Anda di halaman 1dari 15

HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BERBICARA

(HADITHS ON SPEECH ETIQUETTE)


Dosen Pengampu: Muhtarom, M.Ag.

Afkarina Yukha Aulia (2204026022)


afkarinayukaaulia@gmail.com
Situ Nur Hidayah (2204026023)
nurhidayahsiti642@gmail.com
Ida Lailatin (2204026024)
Idalailatin96@gmail.com
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

ABSTRAK: Berbicara merupakan salah satu sifat alamiah manusia yang jika
digunakan secara efektif dapat membawa kesuksesan dan membawa manfaat bagi
banyak pihak. Namun, Berbicara juga bisa berakibat fatal jika tidak dikendalikan.
Faktanya, banyak sekali perselisihan dan ketidaksepahaman yang terjadi karena
berbicara. Hadis Nabi Muhammad SAW menjadi acuan dalam berbicara yang
baik berdasarkan etika bicara, yaitu kewajiban untuk berbicara dengan sopan,
lembut, dan santun. Islam juga mengajarkan kepada umatnya tentang bagaimana
cara bicara dan komunikasi yang baik dan benar melalui ayat-ayat Al-Qur'an dan
hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Dalam Islam etika berbicara meliputi
beberapa hal, diantaranya yaitu hanya berbicara untuk kebaikan, tidak
membicarakan semua hal yang didengar, dan berbicara seperlunya saja. Dalam
penelitian yang ditulis oleh penulis ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi
etika komunikasi berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW, agar dapat menjadi
panutan bagi seluruh umat manusia khususnya umat Islam ketika berkomunikasi.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pustaka, yakni pengumpulan data
dengan cara melakukan kajian terhadap buku-buku, jurnal, dan literatur lainnya
yang memiliki hubungan dengan permasalahan.
Kata Kunci: Etika, Berbicara, Hadis, komunikasi
ABSTRACT: Speaking is one of the human traits that if used effectively can bring
success and benefit many parties. However, speaking can also be fatal if not
controlled. In fact, a lot of disputes and disagreements occur because of speaking.
The Hadith of the Prophet Muhammad SAW is a reference in speaking well based
on speech ethics, namely the obligation to speak politely, gently, and politely.
Islam also teaches its people about how to speak and communicate well and
correctly through the verses of the Qur'an and the traditions of the Prophet
Muhammad SAW. In Islam, the ethics of speaking include several things,
including only speaking for good, not talking about everything that is heard, and
speaking only as needed. In the research written by this author has the aim of
identifying communication ethics based on the hadith of the Prophet Muhammad
SAW, so that it can be a role model for all human beings, especially Muslims
when communicating. The research method used is the library method, namely
data collection by conducting a study of books, journals, and other literature that
has a relationship with the problem
Keyword: Ethics, speaking, Hadith, communication

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, berbicara adalah salah satu aktivitas yang
paling umum dilakukan oleh manusia. Berbicara adalah sarana utama untuk
berkomunikasi, berinteraksi, dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Namun,
terkadang kita lupa bahwa berbicara bukan hanya sekadar mengeluarkan kata-kata
dari mulut kita. Berbicara juga merupakan bagian integral dari etika dan norma-
norma sosial yang harus dijaga.

Dengan adanya hadis-hadis etika berbicara mengajarkan kita prinsip-


prinsip dasar yang berkaitan dengan cara berbicara yang baik, sopan, dan
bermartabat. Dalam makalah ini, kita akan menggali lebih dalam tentang hadis-
hadis yang mengatur perilaku berbicara dalam Islam. Kita akan menjelajahi
makna dan implikasi dari hadis-hadis ini dalam konteks kehidupan sehari-hari,
serta bagaimana mereka dapat membentuk karakter dan sikap kita dalam
berkomunikasi dengan orang lain.

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari juga kita seringkali kita


dihadapkan pada situasi di mana kita harus mengambil keputusan tentang cara
berbicara kita. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih dalam tentang hadis-hadis
etika berbicara akan membantu kita menjadi individu yang lebih bijak, empati,
dan memiliki kemampuan berbicara yang lebih baik.

Makalah ini disusun dengan menguraikan beberapa hadis yang berkaitan


dengan etika berbicara dalam Islam, mengeksplorasi nilai-nilai yang ada
didalamnya.

