Anda di halaman 1dari 6

Afatul Lisan (Bahaya Lidah)

1) Makna Afatul Lisan


akibat ketidakmampuan pemilik lidah menjaga dari
ucapan dan kata-kata yang keluar dari lidah
tersebut. Karena itu sangatlah urgent dalam
kehidupan seorang muslim memahami bahaya dari
lisan sebagaimana juga memahami akan manfaat
lisan tersebut.
ْ َ‫اآلخ ِر فَ ْاليَقُ ْل َخي ًْرا أ َ ْو ِلي‬
ْ ‫ص ُم‬
‫ت‬ ِ ‫هلل َو ْاليَ ْو ِم‬
ِ ‫َم ْن َكانَ يُؤْ ِم ُن بِا‬

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan


hari Kiamat hendaklah berkata yang baik atau diam.
(Muttafaq ‘alaih, dari Abu Hurairah)

2) Fenomena Bahaya Lisan


a) Alkalaamu fimaa laa ya’nihi (Ungkapan yang
tidak berguna)
Nabi Saw. telah bersabda: “Barang siapa mampu
menjaga apa yang terdapat antara dua janggut dan
apa yang ada di antara dua kaki, maka aku jamin
dia masuk surga. ( Muttafaq ‘alaih, dari Sahl bin
Sa’ad)
Bila seseorang telah mengerti bahwa ia akan dihisab
dan dibalas atas segala ucapan lidahnya, maka dia akan
tahu bahaya kata-kata yang diucapkan lidah, dan dia
pun akan mempertimbangkan dengan matang sebelum
lidahnya dipergunakan. Allah berfirman:
١٨﴿ ‫عتِي ٌد‬
َ ‫يب‬ ُ ‫﴾ َّما يَ ْل ِف‬
ٌ ِ‫ظ ِمن قَ ْو ٍل ِإ ََّّل لَ َد ْي ِه َرق‬

“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan, kecuali di


dekatnya ada malaikat Raqib dan ‘Atid.” (QS. Qoof: 18)

b) Fudhulul Kalaam (Berbicara yang berlebihan)


Bahaya lidah ini sebenarnya besar sekali.
Nabi Muhammad SAW juga pernah
bersabda, “Tiada akan lurus keimanan seorang
hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tiada akan
lurus hatinya, sehingga lurus pula lidahnya. dan
seorang hamba tidak akan memasuki syurga, selagi
tetangganya belum aman dari kejahatannya.”

Allah telah memberikan batasan tentang pembicaraan


agar arahan pembicaran kita bermanfaat dan berdampak
terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya:

ْ ‫ص َدقَ ٍة أ َ ْو َم ْع ُروفٍ أ َ ْو ِإ‬


ٍ ‫ص ََل‬
َ‫ح بَيْن‬ َ ِ‫ير ِ ِّمن نَّ ْج َوا ُه ْم ِإ ََّّل َم ْن أ َ َم َر ب‬
ٍ ِ‫ََّّل َخي َْر فِي َكث‬
١١٤﴿ ‫ع ِظي ًما‬ َ ‫ف نُؤْ تِي ِه أ َ ْج ًرا‬
َ ‫س ْو‬ َ َ‫َّللا ف‬
ِ َّ ‫ت‬ِ ‫ضا‬ َ ‫اس ۚ َو َمن يَ ْفعَ ْل َٰذَ ِل َك ا ْبتِغَا َء َم ْر‬ ِ َّ‫﴾الن‬

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan


mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang
menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat
ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia.
Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya
pahala yang besar.” (Annisa: 114)
c) Al-khoudh fil baathil (Ungkapan yang mendekati
kebatilan dan maksiat)
Hasan Al Bashri semasa mudanya pernah merayu
seorang wanita cantik di tempat sepi, perempuan itu
menegur, “Apakah engkau tidak malu? “Hasan Al
Bashri menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu
mengawasi pula sekelilingnya, setelah ia yakin di
tempat itu hanya ada mereka berdua, dan tidak
terlihat siapapun, Hasan Al Bashri bertanya, “Malu
kepada siapa? Di sini tidak ada orang lain yang
menyaksikan perbuatan kita. “Wanita itu menjawab,
“Malu kepada Dzat yang mengetahui khianatnya
mata dan apa yang disembunyikan di dalam hati ”

Lemas sekujur tubuh Hasan Al Bashri. Ia menggigil


ketakutan hanya karena jawaban sederhana itu,
sehingga ia bertobat tidak ingin mengulangi
perbuatan jeleknya lagi. Karena itulah Rasulullah
saw. mengingatkan, “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari kiamat, ucapkanlah yang
bermanfaat, atau lebih baik diam saja”.
d) Al-Miraa’ wal-jidaal (Berbantahan, bertengkar
dan debat kusir)
Jidaal adalah menentang ucapan orang lain guna
menyalahkan secara lafadz dan makna. Perdebatan
dalam isu-isu agama dan ibadah tidak banyak
faedah yang didapat kecuali jika dilangsungkan
dengan etika debat yang benar, saling menghormati
antar peserta dan dengan kekuatan ilmiah yang
meyakinkan. Biasanya debat yang tidak dikawal
oleh akhlak lebih banyak mengundang kepada
pertengkaran dan permusuhan yang merugikan.

