Anda di halaman 1dari 57

E BOOK

TAHSIN
A. Keutamaan
Membaca Al
Quran
Membaca Al-Qur’an Adalah Perniagaan Yang
Menguntungkan

a. Allah Subhanahu wa Ta‟ala befirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab


Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian
dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan
menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (Q.S. Faathir: 29-30).

Ayat ini berisi pujian Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap


para qari‟ (pembaca) Al-Qur‟an yang agung ini. Al-
Qurthubi berkata: “Ini adalah ayat (yang menunjukkan
tentang keutamaan) para qari‟ (pembaca) Al-Qur‟an,
yang memahami maknanya dan mengamalkan isinya.”
Ini pujian Allah Subhanahu wa Ta‟ala terhadap para qari‟
(pembaca) Al Qur‟an yang agung ini, karena mereka
selalu konsisten dan komitmen untuk membacanya.
Mereka membaca kalam-Nya dengan memperhatikan
hukum hukum tajwidnya dan merenungi maknanya serta
mengambil faedah darinya. Maka apakah ada orang yang
menghendaki surga dengan memperbanyak membaca Al-
Qur‟an? Sesungguhnya membaca Al-Qur‟an itu merupakan
perniagaan yang sangat menguntungkan dan simpanannya
yang tak akan hilang di sisi Dzat yang Maha Pemurah. Oleh
karena itu, Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman: “Agar
Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan
menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Mensyukuri.” (Q.S. Faathir: 30).

Allah Subhanahu wa Ta‟ala telah menjanjikan pahala yang


besar bagi “sahabat Al-Qur‟an” yang merealisasikan
ajarannya. Bahkan Dia menambahkan untuk mereka
keutamaan dan kemuliaannya, dan tambahan itu tiada yang
mengetahui kadarnya kecuali Allah Subhanahu wa Ta‟ala,
Dzat yang memiliki keutamaan yang Agung.

b. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud Radhiyallahu


„anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shalallahu
`alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur‟an,
akan mendapatkan satu kebaikan, sedangkan satu kebaikan
akan dilipatgandakan menjadi sepuluh semisalnya. Aku
tidak berkata: Alif Lam Mim itu satu huruf. Akan tetapi alif
satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.”

Hadits ini mengisyaratkan bahwa membaca satu huruf dari


kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendapatkan
sepuluh kebaikan. Dan ini merupakan jumlah yang terkecil
yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta‟ala, sebagaimana
firman-Nya:

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya


(pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (Q.S: Al-An'am : 160).
Dan juga firman-Nya:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang


yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa
dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karuniaNya) lagi Maha mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah :
261).
Tidak diragukan lagi, bahwa tambahan pelipatgandaan
pahala itu, berbaris lurus dengan keikhlasan sang qori‟,
kekhusukannya, tadabburnya dan adab-adabnya terhadap
kitab Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Oleh karena itu Abu Dzar
Radhiyallahu „anhu menuturkan bahwasanya Rasulullah
Shalallahu `alaihi wasallam bersabda: “Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya


pahala sepuluh kali lipat amalnya dan bahkan Kutambahkan
lagi.” Hampir-hampir tidak ada kita temukan bentuk dzikir
yang memberikan pelakunya pahala berlimpah ruah seperti
orang yang membaca Al-Qur‟an. Maka berapakah pahala
yang akan diraih oleh yang membaca Al-Qur‟an satu baris,
atau satu halaman dan bahkan satu juz? Jika kita tahu
bahwa manusia akan berselisih pada hari kiamat nanti
karena satu kebaikan yang dapat memberatkan amal
kebaikannya, maka kita mengetahui pahala yang besar telah
menunggu orang yang membaca Al-Qur‟an dengan sebaik -
baiknya.

Jika kita bandingkan keadaan seorang mahasiswa yang


menghabiskan waktu sampai berpuluh-puluh jam, hanya
sekadar untuk membaca buku panduan wajib, dan bahkan
baru selesai dibaca dalam waktu berhari-hari dan
berminggu-minggu.
Lalu dia mengulang-ulang kembali apa yang dia baca
kemudian meringkasnya dan mengoreksinya kembali. Bisa
jadi dia telah hafal sebagian isi buku itu di luar kepala,
karena ingin mendapatkan prestasi yang memuaskan, yang
tidak lebih adalah bagian dari kesuksesan dalam urusan
duniawi, dan tidak menutup kemungkinan dia bisa gagal
sesudahnya; bukankah merupakan suatu bentuk kebodohan
dan kepicikan berpikir, jika seorang muslim mau berpaling
dari membaca Al-Qur‟an yang agung ini; padahal di
dalamnya terdapat banyak kebaikan dan keberkahan untuk
kehidupan duniawi dan ukhrawi, yang pahalanya selalu
tersimpan dan tercatat baginya di sisi Rabb semesta alam.