PENGERTIAN ETIKA BERBICARA


Kata "etika" berasal dari bahasa Yunani, dari kata "ethos", yang berarti "pola
pikir". Jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat atau kebiasaan. Etika adalah norma
yang dapat diterapkan dan dipegang teguh oleh individu atau kelompok masyarakat.

Abudin Nata mengatakan bahwa etika adalah bidang ilmu yang mempelajari
buruknya tingkah laku seseorang, baik dalam ucapan maupun perilaku. Ki Hajar
Dewantara juga mengatakan bahwa etika adalah cabang dari ilmu filsafat yang membahas
aturan sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat. A. Mustafa juga mengatakan tentang
etika, seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara: "Etika adalah ilmu yang menentukan
baik atau buruk perilaku seseorang berdasarkan pengetahuan mereka."1

Dari uraian-uraian tersebut, kita dapat menarik kesimpulan tentang etika. Etika
pasti bergantung pada aturan, nilai-nilai, dan tingkah laku yang dijunjung dalam hidup
seseorang atau kelompok Masyarakat.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan "berbicara" sebagai berkata,


bercakap, berbahasa, melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan sebagainya),
atau berunding. Berbicara adalah cara manusia berkomunikasi secara lisan untuk
mengungkapkan ide dan gagasan yang mereka pikirkan. Dalam kehidupan sehari-hari,

1
Darussalam dan Neng Lutfi Maspupah, “ETIKA BERKOMUNIKASI PERSPEKTIF HADIS”,
Jurnal Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol.4, No.1, September (2019), hal.101
berbicara adalah kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial karena semua orang harus
selalu berkomunikasi dengan orang lain.

Penyampaian maksud (ide, pikiran, atau isi hati) seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa lisan sehingga orang lain dapat memahaminya disebut
berbicara. Jadi, berbicara dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang melibatkan
penggunaan bahasa lisan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang
lain.

Jadi etika berbicara adalah tata cara dan aturan yang digunakan seseorang untuk
menyampaikan pendapat, ide, dan perasaan mereka kepada orang lain, yang pada
gilirannya berfungsi sebagai standar atau tolak ukur suatu tindakan.

KAJIAN HADIS-HADIS ETIKA BERBICARA


1. Hadis Tentang Berbicara Menggunakan Kata-Kata yang Baik

‫ َع ْن َأِبي‬، ‫ َع ْن َأِبي َحِص يٍن‬،‫ َح َّد َثَنا َأُب و اَألْح َو ِص‬، ‫ َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َسِع يٍد‬- ٦٠١٨«
‫ «‌َم ْن ‌َك اَن ‌ُيْؤ ِم ُن‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫ َقاَل‬،‫ َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬،‫َص اِلٍح‬
،‫ َو َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو الَيْو ِم اآلِخ ِر َفْلُيْك ِر ْم َض ْيَفُه‬،‫‌ِباِهَّلل‌َو الَيْو ِم ‌اآلِخ ِر ‌َفاَل ‌ُيْؤ ِذ َج اَرُه‬
‫َو َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو الَيْو ِم اآلِخ ِر َفْلَيُقْل َخْيًرا َأْو ِلَيْص ُم‬
2 ‫ْت‬

“Rasulullah SAW: “ Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
janganlah ia menganggu tetangganya, dan barang siapa beriman kepada Allah
dan hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya dan barang siapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir hendaknya ia berkata baik atau diam.”
Dalam hadis di atas menjelaskan bahwa dengan berbuat baik kepada
tetangga, memuliakan tamu, bertutur kata yang baik, serta menjaga lisan dari
perkataan yang dapat menyinggung perasaan orang lain adalah salah satu bentuk
keimanan kita kepada Allah. Menjaga lisan dapat dilakukan dengan dua hal,
pertama , bertutur kata yang baik, dan yang kedua, adalah apabila tidak bisa

