Anda di halaman 1dari 8

Adab-Adab Dalam Berbicara Dan

Berkomunikasi
19 Jan 2018Redaksi Fiqih dan Muamalah

Adab-Adab Dalam Berbicara Dan Berkomunikasi


Berbicara merupakan karunia luar biasa yang diberikan Alloh subhanahu wata’ala kepada seluruh
manusia. Berbicara bukanlah hal yang sulit. Setiap hari kita berbicara, setiap hari kita berkomunikasi.
Sejak bangun tidur sampai menjelang tidur lagi kita sering berbicara dan berkomunikasi. Bahkan
sejak lahir kita sudah berbicara. Menangis, tertawa, teriak adalah bentuk berbicara yang telah kita
lakukan sejak bayi. Ketika kita berdoa misalnya, sesungguhnya kita sedang berbicara dengan
Alloh subhanahu wata’ala.
Berbicara dan berkomunikasi adalah kebutuhan setiap insan. Oleh sebab itu, bicara dan komunikasi
yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai keislaman akan membawa dampak positif serta
mendatangkan beragam kebaikan dan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat. Dan sebaliknya,
kesalahan dalam berbicara dan berkomunikasi akan membawa dampak negatif yang sangat besar
baik dalam tatanan kehidupan bernegara, bermasyarakat maupun keluarga.

Betapa banyak konflik yang terjadi antar desa, karyawan dengan atasannya karena perkataan dan
tidak adanya komunikasi yang baik. Tidak sedikit problema dalam rumah tangga muncul disebabkan
oleh kata-kata dan kurangnya komunikasi antar pasangan. Dan berapa banyak masalah antara anak
dan orang tuanya timbul disebabkan oleh tidak adanya komunikasi yang baik.
Oleh karena pentingnya masalah ini, maka Islam dengan kesempurnaannya tampil untuk
memberikan tuntunan dan rambu-rambu dalam melakukan aktivitas berbicara dan berkomunikasi
ini, agar mampu mendatangkan banyak kebaikan baik di dunia lebih-lebih di akhirat nanti. Diantara
adab-adab dalam berbicara dan berkomunikasi yang perlu kita perhatikan serta hendaknya kita
mengajarkannya kepada anak-anak kita adalah sebagai berikut;

1. Merendahkan suara saat berbicara


Hukum asal dalam berbicara hendaknya dengan suara rendah tanpa meninggikan suara kecuali jika
dibutuhkan. Misalnya ketika seorang khotib berkhutbah, maka pada saat ini dianjurkan untuk
meninggikan suara sebagaimana Nabi apabila berkhutbah meninggi suaranya, memerah wajahnya
seakan-akan komandan yang sedang memperingatkan para prajuritnya.

Perhatikanlah firman Alloh subhanahu wata’ala ketika menceritakan kisah Luqman di saat beliau
menasehati putranya,
“Dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”
(QS. Luqman: 9)

2. Berbicara dengan kata-kata yang baik dan sopan


Sudah menjadi rahasia umum, bahwa era globalisasi ini telah banyak ikut andil dalam upaya
pengrusakan jati diri dan akhlak kaum muslimin terutama para kaula mudanya.

