akibat ketidakmampuan pemilik lidah menjaga dari ucapan dan kata-kata yang keluar dari lidah tersebut. Karena itu sangatlah urgent dalam kehidupan seorang muslim memahami bahaya dari lisan sebagaimana juga memahami akan manfaat lisan tersebut. ْ َاآلخ ِر فَ ْاليَقُ ْل َخي ًْرا أ َ ْو ِلي ْ ص ُم ت ِ هلل َو ْاليَ ْو ِم ِ َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن بِا
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari Kiamat hendaklah berkata yang baik atau diam. (Muttafaq ‘alaih, dari Abu Hurairah)
2) Fenomena Bahaya Lisan
a) Alkalaamu fimaa laa ya’nihi (Ungkapan yang tidak berguna) Nabi Saw. telah bersabda: “Barang siapa mampu menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan apa yang ada di antara dua kaki, maka aku jamin dia masuk surga. ( Muttafaq ‘alaih, dari Sahl bin Sa’ad) Bila seseorang telah mengerti bahwa ia akan dihisab dan dibalas atas segala ucapan lidahnya, maka dia akan tahu bahaya kata-kata yang diucapkan lidah, dan dia pun akan mempertimbangkan dengan matang sebelum lidahnya dipergunakan. Allah berfirman: ١٨﴿ عتِي ٌد َ يب ُ ﴾ َّما يَ ْل ِف ٌ ِظ ِمن قَ ْو ٍل ِإ ََّّل لَ َد ْي ِه َرق
“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, kecuali di
dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qoof: 18)
b) Fudhulul Kalaam (Berbicara yang berlebihan)
Bahaya lidah ini sebenarnya besar sekali. Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, “Tiada akan lurus keimanan seorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. dan seorang hamba tidak akan memasuki syurga, selagi tetangganya belum aman dari kejahatannya.”
Allah telah memberikan batasan tentang pembicaraan
agar arahan pembicaran kita bermanfaat dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan
mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Annisa: 114) c) Al-khoudh fil baathil (Ungkapan yang mendekati kebatilan dan maksiat) Hasan Al Bashri semasa mudanya pernah merayu seorang wanita cantik di tempat sepi, perempuan itu menegur, “Apakah engkau tidak malu? “Hasan Al Bashri menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu mengawasi pula sekelilingnya, setelah ia yakin di tempat itu hanya ada mereka berdua, dan tidak terlihat siapapun, Hasan Al Bashri bertanya, “Malu kepada siapa? Di sini tidak ada orang lain yang menyaksikan perbuatan kita. “Wanita itu menjawab, “Malu kepada Dzat yang mengetahui khianatnya mata dan apa yang disembunyikan di dalam hati ”
Lemas sekujur tubuh Hasan Al Bashri. Ia menggigil
ketakutan hanya karena jawaban sederhana itu, sehingga ia bertobat tidak ingin mengulangi perbuatan jeleknya lagi. Karena itulah Rasulullah saw. mengingatkan, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, ucapkanlah yang bermanfaat, atau lebih baik diam saja”. d) Al-Miraa’ wal-jidaal (Berbantahan, bertengkar dan debat kusir) Jidaal adalah menentang ucapan orang lain guna menyalahkan secara lafadz dan makna. Perdebatan dalam isu-isu agama dan ibadah tidak banyak faedah yang didapat kecuali jika dilangsungkan dengan etika debat yang benar, saling menghormati antar peserta dan dengan kekuatan ilmiah yang meyakinkan. Biasanya debat yang tidak dikawal oleh akhlak lebih banyak mengundang kepada pertengkaran dan permusuhan yang merugikan.
Tidak dinafikan debat merupakan salah
satu uslub (cara) yang sangat efektif dan berkesan dalam menyebarkan Islam, dakwah dan kebenaran, tetapi ia adalah langkah ketiga dan terakhir, yaitu setelah terjadi kebuntuan dimana pendekatan dengan hikmah dan nasihat/pengajaran yang baik tidak berhasil. Itupun dilangsungkan dengan akhlak dan adab yang tinggi. Allah berfirman:
hikmat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang lebih baik” (Al-Nahl: 125).
Etika debat yang perlu dipatuhi untuk menghasilkan
natijah yang baik bahkan sekaligus debat disifatkan sebagai terbaik ialah:
1. Hindari penggunaan bahasa yang rendah, tindakan
yang kasar dan tidak menghormati pemikiran lawan. Jika perlu, adakan penengah untuk menengahi perjalanan debat. Penengah perlu diberi hak memberi kartu kuning atau merah, bahkan ‘menskor’ pendebat yang melanggar disiplin debat dan aturan. 2. Hendaklah lebih banyak mencari titik persamaan antara kedua belah pihak. Kurangi usaha mencari titik perbedaan. Lebih banyak persamaan yang ditemui, lebih banyak hasil yang diperoleh. Arahkan sepenuhnya kepada titik-titik persamaan.
e)Al-Khushumah istifa-ulhaq (Banyak omong yang
berlebih-lebihan ingin mendapatkan haknya) Mulutmu harimaumu melainkan bersumber pada mulut kita sendiri. Rasulullah saw bersabda: “Orang yang amat dibenci di sisi Allah adalah orang yang banyak omong.” (al hadits)
bersendagurau dan saya tidak akan mengatakan kecuali yang benar-benar.” Seperti kisah Rasullullah bersama seorang nenek yang menanyakan apakah si dia (nenek) akan masuk surga. Dan dijawab Rasul saw, bahwa hanya orang muda saja penghuni syurga. Si nenek pun terkejut, dan akhirnya Rasullullah menerangkan bahwa biarpun orang tua akan menjadi muda kembali bila masuk surga. Rasullullah saw. Bersabda: “Sesungguhnya engkau (hai ibu tua) tidak lagi berupa seorang tua-bangka pada waktu itu (yakni setelah masuk syurga). Karena Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung “. Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis. “Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan” Padahal dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa sesungguhnya bercanda itu menyempitkan hati. Di hadist tsb, menerangkan bahwa Rasullulllah tak pernah terlihat palate (langit-langit tenggorokan)-nya bila beliau sedang ketawa, hanya senyuman-lah yang selalu menghiasi pribadi beliau saw.