Pendahuluan
A. Latar Belakang
Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang keha-dirannya hingga saat ini
dirasakan dan sangat diperlukan. Akhlak secara historis dan teologis tampil untuk mengawal
dan memandu perjalanan umat Islam agar bisa selamat di dunia dan di akhirat dan tidaklah
berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa misi utama dari kerasulan Muhammad Saw adalah
untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, begitulah yang telah disabdakan oleh beliau, dan
sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena
dukungan akhlaknya yang mulia, hingga Allah Swt sendiri memuji akhlak mulia Nabi
Muhammad Saw dalam firman-Nya, dan menjadikan beliau sebagai uswah hasanah dalam
berbagai hal agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat.
Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang
menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, kesusilaan dan kesopanan adalah pola
tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila
adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila
dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran akhlak adalah
kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri
sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan
bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus
manusiawi.
BAB 2
Pembahasan
Dijelaskan pula oleh Ibnu Maskawaih bahwa keadaan gerak jiwa tersebut meliputi dua hal. Yang
pertama, alamiah dan bertolak dari watak, seperti adanya orang yang mudah marah hanya
karena masalah yang sangat sepele, atau tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang biasa
saja, atau sedih berlebihan hanya karena mendengar berita yang tidak terlalu memprihatinkan.
Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan atau latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi
karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian menjadi karakter yang melekat tanpa
dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
akhlak merupakan manifestasi iman, Islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa
secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat melahirkan perilaku secara
konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasar interes tertentu.
2. Pengertian Etika
Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari bahasa Yunani
kuno yaitu, ethos.[7] Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara
berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang
menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar Yunani, Aristoteles
(384-322 sM) sudah dipakai sebagai filsafat moral.[8]
Jika dilihat dari kamus besar bahasa indonesia, etika dijelaskan dengan tiga arti :
a) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat,
b) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,
c) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk
menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai
itu adalah akal pikiran Atau dengan kata lain, dengan akal lah orang dapat menentukannya baik
atau buruk.
Dalam hubungan ini Dr. H. Hamzah Ya’qub menyimpulkan atau merumuskan: “Etika ialah ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran”[9].
Kita memberikan timbangan kepada berbagai perbuatan “baik atau buruk, benar atau salah,
hak atau batal.” Hukum ini merata diantara manusia baik yang tinggi kedudukannya maupun
yang rendah. Hal tersebut dapat diucapkan oleh ahli hukum didalam soal undang – undang,
oleh ahli perusahaan kepada perusahaan mereka, bahkan oleh anak – anak dalam permainan
mereka ; maka apakah artinya “baik atau buruk?” dan dengan ukuran “apakah” kita mengukur
perbbuatan yang akan kita beri hukum “baik atau buruk?”. Etika, suatu ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, meneerangkan apa yang dilakukan oleh manusia pada yang lainnya,
menyatakan tujuan yang harus di tuju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus di perbuat.
Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia
disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk yang dapat
diketahui oleh akal pikiran manusia.
Dengan demikian bahwa pokok persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang
yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja dan ia mengetahui kapan ia melakukannya.
3. Pengertian Moral
Berasal dari bahasa latin, yaitu jamak dari mose yang berarti adat kebiasaan[10]. Istilah moral
dan etika sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Dalam hal ini hamzah ya’qub mengatakan bahwa yang d maksud moral adalah sesuai dengan
ide-ide umum tentang tindakan manusia mana yang baik mana yang wajar[11]. Senada dengan
hamzah ya’qub, secara detail dalam ensiklopedia pendidikan di sebutkan bahwa moral adalah
nilai dasar masyarakat untuk memilih antara nilai hidup ( moral) juga adat istiadat yang menjadi
dasar untuk menunjukkan baik dan buruk maka untuk mengukur tingkah laku manusia (baik
dan buruk ) dapat di lihat dari penyesuaiannya dengan adat istiadat yang umum di terima
masyarakat, yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. karena itu , dapat di
katakan baik atau buruk yang diberikan secara moral hanya bersifat lokal. Ini lah yang
membedakan antara etika dan moral.
Perbedaan lain antara etika dan moral adalah etika lebih bersifat teori sedang moral lebih
bersifat praktis, etika memandang tingkah laku manusia secara universal (Umum) sedangkan
moral secara lokal (khusus), etika menjelaskan ukuran yang dipakai, moral merealisasikan
ukuran itu dalam perbuatan.
Pembagian konsep mengenai moral ada tiga, tiga alur perkembangan intelektual yaitu pada
masa klasik, abad peertengahan dan modern :
Sepanjang abad klasik,dunia dipandang dari berbagai kekuatan alami dan alur utama
dari pemikiran tentang moral di zaman klasik itu.
menggunakan ukuran moral atau standart yang objektif maka hal tersebut bersifat
natural, objektif dan rasional.
Abad pertengahan, alur pikiran utama digariskan oleh pandangan yang terarah
terhadap suatu dunia lain (akhirat) pandangan yang lain adalah kebenaran di gariskan
oleh wahyu ilahi,yaitu cenderung bersifat rohania (spritualistic) yang bertopang pada
iman dan sebanding dengan penalaran.
Pada abad modern,alur utama dalam moralitas menunjukkan perbedaan yang jelas
dengan abad klasik dan pertengahan.akan tetapi pemikiran epistimologis sifatnya
naturalistic yamg pola pemikirannya khas modern yaitu sains telah mengubah
mengambil alih kedudukan iman ddan penalaran sebagai sumber utama dari
pengetahuan tentang dunia[12].
Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah
laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.
5. Persamaan Akhlak, Etika dan Moral
Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat dipaparkan sebagai
berikut:
Pertama, akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang
perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik.
Kedua, akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk
menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas
akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula
kualitas kemanusiaannya.
Ketiga, akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata
merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi
merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan
aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan
keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat secara tersu menerus, berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang
tinggi.
Akhlak tolak ukurnya al-qur’an dan As Sunnah
Etika tolak ukurnya pikiran atau akal
Moral tolak ukurnya norma hidup yang ada di masyarakat berupa adat atau aturan
tertentu.
Berdasarkan Sifat