Anda di halaman 1dari 24

BENTUK KOMUNIKASI DAKWAH DALAM AL-QUR’AN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode


Dakwah Islam

Disusun oleh:
Dwi Puspita Maharani (22211922)
Fitriah Muthmainnah (22211943)
Hilyatul Jannah (22211952)

Dosen Pengampu:
M. Haris Hakam, S.H, M.A.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
T.A 1445 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Karena
rahmat Allah dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Bentuk Komunikai Dakwah Dalam Al-Qur’an”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada salah satu
mata kuliah Metode Dakwah Al-Qur’an. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang “Bentuk Komunikasi Dakwah Dalam Al-Qur’an”. Penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Metode Dakwah Al-Qur’an, Bapak M. Haris Hakam, S.H, M.A. karena
tugas yang telah diberikan ini dapat menambah penngetahuan dan
wawasan terkait bidang ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang


telah membantu proses penyusunan makalah ini. Penulis menyadari
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Tangerang Selatan, 20 September 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..............................................................1


B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................3

BAB II: PEMBAHASAN

A. Pengertian Qaulan.......................................................................4
B. Qaulan Ma’rūfa...........................................................................5
C. Qaulan Balīgha...........................................................................7
D. Qaulan Layyinan.........................................................................8
E. Qaulan Maisūra........................................................................12
F. Qaulan Karīma..........................................................................14
G. Qaulan Sadīda...........................................................................16

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................19
B. Saran..........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Salah satu nikmat terbesar yang di anugerahkan Allah kepada
manusia ialah kemampuan berbicara, dengan mengambil perbandingan
pada makhluk hewan, tampak sekali besarnya nikmat kemampuan berbicara
itu bagi manusia. makhluk hewan tidak memiliki kemampuan berbicara
untuk mengungkapkan keinginannya, sementara manusia memilikinya
secara sempurna, dengan kemampuan ini, manusia leluasa mengemukakan
segala keinginan untuk mendapatkan respon dan apresiasi terhadap segala
keinginannya.
Dakwah merupakan salah satu konsep fundamental dalam islam
yang mengacu pada tugas utama umat islam untuk menyampaikan ajaran
agama kepada masyarakat luas. Al-Qur’an menyatakan bahwa setiap
muslim memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran agama islam
demi kebaikan bersama dan mendekatkan manusia kepada tuhan. Al-
Qur’an adalah sumber utama ajaran islam yang menjadi pedoman bagi umat
islam dalam melakukan dakwah. Al-Qur’an mengandung prinsip-prinsip,
pedoman, dan tatacara untuk menyampaikan ajaran agama dengan bijak,
penuh kebijaksanaan, dan keadilan.
Dakwah merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa dipisahkan lagi
bagi setiap muslim, namun yang menjadi permasalahannya tidak setiap
muslim mengetahui cara atau metode berdakwah agar apa yang
disampaikannya menyentuh hati pendengar dan sesuai dengan karakteristik
atau sosial budaya. Dan untuk mewujudkan hal itu maka perlu mengetahui
etika komunikasi yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk menjadi

1
landasan berdakwah. Al-Qur’an sebagai sebuah tulisan paling autentik
memuat konsep etik dan moral yang dapat dibagi menjadi dua kelompok
utama. Pertama, terdiri dari istilah-istilah yang berkenaan dengan
kehidupan etik orang islam pada masyarakat yang islamik. Etika ketika
diterapkan dalam sistem dakwah, ia menjadi orientasi bagi usaha dā’i untuk
menjawab pertanyaan mendasar mengenai bagaimana seorang dā’i
seharusnya hidup dan melaksanakan tugas profesionalnya.
Dengan demikian, sistem komunikasi Islami dalam Al-Qur’an
sangat tepat dipergunakan untuk membina dan mendidik manusia, sehingga
selalu melaksanakan amar ma’rūf dan nahī mungkar, sehingga ia tidak
kehilangan haknya sebagai seorang manusia dan sebagai warga masyarakat
karena dikucilkan. Kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam ini
merupakan panduan bagi kaum Muslim dalam melakukan komunikasi, baik
dalam komunikasi intrapersonal, interpersonal dalam pergaulan sehari hari,
berdakwah secara lisan dan tulisan, maupun dalam aktivitas lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Qaulan?
2. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Ma’rūfa?
3. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Balīgha?
4. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Layyinan?
5. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Maisūra?
6. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Karīma?
7. Apa yang dimaksud dengan Qaulan Sadīda?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Ma’rūfa
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Balīgha
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Layyinan

2
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Maisūra
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Karīma
7. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Qaulan Sadīda

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Qaulan

Dalam bahasa Indonesia “qaul” diartikan dengan kata. Kata “qaul”


disebut 1.722 kali dalam Al-Qur’an; 529 kali dalam bentuk “qāla”, 92 kali
dalam bentuk yaqūlun, 332 kali dalam bentuk “qul”, 13 kali dalam bentuk
“qūlu”, 49 kali dalam bentuk “qīla”, 52 kali dalam bentuk “al-qaul”, 12
kali dalam bentuk “qauluhum” dan bentuk-bentuk lainnya. Menurut Ibnu
Mandzur, “qaul” adalah lafadz yang diucapkan oleh lisan baik maknanya
sempurna atau pun tidak.1

