Anda di halaman 1dari 2

Alhamdulillah segaja puji bagi Allah swt yang Maha Pengasih dan tidak pilih kasih diantara semua

hambanya, baik presiden maupun rakyat biasa, tidak memandang pegawai dengan petani, tapi Allah
hanya melihat amal ibadanya.
Shalawat serta salam kepada Rasullah saw, nabi yang menjadi panutan bagi kita semua baik masalah
dunia maupun masalah akhirat.

Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah

Akhir-akhir ini kita mendengar atau membaca diberbagai media massa atau di sosial media, banyak
orang dari berbagai kalangan, tokoh agama, pejabat, politisi, wartawan, aktivis, dan orang awam
sekalipun, dilaporkan kemudian ditangkap dan dipenjara gara-gara omongannya atau tulisannya.
Omongan atau tulisan yang menodai agama, yang menghina dan merendahkan suku, kelompok atau
organisasi tertentu, kritik yang cenderung fitnah, mencemarkan nama baik dan kehormatan.

Oleh karena itu agama kita Islam mengajarkan adab atau etika berbicara, agar kita selamat dari lisan
kita. Nabi saw bersabda : ‫( سالمة اإلنسان في حفظ اللسان‬keselamatan manusia tergantung dalam menjaga
lisannya). Pepatah bugis mengatakan salaka mette’eh ulaweng mammekkoe (perak yang bicara emas
yang diam).

Ada beberapa etika yang harus ditegakkan ketika seseorang orang berbicara, baik secara langsung tatap
muka, face to face, dimuka umum, maupun melalui telpon atau pesan tulisan, agar tidak lisan tetap
terjaga :

Pertama, berbicaralah yang benar dan dengan cara baik. Substansi atau isi pembicaraan kita adalah
benar. Sesuai dengan fakta atau kejadian yang ada. Tidak ditambah dan dikurangi. Jauhkan komentar
atau menyimpulkan dini yang subyektif. Banyak sekali doktrin ajaran Islam tentang ini.

Nabi saw bersabda : qulil haqqa walau kana murran (katakan yang hak meskipun pait resikonya). Sabda
yang lain : man kana yu’minu billahi wal yaumil akhiri falyaqul khairan au liyasmut (barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau jika tidak bisa lebih baik diam).

Allah swt berfirman:

‫هّٰللا‬
‫ص َد َق ٍة َّي ْت َب ُع َهٓا اَ ًذى ۗ َو ُ َغن ٌِّي َحلِ ْي ٌم‬ ٌ ‫َق ْول ٌ َّم ْع ُر ْو‬
َ ْ‫ف َّو َم ْغف َِرةٌ َخ ْي ٌر ِّمن‬
Terjemahannya:
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang
menyakiti. Allah Mahakaya, Maha Penyantun. (QS. Baqarah ayat 263).

Tidah hanya berkata yang benar, tetapi juga harus dengan cara yang baik. Kebenaran harus disampaikan
dengan cara yang santun, dengan pilihan bahasa yang baik yang mudahj dipahami oleh lawan bicara,
dengan intonasi yang sesuai, dalam kondisi yang kondusif. Sebab ada kebenaran yang tidak bisa
disampaikan dengan vulgar, baik melalui kata-kata atau visual. Ada orang korban kecelakan meninggal di
jalan misalnya, potonya tidak boleh disebar secara vulgar. Oleh karena itu harus diperhatikan etika-etika
komunikasi yang baik, dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan, pengalaman, dan kondisi
psikologis orang yang diajak bicara.

Kedua, tataplah wajah lawan bicara. Salah satu bentuk etika atau sopan santun dalam berbicara adalah
melihat wajah lawan bicara. Hal ini akan membuat lawan bicara merasa lebih dihargai dan dihormati.
Menatap wajah lawan bicara dengan sewajarnya saja. Jangan justru membuat lawan bicara seolah-olah
terganggu dengan cara kita melihat wajahnya. Tunjukkan tatapan yang bersahabat, bukan tatapan yang
curika, apalagi memandang remeh.

Ketiga, tunjukkan sikap antusias. Tunjukkan sikap antusias, semanagat. Tunjukkan bahwa kita sangat
senang berbicara dengan dia, siapapun dia. Ini juga sebagai bentuk menghargai apa yang mereka
bicarakan. Meskipun apa yang mereka bicarakan adalah hal yang biasa, tidak hal yang baru, tidak hal
yang penting. Tetapi kita menghargai orangnya. Agar tidak tersinggung.

Keempat, Tidak memotong pembicaraan orang lain. Inilah salah satu bentuk pengendalian diri. Orang
dewasa adalah orang yang bisa mengendalikan diri. Tidak setiap keinginannya diucapkan dengan kata-
kata. Dengarkan lawan bicara kita selesai bicara, baru kita menanggapi. Ini untuk menghindari kita salah
paham atau salah persepsi. Ada orang yang gaya bicaranya muter-muter dan mbulet sehingga tidak
lekas sampai pada intinya. Tetapi dengarkan saja. Ini menjunjukkan tingkat kematangan emosi dan
intelktualitas seseorang.

Kelima, Hindari perdebatan. Dalam berbicara sering kali terjadi perdebatan yang kadang kala bisa
memicu timbulnya rasa sakit hati dan saling tersinggung satu dengan yang lainnya. Ketika terjadi
perbedaan pendapat, carilah titik temu dengan cara yang santun. Jika ternyata tidak ada titik temu,
maka salinglah menghormati perbedaan, atau menghentikan pembicaraan, agar tidak masuk pada
pertengkaran.

Kaum muslimin dan muslimat rahimakumullah

Orang bijak lebih memilih untuk banyak mendengar daripada bicara. Bukan tidak suka atau tidak mau
bicara, tetapi bicara jika memang harus dan perlu dan tidak bicara jika tidak benar-benar memahami
masalahnya.

Seakan memang begitulah alasan mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan dua telinga dan
satu mulut, agar lebih banyak kata yang kita serap daripada yang disuarakan.
Keselamatan seseorang terletak pada kemampuannya dalam menjaga lidahnya, akalnya
diletakkan di depan lidahnya, bukan di belakang, maknanya dia selalu berpikir sebelum menyatakan
sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai