semata-mata
untuk kepentingan salah satu kemampuan saja melainkan harus mampu
mengembangkan kebutuhan moral dan intelektual secara umum hubungan
antara nilai dengan pendidikan dapat dilihat dari tujuan pendidikan itu
sendiri seperti dalam tujuan pendidikan nasional yaitu, berkembangnya
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara demokratis serta bertanggung jawab .
Ini mengundang sejumlah nilai penting bagi pembangunan karakter
bangsa.
Urgensi Pendidikan Nilai
Florence Kluckhohn (Tkapar, 2003), seorang antropolog,
mengemukakan asumsinya bahwa dalam kehidupan manusia ada lima
pertanyaan mendasar yang kapan dan dimanapun manusia harus mencari
jawabanya, atas pertanyaan: 1) Perasaan apa yang paling diutamakan
manusia ketika ia menjalin hubungan dengan orang lain? 2) Dimensi
waktu apa yang ia pentingkan? 3) Tipe kepribadian apa yang dianggap
paling bernilai? 4) Bentuk hubungan apa yang dijalin manusia dengan
alam? 5) Kecenderungan apa yang dimiliki manusia?
Maka beliau mengemukakan jawaban atas lima pertanyaan tersebut
yaitu:
1) Perasaan mengutamakan keluarga, perasaan kesejajaran dan
mementingkan diri sendiri.
2) Dimensi waktu yaitu waktu dulu, kini dan mendatang.
3) Tipe kepribadian yang apa adanya, menuju perubahan keberadaannya atau
telah berubah keadaan ke arah yang bernilai.
4) Hubungan manusia dengan alam yaitu manusia ditaklukan alam, manusia
selaras dengan alam, atau manusia mengekploitasi alam .
57
5) Kecenderungan inti manusia yaitu memilih keburukan, manusia tidak
memilih keburukan atau kebaikan, atau manusia memilih yang baik.
Tujuan Pendidikan Nilai
Secara umum pendidikan nilai dimaksudkan untuk membantu
peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai serta
mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan. Untuk sampai
kepada tujuan tersebut, maka tindakan-tindakan pendidikan harus
mengarah pada perilaku yang baik dan benar perlu diperkenalkan oleh
para pendidik.
Hakikat Nilai
Sebagaimana definisi nilai yang telah dikemukakan di atas, yaitu
Nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menenukan pilihan. Rujukan
itu berupa norma, etika, peraturan/undang-undang, adat kebiasaan, aturan
agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga
bagi seseorang (dirinya) Nilai bersifat abstrak berada dibelakang fakta,
melahirkan tindakan, melekat dalam moral seseorang.
Manusia memiliki tiga potensi dasar yang harus terjaga dan terpelihara
dengan baik, yaitu : a. Pendengaran. b. Penglihatan dan c. Hati sanubari .
sebagaimana firman Alloh :
58
Katakanlah, Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan
bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi amat
sedikit kamu sekalian bersyukur. (Q.S.Al Mulk, (67) : 23).
Ketiga potensi itu harus bersih, sehat, berdaya guna dan dapat bekerja sama
secara harmonis. Untuk menghasilkan kondisi seperti ini ada tiga bidang ilmu
yang berperan penting. Pertama, Ilmu Fiqh, yang berperan dalam membersihkan
dan membersihkan dan menyehatkan anggota tubuh. Istilah untuk
membersihkan dan menyehatkan tubuh ini adalah thaharah (bersuci). Karena
fiqh banyak berurusan dengan dimensi eksoterik (lahiriah) manusia. Kedua Ilmu
Filsafat, berperan dalam menggerakan dan menyehatkan serta meluruskan akal
fikiran. Karena filsafat banyak berusan dengan dimensi metafisik dari manusia,
dalam rangka menghasilkan konsep-konsep yang menjelaskan tentang sesuatu,
contohnya seperti alat tulis, ketika disebut alat tulis, maka seluruh merek balpoit
tercakup. Ketiga Ilmu Tasawuf itu sendiri berperan dalam membersihkan hati
sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (bathin)
dari manusia.
Dalam ayat di atas, terdapat kata al-af’idah yang diartikan hati. Dalam
Kamus Mu’jam Mufradat Alfadz al Quran ( Al-Raghib al Asfahani)
mengatakan bahwa kata al af’idah adalah jamak dari kata fu’ad yang artinya
sama dengan al qalb (hati), namun al fuad lebih menunjukan pada bekerjanya
hati dalam menimbang-nimbang masalah secara jernih. Karenanya al fuad lebih
cocok dimaknai sebagai hati nurani yang takpernah berbohong. Sedangkan al
qolb secara harfiah berarti bolak-balik dan menunjukan pada bekerjanya hati
yang tidak tetap (labil), terkadang suka, terkadang benci, terkadang sayang,
terkadang kejam dsb. Karenanya suka kena bisikan syaitan. Hal ini berbeda
dengan al kabidu yang maknanya hati dalam bentuk bendanya, seperti hati
ayam, kambing, sapi dsb. Yang bisa dimakan manusia. Ilmu tasawuf berurusan
dengan penyucian Al Fu’ad (hati sanubari) agar ia tetap bersih dan jernih, maka
dengan bersih dan jernihnya ini akan memancarkan akhlaq yang mulia/baik.
Disinilah letaknya hubungan substansial antara akhlaq dengan tasawuf.
59
a) Pengertian Tasawuf.
Pengertian tasawuf bisa ditinjau dari segi bahasa lughat (etimologi) dan
dari segi istilah (terminologi). Dari segi bahasa tasawuf berasal dari kata
a) shuf ( ) artinya kain yang terbuat dari bulu domba (wol).
Karenanya jika seseorang memakai pakaian dari bulu domba akan
diberi nama bertasawuf.
b) Ada juga yang mengatakan bahwa kaum supi berhubungan dengan
serambi (ash-shuffah) mesjid rasulullah saw, padahal penisbatan
pada sifat ini tidak sesuai dengan para sufi.
c) kelompok lain mengatakan bahwa kata tashawwuf diambil dari kata
ash-shafa; yang mempunyai arti kejernihan (ketulusan) namun, kata-
kata ini sangatlah jauh jika ditinjau dari pecahan kata asli menurut
bahasa arab.
d) ada juga yang mengatakan bahwa tashawwuf berasal dari kata shaff,
yang artinya barisan . yang terdapat dalam muhadharah di hadapan
allah swt. Ini memang benar dari segi arti, namun kata shufi tidak
dapat menjadi bentuk fa’il dari kata shaff.
Apabila menulis kitab ar-risalah al-qusyairiyah mengkritik semua pendapat
ini, bukanlah berarti bahwa ia berpendapat tentang asal pengambilan kata. ia
berkata bahwa pemberian nama ini diikuti oleh kelompok.jadi, untuk
perseorangan disebut shufi dan kelompoknya disebut shufiyah orang yang
berusaha menjadi shufi disebut mutashawwif, dan jamaahnya disebut
mutashawwifah.
Akan tetapi, keempat nama itu tidak ditemukan dalam bahasa arab, baik
ditinjau dari segi qias maupun istiqaq (kata pecahan atau kata jadian). Penafsiran
yang paling masuk akal bahwa shufi adalah semacam laqab (julikan).1).
Ada juga yang mengatakan
60
a) Bahwa tasawuf berasal dari istilah yang dihubungkan dengan ahlus suffah
yang berarti sekelompok orang yang berdiam diserambi masjid pada
zaman rosulalloh untuk tekun beribadah kepada Allah SWT.
b) Tasawuf berasal dari kata shafa ( ) yang berarti bersih/ suci,
maksudnya orang membersihkan diri dihadapan Tuhannya.
c) Tasawuf berasal dari kata shaf ( ) artinya barisan paling depan,
yang dihubungkan dengan shaf pada waktu shalat.
d) Tasawuf berasal juga dari kata Yunani sophos, artinya hikmah
( kebijaksana ).
e) Tasawuf berasal juga dari kata shaufanah artinya sejenis buah-buahan
kecil ditanah arab.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah (terminologi) bahwa ada tiga
sudut pandang yang digunakan para ahli yaitu
1. Dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka tasawuf
dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian
hanya kepada Allah swt.
2. Dari sudut pandang manusia sebagai mahluk yang bertuhan,maka
tasawuf didefinisikan sebagai kesadaran fithrah keTuhanan yang
mengarahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhan.
3. Dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus berjuang,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri
dengan akhlaq yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah swt.
Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan,
maka segera tampak bahwa bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih
jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh
kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlaq yang mulia dan dekat dengan Allah
61
swt. Dengan kata lain bahwa tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan
dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah
esensi atau hakekat tasawuf.
62
1. Unsur Islam.
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah atau
jasadiah, dan kehidupan yang bersifat batiniah. Pada unsur kehidupan yang
bersifat batiniah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam, al-qur’an dan al-
sunnah serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya. Al-qur’an antara lain
berbicara tentang kemungkinan manusia dengan tuhan dapat saling mencitai
(mahabbah) (lihat qs, al- maidah, 5; 54); perintah agar manusia senantiasa
bertaubah, membersihkan diri memohon ampunan kepada allah (lihat qs tahrim,
8), petunjuk bahwa manusia akan senantiasa bertemu dengan tuhan di manapun
mereka berada. (lihat qs, al-baqarah, 2; 110), tuhan dapat memberikan cahaya
kepada orang yang dikehendakinya (lihat qs, al- nur, 35). Selanjutnya al-qur’an
mengingatkan manusia agar dalam hidupnya tidak diperbudak oleh kehidupan
dunia dan harta benda (lhat qs, al-hadid, al-fathir, 5), dan senantiasa bersikap
sabar dalam menjalani pendekatan diri kepada allah swt. (lihat qs, ali imran, 3).
Sejalan dengan apa yang dibicarakan al-qur’an di atas, al-sunnah pun
banyak berbicara tentang kehidupan rohaniah. Berikut ini beberapa teks hadis
yang dapat dipahami dengan pendekatan tasawuf.
63
Senantiasalah seorang hamba itu mendekatkan diri
kepadaKu dengan amalan-amalan sunat sehingga Aku
mencintainya. Maka apabila mencintainya maka jadilah Aku
penderngarnya yang dia pakai untuk melihat dan lidahnya
yang dipakai untuk berbicara dan tangannya yang dipakai
untuk mengepal dan kakinya yang dipakai untuk berusaha;
maka dengan Ku-lah dia mendegar, melihat, berbicara,
berpikir, meninju dan berjalan.
Hadist tersebut di atas memberi petunjuk bahwa antara manusia dan Tuhan
bisa bersatu. Diri manusia bisa lebur dalam diri Tuhan, yang selanjutnya dikenal
dengan istilah al-fana yaitu fananya mahluk sebagai yang dicintai.
Selanjutnya di dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Juga terdapat
petunjuk yang menggambarkannya sebagai seorang sufi. Nabi Muhammad telah
melakukan pengasingan diri ke Gua Hira menjelang datangnya wahyu. Dia
menjauhi pola hidup kebebdaan di mana waktu itu orang arab terbenam di
dalamnya, seperti dalam praktek perdangangan yang menggunakan segala cara
yang mengahalalkan.
Selama di Gua Hira yang ia kerjakan hanyalah tafakkur, beribadah dan
hidup sebagai seorang yang zahid. Beliau hidup sederhana, terkadang
mengenakan pakaian tambalan, tidak memakan makanan atau meminum
minuman kecuali yang halal, dan setiap malam senantiasa beribadah kepada
Allah SWT., sehingga Siti Aisyah, istri beliau: “Mengapa Engkau berbuat begini
ya Rasulullah, sedangkan Allah senantiasa mengampuni dosamu. Nabi
menjawab: “Apakah engkau tidak ingin agar aku menjadi hamba yang bersyukur
kepada Allah”.
