Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah Agama menunjukkan bahwa kebahagiaan yang ingin dicapai dengan
menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik.
Kepercayaan yang hanya berbentuk pengetahuan tentang keesaan Tuhan, ibadah yang
dilakukan hanya sebagai formalitas belaka, muamalah yang hanya merupakan peraturan yang
tertuang dalam kitab saja, semua itu bukanlah merupakan jaminan untuk tercapainya
kebahagiaan tersebut. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya
adalah pangkalan yang menentukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, atau susila
adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap
perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup
yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu.
Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat
atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia
bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang
baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya
sendiri, hanya manusialah sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada
perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai
subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari akhlak?
2. Apa perbedaan akhlaq, etika, dan moral?
3. Apa saja sumber akhlaq dalam Islam ?
4. Apakah pengertian muamalah ?
5. Apa saja ruang lingkup muamalah ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak
2. Untuk mengetahui perbedaan akhlaq, etika, dan moral
3. Untuk mengetahui apa saja sumber akhlaq dalam Islam
4. Untuk mengetahui pengertian muamalah
5. Untuk mengetahui ruang lingkup muamalah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlaq
Akhlak dari segi bahasa : berasal daripada perkataan 'khulq' yang bererti perilaku,
perangai atau tabiat. Maksud ni terkandung dalam kata-kata Aisyah berkaitan akhlak
Rasulullah SAW yang bermaksud : "Akhlaknya (Rasulullah) adalah al-Quran." Akhlak
Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di atas ialah kepercayaan, keyakinan,
pegangan, sikap dan tingkah laku Rasulullah SAW yang semuanya merupakan pelaksanaan
ajaran al-Quran.
Akhlak dari segi istilah : Menurut Imam al-Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan pertimbangan terlebih dahulu."
Menurut Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
Menurut Profesor Dr Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan
menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan."
Daripada definis tersebut dapat kita fahami bahawa akhlak merupakan suatu perlakuan
yang tetap sifatnya di dalam jiwa seseorang yang tidak memerlukan daya pemikiran di dalam
melakukan sesuatu tindakan.

B. Perbedaan Antara Akhlak dan Moral/Etika


Akhlak merupakan satu sistem yang menilai tindakan zahir dan batin manusia manakala
moral ialah satu sistem yang menilai tindakan zahir manusia sahaja.
Akhlak mencakup pemikiran, perasaan dan niat di hati manusia dalam hubungan manusia
dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk lain manakala moral
mencakupi pemikiran, perasaan dan niat di hati manusia dalam hubungan manusia dengan
manusia sahaja.
Nilai-nilai akhlak ditentukan oleh Allah swt melalui al-Quran dan tunjuk ajar oleh
Rasulullah saw manakala moral ditentukan oleh manusia.
Nilai-nilai akhlak bersifat mutlak, sempurna dan tetap manakala nilai-nilai moral bersifat
relatif, subjektif dan sementara.
Contoh:
1. Pakaian
Menurut Islam pakaian bagi seseorang muslim mestilah menutup aurat. Seandainya
mereka tidak menutup aurat maka ia telah dianggap sebagai orang yang tidak berakhlak
kerana telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Berbeda dengan
moral, jika seseorang itu mendedahkan aurat tetapi masih mempunyai perlakuan yang
baik, maka mereka masih dianggap bermoral oleh sesetengah pihak.

2. Pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan


Fenomena seumpama ini sudah menjadi suatu lumrah baik masyarakat di Barat dan
masyarakat kita. Berdasarkan penilaian Barat perkara ini masih dianggap bermoral,
sebaliknya jika dilihat dari sudut akhlak Islam, perlakuan sedemikian sudah dianggap
tidak berakhlak

3. Bersalaman
Bersalaman di antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya adalah haram
menurut Islam walaupun tujuannya untuk merapatkan hubungan. Tetapi perkara ini
dibolehkan dalam sistem moral.