Tidak dinafikan debat merupakan salah


satu uslub (cara) yang sangat efektif dan berkesan
dalam menyebarkan Islam, dakwah dan kebenaran,
tetapi ia adalah langkah ketiga dan terakhir, yaitu
setelah terjadi kebuntuan dimana pendekatan
dengan hikmah dan nasihat/pengajaran yang baik
tidak berhasil. Itupun dilangsungkan dengan akhlak
dan adab yang tinggi.
Allah berfirman:

َ ‫سنَ ِة ۚ َو َجاد ِْل ُهم ِبالَّ ِتي ِه‬


َ ‫ي أ َ ْح‬
‫س ُن ۚ ِإ َّن‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬
َ ‫سبِي ِل َر ِب َِّك ِب ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
َ ‫ع ِإلَ َٰى‬
ُ ‫ا ْد‬
١٢٥﴿ َ‫سبِي ِل ِه ۚ َو ُه َو أ َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَدِين‬
َ ‫عن‬ َ ‫ض َّل‬َ ‫﴾ َرب ََّك ُه َو أ َ ْعلَ ُم بِ َمن‬

“Serulah ke jalan Tuhanmu wahai Muhammad dengan


hikmat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang lebih
baik” (Al-Nahl: 125).

Etika debat yang perlu dipatuhi untuk menghasilkan


natijah yang baik bahkan sekaligus debat disifatkan
sebagai terbaik ialah:

1. Hindari penggunaan bahasa yang rendah, tindakan


yang kasar dan tidak menghormati pemikiran lawan.
Jika perlu, adakan penengah untuk menengahi
perjalanan debat. Penengah perlu diberi hak memberi
kartu kuning atau merah, bahkan ‘menskor’ pendebat
yang melanggar disiplin debat dan aturan.
2. Hendaklah lebih banyak mencari titik persamaan
antara kedua belah pihak. Kurangi usaha mencari titik
perbedaan. Lebih banyak persamaan yang ditemui,
lebih banyak hasil yang diperoleh. Arahkan
sepenuhnya kepada titik-titik persamaan.

e)Al-Khushumah istifa-ulhaq (Banyak omong yang


berlebih-lebihan ingin mendapatkan haknya)
Mulutmu harimaumu
melainkan bersumber pada mulut kita sendiri.
Rasulullah saw bersabda: “Orang yang amat dibenci di
sisi Allah adalah orang yang banyak omong.” (al hadits)

f)Al Mizaah (Bercanda dan senda gurau)


ُّ ‫ِإ ِنِّي أ ُ ِح‬
‫ب ْال ِمزَ ا َح َوَّلَ أَقُ ْو ُل ِإَّلَّ َحقًّا‬

“Sesungguhnya saya (Nabi Muhammad saw) suka


bersendagurau dan saya tidak akan mengatakan kecuali
yang benar-benar.”
Seperti kisah Rasullullah bersama seorang nenek yang
menanyakan apakah si dia (nenek) akan masuk surga.
Dan dijawab Rasul saw, bahwa hanya orang muda saja
penghuni syurga. Si nenek pun terkejut, dan akhirnya
Rasullullah menerangkan bahwa biarpun orang tua akan
menjadi muda kembali bila masuk surga.
Rasullullah saw. Bersabda: “Sesungguhnya engkau (hai
ibu tua) tidak lagi berupa seorang tua-bangka pada
waktu itu (yakni setelah masuk syurga). Karena Allah
Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami menciptakan
mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung
“. Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung
menjadi gadis. “Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan”
Padahal dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa
sesungguhnya bercanda itu menyempitkan hati. Di
hadist tsb, menerangkan bahwa Rasullulllah tak pernah
terlihat palate (langit-langit tenggorokan)-nya bila beliau
sedang ketawa, hanya senyuman-lah yang selalu
menghiasi pribadi beliau saw.

g) Bidza’atul lisan wal qoulul faahisy was-


sab (Ungkapan yang menyakitkan /nyelekit)

Anda mungkin juga menyukai