Menurut definisi Ibnu Mandzur ini, maka “qaul” bisa berarti kata
atau bisa juga berarti kalimat, karena kata yang maknanya sempurna dalam
bahasa Indonesia disebut dengan kalimat. Komunikasi adalah fitrah bagi
manusia. Al-Qur’an menjelaskan konsep yang terkait dengan komunikasi.
Seperti apa yang dikatakan Al-Syaukani, kata “al-bayān” sebagai
kemampuan komunikasi. kata kunci yang ada dalam Al-Qur’an untuk
berkomunikasi adalah dengan kata al-qaul.2

Secara istilah, qaul adalah kata yang mengandung makna, keluar


dari lisan seseorang atas dasar kesengajaan dan kesadaran penuh dari orang-
orang yang mengucapkannya. Bentuk dasar metode komunikasi dalam Al-

1
Najhan Dzulhusna, Nunung Nurhasanah, and Yuda Nur Suherman, “Qaulan
Sadida, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Baligha, Qaulan Maisura, Qaulan Layyina Dan Qaulan
Karima Itu Sebagai Landasan Etika Komunikasi Dalam Dakwah,” Journal Of Islamic Social
Science And Communication (Jissc) Diksi 1, no. 02 (August 31, 2022): hal. 79.
2
Dzulhusna, Nurhasanah, and Suherman, hal. 79.

4
Qur`an yaitu qaulan ma’rūfa, qaulan balīgha, qaulan layyinan, qaulan
maisūra, qaulan karīma dan qaulan sadīda.3

B. Qaulan Ma’rūfa

Kalimat qaulan ma’rūfa disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:

‫ْي فَ ْارُزقُ ْوُه ْم ِمْنهُ َوقُ ْولُْوا ََلُْم قَ ْواًل‬ ِ ِ ِ


ُ ْ ‫ضَر الْق ْس َم َة اُولُوا الْ ُق ْرىٰب َوالْيَ ت ىىمى َوالْ َم ىسك‬
َ ‫َوا َذا َح‬
‫َّم ْع ُرْوفاا‬
Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa
kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka
dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik.” (QS. An-Nisā’ [4]: 8).4
Kata qaulan ma’rūfa dalam Al-Qur’an kebanyakan diperintahkan
untuk digunakan orang-orang beriman kepada orang lain yang memiliki
hubungan kekerabatan, atau akan menjadi kerabat (keluarga) dalam
berbagai pembicaraan atau permasalahan. Pembahasan dalam pembicaraan
mereka tentu tidak jauh dari seputar urusan keluarga, seperti pernikahan dan
pengurusan harta benda, dan sebagainya. Pada ayat diatas misalnya, kata
qaulan ma’rūfa diartikan sebagai sindiran yang baik. Ayat ini berhubungan
dengan konteks pemeliharaan harta anak yatim. Sedangkan kasus yang
banyak terjadi adalah oleh mereka yang dekat secara kekeluargaan atau
kerabatnya. Ayat tersebut memberitahu kita bahwa kata qaulan ma’rūfa
harus selalu dipergunakan, walaupun hanya kepada anggota keluarga yang
masih anak-anak, bahkan anak yatim.5

3
Samsul Bahri and Isra Wahyuni, “Ragam Metode Komunikasi Dalam Al-Qur’an,”
Tafsé: Journal of Qur’anic Studies 6, no. 1 (June 2021): hal. 61.
4
Bahri and Wahyuni, hal. 61.
5
Mahbub Junaidi, “Komunikasi Qur’ani (Melacak Teori Komunikasi Efektif
Prespektif Al-Qur’an),” Dar El-Ilmi : Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan Dan Humaniora
4, no. 2 (October 20, 2017): hal. 31-32.

5
Kata qaulan ma’rūfa disebutkan Allah SWT dalam Al-Quran
sebanyak lima kali. Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak
yatim. Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang
miskin. Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakkan atau disedekahkan
kepada orang lain. Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah
terhadap istri Nabi. Kelima, berkenaan dengan soal pinangan terhadap
seorang wanita. Kata ma’rūfa dari kelima ayat tersebut, berbentuk isim
maf’ūl dari kata ‘arafa, bersinonim dengan kata al-khaīr atau al-ihsān yang
berarti baik. Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan betapa
pentingnya berbicara yang baik dengan siapapun, di mana pun, dan
kapanpun, dengan sarat pembicaraannya itu akan mendatangkan pahala dan
manfaat, baik bagi dirinya sebagai komunikator maupun bagi orang yang
mendengarkan sebagai komunikan.6

Kata ma’rūfa pada ayat diatas, di samping perintah bertutur kata


yang sedemikian indah kepada anak yatim juga terdapat larangan
menghardik dan menyakiti mereka dalam ayat-ayat yang lain. Ma’rūf dalam
ayat ini tidak hanya sekedar berkesesuaian dengan adat istiadat dan
kebiasaan yang berlaku, tetapi “lebih baik” dan sebaik mungkin agar tidak
menyinggung lebih-lebih menyakiti mereka. Bahkan diperlukan pula kasih
sayang dan perhatian mendalam terhadap mereka. Dengan demikian
hubungan keduanya akan tetap berjalan dengan baik, dan kerjasama dalam
ekonomi dan lainnya berjalan stabil dan langggeng.7

Qaulan ma’rūfa dengan demikian adalah perkataan yang baik,


ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan

6
Sumarjo, “Ilmu Komunikasi Dalam Perspektif Al-Qur’an,” Inovasi 8, no. 1
(March 2011): hal. 116-117.
7
Junaidi, “Komunikasi Qur’ani (Melacak Teori Komunikasi Efektif Prespektif Al-
Qur’an),” hal. 31-32.

6
tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan ma’rūfa juga
bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan
(maslahat).

C. Qaulan Balīgha

Kata Balīgha berasal dari kata balāgha yang artinya sampai atau
fashih. Dalam konteks komunikasi, kata ini dapat diartikan sebagai
komunikasi yang efektif. Pengertian ini didasarkan pada penafsiran atas
perkataan yang berbekas pada jiwa mereka yang terdapat dalam. Kalimat
qaulan balīgha disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:
ٰۤ
ِ ِ
‫ِف اَنْ ُفسه ْم‬ ِ َّ ِ
ْْٓ ‫ض َعْن ُه ْم َوعظْ ُه ْم َوقُ ْل َلُْم‬ ِ ِِ ِ ‫ى‬ ِ َّ ‫ى‬
ْ ‫ك الذيْ َن يَ ْعلَ ُم اّللُ َما ِْف قُلُ ْوِب ْم فَاَ ْعر‬ َ ‫اُول ِٕى‬
‫قَ ْواًل ۢ بَلِْي غاا‬
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang Allah ketahui apa yang
ada di dalam hatinya. Oleh karena itu, berpalinglah dari mereka,
nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang
membekas pada jiwanya.” (QS. An-Nisā’ [4]: 63).8
Ayat di atas memberikan sinyal bahwa komunikasi akan efektif jika
kata-kata yang disampaikan meninggalkan jejak dalam jiwa seseorang.
Dalam keluarga, komunikasi yang meninggalkan bekas di jiwa itu penting.
Komunikasi ini hanya terjadi bila komunikasi yang berjalan efektif pada
sasaran. Artinya apa yang dikomunikasikan lugas, tidak bertele-tele,
sehingga tepat sasaran. Menurut (Rakhmat, 1998), ada dua hal yang perlu
diperhatikan untuk komunikasi yang efektif: pertama, apa yang dibicarakan
sesuai dengan karakteristik pendengar. Kedua, isi pembicaraan menyentuh
hati dan otak pendengar.9

8
Dzulhusna, Nurhasanah, and Suherman, “Qaulan Sadida, Qaulan Ma’rufa, Qaulan
Baligha, Qaulan Maysura, Qaulan Layyina Dan Qaulan Karima Itu Sebagai Landasan Etika
Komunikasi Dalam Dakwah,” hal. 81.
9
Dzulhusna, Nurhasanah, and Suherman, hal. 81.

7
Selama menyangkut dakwah, kerangka acuan terminologis dan
bidang pengalaman harus dipertimbangkan oleh dā’i sebelum
menyampaikan pesan kepada sasaran. Dengan demikian, seorang wakil
harus memiliki kosakata pengajaran yang luas, bahasa, dan sikap. Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat erat dengan keahlian
penutur dalam menangani isi pesannya dengan cara yang mudah dipahami,
karena keadaan kepribadian dā'i juga mempengaruhi efektifitas pesan.
pesan yang disampaikan dā’i tidak secara otomatis diserap oleh mad’u.10

Qaulan balīgha dengan demikian adalah perkataan yang


menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah
dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak
berbelit-belit atau bertele-tele.

D. Qaulan Layyinan

Menurut Al-Maraghi qaulan layyinan berarti pembicaraan yang


lemah lembut agar lebih dapat menyentuh hati dan menarik pendengarnya
untuk menerima dakwah. Sedangkan menurut Ibnu Katsir yang dimaksud
layyinan ialah kata kata sindiran bukan dengan kata kata terus terang.
Kalimat qaulan layyinan disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:

‫فَ ُق َوًل لَهُۥ قَ ْواًل لَّيِناا لَّ َعلَّهُۥ يَتَ َذ َّك ُر أ َْو ََيْ َش ىى‬

Artinya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun)


dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau
takut." (QS. Thāhā [20]: 44).
Menurut Al-Zuhaily menafsirkan ayat diatas; “Maka katakanlah
kepadanya (Fir’aun) dengan tutur kata yang lemah lembut (penuh

10
Anita Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah menurut Al-Quran,” Alhadharah:
Jurnal Ilmu Dakwah 11, no. 21 (November 22, 2017): hal. 13-14.

