Pendahuuluan
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan allah dibekali dengan fitrah. Dengan fitrahnya,
manusia tertarik untuk melakukan kebaikan dan menolak segala keburukan (
)جلب المصالح ودرء المفاسدsecara naluri manusia juga menginginkan hal-hal yang
bernilai maslahah dan menghindari segala hal yang berbau mafsadah. Ini
termasuk salah satu nilai universal yang aksiomatik dan tidak dapat dibantah
lagi .1
Dalam salah satu redaksi ayat alquran terkait penciptaan manusia terdapat
dalam surah al-Baqoroh ayat 30 :
ۖ ٓ
ا66َ ُد فِيه6ا َمن ي ُۡف ِس66َ ُل فِيه6ا َأت َۡج َع6ْالُ ٓو66َة ق6ٗ 6َض خَ لِيف
ِ ل فِي ٱَأۡل ۡرٞ اع ِ َوِإ ۡذ قَا َل َربُّكَ لِ ۡل َم ٰلَِئ َك ِة ِإنِّي َج
َال ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم َما اَل ت َۡعلَ ُمون َ َك َونُقَدِّسُ لَ ۖكَ ق
َ ك ٱل ِّد َمٓا َء َون َۡحنُ نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِدُ َِويَ ۡسف
Artinya: tuhanmu telah berfirman kepada seluruh malaikat sesungguhnya
aku menciptakan ( manusia) menjadi khalifah di bumi, malaikat
mengomentari : apakah engkau akan menciptakan makhluk yang akan
merusak dan menumpahkan darah di bumi sementara kami senantiasa
bertasbih dengan memuji keagungan mu dan mensucikanmu? Kemudian allah
berfirman : sesungguhnya aku lebih mengetahui apa-apa yang tidak kalian
ketahui.
Dari ayat ini menimbulkan sebuah kontradiksi antara para malaikat dan
sang pencipta. Para malaikat menilai bahwa makhluk yang diciptakan oleh
allah untuk mengurus bumi hanya akan merusak dan menumpahkan darah,
namun dibalik keterbatasan pengetahuan yang dimiliki malaikat tidak mampu
mengetahui rencana besar tuhan. Yang kelak menciptakan makhluk berjenis
manusia bernama adam dan hawa – Cikal bakal nenek moyang umat manusia.
Yang perlu dipertegas dalam ayat ini adalah konteks lafadz ( من يفسد فيها
2
(Jalaluddin Rumi, Fihi Ma Fihi. Yogyakarta. Kakatua. Hal : 125)
3
(ibid. 125)
dan yang memiliki cara berpikir terbaik akan jauh lebih unggul. Cara berpikir
berbeda dengan kepintaran alami. Cara berpikir merupakan kombinasi
kepintaran dan kecerdasan.4
Namun dalam mencapai cara berpikir yang baik untuk mewujudkan
kepintaran dan kecerdasan. Kita harus memiliki pemahaman terkait menjaga
akal kita sebaik-baiknya. Sebagian cara menjaga akal adalah tidak merusak
akal kita sendiri, baik melalui minuman, makanan dan pemikiran yang
negative.sebab dampak dari rusaknya akal tidak terlepas hilangnya control
akal terhadap perilaku, ucapan dan lingkungan sekitar yang akan
menimbulkan mafsadah (kerusakan).
Oleh karena itu, maka dalam kajian risalah ini yang sebagai vsyarat
kelulusan santri Ma’had Aly Lirboyo Kediri. Saya mengajukan judul “Telaah
Maqoshidus Syari’ah Hifz Al-Aqli Persepektif Syekh Izzuddin bin Abdi
Salam”, menimbang dari sudut pandang beliau yang merupakan sulthonul
auliya’dan ahli dalam bidang tasawwuf. Diharapkan kajian ini tidak seputar
hokum dzohir saja, melainkan akan mencoba mengupas segi tasawwufnya.
