Anda di halaman 1dari 9

ADAB DALAM MAJELIS

AL QURAN
1. IKHLAS
Dalam bermajelis Alquran harus memiliki keikhlasan yang penuh
dengan hanya mengharapkan ridho Allah SWT semata.
Allah berfirman :
“dan tiadalah mereka di perintahkan kecuali dengan beribadah kepada
Allah, ikhlas karenanya dalam menjalankan agama....”
(QS Al Bayyinah : 5)
Rasulullah bersabda:
“semata-mata perbuatan itu tergantung pada niatnya dan bagi setiap
orang apa yang ia niatkan. “ (HR bukhari dan muslim)
2. Menjaga Adab Majelis
Sebagai seorang muslim, hendaknya kita menghadiri majelis ilmu dengan adab yang sesuai dengan
syariat Islam. Adab menunjukkan kepribadian dari seorang muslim. Rasulullah sendiri telah
mencontohkan bagaimana seharusnya beradab dalam setiap aktivitas, termasuk majelis.

1. Memberi salam
Salam adalah penanda keramahanm seorang muslim. Memberi salam sama dengan mendoakan
para hadirin di majelis ilmu lainnya.
Abu Hurairah ra telah meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Bila salah seorang kamu sampai di
suatu majlis, maka hendaklah memberi salam, lalu jika dilihat layak baginya duduk maka duduklah ia.
Kemudian jika bangkit (akan keluar) dari majlis hendaklah memberi salam pula. Bukanlah yang
pertama lebih berhak daripada yang selanjutnya.” (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi

2. Tidak berbisik berduaan


Dalam sebuah majelis tentu akan terdapat banyak orang di dalamnya. Maka dari itu, tidak
seharusnya kita saling berbisik-bisik hanya dengan satu orang saja. Hal ini dapat melukai perasaan
orang lain sehingga kurang pantas dilakukan. Ibnu Mas`ud Radhiallaahu ‘anhu menuturkan :
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Bila kamu tiga orang, maka dua orang tidak
boleh berbisik-bisik tanpa melibatkan yang ketiga sehingga kalian bercampur baur dengan orang
banyak, karena hal tersebut dapat membuatnya sedih.” (Muttafaq’alaih
3. Duduk di kursi yang kosong
Jika Anda baru saja tiba di majelis, maka hendaknya janganlah duduk di kursi
yang telah ditempati oleh orang lain. Duduklah di kursi yang kosong sehingga
tidak akan mengganggu orang lain.
Jabir bin Samurah telah menuturkan: “Adalah kami, apabila kami datang
kepada Nabi SAW maka masing-masing kami duduk di tempat yang masih
tersedia di majelis.” (HR. Abu Daud).
Nabi SAW telah bersabda, “Seseorang tidak boleh memindahkan orang lain
dari tempat duduknya, lalu ia menggantikannya, akan tetapi berlapanglah dan
perluaslah.” (Muttafaq’alaih)

4. Tidak banyak tertawa


Majelis ilmu merupakan tempat kita mencari ilmu dan sudah seharusnya kita
tidak banyak berbicara apalagi tertawa. Bahkan Rasul sendiri pernah
memperingatkan bahwa tertawa yang berlebihan dapat menyebabkan matinya
hati.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasihat kepada
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, “Janganlah banyak tertawa! Sesungguhnya
banyak tertawa akan mematikan hati.” (HR At-Tirmidzi no. 2305. Syaikh Al-
Albani berkata, “Hasan.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi.)
5. Tidak duduk di tengah majelis
Seorang yang memiliki adab tentu tidak akan mengambil posisi di tengah
majelis, apalagi jika ia datang terlambat. Tidak boleh seseorang duduk di
antara orang lain tanpa izin orang di sekitarnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak halal bagi seseorang memisah di antara dua
orang kecuali seizin keduanya.” (HR. Ahmad)

6. Tidak menempati kursi orang yang kembali


Dalam sebuah majelis ilmu, sering kali kita lihat orang yang keluar untuk
urusan sementara seperti buang air atau lainnya kemudian kembali lagi. Jika
begitu, maka tidak diperbolehkan untuk menempati kursi milik orang tersebut.
Nabi SAW bersabda, “Apabila seorang di antara kamu bangkit (keluar) dari
tempat duduknya, kemudian kembali, maka ia lebih berhak
menempatinya.” (HR.Muslim)
7. Saling menghormati
Berkumpulnya banyak orang dalam sebuah majelis harusnya menimbulkan
rasa saling menghormati dan menghargai. Terutama pada guru atau ustadz
yang memberikan ilmu, hendaknya kita menghormati dengan mendengarkan
pemaparan yang diberikan.
8. Memperhatikan
Ketika sedang berada di sebuah majelis, perhatikanlah apa yang dibicarakan dan didiskusikan di dalamnya.
Selain menghargai pemberi ilmu, hal ini juga akan menguatkan ingatan kita tentang ilmu yang disampaikan.
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,“Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di majelis menasihati
kaum, datanglah seorang A’rabi dan bertanya,”Kapan hari kiamat?” (Tetapi) beliau terus saja berbicara sampai
selesai. Lalu (beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam) bertanya,“Mana tampakkan kepadaku yang bertanya tentang
hari kiamat?” Dia menjawab,”Saya, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu beliau berkata, “Jika
amanah disia-siakan, maka tunggulah hari kiamat”. Dia bertanya lagi, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Beliau
menjawab, “Jika satu perkara diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat”. [Riwayat Bukhari].