64
Di kalangan para sahabat pun ada pula oarang yang mengikuti praktek
bertasawuf sebagaimana yang diamalkan oleh Nabi Muhammad SAW. Abu
Bakar Ash-Shiddiq misalnya berkata: “Aku mendapatkan kemuliaan dalam
ketakwaan, kefanaan dalam keagungan dan rendah hati. Demikian pula khalifah
Umar Ibn Khattab pada suatu ketika pernah berkhutbah di hadapan jamaah
kaum muslimin dalam keadaan berpakain yang sangat sederhana. Selanjutnya
khalifah Usman Ibn’Affan banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan
membaca Al-Qur’an, Baginya al-Qur’an ibarat surat dari kekasih yang selalu
dibawa dan dibaca ke manapun ia pergi. Demikian pula sahabat-sahabat lainnya
seperti Abu Dzar al-Ghiffari, Tamin Darmy, dan Huzaifah al-Yamani.
Selain sumber-sumber tersebut di atas, situasi masyarakat pada masa itu
pun ikut serta mempersubur lahirnya tasawuf. Setelah Islam tersebar ke sagala
penjuru dan makin kokoh pemerintahannya Islam serta semakin makmurnya
masyarakat, maka mulai timbul pola hidup yang bermewah-mewah dan berfoya-
foya. Dalam keadaan demikian timbullah sekelompok masyarakat yang
melalakukan protes dengan cara hidup zuhud, seperti yang diperlihatkan oleh
Hasan al-Basri. Tokoh ini dengan gigih dan gayanya yang retorik telah mampu
mengembalikan kaum muslimin kepada garis agama dan muncullah kehidupan
sufistik. Sikap protes ini kemudian mendapat simpatik dari masyarakat dan
timbullah pola hidup tasawuf.
Bersamaan dengan itu pada masa ini timbul pula aliran-aliran keagamaan,
seperti lahirnya aliran khawarij, mukthazilah dan lain-lain. Aliran keagamaan ini
dikenal banyak mempergunakan rasio dalam mendukung ide-idenya. Untuk
membendung aliran ini, maka timbullah kelompok yang tidak mau terliahat
dalam penggunaan akal untuk membahas soal-soal tasawuf. Kelompok yang
terakhir ini berusaha mengasingkan diri dan kelompok yang terakhir ini
berusaha mengasingkan diri dan memusatkandiri untuk beribadah kepada Allah.
Dari informasi tersebut terlihat bahwa munculnya tasawuf di kalangan
ummat Islam berseumber pada dorongan ajaran Islam dan faktor situasi sosial
dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.
65
2. Unsur Luar Islam
Dalam berbagai litelatur yang ditulis para orientalis barat sering dijumpai
uraian yang menjelaskan uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam
dipengaruhi oleh adanya unsur agama masehi, unsur yunani, unsur Hindu/Budha
dan unsur persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara
akidah perlu kehati-hatian. Para orientalis barat menyimpulkan bahwa adanya
unsur luar islam masuk kedalam tasawuf itu disebabkan karena secara historis
agama-agama tersebut telah ada sebelum islam, bahkan banyak dikenal oleh
masyarakat arab yang kemudian masuk islam. Akan tetapi kita dapat
mengatakan bahwa boleh saja orang arab terpengaruh oleh agama-agama
tersebut, namun tidak secara ptomatis memengaruhi kehidupan tasawuf ,karena
para penyusun ilmu tasawuf atau orang yang kelak menjadi sufi itu bukan
berasal dari mereka itu. Dengan demikian adanya unsur luar islam yang
memengaruhi tasawuf islam itu merupakan masalah akademik saja bukan
masalah aqidah islamiyah. Karenanya boleh diterima dengan sikap yang kritis
dan obyektif. Kita mengakui islam sebagai agama universal yang dapat
bersentuhan dengan berbagai lingkungan sosial. Dengan sangat selektif islam
bisa beresonansi dengan berbagai unsur ajaran sufistik yang terdapat dalam
berbagai ajaran tersebut. Dalam hubungan ini maka islam termasuk ajaran
tasawufnya dapat bersentuhan atau memiliki kemiripan dengan ajaran tasawuf ,
Unsur-unsur yang diduga memengaruhi tasawuf islam itu seperti :
a) Unsur Masehi.
Orang Arab menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa
dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berependapat
bahwa tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada jaman
Jahiliyah. Demikian pula pendapat Gold Ziher yang mengatakan bahwa sikap
fakir dalam Islam adalah merupakan cabang dari ajaran agama Nasrani. Begitu
juga Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang digunakan para sufi
sebagai lambang kesederhanaan hidup adalah pakaian yang biasa dipakai oleh
para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal
66
dari agama Nasrani, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf itu
berasal dari agama Nasrani.
Unsur-unsur tasawuf yang diduga memengaruhi tasawuf Islam adalah sikap
fakir. Menurut keyakinan Nasrani Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan
injil juga disampaikan kepada orang fakir. Isa berkata, “Beruntunglah kamu
orang-orang miskin, karena bagi kamulah kerajaan Allah, beruntunglah kamu
orang yang lapar, karena kamu akan kenyang.”Selanjutnya adalah sikap tawekal
kepada Allah dalam soal penghidupan terlihat pada peranan syaeh yang
menyerupai pendeta, bedanya pendeta dapat menghapus dosa, selibasi, yaitu
menahan diri tidak kawin, karena kawin dianggap dapat mengalihkan perhatian
diri dari khaliq, dan penyaksian, dimana sufi dapat menyaksikan hakikat Allah
dan mengadakan hubungan dengan Allah.
b) Unsur Yunani
Kebudayaan yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana
perkembangannya dimulai pada akhir daulah ummayah dan puncaknya pada
Daulah Abbasiah, metode berpikir filsafat yunani ini juga telah ikut
mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan
dengan Tuhan. Kalau pada bagian uraian dimulai perkembngan tasawuf ini baru
dalam taraf amaliah (akhlak) dalam pengaruh filsafat yunani ini maka uraian-
uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. Hal ini
dapat dilihat dari pikiran al-farabi, al-kindi, Ibn sina terutama dalam uraian
mereka tentang filsafat jiwa. Demikian juga pada uraian-uraian tasawuf dari
Abu yazid, al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, suhrawardi dan lain-lain sebagainya.
Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala
sesuatu diukur menurut akal pikiran. Tetapi dengan munculnnya filsafat aliran
Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai
lewat yang diletakkan Allah pada hati setiap hamba setelah seseorang itu
membersihkan didrinya dari pengaruh materi. Ungkapan Neo Platosnis:
“kenallah dirimu dengan dirimu” diambil oleh para sufi dan antara sufi berkata:
“siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”. Hal ini semua
67
mengarah kepada munculnya teori hulul, wihdah Asy-syuhud dan wihdah al-
wujud. Tidak syah lagi bagi kelompok Neo Shopi (sufi berketuhanan dan
filosof) seperti Ibn al-farabi, al- hallaj, ditemukan pngaruh nayata filsafat dalam
cara berpikir mereka.
c) Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya
hubungan seperti sikap fakir, darwisy. Al-Birawi mencatat bahwa tasawuf
dengan Hindu. Kemudian pula paham reikarnasi (perpindahan roh dari satu
badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia versi Hindu/Budha dengan
persatuan dari dengan jalan mengingat Allah.
Salah satu maqomat sufiah al-fana tampaknya ada persamaan dengan
ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu. Gold Ziher mengatakan bahwa ada
hubungan persamaan antara tokoh Sidartha Gautama dengan Ibrahim bin
Adham tokoh sufi.
Menurut Qomar kailani pendapat-pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena
kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari Hindu/Budha berarti pada
zaman Nabi Muhammad telah berkembang ajaran Hindu/Budha itu ke mekkah,
padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.
d) Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama
yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan dan sastra.
Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakakkn bahwa
kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah
kehidupan kerohanian arabmasuk ke persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf
di dunia ini. Namun barangkali ada persamaan antaraistilah zuhd di arab dengan
zuhd menurut agama Manu dan Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai
paham Harmuz (tuhan kebaikan) dalam agama Zarathusta.
Dari semua uraian ini dapatlah disimpulkan bahwa sebenarnya tasawuf itu
bersumber dari ajaran Islam itu sendiri, mengingat yang dipraktekan nabi dan
para sahabat. Hal ini dapat dilihat dari azas-azasnya. Semuanya berlandaskan
68
kepada Al Quran dan Sunnah . Akan tetapi tidak dipungkiri bahwa setelah
tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran dia mendapat pengaruh dari filsafat
Yunani, Hindu, Budha Persia dsb, dan hal ini tidak saja dalam bidang tasawuf
saja melainkan dalam bidang lainnya juga.
Sumber-sumber yang menggambarkan bahwa tasawuf islam seolah olah
berasal dari ajaran islam, biasanya berasal dari barat. Di dalam berbagai literatur
yang di tulis para orientalis barat kita mempinyai ureyan seperti itu. Hal ini
disebabkan karena mereka mengidentikan ajaran islam sebagaimana ajaran non
islam, yaitu ajaran yang dibangun dari hasil pemikiran logika yang dipengaruhi
oleh situasi soosial. Namun perlu dicatat, bahwa mengidentikkan islam dengan
non islam tidak sepenuhnya benar. Ajaran islam sebagai diketahui bersumber
pada wahyu al-qur’an dan sunnah al-rasul. Kedua sumber ini jelas bukan produk
pemikiran manusia. Namun bersamaan dengan itu, al-qur’an dan al-sunnah
terkadang tampil dalam format yang “belum siap pakai”, atau belum bisa
digunakan begitu saja dalam aplikasinya, sebelum terlebih dahulu dijabarkan
dan dikembangkan operasionalisasinya oleh akal pikiran. Dalam hubungan
inilah kedalam ajaran islam masuk unsur pemikiran yang pada hakikatnya bukan
wahyu. Dengan demikian bagian dari ajaran islam ada yang bersipat ajaran
normatif, yaitu yang bersumber pada al-qur’an dan al-sunnah yang tidak akan
mengalami perubahan; dan ada yang bersipat non-normatif, yaitu yang
bersumber pada akal pikiran yang dapat dikembangkan bahkan diubah dan
dibuang.
Dalam pada itu perlu juga dicatat bahwa pemikiran yang dihasilkan dari
pemahaman terhadap al-qur’an dan al-sunnah itu pun sifatnya jauh berbeda
dengan pemikiran bebas yang tidak bersumber pada al-qur’an dan al-sunnah.
Pemikiran jenis pertama tidak bebas sebebas-bebasnya melainkan masih terikat
pada kedua sumber ajaran Islamtersebut. Pemikiran yang sifatnya tidak
demikian tidak dapat diterima sebagai pemikiran Islam. Hal ini berbeda dengan
pemikiran yang tidak bersumber pada Al-Quran dan Al Sunnahyang bersifat
bebas yang tidak terikat pada ajaran apapun.
69
Jika jalan pemikiran tersebut digunakan untuk melihat ajaran tasawuf,
maka dapat kita katakan, bahwa ajaran tasawuf itu sama kedudukannya dengan
ajaran lainya dalam islam., seperti teologi,fiqh, dsb. Ajaran tasawuf bersumber
pada al Quran dan al Sunnah yang penggarapanya memerlukan bantuan
pemikiran yang sehat, lurus dan tidak keluar dari semangat ajaran al-Quran dan
Al-Sunnah itu sendiri, yaitu pemikiran yang tidak sampai mengingkari adanya
Tuhan dan kerasulan Muhammad saw, tidak menentang rukun iman dan rukun
islam, dan seterusnya. Jika dijumpai pemikiran tasawuf yang tidak sejalan
dengan ajaran al-Quran dan al-Sunnah itu, maka segera diperbaiki dan hal itu
telah dilakukan oleh para ulama.
Berdasarkan uraian tersebut, maka tidak ada alasan untuk ragu-ragu
menerima ajaran tasawuf, atau menolaknya. Bahkan jika boleh dikatakan bahwa
tasawuf itulah sebenarnya inti ajaran Islam, dengan berbagai pertimbangan
sebagai berikut : Pertama bahwa kehidupan yang kekal adalah kehidupan di
akherat nanti yang kebahagiaanya amat bergantung kepada selamatnya rohani
manusia dari perbuatan dosa dan pelanggaran. Allah Swt berfirman :
70
orang yang kehidupan ekonomi, status sosial dan kedudukannya biasa-biasa
saja, tapi kehidupannya terlihat bahagia, tenang, disukai orang dan seterusnya
yang disebabkan karena yang bersangkutan menunjukkan jiwa dan sikap yang
mulia yang dihasilkan dari ketundukan dan ketakwaannya kepada tuhan.
Ketiga, bahwa dalam perjalanan hidupnya manusia akan sampai pada
batas-batas di mana harta benda, seperti tempat tinggal yang serba mewah,
pakaian serba lux, kendaraan mengkilap dan lain sebagainya tidak di perlukan
lagi, yaitu pada saat usianya sudah lanjut yang ditandai dengan melemahnya
fisik, kurang berpungsinya pencernaan makanan, kurang berpungsinya
pancaindra, dan kurangnya selera terhadap berbagai kemewahan. Pada saat
seperti ini manusia tidak ada jalan lain kecuali dengan lebih mendekatkan diri
pada tuhan, tempat ia harus mempertanggungjawabkan amalnya.
Keempat, dalam suasana kehidupan modern yang dibanjiri oleh berbagai
paham sekuler seperti materialisme (memuja materi), hedonisme (memuja
kepuasan nafsu), vitalisme (memuja keperkasaan), dan sebagainya, sering
menyeret manusia kepada kehidupan yang penuh persaingan, rakus, boros,
saling menerkam, dan lain sebagainya. terlarang, hiburan yang melupakan diri,
pakaian yang mengundang syahwat, tempat-tempat pelacuran, dan sebagainya.
Hal tersebut kemudian memberi pengaruh negatif terhadap generasi muda.
Untuk mengatasi masalah tersebut banyak membutuhkan pemikiran, biyaya,
waktu, yang tidak sedikit. Dalam keadaan demikian tasawuf dapat menjadi salah
satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut secara ekomonis, tetapi
hasilnya cukup efektif.
Dengan melihat sebagaian kecil dari keuntungan yang ditawarkan oleh
tasawuf ini, maka tidak ada alasan untuk tidak menerima tasawuf sebagai bagian
integral dari ajaran islam, bahkan ia harus diletakan pada barisan yang paling
depan dalam menyelamatkan kehidupan manusia dari bahaya kehancuran dan
kesengsaraan didunia dan akhirat.ss
Dalam kaitan ini pula, menurut amin syukur, ada dua aliran dalam tasawuf.
Pertama, aliran tasawuf sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya
71
dengan al-qur’an dan al-hadis secara ketat, serta mengaitkan ahwal/(keadan) dan
maqamat (tingkatan rohaniah) mereka kepada dua sumber tersebut. kedua, aliran
tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi,
dalam pemakaian terma-terma filsafat yang maknanya disesuaikan dengan
tasawuf.s
Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dapat
dikatakan tasawuf, dan juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
72
diukur dari tumpukan harta yang dimilikinya, bukan pula dilihat pangkat dan
jabatannya dan bukan pula otoritas yang dimilikinya, bentuk tubuh dan lain-lain,
akan tetapi terletak pada akhlaq pribadi yang diterapkannya. Pada tahap-tahap
awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan
dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya adalah menguasai hawa
nafsu, menekan hawa nafsu sampai ketitik rendah. Untuk itu dalam tasawuf
akhlaqi, sistem pembinaan akhlaq disusun seperti berikut.
1. TAKHALLI
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus dijalankan oleh seorang
calon sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari sifat-sifat buruk/
tercela dalam jiwa. Salah satu akhlaq tercela yang paling banyak dan besar
pengaruhnya kepada jiwa adalah ketergantungan pada kelezatan duniawi. Hal ini
dapat dihindari dengan jalan menjauhkan diri dari godaan-godaan kemaksiatan
dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
2. TAHALLI
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi jiwa dengan sifat-sifat yang
baik (akhlaq terpuji). Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah jiwa
dikosongkan dari akhlaq buruk (tercela). Pada tahap tahalli kaum sufi berusaha
agar setiap gerak perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama dalam hal ini
keimanan (aqiedah) dan syari’at. Dengan demikian tahap tahalli merupakan
pengisian jiwa yang telah dikosongkan, untuk segera diisi dengan sifat-sifat
yang baik (akhlaq terpuji). Untuk mengisi jiwa yang kosong tersebut dengan
cara sbb:
a) T a u b a t
Menurut Qomar Kailani (Fi At-Tashawwuf al-Islam), taubat adalah rasa
menyesal yang sungguh-sungguh dalam hati dengan disertai permohonan ampun
serta meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan dosa. Sedangkan Imam
Al Ghazali mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan yaitu :
73
1. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih
kepada kebaikan karena takut kepada siksa Allah;
2. Beralih dari suatu situasi yang sudah baik menuju kesituasi yang
lebih baik lagi , yang dalam tasawuf disebut “i n a a b a h”.
3. Rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan
kecintaan kepada Allah, yang dalam tasawuf disebut “a u b a h ”.
c) zuhud
Telah terjadi pemahaman dan penafsiran yang beragam terhadap zuhud.
Namun, secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri
dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan
kehidupan akhirat. Sampai dimana batas pelepasan diri dari rasa ketergantungan
itu? Para sufi berlainan pendapat dalam menjawabnya. Al-ghazali, misalnya,
mengertikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada dunia untuk
kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran. Al-qusyairi menegartikan
74
zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki yang diterimanya. Jika makmur, ia
merasa bangga dan gembira. Apabila miskin, ia pun bersedih karenanya. Lain
halnya dengan Hasan Al-basri mengatakan bahwa zuhud itu meninggalkan
kehidupan dunia.
d) Al-Faqr
Istilah al-faqr bermakna tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah
dipunyai dan merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak
meminta sesuatu yang lain. Sikap mental faqr merupakan benteng pertahanan
yang kuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi. Sebab, sikap mental
ini akan menghindarkan seseorang dari keserakahan.
Sikap faqr selanjutnya akan memunculkan sikap wara.’ Wara menurut para
sufi adalah sikap berhati-hati dalam menghadapi segala sesuatu yang kurang
jelas masalahnya.
e) Ash-shabru
Salah satu sikap mental yang frundamental bagi seorang sufi adalah sabar.
Sabar diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil, dan konsekuen
dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan; pendiriannya tidak berubah
bagaimanapun berat tantangan yang dihadapi; pantang mundur dan tak kenal
menyerah. Sikap sabar dilandasi oleh anggapan bahwa segala sesuatu yang
terjadi merupakan kehendak (iradah) Tuhan.
Tercapainya karakter sabar merupakan respons dari keyakinan yang
dipertahankan. Dengan kata lain, keyakinan adalah landasan sabar. Apabila telah
yakin bahwa jalan yang ditempuh benar seseorang akan teguh dalam
pendiriannya walaupun aral melintang di hadapannya. Karena banyak ganguan
yang dapat mempengaruhi kestabilan jiwa, Al-Ghazali membedakan
tingkatakan-tingkatan sabar. Apabila ketahanan mental dihadapkan pada
penanggulngan hawa nafsu, dan seksual, kemampuan mengatasinya disebut
“iffah” kesanggupan seseorang menguasai diri agar tidak marah
dinamakan”hilm” ketabahan hati untuk menerima nasib dinamakan”qana’ah”,
sedangkan yang bersifat pantang menyerah dan satria dikatakan “syaja’ah”
75
f) Rida
Sikap mental rida merupakan kelanjutan rasa cinta atau perpaduan dari
mahasabah dan sabar. Istilah rida mengandung pengertian menerima dengan
lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah, baik
dalam menerima serta melaksanakan ketentuan-ketentuan agama maupun yang
berkenaan dengan masalah nasib dirinya.
Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan
kelapangan hati dan kesediaan yang tulus untuk berkorban dan berbuat apa saja
yang diperintahkan oleh yang dicintai.
g) Muraqabah
Seorang calon sufi sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah
lepas dari pengawasan Allah. Seluruh aktivitas hidupnya ditunjukan untuk
berada sedekat mungkin dengan Allah. Ia tahu dan sadar bahwa Allah
“memandang” kepadanya. Kesadaran itu membawanya pada satu sikap mawas
diri atau muraqabah. Kata ini mempunyai arti yang mirip dengan intropeksi diri
atau self correction. Dengan kalimat yang lebih pupoler dapat dikatakan bahwa
muraqabah adalah setiap yang lebih populer dapat dikatakan bahwa muraqabah
adalah setiap saat dan siaga meneliti keadaan diri sendiri.
3. TAJALLI
Untuk pemantapan dan pendalaman meteri yang telah dilalui pada fase
tahalli, rangkaian pendidikan akhlaq disempurnakan pada fase tajalli. Kata
Tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa
dan organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlaq dan
terbiasa melakukan perbuatan luhur tidak berkurang, rasa Ketuhanan perlu
dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan
rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa
rindu kepada Thuan. Dengan kesucian jiwa, jalan untuk mencapai Tuhan akan
terbuka. Tanpa jalan ini, tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan dan
perbuatan yang dilakukanpun tidak dianggap sebagai perbuatan baik.
76
TASAWUF AKHLAQI DAN KARAKTERISTIKNYA
Tasawuf jenis ini banyak berkembang didunia Islam, terutama di negara-
negara yang dominan bermazhab Syafi’i.
Adapun ciri-ciri tasawuf akhlaqi al:
1. Melandaskan diri kepada Al-Quraan dan Al-Sunnah. Tasawuf jenis ini,
dalam pengejawantahan ajaran-ajaranya memakai landasan Quraani dan
Hadist sebagai kerangka pendekatannya.
2. Tidak menggunakan terminologi–terminologi filsafat sebagaimana
terdapat pada ungkapan-ungkapan syathahat.
3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan dan
manusia. Dualisme yang dimaksudkan adalah ajaran yang mengakui
bahwa meskipun manusia dapat berhubungan dengan Tuhan,
hubungannya tetap tetap dalam kerangka yang berbeda antara keduanya
dalam hal esensinya. Sedekat apapun manusia dengan Tuhannya tidak
lantas membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan.
4. Kesinambungan antara hakikat dengan syariat. Dalam pengertian lebih
khusus keterkaitan antara tasawuf sebagai aspek bathin dengan fiqh
sebagai aspek lahirnya. Hal ini merupakan konsekwensi dari paham di
atas. Karena berbeda dengan Tuhan.
5. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlaq dan
pengobatan jiwa dengan cara riyadhah (latihan mental) dan langkah
takhalli, tahalli dan tajalli.
TOKOH-TOKOH TASAWUF AKHLAQI
Berikut ini contoh tokoh sufi akhlaqi dan ajarannya:
1. Hasan AL-Bashri (21 – 110 H.)
Biografi Singkat
Hasan Al-Bashri, nama lengkapnya Abu Sa’d Al-Hasan bin Yasar, adalah
seorang zahid yang amat masyhur dikalangan tabii. Ia dilahirkan di Madinah
pada tahun 21 H. (632M.) dan wafat pada hari Kamis bulan Rajab tanggal 10
tahun 110 H. (728M.), ia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin
77
Khaththab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut
menyaksikan perang Badar dan 300 sahabat lainya. Dialah yang mula-mula
menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan,
kemurnian akhlaq, dan usaha menyucikan jiwa di masjid Bashrah. Ajaran
tentang kerohanian senantiasa didasarkan pada sunnah Nabi. Sahabat-sahabat
Nabi yang masih hidup pada zaman itupun mengakui kebesaranya. Bahkan
ketika ada orang datang kepada Anas bin Malik sahabat Nabi yang utama untuk
menanyakan persoalan agama, Anas memerintahkan orang itu agar
menghubungi Hasan Al-Bashri. Mengenai kelebihan Hasan, Abu Qatadah
pernah berkata, “bergurulah kepada Syeih ini, saya sudah saksikan sendiri
keistimewaanya . Tidak ada seorang tabiin pun yang menyerupai sahabat Nabi
selain dia”.
Karier pendidikan HasanAl-Bashri dimulai Hijaz. Ia berguru hampir
kepada seluruh ulama disana. Bersama ayahnya, ia kemudian pindah ke
Bashrah, tempat yang membuatnya masyhur dengan nama Hasan Al-Bashri,
puncak keilmuannya ia peroleh di sana. Hasan Al-Bashri terkenal dengan
keilmuanya yang sangat dalam. Tak heran kalau ia menjadi imam di Bashrah
secara khusus dan daerah-daerah lainya secara umum.
Tak heran pula kalau ceramah-ceramahnya dihadiri seluruh kelompok
masyarakat disamping dikenal sebagai zahid, iapun dikenal sebagai orang yang
wara’ dan berani dalam memperjuangkan kebenaran. Di antara karya tulisnya
berisi kecaman terhadap aliran kalam Qodariah dan tafsir-tafsir al quraan.
Ajaran –ajaran tasawuf
Abu na’im al-ashbahani telah menyimpulkan pandangan tasawuf hasan al-
bashri sebagai berikut, sahabat takut (khauf) dan pengharapan (raja) tidak akan
dirundung kemuraman dan keluhan, tidak pernah tidur senang karena selalu
mengingat allah. Pandangan tasawufnya yang adalah anjuran kepada setiap
orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan
seluruh perintah allah dan menjauhi seluruh larangan-nya. Ia pernah berkata,
78
demikian takutnya, sehingga seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya
dijadikan untuk ia (hasan al-bashri).
Lebih jauh lagi, hamka telahmengemukakan sebagaian ajaran-ajaran
tasawuf hasan al-bashri.
1. perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada
rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut.
2. dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dunia
dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh
faedah darinya. Namun, barang siapa bertemu dunia dengan perasaan
rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan sengsara dan akan
berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
3. tafakur membawa kita pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya.
Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita untuk tidak
mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana betapapun banyaknya, tidak
akan menyamai sesuatu yang baqa,betapaoun sedikitnya. Waspadalah
terhadap negeri yang cepat datang dan pergi serta penuh tipuan.
4. dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali
ditinggalkan mati syaminya
5. orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore
hari karena berada diantara dua perasaan takut. Takut mengenang dosa
yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta
bahaya yang akan mengancam .
6. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa
menantinya, akan qiyamat yang akan menagih janjinya.
7. Banyak duka cita akan memperteguh semangat amal shaleh.
Berkat dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Muhammad Musthafa,
guru besar filsafat Islam, menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri didasari
oleh rasa takut siksa Tuhandi dalam neraka. Namun lanjutnya, setelah kami teliti
ternyata bukan perasaan takut terhadap siksaan yang mendasari tasawufnya,
79
melainkan kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang
mendasari tasawufnya itu. Sikap itu selaras dengan sabda Nabi
“Orang beriman yang selalu mengingat dosa yang pernah
dilakukanya adalah laksana orang duduk dibawah gunung yang
senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.
2. Al- Muhasibi ( 165 – 243 H)
Nama lengkap nya adalah abu abdillah al harits bin asad al-bashri al
baghdadi al- muhasibi. Tokoh sufi ini lebih dikenal dengan sebutan al muhasibi.
Ia dilahirkan di bashrah, irak tahun 165 H/781 M. Dan meninggal di negara
yang sama pada tahun 243 H/ 857 M. Ia adalah sufi dan ulama besar yang
menguasai beberapa bidang ilmu seperti tasawuf, hadis, dan fiqh. Ia merupakan
figur sufi yang dikenal senantiasa menjaga dan mawas diri terhadap perbuatan
dosa. Ia juga seringkali mengintropeksi diri menurut amala yang dilakukan nya.
Ia merupakan guru bagi kebanyakan ulama di bagdad. Orang yang paling
banyak menimba ilmu dari nya dan yang di pandang sebagai murid paling dekat
dengan nya adalah al- junaid al bagdadi ( a298 H) yang kemudian menjadi
seorang sufi dan ulama besar di bagdag
Al muhasibi (w. 243 H) menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar
dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab madzhab yang
dianut umat islam. Al muhasibi menemukan kelompok kelompok, Diantara
mereka ada sekelompok orang yang tau benar tentang keahiratan.
Al muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh
melalui ketaqwaan kepada allah, melaksanakan kewajiban kewajiban, war’a dan
meneladani rasy=ulullah. Takla sesudah melaksanakan hal hal diatas. Menurut
al muhasibi seseorang akan diberi petunjuk oleh allah berupa penyatuan antara
fiqh dan tasawuf. Dia akan meneladani rasulullah dan lebih mementingkan
akhierat dari pada dunia.
Ajaran ajaran tawasuf
1. Makrifat
Almuhasibi menjelaskan tahapan tahapan makrifat sebagai berikut.
80
A, taat. Awal dari kecintaan kepada allah adalah taat. Taat merupakan
wujud kongkrit ketaatan hamba kepada allah. Kecintaan kepada allah hanya
dapat dibuktikan dengan jalan ketaaatan, bukan sekedar pengungkapan
ungkapan ungkapan kecintaan semata sebagai mana dilakukan sementara orang.
Mengexpresikan kecintaan kepada allah hanya dengan ungkapan ungkapan,
tanpa pengamalan merupakan kepalsuan semata.diantara implementasi kepada
allah adalah memenuhi hati dengan sinar, sinar ini kemudian melimpah pada
lidah dan anggota tubuh yang lain.
B, aktifitas. anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang
memenuhi hati merupakan tahap makrifat selanjutnya.
C, pada tahap ketiga ini allah menyingkapkan khazanah khazanah
keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua
tahapan di atas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan
Allah.
D, Tahap ke empat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan
fana’ yang menyebabkan bako
2. Khouf dan Roja’
Khouf dan Roja’ dapat dilakukan engan sempurna hanya dengan berpegang
teguh kepada alquran dan assunah. Dalam hal ini, ia terkesan pula mengaitkan
kedua sifat itu dengan ibadah dan dengan janji serta ancaman Allah. Untuk itu,
ia menganggap apa yang diungkapkan ibnu sina dan rabiah aladawiah sebagai
jenis fana’ atau kecintaan kepada Allah yang berlebih lebihan dan keluar dari
apa yang telah dijelaskan islam sendiri serta bertentangan dengan apa yang
diyakini para sufi dari kalangan ahlussunah. Almuhasibi lebih lanjut mengatakan
bahwa alquran jelas berbicara tentang pembalasan pahala dan siksaan. Ajakan
ajakan alquranpun sesungguhnya di bangun atas dasar targhib atau sugesti dan
tarhim atau ancaman. Alquran jelas pula berbicara tentang surga dan neraka.
Sebagaimana tersebut dalam ayat surat addariyat ayat 15 dan 18. Ali imron Ayat
192-194. Rojha dalam pandangan almuhasibi seharusnya melahirkan amal
sholeh. Tatkala melakukan amal sholeh seseorang berhak mengharap pahala dari
81
Allah. Inilah yang dilakukan oleh mukmin yang sajati dan para sahabat nabi
sebagaimana digambarkan oleh ayat dalam surat Albaqoroh Ayat 218.
3. Al-Qusyairi (376-465 H)
Biografi Singkat
Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh sufi utama dari abad kelima
hijriyah. Kedudukannya demikian penting mengingat karya-karyanya tentang
para sufi dan tasawuf aliran sunni pada abad ketiga dan ke empat hijryah,
membuat terpeliharanya pendapat dan khazanah tasawuf pada masa itu, baik
dari segi teoritis maupun praktis.
Nama lengkap Al-qusyairi adalah Abdul Karim bin Hawazin, lahir tahun
376 H. Di Istiwa, kawasan Nishafur, salah satu pusat ilmu pengetahuan pada
masanya. Abu Ali Ad-Daqqaq adalah seorang guru sufi terkenal, dari sinilah
Al-Qusyairi mendapatkan ilmu2 tasawuf, Alquyairi mempelajri Fiqh pada
seorang faqih Abu Bakar Muhammad bin Abu Bakar Ath-Thusi (wafat th 405
H), dan mempelajari Ilmu kalam dan Ushur Fiqh pada Abu Bakar bin Farauk
(wafat th 406 H), serta berguru padda Abu Ishak Al-Isfarayini (wafat th 418 H)
dari situlah, Alqusayiri berhasil menguasai Ahlussunnah wal jamaah yang
dikembangkan oleh Al-Asy’ari dan Muridnya. Dan aliran yang selalu ditentang
keras oleh alqusyairi , Mutazilah, Karamiyyah, Mujassamah dan Syiah.
Ajaran-Ajaran Tasawuf
Dalam penekanan terhadap Ajaran tasawuf yang ditekan oleh Alqusyairi
adalah
1. Mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunnah
2. Kesehetan Bathin
3. Penyimpangan para Sufi
4. Al-Ghazali (450-505 H)
Biografi Singkat
82
Nama Lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’i, ia dipanggil Al Ghazali karena dilahirkan di
kampung Ghzlah, Khurasan, Iran. Ayah Al Ghazali adalah seorang miskin
pengrajin kain wol yang taat,sangat menyenangi ulama, dan sering aktif
menghadiri majlis-majlis taklim, ketika menjelang wfatnya, ayahnya menitipkan
Al Ghazali dan adiknya bernama Ahmad kepada seorang sufi. Ia menitipkan
sedikit harta kepada sufi tersebu, seraya berkata dalam wasiatnya : “Aku
menyesal sekali karena aku tidak belajar menulis, aku berharap mendapatkan
apa yang aku tidak dapatkan itu melalui kedua putraku ini”.
Sang sufi menjalankan isi wasiat itu dengan cara mendidik dan mengajar
keduanya sampai harta titipannya habis, dan tidak mampu lagi memberi makan
keduanya. Selanjutnya sufi itu menyarankan kedua anak titipan tersebut kepada
pengelola sebuah madrasah untuk belajar sekaligus menyambung hidup mereka.
Di madrasah tersebut Al Ghazali mempelajari ilmu fiqh kepada ahmad bin
muhamad arrizkani. Kemudian Al Ghazali memasuki sekolah tinggi Nizamiyah
di Naisabur, disinilah beliau berguru kepada Imam Haramain (Al Juaeni) W 478
H/ 1086 M) hingga menguasai ilmu mantik, ilmu kalam, fiqh usul fiqh, filsafat,
tasawuf dan retorika perdebatan selain belajar di naisabur kepada aljuaeni Al
Ghazali juga belajar tasawuf kepada yusuf an nasaj. Ilmu ilmu yang didapatkan
dari aljuaeni benar benar ia kuasai termasuk perbedaan pendapat dari para ahli
ilmu tersebut serta memberikan sanggahan sanggahan kepada para penentang
nya. Karena kemahirannya dalam masalah ini, al juaeni menjuluki Al Ghazali
dengan sebutan “bahrun muik” (lautan yang menghayutkan) kecerdasan dan
keluasan wawasan berpikir yang dimiliki Al Ghazali membuatnya menjadi
populer bahkan ada yang menyebutkan bahwa diam diam di hati imam haramain
timbul rasa iri dan membuatnya sampai berkata “ engkau telah memudarkan
ketenaranku padahal aku masih hidup, apakah aku mesti menahan diri padahal
ketenaran ku telah mati” setelah Imam Haramain wafat (478 H/ 1086 M), Al
Ghazali pergi ke Bagdad tempat berkuasanya perdana mentri Nizham Al Mulk
83
(w 485 H/ 1091 M) dan juga merupakan tempat berkumpul sekaligus tempat
diselenggarakannya perdebatan perdebatan ulama ulama terkenal.
Sebagai seorang yang mengusai retorika perdebatan ia terpancing untuk
melibatkan diri dalam perdebatan itu. Ternyata, ia sering mengalahkan ulama
ulama ternama, sehingga mereka pun tidak segan segan mengakui keunggulan
Al Ghazali. Sejak saat itu nama Al Ghazali menjadi termashur di kawasan
kerajaan saljuk. Hal ini menyebabkannya di pilih oleh Nizham Al Mulk untuk
menjadi guru besar di Universitas Nizhamiyah Baghdad pada tahun 483 H/1090
M, meskipun usianya baru 30 tahun. Selain mengajar di Nizamiyah ia juga aktif
mengadakan perdebatan dengan paham golongan golongan yang berkembang di
waktu itu. Dibalik kegiatan perdebatan dan penyelaman berbagia aliran, timbul
pergolakan dalam dirinya karena tidak ada yang memberikan kepuasan
bathinnya. Untuk itulah, ia memutuskan melepaskan jabatan dan pengaruhnya
untuk meninggalkan baghdad menuju syria, palestina dan kemudian ke mekkah
untuk mencari kebenaran. Setelah memperoleh kebenaran hakiki pada akhir
hidupnya tidak lama kemudian ia menghembuskan nafasnya di Thush pada
tangga 19 Desember 1111 M. Atau pada hari senin 14 Jumadil Akhir th 505 H
dengan meninggalkan banyak karya tulisnya. Menurut catatan sulaeman dunnya
karangan Al Ghazali mencapai 300 buah. Ia mulai menulis pada usia 25 tahun
sewaktu masih di naisabur. Bahkan ia menghasilkan tulisan setiap tahun kurang
lebih 10 buah kitab besar dan kecil. Meliputi ilmu pengetahuan filsafat, ilmu
kalam, fiqh usl fiqh, tafsir, tasawuf dan akhlak. Karangan karangan imam Al
Ghazali dijadikan sebagai acuan umat islam bahkan para pemikir pemikir barat
pun turut menjadikan karyanya sebagai rujukan. Dikalangan kristen abad tengah
pengaruh Al Ghazali merembes melalui filsafat bonaventura. Sepetti halnya
Musa Bin Maimun, Bonaventura pun dapat dipandang sebagai titisan kristen
dari Al Ghazali. Lebih jauh pandangan pandangan tasawuf Al Ghazali juga
memperoleh salurannya dalam mistisisme kristen melalui Ordo Fransican,
sebuah Ordo yang karena banyak menyerap ilmu pengetahuan Islam memiliki
84
orientasi ilmiah yang lebih kuat di banding ordo ordo lainnya seperti
diungkapkan dalam novel best seller nya umberto eco, the name of the rose .
Ajaran tasawuf Al-Ghazali
Di dalam tasawuf nya Al Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan
al quran dan sunah nabi di tambah dengan doktrin ahluusunah wal jamaah. Dari
paham taswauf nya itu ia menjauhkan semua kecenderungan genoistis yang
memengaruhi para filosof islam, sekte ismailiyah, aliran siah, ikhwanusofa dan
lain lain. Ia menjauhkan tasawuf nya dari paham ketuhanan aristoteles, seperti
emanasi dan penyatuan, sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf Al Ghazali
benar benar bercorak islam. Corak tasawuf nya adalah psikomoral yang
mengutamakan pendidikan moral. Hail ini dapat dilihat dalam karyanya seperti
Ihyaulumudin Minhazul Abidin, Mizannul Amal, Hidayatul Hidayah, Mi’rozul
Salikin dan Ayuhal Walad.
Menurut Al Ghazali jalan menuju tasawuf baru dapat di capai dengan
mematahkan hambatan hambatan jiwa serta membersihkan diri dari moral yang
tercela, sehingga kalbu dapat lepas dari sesuatu yang selain allah dan berhias
dengan selalu mengingat allah. Ia pun berpendapat bahwa sosok sufi adalah
menempuh jalan kepada allah, dan perjalanan hidup mereka adalah yang terbaik,
jalan mereka adalah jalan yang benar dan moral mereka adalah moral yang
bersih. Sebab gerak dan diam mereka, baik lahir maupun batin diambil dari
cahaya kenabian. Selain cahaya kenabian di dunia ini, tidak ada lagi cahaya
yang lebih mampu memberi penerangan. Al Ghazali menilai negatif terhadap
syathahat karena dianggapnya mempunyai dua kelemahan pertama, kurang
memperhatikan amal lahiriyah, hanya mengungkapkan kata kata yang sulit di
pahami, mengemukakan kesatuan dengan tuhan, dan menyatakan bahwa allah
dapat di saksikan. Kedua. Syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan
hasil imajinasi sendiri. Dengan demikian, ia menolak tasawuf semi filsafat
meskipun ia mau memaafkan al hallaz dan yazid al bustomi. Ungkapan
ungkapan yang ganjil itu telah menyebabkan orang orang nasrani keliru dalam
menilai tuhannya, seakan akan ia berada pada diri al masih.
85
Al Ghazali sama sekali menolak paham hulul dan i’ttihad. Untuk itu ia
menyodorkan paham baru tentang ma’rifat yakni pendekatan diri kepada allah
(takarub illalloh) tanpa diikuti penyatuan dengan NYA. Jalan menuju ma’rifat
adalah perpaduan ilmu dan amal, sementara buahnya adalah moralitas.
Ringkasnya Al Ghazali patut di sebut berhasil mendekripsikan jalan menuju
allah SWT. Ma’rifat menurut versi Al Ghazali di awali dalam nbentuk latihan
jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase fase pencapaian rohani dalam
tingkatan tingkatan (makomat) dan keadaan (ahwal) oleh karena itu Al Ghazali
mempunyai jasa besar dalam dunia islam. Dia lah orang yang mampu
memadukan antara ketiga kubu keilmuan islam yakni tasawuf, fiqh dan ilmu
kalam yang sebelumnya terjadi ketegangan diantara ketiganya. Al Ghazali
menjadikan tasawuf sebagai sarana untuk berolah rasa dan berolah jiwa,
sehingga sampai kepada ma’rifat yang membantu menciptakan (sa’adah)
a) Ma’rifat
Menurut Al Ghazali sebagaimana dijelaskan oleh harun nasution ma’rifat
adalah mengetahui rahasia allah dan mengetahui peraturan peraturan tuhan
tentang segala yang ada. Alat memperoleh ma;rifat bersandar pada sirr, kolb
(kalbu) dan ruh. Selanjutnya harun nasution juga menjelaskan pendapat Al
Ghazali yang dikutip dari al qusaeri bahwa kolbun dapat mengetahui hakekat
segala yang ada. Jika dilimpahi cahaya tuhan, kolbu dapat mengetahhui rahasia
rahasia tuhan dengan sirr, kolbu dan ruh yang telah suci dan kosong, tidak berisi
apapun. Saat itulah ketiganya akan menerima iluminasi (kasyf) dari allah. Pada
waktu itu pulalah allah menurunkan cahayanya kepada sang sufi sehingga yang
dilihat sang sufi hanyalah allah disini, sampailah ia ke tingkat ma’rifat.
Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulum Ad-din AlGhazali membedakan jalan
pengetahuan sampai kepada Tuhan bagi yang awam, ulama dan orang arif (sufi).
Untuk itu, ia membuat perumpamaan tentang keyakinan bahwa si fulan ada di
dalam rumah. Keyakinan orang awam dibangun atas dasar taklid dengan hanya
mengikuti perkataan orang bahwa si fulan ada di rumah, tanpa diselidiki lagibagi
ulama’ keyakinan adanya si fulan di rumah dengan tanda- tanda, seperti suara
86
yang terdengar walaupun tidak kelihatan wujudnya, ataupun menyaksikan si
fulan masuk rumah tersebut.
Makrifat seorang sufi tidak dihalangi hijab, sebagaimana ia melihat si fulan
ada didalam rumah dengan mata kepalanya sendiri. Intinya makrifat menurut
imam ghazali tidak seperti makrifatnya menurut orang awam ataupun makrifat
ulama mutakallimin, tetapi makrifat sufi yang dibangun atas dasar dzauq ruhani
dan Kasyf ilahi. Makrifat semacam ini dapat dicapai oleh para khawash auliya
tanpa melalui perantara, langsung dari Allah. Sebagaimana ilmu kenabian yang
diperoleh langsung dari Tuhan walaupun dari segi perolehan ilmu ini berbeda
antara nabi dan wali.
b) As-sa’adah
Menurut alGhazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi adalah
melihat Allah (ru’yatullah). Didalam kitab Kimiya As-sa’adah, ia menjelaskan
bahwasanya kebahagian itu sesuai dengan watak (tabiat), sedangkan watak
sesuatu itu sesuai dengan ciptaanya. Nikmatnya mata terletak ketika melihat hal
yang bagus dan indah dan bagian tubuh yang lainnya. yang memiliki masing-
masing kenikmatannya.
Kenikmatan qalb sebagai alat memperoleh makrifat, terletak ketika meihat
Allah atau hal ini dianalogikan dapat berhubungan dengan Allah, Tuhan
penguasa alam, kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan
akan hilang setelah manusia mati, sedangkan kenikmatan qalb tidak akan hilang
walaupun manusia itu mati. Malah kenikmatan tersebut menambah karena dapat
keluar dari kegelapan menuju cahaya terang.
B. TASAWUF IRFANI
Hakikat Irfani
Kata irfan merupakan kata jadian (mashdar) dari kata ‘arafa artinya
mengetahui/mengenal. Adapun secara terminologi, irfan diidentikan dengan
87
makrifat sufistik. Orang yang irfan/makrifat kepada Allah adalah yang benar-
benar mengenal Allah melalui dzauq dan kasyf (rasa & ketersingkapan). Ahli
irfan adalah orang yang bermakrifat kepada Allah. Ibnu ‘Arabi berkata “ Arif
adalah seorang yang memperoleh penampakan Tuhan sehingga pada dirinya
tampak kondisi-kondisi hati tertentu (ahwal). Irfan diperoleh seseorang melalui
jalan al idrak al mubasyir al wujdani (penangkapan secara langsung secara
emosional) bukan penangkapan secara langsung rasional.
Sebagai sebuah ilmu, irfan memiliki dua aspek, yakni aspek praktis dan
aspek teoritis. Aspek praktisnya adalah bagian yang menjelaskan hubungan dan
pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya, dunia, dan Tuhan. Sebagai ilmu
praktis, bagian ini menyerupai etika. Bagian praktis ini juga disebut sayr wa
suluk (perjalanan rohani). Bagian ini menjelaskan bagaimana seorang penempuh
rohani (salik) yang ingin mencapai tujuan puncang kemanusiaan, yakni Tauhid,
harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan-tahapan Imaqoom)
perjalananya secara berurutandan keadaan jiwa (hal) yang bakal dialaminya
sepanjang perjalannya tersebut.
Sementara itu irfan teoritis memfokuskan perhatianya pada masalah wujud
(ontologi), mendiskusikan manusia Tuhan serta alam semesta. Dengan
sendirinya bagian ini menyerupai teosofi (falsafah ilahi), yang juga memberikan
penjelasan tentang wujud. Namun jika filsafat mendasarkan argumennya kepada
prinsip-prinsip rasional, irfan mendasarkan diri pada ketersibakan mistik yang
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa rasionaluntuk menjelaskanya.
88
M. Di suatu kampung dekat kota Bashra (Irak) dan wafat di kota itu juga tahun
185 H/801 M. Ia lahir sebagai putri keempat dari keluarga yang kurang mampu.
Diberi nama Rabi’ah karena ia sebagai putri keempat. Kedua orang tuanya
meninggal sewaktu ia masih kecil. Suatu saat terjadi bencana perang di Bashra,
ia dilarikan oleh penjahat dan dijual kepada keluarga Atik dari suku Qais Banu
Adwah, dari sini ia dikenal dengan Qaisiyah atau Al-Adawiyah. Pada keluarga
ini ia bekerja keras, lalu ia dibebaskan (dimerdekakan) karena tuannya melihat
cahaya di atas kepala Rabi’ah menerangi seluruh ruangan rumah pada saat ia
sedang beribadah. Setelah ia dimerdekakan ia menjalani hidup sendirian sebagai
seorang zahidah dan sufiah. Ia jalani sehari-harinya dengan ibadah dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah sebagai kekihnya. Ia memperbanyak taubat dan
menjauhi kehidupan dunia. Ia hidup dalam keadaan kemiskinan dan menolak
segala bantuan materi dari orang kepadanya. Bahkan dalam doa’nya ia tidak
meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhannya. Pendapat ini ternyata
dipersoalkan oleh Badawi. Rabi’ah menurutnya sebelum bertobat pernah
menjalani kehidupan duniawi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Rabi’ah
tidak mendapatkan jalan lain kecuali menjadi penyanyi dan penari sehingga
begitu terbenam dalam kehidupan duniawi. Alasan yang digunakan Badawi
untuk menguatkan pendapatnya adalah intensitas taubat Rabi’ah itu sendiri.
