Anda di halaman 1dari 3

Ma’asyiral 

Muslimin Rahimakumullah
Takwa adalah kata yang ringan untuk diucapkan, akan tetapi berat dalam timbangan amal
perbuatan. Takwa tempatnya adalah hati. Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali dan
mengatakan:

 
Artinya: Takwa ada di sini, takwa ada di sini. (HR Ahmad dalam Musnad-nya).
 
Jadi, hati adalah pemimpin anggota badan. Jika hati baik, maka seluruh anggota badan akan baik
sehingga orang menjadi bertakwa. Sebaliknya jika hati rusak, maka anggota badan menjadi rusak
sehingga orang menjadi pelaku maksiat. Maka marilah kita bertakwa kepada Allah, yaitu
melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan semua yang diharamkan serta mencari bekal
sebanyak-banyaknya untuk kehidupan akhirat.
Allah SWT berfirman:
 

Artinya: (yaitu) di hari yang harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang
yang dihisab oleh Allah dengan hati yang bersih (dari kekufuran). (QS asy-Syu’ara’: 88-89) 
 
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah
Oleh karenanya, mari perbaiki hati kita dengan menerapkan adab-adab yang diajarkan dalam
Islam secara lahir dan batin. Kita obati hati dengan mengikuti ajaran Allah SWT dan meneladani
Rasulullah SAW. Kita obati hati karena hati memiliki penyakit yang tidak bisa diobati oleh para
dokter. Penyakit hati itu hanya bisa diobati dengan kesungguhan mengikuti perintah Allah dan
Rasul-Nya.
 
Dan di antara penyakit hati adalah riya, yaitu melakukan bentuk ketaatan agar dilihat oleh orang
lain dengan tujuan mengharapkan pujian darinya. Allah SWT berfirman:
 

 
Artinya: Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. (QS al Bayyinah: 5)
 
Jamaah Rahimakumullah
Mari kita ikhlaskan niat selalu hanya karena Allah dan jangan sampai jatuh pada maksiat riya.
Sahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu meriwayatkan hadits qudsi bahwa Rasulullah bersabda:
Allah berfirman:
 

 
Artinya: Aku tidak menerima tujuan lain dalam beramal, barangsiapa melakukan satu amal
perbuatan dan memiliki tujuan lain selain ridha-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan tidak
menerimanya. (HR Muslim)
 
Jika kita melakukan suatu amal perbuatan untuk mencari pahala dari Allah dan sekaligus
mengharap pujian sesama manusia, maka Allah tidak akan menerima amal tersebut dari kita. Jadi
seseorang yang melakukan amal perbuatan yang disertai riya, maka tidak ada pahalanya sama
sekali, bahkan dia berdosa karena riya-nya.
 
Oleh karenanya, marilah kita introspeksi diri. Kita awasi dan amati hati kita.  Jika kita
melakukan shalat lima waktu sendirian, kita tidak mengiringinya dengan shalat sunnah rawatib,
tapi jika kita shalat berjamaah di masjid, kita mengiringinya dengan shalat sunnah rawatib. Kita
tanyai diri kita, kenapa melakukan itu?  Jika melakukan shalat sendirian, kita selesaikan dengan
cepat dan hanya melakukan rukun-rukunnya saja, sedangkan jika berada di tengah banyak orang
perpanjang shalat, kita berusaha untuk menghadirkan rasa khusyu dan baguskan shalat, maka
tanyakanlah kepada diri, kenapa melakukan itu? Apakah kita menginginkan pujian sesama
hamba? Apakah ingin agar dihormati oleh mereka? Apakah ini lebih kita sukai daripada ridla
Allah SWT?
 
