Anda di halaman 1dari 6

Khutbah jumat ini berjudul : " Agama adalah Nasihat".

dalam khutbah ini disampaikan penjelasan bahwa jika seseorang melihat aib atau
kekurangan pada saudaranya, maka ia harus bersegera memberikan nasihat
kepadanya dalam rangka mencari ridla Allah. Di pihak lain, sahabat yang
dinasihati juga tidak enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu
sangat bermanfaat bagi dirinya. Inilah konsep bahwa agama adalah nasihat.

Khutbah I

‫ َو الَّص اَل ُة َو الَّس اَل ُم‬، ‫ َو َنَّو َر ُقُلْو َبَنا ِباْلُقْر آِن‬، ‫ َو َأْك َر َم َنا ِباِإْل ْيَم اِن‬، ‫ اَّلِذ ي َأَع َّز َنا ِباِإْل ْس اَل ِم‬، ‫الَحْم ُد ِهلل ِذ ي الَج اَل ِل َو اِإل ْك َر اِم‬
‫ ُبُد ْو ِر الَّتَم اِم َو ُش ُم ْو ِس ِد ْيِن‬، ‫ َو َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه اْلِكَر اِم‬، ‫َع َلى َس ِّيِد َنا ُمَح َّمِد ِن اَّلِذ ي َع اَل الُّنُجْو َم َو اْلَك َو اِكَب اْلِع َظاَم‬
‫ َو َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه اَّلِذ ي اَل‬،‫ َو َأْش َهُد َأْن اَّل إلَه ِإاَّل ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْيَك َلُه َو اَل َم ِثْيَل َلُه‬، ‫اِإْل ْس اَل ِم‬
‫ َو اْلَع ْص ِۙر ِاَّن‬: ‫ اْلَقاِئِل ِفي ِكَتاِبِه اْلُقْر آِن‬، ‫ َفإِّني ُأْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِس ي ِبَتْقَو ى ِهللا الَم َّناِن‬، ‫ ِعَباَد الَّرْح ٰم ِن‬،‫ َأَّم ا َبْعُد‬.‫َنِبَّي َبْع َد ُه‬
‫اِاْل ْنَس اَن َلِفْي ُخ ْس ٍۙر ِااَّل اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َع ِم ُلوا الّٰص ِلٰح ِت َو َتَو اَص ْو ا ِباْلَح ِّق ۙە‬

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah pada siang hari yang


penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri
khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan
ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melakukan semua
kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. Hadirin jamaah shalat
Jumat rahimakumullah, Hendaklah diketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala sah
bersumpah dengan apapun yang Ia kehendaki di antara makhluk-Nya. Dalam
surat al-‘Ashr, Allah ta’ala bersumpah dengan al ‘Ashr yang artinya masa
sebagaimana ditafsirkan sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Jadi Allah
bersumpah demi masa bahwa setiap manusia itu merugi kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh. Inilah sifat para hamba Allah yang saleh yang
mengamalkan pesan-pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
melaksanakan perintah-perintahnya. Mereka giat mempelajari ilmu agama dan
sungguh-sungguh dalam mengamalkannya. Terutama para sahabat yang awal-
awal masuk Islam (as-sabiqun al-awwalun) yang dipuji oleh Allah ta’ala dalam
firman-Nya :

:‫َو الّٰس ِبُقْو َن اَاْلَّو ُلْو َن ِم َن اْلُم ٰه ِج ِر ْيَن َو اَاْلْنَص اِر َو اَّلِذ ْيَن اَّتَبُعْو ُهْم ِبِاْح َس اٍۙن َّر ِض َي ُهّٰللا َع ْنُهْم َو َر ُضْو ا َع ْنُه (التوبة‬
)100
Maknanya: “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridla kepada mereka dan mereka pun ridla
kepada Allah” (QS. at-Taubah: 100) Allah subhanahu wata’ala memberitahukan
kepada kita bahwa Ia ridla kepada mereka, karena mereka telah percaya dan
beriman, belajar dan beramal, memberi dan menerima nasihat. Oleh karenanya,
sudah selayaknya kita meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sudah
sepantasnya kita meneladani para sahabat yang mulia, yang saling menasihati
karena Allah. Sahabat yang satu menjadi cermin bagi saudara Muslim lainnya. Ia
mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya. Jika ia melihat aib
atau kekurangan pada saudaranya, ia bersegera memberikan nasihat kepadanya
dalam rangka mencari ridla Allah. Di pihak lain, sahabat yang dinasihati juga tidak
enggan menerima nasihat, karena ia tahu bahwa nasihat itu sangat bermanfaat
bagi dirinya. Salah seorang ulama salaf berkata:

‫ِإْن َر َأْيَت َم ْن َيُد ُّلَك َع َلى ُع ُيْو ِبَك َفَتَم َّس ْك ِبَأْذ َياِلِه‬

Artinya: “Jika engkau mengetahui ada orang yang menunjukkan kepadamu aib-
aib dan kekurangan-kekuranganmu, maka berpeganglah dengannya”

Diriwayatkan bahwa Sayyidina ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata:

‫َر ِح َم ُهللا اْمَر ًء ا َأْهَدى ِإَلَّي ُع ُيْو ِبي‬

Artinya: “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukkan kepadaku aib-aib


dan kekurangan-kekuranganku”.

Para sahabat yang mulia ketika salah seorang di antara mereka bertemu dengan
yang lain, mereka berjabat tangan dengan muka yang ceria dan tersenyum. Lalu
mereka membaca surat al-‘Ashr karena nilai-nilai agung nan mulia yang
terkandung dalam surat ini: “Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam
kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta
saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS
al-‘Ashr: 1-3) Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

‫ ِهلل َو ِلِكَتاِبِه َو ِلَر ُسْو ِلِه َو َأِلِئَّمِة اْلُم ْس ِلِم ْيَن َو َعاَّمِتِهْم (رواه‬:‫ َقاَل صلى هللا عليه وسلم‬،‫ ُقْلَنا ِلَم ْن ؟‬،‫الِّدْيُن الَّنِص ْيَح ُة‬
)‫مسلم‬

Maknanya: “Agama memerintahkan nasihat (berbuat kebaikan),” ditanyakan


kepada Nabi: Kepada siapa?, Nabi menjawab: “Kebaikan kepada Allah, kitab-Nya,
Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan kepada kaum muslimin secara
umum (yang bukan pemimpin)” (HR Muslim) Al-Hafizh Abu ‘Amr ibn ash-Shalah
memberikan penjelasan mengenai hadits ini sebagaimana dikutip oleh Ibnu Rajab
sebagai berikut: “Nasihat adalah kata yang padat makna, mencakup tindakan
penasihat terkait yang dinasihati dengan berbagai macam kebaikan, dalam
kehendak dan perbuatan. Nasihat terkait dengan Allah adalah dengan
mentauhidkan-Nya, menyifati-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan
keagungan yang layak bagi-Nya, menyucikan-Nya dari hal-hal yang tidak layak
bagi-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat kepada-Nya, melakukan
berbagai ketaatan kepada-Nya dan perkara-perkara yang Ia cintai dengan penuh
keikhlasan, mencintai dan membenci karena-Nya, mengajak serta mendorong
orang lain kepada ini semua. Nasihat terkait dengan Kitab Allah adalah
mengimaninya, mengagungkannya, menyucikannya, membacanya dengan benar,
tunduk kepada perintah-perintah dan larangan-larangannya, memahami ilmu-
ilmu dan hikmah-hikmahnya, merenungkan ayat-ayatnya, mengajak orang
kepadanya, menjaganya dengan menolak upaya penyelewengan orang-orang
yang ekstrem dan upaya penistaan orang-orang kafir atau ateis terhadapnya.
Nasihat terkait dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan
beriman kepadanya dan ajaran yang dibawanya, memuliakan dan
mengagungkannya, berpegang teguh dengan ketaatan kepadanya, menghidupkan
dan menyebarkan sunnahnya, memusuhi orang yang memusuhinya dan
memusuhi sunnahnya, mencintai dan berpihak kepada orang yang mencintainya
dan mencintai sunnahnya, berakhlak dan beradab dengan akhlak dan adabnya,
serta mencintai keluarga, keturunan dan para sahabatnya, dan semacamnya.
Nasihat terkait dengan para pemimpin kaum muslimin adalah membantu mereka
dan menaati mereka dalam kebenaran, memperingatkan dan mengingatkan
mereka dengan lemah lembut, tidak memberontak kepada mereka, mendoakan
mereka agar diberi taufiq oleh Allah serta mengajak orang lain melakukan ini
semua. Nasihat terkait dengan kaum muslimin secara umum (yang bukan
pemimpin) adalah membimbing mereka kepada hal-hal yang membawa
kemaslahatan dan kebaikan bagi mereka, mengajarkan kepada mereka urusan
agama dan dunia, menutupi keburukan-keburukan mereka dan menyempurnakan
kekurangan-kekurangan mereka, membela dan melindungi mereka dari musuh,
tidak dengki dan iri terhadap mereka, mencintai untuk mereka apa yang dicintai
untuk diri sendiri dan membenci untuk mereka apa yang dibenci untuk diri
sendiri, dan hal-hal semacamnya.” Kaum Muslimin rahimakumullah, Di antara
contoh nasihat adalah apa yang dilakukan oleh Imam Syafi’i seperti yang
diceritakan dalam Siyar A’lam an-Nubala’ dan lainnya berikut ini. Imam Syafi’i
menjadikan Muhammad bin ‘Abdul Hakam seperti layaknya saudaranya sendiri.
Imam Syafi’i begitu mencintainya, dekat dengannya dan penuh perhatian
terhadapnya. Muhammad ini juga mulazamah kepada Syafi’i, mendalami ilmu fiqh
dan berbagai ilmu kepadanya, bermadzhab dengan madzhabnya dan banyak
berbuat baik kepadanya. Melihat kesungguhan mahabbah dan persaudaraan
antara keduanya, banyak orang mengira bahwa Imam Syafi’i akan menyerahkan
halaqah ilmunya di Masjid Jami’ ‘Amr bin ‘Ash setelah ia wafat kepada
Muhammad bin ‘Abdul Hakam.