8
persaudaraan) dan manis didengar, tidak menampakkan kekerasandan
nasihatilah dia dengan ucapan yang lemah lembut agar dia lebih tertarik
karena dia akan merasa takut dengan siksa yang dijadikan oleh Allah melaui
lisannya.” Maksud ayat ini Nabi Musa dan Nabi Harun diperintahkan Allah
meninggalkan sikap yang kasar.11

Berdasarkan tiga pendapat di atas dapat istilah qaulan layyinan


memiliki makna kata kata yang lemah lembut, suara yang enak didengar
,sikap yang bersahabat, dan perilaku yang menyenangkan dalam
menyerukan agama Allah SWT. Dengan kata kata qaulan layyinan, orang
yang diajak berkomunikasi akan merasa tersentuh hatinya, tergerak
jiwannya dan tentram batinnya, sehingga akan mengikuti dakwah dā’i.12

Dakwah bil lisān yang dilakukan Nabi Musa adalah dengan


ungkapan yang lemah lembut (qaulan layyinan) dan persuasif. Jika
diperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Nabi Musa terhadap
Fir’aun adalah sebuah dialog-dialog tanpa kekerasan, tanpa penghinaan dan
sarkasme. Ada komunikasi dialogis antara dua pihak baik pihak Nabi Musa
maupun raja Fir’aun. Meskipun Nabi Musa mengetahui bagaimana sikap
dan karakter Fir’aun ini, karena sebelumnya Nabi Musa hidup bersama
fir'aun atau dengan kata lain Fir’aun adalah ayah angkat dari Nabi Musa
sendiri. Dengan mukjizat yang dimilikinya dan otoritas perintah Allah yang
diemban ditambah dengan jaminan perlindungan dari Allah maka bisa saja
Nabi Musa menggunakan paksaan, kekerasan dan intimidasi namun hal itu

11
Mubasyaroh, “Strategi Dakwah Persuasif Dalam Mengubah Perilaku
Masyarakat,” Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 11, no. 2 (December 30,
2017): hal. 318.
12
Mubasyaroh, hal. 318-319.

9
tidak dilakukannya. Adapun tujuan dakwah yang disampaikan Nabi Musa
kepada Fir’aun adalah:13

a. Menyampaikan sesungguhnya mereka berdua merupakan rasul


Allah yang ditugaskan membawa kebenaran.
b. Menyeru agar Fir’aun Menyembah Allah.
c. Membebaskan Bani Israel dari Negeri Mesir

Qaulan layyina adalah perkataan yang mengandung anjuran, ajakan,


pemberian contoh yang dilakukan komunikator dengan meyakinkan
komunikan bahwa apa yang disampaikan adalah benar dan rasional, dengan
tidak bermaksud merendahkan pendapat atau pandangan orang yang diajak
bicara tersebut. Qaulan layyinan dapat ditafsirkan sebagai komunikasi
dengan cara yang lunak, tidak memvonis sehingga dapat membuat hati
komunikan yang keras menjadi lembut kembali. Dengan qaulan layyinan
maka sebuah komunikasi bukan hanya berdampak pada terserapnya
informasi tetapi juga akan berubahnya pandangan, sikap dan perilaku
komunikan yang diajak bicara.14

Dalam hal komunikasi, baik secara langsung maupun melalui


media, hendaknya pesan-pesan komunikasi disampaikan dengan lembut,
tidak kasar, tidak menyinggung, tidak dengan kata-kata yang menyudutkan
atau menyerang orang lain, padahal pesan yang disampaikan adalah
kebenaran. Dalam ayat yang lain disebutkan:

13
Muhammad Ridwan, “Dakwah Persuasif Nabi Musa Dalam Perspektif
Komunikasi Dakwah Kontemporer,” Ad-da’wah 21, no. 2 (September 1, 2023): hal. 119-120.
14
Muhamad Bisri Mustofa, Siti Wuryan, and Rosidi, “Urgensi Komunikasi
Interpersonal Dalam Al-Qur’an Sebagai Pustakawan,” Al-Hikmah Media Dakwah,
Komunikasi, Sosial Dan Kebudayaan 11, no. 2 (December 31, 2020): hal. 90.

10
ِ ِ ‫ت فَظًّا َغلِْي َظ الْ َق ْل‬ ِِ ٍِ
ۖ‫ك‬ َ ‫ب ًَلنْ َفض ُّْوا ِم ْن َح ْول‬ َ ‫ت ََلُْم ۚ َولَ ْو ُكْن‬ َ ‫فَبِ َما َر ْْحَة م َن ىاّلل لْن‬
ُّ ‫ت فَتَ َوَّك ْل َعلَى ىاّللِ ۗ اِ َّن ىاّللَ ُُِي‬ ِ ۚ ِ ‫فَاعف عْن هم و‬
‫ب‬ َ ‫استَ ْغف ْر ََلُْم َو َشا ِوْرُه ْم ِِف ْاًلَ ْم ِر فَا َذا َعَزْم‬
ْ َ ُْ َ ُ ْ
‫ْي‬ ِِ
َ ْ ‫الْ ُمتَ َوكل‬
Artinya:“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad)
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras
dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh
karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting).
Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
bertawakal.”(QS. Ali Imrān [3]: 159).15
Dari ayat tersebut terdapat kata yang berbentuk “fi'il amar” yaitu
linta yang artinya “bersikaplah lemah lembut terhadapmu”. Kata “lin”
merupakan satu akar kata dengan “layyina” yang merupakan kata sifat.
Dengan demikian layyina atau lin merupakan suatu sifat yang diperintahkan
untuk diamalkan tidak hanya dalam komunikasi, tetapi juga disertai dengan
sikap. Tujuannya adalah untuk menghindari penolakan yang mungkin
melibatkan kekerasan atau konfrontasi. Masyarakat yang terpojok justru
seringkali lebih cenderung mempunyai sikap memberontak atau menolak
pesan-pesan yang tidak sejalan dengan keinginannya. Penolakan akan
semakin nyata apabila ia merasa lebih berkuasa dibandingkan dengan
pemberi sugesti (komunikator).16