Ketenangan, Rahmat Dan Malaikat Akan Turun


Karena Bacaan Al-Qur’an

Di antara hadits yang menyebutkan tentang keutamaan


berkumpul untuk membaca Al-Qur‟an Al-Karim, mempelajari
dan mengkajinya, terlebih jika dilakukan di masjid yang
menjadi pengikat hati orang-orang yang beriman; adalah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu
„anhu, ia berkata: “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu
`alaihi wasallam:
“Tidaklah berkumpul suatu kaum di sebuah rumah Allah
(masjid), mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya
di antara mereka, terkecuali akan turun ketentraman kepada
mereka, hati-hati mereka dipenuhi rahmat, diliputi oleh para
malaikat dan Allah menyebut mereka di hadapan makhluk-
Nya.”

Hadits ini termasuk kabar gembira terbesar yang


disampaikan oleh Nabi Shallallahu `alaihi wasallam kepada
orang-orang yang berkumpul untuk membaca dan
mempelajari Al-Qur‟an. Rasulullah Shallallahu `alaihi
wasallam mengajak dan mendorong umatnya untuk
mempelajari Al-Qur'an, karena di dalamnya terdapat kunci
kekuatan dan kemuliaan mereka serta bekal untuk
memperbaiki keadaan. Juga ia menjanjikan balasan yang
besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta‟ala; baik itu mereka
berkumpul di masjid atau di tempat tempat yang lainnya,
seperti sekolah atau rumah.

Dan siapa yang menghadiri sebuah majelis (Al-Qur‟an) yang


diberkahi ini, maka ia akan mendapatkan empat macam
kebaikan yang besar, yaitu:

Pertama; Turun ketenangan menyelimuti hati mereka


Sesungguhnya hadiah pertama yang dipertama oleh orang-
orang yang berkumpul untuk membaca dan mentadabburi
Al-Qur'an adalah turunnya ketenangan di hati mereka, juga
ketentraman dan kedamaian jiwa. Hati mereka tidak disapa
kegelisahan, kebimbangan dan penyakit jiwa serta
terbelenggu dan rasa was-was seperti yang selalu dirasakan
orang lain yang kehidupan mereka ibarat neraka yang
membakar.
Makna “sakinah” adalah ketentraman dan kedamaian yang
mengalirkan ketenangan di hati dan memberinya keamanan
dan rasa takut. Betapa seringnya hati seseorang disapa oleh
kegelisahan, kekhawatiran dan kebimbangan. Lalu ketika
seorang mukmin bergabung dengan rekan rekannya dalam
sebuah majlis untuk membaca dan mempelajari Al-Qur‟an,
maka akan sirnalah kegelisahan dan keresahannya, serta
berubah menjadi ketenangan dan ketentraman.

Maka dimanakah orang-orang yang rutin mengadakan


konsultasi kepada dokter spesialis penyakit jiwa dengan
tujuan melepaskan diri dari segala kegundahan hati dan
jeritan jiwa yang membelenggunya? Di manakah mereka
dari majlis yang mengalirkan ke dalam hati pelakunya
sebuah ketenangan? Maka hendaknya mereka segera
berlari meninggalkan perkumpulan maksiat dan dosa serta
perilaku yang membinasakan, menuju majlis yang penuh
dengan cahaya dan ketentraman, untuk membersihkan hati
dan mensucikan jiwa serta melepaskan diri dari lara mereka.

Kedua; Hati mereka diselubungi oleh rahmat. Rahmat itu


teramat dekat dengan sahabat Al-Qur‟an, bahkan juga
menyelimuti majlis-majlis mereka. Dan rahmat Allah
Subhanahu wa Ta‟ala lebih baik bagi mereka daripada harta
kekayaan yang mereka kumpulkan di dunia fana ini,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala:
“Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” (Q.S. Az-Zukhruf : 32).

Oleh karenanya, kita yakin bahwa apa yang dipetik oleh


orang-orang yang berkumpul dalam sebuah majlis untuk
membaca dan mempelajari Al-Qur'an berupa kebaikan yang
besar, tidak bisa diukur dengan harta kekayaan mereka
kumpulkan di dunia yang fana ini. Dan sesungguhnya Allah
Subhanahu wa Ta‟ala telah menamakan wahyu yang
diturunkan kepada para nabi-Nya sebagai rahmat,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam
menceritakan Nabi Nuh „Alaihissalam:

“Berkata Nuh: „Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku


ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan
diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu
disamarkan bagimu. apa akan Kami paksakan kah kamu
menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?‟” (Q.S.
Hud : 28).

