Anda di halaman 1dari 18

ADAB BERBICARA DAN

MENDENGAR
02 Rabiul Akhir 1440 /30 November 2019
1. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini maka peserta akan:
• Mempunyai kepekaan dalam mendengar.
• Mempunyai kemampuan dalam berbicara.
• Memahami bahwa dalam mendengar dan berbicara ada adab dan
tatacaranya dalam Islam.
• Memahami bahwa mendengar berarti menghargai pembicaraan
orang lain.
• Menyadari bahwa berbicara berarti menghargai perasaan orang lain.
2. TITIK TEKAN MATERI
• Mendengar dan berbicara adalah media komunikasi. Ada saatnya kita harus
berbicara dan ada saatnya kita harus mendengar. Allah swt. menciptakan umat
manusia dengan dua telinga dan satu mulut agar mereka lebih banyak mendengar
daripada berbicara. Berbicaralah sedikit saja tetapi mengena, berkualitas, dan
bermakna, daripada berbicara panjang lebar tidak jelas manfaatnya.
• Adab mendengar dan berbicara sangat penting untuk efisiensi dan efektifitas
bermusyawarah dan berdiskusi. Dalam berdakwah, sebelum kita berbicara maka
kita harus mendengar terlebih dahulu realitas dan masalah-masalah lapangan.
• Dalam realitanya, mendengar tidak harus dengan telinga, tetapi berarti melihat
data dan memperhatikan keluh kesah serta saran orang lain. Pada akhirnya,
ketrampilan mendengar dan berbicara sangat penting dalam berdakwah dan
bergaul dengan orang lain.
3. POKOK-POKOK MATERI
1. Sifat-sifat Rasul saw dalam hal mendengar dan berbicara.
2. Adab-adab mendengar.
3. Adab-adab berbicara.
4. Ketrampilan mendengar.
5. Ketrampilan berbicara.
I. ADAB AT-TAHADDUTS
1. Berbicara yang jelas, mudah difahami oleh setiap pendengar.
Dari ‘Aisyah ra. Berkata: 

Adalah ucapan Rasulullah saw. selalu jelas maksudnya dan dipahami oleh
setiap orang yang mendengarkannya. (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Dari ‘Aisyah ra. juga berkata: “Bahwa Rasulullah saw, pernah berbicara,
sekiranya ada yang menghitung ucapannya pasti terhitung.” Dan dalam
riwayat lain: “Beliau tidak mengeluarkan ucapan sebagaimana kalian
berbicara.” (HR. Bukhari-Muslim).
2. Berbicara dengan ungkapan yang simpel dan tidak mencari-cari bahasa
yang tinggi, sehingga kalimat yang diucapkan tidak memiliki makna yang
sulit atau tidak bisa dimengerti.
Khalil bin Ahmad -rahimahullah- pernah ditanya suatu masalah, beliau tidak
segera menjawab. Maka penanya berkata, “Apakah pertanyaan ini tidak ada
jawabannya dalam pandangan tadi?” Beliau berkata, “Anda sebenarnya telah
mengetahui masalah yang Anda tanyakan berikut jawabannya, tetapi saya
ingin memberi jawaban yang lebih mudah lagi Anda pahami.”
3. Tidak diulang-ulang kecuali untuk memberikan tekanan makna, karena
“Sebaik-baik ucapan adalah yang singkat dan membawa arti, dan
seburuk-buruk ucapan adalah yang panjang dan membosankan.”
Abdullah bin Mas’ud ra., memberi nasehat kepada masyarakatnya setiap hari
Kamis. Ada seseorang yang berkata, “Wahai Abu Abdir Rahman, saya
berharap engkau memberi nasehat kepada kami setiap hari.” Beliau berkata,
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya yang menghalangiku untuk itu karena aku
tidak suka membuat kalian bosan.” Selanjutnya ia berkata,
Aku selalu memilih waktu untuk kalian dalam memberi nasehat,
sebagaimana Nabi saw, memilih waktu untuk kami dalam memberi
nasehat karena khawatir membuat jenuh atas kami. (Muttafaq ‘alaih)

• Dari ‘Ammar bin Yasir ra berkata, Aku mendengar Rasulullah saw.


bersabda,

Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khuthbah,


merupakan bukti kemantapan pemahamannya. Maka panjangkan shalat
dan pendekkan khutbah! (HR. Muslim)
4. Ucapan harus bagus, tidak kotor dan
munkar (jahat).
• Rasulullah saw, bersabda: 