Komunikasi yang tidak baik cenderung berlandaskan dengan hal


yang menakutkan serta memiliki nada bicara yang tinggi dan emosional.
Agama melarang manusia untuk berbicara seperti ini guna menghindari

Ahmad Sampurna, Mhd Fitriyus, and Rubino Rubino, “Implementation Of


15

Qaulan Layyina Communication Principles In Implementing Bureaucracy In The Provincial


Government Of Nort Sumatra,” Wardah 24, no. 1 (June 27, 2023): hal. 37.
16
Sampurna, Fitriyus, and Rubino, hal. 38.

11
perselisihan dan pertikaian antar umat beragama. Komunikasi seperti ini
berkesan kurang nyaman serta tidak komunikatif.17

Kata-kata lembut mengandung keindahan. Indah untuk didengarkan


dan disampaikan serta mudah dicerna oleh siapa pun. Oleh karena itu,
dalam berkomunikasi hendaknya didahulukan kata-kata yang lembut, agar
orang yang mendengarkannya tidak merasa terganggu, bahkan
menumbuhkan rasa simpati, empati untuk selalu mendengarkan kata demi
kata, bahkan menjadikannya sebagai prinsip hidup. Sikap simpatik yang
tercermin dalam kehalusan sikap dan kelembutan perkataan, mutlak
diperlukan untuk menjamin efektifitas komunikasi verbal dan
mengoptimalkan hasil.18

Qaulan layyinan dengan demikian adalah perkataan yang lemah


lembut, manis didengar, mengandung keindahan, anjuran dan ajakan.
Sehingga siapa saja yang mendengarkannya tidak merasa terganggu bahkan
tersinggung. Hendaknya pesan-pesan komunikasi disampaikan dengan
tidak kasar, tidak menyinggung, tidak dengan kata-kata yang menyudutkan
atau menyerang orang lain, karena pesan yang disampaikan adalah
kebenaran.

E. Qaulan Maisūra

Secara etimologis, kata maisūra berasal dari kata yasara yang


artinya mudah atau gampang. Ketika kata maisūra digabungkan dengan
kata qaulan menjadi qaulan maisūra yang artinya berkata dengan mudah

17
Muhammad Tahir, Ida Suryani Wijaya, and Rega Armella, “Analisis Pesan
Dakwah (Dakwah Bil Lisan) Dalam Pelaksanaan Bimbingan Konseling Sekolah Menengah
Atas Kalimantan Timur,” Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan 17, no.
1 (February 15, 2023): hal. 673.
18
Rubino and Muhammad Farisi, “HIMMIA Qaulan Layyina Islamic
Communication Ethical Principles (Akbar Islamic Youth Association) in Building Ukhuwah
Islamiyah in Medan Helvetia District,” Infokum 10, no. 5 (December 9, 2022): hal. 134.

12
atau gampang. Berkata dengan mudah maksudnya adalah kata-kata yang
digunakan mudah dicerna, dimengerti dan dipahami oleh komunikan.
Qaulan maisūra artinya perkataan yang mudah diterima, ringan, yang
pantas, dan tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisūra artinya
pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat
dipahami secara spontan tanpa harus berfikir dua kali. 19

Kalimat qaulan maisūra disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:


ٰۤ ِ
َ ِ‫ض َّن َعْن ُه ُم ابْتِغَاءَ َر ْْحٍَة ِم ْن َّرب‬
‫ك تَ ْر ُج ْوَها فَ ُق ْل ََّلُْم قَ ْواًل َّمْي ُس ْوارا‬ َ ‫َوا َّما تُ ْع ِر‬
Artinya: “Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk
memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.” (QS. Al-Isrā’ [17]:
28).
Dari penafsiran sebagian ulama, berpendapat bahwa ayat tersebut
turun ketika Nabi Muhammad SAW, menghindar dari orang yang minta
bantuan, karena merasa malu tidak dapat memberinya, Allah SWT
memberikan tuntunan yang lebih baik melalui ayat ini yakni
menghadapinya dengan menyampaikan kata-kata yang lebih baik serta
harapan memenuhi keinginan meminta di masa yang akan datang.
Sedangkan, jika terkait dengan kalimat “untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu” bisa juga dipahami berkaitan dengan perintah mengucapkan
kata-kata yang mudah sehingga ayat ini bagaikan menyatakan “katakanlah
kepada mereka ucapan yang mudah untuk memperoleh rahmat dari
Tuhanmu”.20

19
Muhammad Ridwan and Andi Edwin Rewira, “Dakwah Kampus : Transformasi
Dakwah Tekstual Ke Dakwah Kontektual Rasional,” Karimiyah 1, no. 1 (June 15, 2021): hal.
59.
20
Khairun Asyura, “Pesan Dakwah Qaulan Maysura Pada Seksi Jamaah ( Studi
Analisis Di Dayah Putri Muslimat),” Jurnal An-Nasyr: Jurnal Dakwah Dalam Mata Tinta 8,
no. 1 (June 30, 2021): hal. 45.