2
Muhammad bin Ismail bin al-Mughirah Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari (Damaskus: Dar Ibnu
Katsir, 1993), Hadis Nomor 6018.
(Al-Hajjaj Al-Qushayri Al-Naysaburi, 1955) (al-Tirmidzi, 1996) (Al-Sijistani)
berbicara baik maka diam adalah pillihan yang lebih baik. Akan tetapi ucapan
yang bermanfaat tentunya akan lebih utama dibandingkan dengan diam.
Pada akhir uraian hadits tersebut Rasul memerintahkan kepada seluruh
umat untuk selalu memelihara lisannya dari perkataan buruk yang merugikan ,
karena lisan yang baik adalah lisan yang selalu digunakan untuk berdzikir kepada
Allah, memberi informasi yang bermanfaat untuk orang lain dan lisan yang diam
apabila tidak digunakan untuk kebaikan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh al-Bukhari disebutkan bahwa perkataan yang baik adalah salah satu bentuk
sedekah. Karena ia dapat menggembirakan siapa saja yang mendengar dan
menghikangkan perasaan tidak mengenakan dalam hati.
Menurut Abu al- Hasan Ali al- Mawardi, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan agar pembicaraan terhindar dari kesalahan diantara nya yaitu berbicara
sesuai dengan tempatnya, berbicara seperlunya serta memilah kata-kata yang
akan diucapkan.
2. Hadis Tentang Berbicara dengan Etiket dan Efisien

،‫ َع ْن ُمَح َّم ِد ْبِن ُس وَقَة‬، ‫ َح َّد َثَنا َم ْر َو اُن ْبُن ُمَع اِو َي َة اْلَف َز اِر ُّي‬، ‫َح َّد َثَنا اْبُن َأِبي ُع َم َر‬
‫ َس اَل ٌم‬:‫ َكَتَب اْلُمِغ يَر ُة ِإَلى ُمَع اِو َي َة‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َع ْن َو َّراٍد‬، ‫َأْخ َبَر َنا ُمَحَّم ُد ْبُن ُع َبْيِد ِهللا الَّثَقِفُّي‬
‫ "‌ِإَّن ‌َهللا‌َح َّر َم‬:‫ َيُقوُل‬، ‫ َفِإِّني َسِم ْع ُت َر ُسوَل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬، ‫ َأَّم ا َبْعُد‬، ‫َع َلْيَك‬
‫ َو َنَهى َع ْن‬،‫ َو اَل َو َه اِت‬،‫ َوَو ْأَد اْلَبَن اِت‬، ‫‌َح َّر َم ‌ُع ُق وَق ‌اْلَو اِل ِد‬،‫‌َو َنَهى‌َع ْن ‌َثاَل ٍث‬،‫ًثا‬ ‫‌َثاَل‬
3
" ‫ َو ِإَض اَع ِة اْلَم اِل‬، ‫ َو َك ْثَرِة الُّسَؤاِل‬، ‫ ِقيَل َو َقاَل‬:‫ٍث‬ ‫َثاَل‬
Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah mengharamkan tiga
perkara dan melarang tiga perkara: Allah ,mengharamkan durhaka terhadap
orang tua, mengubur amak Perempuan hidup-hidup dan tidak mau memberi. Dan
Allah melarang dari tiga perkaraa: mengatakan sesuatu yang tidak jelas
sumbernya, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta.”

Menurut Kamus Besar Bahaas Indonesia, efektif diartikan sebagai manjur,


berguna dan dapat membawa hasil. Sedangkan efisien diartikan sebagai ketepatan
3
Abu Al-Hussein Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qushayri Al-Naysaburi, Sahih Muslim,
(Kairo: Partners Press, 1955) nomor hadis 1715.
cara dalam melakukan sesautu dengan tidak membuang-buang waktu. Secara
keseluruhan, berbicara dengan tepat dan tidak membuang-buang waktu serta
berdampak positif, baik terhadap pembicara maupun pendengar.
Dijelaskan maksud dari hadits diatas adalah Allah lebih menyukai orang
yang berbica berdasarkan fakta, bukan berdasar “katanya”, karena sebaiknya
perkara yang dikatakan harus jelas sumbernya. Allah juga membenci orang-orang
yang bertanya dengan tujuan menyudutkan dan mendesak orang lain dalam hal
yang tidak ada manfaatnya.
Hadits tersebut menjadi acuan untuk berkomunikasi dengan baik yang
didasari dengan etika berkomunikasi , yakni keharusan berbicara dengan sopan,
lembut, langsung ke inti dan Ketika berbicara hendaknya seperlunya saja, tidak
mengatakan hal yang tidak bermanfaat dan tidak pula banyak menanyakan hal
yang tidak penting. Karena percuma saja Panjang lebar jika poin yang ingin
disampaikan tidak bisa ditangkap dengan baik oleh pendengar.