Pada saat Imam Syafi’i sedang sakit menjelang wafatnya -dan waktu itu
Muhammad bin ‘Abdul Hakam tengah berada di dekat kepala Imam Syafi’i
sehingga mudah untuk menunjuknya-, dikatakan kepadanya: Kepada siapakah
kami belajar setelah anda, wahai Abu ’Abdillah?. Imam Syafi’i rahimahullah
menjawab: “Belajarlah kalian kepada Abu Ya’qub al-Buwaithi.” Al-Buwaithi adalah
murid terbesar Imam Syafi’i dan dinilai oleh Imam Syafi’i lebih alim dan lebih
‫‪utama. Karenanya, Imam Syafi’i melakukan nasihat dan berbuat baik terkait‬‬
‫‪dengan Allah ‘azza wa jalla dan kaum muslimin, dan tidak melakukan mudahanah‬‬
‫‪(melakukan kesalahan untuk menjaga hubungan dengan orang tertentu). Imam‬‬
‫‪Syafi’i tidak lebih mementingkan ridla makhluk daripada ridla Allah. Ia‬‬
‫‪mengarahkan orang-orang untuk belajar kepada al-Buwaithi dan lebih‬‬
‫‪memilihnya daripada Muhammad bin ‘Abdul Hakam. Hal itu dikarenakan dalam‬‬
‫‪penilaian Imam Syafi’i, al Buwaithi lebih layak mengajar, lebih dekat kepada sikap‬‬
‫‪zuhud dan wara’, cepat meneteskan air mata, kebanyakan hari-harinya diisi‬‬
‫‪dengan dzikir dan mengajarkan ilmu, dan malamnya kebanyakan diisi dengan‬‬
‫‪tahajjud dan membaca al-Qur’an. Imam Syafi’i juga mempercayai al-Buwaithi‬‬
‫‪untuk berfatwa dan mengarahkan orang yang meminta fatwa kepadanya.‬‬

‫‪Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Demikian khutbah singkat pada siang hari‬‬


‫‪yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan membawa barakah bagi kita‬‬
‫‪semua. Amin.‬‬

‫‪َ.‬أُقْو ُل َقْو ِلْي ٰه َذ ا َو َأْسَتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم ‪َ ،‬فاْسَتْغ ِفُرْو ُه‪ِ ،‬إَّنُه ُهَو اْلَغ ُفْو ُر الَّر ِح ْيُم‬

