Anda di halaman 1dari 8

Definisi Bohong

Raghib al-Ashfahani berkata:


Asal jujur dan bohong adalah dalam perkataan, baik itu pada perkara yang telah lampau, akan
datang, atau berupa sebuah janji. Dinamakan bohong karena ucapannya menyelisihi apa yang ada
di dalam hatinya. (Fathul Bari, 10/623).
Berkata Imam Nawawi:
Ketahuilah, madzhab Ahlus Sunnah berkata bahwa bohong adalah mengabarkan sesuatu yang
menyelisihi kenyataannya, sama saja engkau sengaja atau tidak sengaja. Orang yang berbohong
dengan tidak sengaja, maka tidak ada dosanya, akan tetapi ia akan berdosa apabila melakukannya
dengan sengaja. (Al-Adzkar, hal. 326, lihat pula Al-Adab asy-Syariyah, 1/53).

Hukum Berbohong
Ketahuilah, dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah yang menegaskan haramnya berbohong secara umum
sangat banyak. Bohong termasuk dosa yang jelek dan aib yang tercela. Umat ini telah sepakat
akan keharaman berbohong, ditambah lagi dengan adanya dalil-dalil yang sangat banyak dalam
masalah ini. (Al-Adzkar, hal. 324).

Celaan bagi orang yang berbohong


1. Tidak mengindahkan Perintah Allah
Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya agar tidak mengikuti sesuatu yang tidak ada ilmunya.
Orang yang berbohong berarti telah memperturutkan hawa nafsu untuk mengikuti apa yang tidak
dia ketahui, dan hal ini terlarang dengan tegas sebagaimana dalam firman-Nya:


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya. (Al Israa: 36)
Imam asy-Syinqithi berkata:
Allah melarang dalam ayat yang mulia ini agar manusia tidak mengikuti apa yang dia tidak
mempunyai pengetahuan di dalamnya. Termasuk di dalam hal ini adalah perkataan orang yang
berkata: Saya telah melihat, padahal dia belum melihatnya. Saya telah mendengar, padahal
dia belum mendengarnya. Aku tahu, padahal dia tidak mengetahuinya. Demikian pula orang

yang berkata tanpa ilmu dan orang yang mengerjakan amalan tanpa ilmu, tercakup pula dalam
ayat ini. (Adhwaul Bayan, 3/145)
2. Perintah berbuat jujur, larangan akan kebalikannya
Apabila Allah memerintahkan sesuatu, maka mengandung konsekuensi larangan akan
kebalikannya. Perintah berbuat jujur, berarti larangan berbohong. Perhatikanlah fiman Allah
berikut ini:



Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orangorang yang benar. (At-Taubah: 119)
Syaikh Abdurrahman as-Sadi berkata:
Firman-Nya Dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar, yaitu di dalam perkataan,
perbuatan, dan dalam keadaan mereka. Ucapan yang terlontar dari mereka benar dan jujur,
tiadalah perbuatan dan keadaan mereka kecuali benar, jauh dari rasa malas, selamat dari maksud
jahat, berupaya ikhlas dan niat yang shalih. Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan,
dan kebaikan menghantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga.
(Taisir Karimir Rahman, hal. 312).
Demikian pula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda memuji sifat jujur dan
mencela sifat bohong. Cermatilah hadits berikut ini:
Dari Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan
ke dalam surga. Tidaklah seseorang berbuat jujur hingga Allah mencatatnya sebagai orang yang
selalu jujur. Dan berbohong itu membawa kepada kejelekan, dan kejelekan itu menghantarkan ke
dalam neraka. Sungguh seseorang terbiasa bohong hingga Allah mencatatnya sebagai seorang
pembohong. (HR. Bukhari no. 6094, Muslim no. 2607)
3. Petaka lisan
Kata orang, lisan adalah daging tak bertulang, apabila manusia tidak menjaga lisannya, maka
kebinasaanlah yang ia dapat. Ingatlah selalu, tidak ada satu ucapan pun yang keluar dari mulut
kita,
kecuali
ada
malaikat
yang
mencatat.
Allah
berfirman:


Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang
selalu hadir. (Qaaf: 18)
4. Tanda orang munafik