3. Hadits Tentang Berbicara Jujur dan Tidak Dusta

،‫ َع ْن َش ِقيِق ْبِن َس َلَم َة‬،‫ َع ْن اَألْع َم ِش‬،‫ َح َّد َثَنا َأُبو ُمَع اِو َيَة‬: ‫ َح َّد َثَنا َهَّناٌد َقاَل‬- ١٩٧١«
‫ «َع َلْيُك ْم ِبالِّص ْد ِق‬: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬: ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن َم ْسُعوٍد َقاَل‬
‫‌َو َم ا‌َي َز اُل ‌الَّرُج ُل ‌َيْص ُدُق‬،‫ َو ِإَّن الِبَّر َيْهِد ي ِإَلى الَج َّنِة‬،‫َفِإَّن الِّص ْد َق َيْهِد ي ِإَلى الِبِّر‬
‫ َو ِإَّياُك ْم َو الَك ِذَب َفِإَّن الَك ِذَب َيْه ِد ي ِإَلى‬،‫‌َو َيَتَح َّرى الِّص ْد َق َح َّتى ُيْك َتَب ِع ْنَد ِهَّللا ِص ِّديًقا‬
‫ َو َم ا َيَز اُل الَع ْبُد َيْك ِذ ُب َو َيَتَح َّرى الَك ِذَب َح َّتى‬، ‫ َو ِإَّن الُفُجوَر َيْهِد ي ِإَلى الَّناِر‬، ‫الُفُجوِر‬
‫ َو َع ْب ِد ِهَّللا ْبِن‬، ‫ َو ُع َم َر‬،‫ُيْك َتَب ِع ْن َد ِهَّللا َك َّذ اًبا» َو ِفي الَب اِب َع ْن َأِبي َبْك ٍر الِّص ِّديِق‬
4
‫ َهَذ ا َح ِد يٌث َح َس ٌن َص ِح يٌح‬: ‫ َو اْبِن ُع َم َر‬، ‫الِّشِّخ يِر‬

“Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kalian bersikap jujur, karena


kejujurann itu akan membawa pada kebaikan, sedangkan kebaikan akan

4
Muhammad bin ‘Isa al-Tirmidhi, Sunan Al-Tirmidzî (Beirut: Dar al-Gharib al-Islami, 1996),
1971.
membawa kepada surga. Tidaklah seorang bersikap jujur dan selalu berbuat
jujur hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan hendaklah
kalian menjauhi sikap dusta, karena kedystaan itu akan membawa pada kekejian,
sedangkan kekejian akan membawa kepda neraka. Dan tidaklah seorang berbuat
dusta dan selalu berdusta hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai seorang
pendusta.”
Pada redaksi hadis tersebut, jujur disebut dengan al-sidq sedangkan dusta
dengan al-kidzb. Imam Nawawi menjelaskan bahwa kejujuran dapat menuntun
seseorang pada kebaikan dan dapat menjadi perantara bagi seseorang menuju
surga. Maksud dari kata al-birru dalam hadits di atas adaalah satu kata yang
mencakup semua jenis kebaikan. Dikatakn juga bahwa al-birru bermakna surga..
Sedangkan kebohongan (al-kidzbu) dapat menuntun seseorang menuju
keburukan, dosa, dan maksiat sehingga dapat mengantarkannya menuju neraka.
Dusta adalah sifat madzmumah yang harus dihindari oleh setiap muslim.
Orang yang sering berbohong dan nyaman dengan kebohongannya akan terbiasa
melakukan kebohongan. Karena untuk menutupi sebuah kebohongan, orang harus
berbohong lagi dengan kebohongan lainnya. Menurut A.Ilyas Ismail, kujujuran
seseorang dapat terlihat dari seberapa mampu seseorang dalam tiga aspek: af’al
(perbuatn), aqwal (perkataan), dan ahwal (keadaan).
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyinggung mengenai kejujurajn
dan dusta . salah satunya yaitu dalam surah al-Taubah ayat 119:
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َو ُك وُنوا َم َع الَّصاِدِقيَن‬