Sebab syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Orientasi sejatinya
adalah menjadikan manusia berakhlakul karimah, sebagaimana sabada nabi,
6ِ ت ُأِلتَ ِّم َم َم َك
ارم َاَأل ْخاَل ق ُ ِإنَّ َما ب ُِع ْث
B. Rumusan Masalah
Telaah ini tertuju pada kajian pustaka terhadp kitab Qowaidu al-ahkam fi
mashalih al-anam karya Syekh Izzuddin bin Abdissalam atas sudut pandang
beliau terkait Maqoshidus Syari’ah Hifz Al-Aqli, maka telaah ini dirumuskan
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep Maqoshidus Syari’ah Hifz Al-Aqli persepektif Syekh
Izzuddin bin Abdissalam?
2. Bagaimana konsep maslahah dan mafsah dalam penerapan Maqoshidus
Syari’ah Hifz Al-Aqli yang ditawarkan Syekh Izzuddin bin Abdissalam?
BAB III
4
(Mockhtar Prakoso & Harti Muthio Rahmi, S.Psi., M.Psi.. Sni Menjadi Pribadi Berpengaruh Dan
Disukai. Yogyakartra, Psikologi Corner. Hal :114)
Kerangka Konseptual
A. Telaah
Telaah dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki arti :
Penyelidikan, Kajian, pemeriksaan, penelitian. Dari beberapa arti ini
berarti proses dalam mentelaah masalah dimulai dari menyelidiki,
mengkaji, memeriksa dan meneliti lebih lanjut.
B. Maqashidus Syariah
1. Pengertian Maqashidus Syariah
Menurut syekh as-syathiby dan Ramadhan albuthi maqasidhus
Syariah adalah nilai universal yang terkandung dalam hukum-hukum
particular dan digali melalui metode induksi terhadap hokum-hukum
particular tersebut.5
Sedangkan menurut syekh wahbah az-zuhaili secara global,
maqashidus Syariah adalah menjaga keseimbangan alam raya dan
membatasi aktivitas manusia supaya tidak jatuh ke jurang kerusakan
dan kerugian. Ini tercermin dalam firman allah “ sesungguhnya kami
telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa alkitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (Qs. Alhadid
[57] : 25). Proyek besar tuhan tersebut terjabarkan menjadi lima besar
(istilah ) yaitu melindungi agama ( hifdh ad-din) menjaga jiwa (Hifdh
An-Nafs) menjaga Harta (Hifdh Al-mal) menjaga akal (hifdh al-aql)
dan menjaga keturunan ( hifdh an- nasl) atau dikenal dengan al-
kulliyat al-khamsah .6
Kemudian perbedaan pendapat ini dikerucutkan oleh pendapat
imam ghozali dan syekh al-izz ad-din ibn abd as-salam. Untuk
menggiringnya kepada tujuan adanya konsep maqashidus Syariah
sebagai metode mewujudkan maslahah. Sebab menurut al- Ghazali
maslahah adalah menjaga maqashidus Syari’iyyah (tujuan utama
5
TIM KODIFIKASI SNTRI LIRBOYO 2008 (KASTURI).Op.Cit, h.68.
6
Wahbah Az-Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islamy, Damaskus, Dar al-Fikr, cet. XIV, 2006, vol II, hal.
309-310.
Syariat) yang lima yaitu melindungi agama, melindungi jiwa dan
keselamatan fisik, melindungi akal, melindungi keturunan, dan
melindungi harta.7
Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa tujuan dari maqashidus
syari’ah dalah menjaga manusia dalam mewujudkan kemaslahatan dan
menghilangkan atau mencegah terwujudnya kerusakan. Dan semua
terangkum dalam qoidah ( rumusan ) fiqh yang berupa جلب المصالح
7
Muhammad ibn Muhammad al-Ghozaly, al-Mustashfa, dar al-Kutub al-Islamiyyah, Beirut, 2000,
hal. 174
e. Hifdh Al-Mal
Hifdh Al-mal berarti melindungi harta dari kerusakan dan
menghindarkan (harta) jatuh ke tangan orang lain tanpa prosedur yang
legal ( sesuai) Syara’.8
C. Hifdh Al-Aql
Pengertian hifdh al-aql
Hifdh al-aql tersusun dari 2 kata Bahasa arab berupa hifdh yang
berarti menjaga, dan al-aql yang berarti akal, pikiran , kesadaran, atau
control diri. Akhirnya kesimpulan dari definisi ini adalah melindungi akal
dari segala hal yang merusak daya piker atau kesadaran manusia.