C. Perbedaan Akhlak Dengan Moral dan Etika


Pengertian dari masing – masing:
1. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mos, yang berarti adat istiadat yang menjadi dasar
untuk mengukur apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Dapat dikatakan baik
buruk suatu perbuatan secara moral, bersifat lokal.
2. Akhlak adalah tingkah laku baik, buruk, salah benar, dan penilaian ini dipandang dari
sudut hukum yang ada di dalam ajaran agama.
3. Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh
berkaitan dengan moralitas.

Dari pengertian diatas bisa kita simpulkan bahwa perbedaan antara akhlak dengan moral
dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang
digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul,
sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu
masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai
perbuatan itu. Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal,
sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak
merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik
merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam
prilaku nyata sehari-hari. Inilah yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana
disabdakannya: “ Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits
riwayat Ahmad)

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi
dari aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah
mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak
merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan
aqidah.

D. Sumber-Sumber Akhlak
1. Sumber-Sumber Akhlak
Sumber akhlak adalah wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits). Sebagai sumber akhlak wahyu
menjelaskan bagaimana berbuat baik. al-Qur’an bukanlah hasil renungan manusia, melainkan
firman Allah SWT yang Maha pandai dam Maha bijaksana. Oleh sebab itu, setiap muslim
berkeyakinan bahwa isi al-Qur’an tidak dapat dibuat dan ditandingi oleh bikinan manusia.
Sumber akhlak yang kedua yaitu al-Hadits meliputi perkataan, ketetapan dan tingkah laku
Rasulullah SAW.
Dasar akhlak yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:

‫هللا ُأ ْس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هللاَ َكثِ ْيرًا‬
ِ ‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِ ْي َرسُوْ ِل‬
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Dasar akhlak dari hadits yang secara eksplisit menyinggung akhlak tersebut yaitu sabda
Nabi:
َ ‫ار َم اَأْل ْخاَل‬ ‫اِنَّ َما بُ ِع ْث ُ ُأِل‬
‫ق‬ ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
Artinya : “Bahwasanya aku (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran
akhlak”.
Jika telah jelas bahwa al-Qur’an dan hadits rasul adalah pedoman hidup yang menjadi
asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah.

2. Tujuan Pembinaan Akhlak


Tujuan akhir setiap ibadah adalah pembinaan taqwa. Bertaqwa mengandung arti
melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan segala larangan agama. Ini berarti
menjauhi perbuatan-perbuatan jahat (akhlaqul madzmumah) dan melakukan perbuatan-
perbuatan baik (akhlaqul karimah). Orang yang bertqwa berarti orang yang berakhlak mulia,
berbuat baik dan berbudi luhur. Oleh karena itu, ibadah disamping latihan spiritual juga
merupakan latihan sikap dan meluruskan akhlak.
Demikian artikel yang berisi tentang sumber-sumber akhlak, konsep akhlak dalam ajaran
islam dan tujuan pembinaan akhlak semoga bermanfa’at.

3. Sumber – Sumber Akhlak Dalam Islam


Akhlak yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlak bagi seorang
muslim adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk, patut atau tidak
secara utuh diukur dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedangkan tradisi merupakan pelengkap
selama hal itu tidak bertentangan dengan apa yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-
Nya. Menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akhlak merupakan suatu
kewajaran bahkan keharusan. Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia
diciptakan. Pasti ada kesesuaian antara manusia sebagai makhluk dengan sistem norma yang
datang dari Allah SWT.

