Anda di halaman 1dari 14

HIFDZU AL-AQLU (PERLINDUNGAN TERHADAP AKAL)

DALAM MAQASHID SYARIAH

Abdul Hafid
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palu
hfdxerdan@gmail.com
Abstrak

Manusia adalah makhluk istimewa, memiliki jasad dan ruh, akal dan nafsu.
Dengannya menjadikan manusia menjadi makhluk potensial, karenanya manusia
bisa menjadi mulia dan juga bisa menjadi hina. Agar terjaga syariat, akal harus
dijaga, dan supaya agama lestari akal harus berdaya.
Ruh memiliki fungsi tertentu yaitu sebagai akal, fikr, qalb, fuad dan lub.
disamping mengimani dan mensyukurinya akal harus juga dipelihara dengan
cara bimbingan agama, sebab tanpa agama maka akalnya manusia dapat
menhancurkan sesamanya, bisa tersesat dan tanpa bimbingan agama belum tentu
memberi manfaat bagi kehidupan sebaliknya menimbulkan malapetaka.
Kata kunci:akal, maqashid, syariah

A. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, campuran antara jasad dan
ruh. Secara fisik manusia akan hidup seperti binatang, untuk makan, minum,
bergerak, berkemauan/ bernafsu, tumbuh dan bernafas. Istimewa dengan bakat
atau karakter mulia yang hanya menjadi miliknya, yaitu ruh. Di mana ruh
memiliki fungsi tertentu yaitu sebagai akal, fikr, qalb, fuad dan lubb. Jika ia
mengetahui bagaimana mengisvestasikannya dalam lingkup pancaran hidayah
religius maka ia akan berkedudukan lebih tinggi dari malaikat. Manusia juga
dihiasi dengan kemampuan ruhiyah (spiritual) yang hanya menjadi ciri khususnya
dan tidak untuk makhluk lainnya, menjadikannya bisa menerima pembebanan
tanggungjawab agama, agar ia bisa membedakan antara yang baik dan buruk.
Dengan tabiat spiritual ini ia berhak untuk langgeng di negeri akhirat. Manusia
dituntut untuk selaras dengan peran manusiawi yang difitrahkan Allah swt. atas
dirinya, tidak hanya beribadah seperti malaikat, agar ia memberikan hak kepada
fisiknya dan mentalnya tanpa condong kepada salah satunya.
Akal merupakan anugerah yang telah diberikan Allah kepada manusia,
dengan akal, manusia dapat berpikir dan mendapatkan pengetahuan, sehingga
mereka dapat mengetahui dan membedakan mana yang baik dan buruk. Akal
merupakan potensi yang diberikan Allah hanya kepada manusia, sehingga mereka
dapat mengemban amanah yang diberikan Allah. Dalam Islam, akal memiliki
posisi yang sangat mulia. Meski demikian, bukan berarti akal diberi kebebasan
tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan
akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalu cocok

1
dengan syariat Allah swt, dalam permasalahan apapun. Akal adalah nikmat besar
yang Allah swt titipkan dalam diri manusia. Nikmat yang bisa disebut hadiah ini
menunjukkan akan kekuasaan Allah swt yang sangat menakjubkan. Allah swt
juga menjadikan akal sebagai tempat bergantungnya hukum sehingga orang yang
tidak berakal tidak dibebani hukum. Oleh karenanya banyak ayat al-Qur’an yang
memberi semangat untuk menggunakan akalnya sebaik mungkin.
Karena begitu mulia dan pentingnya akal bagi manusia itulah Islam
memberikan perlindungan terhadapnya, agar tidak rusak dan berfungsi
sebagaimana mestinya. Seperti Allah swt mengharamkan khamr untuk menjaga
akal. Islam sangat memperhatikan perlindungan untuk tiap individu, yakni melalui
perlindungannya untuk semua urusan individu yang bersifat materi dan moral.
Islam menjaga kehidupan tiap individu; menjaga semua yang menjadi sandaran
hidupnya dengan menjadikan akal sebagai salah satu dari lima perkara yang harus
dilindungi yaitu: agama, akal, harta, jiwa dan kehormatan. Perlindungan yang
diberikan agama Islam adalah perlindungan untuk sesuatu yang orang lain haram
mempermainkan atau menganiayanya. Maka sudah semestinya diketahui lebih
lanjut maslahat dari hifdz al-‘aql, fungsi akal, bagaimana Islam memberikan
perlindungan terhadap akal dan cara memelihara akal agar menjadikan manusia
hidup dengan harmonis terhindar dari segala hal-hal yang merusaknya dan kelak
menjadikannya ahsanu taqwim atau sebaik-baiknya penciptaan.

