Mahasiswa PPG dapat menjelaskan hakikat akhlak Islam dan posisi akhlak dalam ajaran Islam.
Mahasiswa PPG dapat menjelaskan pembagian akhlak dalam Islam beserta dalilnya.
Mahasiswa PPG dapat menjelaskan pentingnya akhlak bagi umat Islam.
Definisi Akhlak
Pembagian Akhlak
Dalil-dalil Akhlak menurut Islam
1
Uraian Materi
1. Definisi Akhlak
a. Definisi Akhlak Secara Umum
Perkataan akhlak secara etimologis, berasal dari bahasa Arab yang merupakan
jama‘ dari bentuk mufradnya khuluqun ( )خلقdimana kata khuluqun ( )خلقmemiliki arti:
budi pekerti, perangai, tingkah laku, karakter atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung
segi-segi persesuaian dengan perkataan Khalqun ( )خلقyang berarti kejadian, serta
erat hubungannya dengan Khâliq ( )خالقyang berarti pencipta dan Makhluq ()مخل وق
yang berarti diciptakan.
2
buruk. Akhlak juga diartikan sebagai studi tentang wajib dan kewajiban. Pengertian ini
terlalu ringkas karena mengabaikan sisi yang terpenting dari aspek ilmu yaitu nilai-nilai
dari perbuatan manusia yang berubah nilai baik dan buruk. (Mu‘ti et.al, 2001:34)
2) Iman Al-Ghazali
اخللق عبارة عن هيئة ىف النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة ويسر من غري حاجة إىل فكر وروية
Artinya: “Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
(lebih dulu).
3) Ahmad Amin
عر0ف بعض0ه0م اخلل0ق ابنه عا0د0ة اإ0لر0اد0ة يعىن أن 0اإلراد0ة 0إذ0ا اعت0اد0ت شيئ0ا فعائ0دهتا هي 0ام0لس0ماة ابخلل0ق
Artinya: “Sebagian orang mengartikan bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang
dibiasakan( karakter). Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu
dinamakan akhlak”.
Menurut Ahmad Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan
manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang- ulang
sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang
lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang bernama akhlak.
Akhlak darmawan umpamanya, semula timbul dari keinginan berderma atau
tidak. Dari kebimbangan ini tentu pada akhirnya timbul, umpamanya, ketentuan
memberi derma. Ketentuan ini adalah kehendak, dan kehendak ini bila dibiasakan akan
menjadi akhlak, yaitu akhlak dermawan.
Betapapun semua definisi akhlak diatas berbeda redaksinya, tetapi sebenarnya
tidak berjauhan maksudnya, bahkan artinya berdekatan satu dengan yang lain, sehingga
Prof. K.H. Farid Ma‘ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai
berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena
kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M.
Abdullah Darroz, mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan
kehendak yang berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang
benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pilihan yang jahat (dalam hal akhlak
yang jahat)”.
Selanjutnya menurut Abdullah Darraz, bahwa perbuatan-perbuatan manusia
dapat dianggap sebagai menifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama
sehingga menjadi kebiasaan,
ِم سGۗۡ ِّۦ ۡ َن ۡ م ِّر ٱ م ِّإ ن ّٱل َل ِّ ۡ و ٍم ُيغَ ِّ ي ُروْا ما َله ٰ َبت م ۡ ي ۡ ي ِّم
نفGَأ ٰىGَحت ي ي ما َق َۡن أ Gُه حف ۥه ۡن م َع ۢن ن
ُر ِّل ظو خ ّه َد و
ۡل ّق
ّف
و ِّن ۦِّه والGُمن د ٗ ءا ف َل ُۚۥه م و َرا َد ٱ ّ ٖ مGَإذٓا أ
َ ِّ و
من هم َ َرد َما ل َق ۡو ََل س ٓو
ل
ُ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia”
Akhlak yang terpuji merupakan kebutuhan primer dari suatu masyarakat. Sejarah
telah menunjukkan bahwa bangsa yang kuat dan maju adalah bangsa yang memiliki
akhlak yang baik.
Akhlak manusia secara umum dibagi menjadi tiga, akhlak manusia dengan
Tuhannya, akhlak manusia dengan dirinya, dan akhlak manusia kepada masyarakat
sekitarnya. Oleh karena itu tanggunng jawab akhlak adalah mengarahkan manusia pada
nilai-nilai dan usaha-usaha dalam perbuatannya, baik positif atau negativ untuk
dipertanggung jawabkan dihadapan Allah, dirinya sendiri dan dalam masyarakat
sosialnya (yaljin, 1392: 327).