Berbohong adalah kebiasaan orang munafik. Orang munafik akan selalu menampakkan sesuatu
yang menyelisihi apa yang ada dalam benaknya, di antaranya adalah dengan berbohong. Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berkata:
Tanda orang munafik ada tiga: Apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji mengingkari, dan
apabila dipercaya dia khianat. (HR. Bukhari no. 6095, Muslim no. 59).
5. Kebinasaan bagi yang berbohong
Berbohong tidaklah dibenarkan, baik sungguh-sungguh ataupun sekedar main-main saja. Sering
kita lihat, orang kalau sudah kumpul dengan temannya akan berupaya membuat senang dan
tertawa teman-temannya walaupun harus berbohong! Tentunya hal ini tidaklah dibenarkan juga,
mengingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi:
Celakalah orang yang berbohong agar orang lain tertawa, celakalah dia, celakalah dia. (HR. Abu
Dawud no. 4990, Tirmidzi no. 2315, Darimi no. 2705, Ahmad 5/7. Dihasankan oleh al-Albani dalam
al-Misykah no. 4834).
Sahabat mulia Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu berkata: Bohong tidaklah dibenarkan,
baik sungguh-sungguh maupun sekedar main-main. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/363).
6. Adzab yang pedih
Inipun termasuk celaan dan ancaman bagi orang yang berbohong, renungilah kisah dalam hadits
berikut ini, bahwa berbohong bukan sekedar dosa yang ringan!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Pada suatu malam aku bermimpi didatangi dua orang laki-laki, kemudian keduanya membawaku
ke sebuah tempat yang suci. Di tempat itu aku melihat dua orang yang sedang duduk dan ada dua
orang yang sedang berdiri, di tangan mereka ada sebatang besi. Besi itu ditusukkan ke tulang
rahangnya sampai tembus tengkuknya. Kemudian ditusukkan besi itu pada tulang rahangnya
yang lain semisal itu juga, hingga penuh dengan besi
Akhirnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya: Kalian telah mengajakku berkeliling,
sekarang kabarkan kepadaku peristiwa demi peristiwa yang telah aku lihat. Keduanya berkata:
Adapun orang yang engkau lihat menusuk rahangnya dengan besi, dia adalah seorang pendusta,
berkata bohong hingga dosanya itu memenuhi penjuru langit. Apa yang engkau lihat terhadapnya
akan terus diperbuat hingga hari kiamat. (HR. Bukhari no. 1386, Ahmad 5/14).
Kebohongan yang paling bohong
Bohong bisa dengan berbagai cara. Di antaranya adalah dengan menceritakan mimpi yang
sebenarnya dia tidak melihat mimpi itu. Takutlah wahai saudaraku, janganlah engkau terbiasa

menceritakan mimpi yang engkau tidak melihatnya, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:
Sungguh kedustaan yang paling dusta adalah menceritakan mimpi yang tidak ia lihat. (HR.
Bukhari no. 7043, Ahmad 2/96).
Berdusta terhadap Allh dan Rsul-Nya
Sesungguhnya tingkah polah orang-orang yang ingin menghancurkan agama ini sangat beragam,
mulai dari orang yang menolak Sunnah dengan mencukupkan berpegang pada Al-Quran, atau
orang-orang yang menerima sebagian Sunnah dan menolak sebagian yang lain. Yang lebih parah
dari semua adalah orang-orang yang berbuat kedustaan terhadap agama yang hanif ini. Mereka
berani berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya. Berikut ini sedikit penjelasan tentang bahayanya
berdusta atas nama Allah dan Rasul.
1. Berdusta terhadap Allah
Tidak diragukan lagi berdusta atas Allah merupakan dosa yang paling besar dan perbuatan yang
paling jelek. Bahkan orang yang berani berdusta terhadap Allah berarti telah mengekor para
pendahulu
mereka
dari
kalangan
ahli
kitab.
Allah
berfirman:






Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab,
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab
dan mereka mengatakan: Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi
Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui. (Ali Imran: 78).
Sangat banyak ayat-ayat Allah yang mengancam orang yang berdusta terhadap-Nya. Di antaranya
Allah
berfirman:

Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah
untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang lalim. (Al-Anaam: 144)
Imam ath-Thabari berkata:
Maka siapakah yang lebih zhalim terhadap dirinya, jauh dari kebenaran, daripada orang yang
membuat kebohongan terhadap Allah? Masuk dalam ayat ini pula adalah mengharamkan apa yang
tidak diharamkan Allah, dan menghalalkan apa yang tidak dihalalkannya. (Tafsir ath-Thabari,
8/68).