Ayat ini mengisyaratkan, bahwa Allah Subhanahu wa Ta‟ala


telah mengistimewakan Nuh „Alaihissalam dengan wahyu,
ilmu dan hikmah. Demikian pula Nabi Shalih „Alaihissalam
pernah berkata:
“Dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi
atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Qur‟an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89). Sedangkan rahmat
Allah Subhanahu wa Ta‟ala itu lebih luas dan meliputi
segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya:

“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku


tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang
menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada
ayat-ayat kami.” (Q.S. Al-A'raf : 156).

Ketiga; Mereka dinaungi oleh para malaikat. Para


malaikat yang mulia mereka dengan sayap-sayapnya
sebagai penghormatan dan pemuliaan terhadap mereka,
karena mereka telah berkumpul untuk membaca dan
mempelajari Al-Qur‟an. Dan telah turun malaikat yang mulia
dan mendekati seorang sahabat yang mulia; Usaid bin
Hudhair Radhiyallahu „anhu pada saat ia sedang membaca
Al-Qur‟an Al-Karim.

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Usaid bin


Hudhair Radhiyallahu „anhu, bahwa ketika pada suatu dia
sedang membaca surah Al Baqarah, lalu dia berkata:
“...Kudongakkan kepalaku ke langit, maka aku lihat seperti
ada asap yang memancarkan cahaya,
lalu asap itu pergi hingga aku tak bisa melihatnya.
Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam bertanya kepadaku,
„Tahukah kamu apakah itu?‟ Aku menjawab, “Tidak.” Nabi
Shallallahu `alaihi wasallam bersabda:

“Itu adalah malaikat yang datang untuk mendengarkan


bacaan (Al Qur‟an)-mu. Jika sekiranya kamu lanjutkan
bacaanmu, niscaya banyak orang yang akan melihatnya, ia
tidak sempurna dari hadapan mereka.” Ibnu Hajar Al-
Asqalani rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan
tentang keutamaan membaca Al-Qur'an, di mana bacaan Al-
Qur‟an itu menjadi penyebab turunnya rahmat dan
mendatangkan malaikat.”

Keempat; Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut-nyebut


nama mereka di hadapan makhluk-Nya yang mulia.
Makna “Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut-nyebut nama
mereka di hadapan malaikat” adalah bahwa Allah
Subhanahu wa Ta'ala memuji-muji mereka atau memberikan
balasan kepada mereka di hadapan para nabi dan para
malaikat yang mulia.68 Adakah kedudukan yang lebih tinggi
dan lebih mulia dari kedudukan hamba yang lemah dan fakir
daripada ketika ia disebut namanya oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala yang Maha Suci di hadapan penghuni langit di
kerajaanNya yang tinggi? Apabila ada seorang muslim
mengetahui bahwa ada seorang pembesar (tokoh)
menyebut-nyebut kebaikannya dan memujinya di depan
pengiring dan pengikutnya, tentulah hatinya diliputi oleh rasa
bahagia, senang dan bangga karenanya.
Dan tentu permisalan untuk Allah Subhanahu wa Ta‟ala
jauh lebih tinggi di langit dan di bumi, maka apa yang
dirasakan oleh seorang muslim tadi jika dia tahu bahwa
Allah Subhanahu wa Ta'ala memuji-mujinya di hadapan
penghuni langit? Bukankah hal itu akan sangat
menggembirakan hatinya dan menyenangkannya? Maka
sesungguhnya hal ini merupakan dorongan dan motivasi
yang terbesar agar setiap muslim bersegera menghadiri
majlis Al-Qur‟an yang diberkahi.

Di sana dia membaca, mempelajari, mentadabburi dan


mengamalkan kandungan Al-Qur‟an. Bergembiralah Anda,
wahai Sahabat Al-Qur‟an, karena Anda akan memperoleh
keutamaan yang agung dan kedudukan tinggi seperti ini.
Dan sungguh mengherankan sekali jika ada orang yang
mengabaikan, bermalas malasan serta berpaling dari
majelis Al-Qur‟an Al-Karim.
Membaca Al-Qur’an Itu Semuanya Adalah
Kebaikan

Hal ini berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan dari


Aisyah Radhiyallahu „anha, ia berkata: “Telah bersabda
Rasulullah Shallallahu `alaihi wasallam:

“Orang yang mahir membaca Al-Qur‟an, maka dia akan


bersama dengan para malaikat yang mulia. Sedangkan
orang yang membaca Al lQuran dengan terbata-bata dan
bersusah payah untuk membacanya, maka baginya dua
pahala (satu pahala dari membacanya dan satunya dari
keterbata-batannya dan kesusahannya dalam membaca-
penj).”