Realita membuktikan akan kebobrokan akhlak sebagian para remaja. Hal ini tampak pada pergaulan
mereka, gerak-gerik dan tutur kata mereka yang kasar dan jauh dari norma keislaman. Oleh sebab
itu, tidak sedikit dari mereka yang berbicara dan berkata kasar kepada orang tua atau gurunya -
na`uzubillah– padahal Alloh subhanahu wata’ala berfirman,
“Dan bertuturlah kepada manusia dengan perkataan yang baik.”
(QS. al-Baqorah: 83)
Dalam ayat lain, secara spesifik Alloh subhanahu wata’ala melarang berkata kasar terkhusus kepada
orang tua kita,
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”
(QS. al-Isro`: 23)
3. Mendengarkan dan tidak memotong pembicaraan orang lain
Mendengar perkataan lawan bicara adalah salah satu adab dalam berbicara dan berkomunikasi,
apalagi yang disampaikan oleh lawan bicara adalah firman Alloh subhanahu wata’ala.
Alloh subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang
agar kamu mendapat rahmat.”
(QS. al-`Araf: 204).
Begitu juga halnya ketika seorang guru menyampaikan hadits Nabi shollallohu’alaihi wasallam dan
ilmu-ilmu Islam.
Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam telah mencontohkan bagaimana adab ketika kita berbicara
dan berkomunikasi dengan orang lain sekalipun ia orang kafir. Ketika kaum kafir Quraisy merasa
terpukul dengan tersebarnya dakwah Nabi shollallohu’alaihi wasallam di Mekkah, akhirnya mereka
bersepakat untuk menawarkan beberapa alternatif kepada Nabi shollallohu’alaihi wasallam agar
beliau shollallohu’alaihi wasallam berhenti dari dakwahnya.
Datanglah salah seorang utusan dari mereka untuk menemui Nabi shollallohu’alaihi wasallam.
Nabi shollallohu’alaihi wasallam berkata, “Katakanlah, saya akan mendengarnya”. Kemudian utusan
Quraisy pun mulai menyampaikan keinginannya sampai selesai, lantas Nabi shollallohu’alaihi
wasallam bersabda lagi. “Sudah selesaikah anda” dia menjawab, Ya, sudah. Sekarang “Dengarkan
dariku” kata Nabi shollallohu’alaihi wasallam. Subhanallah, alangkahkah mulianya akhlak
Nabi shollallohu’alaihi wasallam padahal kalau kita simak apa-apa yang disampaikan utusan Quraisy
itu sungguh menyakitkan. Perhatikan diantara tawaran mereka, ‘jika kamu berdakwah karena kamu
menginginkan jabatan dan kekayaan, kami akan berikan itu semua kepadamu atau jika kamu sudah
gila, biarkan kami panggilkan dokter agar bisa mengobati penyakit gilamu’. Tapi
Nabi shollallohu’alaihi wasallam tetap di atas prinsipnya tak sedikit pun bergeming.
4. Berbicara jika mengandung kebaikan
Berbicara dalam hal yang tidak mengandung manfaat atau kebaikan apalagi membawa kepada
kemudhoratan bagi pembicara maupun orang lain adalah salah satu tanda berkurangnya
kesempurnaan iman seseorang. Dalam hal ini Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pernah
bersabda,
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Pada dasarnya Islam menganjurkan berkata baik, tapi jika berkata itu berakibat buruk atau tidak
jelas, maka Islam memerintahkan untuk diam saja karena itu lebih aman dan selamat.

5. Tidak berdusta dalam berbicara


Dusta adalah sikap yang sangat dibenci dalam Islam bahkan Islam menjadikannya sebagai salah satu
sifat orang munafik. Berdusta tidak diperbolehkan meskipun terhadap anak kecil, tapi sangat
disayangkan hal ini sering kita jumpai di realitas masyarakat kita, dimana kita melihat orang tua
sering menakut-nakuti anaknya dengan sesuatu yang tidak ada atau menjanjikan sesuatu tapi tidak
pernah dipenuhi. Ada juga diantara manusia yang berkata dusta dengan tujuan menertawakan orang
lain. Padahal Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam telah mendoakan kecelakaan bagi orang yang
berbuat demikian. Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda,
“Kecelakaan bagi orang yang berbicara lalu ia berdusta agar manusia tertawa karenanya, kecelakaan
baginya , kecelakaan baginya.”
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
6. Memulai dengan salam sebelum berbicara
Etika yang diajarkan Islam sebelum berbicara adalah memberikan salam kepada lawan bicara. Jika
kita ingin bertemu dengan seseorang baik orang tua, guru atau teman yang seiman, maka dahulukan
dengan mengucapkan salam. Bahkan Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam melarang kita menjawab
orang yang memulai berbicara kepada kita tanpa memberi salam terlebih dahulu.
Qudwah kita Nabi Muhammad shollallohu’alaihi wasallam dalam haditsnya bersabda,
“Barangsiapa memulai berbicara tanpa mengucapkan salam makan jangan kalian jawab.”
(HR. Al-Baihaqi).
Demikianlah diantara adab-adab islam dalam berbicara dan berkomunikasi. Oleh karena itu sangat
penting untuk diperhatikan oleh setiap muslim dalam berbicara dan berkomunikasi, karena tiada hari
yang kita lalui pasati kita pernah berbicara dan berkomunikasi. Semoga tulisan singkat dan
sederhana ini bisa bermanfaat untuk kita semua. Semoga Alloh subhanahu wata’ala meridhoi setiap
kata yang kita ucapkan dan setiap huruf yang kita tuliskan.
Wallahu A`lam.