Menurut Badawi tidak mungkin iman dan kecintaan Rabi’ah kepada Allah
begitu ekstremnya kecuali jika ia pernah sedemikian jauh didalam menjalani dan
mencintai kehidupan duniawi.
AJARAN TASAWUFNYA
Mahabbah (cinta)
Rabi’ah Al-Adawiyah tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berdasarkan
cinta kepada Allah. Sikap dan pandangan Rabi’ah Al-Adawiyah tentang cinta
dipahami dari kata-katanya baik langsung atau disandarkan kepadanya. Al-
Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat Rabi’ah berdoa’ “Tuhanku
akankah Kau bakar qalbu yang mencintaiMu oleh api neraka ?“ Tiba-tiba
89
terdengar suara, “Kami tidak akan melakukan itu, janganlah engkau berburuk
sangka kepada Kami”. Di antara sya’ir cinta Rabi”ah adalah seperti ini:
“Aku mencintaiMu dengan dua cinta, cinta karena diriku dan kerena
diriMu. Cinta karena diriku adalah keadaan senantiasa mengingatkanMu,.
Cinta karena diriMu adalah keadaanku mengungkapkan tabir sehingga Engkau
kulihat. Baik ini maupun itu, pujian bukanlah bagiku. BagiMu pujian untuk
kesemuanya”.
Untuk memperjelas pengertian al-hubb Rabi’ah yaitu hub al-hawa dan hub
anta ahl lahu menurut Abu Thalib Al-Makiy dalam kitab Qut Al-Qulub
sebagaimana dijelaskan Badawi memberikan penafsiran bahwa makna hub al-
hawa adalah rasa cinta yang timbul dari nikmat-nikmat dan kebaikan yang
diberikan Allah maksudnya nikmat materi tidak spiritual, karenanya hubb disini
bersifat hubb indrawi. Adapun al-hubb anta ahl lahuadalah cinta yang tidak
didorong kesenangan indrawi, tetapi didorong Dzat yang dicinta. Cinta yang
kedua ini tidakmengharapkan balasan apa-apa. Kewajiban-kewajiban yang
dijalankan Rabi’ah timbul karena perasaan cinta kepada Dzat yang dicintai.
Sementara itu, Al-ghazali memberikan ulasan tentang syair rabiah sebagai
berikut.
“Mungkin yang rabiah maksudkan dengan cinta karena dirinnya adalah
cinta kepada Allah karena kebaikan sedangkan cinta kepada nya adalah karena
ia layak dicintai keindahan dan keagunganNya yang tersingkap kepadanya.
Cinta yang kedua merupakan cinta yang paling luhur dan mendalam serta
merupakan kelezatan melihat keindahan tuhan. Hal ini seperti disebabkan dalam
hadis qudsi, “bagi hamba-hamba-ku yang saleh, aku menyiapkan apa yang tidak
terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terbesit di kalbu manusia.”
Cinta rabiah kepada Allah begitu mendalam da memenuhi seluruh relung
hatiinya, sehingga membuatnya hadir bersama tuhan, hal ini seperti terungkap
dalam syairnya:
“kujadikan kau teman berbincang dalam kalbu
Tubuhkupun biar berbincang dengan temanku.
90
Dengan temanku tubuhku bencengkrama selalu.
Dalam kalbu terpancang selalu kekasih cintaku.”
Bagi manusia yang mempunyai cinta kepada Allah yang tidak tulus
ihklas, rabiah selalu mengatakan:
“dalam batin, kepadaNya engkau durhaka
Tetapi dalam lahir kau nyatakan cinta
Sungguh aneh gejala ini
Andaikan cintaMu memang tulus dan sejati tentu yang ia perintahkan
kau taati
Sebab pecinta selalu patuh dan bakti pada yang dicintai”
Dlam kesempatan bermunajat, rabiah kerap menyampaikan,
“ wahai tuhanku, tenggelamkan aku dalam mencintai-Mu sehingga tidak
ada yang menyibukkan aku selain dari-Mu
Ya Tuhan, bintang di langit telah gemerlapan
Mata telah bertiduran
Pintu-pintu istana telah dikunci dan tiap pecinta telah menyendiri dengan
yang dicintai
Dan inilah aku berada di hadiratMu.”
Sewaktu fajar menyingsing, rabiah berkata,
“tuhanku, malam telah berlalu dan siang telah siap menampakan diri
Aku gelisah apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia
Ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa bersedih
Demi kemahakuasaan-Mu, inilah yang akan kulakukan selama Engkau
beri akau hayat
Sekiranya Engkau usir aku dari depan pintu-Mu, aku tidak akan pergi,
karena cintaku pada-Mu telah memenuhi hatiku.”
2. Dzu An-Nun Al-Mishri (180 – 246 H)
Dzu Nun Al-Mishri adalah nama julukan bagi seorang sufi sekitar abad
ketiga hijriyyah. Nama lengkapnya Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Ia
dilahirkan di Ikhmim datraran tinggi Mesir tahun 180 H/796M dan wafat tahun
91
246 H/856 M. Julukan Dzun Nun diberikan kepadanya sehubungan berbagai
kekeramatannya yang diberikan Allah kepadanya. Diantaranya ia pernah
mengeluarkan seorang anak dari perut buaya dengan keadaan selamat di sungai
Nil atas permintaan ibunya. Ia banyak menjelajahi kota-kota di Mesir, Baitul
Maqdis, Bagdad, Mekah, Hijaz, Syiria, Lebanon, Anthokiah dan lembah
Kan’an. Dengan hal ini menyebabkan ia banyak pengalaman dan memperoleh
ilmu secara mendalam seperti dalam bidang Ilmu Fiqh, Ilmu Hadits, dan
tasawuf.
Ajaran-ajaran Tasawuf
Makrifat
Al-Mishri adalah pelopor paham makrifat yang berhasil memperkenalkan
corak baru tentang makrifat dalam bidang sufisme Islam. Pertama ia
membedakan antara makrifat sufiyah dengan makrifat aqliyah, dengan
menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan para sufi. Sedangkan
makrifat aqliyah menggunakan akal yang biasa digunakan oleh para teolog.
Kedua, makrifat sebenarnya adalah musyaahadah qalbiyah (penyaksian hati)
sebab makrifat merupakan fithrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga teori-
teori makrifat merupakan Al-misri menyerupai genosisme ala neo platoni. Teiri-
teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun di pandang sebagai orang yang
pertamakali memasukan unsur falsafah dalam tasawuf.
Pandangan-pandangan Al-Misrhi tentang makrifat pada mulanya sulit
diterima kalangan teolog sehingga ia anggap sebagai seorang zindiq. Karena itu
pula, ia ditangkap khalifah, tetapi akhirnya dibebaskan. Berikut beberapa
pandangannya tentang hakikat makrifat.
a. Sesunggunya makrifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan
tuhan, sebagaimana yang di percayai orang-orang mukmin, bukan pula
ilmu-ilmu burhan dan nashar milik para hakim, mutakalimin, dan ahli
balagha, tetapi makrifat terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimiliki
para wali Allah. Sebab, mereka adalah orang yang menyaksikan Allah
92
dengan hatinya, sehingga terbukalah baginya apa yang tidak dibukakan
untuk hamba=hambanya yang lain.
b. Makrifat yang sebernanya adalah bahwa Allah menyinari hatimu
dengan cahaya makrifat yang murni seperti matahari tak dapat dilihat,
kecuali dengan cahayanya. Senantiasa salah seorang hamba mendekat
kepada Allah, sehingga terasa hilang dirinya, lebur dan kekuasaaNya,
mereka merasa berbicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada
lidah mereka, mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka
berbuat dengan perbuatan Allah.
Kedua pandangan Al-mishri di atas menjelaskan bahwa makrifat kepada
Allah tidak dapat ditempuh melalui pendekatan makrifat kepada Allah tidak
dapat ditempuh melalui pendekatan akal dan pembuktian-pembuktian, tetapi
dengan jalan makrifat batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan
menjaganya dari ketercemasan, sehingga semua yang ada di dunia ini tidak
mempunyai arti lagi. Melalui pendekatan ini, sifat-sifat rendah manusia
perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur
seperti yang dimiliki Tuhan, sampai akhirnya, ia sepenuhnya hidup di dalamNya
dan lewat diriNya.
Al-mishri membagi pengetahuan tentang Tuhan (makrifat) menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Pengetahuan untuk seluruh muslim,
b. Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama, dan
c. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.
Menurut Harun Nasution, pengetahuan jenis pertama dan kedua belum
dimasukkan ke dalam kategori pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya
belum disebut dengan makrifat, tetapi disebut dengan ilmu. Adapun
pengetahuan jenis ketiga baru disebut dengan makrifat. Dari ketiga macam
pengetahuan tentang Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkat auliayah
yang paling tinggi, karena mereka mencapai tingkatan musyahadah. Para ulama
dan filosof tidak bisa mencapai maqam ini sebab mereka masih menggunakan
93
akal untuk mengetahui Tuhan, dan karena akal mempunyai keterbatasan dan
kelemahan.
Dalam perjalanan rohani, Al-misrhi mempunyai sistematika sendiri tentang
jalan menuju tingkat makrifat. Dari teks-teks ajaranya, Abdul Halim Mahmud
mencoba menggambarkan sisitematika Al-misrhi sebagai berikut:
a. Ketika ditanya tentang siapa yang sebenarnya orng bodoh itu, Al-Misrhi
menjawab, “orang yang tidak mengenal jalan menuju Allah dan tidak
ada usaha untuk mengenalNya.”
b. Al-Misrhi mengatakan bahwa jalan itu ada dua macam: Thariq al-inabah
jalan ini harus dimulai dengan meminta dengan cara ikhlas dan benar,
dan thariq al-ihtiba, jalan ini tidak menyaratkan apa-apa pada seseorang.
Ini urusan Allah semata.
c. Di sisi lain Al-mishri menyatakan bahwa manusia itu ada dua macam:
darij dan wasil, Darij adalah orang berjaln menuju jalan iman,
sedangkan wasil, adalah yang berjlan (melayang) di atas kekeuatan
makrifat.
Menurut pengalamanya, sebelum sampai pada maqam al-marifat, Al-mishri
melihat tuhan melalui tanda-tanda kebesarNya yang terdapat di alam semetsta.
Suatu ungkapan puitisnya adalah :
“ya rabbi aku mengenalMu melalui bukti-bukti karyaMu dan tindakanMu.
Tolonglah daku, ya rabbi, dalam memcari rida-Mu dengan ridaku dengan
semangat Engkau dalam kecintaanMu, dengan kesentosaan dan niat teguh.”
Ketika ditanya tentang bagaimana memperoleh makrifat, Al-misrhi
menjawab, “saya mengenal Tuhan dangan (bantuan) Tuhan, kalau bukan karena
bantuanNya, saya tidak munkin mengenalNya. “(arrafu rabbi bi rabbi wa laula
rabbi lama araftu rabbi).” Ungkapnnya itu menunjukan bahwa makrifat tidak
diperoleh begitu saja, tetapi merupakan pemberian Tuhan, rahmat dan
nikmatNya.
Adapun tanda-tanda seorng arif, menurut Al-mishri, adalah sebagai berikut,
a. Cahaya makrifat tidak memadamkan cahaya kewara’annya.
94
b. Ia tidak berkeyakinan bahwa ilmu batin merusak hukum lahir.
c. Banyaknya nikmat Tuhan tidak mendorongnya menghancurkan tirai-
tirai larangan Tuhan.
Paparan Al-mishri menunjukan bahwa seorang arif yang sempurna selalu
melaksanakan perintah Allah, terikat hanya kepadaNya, senantiasa bersamaNya
dalam kondisi apa pun dan semakin dekat serta menyatu kepadaNya.