Setiap ucapan anak Adam mencelakannya, bukan menguntungkan,


kecuali perintah untuk kebaikan, mencegah kemungkaran, dan
dzikrullah.
Agar ucapan kita selalu bagus dan menambah pahala
kita dan tidak menambah dosa, maka kita harus
menjaga hal-hal berikut:
1. Setiap pembicaraan kita agar selalu 2. Meninggalkan pembicaraan
membawa unsur perintah shadaqah, yang bukan kepentingan kita
atau berbuat baik, atau perdamaian untuk membicarakannya.
bagi manusia. Allah ta’ala berfirman:
Tiada kebaikan dalam banyak Rasulullah saw. bersabda, 
pertemuan mereka, kecuali orang yang
memerintahakan shadaqah, atau
kebaikan, atau perdamaian bagi Di antara bagusnya keislaman
manusia. Dan barangsiapa melakukan seseorang adalah, ia tinggalkan
hal itu untuk mencari ridha Allah, maka sesuatu yang tidak ia ada
niscaya Kami memberinya pahala yang kepentingan dengannya.
besar. (Surat An Nisa’: 114) (HR.Turmudzi)
3. Menjauhi ucapan yang sia-sia dan tidak 4. Menyebar-luaskan salam.
bermanfaat. 
Allah berfirman, Sungguh beruntunglah Rasul SAW bersabda :
orang-orang yang beriman. Yaitu orang-
orang yang dalam shalatnya selalu khusyu’.
Dan orang-orang yang dari hal yang tidak Wahai manusia sebar-luaskan
berguna mereka selalu bepaling. (Surat Al- salam, sambunglah silaturrahim,
Mu’minun: 1-3). berikan makanan, dan shalatlah
Rasulullah saw. bersabda, Sungguh seorang malam ketika manusia tertidur
hamba ketika mengucapkan suatu ucapan,
tidak lain hanya untuk membuat orang lain niscaya kalian akan masuk surga
tertawa, ia bisa jatuh di neraka lebih jauh dengan selamat. (HR Turmudzi)
antara langit dan bumi. (HR. Baihaqi)
5. Menahan diri dari ucapan jahat yang tidak membawa
kemaslahatan. 
Allah berfirman, Janganlah berdebat dengan Ahli Kitab kecuali
dengan cara yng baik, kecuali dengan orang yang zhalim di antara
mereka. (Al-Ankabut: 46)
Dalam hadits Aisyah ra. dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Sesungguhnya sejahat-jahat manusia kedudukannya di sisi Allah pada
hari Kiamat adalah orang yang ditinggalkan masyarakatnya karena
menghindari ucapan jahatnya. (HR Bukhari)
6. Bersabar dalam berdialog dengan orang-orang bodoh (jahil). Hal ini tidak berarti menerima
kehinaan, akan tetapi bisa menahan diri di hadapan faktor-faktor yang memancing emosi dan
mencegah diri dari marah, sukarela atau pun terpaksa. 
Allah swt. berfirman, Dan hamba-hamba Allah yang Maha Rahman mereka itu berjalan di muka
bumi dengan rendah hati. Dan apabila diajak bicara oleh orang-orang yang bodoh (jahil) mereka
berkata, ‘selamat.’ (Al Furqan : 63)
Dan Allah memerintahkan kepada Nabi Musa dan Harun as, Pergilah kalian kepada Fir’aun
sesungguhnya dia itu melampaui batas. Maka katakanlah kepadanya perkataan yang lembut. 

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa ketika Rasulullah saw. sedang duduk bersama para
sahabatnya, ada seseorang mencaci Abu Bakar ra. dan menyakitinya, tetapi Abu Bakar tetap diam.
Lalu ia menyakitinya yang kedua kali dan Abu Bakar pun tetap diam. Kemudian ia menyakitinya
yang ketiga kali, maka Abu Bakar membela diri. Ketika itulah Rasulullah saw. bangkit meninggalkan
majlis. Abu Bakar bertanya, “Apakah engkau mendapati suatu dosa atas diriku, wahai Rasulullah?” 
Rasulullah saw. menjawab, Ada malaikat turun dari langit mendustakan orang itu terhadap apa
yang ia ucapkan kepadamu. Namun ketika kamu membela diri, setan pun datang, maka aku tidak
mau duduk di sini ketika setan datang. (HR Abu Dawud).
7. Menjauhi perdebatan, baik dalam kebenaran maupun dalam kebatilan, karena
hal itu akan menimbulkan keinginan mencari menang dalam diri akhi, dan
lebih suka berapologi daripada menampakkan kebenaran

• Rasul saw bersabda,

Tidaklah suatu kaum tersesat setelah berpegang kepada kebenaran kecuali mereka
diberi kegemaran berdebat. (HR Turmudzi).