“Hai orang-orang yang beriman bertawakalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu Bersama orang-orang yang benar”

Abu Ja’far mengatakan bahwa maksud dari kata al-sadiiqin dalam ayat itu
adalah orang yang menyesuaikan ucapan dengan perbuatan dan tidak pernah
menjadi munafik

4. Hadis Tentang Mendahulukan yang Lebih Tua dalam


Berbicara
Rasulullah SAW mendidik sahabatnya agar mendahulukan
yang lebih tua dalam berbicara. Hal ini tergambar di hadis ini
yaitu
، ‫ َع ْن ُبَش ْيِر ْبِن َيَس اٍر‬، ‫ َع ْن َيْح َيى ْبِن َس ِع يٍد‬، ‫ ُهَو اْبُن َز ْيٍد‬، ‫ َح َّد َثَنا َح َّم اٌد‬:‫َح َّد َثَنا ُس َلْيَم اُن ْبُن َح ْر ٍب‬
‫ َو َس ْهِل ْبِن َأِبي َح ْثَم َة أنهما حدثاه أن عبد هللا بن سهل‬،‫ َع ْن َر اِفِع ْبِن َخ ِد يٍج‬، ‫َم ْو َلى اَأْلْنَص اِر‬
‫ فجاء عبد الرحمن‬،‫ فقتل عبد هللا بن سهل‬،‫ فتفرقا في النخل‬،‫ومحيصة بن مسعود أتيا خيبر‬
‫ َفَب َد َأ‬، ‫ َفَتَك َّلُم وا ِفي َأْم ِر َص اِح ِبِهْم‬،‫بن سهل وحويصة ومحيصة ابنا مسعود إلى الَّنِبِّي ﷺ‬

‫ ِلَيِلَي‬:‫ َيْع ِني‬:‫ َق اَل َيْح َيى‬.) ‫ (َك ِّب ِر اْلُك ْب َر‬:‫ َفَق اَل الَّنِبُّي ﷺ‬، ‫ َو َك اَن َأْص َغ َر اْلَقْو ِم‬، ‫َع ْبُد الَّرْح َمِن‬
. ‫اْلَكاَل َم اَأْلْك َبُر‬

Kemudian Abdul Rahman bin Sahl, Huwaishah, dan Muheesah bin Mas'ud, kedua anak
Mas'ud datang kepada Nabi dan menceritakan kejadian atau perkara yang telah di alami
mereka. Abdul Rahman, yang paling muda di antara mereka, mulai berbicara.
“Rasulullah salallahu alaihi wasallam bersabda: "Bicaralah yang lebih tua." Yahya

.berkata; "Maksudnya hendaknya yang paling tua yang lebih dulu angkat bicara

Menurut Ibnu Hajar, yang dimaksud dengan "tua" adalah usianya. Selain itu,
dianjurkan untuk berbicara terlebih dahulu kepada orang yang lebih tua usianya, yaitu
mereka yang memiliki tingkat keilmuan dan pemahaman yang lebih tinggi. Namun, usia
tidak menjamin seseorang sebagai alim karena fakta bahwa usia tidak menentukan tingkat
keilmuan seseorang. Selain itu, banyak yang masih muda tetapi memiliki pemahaman dan
pengetahuan yang baik.
Dari uraian tersebut, Rasul mengatakan untuk memprioritaskan orang yang lebih
tua sebagai bentuk penghormatan, dan memprioritaskan orang yang ilmunya lebih banyak
sebagai bentuk takdzim.

Banyak hal yang harus dipertimbangkan ketika berbicara dengan orang yang
lebih tua. Ketika hendak berbicara dengan mereka, pastikan kalian mengucapkan
perkataan dengan jelas, tidak terlalu keras, dan tidak terlalu pelan. Tentu saja, hal ini juga
harus diperhatikan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, tetapi juga perlu
dipraktikkan dengan teman sebaya atau anak kecil. sehinnga pesan yang diucapkan jelas
dan komunikasi berjalan dengan lancar.5

5. Hadis Tentang Larangan Mencaci, Mencela, dan Berkata Keji


Beberapa sifat tidak terpuji yang harus dihindari oleh seorang
Muslim adalah mencela, mencaci, dan berbicara kotor. Karena,
muslim sudah memilki pedoman untuk dijadikan acuan dalam
kehidupan