Maqamat dan akhwal
Pandangan Al-mishri tentang maqamat dikemukakan pada beberapa hal
saja, yaitu at-taubah, ash-shabr, at-tawakal, dan ar-ridha. Dalam dairat Al-
ma’rifat Al-islamiyyat terdapat keterangan berasal dari Al-mishri yang
menjelaskan bahwa simbol-simbol zuhud itu adalah sedikit cita-cita, mencintai
kefakiran, dan memiliki rasa cukup yang disertai dengan kesabaran. Meskipun
demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah maqam yang disebut Al-mishri lebih
sedikit dibandingkan dengan apa yang dikemukakan sejumlah penulis
sesudahnya.
Menurut Al-mishri, ada dua macam tobat, yaitu tobat awam dan tobat
khawas. Orang awam bertobat karena kelalaian (dari mengingat Tuhan). Dala,
ungkapan lain, ia mengatakan bahwa sesuatu yang di anggap sebagai kebaikan
oleh al-abrar dianggap sebagai dosa oleh al-muqarrabin. Pandangan ini mirip
dengan pernyataan Al-junaidi yang mengatakan bahwa tobat adalah “engkau
melupakan dosamu”. Pada tahap ini orang-orang yang mendambakan hakikat
tidak lagi mengingat dosa mereka karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju
pada kebesaran Tuhan dan dzijir yang berkesinambungan.
Lebih lanjut, Al-mishri membagi tobat menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Orang yang bertaubat dari dosa dan keburukannya.
b. Orang yang bertaubat dari kelalaian dan kealfaan mengingat Tuhan.
c. Orang yang bertobat karena memandang kebaikan dan ketaatanya.
Pembagian tobat atas tiga tingkatan tidak harus dilihat sebagai keterangan
yang betentangan dengan apa yang telah disebut diatas. Pada pembagian ini, Al-
mishri membagi lagi orang khawas menjadi dua bagian sehingga jenis tobat
95
dibedakan atas tiga macam. Perkembngan pemikiran itu boleh juga merupakan
salah satu refleksi dari proses pencarianhakikat oleh seorang sufi yang
mengalami tahapan secara gradual.
Keterangan Al-mishri tentang maqam ash-shabr dikemukakan dalam
bentuk kepingan dialog dari sebuah riwayat . suatu ketika ia menjenguk orang
yang sakit. Ketika orang sakit itu merintih, Al-mishri berkata, “ tidak termasuk
cinta yang benar orang yang tidak sabar dalam menghadapi cobaan Tuhan.”
Orang sakit itu kemudian menimpali,”tidak benar pula cintanya orang yang
merasakan knikmatan dari suatu cobaan.”
Berikut ini sebuah contoh uncapan Al-mishri selagi kedua tangan dan
haknya dibelenggu sambil dibawa ke hadapan penguasa dengan disaksikan oleh
orang banyak. Ia berkata, ini adalah salah satu pemberian Tuhan dan
karuniaNya. Semua perbuatan Tuhan merupakan nikmat dan kebaikan.
Berkenaan dengan maqam at-tawakkal, Al-mishri mendifinisikannya
sebagai berhenti memikirkan diri sendiri dan merasa memiliki daya dan
kekuatan. Intinya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah disertai
perasaan yang tidak memiliki kekuatan. Hilangnya daya dan kekuatan seolah-
olah mengandung arti fasif atau mati. Ungkapan seperti ini dikemukakan oleh
Abu yaqub An-Nahnurujuri bahwa at-tawakkal adalah kematian jiwa takala ia
kehilangan peluang, baik yang menyangkut urusan dunia maupun akhirat.
Ketika ditanya tentang ar-ridha, Al-Mishri menjawa bahwa arridha adalah
kegembiraan hati menyambut ketentuan Tuhan baginya, dan Al-Qannan
menyebutnya arridha adalah ketenangan hati dengan berlakunya ketentuan
Tuhan.
Berkenaan dengan ahwaal, Al-Mishri menjadikan mahabbah(cinta pada
Tuhan) sebagai urutan pertama dari empat ruang lingkup pembahasan tasawuf,
sebab tanda orang yang mencintai Allah adalah mengikuti kekasihNya Nabi
Muhammad saw) dalam hal akhlaq, perbuatan, segala perintah dan sunnahnya.
96
Ada tiga simbol mahabbah, yaitu ridha terhadap hal-hal yang tidak
disenangi, berprasangka baik terhadap yang belum diketahui, berlaku baik
dalam menentukan pilihan dan terhadap hal-hal yang diperingatkan.
Dalam salah satu doanya Al-Mishri berkata : Ya Allah, sesungguhnya
rahmatMu yang luas lebih kami dambakan daripada amal yang kami lakukan,
dan kami lebih mengharapkan ampunanMu daripada siksaMu.
3. Abu Yazid Al-Busthami (874 – 947 M)
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Surusyan Al-
Busthami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan wafat tahun 947 M.
Nama kecilnya adalah Taifur, nama kakeknya Surusyan,seorang penganut
agama Zoroaster kemudian masuk Islam di Bustan. Keluarga Abu Yazid
termasuk orang berada di daerahnya, tetapi ia memilih hidup sederhana. Sejak
dalam kandungan mempunyai kelainan, menurut ibunya ia suka beontak bila
ibunya makan makanan yang meragukan kehalalannya. Sewaktu meningkat
remaja, Abu Yazid dikenal juga sebagai murid yang pandai dan seorang anak
yang patuh pada ajaran agama dan berbakti kepada orang tuanya. Suatu kali
gurunya menerangkan suatu ayat dari surat Lukman, “Berterima kasihlah kepada
Aku dan kepada kedua orang tuamu”. Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu
Yazid. Ia berhenti belajar dan menuju rumah untuk menemui ibunya. Ini
gambaran bagaimana ia memenuhi setiap panggilan Allah.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi membutuhkan waktu
puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih
dulu menjadi seorang faqik dari mazdhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang
terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan kepada Abu Yazid tentang
ilmu tauhid, ilmu hakikat dan ilmu lainya. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid
tidak ditemukan dalam bentuk buku.
Dalam menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahu Abu Yazid
mengembara di guru-gurun pasir Syam dengan makan dan minum sedikit sekali.
Ajaran Tasawufnya
F a n a dan B a q a
97
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah f a n a & b a q a
Dari segi bahasa kata fana berasal dari kata faniya yang berarti musnah
atau lenyap. Dalam istilah tasawuf fana adakalanya diartikan sebagai keadaan
moral yang luhur. Abu Bakar Al-Kalabadzi (w. 378 H/988 M) mendefinisikan f
a n a sebagai hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada
pamrih dari segala kegiatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaanya
dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua
kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Pencapaian Abu Yazid ke tahap fana terjadi setelah meninggalkan segala
keinginan selain keinginan kepada Allah, seperti nampak dalam ceritanya :
Setelah Allah menyaksikan kesucian hatiku yang terdalam, aku mendengar puas
dari Nya. Maka diriku dicap dengan keridhaan Nya. Mintalah kepada Ku semua
yang kau inginkan, kata Nya. Engkaulah yang aku inginkan jawabku, karena
Engkau lebih utama daripada anugrah, lebih besar daripada kemuraha, dan
melalui Engkau, akau mendapat kepuasan dalam diri Mu.
Jalan menuju fana menurut Abu Yazid dikisahkan dalam mimpinya
menatap Tuhan. Ia bertanya, bagaimana caranya agar aku sampai pada Mu?
Tuhan menjawab, tinggalkan diri (nafsu) mu dan kemarilah. Abu Yazid sendiri
sebenarnya pernah melontarkan kata fana pada salah satu ucapannya:
Artinya:
Aku tahu pada Tuhan melalui diriku hingga aku fana,
kemudian aku tahu padaNya melalui diriNya, maka akupun
hidup.
Adapun Baqa berasal dari kata baqiya artinya tetap, sedangkan menurut
istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa
tidak dapat dipisahkan dengan paham fana. Keduanya merupakan paham yang
berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana, ketika itu pula ia sedang
mengalami baqa. Dalam menerangkan kaitan fana dan baqa Al-Qusyairi
menyatakan:” Barang siapa meninggalkan perbuata-perbuatan tercela, maka ia
sedang fana dari syahwatnya. Tatkala fana dari syahwatnya, ia baqa dalam
98
niat dan keikhlasanibadah. Barang siapa yang hatinya zuhud dari keduniaan,
maka ia sedang fana dari keinginanya, berarti pula sedang baqa dalam
ketulusan inabahnya”.
Ittihad
Ittihad adalah tahapan berikutnya yang dialami seorang sufi, setelah
melalui tahapan fana dan baqa. Hanya saja dalam literatur klasik pembahasan
tentang ittihad ini tidak ditemukan, tetapi menurut Harun Nasution uraian
tentang ittihad banyak terdapat dalam tulisan(buku) para orientalis.
Dalam tahapan ittihaad seorang sufi bersatu dengan Tuhan . Antara yang
mencintai dan yang dicintai menyatu baik substansi maupun perbuatannya.
Dalam paparan Harun Nasution ittihad adalah satu tingkatan dimana seorang
sufi telah merasa dirinya menyatu dengan Tuhan., satu tingkatan dimana yang
menyintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka
dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata “Hai aku. Harun juga
menjelaskan bahwa dalam ittihaad yang dilihat hanya satu wujud, sungguhpun
sebenarnya ada dua wujud yang berpisah antara satu dengan yang lain. Karena
yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, dalam ittihaad bisa terjadi
pertukaran antara yang mencintaidan yang dicintai yaitu antara sufi dengan
Tuhan.
Dengan fananya Abu Yazid meninggalkan dirinya dan pergi ke hadirat
Tuhan. Bahwa ia telah berada dekat dengan Tuhan dapat dilihat dari syathahat
yang diucapkannya.
Syathahat adalah ucapan yang dikeluarkan seorang sufi ketika ia mulai
berada dipintu gerbang ittihaad. Ucapan yang belum pernah terdengar dari sufi
sebelum Abu Yazid umpamanya :
Artinya : Aku tidak heran terhadap cintaku pada Mu, karena aku hanyalah
hamba yang hina, etapi aku heran terhadap cintaMupadaku, karena E adalah
Raja Mahakuasa.
4. Abu Manshur Al-Hallaj (855 – 922 M.)
99
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur
bin Muhammad Al-Baidhawi, lahir di Baida, sebuah kota kecil di Persia lahir
244 H/855M. Usia 16 tahun ia belajar kepada seorang sufi terkenal yaitu Sahl
bin Abdullah At-Tusturi di Ahwaz. Kemudian belajar lagi kesufi Amr Al-Makki
dan kemudian kepada sufi Al-Junaid. Setelah itu ia pergi mengembara dari satu
negri kenegri lain utuk mendalami ilmu tasawuf, ia pernah ke Khurasan, Ahwaz,
India, Turkistan dan Mekah, ia digelari Al-Hallaj karena penghidupanya dengan
menjadi pemintal wol. Ia kembali ke Bagdad tahun 296 H/909 M. Dan makin
banyak pengikutnya.
Ucapan yang terkenal dari Al-Hallaj adalah “ana al-haqq” yang tidak bisa
dimaafkan oleh para ulama fiqh, sehingga ia ditangkap dan dipenjara. Satu tahun
kemudian ia dapat lolos dari penjara berkat ditolong oleh sipir penjara, tetapi
kemudian ia tertangkap lagi di kota Sus. Setelah mengalami penjara delapan
tahun Al-Hallaj di hukum gantung, sebelum dieksekusi beliau meminta untuk
salat dua rakaat dan wafatlah ia thn 922 M. Kematian Al-Hallaj tidak membuat
gentar para pengikutnya. Ajarannya terus berkembang dan makin banyak
pengikutnya menamakan diri “hallajiah”.
Ajaran Tasawuf Al-Hallaj
Al-Huluul dan Wahdat Asy-Syuhud adalah ajaran tasawufnya Al-Hallaj,
yang kemudian melahirkan paham “wihdat al-wujud” (kesatuan wujud) yang
dikembangkan Ibn ‘Arabi. Al-Hallaj memang pernah mengaku bersatu dengan
Tuhan. Kata Al-Huluul berdasarkan pengertian bahasa berarti menempati suatu
tempat. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf berarti paham yang mengatakan
bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat
didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu
dilenyapkan.