B. PENGERTIAN AKAL
Kata akal berasal dari bahasa arab, dari kata al-‘aql yang merupakan kata
benda, terdapat dalam al-Qur’an dalam bentuk fi’il mudhari’, terutama materi
yang bersambung dengan wawu jama’ah, seperti bentuk ta’qilun, ya’qilun,
‘aqala, na’qilu, dan ya’qilu, “menurut Harun Nasution artinya paham dan
mengerti.1 Menurut Toshihiko Izutsu Kata ‘aql adalah mashdar dari kata ‘aqola –
ya’qilu ‘aqlan yang maknanya adalah “fahima wa tadabbaro“ artinya paham,
tahu, mengerti dan memikirkan atau menimbang. Maka al-‘aql, sebagai
mashdarnya, maknanya adalah kemampuan memahami dan memikirkan sesuatu.
Sesuatu itu bisa ungkapan, penjelasan, fenomena, dan lain-lain, semua yang
Ditangkap Oleh Panca indra.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal merupakan bagian dari kata
benda yang memiliki pengertian daya pikir (untuk mengerti dsb), pikiran, ataupun
ingatan. Atau bermakna daya upaya, ikhtiar, jalan atau cara melakukan sesuatu. 3
Akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang

1
Abuddin Nata, metodologi studi Islam, (jakarta: PT. Rajagrafindo,2002). h 130
2
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap Al Quran,
(Yogyakarta:Tiara Wacana, 1997). h 197
3
Kamus besar bahasa indonesia versi online http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?
keyword=akal&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel

2
berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai
benar atau salah4. Al-Qur’an surat al-baqarah ayat 164 menjelaskan:

‫ِر‬ ‫ِك َّل ِر ىِف‬ ‫ِر‬ ‫ِتَٰل ِف َّل‬ ‫ِت‬ ‫ِإ ىِف ِق‬
‫َّن َخ ْل ٱلَّس َٰم َٰو َو ٱَأْلْر ِض َو ٱْخ ٱ ْي ِل َو ٱلَّنَه ا َو ٱْلُف ْل ٱ ىِت ْجَت ى ٱْلَبْح َمِبا َينَف ُع ٱلَّناَس‬
‫ٓا َأن َل ٱلَّلُه ِم ٱلَّس ٓاِء ِم ن َّم ٓاٍء َفَأ ا ِبِه ٱَأْل َض ْع َد َهِتا َّث ِفي ا ِم ن ُك ِّل َدٓاَّبٍة َتْص ِر يِف‬
‫َو‬ ‫ْر َب َمْو َو َب َه‬ ‫ْحَي‬ ‫َن َم‬ ‫َو َم َز‬
‫ٱلِّر َٰيِح َو ٱلَّس َح اِب ٱْلُمَس َّخ ِر َبَنْي ٱلَّس َم ٓاِء َو ٱَأْلْر ِض َل َءاَٰيٍت ِّلَق ْو ٍم َيْعِق ُلوَن‬
Yang artinya
“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan
siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-
benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang
Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan
di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis
binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk
(kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi;
sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah,
kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang
menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun)” (QS, al-baqarah: 165)

Dari ayat di atas telah disinggung mengenai kata afala ta’qilun, yang
bermakna tidaklah kamu berfikir, merupakan bentuk istifham inkari (pernyataan
negatif) yang bertujuan memberikan dorongan dan membangkitkan semangat. 5
Kata Ta’qilun berarti kamu mengerti atau memahaminya” berkaitan dengan ayat-
ayat yang Allah swt jelaskan serta harus dimengerti, baik ayat tertulis maupun
yang tidak tertulis tapi dapat dilihat.6
Kata ya’qilun adalah bentuk fi’il mudhari’ untuk orang ketiga jamak, dalam
ayat lain ditampilkan laa ya’qilun yang berarti tak mau berfikir atau tidak mau
mempergunakan akal atau mereka tidak berfikir, merupakan penyataan yang
bersifat negatif sebagai cercaan terhadap mereka yang tidak menggunakan akal
mereka yang dianugrahkan Allah swt, bahkan mereka menafikan akal tersebut
sama sekali sehingga mereka bersifat statis, membeo, dan ingkar. 7 Singkatnyaa
akal (‘aql) itu adalah pikiran (mind) atau pemahaman.
Dalam al-Qura’an kata akal disebut juga dengan istilah hijr yang bermakna
pencegah, menurut Raghib al- ashfahani bahwa akal dinamakan hijr karena
manusia dengan akalnya mencegah dirinya mengikuti nafsu. Selain itu akal
disebut juga fu’ad baik dalam bentuk tunggal maupun jamak. Karena ia termasuk

4
Dani Vardiayansah. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Indeks. Jakarta 2008) h 8
5
Yusuf al-Qardhawi, al-Qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan, (jakarta: gema insani
prees, 1998) h. 19
6
Ibid, h 23
7
Ibid, h 24

