Anda di halaman 1dari 8

Ghibah (menggunjing)

Ghibah adalah penyakit lisan yang paling berbahaya dan termasuk dosa besar.
Yang bisa selamat dari tergelincirnya lisan seperti ini hanyalah sedikit. Ghibah memang
membicarakan sesuatu yang ada pada orang lain, namun yang diceritakan adalah sesuatu
yang ia tidak suka untuk diketahui oleh orang lain.

Sesuatu yang diceritakan bisa jadi pada fisik, agama, dunia, diri, akhlak, bentuk fisik, harta,
anak, orang tua, istri, pembantu, budak, pakaian, cara jalan, gerak-gerik, wajah berseri,
kebodohan, wajah cemberutnya, kefasihan lidah, atau segala hal yang berkaitan dengannya.
Cara ghibah bisa jadi melalui lisan, tulisan, isyarat, atau bermain isyarat dengan mata,
tangan, kepala atau semisal itu.

Rasulullah bersabda,

‫ قِيل َ َأ َف َرَأ ْي َت ِإنْ َك انَ فِي‬.» ُ‫ َقال َ « ِذ ْك ُر َك َأ َخا َك ِب َما َي ْك َره‬.‫سولُ ُه َأ ْعلَ ُم‬ ُ ‫ َقالُوا هَّللا ُ َو َر‬.» ‫« َأ َتدْ ُرونَ َما ا ْلغِي َب ُة‬
ْ ‫َأخِي َما َأقُول ُ َقال َ « ِإنْ َكانَ فِي ِه َما َتقُول ُ َف َق ِد‬
» ‫اغ َت ْب َت ُه َوِإنْ لَ ْم َي ُكنْ فِي ِه َف َقدْ َب َه َّت ُه‬

“Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih
tahu.” Rosulullah berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka
untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai
kenyataan?” Jawab Nabi, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika
tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim).

Ghibah kata Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain di saat ia tidak ada
saat pembicaraan.

Cara Menghindarkan Diri Dari Ghibah

1. Harus sadar bahwa segala apa yang kita ucapkan semuanya akan dicatat dan akan
dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Allah berfirman:

        

18. tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat
Pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18)

2. Lisan termasuk sarana yang paling banyak memasukk an manusia ke dalam neraka.

Sebagaimana sabda Nabi:

ِ ‫ار اَأل ْج َو َف‬


ُ ‫ ال َف ُم َوا ْل َف َر‬: ‫ان‬
‫ج‬ َ ‫َأ ْك َث ُر َما ُيدْ ِخل ُ ال َّن‬
َ ‫اس ال َّن‬
“Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang
mulut dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
Imam Nawawi berkata; “Ketahuilah, bahwasanya ghibah adalah seburuk-buruknya
hal yang buruk, dan ghibah merupakan keburukan yang paling banyak tersebar pada
manusia, sehingga tidak ada yang selamat dari ghibah ini kecuali hanya segelintir
manusia.”

Imam Syafi'i berkata:

“Jagalah lisanmu wahai manusia, Janganlah lisanmu sampai menyengatmu,


sesungguhnya dia seperti ular, betapa banyak penghuni kubur yang terbunuh oleh
lisannya, Padahal dulu para saingan dan lawan tandingnya takut bertemu
dengannya.”

Hukuman Ghibah Di Akhirat

Ghibah azabnya sangat keras dan hukumannya sangat pedih pada hari kiamat.

Rasulullah bersabda, “Ketika aku dimi'rajkan, maka aku melewati sebuah kaum yang
memiliki kuku dari tembaga, ia cakar muka dan dadanya dengannya.” Aku pun
bertanya, “Siapakah mereka ini wahai Jibril?”Beliau menjawab, “Mereka adalah
orang-orang yang memakan daging manusia (Ghibah) dan mencederai kehormatan
mereka.” (HR. Abu Dawud).