4. Kedudukan Akhlak Dalam Islam


Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama Islam. Antaranya:

 Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama Rasulullah
saw. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Sesungguhnya aku diutuskan untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pernyataan Rasulullah itu menunjukkan
pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.
 Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang mana akhlak yang baik
dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga sebaliknya. Sabda
Rasulullah saw yang bermaksud: “Tiada sesuatu yang lebih berat dalam daun
timbangan melainkan akhlak yang baik.”
 Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda Rasulullah saw
yang bermaksud: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang
paling baik akhlaknya.”
 Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh
merosakkan pahala. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud: “Akhlak yang baik
mencairkan dosa seperti air mencairkan ais (salji) dan akhlak merosakkan amalan
seperti cuka merosakkan madu.”
 Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji Rasulullah
kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt
yang bermaksud: “Sesungguhnya engkau seorang yang memiliki peribadi yang agung
mulia).” Pujian allah swt terhadap RasulNya dengan akhlak yang mulia menunjukkan
betapa besar dan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam. Banak lagi ayat-ayat dan
hadith-hadith Rasulullah saw yang menunjukkan ketinggian kedudukan akhlak dan
menggalakkan kita supaya berusaha menghiasi jiwa kita dengan akhlak yang mulia.
 Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah hadith diterangkan
bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai Rasulullah, apakah itu
agama?” Rasulullah menjawab: “Akhlak yang baik.”
 Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya akhlak
yang buruk menyebabkan seseorang itu jauh dari syurga. Sebuah hadith menerangkan
bahawa, “Si fulan pada siang harinya berpuasa dan pada malamnya bersembahyang
sedangkan akhlaknya buruk, menganggu jiran tetangganya dengan perkataannya.
Baginda bersabda : tidak ada kebaikan dalam ibadahnya, dia adalah ahli neraka.”
 Salah satu rukun agama Islam ialah Ihsan, iaitu merupakan asas akhlak seseorang
muslim. Ihsan iaitu beribadat kepada allah seolah-olah kita melihatNya kerana walauun
kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita.
E. Pengertian Muamalah
Menurut bahasa berasal dari kata 'aamala, yu-'amilu, mu'amalatan yang berarti hubungan
kepentingan antara seseorang dengan orang lain perlakuan atau tindakan terhadap orang lain,
hubungan kepentingan. Kata mu'amalah adalah kata yang aktif atau  kata kerja aktif yang
harus mempunyai  pelaku dua orang atau lebih yang harus aktif yang berhubungan dengan
urusan dunia.
Menurut istilah syariat Islam ialah suatu kegiatan yang mengatur hala-hal yang
berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan hidup
sehari-hari. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan muamalah diantaranya adalah jual
beli, sewa menyewa utang piutang, pinjam meminjam dan lain sebagainya.
Menurut salah satu ahli yaitu Idris Ahmad, makna muamalah secara sempit adalah aturan
Allah yang merupakan aturan paling baik digunakan dalam hal memenuhi keperluan jasmani
antara manusia satu dengan manusia yang lainnya.
Menurut Ust. Rasyid Ridho, pengertian muamalah adalah tukar menukar sesuatu atau
barang dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Al Dimyati adalah mengahsilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya
masalah “ukhrawi”.
Menurut Muhammad Yusuf Musa, Pengertian Muamalah adalah peraturan-peraturan
yang ditetapkan oleh Allah yang harus diikuti dan ditaati oleh setiap manusia dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
Secara terminologis muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang
mengatur hubungan orang-orang mukallaf antara yang satu dengan lainnya baik secara
individu, dalam keluarga, maupun bermasyarakat pengertian muamalah dapat diartikan
sebagai suatu bentuk aturan yang membatasi hubungan manusia satu dengan yang lain juga