‫ َع ِن‬، ‫ َع ْن ‌ِإْس َر اِئيَل‬، ‫ َح َّد َثَنا ُمَح َّم ُد ْبُن َس اِبٍق‬: ‫ َق اَل‬، ‫َح َّد َثَنا‌ُمَح َّم ُد ْبُن َيْح َيى اَأْلْز ِد ُّي اْلَبْص ِرُّي‬
: ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬: ‫ َع ْن ‌َع ْبِد ِهللا َقاَل‬، ‫ َع ْن ‌َع ْلَقَم َة‬، ‫ َع ْن ‌ِإْبَر اِهيَم‬، ‫‌اَأْلْع َمِش‬
6
‫ َو اَل اْلَبِذ يِء‬،‫ َو اَل اْلَفاِح ِش‬، ‫ َو اَل الَّلَّعاِن‬،» ‫«َلْيَس اْلُم ْؤ ِم ُن ِبالَّطَّعاِن‬

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya al-Basri al-Azdi,


berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sabiq dari Isra’il, dari A’masy
dari Ibrahim dari al-Qamah, dari Abdillah berkata, Rasulullah bersabda seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mencela, melaknat, berprasangka buruk, dan
mengucapkan ucapan yang kotor.”

5
Ira Nur Azizah, Skripsi: “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah, 2017), Hal 52.

6
Muhammad bin ‘Isa al-Tirmidhi, Sunan Al-Tirmidzî (Beirut: Dar al-Gharib al-Islami, 1996), 520.
Larangan mengenai mencaci, mencela dan berkata kotor juga tertera dalam Q.S
al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi

‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا اَل َيْسَخ ْر َقْو ٌم ِّم ن َقْو ٍم َع َس ٰٓى َأن َيُك وُنو۟ا َخْيًرا ِّم ْنُهْم َو اَل ِنَس ٓاء\ِّم ن ِّنَس ٓاٍء َع َس ٰٓى‬
ۚ ‫َأن َيُك َّن َخْيًرا ِّم ْنُهَّن ۖ َو اَل َتْلِم ُز ٓو ۟ا َأنُفَس ُك ْم َو اَل َتَناَبُز و۟ا ِب ٱَأْلْلَٰق ِبۖ ِبْئَس ٱٱِلْس ُم ٱْلُفُس وُق َبْع َد ٱِإْل يَٰم ِن‬
‫َّٰظ‬ ‫َٰٓل‬
‫َو َم ن َّلْم َيُتْب َفُأ۟و ِئَك ُهُم ٱل ِلُم وَن‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki


merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Dalam ayat di atas, Allah Swt melarang semua orang beriman untuk mengejek
orang beriman lainnya dengan berbagai macam ejekan, seperti karena kemiskinannya
atau dosanya. Tidak peduli apakah itu dilakukan langsung di depan orang yang diejek
atau tidak. Semua bentuk ejekan, olok-olok, atau hal semacamnya tetap dilarang.

dari uraian di atas dapat diketahui bahwa saat berbicara, Anda harus
menggunakan bahasa yang baik dan menghindari cacian, celaan, dan perkataan kotor.
Semua orang yang beragama Islam harus mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw, yang
lisannya tidak pernah mencaci, melaknat, dan mencela. Dengan demikian, setiap sifat
baik dan mulia dapat menggenangi kehidupan manusia, terutama masyarakat Islam di
seluruh dunia.7