Ghibah Yang Diperbolehkan

Ada beberapa perkara yang dibolehkan oleh Islam untuk menyebutkan aib orang
lain, dan hal ini tidak termasuk ghibah yang seseorang akan dihukum terhadapnya.
Beberapa perkara itu adalah:

1. Mengadukan kezaliman kepada hakim.


2. Merubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku maksiat kepada jalan
yang benar.
3. Memperingatkan kaum muslimin dari keburukan dan menasihati mereka.
4. Terang-terangan melakukan kefasikan dan kebid'ahan. Jika di antara manusia
ada yang dosa secara terang-terangan, seperti meminum khamr atau
menzalimi manusia, maka boleh disebutkan aiab-aibnya, sehingga ia berhenti
dan kembali kepada Allah.
5. Meminta fatwa. Contoh: Seseorang mengatakan kepada ahli fatwa,
“saudaraku telah menzalimiku” Bolehkah dia melakukan itu? Bagaimana cara
saya agar bisa terlepas dari kezaliman tersebut?, dan semisalnya.
6. Memperkenalkan, Jika sebagian orang tidak mengenal kecuali dengan gelar
yang biasa dikenal di kalangan manusia, seperti kita katakan, “Si fulan yang
matanya kabur,” atau “Yang matanya juling.” Maka hal ini boleh jika
maksudnya adalah mengenali manusia, dan tidak boleh jika maksudnya
memaki dan mencacatkannya.

Menjaga Lisan

Lisan merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada kita, la merupakan
anggota badan manusia yang cukup kecil jika dibandingkan anggota badan yang lain. Akan
tetapi, ia dapat menyebabkan pemiliknya ditetapkan sebagai penduduk surga atau
dilemparkan ke dalam api neraka.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan apa yang
dikatakan oleh lisannya, karena bisa jadi seseorang menganggap suatu perkataan hanyalah
kata-kata yang ringan dan sepele namun ternyata hal itu merupakan sesuatu yang
mendatangkan murka Allah.

Apa itu menjaga lisan?


Yang dimaksud menjaga lisan adalah seseorang tidak berbicara kecuali yang baik
dan menjauhi ucapan yang buruk. serta menjauhi ghibah (menggunjing), namimah
(mengadu domba), berkata kotor dan lainnya.

Seseorang akan ditanya terhadap semua ucapan yang keluar dari mulutnya, karena
Allah mencatatnya dan akan menghisabnya, Allah berfirman,

        

“Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18)

Ibnu Mas'ud berkata, “Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia,
tidak ada sesuatu pun yang berada di atas muka bumi yang lebih butuh dipenjara lama
daripada lisan.”

Batasan-batasan dalam berbicara

Barang siapa yang ingin selamat dari keburukan lisan, maka ia harus memperhatikan
perkara berikut:

1. Tidak berbicara kecuali yang memberikan manfaat baik bagi dirinya maupun orang
lain, atau untuk menghindarkan bahaya darinya atau dari orang lain.
2. Hendaknya ia memilih waktu yang tepat untuk berbicara. Ada yang mengatakan,
pada masing-masing kondisi ada waktu yang tepat berbicara. Barang siapa yang
berbicara di saat yang tidak tepat untuk membicarakannya, maka berarti siap keliru
dan tergelincir.
3. Hendaknya ia membatasi dalam bicara dengan menyebutkan yang dapat
mewujudkan tujuan atau maksud dan yang sesuai dengan kondisi. Barang siapa yang
tidak membatasi ucapannya sesuai keperluan, maka pembicaraan panjang akan
dapat membosankan. Ucapan yang baik adalah pertengahan.
4. Memilih lafaz yang hendak ia sampaikan. Penyair berkata, Timbanglah ucapan jika
engkau hendak ucapkan, karena yang membuka aib orang yang cacat adalah ucapan.
5. Janganlah senang membuat manusia dengan menggunakan ucapan yang
menimbulkan kemurkaan Allah Rasulullah bersabda,”Barang siapa yang membuat
manusia ridha dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan menyerahkannya kepada
manusia, dan barang siapa yang membuat murka manusia dengan keridhaan Allah,
maka Allah mencukupkannya dari keperluan kepada manusia.” (HR.Tirmidzi)
6. Tidak terus menerus mengumbar janji yang tidak sanggup ia penuhi atau
memberikan ancaman yang tidak sanggup ia wujudkan. Allah berfirman,