Berdasarkan uraian di atas nilai tanggung jawab akhlak ini didasarkan pada tiga dasar:
a. Iman kepada Allah, karena pilihan untuk berpegang pada akhlak yang utama
dan meninggalkan akhlak tercela tidak dapat terwujud kecuali dengan
keyakinan yang mantap yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan.
Begitu juga pertimbangan untuk melakukan atau tidak melakukan tidak akan
muncul kecuali dengan keyakinan yang bersih, dan keyakinan ini adalah iman
kepada Allah.
b. Dasar Rasional (akal). Hal ini karena akal diciptakan bagi manusia agar dapat
membedakan perkara benar dan salah, baik dan buruk sehingga manusia siap
menerima perintah dan larangan, juga manusia memperoleh akibat-akibat dari
perbuatannya (Al-Muhasibi, 1420: 252). Akal juga bisa memberikan isyarat dan
menunjukkan pada kebenaran (al-asfahany, 1408: 102). Akal juga menjadi
media untuk membuat pertimbanagan dalam menentukan pilihan.
c. Dasar intuisi (hati), hati bisa menjadi dasar pertimbangan perbuatan manusia,
seseorang yang mau merenungkan perbuatannya dengan bertanya pada hatinya
maka akan menemukan ketenangan dalam hatinya jika dia melakukanperbuatan
baik. Atau hatinya menjadi bingung dan takut perbuatannya diketahuiorang lain
jika melakukan perbuatan buruk.
ر ويبني معاملة الناس بعضهم بعضا ويشرح الغاية الىت ينبغى أن0ي والش0علم يوضح معىن اخلر
يقصدها ما ىف أعماهلم ويبني السبيل لعمل ما ينبغى
Artinya: “Ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa
yang harus diperbuat oleh sebagian manusia terhadap sesamanya dan menjelaskan
tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dan perbuatan mereka dan
menunjukkanyang lurus yang harus diperbuat”.
Jadi, menurut definisi tersebut ilmu akhlak itu mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Menjelaskan pengertian baik dan buruk;
b. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta bagaimana cara
kita bersikap terhadap sesama;
c. Menjelaskan mana yang patut kita perbuat, dan
d. Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.
Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka dapat
dipahami bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak itu ialah tindakan-
tindakan seseorang yang dapat diberikan nilai baik/buruknya, yaitu perkataan dan
perbuatan yang termasuk dalam kategori perbuatan akhlak. Dalam hubungan ini, Dr.
Ahmad Amin mengatakan bahwa ―etika itu menyelidiki segala perbuatan manusia
kemudian menetapkan hukum baik atau buruk. J.H. Muirhead meyebutkan bahwa pokok
pembahasan (subject matter) etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat
manusia. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa daerah pembahasan ilmuakhlak
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu
(perseorangan)maupun kelompok (masyarakat).
Untuk jelasnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu dapat dibagi dalam tiga
macam perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan akhlak dan ada yang
tidak masuk perbuatan akhlak.
a. Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu dia berbuat dan
disengaja. Jelas, perbuatan ini adalah perbuatan akhlak, bisa baik atau buruk,
tergantung pada sifat perbuatannya.
b. Perbuatan yang tidak dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak sadar
diwaktu dia berbuat, tetapi perbuatan itu diluar kemampuannya dan dia tidak
bisa mencegahnya. Perbuatan demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini
ada dua macam:
1) Reflex action, al-a’maalu-mun’akiyah
Umpamanya, seseorang keluar dari tempat gelap ketempat terang, matanya
berkedip-kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini tidak ada hukumnya, walupun
dia berhadap-hadapan dengan seseorang yang seakan-akandikedipi. Atau
seseorang karena digigit nyamuk, dia menamparkan tangan pada yang
digigit nyamuk tersebut.
2) Automatic action, al-a’maalu ‘aliyah
Model ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan reflex actions dan automatic actions adalah perbuatan
di luar kemampuan seseorang, sehingga tidak termasuk perbuatan akhlak.
c. Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, mungkin suatu perbuatan dapat
dimasukkan perbuatan akhlak tapi bisa juga tidak. Pada lahirnya bukan perbuatan
akhlak, tapi mungkin perbuatan tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku
hukum akhlak baginya, yaitu bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Perbuatan-perbuatan
yang termasuk samar-samar, umpamanya lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur
dan sebagainya. Terhadap perbuatan-perbuatan tersebut ada hadis-hadis rasul yang
menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur
dan sebagainya, tidak termasuk perbuatan akhlak.