Pertama; Orang yang mahir (pandai) membaca Al-Qur’an


Ini merupakan kabar gembira yang besar bagi orang yang
mempelajari Al Qu’ran dan menguasai bacaannya serta
memperbanyak tilawahnya sehingga ia menjadi orang yang
mahir dalam membaca Al-Qur‟an, maka ia akan bersama –
sama dengan “Safarah”; yaitu para rasul yang diutus oleh
Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk memberikan petunjuk
kepada manusia, atau para malaikat yang selalu
mendekatkan diri (kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala);
karena orang yang mahir membaca Al-Qur'an memiliki
karakter yang mirip seperti karakter mereka yang
dimuliakan, di mana mereka membawa Kitab Allah
Subhanahu wa Ta‟ala dan menyampaikannya (kepada
umat), serta memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu
wa Ta‟ala.

Kedua; Orang yang mendapatkan dua pahala Di antara


karunia Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan kemurahan-Nya
serta dimudahkan-Nya Al-Qur'an bagi kaum muslimin adalah
bahwa setiap orang yang membaca dan mentadabburi Al-
Qur‟an, maka baginya pahala yang besar dari sisi Allah
Subhanahu wa Ta'ala; baik dia seorang yang mahir ataupun
orang yang terbata-bata dalam membacanya, tapi dia telah
berjuang keras dan berupaya maksimal untuk melancarkan
bacaannya, maka ia mendapatkan dua pahala:

pahala karena bacaannya dan pahala karena usahanya


(mengalahkan kesulitan yang dihadapinya). Apakah hal ini
berarti bahwa orang yang mendapatkan dua pahala lebih
banyak pahalanya daripada orang yang mahir dalam
membaca Al-Qur‟an? Imam Nawawi rahimahullah
menjawab pertanyaan kita ini dengan mengatakan: “Bukan
berarti orang yang mendapatkan dua pahala (terbata-bata
dalam membacanya) lebih besar pahalanya dari orang yang
mahir dalam membacanya.
Tetapi sebenarnya orang yang mahir lebih utama dan lebih
besar pahalanya, karena dia bersama dengan Safarah (para
malaikat) dan juga mendapatkan pahala yang teramat
besar. Dan tidak disebutkan kedudukan semacam ini untuk
selainnya. Bagaimana mungkin ia dapat diraih oleh orang
yang tidak mempunyai perhatian serius terhadap Al-Qur‟an,
menjaganya, menguasai bacaannya, banyak membaca dan
mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana orang
yang memperhatikannya hingga menjadi mahir dalam
membacanya.”

Lagi pula sebenarnya orang yang mahir membaca Al-Qur‟an


itu, juga diawali oleh proses belajar dengan bersusah payah,
kemudian dia mampu mengatasi kesulitannya itu, sehingga
kemudian kedudukannya diserupakan seperti para malaikat.
Setelah mengetahui keutamaan ini, apakah seorang muslim
rela dengan statusnya yang hanya mampu membaca Al-
Qur‟an dengan terbata-bata dan selalu merasakan berat
dalam membacanya dan bersusah payah? Sungguh sangat
layak untuk mendapatkan celaan orang-orang yang terbata-
bata dalam membaca Al-Qur‟an karena sebenarnya mereka
sendiri yang memilihnya; karena misalnya mereka
sebenarnya memiliki ilmu yang memadai, mampu membaca
dengan baik, atau bahkan mereka telah meraih ijazah
pendidikan tinggi.

Tidak diragukan lagi bahwa mereka telah lalai, dan


kelalaian mereka kembali kepada dua hal:
1. Kemungkinan mereka tidak mengacuhkan kitab Allah
Subhanahu wa Ta‟ala sejak awal dan berpaling darinya,
sehingga membaca Al-Qur‟an menjadi sulit bagi mereka;
karena orang yang tidak memiliki sesuatu tidak mungkin
dapat memberi.
Mereka tidak pernah berusaha mempelajari Al-Qur‟an
sedikitpun.
2. Bisa jadi mereka pernah belajar Al-Qur‟an, lalu mereka
mengabaikan dan membiarkannya beberapa waktu
lamanya, mereka tidak tertarik dengan pahalanya dan
membacanya pun menjadi berat untuk mereka. Mereka itu
benar-benar berada dalam bahaya yang besar jika mereka
tidak segera menyadari kelalaian ini. Bahkan mereka
mendapatkan bagian dari firman Allah Subhanahu wa
Ta‟ala:

“Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku


menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang tidak diacuhkan.‟”
(Q.S. Al-Furqaan : 30)