3
dalam salah satu dari ketiga perangkat pokok ilmu pengetahuan yaitu
pendengaran, penglihatan, dan fu’ad atau qalb.8 Selain itu Kata ulul al-bab atau
ulil al-bab dalam al- Qur’an adalah sebutan lain dari akal yang di identikan
dengan kata lub jamaknya al-albab, sehingga kata Ulul al-bab dapat diartikan
orang-orang yang berakal.9
Imam al-Baqa’i berkata, “Al-bab adalah akal yang memberi manfaat kepada
pemiliknya dengan memilah sisi substansial dari kulitnya.” Al Harali berkata, “Ia
adalah sisi terdalam akal yang berfungsi untuk menangkap perintah Allah dalam
hal-hal yang dapat diindrakan, seperti halnya sisi luar akal yang berfungsi untuk
menangkap hakikat-hakikat makhluk, mereka adalah orang-orang yang
menyaksikan Rabb mereka melalui ayat-ayat-Nya. 10 Imam Abi al-Fida Isma’il
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulul al-bab adalah:
“Ulul al-bab adalah al-uqul al-tamm al-zakiyah al-latty tudrak al-asy-ya
bibamqaiqiba ‘ala jalyatiha wa laisa ka al-shamm al-bukm al-ladzina laa
ya’qilun ( yaitu orang-orang yang akalnya sempurna dan bersih yang dengannya
dapat ditemukan berbagfai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu tidak
seperti orang yang buta dan gagu yang tidak dapat berfikir.”11
Dari etimologi dan terminologi di atas, dapat kita analisis bahwa akal
sebagai al-hijr, fuad dan lub, adalah pikiran atau pemahaman yang cemerlang,
pencegah dari perbuatan yang mengikuti nafsu, sebagai sarana memahami ilmu
pengetahuan (peran kalbu). Atau dapat kita perjelas lagi secara istilah akal adalah
potensi manusia yang substansial sebagai proses berfikir (pemahaman yang
cemerlang) yang dapat mencegah manusia untuk berbuat, mengikuti hawa nafsu
dan sekaligus sebagai perangkat yang menjadi sarana manusia untuk memahami
ilmu pengetahuan. Adapun Ulul-albab adalah orang-orang yang memiliki
pemikiran dan pemahaman yang bersih dan cemerlang (sempurna) dengan
ketinggian taqwa (keistimewaan dan keagungan) yang terpelihara dan terlepas
dari ikatan material (fisik). Dapat juga disebut ulul al-bab adalah para cerdik
cendikia atau cendikiawan, singkatnya adalah berorientasi pikir dan zikir.

8
Op.cit, Yusuf al-Qardhawi, h. 40
9
Op.cit, Abuddin Nata, h. 132
10
Op.cit, yusuf al-Qardhawi, h. 130-131
11
Op.cit, Abuddin Nata, ( 2002). h. 131-132

4
unsur institusional- iman, kayakinan (Qs,
eksternal dari agama- al-Hujurat: 7)
agama (az-Zumar: 22

sadr qalb

lub fuad
intisari dari hati ma’rifah
, tempatnya pengetahuan
bersemayamnya makrifat intuitif (QS,
tauhid (QS, ali Imran: an-Najm: 11)
190)

C. ARGUMENTASI AKAL MENURUT ULAMA


Dengan akal, manusia dapat menghubungkan sebab dan akibat dan dapat
mengerti lambang-lambang bahasa. Dengan akal, manusia melahirkan
kebudayaan, mengubah benda-benda yang bersifat alami menjadi benda-benda
yang sesuai dengan kehendak dan kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, Allah
menyuruh manusia berpikir atau menggunakan akalnya supaya cerdas dan
membuahkan manfaat yang baik dan berguna bagi diri sendiri dan bagi
masyarakat umum. Akal yang tidak digunakan untuk berpikir, niscaya mudah
rusak dan tidak berguna apa-apa.
Akal memiliki posisi yang sangat tinggi dalam pemikiran Al-Farabi. Filsuf
asal Turki yang terkenal dengan filsafat emanasi (Al-Faid: Pancaran) ini
menganggap bahwa Tuhan berhubungan dengan ciptaannya dengan perantara akal
dan malaikat. Menurut Al-Kindi, satu-satunya filsuf berkebangsaan Arab dalam
Islam, akal memiliki posisi yang sangat penting dan tinggi dalam pencarian
kebenaran. Bagi Al-Kindi, akal termasuk salah satu alat yang dibutuhkan untuk
mencari kebenaran yang hakiki dalam kehidupan, di samping agama dan
argumen-argumen rasional.12
Menurut Ibnu Rusyd akal merupakan sesuatu yang memiliki posisi yang
sangat tinggi. Seorang peneliti barat bernama Phillip K. Hitti pernah berujar
bahwa Ibnu Rusyd adalah seorang rasionalis dan menyatakan berhak
menundukkan segala sesuatu kepada pertimbangan akal, kecuali dogma-dogma
keimanan yang diwahyukan. Tetapi ia bukanlah seorang free thinker (pemikir
bebas) atau seorang yang tidak beriman.13 Menurut Ibnu Sina, jiwa manusia hanya
12
Danusiri, epistimologi dalam tasawuf Iqbal, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 1996) cet 1, h 84
13
Hamka, falsafah hidup, (jakarta: Umminda), h 25