Selanjutnya, dalam menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak
dan disengaja hingga dapat dinilai baik atau buruk, ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan: (1) situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan
sengaja dan (2) pelaku tahu apa yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik buruknya.
Oleh sebab itu, suatu perbuatan dapat dikatakan baik buruknya manakala memenuhi
syarat-syarat diatas. Kesengajaan merupakan dasar penilaian terhadap tindakan
seseorang. Sebagai contoh, seorang prajurit yang membunuh musuh dimedan perang
tidak dikatakan melakukan kejahatan, karena ia dipaksa oleh situasi perang. Seorang
anak kecil yang main api didalam rumah hingga berakibat rumah itu terbakar, tidak
dapat dikatakan bersalah, karena ia tidak tahu akibat perbuatannya itu. Dalam Islam
faktor kesengajaan merupakan penentu dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan
seseorang. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syariat, jika ia tidak tahu
bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
Erat kaitannya dengan permasalahan di atas, Rasulullah saw telah memberikan
penjelasan bahwa kalaulah suatu tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang didasari
karena kelalaian (di luar kontrol akal normal) atau karena dipaksa, betapapun adaukuran
baik/buruknya, tidak dihukumi sebagai berdosa. Ini berarti diluar objek ilmu akhlak.
Dalam hubungannya dengan problem di atas, Rasulullah saw telah mengeluarkan
sabdanya yang diriwatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan Hakim dari Umar bahwa
Rasulullah saw. berdabda:
رفع القلم عن اجملنون املغلوب على عقله حىت يربأ وعن النائم حىت يستيقظ وعن الصيب
حىت حيتلم
Artinya: “Tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara: (1) orang gila
hingga sembuh dari gilanya, (2) orang yang tidur hingga terbangun dan (3) seorang
anak hingga ia dewasa”.
Berdasarkan hadis tersebut, perbuatan lupa atau khilaf tidak diberi hukum dan
tidak termasuk perbuatan akhlak. Perbuatan tersebut umpamanya perbuatan diwaktu
tidur dan yang dipaksa. Namun, menurut ayat Al-Qur‘an, kita diperintahkan berdo’a
kepada Allah, untuk minta ampun, agar Allah tidak menghukum dan menyiksa kita
apabila kita berbuat lupa dah khilaf yang dianggap salah, sehingga mendapat hukuman
siksa. Jadi meskipun demikian lupa atau khilaf termasuk perbuatan akhlak. Dalam hal
ini para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan lupa dan khilaf dan sebagainya ada
dua macam:
a. Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui akibatnya atau patut
diketahuiakibat- akibatnya, atau bisa juga diikhtiarkan untuk terjadi atau tidak
terjadinya. Oleh karena itu, perbuatan mutasyabih demikian disebut perbuatan
ikhtiari atau ghair ta’adzur, sehingga dimasukkan perbuatan akhlak.
Umpamanya, kalau kitatahu bahwa dikhawatirkan kalau tidur akan berbuat yang
tidak diinginkan, maka hendaknya sebelum tidur kita harus menjauhkan benda-
benda yang
membahayakan, senjata harus diamankan, api dipadamkan, pintu-pintu dikunci
dan sebagainya.
b. Apabila perbuatan ini tidak kita ketahui sama sekali dan diluar kemampuan
manusia, walaupun sudah diikhtiarkan sebelumya, tapi toh terjadi juga,
perbuatan demikain disebut ta’adzury (diluar kemampuan manusia). Perbuatan
demikian tidak termasuk perbuatan akhlak.
Rasulullah saw telah mengisyaratkan hal ini sebagai berikut:
هلال تعاىل جتاوز ىل وعن امىت اخلطأ والنسيان وما استكرهوا عليه0إن
Artinya:“Sesungguhnya Allah member maaf bagiku dari umatku yang khilaf,
lupa dan terpaksa”.
جر مرَت و ع GَGأ ِ حا ِ ِّّلل ِّل و عم و َمن ْقن تُك
ْين أ ت نَ ا ها ه ن ّت ور َ ه ت ل ّل
د َلها ر ْزًقا ِّمن ن
آ ؤ ص سو
ا كريما
Artinya: ―dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat
kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami
memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang
mulia”
)أكمل املؤمنني امياان احسنهم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم (رواه الرتمذى
Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya, dan yang terbaik diantara kalian adalah yang paling baik
(perlakuannya) kepada wanita (istri)nya. (HR. Tirmidzi)
5. Tujuan Akhlak
Akhlak yang diberi penekanan cukup besar dalam agama Islam tentu memiliki
tujuan yang ingin dicapai. Diantara tujuan dari akhlak adalah:
Akhlak sangat urgen bagi manusia. Urgensi akhlak ini tidak saja dirasakan oleh
manusia dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga dan
bermasyarakat, bahkan juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara.