Ayat ini berisi peringatan keras, bahwa seorang muslim


dalam kondisi apapun tidak pantas untuk berpaling dari Al-
Qur‟an Al-Karim; baik ia seorang yang mahir dalam
membaca, atau sebagai seorang yang memiliki kemampuan
yang lemah dalam membaca, kemudian dia menjadikan
kelemahannya itu sebagai alasan untuk meninggalkan
tilawah (membaca) Al-Qur‟an. Tidak ragu lagi bahwa belajar
Al-Qur'an secara kontinyu dan berusaha secara maksimal
akan membantu seseorang memperbagus bacaan, dan
bahkan akan membantunya untuk memperkuat hafalannya.
Ini telah teruji dan menjadi suatu hal yang mudah bagi orang
yang dimudahkan dan diberikan taufik oleh Allah Subhanahu
wa Ta‟ala.
B. Dalil
tentang
Perbaikan
Bacaan
Qur'an
Tahsinul Qur’an atau memperbaiki bacaan Al-Qur’an adalah
indikasi dari keimanan seorang muslim. Seorang muslim
yang tidak berusaha untuk memperbaiki bacaan Al-
Qur’annya, maka keimanannya terhadap Al-Qur’an sebagai
kitabullah patut diragukan. Karena bacaan yang bagus
adalah cerminan rasa keyakinannya kepada wahyu Allah ini.
Tentang hal ini Allah swt berfirman dalam Qs surat al-
Baqarah: 121:

‫الذين ءاتيناهم الكتاب يتلونه حق تالوته أولئك يومنون به ومن يكفر به‬
‫فألئك هم الخاسرون‬

Artinya: “Orang-orang yang diberikan al-Kitab (Taurat dan


Injil) membacanya dengan benar. Mereka itulah orang-orang
yang mengimaninya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada
al-Kitab, maka merekalah orang-orang yang merugi.”
Walaupun ayat ini menyinggung kaum Ahlul Kitab yang
terdiri dari kaum Yahudi dan Nasrani, tapi sebagian besar
para mufassirin menyebutkan bahwa khitob (seruan)
ayatnya bersifat umum. Termasuk di dalamnya juga
ditujukan kepada umat Islam yang berkitabsucikan al-Qur’an
al-Karim.

Hal ini juga diperkuat oleh kaedah Ushul Fiqih:


‫العبرة بعموم اللفظ ال بخصوص السبب‬

“Ibrah (pelajaran) itu dilihat dari umumnya lafadz, bukan dari


sebab yang khusus.”
Oleh karena itu WAJIB hukumnya bagi setiap muslim dan
muslimah untuk memperhatikan bacaan Al-Qur’annya. Ini
disebabkan karena tilawah yang baik akan mempengaruhi
kualitas ibadah kita di sisi Allah swt. Sebagai contoh
misalnya, dalam shalat jama’ah bagi kaum laki-laki muslim,
bacaan Al-Fatihah yang tidak baik dan berantakan dapat
menyebabkan shalat jama’ah menjadi tidak sempurna. Dan
ini tentu saja akan cukup mempengaruhi kualitas shalat kita
di sisi Allah swt. Diterimakah ataukah ditolak? Bisa
dipastikan dengan tilawah yang tidak beres dan buruk itu,
ibadah shalat itu menjadi cacat dan berpeluang tidak
diterima di hadapan Allah swt cukup besar. Karena Allah
hanya menerima yang baik-baik saja, seperti yang
disinggung oleh baginda Rasulullah saw.

Dengan kata lain menurut tinjauan ilmu ushul fiqih, mereka


yang tidak mau memperbaiki tilawah Al-Qur’an menjadi lebih
baik dan sesuai dengan kaidah tajwid, maka akan
dimasukan kategori orang-orang yang lalai dan tidak
memperdulikan kitabullah ini. Dalam konteks ayat di atas,
kaum Yahudi dan Nasrani yang tidak mau mempelajari dan
mengingkari kitab sucinya dikategorikan ke dalam golongan
orang-orang yang merugi. Sebagai seorang muslim, tentu
saja kita tidak ingin dimasukan ke dalam golongan yang
merugi seperti halnya kedua Ahlil Kitab di atas hanya karena
lalai dan tidak memiliki ihtimam (perhatian) terhadap kitab
suci kita ini.