13
Dalam konteks qaulan maisūra ini pada hakikatnya berhubungan
dengan isi pesan yang disampaikan oleh komunikator atau dengan kata lain
cara bagaimana menyampaikan pesan agar mudah dipahami dan dimengerti
secara spontan tanpa harus berpikir dua kali sehingga diperlukan bahasa
komunikasi yang gampang, mudah, ringan, pantas dan berisi hal-hal yang
menggembirakan. Dengan demikian terjadilah komunikasi yang efektif
yang dapat menumbuhkan kesenangan dan terciptanya hubungan sosial
yang baik. Di dalam dakwah qaulan maisūra dapat digunakan oleh dā’i
sebagai teknik dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan mudah
diterima, ringan, dan pantas, serta tidak berlika-liku, yakni dengan cara
mempertimbangkan dan memperhatikan mad’u yang akan dijadikan
sasaran sebelum menyampaikan pesan-pesan dakwahnya.21

Qaulan maisūra dengan demikian adalah perkataan yang mudah,


atau pantas yakni mudah dicerna, mudah dimengerti dan mudah dipahami
oleh pendengarnya dan dapat menumbuhkan kesenangan. Karena dengan
perkataan seperti ini dapat menjalin komunikasi yang lebih efektif.

F. Qaulan Karīma

Kalimat qaulan karīma disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:


ۗ
‫ك اًََّل تَ ْعبُ ُدْْٓوا اًَِّلْٓ اِ ََّّيهُ َوِِبلْ َوالِ َديْ ِن اِ ْح ىسناا اَِّما يَْب لُغَ َّن ِعْن َد َك الْ ِك َََب اَ َح ُد ُُهَآْ اَْو‬
َ ُّ‫َوقَضىى َرب‬
‫ف َّوًَل تَ ْن َه ْرُُهَا َوقُ ْل ََّلَُما قَ ْواًل َك ِرْْياا‬ ٍ ُ‫كِ ىلهما فَ ََل تَ ُقل ََّلمآْ ا‬
َُ ْ َُ
Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah engkau

21
Ariani, “Etika Komunikasi Dakwah menurut Al-Quran,” hal. 16.

14
membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
baik.” (QS. Al-Isrā’ [17]: 23).
Dalam Al-Qur’an, ungkapan qaulan karīma disebut sebanyak satu
kali yaitu pada (QS. Al-Isrā’ [17]: 23). Al-Maraghi menafsirkan ungkapan
qaulan karīma dengan makna yang merujuk pada ucapan Ibn Musayyab,
yaitu ucapan seorang budak yang bersalah di hadapan majikannya yang
galak. Ibnu Katsir menjelaskan makna qaulan karīma dengan arti lembut,
baik, dan sopan disertai tata krama, penghormatan dan pengagungan.22

Qaulan karīma adalah perkataan yang sangat mulia, mengandung


penghormatan besar kepada pendengarnya, jauh dari sikap meremehkan,
dan merendahkan. Sehingga, yang mendengarnya merasa dihormati dan
dihargai lalu mendorongnya untuk lebih memperhatikan perkataan yang
akan diucapkan. Dengan kata-kata penghormatan yang semestinya, mereka
tentu akan tertarik pada seruan islam lalu menumbuhkan sikap simpati yang
dalam. Sebaliknya, mereka akan berpaling jika diremehkan dan tidak
diperhatikan sebagaimana mestinya. Apalagi disampaikan dengan kata-kata
yang sangat merendahkan martabat. Qaulan karīma adalah perkataan yang
menjadikan pendengarnya merasa dimuliakan, dihargai, dan dihormati.23

Komunikasi yang baik bukan dinilai dari kekayaan ataupun jabatan


seseorang, melainkan dari perkataannya. Seringkali dijumpai perseteruan
antar sesama dikarenakan saling merendahkan dan tidak bisa menjaga
ucapannya. Qaulan karīma merupakan interpretasi dalam bertutur kata
dengan sopan dan santun.24 Dakwah secara qaulan karīma ini dapat

22
Suisyanto, Retorika Dakwah dalam Perspektif Al-Quran (Yogyakarta: Samudra
Biru, 2020), hal. 53.
23
Hilmy Bakar Almascaty, Panduan jihad, untuk aktivis gerakan Islam (Gema
Insani, 2001), hal. 152.
24
Tri Wahyuni Pebirawati, “Etika Komunikasi Islam Dalam Dakwah Koh Dennis
Lim Di Media Sosial Tiktok,” Al-INSAN Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam 3,
no. 2 (May 31, 2023): hal. 57.

15
digunakan ketika menghadapi mad’u atau sasaran yang tergolong lanjut
usia dan perkataan yang digunakan adalah perkataan yang mulia, santun,
penuh penghormatan dan penghargaan, tidak menggurui dan tidak
memerlukan retorika yang meledak-ledak, karena mereka mudah
tersinggung.25

Qaulan karīma dengan demikian merupakan adab dalam bertutur


kata dengan sopan santun yang baik. Jadi, orang-orang yang mendengarnya
merasa dihormati dan dihargai. Etika komunikasi kepada orang lain bukan
hanya dengan perkataan yang mulia saja, tetapi juga dengan perbuatan dan
tingkah laku yang baik supaya tidak membuat hati orang lain tersinggung.