Akhlak adalah mustika hidup yang membedakan makhluk manusia dan makhluk
hewani. Manusia tanpa akhlak adalah manusia yang telah ―membinatang, sangat
berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada binatang buas itu sendiri.
Jika akhlak telah lenyap dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan
kacau balau, masyarakat menjadi berantakan. Orang tidak lagi peduli soal baik atau
buruk, halal atau haram. Dalam al-Qur‘an ada peringatan yang menjadi hukum besi
sejarah (sunnatullah), yaitu firman Allah dalam surat al-Araf Ayat 182:
Rasulullah saw. pun diutus diantara misinya membawa ummat manusia kepada
akhlakul karimah. Dalam sabdanya disebutkan:
7. Pembagian Akhlak
Beberapa definisi dari akhlak yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya, menjelaskan bahwa aspek penting dari akhlak adalah nilai dari perbuatan
manusia; baik atau buruk.
Berdasarkan definisi di atas akhlak yang merupakan ilmu yang mengkaji tentang
perbuatan manusia, akhlak dapat diklasifikasikan menjadi dua; yaitu akhlak yang terpuji
yang seorang mukmin harus menghiasi dirinya dengannya, dan akhlak yang tercela yang
harus dijauhi dan dihindari oleh seorang mukmin.
Dualisme bentuk akhlak yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk
membawa konsekwensi berbeda bagi pelakunya. Masing-masing perbuatan
akhlakmanusia akan mendapatkan balasannya baik atau buruk. Sebagaimana dijelaskan
diatas akhlak seseorang dibagi menjadi tiga, akhlak terhadap Allah, terhadap diri sendiri
dan masyarakat. Maka manusia akan menerima balasan dari dari tiga akhlak ini. Balasan
dari Allah untuk akhlak manusia berupa pahala untuk orang yang berakhlak baik dan
hukuman bagi yangberakhlak buruk. Balasannya itu bisa di dunia atau kelak di akhirat.
Balasan dari akhlak terhadap diri sendiri adalah berupa ketenangan dan kebahagiaan
kalau akhlaknya baik, dan kegelisahan kalau akhlaknya buruk. Sedangkan balasan dari
masyarakat adalah berupa sanksi sosial sesuai dengan aturan yang berlaku didalam
masyarakat.
Pembagian akhlak yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah menurut sudut
pandang Islam, baik dari segi sifat maupun dari segi objeknya. Dari segi sifatnya, akhlak
dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak yang baik, atau disebut juga akhlak
mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan kedua, akhlak yang buruk atau akhlak
madzmumah.
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda keimanan
seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-sifat yang
terpuji pula.
Sifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada Allah, cinta kepda
rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah, tawadhu‘, taat dan patuh
kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah, bersabar atas segala musibah
dan cobaan, ikhlas karena Allah, jujur, menepati janji, qana‘ah, khusyu dalam beribadah
kepada Allah, mampu mengendalikan diri, silaturrahim, menghargai orang lain,
menghormati orang lain, sopan santun, suka bermusyawarah, suka menolong kaum yang
lemah, rajin belajar dan bekerja, hidup bersih, menyayangi binatang, dan menjaga
kelestarian alam. Selain itu terdapat pula sikap untuk menilai orang lain yang disebut
dengan husnuzzan. Husnuzzan artinya berprasangka baik. Sedangkan huznuzhan kepada
Allah SWT mengandung arti selalu berprasangka baik kepada Allah SWT, karena Allah
SWT akan memberikan terhadap hamba-Nya seperti yang hambanya sangkakan kepada-
Nya. Kalau seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah
prasangka Allah kepada orang tersebut, jika baik prasangka hamban kepadanya maka
baik pulalah prasangka Allah kepada orang tersebut.