Manfaat lain yang bisa kita dapatkan dari Tahsinul Qur’an


adalah dimasukkannya kita ke dalam golongan yang
terhindar dari dosa. Imam Jazari, seorang ulama dan pakar
Tajwid Al-Qur’an mengatakan dalam matan ‘al-Jazari’-nya:
‫واألخذ بالتجويد حتم الزم من لم يجود القرآن آثم‬
‫فإنه به اإلله أنزال وهكذا منه إلينا وصال‬

Membaca Al-Qur’an dengan tajwid adalah


sebuah keharusan

Siapa yang tidak men-tajwidkan Al-Qur’an maka ia berdosa


Karena dengan Tajwid Allah menurunkannya
Dan demikianlah ia sampai kepada kita juga dengan tajwid
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah menggemarkan kita
untuk mampu membacanya dengan tartil dan bagus. Dalam
hadits shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim seperti yang tersebut dalam hadits Arbain
Nawawiyyah, beliau bersabda:

‫ إقرأ وارتق ورتل كما كنت ترتل فى‬:‫يقال لصاحب القرآن يوم القيامة‬
‫الدنيا فإن منزلتك فى الحنة عند آخر آية تقرأها‬

Artinya: “Akan dikatakan kepada Ahli Qur’an pada hari


kiamat: “Bacalah, naiklah (ke atas surga) dan bacalah
dengan tartil sebagaimana kami dulu pernah membacanya
di dunia. Karena sesungguhnya kedudukanmu di surga
terdapat pada akhir ayat yang kamu baca.”

Dengan kata lain: Bagaimana mungkin Allah akan


mempersilahkan kita menaiki tangga demi tangga surga
kalau tilawah dan hafalan Al-Qur’an kita buruk dan tidak bisa
dipertanggungjawabkan??
Membaca Alquran dengan benar, baik, dan
indah adalah keharusan bagi seorang Muslim.

: ‫ َق اَل َرُس وُل ِهللا َص ىَّل ُهَّللا َع َلْي ِه َوَس َّلَم‬: ‫ َق اَل‬، ‫َع ِن اْلَبَراِء َرِض َي ُهَّللا َع ْن ُه‬
‫ َف ِإَّن الَّص ْو َت اْلَحَس َن َيِزيُد اْلُق ْر آَن ُحْس ًنا‬، ‫َزِّيُنوا اْلُق ْر آَن ِبَأْص َو اِتُكْم‬

Dari Al-Barra bin ‘Azib, Rasulullah SAW bersabda: “Hiasilah


Alquran dengan suaramu (yang merdu), karena
sesungguhnya suara yang indah (merdu) itu dapat
menambah Alquran semakin indah.” (HR Abu Dawud No.
1648, Al-Nasa-i No. 1015, dan Al-Darimi No. 3501)

Status Hadits
Syaikh Al-Albani menilai hadits tersebut shahih. Sanadnya
jayyid (bagus), sesuai syarat Muslim (Al-Albani, Silsilat al-
Ahadis al-Shahihah, II/270). Husain Sulaim Asad juga
menilai hadits tersebut shahih (Al-Darimi, Sunan al-Darimi,
ed. Fawaz Ahmad Zamrali, II/565).

Kandungan Hadist
Hadits tersebut mengandung perintah agar kita membaca
Alquran dengan cara yang baik dan indah. Dalam hal ini
selain memperhatikan kaidah membacanya berdasarkan
ilmu tajwid, juga dibaca dengan suara yang bagus, indah,
dan merdu.

Membaca Alquran dengan suara yang merdu itu dapat


memberikan kesan kepada pendengarnya semakin indah,
enak didengar, dan menakjubkan, terutama bagi para
penikmatnya.
Urgensinya
Menjaga atau memperhatikan tahsinul Quran merupakan
tanda bagusnya keimanan seseorang. Seorang Muslim yang
tidak berusaha memperbaiki bacaan Alquran, maka
keimanannya terhadap Alquran sebagai kitab Allah patut
diragukan. Karena bacaan yang bagus adalah cerminan
rasa keyakinannya kepada kitab suci ini.
Dalam Surat Al Baqarah Ayat 121 Allah berfirman:

‫اَّلِذيَن آَتْي َناُه ُم اْلِكَتاَب َيْت ُلوَنُه َحَّق ِتاَل َو ِتِه ُأوَلِئَك ُيْؤ ِم ُنوَن ِبِه َوَم ْن َيْكُف ْر ِبِه‬
‫َف ُأوَلِئَك ُه ُم اْلَخاِس ُرون‬

“Orang-orang yang diberikan al-Kitab (Taurat dan Injil)


membacanya dengan benar. Mereka itulah orang-orang
yang mengimaninya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada
Alkitab, maka merekalah orang-orang yang merugi”.
Dalam hadis riwayat Al-Bukhari disebutkan:

‫َع ْن َأِبي ُه َرْيَرَة َق اَل َق اَل َرُس وُل ِهللا َص ىَّل ُهللا َع َلْي ِه َوَس َّلَم َلْي َس ِم َّنا َم ْن‬
‫َلْم َيَت َغ َّن ِباْلُق ْر آِن َو َزاَد َغ ْي ُرُه َيْجَه ُر ِبِه‬

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Tidak


termasuk umatku orang yang tidak melagukan
(memperindah bacaan) Al Quran.” Dalam riwayat yang lain
ada tambahan: “Membaca dengan suara yang jelas atau
keras.” (HR Al-Bukhari No.7089).