D. Profil Syekh Izzudin bin Abdissalam
1. Nama panggilan, kelahiran dan gelar.
Nama lengkap beliau adalah al-imam Abu Muhammad izzudin
abdul aziz ibn abdissalam ibn abi qosim ibn hasan ibn Muhammad
ibnmuhadzab as-sulamy ad-dimsyaqi asy-syafi’i.
Panggilan: beliau lebih dikenal dengan nama kunyah ibn
abdissalam.
Kelahiran: para sejarawan berbeda pendapat mengenai tahun
kelahiran beliau. Ada yang berpendapat, beliau dilahirkan pada tahun
577 H ada juga yang mengatakan beliau dilahirkanpada tahun 587 H.
Terkait perbedaan pendapat ini pendapat pertama lebih Rajih
( unggul) karena beliau wafat diumur delapan puluh tahun. Sementara
itu, ada kesepakatan di antara ulama bahwa beliau meninggal pada
tahun 660 H. Dan dilahirkan di Damaskus, sebagaimana yang tertulis
dalam referensi -referensi yang terpercaya.9
Gelar ( Syekh) Izzudin , sesuai dengan adat dimasa itu yang
memang para khalifah, raja, pejabat, dan para ulama sering memakai
nama gelar sebagai tambahan dari nama asli. Sedang nisbat
(penyandaran) kepada ( kata ) din (Agama) secara khusus adalah untuk
8
TIM KODIFIKASI SNTRI LIRBOYO 2008 (KASTURI).Op.Cit, h.71-73.
9
‘Izz Ad-Din ‘Abd Al-‘Aziz Ibn ‘Abd As-Salam As-Sulamy, Qowa’id Al-Ahkam Fi Masholih Al-
Anam, Beirut, Dar-Alkutub Al-Ilmiyyah, Cet. Ket-4, 2015, Vol. I, Hal. 35
mengharap dekat pada agama allah. Serta cinta dan menghubungkan
diri pada-nya, mengharap keutamaan-nya, senang menjadi pelayan-
nya, dan bangga dengan-nya. Hal itu disebabkan agama mempunyai
posisi penting dihati manusia dan mendapat perhatian dari mereka.
Atas dasar itu beliau diberi gelar Izzudin dan disingkat dengan al-
izzu. Julukan ini sering digunakan banyak orang dan banyak
ditemukan dalam sejarah, biografi dan disiplin ilmu fikih. Beliau juga
dikenal dengan gelar sulthan al-ulama’ ( Raja Para Ulama).10
Gelar ini ( sulthan Al-ulama) diberikan oleh muridnya, syekh ibnu
daqiq al-id. Sebab beliau diberi julukan ini berkat usahanya yang keras
dalam mengangkat posisi dan nama baik ulama pada masanya. Usaha
itu beliau implementasikan dalam siakp sikapnya, sebagaimana yang
akan kamu ketahui nanti ketika beliau melawan para hakim, sultan,
dan pejabat pemerintah yang disebabkan perilaku-perilaku mereka
yang menyimpang. Beliau melawan mereka dengan argument dan
keterangan, hingga mampu mengalahkan mereka.
Dengan sikapnya yang keras ini, beliau menjadi pemimpin para
ulama meskipun hal itu menyebabkan kelelahan dan kepayahan yang
beliau terima.11
10
Syekh Ahmad Farid, Min A’lam As-Salaf, terj. Masturi irham, LC & Asmu’i Tamam, LC, 60
BIOGRAFI ULAMA SALAF, Jakarta timur, pustaka al-kautsar, cet. X, 2019, h. 741-742.
11
Dikutip secara ringkas dari al-izzu ibn abdissalam sulthon al-auliya’ waba’I al-Muluk (silsilah
A’lam Al-muslim) karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili, cetakan Dar Al-Qolam, Damaskus, hlm. 41-42