Oleh: Ust. Abu Umair, Lc.

6 Cara Berkomunikasi yang Baik menurut Al-Quran


Etika,A
25 Agustus 2014 pukul 18.25
qidah
prinsip, metode, teknik, tips, atau cara komunikasi menurut Al-Quran (Komunikasi dalam islam)

Istilah atau "konteks" komunikasi dalam Al-Quran antara lain ditemukan dalam lafazh "Qaulan" (perkataan).
Ada 6 istilah Qaulan yang menjadi panduan Islami dalam berkomunikasi:

Qaulan Sadida (QS. An-Nisa:9)


Qaulan Baligha ( QS. An-Nisa’: 63)
Qaulan Ma’rufa ( QS. Al-Baqarah: 235; QS. An- Nisa’: 5& 8; QS. Al-Ahzab: 32)
Qaulan Karima ( QS. Al-Isra’: 23)
Qaulan Layina ( QS. Thaha: 44)
Qaulan Maisura ( QS. Al-Isra’: 28).

Keenamnya mendukung ayat yang menjadi prinsip dasar komunikasi dalam Islam: “Dan berkatalah kamu
kepada semua manusia dengan cara yang baik (husna)” (QS. Al-Baqarah:83).

Qaulan Sadida: Perkataan yang Benar


“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak
yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –perkataan yang benar” (QS. An-
Nisa:9)

Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, as-sadid yaitu perkataan yang bijaksana dan perkataan yang benar.

Dalam beromunikasi (berbicara) harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang
benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta. “Dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

Qaulan Baligha – Berdampak, Efektif


“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan Baligha
–perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).

Dalam Tafsir al-Maraghi diterangkan, Qoulan Balighan yaitu “perkataan yang bekasnya hendak kamu
tanamkan di dalam jiwa mereka”.

Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata
yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point),
dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele.

Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar
intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).

”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya” (QS.Ibrahim:4)

Qaulan Ma’rufa: Kata-Kata yang Baik


“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari
hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –kata-kata yang baik.” (QS An-Nissa :5)

“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari
harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik” (QS An-Nissa
:8).

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka,
dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar
mengucapkan (kepada mereka) Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik…” (QS. Al-Baqarah:235).

“Qulan Ma’rufa –perkataan yang baik– dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah:
263).

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya] dan
ucapkanlah Qaulan Ma’rufa –perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab: 32).

Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak
kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang
bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Dalam Tafsir Al-Qurtubi dijelaskan, Qaulan Ma’rufa yaitu
melembutkan kata-kata dan menepati janji.

Qaulan Karima – Ucapan yang Mulia


“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat
baik pada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, seklai kali janganlah kamu mengatakan kepada kedanya
perkatan ‘ah’ dan kamu janganlah membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Qaulan Karima –ucapan
yang mulia” (QS. Al-Isra: 23).

Qaulan Karima adalah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak
didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Dalam ayat tersebut perkataan yang mulia wajib dilakukan saat
berbicara dengan kedua orangtua. Kita dilarang membentak mereka atau mengucapkan kata-kata yang
sekiranya menyakiti hati mereka.

Qaulan Karima harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus
kita hormati. Qaulan Karima adalah "kata-kata yang hormat, sopan, lemah lembut di hadapan mereka" (Ibnu
Katsir).

Qulan Layina - Lemah-Lembut


“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qulan Layina –kata-kata yang lemah-lembut…” (QS.
Thaha: 44).

Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh
keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah
kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar.

Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak
kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan
merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.

Menurut Tafsir Al-Qurtubi, ayat ini merekomendasikan untuk memberi peringatan dan melarang sesuatu yang
munkar dengan cara yang simpatik melalui ungkapan atau kata-kata yang baik dan hendaknya hal itu
dilakukan dengan menggunakan perkataan yang lemah lembut, lebih-lebih jika hal itu dilakukan terhadap
penguasa atau orang-orang yang berpangkat.

Qaulan Maysura – Mudah Dipahami


”Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kamu harapkan, maka
katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).

Qaulan Maysura (Maisuran) bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan
dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang
menggembirakan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, Qaulan Maysura adalah ucapan-ucapan yang pantas, halus, dan lembut. Menurut
Tafsir Al-Azhar, ia adalah kata-kata yang menyenangkan. Karena kadang-kadang kata-kata yang halus dan
berbudi lagi membuat orang senang dan lega, lebih berharga daripada uang dan perhiasaan...

6 Prinsip dan Etika Komunikasi Islam


Dalam Al-Quran, cara berkomunikasi disebut Qaul (perkataan) --dari qola yaqulu qaulan yang
artinya berkata atau perkataan.

Dalam berbagai literatur tentang komunikasi Islam, kita dapat menemukan setidaknya enam jenis
gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika
komunikasi Islam, yakni:

1. Qaulan Sadida (‫سدِيدًا قَ ْو ًلا‬


َ )
2. Qaulan Baligha (
‫بَلِيغًا قَ ْو ۢ ًلا‬
)

3. Qulan Ma’rufa (
‫َم ْع ُروفًا قَ ْو ًلا‬
)

4. Qaulan Karima (‫)ك َِري ًما قَ ْو ًلا‬


5. Qaulan Layinan (‫)لَيِنًا قَ ْو ًلا‬
6. Qaulan Maysura (
‫ورا قَ ْو ًلا‬
ً ُ‫َم ْيس‬
)

#1. QAULAN SADIDA

Qaulan Sadida artinya perkataan yang benar, tidak dusta, tidak bohong. Komunikasi dalam Islam
haruslah mengemukakan yang benar atau faktual saja.

َ ‫علَي ِْه ْام َخافُوا ِضعَافًا ذُ ِريَّ اةً َخ ْلف ِِه ْام مِ نْا ت ََركُوا لَ ْاو الَّذِينَا َو ْليَ ْخ‬
‫شا‬ َ ‫َللاَ فَ ْليَتَّقُوا‬
‫َّا‬
‫سدِيدًا قَ ْو ًال َو ْليَقُولُوا‬
َ

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Qaulan Sadida –
perkataan yang benar” (QS. 4:9)

Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi
(materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa).

Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran,
faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.

“Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS. Al-Hajj:30).

“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran (shidqi) karena sesungguhnya kebenaran itu
memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih).

“Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban).

Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku,
sesuai kadiah bahasa yang berlaku.

“Dan berkatalah kamu kepada semua manusia dengan cara yang baik” (QS. Al-Baqarah:83).

“Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah
bin Basri).

Dalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan
mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

#2. QAULAN BALIGHA

Qaulan Baliga artinya perkataan yang lugas, to the point, tidak bertele-tele, efektif.
‫ٱَللُ يَ ْعلَ ُام ٱلَّذِينَا أ ُ ۟ولََٰٓئِكَا‬
‫ع ْن ُه ْام فَأَع ِْرضْا قُلُو ِب ِه ْام فِى َما َّا‬ ‫بَلِيغًا قَ ْو ۢ ًال أَنفُس ِِه ْام ف َٰٓا‬
َ ‫ِى لَّ ُه ْام َوقُل َو ِع ْظ ُه ْام‬

“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu
berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka Qaulan
Baligha –perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.“ (QS An-Nissa :63).

Kata baligh berarti tepat, lugas, fasih, dan jelas maknanya. Qaulan Baligha artinya menggunakan
kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah
(straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele.

Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan
dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).

”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengann bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)

Anda mungkin juga menyukai