Al-Hallaj berpendapat bahwa dalam diri manusia sebenarnya ada sifat-sifat
ketuhanan. Ia menakwilkan :
Artinya :
100
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat,
Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis;
ia enggan dan takabur dan adlah ia termasuk golongan orang-
orang kafir.” (Q.S. Al-Baqarah: 34)
Teori diatas tampak dalam sya’irnya:
Artinya :
Mahasuci Dzat yang bersifat kemanusiaan-Nya membuka rahasia
ketuhanan-Nya yang gemilang.
Kemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyata. Dalam
bentuk manusia yang makan dan minum.
Melalui sya’ir di atas, tampaknya Al-Hallaj memperlihatkan bahwa Tuhan
mempunyai dua sifat dasar, sifat ketuhanan-Nya sendiri (Lahut) dan sifat
kenanusiaan (nasut). Jika nasut Allah mengandung tabiat seperti manusia yang
terdiri dari roh dan jasad, Lahut tidak dapat bersatu dengan manusia, kecuali
dengan cara menempati tubuh setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang, seperti
yang terjadi pada diri Isa.
Oleh karena itu, Al-Hallaj mengatakan dalam sya’irnya :
Artinya :
“Jiwamu disatukan dengan jiwaku sebagaimana anggur disatukan dengan
air suci
Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula,
dan ketika itu dalam tiap hal Enkau adalah aku
Aku adalah ia yang kucintai dan ia yang kucintai adalah aku,
kami adalah jiwa yang bertempat pada satu tubuh.
Jika engkau lihat aku, engkau lihat ia
Dan jika engkau lihat ia, engkau lihat kami.”
C. TASAWUF FALSAFI
101
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajaranya memadukan antara
visi mistis dan visi rasional penggasasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlaqi,
tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapanya.
Menurut At-Taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam
khazanah Islam sejak abad keenam hijriyah, meskipun para tokohnya terkenal
seabad kemudian.
Tasawuf falsafi memiliki obyek tersendiri yang berbeda dengan tasawuf
sunni. Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip oleh At-Taftazani dalam karyanya Al-
Muqaddimah, memyimpulkan bahwa ada empat obyek utama yang menjadi
perhatian sufi falsafi, yaitu:
1. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta introspeksi diri yang timbul
darinya. Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan (maqom) maupun
keadaan (haal) rohaniah serta rasa (dzauq), para sufi falsafi cenderung
sependapat dengan para sufi sunni, sebab masalah tersebut tidak dapat
ditolak oleh siapapun.
2. Iluminasi atau haqikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat
robbani, ‘arsy, kursiy, malaikat, wahyu, kenabian, roh, realitas haqikat
yang wujud, yang gaib maupun yang nampak, susunan kosmos dan
segala penciptaanya. Para sufi berlatih rohani untuk mematikan
kekuatan syahwat serta digairahkan dengan menggiatkan dzikir, sebaba
dengan dzikir jiwa dapat memahami realitas haqikat.
3. Peristiwa-peristiwa dalam kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai
kekeramatan/keluarbiasaan.
4. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pegertianya
samar(syathahiyyat)yang telah melahirkan reaksi menyetujuai atau
mengingkari sehingga menginterpretasikan yang berbeda-beda. Selain
tersebut di atas tasawuf falsafi mempunyai beberapa karakteristi khusus:
Pertama, tasawuf filosofis banyak mengkonsepsikan pemahaman ajaran
dengan menggabungkan antara pemikiran filosofis dengan perasaan
(dzauq). Kedua, Sebagaimana tasawuf yang lain, tasawuf falsafi
102
didasarkan pada latihan rohani (riyadhah) untuk mencapai kebahagiaan
melalui peningkatan akhlaq. Ketiga, Tasawuf falsafi memandang
iluminasi sebagai metode untuk mengetahui berbagai haqikat realita,
yang menurut penganutnya bisa dicapai dengan fana. Keempat, para
penganut tasawuf falsafi selalu menyamarkan ungkapan tentang haqikat
realitas dengan berbagai simbulatau terminologi.
103
keras dalam mengecam dan mengkritik ajaran sentran tersebut bebegitupun ibn
taimiyyah berjasa dalam mempopulerkan ajaran tersebut walaupun tujuannya
negatif.
Menurut ibn taimiyyah, Wahdat al wujud adalah penyamaan Tuhan dengan
alam. Menurut penjelasanya orang orang mempunyai paham Wahdat al wujud
mengatakan bahwa wujud itu sesungguhnya hanya satu dan wajib al wujud yang
dimiliki oleh khaliq juga mumkin al-wujud yang dimiliki oleh mahluk. Selain
itu, orang orang yang mempunyai paham Wahdat al wujud itu juga mengatakan
bahwa wujud alam sama dengan wujud tuhan, tidak ada perbedaan.
Dari pengertian itu ibn taimiyyah telah menilai ajaran sentral Ibn ‘Arabi
dari aspek tasybihnya (penyerupaan khaliq dengan mahluknya) saja, tetapi
belum menilainya dari aspek tanzihnya (penyucian khalik) sebab keduanya
berada didalam ajaran Ibn ‘Arabi.
Menurut Ibn ‘Arabi wujud semua yang ada ini hanya satu dan wujud
mahluk pada hakikatnya adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara
keduanya ( khalid dan mahluk ) dari segi hakikat. Adapun kalau ada yang
mengira bahwa antara wujud khalik dan mahluk ada perbedaan hal itu dilihat
dari sudut pandang pancaindra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya
dalam menangkap hakikat yang ada pada Dzat-nya dari kesatuan dzatiyah yang
segala sesuatu berhimpun padaNYa. Seperti yang tersimpul dalam ucapan Ibn
‘Arabi berikut “ mahasuci tuhan yang telah menjadikan segala sesuatu dan dia
sendiri adalah hakikat segala sesuatu itu’
Menurut Ibn ‘Arabi, wujud alam pada hakikatnya adalah wujud allah dan
Allah adaldah hakikat alam. Tidak ada perbedaan antaa wujud yang qadim yang
disebut khaliq dengan wujud yang baru yang disebut mahluk. Tidak ada
perbedaan antara a bid (menyembah) dengan ma’bud (yang disembah) bahkan,
antara yang menyembah dan yang disembah adalah satu. Perbedaan itu hanya
pada rupa dan ragam dari hakikatn yang satu.
Kalau antara khaliq dan mahluk bersatu dalam wujudnya mengapa terlihat
dua? Ibn ‘Arabi menjawab sebabnya adalah manusia tidak memandangnya dari
104
sisi yang satu, tetapi memandang keduanya dengan pandangan bahwa keduanya
adalah Khaliq dari sisi yang satu dan mahluk dari sisi yang lain. Jika mereka
memandang keduanya dari sisi yang atu, atau keduanya . adalah dua sisi untuk
hakikat yang satu mereka pasti akan dapat mengetahui hakikat keduanya. Yakni
dzatnya satu yang tidak terbilang dan berpisah.
Dari keterangan diatas terkesan bahwa wujud tuhan adlaah wujud juga
wujud alam dan wujud tuhan bersatu dengan wujud alanm yang dalam istilah
barat disebut panteisme dan didefinisikan Henry C Theissen seperti berikut. .
panteisme adalah teori yang berpendapat bahwa segala sesuatu yang terbatas
adalah aspek modifikasi atau bagian belaka dari satu wujud yang kekal dan ada
dengan sendirinya. Ia memandang Tuhan sebagai satu dengan natural (alam|) .
tuhan adlah semuany, semuanya adalah Tuhan. Ia muncul dalam berbagai
bentuk masa kini yang diantaranya mempunyai pula unsur unsur atestik,
politeistik dan teistik.
Perlu di ingat bahwa apabila Ibn ‘Arabi menyebut wujud, maksudnya
adalah wujud yang mutlak yaitu wujud tuhan, satu satu wuju, sedangkan wujud
yang ada pada alam, hakikatnya adalah wujud tuhan yang di pinjamkan
kepadanya. Untuk memperjels uraiannya, Ibn ‘Arabi memberikan contoh berupa
cahaya hanya milik matahari, tetapi cahaya itu di pinjamkan kepada para
penghuni bumi
Dalam bentuk lain, dapat dijelsakan bahwa mahluk disiptakan oleh khalik
(tuhyan) dan wujudnya bergantung pada wujud tuhan senagai sebab dari segala
yang berwujud selain tuhan.; yang berwujud selain tuhan tidak akan mempunyai
wujud, seandainya tuhan tidak ada.
Selanjurnya ibn adarabi menjelaskan hubungan tuhan dengan alam, alam
adalah bayangan tuhan atau bayanagn wujud yang hakiki dan alam tidak
mempunyai wujud yang sebenarnya. Oleh karena itu alam merupakan tempat
tajali dan mazhar (penampakan ) tuhan dari asma dan sifat allah yang terus
menerus.
b. Haqiqah Muhammadiyyah
105
Haqiqah Muhammadiyyah adalah turunan dari konsep Wahdat Al Wujud.
Tuhan adalah pencipta alam semesta adapun proses pendiptaannya dalah sebagai
berikut:
1. Tajali dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah
2. Tanazul dzat tuhan dari alam ma’ani ke alam (ta’ayyunat) realitas realitas
rohaniah yaitu alam arwah yang mujarrad
3. Tanazul kepada realitas realitas nafsiah, yaitu alam nafsiah berpikir
4. Tanazultuhan dalam bentuk ide materi yang bukan materi, yaitu alam
mitsal (ide) atau khayal)
5. Alam materi, yaitu alam indrawi
106
memandang semua apa saja sebagai dari ruang lingkup realitas dzat Tuhan yang
tunggal sebagaimana yang dikemukakannya dalam sya’irnya,
kini kalbuku bisa menampung semua
Ilalang perburuan kijang atau biara pendeta
Kuil pemuja berhala dan mashaf Al-quran
Aku hanya memeluk agama cinta kemanapun
Kendaraan-kendaraanku menghadap.
Karena cinta adalah agamaku dan imanku.
Menurut para penulis, pernyataan Ibn’ arabi ini terlalu berlebihan dan tidak
punya landasan yang kuat sebab agama-agama berbeda-beda satu sama lain.
2. Al-Jili (1365-1417)
Biografi Singkat Al-jili
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim Bin Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada
tahun 1365M. Di Jilan(Gilan), sebuah profinsi di sebelah selatan Kaspia dan
wafat pada tahun 1417 M. Nama Al-Jili diambil dari tempat kelahirannya di
Gilan. Ia adalah seorang sufi yang terkenal dari Bagdad. Riwayat hidupnya tidak
banyak diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan
bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke idia tahun 1387 M. Kemudian belajar
tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir AL-jaelani, seorang pendiri dan
pemimpin terekat qadiriyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula
pada syekh syarafuddin ismail bin ibrahim Al-jabarti di zabid (yaman) pada
tahun 1393-1403 M.
Ajaran Tasawuf Al-jili
a. Insan Kamil
107
Ajaran tasawuf Al-jili yang terpenting adalah paham insan kamil (manusia
sempurna). Menurut Al-jili, insan kamil adalah nuskah atau copy Tuhan, seperti
disebutkan dalam hadist:
Artinya:
“Allah menciptakan Adam dalam bentuk yang Maharaman”
Hadist lain:
Artinya:
“Allah menciptakan Adam dalam bentuk diri-Nya”
Sebagaimana diketahui, Yuhan memiliki sifat-sifat seperti hidup, pandai,
mampu berkehendak, mendengar, dan sebagainya. Manusia (Adam) pun
memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah Tuhan huwiyah
Adam, subtansi, huwiyah Tuhan dihadapkan dengan Huwiyah Adam, aniyah-
Nya disandingkan dengan aniyah Adam, dan dzat-Nya di hadapkan pada dzat
Adam, dan akhirnya adam berhadapan dengan Tuhan dalam segala hakikatnya.
Melalui konsep ini, kita memahami bahwa Adam dilihat dari sisi penciptaanya
merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesempurnaanya. Sebab,
pada dirinya terdapat sifat dan nama ilahiah.
108