9. Berani bertanya
Sering kali dalam sebuah majelis diberikan sesi pertanyaan namun banyak yang justru malu bertanya. Padahal
dengan bertanya justru akan membuka wawasan lebih luas. Rasul bersabda
Seandainya mereka bertanya! Sesungguhnya obatnya kebodohan adalah bertanya. [Riwayat Abu Daud, Ibnu
Majah, Ahmad dan Darimi dan dishahihkan Syeikh Salim Al Hilali dalam Tanqihul Ifadah Al Muntaqa Min Miftah
Daris Sa’adah, hal. 174].

10. Meneladani adab sang guru


Guru yang memberikan ilmu dalam sebuah majelis tentu orang yang beradab, maka sudah patut kita contoh
semua akhlaknya yang baik. Abu Bakar Al Muthaawi’i berkata,“Saya menghadiri majelis Abu Abdillah – beliau
sedang mengimla’ musnad kepada anak-anaknya- duabelas tahun. Dan saya tidak menulis, akan tetapi saya
hanya melihat kepada adab dan akhlaknya”.
3. Bersungguh sungguh (Mujahadah)
• Allah Ta’ala berfirman:
• Artinya: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan)
Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS.
Al-‘Ankabut [29]: 69)
• Bersungguh-sungguh (mujahadah) dalam ibadah merupakan salah satu sikap yang
sangat dianjurkan di dalam Islam. Banyak definisi/arti tentang bersungguh-
sungguh.
• Bersungguh-sungguh begitu penting dalam nafas kehidupan manusia. Di dalam
Islam, bersungguh-sungguh memiliki poin tersendiri, sehingga sering kali ditemui
di dalam Al-Qur’an, perintah ibadah yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-
hamba-Nya diungkapkan dengan penekanan, yang berarti menunjukkan bahwa
perintah itu hendaknya dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Firman Allah Ta’ala,
Artinya: “Allah adalah Rabb langit dan bumi, serta apa yang ada diantara keduanya, maka ibadahilah Dia, serta
bersabarlah dengan sungguh-sungguh di dalam beribadah kepada-Nya, apakah kamu melihat yang serupa
dengan-Nya.” (Qs. Maryam [19]: 65)
Dalam ayat lain dikatakan:
Artinya:“Dan berjihadlah kalian di (jalan) Allah dengan sebenar-benar jihad.” (Qs. Al-Hajj [22]: 78)
Perintah Allah Ta’ala tidak mungkin dapat terlaksana tanpa kesungguhan dan tekad kuat. Hal itu karena
rintangan dan gangguan akan selalu mengiringi langkah setiap Muslim dalam rangka berusaha untuk mencapai
keridhaan Allah Ta’ala.Ketika gangguan itu mampu menghilangkan kesungguhan dalam diri seorang Muslim,
maka hal itu bisa membuatnya menjadi seorang yang lemah, menjadi seorang yang takut dan tidak memiliki
keberanian untuk meningkatkan diri yang akhirnya jauh dari rahmat dan ridha Allah Ta’ala.

Buah dari kesungguhan Kesungguhan yang telah melekat di dalam jiwa-jiwa setiap Muslim akan menjadi
kekuatan tersendiri dalam menghadapi segala bentuk ujian yang Allah Ta’ala turunkan kepada setiap hamba-
Nya.Karena dengan kesungguhan, seseorang akan memiliki sikap teguh pendirian, tidak mudah goyah dengan
kebaikan yang dilakukannya. Ketika keteguhan dalam menjalan kebaikan telah tertanam di dalam hatinya, ia
akan menjadi seorang Mukmin yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam


Artinya: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari mukmin yang lemah, dan masing-masing
memiliki kebaikan. Bersungguh-sungguhlah dalam (mengerjakan) hal-hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah
pertolongan dari Allah dan janganlah bersikap lemah.” (Hr. Muslim)
Kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya akan membuahkan kesejahteraan dan kedamaian hidup.
Kesejahteraan dan kedamaian hidup itu berupa subulussalam (jalan keselamatan) yang Allah Ta’ala tunjukkan
kepada setiap hamba-Nya yang benar-benar mencari dan menggapainya. Jalan keselamatan yang dimaksud
adalah akan merasakan manisnya buah keimanan yang akan mengantarkannya ke dalam surga.
4. Santun dalam belajar
• Santun dalam bermajelis
• Dalam belajar kita harus berakhlah mulia, sabar, tawadhu, tidak
banyak bercanda , tidak hasud dan ujub (berbangga diri) serta
harus berlemah lembut, hormat dan tidak merendahkan dan banyak
mengamalkan amalan sunnah, berdzikir, bertasbih dan berdoa dan
selalu merasa di awasi oleh Allah.

Anda mungkin juga menyukai