Padahal seluruh manusia adalah makhluk-makhluk ciptaan Allah sama seperti kita. Mereka tidak
dapat menciptakan manfaat maupun mudlarat. Mereka tidak bisa memberikan manfaat kepada
kita atau mencelakai kita kecuali atas kehendak Allah. Kenapa kita memilih dicela oleh Allah
agar dipuji oleh sesama hamba? Pujian mereka kepada kita tidak akan menambah rezeki, tidak
menunda ajal dan tidak bermanfaat bagi kita dalam kehidupan akhirat. Oleh karenanya, obatilah
hati dari penyakit riya. Kita jadikan ridla Allah Sang Pencipta kebaikan dan keburukan sebagai
tujuan kita. Kita ikhlaskan niat karena Allah dan jangan kita pedulikan apakah orang mencela
atau memuji. Sungguh kebaikan seluruhnya ada pada ridha Allah SWT.
 
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah bersama-sama kita renungkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Sulaiman bin
Yasar, ia berkata:  Ketika majelis Abu Hurairah usai dan orang-orang pergi meninggalkan
majelis, maka Natil–seorang penduduk Syam–berkata kepada Abu Hurairah:  Wahai Guru,
sampaikanlah kepada kami sebuah hadits yang telah engkau dengar dari Rasulullah SAW. Abu
Hurairah berkata: Ya, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: Orang yang pertama
kali diberikan keputusan kepadanya di hari kiamat adalah orang yang tewas di medan
peperangan. Ia pun didatangkan dan diingatkan tentang nikmat-nikmat yang diberikan
kepadanya di dunia maka dia pun mengingatnya. Dikatakan kepadanya: Apa yang engkau
lakukan terhadap nikmat-nikmat tersebut? Dia pun menjawab: aku berperang di jalan-Mu
hingga aku mati syahid. Maka dikatakan kepadanya: Engkau telah berdusta, engkau berperang
untuk dikatakan sebagai pemberani dan itu sudah dikatakan. Kemudian diperintahkan agar
orang tersebut diseret dengan posisi muka di bawah hingga dilempar ke neraka. Begitu juga
seorang hamba yang telah mempelajari ilmu agama, mengajarkannya dan rajin membaca al
Qur`an, maka didatangkan dan diberitahukan nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya, maka
ia pun mengingatnya. Ditanyakan kepadanya: Apakah yang engkau lakukan terhadap nikmat-
nikmat tersebut? Ia menjawab: Aku mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membaca al Qur`an
karena-Mu ya Allah. Dikatakan kepadanya: Engkau berdusta, kenyataannya engkau
mempelajari ilmu agar dikatakan sebagai ulama, engkau membaca al Qur`an agar engkau
dikatakan pandai membaca al Qur`an dan ini telah dikatakan. Kemudian diperintahkan agar
orang itu diseret dengan posisi muka di bawah sehingga dilempar ke neraka. Begitu juga
seseorang  yang Allah lapangkan rezekinya dan Allah berikan kepadanya seluruh jenis harta,
maka ia didatangkan, diingatkan tentang nikmat-nikmatnya, maka ia pun mengingatnya.
Dikatakan kepadanya: Apa yang engkau lakukan terhadap nikmat-nikmat tersebut? Ia pun
menjawab: Aku tidak meninggalkan jalan infaq yang Engkau anjurkan kecuali aku infaqkan
hartaku untuk meraih ridha-Mu ya Allah. Lalu  dikatakan kepadanya: Engkau berdusta, engkau
lakukan ini agar dikatakan sebagai dermawan dan itu telah dikatakan. Kemudian diperintahkan
agar orang itu diseret dengan posisi muka di bawah sehingga dilemparkan di neraka.  (HR
Muslim).
 
Jika kita melakukan shalat, maka kita lakukan karena Allah. Jika kita bersedekah, maka kita
bersedekah karena Allah. Jika kita perindah akhlak, kita lakukan itu karena Allah. Jika kita
belajar ilmu agama, maka juga karena Allah. Jika kita mengajarkan ilmu agama, maka kita
mengajar karena Allah. Jika kita menaati Allah, maka kita taat karena semata-mata ingin meraih
ridha-Nya. Jika kita melakukan itu semua bukan karena Allah melainkan karena tujuan-tujuan
lain, maka sia-sialah umur kita dan alangkah ruginya waktu kita.
 
Hadirin Rahimakumullah
Demikian khutbah yang singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. 

Anda mungkin juga menyukai