6. Hadis Tentang Menjauhi Perdebatan dengan Lawan Berbicara

7
Ira Nur Azizah, Skripsi: “Studi Tematik Hadis Tentang Etika Berkomunikasi” (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2017), Hal 59.
‫ َع ْن‬، ‫ َح َّد َثَنا اْبُن َأِبي ُف َد ْيٍك‬: ‫ َقااَل‬،‫ َو َهاُر وُن ْبُن ِإْس َح اَق‬، ‫َح َّد َثَنا َع ْبُد الَّرْح َمِن ْبُن ِإْبَر اِهيَم الِّد َم ْش ِقُّي‬
‫ «َم ْن َت َر َك‬: ‫ َق اَل َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬: ‫ َق اَل‬، ‫ َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك‬، ‫َس َلَم َة ْبِن َو ْر َداَن‬
‫ ُبِنَي َل ُه ِفي‬، ‫ َو َم ْن َت َر َك اْلِم َر اَء َو ُه َو ُمِح ٌّق‬،‫ ُبِنَي َلُه َقْص ٌر ِفي َر َبِض اْلَج َّنِة‬،‫اْلَك ِذَب َو ُهَو َباِط ٌل‬
8
‫ ُبِنَي َلُه ِفي َأْعاَل َها‬،‫ َو َم ْن َح َّس َن ُخ ُلَقُة‬،‫َو َسِط َها‬

“Telah menceritakan kepada kami Abdul Rahman bin Ibrahim Ad-Dimashqi dan
Harun bin Ishaq, keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Fudayk,
dari Salamah bin Wardan, dari Anas bin Malik, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa meninggalkan dusta, sementara dia bathil, maka akan
dibangunkan baginya istana di tepian surga. Barangsiapa meninggalkan debat meskipun
ia benar, maka akan dibangunkan baginya istana di tengah surga. Barangsiapa
memperbaiki akhlaknya maka baginya akan dibangunkan istana di surga yang paling
tinggi.”

Mengenai redaksi hadis di atas, Al-Mubarakfuri menjelaskan bahwa jika


seseorang selalu jujur, Allah akan membangun istana di dekatnya di surga, tetapi jika
seseorang meninggalkan debat, Allah akan membangun istana di tengah surga. Ini
menunjukkan bahwa meninggalkan perdebatan tentang hal-hal yang benar akan lebih
penting daripada menjadi jujur saja. Ada banyak orang yang berdebat dengan berkata
bohong, ini dilakukan untuk menghalalkan segala cara, bahkan dengan memanipulasi
data dan fakta agar terlihat benar.9

8
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamilah,diakses dari
https://shamela.ws/book/1198/61#p1 pada tanggal 24 september 2023 pokul 00.06 WIB.

9
Darussalam dan Neng Lutfi Maspupah, “ETIKA BERKOMUNIKASI PERSPEKTIF HADIS”,
Jurnal Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol.4, No.1, September (2019), hal.105
‫‪7. Hadis Larangan Mengumpat dan Ghibah‬‬

‫َح َّد َثَنا ُع ْثَم اُن ْبُن َأِبي َشْيَبَة‪َ ،‬ح َّد َثَنا اَأْلْس َو ُد ْبُن َعاِم ٍر ‪َ ،‬ح َّد َثَنا َأُبو َبْك ِر ْبُن َع َّي اٍش‪،‬‬
‫َع ِن اَأْلْع َم ِش‪َ ،‬ع ْن َسِع يِد ْبِن َع ْبِد ِهَّللا ْبِن ُج َر ْيٍج‪َ ،‬ع ْن َأِبي َب ْر َزَة اَأْلْس َلِمِّي ‪َ ،‬ق اَل ‪:‬‬
‫َق اَل َر ُس وُل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم ‪َ :‬ي ا َم ْعَش َر َم ْن آَم َن ِبِلَس اِنِه‪َ ،‬و َلْم َي ْد ُخ ِل‬
‫ َفِإَّنُه َمِن اَّتَبَع َع ْو َر اِتِهْم‬، ‫ َو اَل َتَّتِبُعوا َعْو َر اِتِهْم‬، ‫ اَل َتْغ َتاُبوا اْلُم ْس ِلِم يَن‬،‫اِإْل يَم اُن َقْلَبُه‬
10
‫ َو َم ْن َيَّتِبِع ُهَّللا َعْو َر َتُه َيْفَض ْح ُه ِفي َبْيِتِه‬،‫َيَّتِبُع ُهَّللا َعْو َر َتُه‬
“Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada
kami Al-Aswad bin 'Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin 'Ayyash, dari Al-
A'masy, dari Sa'id bin 'Abdullah bin Juraij, dari Abu Burzah Al-Aslami, ia berkata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai orang-orang yang beriman
dengan lisannya namun keimanannya belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian
mengumpat seorang muslim dan jangan pula mencari-cari kesalahannya. Sebab siapa
saja yang mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan mencaricari kesalahannya.
Maka siapa saja yang Allah telah mencari-cari kesalahannya, Allah tetap akan
menampakkan kesalahannya meskipun ia ada di dalam rumahnya."