5
mempunyai satu daya, yaitu berfikir yang disebut akal. Akal menurutnya lagi
terbagi menjadi Akal praktis, yang menerima arti-arti yang berasal dari materi
melalui indra pengingat yang ada dalam jiwa binatang.14
Akal praktis memusatkan perhatian kepada alam materi, sedang akal teoritis
kepada alam metafisik. Dalam diri manusia terdapat tiga macam jiwa dan jelas
bahwa yang terpenting diantaranya adalah jiwa berpikir manusia yang disebut
akal itu. Akal praktis, kalau terpengaruh oleh materi, tidak meneruskan arti-arti,
yang diterimanya dari indra pengingat dalam jiwa binatang, ke akal teoritis. Tetapi
kalau ia teruskan akal teoritis akan berkembang dengan baik.15
Haidar Bagir dalam seminar yang di adakan di UIN Maliki malang pada
akhir tahun 2014 mengutip kembali perkataannya mengenai Akal adalah rasul
dalam diri manusia. Sementara Rasul adalah akal di luar manusia. Begitu ucapan
beliau dalam sebuah wawancara dengan kontributor JIL (Jaringan Islam Liberal).
Menurut beliau lagi, sesungguhnya wahyu yang dibawa oleh para Rasul itu
membawa kita ke satu titik yang akal juga bisa membawa kepadanya. Fungsi
wahyu adalah untuk mengisi tempat-tempat di mana agama percaya itu berada di
luar batasan manusia.
1. Hubungan akal terhadap ruh dan qalb
Menurut al-Ghazali istilah Ruh, Qalb, Aql dan Nafs sama-sama mempunyai
dua makna. Kata qalb bermakna hati dalam bentuk fisik maupun hati dalam
bentuk non fisik. hati dalam bentuk fisik adalah bagian tubuh manusia yang
sangat penting karena penjadi pusat aliran darah ke seluruh tubuh. darah ini pula
yang membawa kehidupan. Dalam Sabda nabi saw. Disinggung masalah ini,
Sesungguhnya dalam diri manusia terdapat segumpal daging, jika gumpalan
daging itu bagus maka akan baguslah seluruh anggota tubuh. jika gumpalan
daging itu rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh. ketahuilah,
gumpalan daging itu adalah jantung (Qalb).”
Berdasarkan hadits diatas sebenarnya tidak tepat kalau Qalb itu diartikan
dengan hati, tetapi yang tepat adalah jantung. Lalu muncul hati yang bisa sedih,
suka menangis, atau suka tersinggung. Berikutnya dijelaskan bahwa hati kita
inilah yang menentukan seluruh kepribadian kita. kalau hati kita bersih, akan
bersihlah seluruh akhlak kita. Yang ini bukan hati dalam pengertian fisik, akan
tetapi hati dalam pengertian ruhani. Oleh karena itu Kata Al-Ghazali, ada makna
hati yang kedua Lathifah rabbaniyah ruhaniyyah. (sesuatu yang lembut yang
berasal dari tuhan dan bersifat ruhaniyah), lathifah itulah yang membuat kita
mengetahui atau merasakan sesuatu.16

14
Jhon Renard, mencari tuhan: menyelam ke dalam samudra makrifat, di terjemahkan oleh Musa
Khazim dan Arif Mulyadi dengan judul asli Knowledge of god in classical sufism: foundations of
islamic mystical theology, (bandung: mizan pustaka, 2006) cet 1, h 155
15
Ibid, h 155