hubungan manusia dengan banda-benda disekitarnya.
Kemudian Menurut Al Fikri dalam kitabnya Fiqh Muamalah itu di bagi atas 2
bagian,yaitu : “Al Muamalah al-Madiyah wa al-Adabiyah”
Pengertian Muamalah Adabiyah/Al-Mu’amalah al-Adabiyah yaitu mu’amalah yang
ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang
unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban. seperti jujur, hasud, dengki,
dendam, dan lain sebagainya atau dengan kata lain, dari aspek ini fiqh muamalah mengatur
tentang batasan-batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak oleh manusia terhadap benda.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, Al-Muamalah al-Adabiyah aturan-aturan Allah yang
berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat yang ditinjau dari segi
subjeknya, yaitu manusia sebagai penakluknya. Hal ini, berkisar pada keridhaan kedua belah
pihak, ijab kabul, dusta, menipu, dan yang lainnya. Dengan demikian, al-muamalah al-
adabiyah memberikan panduan bagi perilaku manusia untuk melakukan tindakan hukum
terhadap sebuah benda. Maka dari perspektif ini, dalam pandangan fiqh muamalah semua
perilaku manusia harus memenuhi prasyarat ”etis-normatif” agar perilaku tersebut dipandang
layak untuk dilakukan.
Pengertian Muamalah Maddiyah/ Al-Muamalah Al-Madiyah yaitu mu’amalah yang
mengkaji objek sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa mu’amalah al-Madiyah adalah
mu’amalah bersifat kebendaan karena objek fiqh mu’amalah adalah benda yang halal, haram,
dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memadharatkan, benda-benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan beberapa segi lainnya.
Al Muamalah al-Madiyah yang dimaksud Al-Fikri adalah aturan-aturan yang ditinjau dari
segi objeknya. Dengan kata lain, al-muamalah al-Madiyah memberikan panduan kepada
manusia tentang benda-benda yang layak atau tidak untuk dimiliki dan dilakukan tindakan
hukum atasnya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi muslim bukan sekedar memperoleh
untung yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal bertujuan untuk memperoleh ridha Allah
dan secara horisontal bertujuan untuk memperoleh keuntungan sehingga benda-benda yang
diperjualbelikan akan senantiasa dirujukkan kepada aturan-aturan Allah. Maka, dari
perspektif ini,  dalam pandangan fiqh muamalah tidak semua benda (harta) boleh dimiliki
atau dikuasai, meskipun mungkin benda tersebut memiliki nilai guna bagi manusia
Tujuan dari muamalah itu sendiri adalah terciptanya hubunngan yang harmonis antara
sesama manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan tentram, karena didalam
muamalah tersirat sifat tolong menolong yang dalam ajaran islam sangat dianjurkan
sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 2 dijelaskan : " Dan
tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong
menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan". Dalam surah Al-Maidah ayat 2
memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan
itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan
ketakwaan. Dan Allah melarang mereka saling mendukung dalam berbuat kejahatan,
kebathilan dan kedholiman dan perkara-perkara yang berhungan dengan pelanggaran hukum
menurut agama Islam.
Menurut  Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai  Ayat yang mulia ini mencakup
semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka
dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban;
kewajiban Hablum minallah yakni hubungan  terhadap Allah dan kewajiban sebagai makhluk
sosial terhadap sesamanya. Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang
dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan.
Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah  dan menjalankan ketaatan
kepada-Nya. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali
dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang merupakan inti
dari agama ini.
Kesimpulannya bahwa, manusia adalah makhluk sosial tanpa bantuan orang lain manusia
tidak bisa melangsungkan hidupnya didunia, setiap manusia mempunyai keterbatasan, tidak
ada manusia yang sempurna. Olehnya itu kita harus sadari bahwa adanya hubungan timbal
balik itulah proses mengarumi hidup didunia.