Firman

Allah

yang

lain:



Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling
daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat
Kami dengan siksaan yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling. (Al-Anaam: 157).
Di antara bentuk berdusta atas Allah adalah menafsirkan ayat-ayat Allah tanpa ilmu, memoles
ayat untuk kepentingan hawa nafsunya! Ketahuiolah wahai saudaraku seiman, generasi terbaik
umat ini sangat berhati-hati untuk menafsirkan ayat tanpa ilmu.
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu berkata:
Bumi manakah yang dapat kupijak dan langit manakah yang dapat menaungiku bila aku berbicara
tentang Kitabullah tanpa ilmu? (Majmu Fatawa, 13/371).
Tabiin yang mulia Masyruq berkata:
Hati-hatilah kalian dalam menafsirkan Al-Quran, karena hal itu merupakan periwayatan tentang
Allah. (Majmu Fatawa, 13/374)
Syaikhul Islam mengomentari atsar-atsar di atas:
Atsar-atsar yang shahih ini dan yang semisalnya dari para imam salaf, dibawa pada keberatan
mereka untuk berbicara tentang tafsir yang mereka tidak tahu ilmunya. Adapun orang yang
berbicara tafsir dengan ilmu yang ia miliki secara bahasa dan syari, maka tidaklah mengapa.
Inilah yang wajib ditempuh oleh setiap orang, wajib baginya diam dalam perkara yang ia tidak
punya ilmu tentangnya, demikian pula wajib menjelaskan bagi yang ditanya dan ia mengetahui
permasalahan tersebut. (Majmu Fatawa, 13/374).
Demikian pula, termasuk perusak dan penghancur agama ini adalah banyaknya orang-orang
yang berfatwa tanpa ilmu. Tidak sedikit orang yang berfatwa tanpa ilmu, menyitir ayat-ayat Allah
lalu menafsirkan dengan akalnya yang cekak! Fa innaa lillah wa innaa ilaihi raajiuun.
Allah

berfirman:




Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun
yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah
untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.
(Al-Araaf: 33).

Imam Ibnul Qayyim berkata:


Allah mengurutkan keharaman-keharaman menjadi empat tingkatan. Dia memulai dengan yang
paling ringan yaitu perbuatan keji, kemudian yang lebih berat keharamannya yaitu dosa dan
kezhaliman, selanjutnya urutan yang ketiga yang lebih besar keharamannya dari kedua di atas
yaitu kesyirikan, dan diakhiri dengan yang paling berat keharamannya dibandingkan semua di atas
yaitu berbicara terhadap Allah tanpa ilmu. (Ilamul Muwaqqiin, 1/47).
Firman

Allah

yang

lain:




Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta Ini
halal dan ini haram, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orangorang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (An-Nahl: 116).
Sebagian salaf berkata:
Hendaklah kalian takut berkata: Allah telah menghalalkan ini dan mengharamkan itu, kemudian
Allah berkata kepadamu: Engkau dusta! Aku tidak pernah menghalalkan ini dan mengharamkan
itu. Maka tidaklah pantas seseorang berkata tanpa ilmu tentang halal dan haram, atau berkata
Allah telah menghalalkan dan mengharamkannya hanya didasari taqlid dan atkwil. (Ilamul
Muwaqqiin, 1/47).
2. Berdusta terhadap Rasulullah
Sesungguhnya adanya kedustaan-kedustaan atas diri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah
sebuah pelanggaran besar terhadap beliau. Orang yang berbuat demikian sama saja menghalangi
manusia dari agama yang haq. Terlebih lagi bagi orang awam yang selalu menerima apapun yang
dikatakan kepada mereka, sekalipun sebenarnya bertabrakan dengan kaidah agama, tuntunan
fithrah dan akal.
Berdusta atas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam antara lain dengan membuat hadits palsu,
berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah berkata dan mengerjakannya. Orang yang
berdusta terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diancam dengan neraka. Bedasarkan
hadits-hadits berikut:
Dari Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersbda:
Janganlah kalian berbuat dusta terhadapku, sesungguhnya orang yang berdusta terhadapku
hendaklah ia masuk ke dalam neraka. (HR. Bukhari no. 106, Muslim no. 1).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:


Barangsiapa yang berdusta atasku, hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.
(Mutawatir. HR. Bukhari no. 107, Muslim no. 3004).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
Berdusta atas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah dosa besar, sedangkan berdusta
kepada selainnya termasuk dosa kecil. Maka tidaklah sama ancaman bagi yang berdusta atas
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan selain beliau. (Fathul Bari, 1/267).
BOHONG YANG DIBOLEHKAN
Imam Nawawi berkata:
Ketahuilah, sesungguhnya berbohong itu sekalipun asalnya haram, akan tetapi dibolehkan pada
beberapa keadaan dengan syarat-syarat tertentu. (al-Adzkar, hal. 325).
Di antara perkara yang dibolehkan untuk berbohong, antara lain:
1. Untuk mendamaikan di antara manusia.
Asal bolehnya hal ini, adalah apa yang diriwayatkan oleh Ummu Kultsum binti Uqbah:
Dari Ummu Kultsum, dia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Bukanlah
termasuk pembohong orang yang mendamaikan di antara manusia, berniat baik atau berkata
baik. (HR. Buhari no. 26920)
2. Ketika perang
Perang merupakan tipu muslihat, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Perang adalah tipu muslihat. (HR. Bukhari no. 3030, Muslim no. 1739).
Imam Ibnul Arabi berkata:
Bohong ketika perang adalah pengecualian yang dibolehkan berdasarkan nash, sebagai keringanan
bagi kaum muslimin karena kebutuhan mereka ketika itu. (Fathul Bari, 6/192, lihat pula ashShahihah, 2/86).
3. Antara suami istri
Berdasarkan hadits:

Berkata Ummu Kultsum: Tidak pernah aku mendengar dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam
memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga perkara. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: Tidaklah aku anggap seorang itu berbohong apabila bertujuan mendamaikan di
antara manusia, berkata sebuah perkataan tiada lain kecuali untuk perdamaian; orang yang
bohong ketika dalam peperangan; dan suami yang berbohong kepada istrinya atau istri yang
berbohong kepada suaminya.; (HR. Abu Dawud no. 4921, dishahihkan oleh al-Albani dalam ashShahihah no. 54).
Imam Nawawi berkata:
Adapun bohong kepada istri, atau istri bohong kepada suami, maka yang diinginkan adalah
menampakkan kasih sayang dan janji yang tidak mengikat. Adapun bohong yang tujuannya menipu
dengan menahan apa yang wajib ditunaikan atau mengambil yang bukan haknya, maka hal itu
diharamkan menurut kesepakatan kaum muslimin. (Syarah Shahih Muslim, 16/121).
Syaikh al-Albani berkata:
Bukanlah termasuk bohong yang dibolehkan, apabila suami menjanjikan kepada istrinya yang dia
sebenarnya tidak ingin menepati janji tersebut, atau suami mengabarkan kepada istrinya bahwa
dia telah membeli ini dan itu lebih banyak dari kenyataannya untuk mencari ridha sang istri.
Perkara semacam ini bisa terbongkar, dapat menjadi sebab cekcok serta prasangka buruk seorang
istri kepada suaminya, ini termasuk kerusakan bukan perbaikan. (ash-Shahihah, 1/818).
Demikianlah yang dapat kami bahas pada edisi kali ini. Untuk memahami lebih luas pembahasan
ini silakan lihat Syarah Shahih Muslim (16/121), al-Adzkar (hal. 324-326), keduanya karya Imam
Nawawi. Akhirul kalam, semoga kita termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih, jauh dari kedustaan
dan istiqomah menapaki jalan kebenaran. Amiin. Allahu Alam.

Anda mungkin juga menyukai