Sesuai dengan ayat Al Quran dan hadits tersebut, wajar jika


ulama mengatakan bahwa membaca Alquran dengan tajwid
itu wajib. Barangsiapa tidak berusaha membacanya dengan
baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid, maka ia berdosa.
Ibn al-Jazari, seorang ulama dan pakar tajwid Alquran
mengatakan dalam Matan al-Jazariyah:

‫َو اَألْخ ُذ ِبالَّتْجِو يِد َحْت ٌم َالِزٌم َم ْن َلْم ُيَجّو ِد اْلُق َرآَن آِثٌم َألَّنُه ِبِه اِإلَلُه َأْنَزَال َو َه َكَذ ا‬
‫ِم ْن ُه ِإَلْي َنا َو َص َال‬

Membaca Alquran dengan tajwid adalah sebuah keharusan.


Siapa yang tidak mentajwidkan Al Quran maka ia berdosa,
karena dengan tajwid Allah menurunkannya. Demikian juga
Alquran sampai kepada kita juga dengan tajwid (Ibn al-
Jazari, al-Jazariyah, I/4).

Fadhilahnya
Membaca Alquran memang harus dengan cara yang baik
dan benar sesuai dengan kaidah tajwid, kemudian dengan
suara yang jelas atau keras agar dapat didengar, dan juga
dengan suara yang indah dan berirama sehingga dapat
dinikmati oleh siapa pun yang mendengarkannya. Adapun
faedah dan manfaat bagi orang yang membaca Alquran
dengan baik dan benar, antara lain, sebagaimana
disabdakan Nabi SAW:

‫َع ْن َع ْب ِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ٍرو َع ْن الَّنِبِّي َص ىَّل ُهَّللا َع َلْي ِه َوَس َّلَم َق اَل ُيَق اُل‬
‫ِلَص اِح ِب اْلُق ْر آِن اْق َرْأ َو اْر َتِق َوَرِّتْل َك َم ا ُكْنَت ُتَرِّتُل ِفي الُّد ْنَي ا َف ِإَّن َم ْن ِزَلَت َك‬
‫ِع ْنَد آِخ ِر آَيٍة َتْق َرُأ ِبَه ا‬

“Akan dikatakan kepada ahli Qur'an (pada hari kiamat):


“Bacalah, naiklah (ke atas surga) dan bacalah dengan tartil
sebagaimana kamu dulu pernah membacanya di dunia.
Karena sesungguhnya kedudukanmu di surga terdapat pada
akhir ayat yang kamu baca.” (HR Abu Dawud dan Al-
Tirmidzi). Al-Albani menshahihkannya.
Hal ini berarti bahwa orang yang gemar membaca Alquran
dengan sabar, telaten, tartil, hati-hati agar sesuai dengan
kaidah tajwid, serta dengan suara yang jelas dan berlagu
indah (tahsinul Quran), maka di surga ia akan mendapatkan
perlakuan yang sangat baik, sambutan yang hangat,
pelayanan yang nyaman, dan kenikmatan yang tiada
bandingnya.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa orang yang ahli Al


Quran (gemar membaca Alquran) akan mendapatkan
kehormatan dan kedudukan yang tinggi di akhirat dan di
surga. Kata-kata “naiklah”, adalah naik ke surga. Sedangkan
maksud “kedudukan yang sesuai dengan akhir ayat Alquran
yang dibacanya” adalah seberapa banyak dan seringnya
membaca Alquran, maka semakin tinggi kedudukannya di
surga (al-Mubarakfuri, Tuhfat al-Ahwadzi Bisyarh Jami’ al-
Tirmidzi, VIII/187) .

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Quran


adalah seperti buah al-utrujjah (limau); aromanya wangi dan
rasanya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al-
Qur’an adalah seperti altamrah (buah kurma); tidak ada
wanginya, tetapi rasanya manis. Orang munafik yang
membaca Al Quran adalah seperti tumbuhan al-raihaanah
(kemangi); aromanya wangi tetapi rasanya pahit, sedangkan
orang munafik yang tidak membaca Al Qur'an adalah seperti
tumbuhan hanzhalah (labu); tidak ada wanginya dan
rasanya pahit.” (H. Bukhari No. 5427; Muslim No.1896).
Membiasakan diri dengan tahsin al-Qur’an

Setiap Muslim seharusnya mengejar posisi yang terhormat


itu, dengan gemar membaca Al Quran, dan
membiasakannya setiap hari satu juz (one day one juz) atau
sebulan sekali khatam Alquran. Hal ini berdasarkan pada
hadis Nabi SAW mengenai seorang sahabat yang bertanya
kepada beliau tentang berapa kali sebaiknya
mengkhatamkan Alquran.