G. Qaulan Sadīda
Kalimat qaulan karīma disebutkan dalam Al-Qur’an yakni:

‫ىَّْٓيَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اى َمنُوا اتَّ ُقوا ىاّللَ َوقُ ْولُْوا قَ ْواًل َس ِديْ ادا‬
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar." (QS. Al-Ahzāb [33]:
70).
Dalam (QS. Al-Ahzāb [33]: 70), qaulan sadīda diartikan sebagai
ujaran yang tepat dan yang timbul dari hati yang bersih, sebab ujaran adalah
gambaran dari apa yang di dalam hati. Orang yang menuturkan kata-kata
yang dapat menyakiti orang lain menunjukkan orang itu memiliki jiwa yang
tidak jujur.26 Qaulan sadīda adalah kata-kata yang nyata, tidak kasar,
langsung ke pokok pembicaraan, tidak terselubung dan tidak terbuka untuk
multitafsir. Dalam berkomunikasi, seorang komunikator harus mengatakan

25
Dzulhusna, Nurhasanah, and Suherman, “Qaulan Sadida, Qaulan Ma’rufa,
Qaulan Baligha, Qaulan Maysura, Qaulan Layyina Dan Qaulan Karima Itu Sebagai Landasan
Etika Komunikasi Dalam Dakwah,” hal. 83.
26
Sugiarti et al., Kesatuan Dalam Keberagaman Paradigma Mutakhir Bahasa,
Sastra, dan Pembelajarannya (UMMPress, 2020), hal. 28-29.

16
kebenaran dan tidak pernah berbohong. Prinsip kepercayaan dapat
menciptakan lingkungan komunikasi yang menumbuhkan komunikasi yang
efektif dan efisien Bahasa yang benar disini meliputi isi-isi dan tata bahasa
pesan.27

Qaulan sadīda mempunyai dua aspek, yaitu aspek isi dan aspek
cara. Aspek isi artinya saat berbicara, isi pembicaraannya harus benar
menurut kaidah ilmu, jangan asal bicara. Pikirkan dengan matang isi
pembicaraan tersebut. Jika ada yang bertanya, jangan asal menjawab, sebab
bisa jadi jawaban itu salah menurut kaidah ilmu. Aspek cara artinya, saat
menyampaikan pesan, harus dengan cara yang benar. Jangan memojokkan
orang lain, jangan menghinakan, dan jangan membunuh semangat orang
tersebut.28

Komunikator baru efektif bila ia menyesuaikan pesannya dengan


kerangka rujukan dan media pengalaman khayalaknya, dengan kata lain
komunikasi itu menuntut persiapan pesan yang cermat, keberanian dan
kemampuan menghadapi sejumlah besar orang. Daya tarik pembicaraan
bahkan sering merupakan faktor penting yang menentukan efektivitas
pesan.29

Qaulan sadīda dengan demikian yaitu perkataan yang benar, jujur,


apa adanya, dan jauh dari sifat kebohongan. Jadi, berkomunikasilah dengan
menjaga perkataan dan perbuatan supaya orang lain tetap merasa aman,

27
Afriadi Amin, “Sikap Remaja Dalam Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam Terhadap
Orang Tua Di Desa Jaharun Kecamatan Galang,” Da’watuna: Journal of Communication and
Islamic Broadcasting 3, no. 4 (March 18, 2023): hal. 1467.
28
Agung Kuwantoro, Mengambil Berbagai Hikmah dari Kehidupan (Elex Media
Komputindo, 2015), hal. 34-35.
29
Rizal Pikri, “Metode Dakwah Habib Husein Ja’far al-Hadar Di Channel Youtube
Jeda Nulis,” Universitas Negri Islam Syarif Hidayatullah, Jakarta 2022, hal. 39.

17
percaya dan tidak menyalahi sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama
dan sunnah.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi adalah fitrah bagi manusia. Al-Qur’an sudah
menjelaskan konsep yang terkait dengan komunikasi yakni dengan kata “al-
bayān” sebagai kemampuan komunikasi. Kata kunci yang ada dalam Al-
Qur’an untuk berkomunikasi adalah dengan kata al-qaul. Bentuk dasar
metode komunikasi dalam Al-Qur`an yaitu ada enam prinsip yaitu; qaulan
ma’rūfa, qaulan balīgha, qaulan layyinan, qaulan maisūra, qaulan karīma
dan qaulan sadīda. Qoulan ma’rūfa merupakan perkataan yang baik,
qaulan balīgha merupakan perkataan yang efektif tepat sasaran, dan mudah
dimengerti, qaulan layyinan merupakan perkataan yang lemah lembut,
qaulan maisūra merupakan perkataan yang pantas, qaulan karīma
merupakan perkataan yang sopan, dan qaulan sadīda merupakan perkataan
yang benar dan jauh dari sifat kebohongan.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis beharapkan dapat menjadi
referensi dan juga menambah pengetahuan tentang bentuk komunikasi
dakwah dalam Al-Qur’an. Penulis menyadari jika dalam penyusunan
makalah di ini masih terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
akan sangat membantu penulis sebagai perbaikan. Sehingga makalah ini
dapat disempurnakan di kemudian hari.