         


        
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.” (Ash Shaff: 2-3)

7. Menggunakan lafaz yang mudah yang memberikan makna yang jelas. Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat majelisnya
denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlak di antara kalian,
dan orang yang paling aku benci dan paling jauh majelisnya denganku pada hari
Kiamat adalah orang yang banyak bicara, lama bicara dan mutafaihiqun?” para
sahabat beratnya, Rasulullah, kami telah mengetahui orang yang banyak bicara dan
lama bicara, lalu apakah mutafaihiqun? Beliau menjawab, “Yaitu orang yang
sombong.” (HR. Tirmidzi).
8. Tidak berbicara kotor atau buruk. Rasulullah bersabda, “Orang mukmin bukanlah
orang yang suka mencela, suka melaknat, berkata kotor dan keji.” (HR. Ahmad,
Bukhari)
9. Menyibukkan lisannya dengan selalu dzikrullah dan tidak mengeluarkan ucapannya
kecuali yang baik.

Dari Abdullah bin Busr bahwa ada seorang laki-laki yang berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam begitu banyak bagiku, maka beritahukanlah aku
sesuatu yang dapat aku pegang.” Beliau bersabda, Yaitu lisanmu senantiasa basah
karena dzikrullah." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Keutamaan menjaga lisan

1. Mendapat derajat muslim yang utama

Nabi pernah ditanya, “Muslim mana yang paling utama?” Rasulullah bersabda,

َ ِ‫سلِ َم ا ْل ُم ْسلِ ُمونَ مِنْ ل‬


‫سانِ ِه َو َي ِد ِه‬ َ ْ‫ا ْل ُم ْسلِ ُم َمن‬
“Yaitu orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan
tangannya.” (Muttafaq 'alaih)

2. Mendapatkan keselamatan

Uqbah bin 'Amir berkata, “Wahai Rasulullah, di manakah keselamatan?”


Rasulullah bersabda, “Tahanlah lisanmu, sempatkanlah berdiam di rumahmu dan
tangisilah dosamu.” (HR. Tirmidzi).

3. Menjadi tolak ukur keimanan


Rasulullah bersabda.

ْ ‫َو َمنْ َكانَ ُيْؤ مِنُ بِاهَّلل ِ َوا ْل َي ْو ِم اآْل خ ِِر َفلَ َيقُلْ َخ ْي ًرا َأ ْو لِ َي‬
‫ص ُم ْت‬
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata
yang baik atau diam.”

Sombong

Sombong dikenal dalam Islam dengan sebutan Al-Kibr yaitu melihat diri sendiri
lebih besar dari yang lain. Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna
dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya.

Rasulullah telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits,

ِ ‫ا ْل ِك ْب ُر َب َط ُر ا ْل َح ِّق َو َغ ْم ُط ال َّن‬
‫اس‬
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim).

Perbedaan sombong dengan ujub adalah kalau sombong membanggakan diri


dengan meremehkan. Sedangkan ujub hanya membanggakan diri tanpa meremehkan
oranglain.