Dijelaskan oleh Abu Tayyib mengenai potongan hadis ،‫َيا َم ْعَش َر َم ْن آَم َن ِبِلَس اِنِه‬
‫ اَل َتْغ َت اُبوا اْلُم ْس ِلِم يَن‬،‫َو َلْم َيْد ُخ ِل اِإْل يَم اُن َقْلَبُه‬, Banyak orang mengklaim menjadi muslim,
tetapi iman dalam hati mereka belum benar-benar nyata. Ini karena banyak orang muslim
yang membicarakan keburukan saudaranya sesama muslim, yang diistilahkan dengan
"memakan daging saudaranya sendiri". Oleh karena itu, mereka harus menghindari
menggunjing dan mencari kesalahan dan aib orang lain untuk menjaga lisan dan hati dari
perbuatan buruk tersebut.11

Di redaksi "Janganlah kalian mengumpat seorang muslim dan jangan pula


mencari-cari kesalahannya," itu menjelaskan tentang menggunjing atau mencari
kesalahan orang lain adalah hal yang tidak terpuji. Karena orang orang akan terlalu sibuk
dengan masalah orang lain, mereka akan lupa untuk bercermin pada diri sendiri dan
mengabaikan kewajiban untuk selalu berpikir tentang diri sendiri. Sangat sibuk mencari
aib orang lain, meskipun aib sendiri sangat banyak. Perilaku seperti ini sangat tercela
karena mereka menyadari setiap kesalahan yang dilakukan orang lain tetapi tidak
menyadari apa yang di perbuat diri sendiri.

10
Abi Dawud Sulaiman bin al-Asy’ats Al-Sijistani, Sunan Abu Dawud (Beirut: Maktabah
al-‘Ashriyyah), 270.

11
Darussalam dan Neng Lutfi Maspupah, “ETIKA BERKOMUNIKASI PERSPEKTIF HADIS”,
Jurnal Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, Vol.4, No.1, September (2019), hal.106
Umat Islam harus senantiasa menjauhkan diri dari ghibah saat berkomunikasi
berdasarkan uraian hadits. Komunikasi antara komunikator dan komunikan harus
mengandung pesan positif dan menghindari gunjingan dan fitnah. Dengan demikian,
komunikasi yang terjadi antara komunikator dan komunikan akan bermanfaat bagi kedua
belah pihak dan menguntungkan.

KESIMPULAN
Dalam kehidupan sebagai seorang muslim yang beriman tentunya perlu
adanya etika agar lebih terarah sebab ada yang mengatur dan menjelaskan
ketentuan mana yang baik dan mana yang buruk. Termasuk dalam etika berbicara.
Rasulullah memerintahkan kita untuk dapat menjaga lisan saat berkomunikasi.
Karena keselamatan sesorang itu juga bergantung pada lisannta, jika sesorang
mampu mengendalikan lisannya untuk selalu dalam ketaatan kepada Allah, maka
akan menjadi kebahagaiaan di dunia maupun di akhirat, sebaliknya jika lisannya
tidak tekendali maka kerugian dan kesengsaraan yang pasti akan dirasa di dunia
maupun di akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajjaj Al-Qushayri Al-Naysaburi, A. M. (1955). Shahih Muslim. Kairo: Partner
Press.
al-Mughirah, M. I. (1993). Shahih Al-Bukhari. Damaskus: Dar Ibnu Katsir.
Al-Sijistani, A. b.-A. (n.d.). Sunan Abu Dawud. Beirut: Maktabah al-'Ashriyyah.
al-Tirmidzi, M. b. (1996). Sunan Al-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Gharib al-Islami.
Darussalam, & Maspupah, N. L. (2019, September). Etika Berkomunikasi
Perspektif Hadis (Dalam Kutub ar-Tis'ah). Jurnal Ilmu hadis.
Iskandar, M. (2019). Kritik Sanad Dan Matan Hadis Etika Berbicara Prespektif
Al-Ghazali Dalam Kitab Ihya 'Ulum Al-Din. Jakarta:
repository.uinjkt.ac.id. Retrieved from
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/45696

Anda mungkin juga menyukai