6
Begitupun dengan Ruh, ruh adalah zat murni yang tinggi, hidup dan
hakekatnya berbeda dengan tubuh. Tubuh dapat diketahui dengan pancaindra,
sedangkan ruh menelusup ke dalam tubuh sebagaimana menyelusupnya air ke
dalam bunga, tidal larut dan tidak terpecah-pecah. Untuk memberi kehidupan
pada tubuh selama tubuh mampu menerimanya17.
Berikutnya adalah akal. Ia juga memiliki dua nama. ada akal sebagai ilmu
tentang sesuatu sehingga orang yang berakal adalah orang yang mengetahui ilmu
tentang sesuatu, dalam makna ini, akal sama dengan ilmu. selain itu akal juga
berarti sesuatu di dalam diri kita menjadi yang menjadi alat untuk memperoleh
ilmu. jadi akal bisa disebut sebagai ilmu itu sendiri, dan bisa juga sebagai alat
untuk memperoleh ilmu. hal itu berarti sama artinya dengan hati, latifah
rubbaniyah ruhaniyah mudrikah alimah arifah. jadi bagian dari kita untuk
mengetahui sesuatu disebut akal.
Alhasil ternyata tidak ada perbedaan antara ruh, hati dan akal. ketiganya
sama-sama merupakan sesuatu yang merasakan kepedihan atau kebahagiaan yang
tidak berkaiatan dengan jasmani. Orang dapat merasakan pedih tampa mengalami
gangguan fisik sedikitpun. tubuhnya normal tetapi mengalami kepedihan yang
luar biasa. Dalam penelitian modern disebutkan bahwa yang merasalan sakit di
tubuh kita sebetulnya bukan tubuh, akan tetapi ruh. Dalam dunia yang tidak
modern juga, orang orang mengetahui bahwa kalau seseorang tidak mempunyai
ruh, ia tidak akan merasakan sakit apapun, meski tubuhnya di kerat-kerat.
Orang-orang modern mencoba membuktikan hal ini dengan hipnotis.
Misalnya seseorang menghipnotis anda dan menyuruh anda tidur. Kemudian ia
memberikan posthypnotic suggestion (sugesti pasca hipnotis) kepada anda,
sehingga ketika bangun dari tidur, anda tidak merasakan apa-apa meskipun tubuh
anda dikerat-kerat. meskipun anda sadar, anda tidak merasakan sakit sedikitpun,
sebab ruh anda sudah diperintahkan untuk tidak merasakan sakit. Jadi yang
merasakan sakit itu bukan tubuh kita, tetapi ruh. Mendengar, melihat dan merasa
sakit adalah ruh, jika ruh tidak mau merasakan, seseorangpun tidak akan
merasakannya, kalau seseorang dikejar ular, lalu ia lari dengan cepat sehinggga
menginjak pecahan-pecahan kaca, ia tidak akan merasakan sakit setelah selamat,
yakni ketika sudah tidak memperhatikan ular lagi, barulah ruh akan
memperhatikan kaki. Semula tidak merasa, kini terasa sakit, Sebab saat itu ruh
sedang memperhatikan pecahan-pecahan kaca bukan ular lagi.

Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan Allah swt


mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan dengan mahkluk-mahkluk
ciptaan Allah swt yang lainnya. Bukti otentik dari kebenaran bahwa manusia
16
al-Ghazali, Minhajul abidin: petunjuk ahli ibadah, di terjemahkan oleh Abul hiyadh, (surabaya:
mutiara ilmu) h 129
17
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 128.

7
merupakan makhluk yang paling sempurna di antara mahkluk yang lain adalah
ayat al-Quran surat At-Tin ayat 4 sebagai berikut:

‫َلَقْد َخ َلْق َنا ٱِإْل نَٰس ِف َأْح ِن َتْق ِوٍمي‬


‫َن َس‬
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya (QS. At-Tiin:4)

Satu hal yang membuat manusia lebih baik dari mahkluk yang lain yaitu
manusia mampu berpikir dengan akalnya, karena manusia dianugerahi oleh Allah
swt dengan akal sehingga dengannya manusia mampu memilih,
mempertimbangkan, menentukan jalan pikirannya sendiri. Agama Islam sangat
menjunjung tinggi kedudukan akal. Dengan akal manusia mampu memahami al-
Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan
akal juga manusia mampu menelaah kembali sejarah Islam dari masa lampau.
Sehingga apabila terdapat bantahan ataupun keingkaran, disuruh terlebih dahulu
untuk berfikir lebih dalam, sebagaimana firman-Nya:

‫َك َٰذ ِلَك ُنَف ِّص ُل ٱْل َءاَٰيِت ِلَق ْو ٍم َيْعِق ُلوَن‬
Artinya:
Demikianlah kami uraikan beberapa tanda-tanda bagi kaum yang
mempergunakan akalnya (QS: Ar-rum: 28)
‫َفٱْعَتُرِبو۟ا َٰٓيُأ۟و ىِل ٱَأْلْبَٰص ِر‬

Artinya:
Ambillah ibarat olehmu wahai orang yang jauh pandangannya (QS: Al-
Hasyr:2)
‫َأَف ن َيْع َل َأَمَّنٓا ُأنِز َل ِإَلْيَك ِم ن َّرِّبَك ٱَحْلُّق َك َمْن ُه َأْع ٰٓى ۚ ِإَمَّنا َيَتَذ َّك ُأ۟و ُلو۟ا ٱَأْلْلَٰب ِب‬
‫ُر‬ ‫َو َم‬ ‫َم ُم‬
Artinya:
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-
orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran (QS: Ar-Ra’d: 19)
Sebagaimana yang telah di jelaskan dalam al-Qur’an, akal menempati posisi
yang strategis merujuk pada banyaknya ayat yang menyinggung dan melebihkan
akal. Sebagaimana ayat yang telah di sebutkan di atas.