19
DAFTAR PUSTAKA

Almascaty, Hilmy Bakar. Panduan jihad, untuk aktivis gerakan Islam. Gema
Insani, 2001.
Amin, Afriadi. “Sikap Remaja Dalam Prinsip-Prinsip Komunikasi Islam
Terhadap Orang Tua Di Desa Jaharun Kecamatan Galang.”
Da’watuna: Journal of Communication and Islamic Broadcasting 3,
no. 4 (March 18, 2023): 1463–71.
Ariani, Anita. “Etika Komunikasi Dakwah menurut Al-Quran.” Alhadharah:
Jurnal Ilmu Dakwah 11, no. 21 (November 22, 2017).
Asyura, Khairun. “Pesan Dakwah Qaulan Maysura Pada Seksi Jamaah ( Studi
Analisis Di Dayah Putri Muslimat).” Jurnal An-Nasyr: Jurnal
Dakwah Dalam Mata Tinta 8, no. 1 (June 30, 2021): 31–53.
Bahri, Samsul, and Isra Wahyuni. “Ragam Metode Komunikasi Dalam Al-
Qur’an.” Tafsé: Journal of Qur’anic Studies 6, no. 1 (June 2021): 60–
76.
Dzulhusna, Najhan, Nunung Nurhasanah, and Yuda Nur Suherman. “Qaulan
Sadida, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Baligha, Qaulan Maysura, Qaulan
Layyina Dan Qaulan Karima Itu Sebagai Landasan Etika Komunikasi
Dalam Dakwah.” Journal Of Islamic Social Science And
Communication (Jissc) Diksi 1, no. 02 (August 31, 2022): 76–84.
Junaidi, Mahbub. “Komunikasi Qur’ani (Melacak Teori Komunikasi Efektif
Prespektif Al-Qur’an).” Dar El-Ilmi : Jurnal Studi Keagamaan,
Pendidikan Dan Humaniora 4, no. 2 (October 20, 2017): 25–48.
Kuwantoro, Agung. Mengambil Berbagai Hikmah dari Kehidupan. Elex
Media Komputindo, 2015.
Mubasyaroh. “Strategi Dakwah Persuasif Dalam Mengubah Perilaku
Masyarakat.” Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies
11, no. 2 (December 30, 2017): 311–24.
Mustofa, Muhamad Bisri, Siti Wuryan, and Rosidi. “Urgensi Komunikasi
Interpersonal Dalam Al-Qur’an Sebagai Pustakawan.” Al-Hikmah
Media Dakwah, Komunikasi, Sosial Dan Kebudayaan 11, no. 2
(December 31, 2020): 85–94.
Pebirawati, Tri Wahyuni. “Etika Komunikasi Islam Dalam Dakwah Koh
Dennis Lim Di Media Sosial Tiktok.” Al-INSAN Jurnal Bimbingan
Konseling Dan Dakwah Islam 3, no. 2 (May 31, 2023): 48–62.

20
Pikri, Rizal. “Metode Dakwah Habib Husein Ja’far al-Hadar Di Channel
Youtube Jeda Nulis.” Universitas Negri Islam Syarif Hidayatullah,
Jakarta 2022, 1–84.
Ridwan, Muhammad. “Dakwah Persuasif Nabi Musa Dalam Perspektif
Komunikasi Dakwah Kontemporer.” Ad-da’wah 21, no. 2 (September
1, 2023): 112–30.
Ridwan, Muhammad, and Andi Edwin Rewira. “Dakwah Kampus :
Transformasi Dakwah Tekstual Ke Dakwah Kontektual Rasional.”
Karimiyah 1, no. 1 (June 15, 2021): 53–62.
Rubino, and Muhammad Farisi. “HIMMIA Qaulan Layyina Islamic
Communication Ethical Principles (Akbar Islamic Youth
Association) in Building Ukhuwah Islamiyah in Medan Helvetia
District.” Infokum 10, no. 5 (December 9, 2022): 126–36.
Sampurna, Ahmad, Mhd Fitriyus, and Rubino Rubino. “Implementation Of
Qaulan Layyina Communication Principles In Implementing
Bureaucracy In The Provincial Government Of Nort Sumatra.”
Wardah 24, no. 1 (June 27, 2023): 35–51.
Sugiarti, Gigit Mujianto, Sudjalil, Eggy Fajar Andalas, Fida Pangesti, Arti
Prihatini, Candra Rahma Wijaya Putra, Faizin, Arif Setiawan, and
Hidayah Budi Qur’ani. Kesatuan Dalam Keberagaman Paradigma
Mutakhir Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya. UMMPress, 2020.
Suisyanto. Retorika Dakwah dalam Perspektif Al-Quran. Yogyakarta:
Samudra Biru, 2020.
Sumarjo. “Ilmu Komunikasi Dalam Perspektif Al-Qur’an.” Inovasi 8, no. 1
(March 2011): 113–24.
Tahir, Muhammad, Ida Suryani Wijaya, and Rega Armella. “Analisis Pesan
Dakwah (Dakwah Bil Lisan) Dalam Pelaksanaan Bimbingan
Konseling Sekolah Menengah Atas Kalimantan Timur.” Al Qalam:
Jurnal Ilmiah Keagamaan Dan Kemasyarakatan 17, no. 1 (February
15, 2023): 668–84.

21

Anda mungkin juga menyukai