Ibnu Majah dan Ahmad). Rasul saw bersabda, “Aku pemimpin sebuah rumah di
dalam surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia yang benar.
Dan aku pemimpin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan
dusta meskipun bercanda. Dan aku pemimpin sebuah rumah di puncak surga bagi
orang yang akhlaknya baik.” (HR Abu Dawud) 
8. Menjauhi tempat-tempat kejahatan. Yaitu tempat dilakukannya
kemungkaran atau dibicarakan di dalamnya ucapan yang menghina
atau melecehkan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.
Allah swt. berfirman,
• Dan apabila kamu melihat orang- • Rasulullah saw. bersabda, 
orang yang memperolok-olokkan ayat-
ayat Kami maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan yang Tidaklah pantas seorang mukmin
lain. Dan jika syetan menjadikan kamu pencaci maki, pelaknat, suka berkata
lupa (akan larangan ini) maka keji, dan suka berkata jorok. 
janganlah kamu duduk bersama • Rasulullah saw. bersabda, “Tidak
orang-orang yang zhalim sesudah ada kata keji dalam sesuatu kecuali
teringat larangan itu. (Al-An’am: 68)
ia akan merusaknya. Dan tidaklah
• Dan Allah swt. berfirman, Celakalah ada sifat malu dalam sesuatu
bagi setiap pengumpat dan pencela. melainkan ia akan menghiasinya.”
(Al Humazah: 1)  (HR Turmudzi).
II. ADABUL ISTIMA’
1. Diam dan mendengarkan sehingga ucapan tidak bercampur 2. Tidak memenggal ucapan orang lain karena tergesa-
baur dan sulit dipahami.
gesa atau ingin menguasai kendali forum. Sehingga
Allah berfirman, keinginan Rasulullah saw untuk segera menghafal
Dan apabila dibacakan Al Qur’an maka dengarkanlah baik-baik dan Qur’an, dilarang oleh Allah dalam firman-Nya:
perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapatkan rahmat. (Al-
A’raf : 204)
Dan jangalah kamu menggerakkan lidahmu untuk
Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw.
bersabda kepadanya di Haji Wada’, “Perintahkan manusia untuk membaca Al Qur’an karena kamu hendak cepat-cepat
tenang.” Kemudian beliau bersabda,  menguasainya. (Al-Qiyamah: 16)

Janganlah kalian kembali sesudahku menjadi orang-orang kafir,


sebagian kalian memenggal leher yang lain. (Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw. memberi wasiat
kepada Abu Dzar ra. Beliau saw. bersabda, 
Hendaklah kamu berakhlaq mulia dan banyak diam, karena demi
Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada perhiasan bagi seluruh
makhluk yang serupa dengan keduanya. (HR. Ibnu Abid Dunya,
Bazzar, Thabrani, dan Abu Ya’la)
Abdullah bin Mas’ud ra, berkata, “Demi Dzat Yang jiwaku ada di
tangan-Nya, tidak ada sesuatu di atas bumi yang lebih perlu untuk
ditahan lama selain lidah.” (Riwayat Turmudzi).
3. Menghadapkan wajah kepada pembicara dan tidak berpaling
darinya atau membuat orang lain berpaling darinya, selama dalam
rangka taat kepada Allah, meskipun ucapan kurang membawa daya
tarik ataupun bahasanya kurang indah dan kurang lancar.
Rasulullah saw, bersabda: 

Janganlah kamu meremehkan suatu kebajikan, meskipun sekedar wajah


berseri ketika engkau bertemu saudaramu. (HR. Muslim)
4. Tidak menampakkan sikap berbeda karena ucapan
saudara kita, meskipun kita sudah lebih tahu,
selama pembicara tidak bersalah dalam berbicara.

Rasulullah saw. pernah meminta Ibnu Mas’ud ra. untuk membacakan


Al-Quran kepadanya, maka ia menjawab, “Aku membaca untuk Anda
padahal ia turun kepada Anda?” Beliau menjawab, Aku sungguh senang
mendengar Al-Quran itu dari orang lain. 

Imam Ahmad bin Hambal pernah mendengarkan nasihat Al-Muhasibi,


sampai beliau memperhatikannya dengan tenang dan akhirnya beliau
menangis sampai basah jenggotnya.
5. Tidak menampakkan kepada para hadirin bahwa kamu
adalah orang yang lebih ‘alim dibandingkan si pembicara,
karena hal itu akan menyebabkan kamu bersikap sombong
(takabbur).
• Rasulullah saw. bersabda,

Kesombongan adalah sikap


angkuh kepada kebenaran dan
meremehkan orang lain. 

Anda mungkin juga menyukai