‫ما مت دين إنسان قط حيت يتم عقله‬

8
Artinya:
Tiadalah sempurna agama manusia selama-lamanya, sebelum sempurna
akalnya
‫دين املرء عقله ومن ال عقل له ال دين له‬
Artinya:
Agama manusia adalah akalnya, dan siapa yang tidak berakal, tiadalah agama
baginya

Untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat ia dengan jembatan akal.


Begitupun halnya menyingkap rahasia yang tersembunyi, dengan akal akan
terbuka hijab yang tetutup. Sabda nabi saw.
‫إن كان لك عقل فلك فضل وإن كان لك خلق فلك مروءة وإن كان لك مال‬
‫فلك حسبوإن كان لكتقي فلك دين‬
Artinya:
Jika ada engkau berakal maka utamalah engkau, jika ada engkau sopan maka
budimanlah engkau, jika ada engkau berharta maka bergengsilah engkaudan
jika ada engkau bertaqwa maka beragamalah engkau
‫إن األمحق العابد يصيب جبهله أعظم من فجور الفلجر وإمنا يرتفع الناس يف‬
‫دررجات الزلفي من رهبم علي قدر عقوهلم‬
Artinya:
Sesungguhnya orang yang bodoh tetapi rajin beribadah telah tertimpa bahaya
karena bodohnya, lebih besar dari ada bahaya yang menimpa lantaran
kejahatan orang yang durjana, yang mengangkat manusia kepada derajat
kepada tuhan ialah menurut kadar akal mereka jua.

Dalam kitab falsafah hidup, buya hamka menyimpulkan bahwa dalam diri
manusaia terdapat tiga kekuatan yakni akal, marah, dan syahwat. Akal membawa
seseorang pada hakikat, menjauhi kebatilan, taat hukum, menerima dan menjauhi
perintah dan larangan. Buya hamka memberi perumpamaan perasaan adalah
laksana kuda yang berlari, dan akal laksana kusir yang memegang kekangnya.18
Syariat Islam adalah peraturan hidup yang datang dari Allah ta’ala, ia adalah
pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman hidup ia memiliki
tujuan utama yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Tujuan
diturunkannya syariat Islam adalah untuk kebaikan seluruh umat manusia.
Sehingga maqshid syariah dalam hal ini memelihara akal merupakan sesuatu yang
bersifat mutlak. Memelihara akal erat kaitannya dengan unsur-unsur yang lainnya.
agama tanpa akal ibarat rumah tanpa tiang, jiwa yang tanpa dibarengi dengan akal
18
Op.cit, Hamka, h 49

9
maka ia liar, berkehidupan tanpa memelihara akal akan sia-sia, menjaga harta
tanpa adanya akal maka ia musnah dan habis.
2. Cara Memelihara Akal Dan Fungsinya
Agama islam menerima keyakinan, seseorang harus lewat pemikiran dan
perenungan akal, dan Al-Qur’an dalam hal ini senantiasa mengajak untuk
berpikir, bertadabbur, dan menjauhi taqlid buta dalam berbagai masalah akidah
dan keyakinan, serta memandang sangat buruk orang-orang yang tidak
menggunakan akalnya
Akal juga dalam riwayat merupakan maujud yang paling dicintai Allah swt
dan menjadi parameter untuk pahala dan dosa anak-anak Adam Alahissalam, serta
merupakan hujjah bathin bagi manusia. Abu Abdillah As berkata: “Ketika Tuhan
menciptakan akal, Tuhan berkata padanya: menghadaplah, maka akal menghadap,
kemudian berkata padanya: membelakanglah, maka akal membelakang, kemudian
Tuhan berkata: “Demi kemuliaanku dan keagunganku, tidak aku ciptakan
makhluk yang lebih aku cintai darimu, denganmu Aku mengambil, denganmu
Aku memberi, dan denganmu Aku mengumpulkan (membangkitkan).19
Adapun diantara cara memelihara akal yakni dengan mengimaninya, artinya
akal merupakan pemberian Allah swt. Yang paling berharga untuk manusia.
Sebab dengan akal yang dimilikinya, manusia menjadi hamba Allah swt. Yang
mulia. Selain itu, mengaktualisasikan akal dengan sebaik-baiknya, sebagai wujud
syukur seorang hamba kepada tuhannya, akal manusia merupakan perpaduan
antara rasio dan rasa yang dimiliki manusia disamping panca indranya, jika hanya
menggunakan panca indra, manusia tidak akan mencapai kehidupan yang baik.
Karena manusia tidaklah lebih kuat dari gajah, tidak bisa terbang seperti burung,
berenang dan menyelam seperti ikan, pendengarannya kalah dari ikan hiu dan
seterusnya. Tetapi dengan mensyukuri pemberian akal, dalam hal ini
mengaktualisasikannya, maka manusia dapat menundukkan binatang buas,
menggiring gajah, terbang melebihi burung, dan menyelam melebihi ikan. Dengan
akalnya pulalah, manusia mampu menciptakan alat-alat komunikasi modern,
mendengar sesuatu dari jarak jauh, dan mengatasi keadaan yang gelap.
Namun, disamping mengimani dan mensyukurinya akal harus juga
dipelihara dengan cara bimbingan agama, sebab tanpa agama maka akalnya
manusia dapat menhancurkan sesamanya, bisa tersesat dan tanpa bimbingan
agama belum tentu memberi manfaat bagi kehidupan dan malah sebaliknya
menimbulkan malapetaka. Sehingga dalam hal ini, erat kaitannya dengan nafsu,
dalam rangka memelihara akal, maka nafsu haruslah bisa dikendalikan oleh akal
yang sehat bukan sebaliknya nafsu yang mengendalikan akal manusia.