Apabila kita melihat petunjuk ayat-ayat al-Quran, terdapat isyarat tentang
adanya hirarki atau tingkatan akhlak mahmudah, yaitu:
1) Tingkat Hasanah, artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkatan yang paling
rendah. Contoh kongkritnya misalnya menjawab salam dengan redaksi yang
sama dengan yang diucapkan oleh pemberi salam. Misalnya, ketika seseorang
mengucapkan salam dengan redaksi ―Assalamu’alaikum, dijawab
dengan ucapan―wa’alikumussalam.
2) Tingkat Karimah, artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkat yang lebih
tinggi dari tingkat hasanah. Contoh kongkritnya misalnya menjawab salam
dengan redaksiyang lebih panjang dari yang diucapkan pemberi salam.
Misalnya, ketika seseorang mengucapkan salam dengan redaksi
―Assalamu’alaikum,
dijawab dengan ucapan ―wa’alikumussalam warohmatullah wabarokatuh.
3) Tingkat ‘Azhimah ( )عظيمة, artinya hirarki akhlak mahmudah dalam tingkat yang
paling tinggi. Bentuk kongkritnya yaitu membalas keburukan dengan kebaikan.
Hal ini memang tidak mudah. Rasulullah SAW adalah personifikasi orang yang
mampu mempraktekkan tingkatan ini. Makanya Rasul disebut orang yang
memiliki akhlak mulia dengan tingkat ini. Hal ini diisyaratkan dalam Q.S. al-
Qalam [68]: 4 berikut ini:
ّو لالَ كان عل ك لGُ ْو ردGَGحسن م أGَحي ف ح يُ أGَم تGو ِّإذَا ي ُت
ى ْن هآ هآ ن ة وا ح
ّي
شىء حسيًبا
Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan,
maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau
balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu”.
b. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat yang
merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia.
Sifat yang termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan
dengan akhlak mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, murtad, takabbur,
riya, dengki, bohong, menghasut, kikil, bakhil, boros, dendam, khianat, tamak, fitnah,
qati‘urrahim, ujub, mengadu domba, sombong, putus asa, kotor,mencemari lingkungan,
dan merusak alam.
Berdasarkan uraian di atas, hendaknya seorang mukmin senantiasa menghiasi
dirinya dengan akhlak yang terpuji dalam setiap tarikan dan hembusan nafasnya. Hal
demikian ini sudah diajarkan oleh Allah melalui al-Quran untuk hidup dalam tuntunan
Ilahi. Quraish Shihab menjelaskan tentang hal ini dalam menafsirkan al-Quran surat al-
Anfalayat 34 yang berbunyi: “Hai orang-orang beriman berkenan lah Allah dan
Rasul apabila Dia menyeru kamu kepada apa yang menghidupkan kamu”. Menurut
Quraish Shihab kata menghidupkan kamu dalam surat al-Anfal ayat 34 tersebut mengandung arti
bahwa Allah menganugerahi manusia apa yang berpotensi mencapai kesempurnaannya. Seperti
pencerahan akalnya, keyakinan yang benar, budi pekerti yang luhur. petunjuk menyangkut
kegiatan positif serta perbaikan individu dan masyarakat. (Shihab, 2018: 68-69)
Sebagaimana akhlak terpuji, akhlak tercela juga dapat dikatakan memiliki
tingkatan, walaupun tidak secara tegas diisyaratkan dalam teks al-Quran atau hadits.
Kata-kata hûban kabîra yang terdapat dalam Q.S. al-Nisa [4]: 2 yang ditafsirkan dengan
dzanban ‘azhîmâ (dosa besar) atau kata-kata lain yang semakna dengannya, atau istilah
min al-kabâir dalam hadits nabi menunjukkan adanya tingkatan dosa besar. Beberapa
contoh dosa besar yang dijelaskan dalam al-Quran dan hadits diantaranya: syirik,
menyakiti kedua orang tua, memakan harta riba, mengkonsumsi minuman keras
(khamr), membunuh jiwa bukan karena alasan yang benar, dan lain. Mafhum
mukhalafah dari adanya dosa besar adalah ada yang disebut dosa kecil, walaupun
dalamteks al-Quran tidak ada istilah dzanban shagîra. Seorang muslim dituntut
menjauhi dosabesar dan kecil. Ketika melakukan dosa besar segera bertaubat kepada
Allah, dan diusahakan sekua mungkin mengerjakan dosa kecil. Dalam sebuah
keterangandijelaskan:
ّب
Artinya: “Tidak ada (disebut) dosa kecil kalau dikerjakan terus menerus (akhirnya
menjadi besar juga), dan tidak ada dosa besar kalau diiringi istighfar/ tobat(akhirnya
akan terhapus juga)”.