PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam persoalan Akhlak, manusia sebagai makhluk berakhlak berkewajiban
menunaikan dan menjaga akhlak yang baik serta menjauhi dan meninggalkan
akhlak yang buruk. Akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat Islam. Kualitas
keberagaman justru ditentukan oleh nilai akhlak. Jika syariat berbicara tentang
syarat rukun, sah atau tidak sah, maka akhlak menekankan pada kualitas dari
perbuatan, misalnya beramal dilihat dari keikhlasannya, shalat dilihat dari
kekhusuannya, berjuang dilihat dari kesabarannya, haji dari kemabrurannya, ilmu
dilihat dari konsistensinya dengan perbuatan, harta dilihat dari aspek mana dari
mana dan untuk apa, jabatan dilihat dari ukuran apa yang telah diberikan, bukan
apa yang diterima.
Dengan demikian, dikarenakan akhlak merupakan dimensi nilai dari Syariat
Islam, maka Islam sebagai agama yang bisa dilihat dari berbagai dimensi, sebagai
keyakinan, sebagai ajaran dan sebagai aturan. Agama Islam sebagai aturan atau
sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan manusia. Sebagai
aturan, agama atau sebagai hukum dimaksud untuk mengatur tata kehidupan
manusia. Sebagai aturan, agama berisi perintah dan larangan, ada perintah keras
(wajib) dan larangn keras (haram), ada juga perintah anjuran (sunat) dan larangan
anjuran (makruh).
Apalagi pada zaman sekarang ini, banyak diantara kita kurang
memperhatikan masalah akhlak. Disatu sisi, kita mengutamakan tauhid yang
memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan
mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan,
sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari
kalangan awam, seperti ungkapan, “wah…udah ngerti agama kok kurang ajar
sama orang tua”, atau ucapan: “dia sih agamanya bagus, tapi sama tetangga tidak
pedulian.” dan lain-lain.
Seharusnya, ucapan-ucapan seperti ini atau pun semisal dengan ini menjadi
cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlak Islam, bukanlah
agama yang mengabaikan akhlak, bahkan Islam mementingkan akhlak. Yang
perlu diingat, bahwa tauhid sebagai sisi pokok atau inti, Islam yang memang
seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara
penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat, Tauhid
merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap ALLAH, dan ini merupakan
pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya,
berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang,
maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seseorang mywahhid memiliki
akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembahasan akan dititikberatkan
pada “Akhlak Terhadap Sesama Manusia”.
B.Rumusan Masalah
A.Definisi Akhlak
Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab, Jamak dari Khuluq, yang artinya
tabiat, budi pekerti, watak, atau kesopanan. Sinonim kata Akhlak ialah tatakrama,
kesusilaan, sopan santun (Bahasa Indonesia), moral, ethic (Bahasa Inggris), ethos,
ethikos (Bahasa Yunani).
Untuk mengetahui definisi Akhlak menurut istilah, dibawah ini terdapat
beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
a. Ibnu Maskawaih mendefinisikan,
Akhlak adalah sikap jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan (terlebih dahulu);
b. Prof. DR. Ahmad Amin menjelaskan,
Sementara orang membuat definisi Akhlak, bahwa yang disebut Akhlak ialah
kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila membiasakan
sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan Akhlak;
c. Al-Qurthuby mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya
yang disebut Akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian darinya;
d. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan
perbuatan baik, dengan cara yang mudah (tanpa dorongan dari orang lain);
e. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy mendefinisikan,
Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang
menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang
disengaja;
f. Imam Al-Ghazali mendefinisikan,
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia), yang dapat
melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan, tanpa melalui maksud
untuk memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan
akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka
dinamakan akhlak yang buruk.
Al-Qurthuby menekankan bahwa akhlak itu merupakan bagian dari
kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluk tidak dapat dipisahkan
pengertiannya dengan kata al-khiiqah, yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi
perbuatan setiap manusia.
Imam Al-Ghazaly menekankan, bahwa Akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa manusia, yang dapat dinilai baik atau buruk, dengan menggunakan
ukuran ilmu pengetahuan dan norma agama.
Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy, Ibnu Maskawaih dan Abu Bakar Jabir
Al-Jazairy menekankan, bahwa Akhlak adalah keadaan jiwa yang selalu
menimbulkan perbuatan yang gampang dilakukan. Meskipun ketiganya
menekankan keadaan jiwa sebagai sumber timbulnya akhlak, namun dari sisi lain
mereka berbeda pendapat, yaitu:
1. Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy menekankan hanya perbuatan baik saja
yang disebutnya akhlak;
2. Ibnu Maskawaih menekankan seluruh perbuatan manusia yang disebutnya
akhlak;
3. Abu Bakar Jabir Al-Jazairy menjelaskan perbuatan baik dan buruk yang
disebutnya akhlak.
“Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lain di pagi hari melainkan
70.000 malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia
berada di sore hari. Dan jika ia menjenguknya di sore hari maka 70.000 malaikat
bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di pagi
hari. Dan ia memiliki buah-buahan yang dipetik di dalam surga.” (HR. At-
Tirmidzi no. 969, dishahihkan Al-Imam Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ Ash-
Shaghir no. 5767 dan Ash-Shahihah no. 1367)
PENUTUP
A.Kesimpulan
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Islam. Jakarta: Sinar
Grafika Offset
Djanika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka
Panjimas