19
Anwar kholid, yang mengenal dirinya, yang mengenal tuhannya, terjemah dari kitab sign of the
unseen: the discourses of jalaluddin rumi,yang di kutip dari kitab biharul anwar juz 1 (kuala
lumpur: S. abdul majeed & co) cet 3, h 33

10
Secara garis besar fungsi dan tujuan memelihara akal yakni sebagaimana
yang diuraikan dalam beberapa aliran dalam islam yang berkaitan dengan
maqshid syariah yakni,
No Aliran Akal
1 Asy’ariyah Mengetahui adanya Tuhan
Maturidiyah

 Samarkand Mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahui


tuhan, kewajiban mengerjakan yang baik dan
2
menjauihi yang buruk

 Bukhara Mengetahui Tuhan, kewajiban mengerjakan yang


baik dan menjauihi yang buruk
Mu’tazilah Mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahui
3 tuhan, mengetahui baik dan buruk, kewajiban
mengerjakan yang baik dan menjauihi yang buruk

Secara khusus uraian, rincian tentang fungsi dan tujuan memelihara akal yakni:
a. makrifatullah, inilah tujuan yang paling mulia dan fungsi akal yang
sejati, mengenal, mengerti, mengerjakan serta menahan diri.
b. Beribadah, dalam artian dengan akalnya manusia dapat mengenal
dirinya kemudian mengenal tuhannya. Sebab menurut al-ghazali antara
ilmu/akal dan ibadah adalah mata rantai yang tak terpisahkan.
c. Memahami, dengan akal yang di miliki manusia akan mengetahui dan
memahami tujuan dan fungsi serta jati diri sebagai hamba, mengetahui
bahwa akal merupakan inti dan petunjuk dalam menjalankan ibadah.
d. Mengobservasi, dengan akalnya manusia bisa mengetahui melalui
pengamatan, diantaranya menggunakan panca indra terhadap ayat
kauniyah maupun qauliyah.
e. pembeda, yang dimaksud dengan pembeda disini yakni dengan akal
yang di miliki manusia, ia dapat membedakan antara yang hak dan
bathil
f. Inovasi, sebagai salah satu fungsi akal, maka inovasi di haruskan dalam
keberlangsungan hidup, demi tercapainya kemaslahatan, perlunya
perubahan, perbaikan,“al-akhzu biljadiidi wa al-muhaafadzhotu ala
qodimi al-solih”.
g. Kreasi, bagian dari kerja akal yang sesungguhnya, potensi dasar yang
bernaung di bawah akal, yakni proses aktif, pelibatan diri dan inisiatif.
Memberi soluktif, memiliki ide, konsep, kemampuan menciptakan
sesuatu yang baru dan cara yang baru. Sebagaimana firman-Nya