Sebab-Sebab Kesombongan Sebab-sebab kesombongan, antara lain:

1. ‘Ujub (Membanggakan Diri)

Ketahuilah wahai hamba yang bertawadhu' -semoga Allah lebih meninggikan


derajat bagimu-, bahwa manusia tidak akan takabbur kepada orang lain sampai dia
terlebih dahulu merasa bangga terhadap dirinya, dan dia memandang dirinya memiliki
kelebihan dari orang lain. Maka dari ujub inilah muncul kesombongan. Dan ujub
merupakan perkara yang membinasakan, berdasarkan sabda Nabi :

‫اب ا ْل َم ْرءِ ِب َن ْفسِ ِه‬


ُ ‫ َوِإ ْع َج‬،‫ َوه ََوى ُم َت َب ٌع‬،‫ش ٌح ُم َطا ٌع‬
ُ ‫ات‬ ٌ ‫َث‬
ٌ ‫الث ُم ْهلِ َك‬
“Tiga perkara yang membinasakan: Pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan
'ujubnnya seseorang terhadap dirinya.” (Silsilah Shahihah, no. 1802).

2. Merendahkan Orang Lain


Orang yang tidak meremehkan manusia, ia tidak akan takabbur terhadap
mereka. Sedangkan meremehkan seseorang yang dimuliakan oleh Allah dengan
keimanan sudah cukup untuk menjadikan sebuah dosa.

3. Mengikuti Hawa Nafsu.

Ketahuilah wahai hamba Allah, bahwa kesombongan itu muncul dari sebab
mengikuti hawa nafsu, karena memang hawa nafsu itu mengajak pada keangkuhan dan
sifat merasa mulia di muka bumi. Allah & berfirman:

        


   

“Apakah setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak
sesuai dengan keinginanmu lalu kamu berlaku sombong: lalu beberapa orang (diantara
mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (Al-Baqarah: 87).

Bahaya Kesombongan

Bahaya Kesombongan Bahaya kesombongan itu sangat besar, diantaranya adalah:

1. Dosa Pertama Yang dilakukan Iblis

Kesombongan adalah dosa pertama yang dilakukan Iblis laknatullah dalam


bermaksiat kepada Allah. Kesombongan itu menyeret Iblis untuk menjadikan takdir
sebagai alasan terus-menerus berbuat sombong. Allah berfirman:

        


    

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada
Adam!.” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah: 34)

2. Kesombongan Merupakan Kawan Syirik Dan Penyebabnya

Oleh karena itulah Allah menggabungkan antara kekafiran dengan


kesombongan di dalam kitabNya yang mulia, Allah ta’ala berfirman:

        


  

“Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis, dia


menyombongkan diri dan adalah dia masuk orang-orang yang kafir.” (Shaad73-74).
3. Orang-Orang Yang Sombong Tempat Kembalinya Adalah Neraka.

Oleh karena itu, Allah menjadikan neraka sebagai rumah bagi orang-orang yang
sombong, sebagaimana di dalam firman-Nya:

        


 

“Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya". Maka
neraka Jahannam Itulah seburuk- buruk tempat bagi orang-orang yang
menyombongkan diri.” (Az-Zumar:72)

4. Kesombongan Merupakan Penghalang Masuk Surga.

Allah mengusir Iblis dari surga, sebagaimana dalam firman-Nya:

          
  

“Allah berfirman : Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya
menyombongkan diri di dalamnya!” (Al-A'râf: 13).

nNabi bersabda,

‫ال َيدْ ُخل ُ الج َّن َة َمنْ َكانَ فِي َق ْل ِب ِه ِم ْث َقال ُ َذ َّر ٍة مِنْ ِك ْبر‬
“Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat zarrah.”
(HR. Muslim)

Kesombongan itu menjadi penghalang masuk surga karena menghalangi


seorang hamba dari akhlaq yang baik. Orang sombong tidak menyukai kebaikan. Dia
tidak mampu bersikap rendah hati dan meninggalkan hasad, dendam, dan marah.
Dia juga tidak mau menerima nasehat.

5. Allah Tidak Mencintai Orang-Orang Yang Sombong.

Barangsiapa yang memiliki sifat-sifatnya seperti ini, maka dia jauh dari rahmat Allah.

6. Kesombongan Merupakan Dosa Terbesar.

Kesombongan memiliki berbagai bahaya seperti ini; maka tidak heran jika ia
merupakan dosa terbesar.

Anda mungkin juga menyukai