‫‪Khutbah II‬‬

‫َاْلَحْم ُد ِهلل َو َكَفى‪َ ،‬و ُأَص ِّلْي َو ُأَس ِّلُم َع َلى َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد اْلُم ْص َطَفى‪َ ،‬و َع َلى آِلِه َو َأْص َح اِبِه َأْهِل اْلَو َفا‪َ .‬أْش َهُد َأْن اَّل إلَه ِإاَّل‬
‫ُهللا َو ْح َد ُه اَل َش ِر ْيَك َلُه‪َ ،‬و َأْش َهُد َأَّن َس ِّيَدَنا ُمَحَّم ًدا َع ْبُد ُه َو َر ُسْو ُلُه‪َ .‬أَّم ا َبْعُد‪َ ،‬فَيا َأُّيَها اْلُم ْس ِلُم ْو َن ‪ُ ،‬أْو ِص ْيُك ْم َو َنْفِس ْي‬
‫ِبَتْقَو ى ِهللا اْلَعِلِّي اْلَعِظ ْيِم َو اْع َلُم ْو ا َأَّن َهللا َأَم َر ُك ْم ِبَأْم ٍر َع ِظ ْيٍم ‪َ ،‬أَم َر ُك ْم ِبالَّص اَل ِة َو الَّس اَل ِم َع َلى َنِبِّيِه اْلَك ِر ْيِم َفَقاَل ‪ِ :‬إَّن‬
‫َهللا َو َم اَل ِئَكَتُه ُيَص ُّلوَن َع َلى الَّنِبِّي ‪َ ،‬يا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َص ُّلوا َع َلْيِه َو َس ِّلُم وا َتْس ِليًم ا‪َ ،‬الّٰل ُهَّم َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد‬
‫َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َك َم ا َص َّلْيَت َع َلى َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِهْيَم َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِهْيَم َو َباِرْك َع َلى َس ِّيِد َنا ُم َحَّمٍد َو َع َلى‬
‫ّٰل‬
‫آِل َس ِّيِد َنا ُمَح َّمٍد َك َم ا َباَر ْك َت َع َلى َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِهْيَم َو َع َلى آِل َس ِّيِد َنا ِإْبَر اِهْيَم ‪ِ ،‬فْي اْلَع اَلِم ْيَن ِإَّنَك َح ِم ْيٌد َمِج ْيٌد ‪َ .‬ال ُهَّم‬
‫اْغ ِفْر ِلْلُم ْس ِلِم ْيَن َو اْلُم ْس ِلَم اِت واْلُم ْؤ ِمِنْيَن َو اْلُم ْؤ ِم َناِت اَأْلْح َياِء ِم ْنُهْم َو اَأْلْم َو اِت‪ ،‬اللهم اْدَفْع َع َّنا اْلَباَل َء َو اْلَغاَل َء‬
‫َو اْلَو َباَء َو اْلَفْح َش اَء َو اْلُم ْنَك َر َو اْلَبْغ َي َو الُّسُيْو َف اْلُم ْخ َتِلَفَة َو الَّش َداِئَد َو اْلِمَح َن ‪َ ،‬م ا َظَهَر ِم ْنَها َو َم ا َبَطَن ‪ِ ،‬م ْن َبَلِد َنا َهَذ ا‬
‫َخاَّص ًة َو ِم ْن ُبْلَداِن اْلُم ْس ِلِم ْيَن َعاَّم ًة‪ِ ،‬إَّنَك َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر ِعَباَد ِهللا‪ ،‬إَّن َهللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اإْل ْح َس اِن َو ِإْيَتاِء ِذ ي‬
‫اْلُقْر َبى وَيْنَهى َع ِن الَفْح َش اِء َو اْلُم ْنَك ِر َو الَبْغ ِي ‪َ ،‬يِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن ‪َ .‬فاذُك ُروا َهللا اْلَعِظ ْيَم َيْذ ُك ْر ُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا‬
‫‪َ.‬أْك َبُر‬
Ustadz Nur Rohmad, Katib Syuriyah MWCNU Dawarblandong, Mojokerto dan
Pengasuh Majelis Ta’lim Nurul Falah, Mojokerto

Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-agama-adalah-nasihat-
UxEMm

Anda mungkin juga menyukai