11
“kemudian kami jadikan manusia makhluk yang unik, maka maha
sucilah Allah pencipta yang paling baik”.20 Di ayat lainnya disinggung
“demikianlah allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu
berfikir”21
h. Visioner, yakni umat muslim yang selalu berfikir adaptif, bergagasan,
memiliki cita-cita, harapan dan tujuan. Firman Allah swt. “hai orang-
orang yang berima, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)
dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan”22
i. Progresif, memiliki makna keterlibatan penuh terhadap tradisi islam,
menolak sikap apologis simplistik, transformasi dan tindakan sosial
konkrit.
j. Brilliant, pribadi yang cemerlang intelektual, emosional, cerdas olah
pikir, kualitas keimanan dan ketaqwaan yang baik, terpenuhi long life
lierner, sebagaimana hadits nabi “tuntutlah ilmu dari buaian hingga
keliang lahat”.
k. Pionir, seorang yang selalu membentengi diri, menjaga kehormatan,
martabat, yang selalu siap sedia membela agama.
l. Idealis, sebagaimana disinggung Allah tentang tujuan manusia dan jin,
idealis yakni tak berlebihan, tidak sombong dan ujub terhadap sesuatu,
ikhlas, kaya hati dan jasa,
m. Integritas, selalu konsisten antara tindakan dengan nilai dan prinsip
serta menjauhi prilaku hipokrit,
n. Team work, tidak bisa dipungkiri dalam segala hal, dari dahulu hingga
sekarang, merupakan penunjang dari terciptanya maslahat al-haya’,
saling menolong, gotong royong adalah bagian tak terpisahkan dari diri
manusia. Hal ini telah disinggung dalam firman-Nya “sesungguhnya
orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah diantara kedua
saudaramu”. Dalam Hadits nabi “orang muslim dan muslim yang
lainnya ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan diantara
sesamanya”.
o. Humanis, memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi serta memelihara
adab, karena keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain, humanis
sebagai landasan filosofis sementara adab sebagai kode dalam
hubungan lahiriyah antar manusia.

20
Qs, almu’minun, ayat 12-14
21
Qs, al-baqarah, ayat 219
22
Qs, al-hasyr ayat 18

12
p. Bijaksana dan terbuka, keduanya merupakan gerbang terciptanya
keadilan dan keselarasan dalam beragama dan berkehidupan, senada
dengan seruan al-Qur’an “syuhada’ lillah bil-qisth”

D. KESIMPULAN
Buya hamka mengutip perkataan Prof. Huizinga seorang filosof belanda,
yang tertuang dalam pidato M. Amir di taman kemajuan, Medan pada malam
tanggal 13-14 februari 1940:
“Tiap-tiap peradaban hendaklah menuju kepada tiga perkara:
Pertama: Dapat mempersatukan diantara benda yang lahir dengan jiwa.
Kedua: Hendaklah memiliki tujuan yang mulia, Ketiaga: Hendaklah
mengalahkan alam, suatu peradaban yang tidak menuju ke akhirat, lebih baik
dimusnahkan saja”.23

Dalam maqashid syariah, akal sangat erat kaitannya dengan kemaslahatan


hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan sosial. Kemaslahatan
itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga untuk kehidupan yang
kekal di akhirat kelak.
Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah swt yang paling sempurna
di dunia ini. Hal ini, seperti yang dikatakan Ibnu'Arabi manusia bukan saja karena
merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi
juga karena ia merupakan mazhaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma dan
sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh. 24 Makna teologi-filosofisnya,
akal adalah Rasul dalam diri manusia dan Rasul adalah akal di luar diri manusia

E. DAFTAR PUSTAKA

Danusiri, epistimologi dalam tasawuf Iqbal, Yogyakarta: pustaka pelajar, 1996


al-Ghazali Muhammad, Minhajul abidin: petunjuk ahli ibadah, di terjemahkan
oleh Abul hiyadh, surabaya: mutiara ilmu
Hamka, falsafah hidup, jakarta: Umminda
Izutsu Toshihiko, Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap Al
Quran, Yogyakarta:Tiara Wacana, 1997
Kamus besar bahasa indonesia versi online
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?
keyword=akal&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&
submit=tabel
23
Op.cit, Hamka, h 55
24
Op.cit, John Renard, h. 14

13
Kholid Anwar, yang mengenal dirinya, yang mengenal tuhannya, terjemah dari
kitab sign of the unseen: the discourses of jalaluddin rumi,yang di kutip dari
kitab biharul anwar juz 1 kuala lumpur: S. abdul majeed & co
Mubarok Achmad, Jiwa dalam Al-Qur'an Jakarta: Paramadina, 2000
Nata Abuddin, metodologi studi Islam, jakarta: PT. Rajagrafindo,2002
Renard Jhon, mencari tuhan: menyelam ke dalam samudra makrifat, di
terjemahkan oleh
Khazim Musa dan Arif Mulyadi dengan judul asli Knowledge of god in classical
sufism: foundations of islamic mystical theology, bandung: mizan pustaka,
2006
al-Qardhawi Yusuf, al-Qur’an berbicara tentang akal dan ilmu pengetahuan,
jakarta: gema insani prees, 1998
Vardiayansah Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta
2008

14

Anda mungkin juga menyukai