F. Ruang Lingkup Muamalah


Berbeda dengan masalah ibadah, ketetapan-ketetapan Allah dalam masalah muamalah
terbatas pada yang pokok-pokok saja. Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak terperinci seperti
halnya dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, bidang muamalah terbuka sifatnya untuk
dikembangkan melalui ijtihad. Kalau dalam bidang ibadah tidak mungkin dilakukan
modernisasi, maka dalam bidang muamalah sangat memungkinkan untuk dilakukan
modernisasi. Dengan pertimbangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian maju,
masalah muamalah pun dapat disesuaikan sehingga mampu mengakomodasi kemajuan
tersebut.
Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang muamalah berlaku asas umum,
yakni pada dasarnya semua akad dan muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang
membatalkan dan melarangnya (Ash Shiddieqy, 1980, II: 91). Dari prinsip dasar ini dapat
dipahami bahwa semua perbuatan yang termasuk dalam kategori muamalah boleh saja
dilakukan selama tidak ada ketentuan atau nash yang melarangnya. Oleh karena itu, kaidah-
kaidah dalam bidang muamalah dapat saja berubah seiring dengan perubahan zaman, asal
tidak bertentangan dengan ruh Islam.
Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang muamalah,
menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi:
Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum-hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini dimaksudkan untuk
memelihara dan membangun keluarga sebagai unit terkecil.
Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn), perserikatan (syirkah),
utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud ). Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur
orang dalam kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.
Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang bertalian dengan
tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara ketentraman
hidup manusia dan harta kekayaannya, kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi
hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
Keempat, al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang berhubungan
dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al- yamin), hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna meralisasikan keadilan antar manusia.
Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu hukum yang
berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan
terhukum serta menetapkan hak-hak perorangan dan kelompok.
Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan
dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara. Maksud hukum
ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, dan masa perang, serta
membatasi hubungan antar umat Islam dengan yang lain di dalam negara.
Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi dan Keuangan),
yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya,
mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Dimaksudkan
untuk mengatur hubungan ekonomi antar orang kaya (agniya), dengan orang fakir miskin
dan antara hak-hak keuangan negara dengan perseorangan.
Itulah pembagian hukum muamalah yang meliputi tujuh bagian hukum yang objek
kajiannya berbeda-beda. Pembagian seperti itu tentunya bisa saja berbeda antara ahli hukum
yang satu dengan yang lainnya. Yang pasti hukum Islam tidak dapat dipisahkan secara tegas
antara hukum publik dan hukum privat. Hampir semua ketentuan hukum Islam bisa terkait
dengan masalah umum (publik) dan juga terkait dengan masalah individu (privat). Wallahu
a’lam bisshawab.
 Ruang lingkup Muamalah Adabiyah
Hal-hal yang temasuk ruang lingkup Muamalah Adabiyah adalah ijab dan kabul, saling
meridai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang
penipuan, pemalsuan. penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia
yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
 Ruang lingkup Muamalah Maddiyah
Adapun ruang lingkup dari Al-Muamalah Al-Madiyah ini, adalah :
- Jual beli
- Gadai (rahn)
- Jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman)
- Pemindahan utang (hiwalah)
- Jatuh bangkit (tafjis)
- Batas bertindak (al-hajru)
- Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
- Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
- Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
- Upah (ujral al-amah)
- Gugatan (asy-syuf’ah)
- Sayembara (al-ji’alah)
- Pembagian kekayaan bersama (al-qismah)
- Pemberian (al-hibbah)
- Pembebasan  (al-ibra), damai (ash-shulhu)
- Beberapa masalah mu’ashirah (muhaditsah), seperti masalah bunga bank, asuransi,
kredit dan masalah lainnya.
Selain dua hal di atas fiqh muamalah juga meliputi: munakahat (hukum
perkawinan), muhasanat (hukum acara),amanat dan ‘ariyah (hukum pinjaman), tirkah (harta
peninggalan) dan masalah sosial lainnya. Melihat pemaparan tentang definisi dan klasifikasi
yang disuguhkan tentang fiqh muamalah, maka persoalan ekonomi cenderung pada fiqh
muamalah madiyah, tetapi dari aspek prinsip dan etikanya bisa dikategorikan dalam fiqh
muamalah adabiyah.

Daftar Pustaka:
http://jalanbaron.com/2014/07/pengertian-muamalah-arti-muamalah/
https://mgmppaismabpp.files.wordpress.com/2013/04/bab-5_1.pdf
http://www.ilmusaudara.com/2016/03/pengertian-muamalah-menurut-bahasa-dan.html#
https://suarapembaharu.wordpress.com/2014/06/08/ruang-lingkup-muamalah/
https://anthyscrub.blogspot.co.id/2014/11/muamalah-adabiyah-muamalah-maddiyah.html

Anda mungkin juga menyukai