‫َع ْن َع ْب ِد ِهَّللا ْبِن َع ْم ٍرو َأَّنُه َق اَل َيا َرُس وَل ِهَّللا ِفى َك ْم َأْق َرُأ اْلُق ْر آَن َق اَل – ِفى‬
‫َش ْه ٍر‬

Dari Abdullah bin Amru bahwasanya dia berkata; “Wahai


Rasulullah, berapa lamakah aku harus mengkhatamkan
Alquran?” Beliau bersabda: “Dalam sebulan (sekali
khatam).” (HR Abu Dawud, dan Al-Albani men-shahih-
kannya)

Lebih lanjut Abdullah bin ‘Amru berkata, “Sesungguhnya aku


bisa lebih dari itu (sebulan bisa khatam lebih dari satu kali).”
Abu Musa (Ibnu Mutsanna) mengulang-ulang perkataan ini
dan Abdullah selalu meminta dispensasi (agar diizinkan
mengkhatamkan Alquran lebih dari satu kali) hingga beliau
bersabda: “Jika demikian, bacalah Al Quran (hingga khatam)
dalam tujuh hari.” Abdullah berkata, “Aku masih dapat
menyelesaikannya lebih dari itu.” Beliau bersabda: “Tidak
akan dapat memahaminya orang yang mengkhatamkan Al
Quran kurang dari tiga hari.” (HR Abu Dawud, dan Al-Albani
men-shahih-kannya).
Hadits tersebut menggambarkan betapa tingginya keinginan
sahabat untuk dapat sering membaca Al Quran dan
mengkhatamkannya berulang-ulang. Nabi memberikan
fatwa, idealnya mengkhatamkan Alquran itu sebulan sekali.

Tetapi, karena sahabat ini masih ingin lebih banyak lagi


mengkhatamkan Alquran, akhirnya Nabi SAW membolehkan
khatam Al Quran sepekan sekali. Selanjutnya, Nabi
memperingatkan agar mengkhatamkan Al Quran itu paling
cepat tiga hari sekali. Karena, jika kurang dari tiga hari,
selain tidak akan sanggup memahami isi Alquran dengan
baik, membacanya pun akan tidak bisa baik, tartil, dan indah
(tidak bisa melakukan tahsin Quran).
C. Kisah
inspiratif
tentang
hafalan
Qur'an
KISAH 1
Kisah inspiratif datang dari seorang driver ojek online (ojol)
bernama Dwi Syarifulturahman. Meski hidup serba pas-
pasan, namun tak lantas membuatnya mengurungkan niat
mulianya menghafal Al-Quran.

Kini Dwi tengah bergabung mengikuti program tahsin dan


tahfidz bersama PPPA Daarul Quran Bogor.

Pria asal Bogor ini sudah menghafal 5 juz Al-Quran, yaitu


juz 1, 2, 3, 29 dan 30. Meski setiap harinya bekerja di
jalanan, Dwi tetap menyisihkan sebagian waktunya untuk
menghafal Al-Quran.

Menjadi penghafal Al-Qur’an membuatnya bahagia tak


hanya di dunia melainkan di akhirat kelak.

“Agar kelak menjadi hujjah di hadapan Allah, Semoga


dengan menghafal Al-Quran, Allah mengampuni dosa-dosa
saya,” ungkapnya.

Kini, Dwi menjadi salah satu peserta yang mampu


memotivasi kaum muda mengingat usianya yang baru
menginjak 23 tahun.

Pimpinan PPPA Daarul Quran Bogor, Muhammad Thoriqin,


menyebut semangat Dwi menghafal Al-Quran bisa menjadi
contoh kaum milenial, bahwa siapa pun bisa menghafal Al-
Quran.
Sebab menurutnya, Allah tak pernah memandang pangkat,
jabatan, gelar atau apa pun untuk hambaNya yang ingin
dekat denganNya.

“Harapan saya, program ini dapat mengajarkan atau


mengenalkan kepada masyarakat luas bahwa membaca
atau menghafal Al-Qur’an tidak memandang usia atau status
sosial lainnya, karena kelak di yaumil akhir Al-Quran akan
menjadi syafaat bagi yang membacanya,” ucap Thoriq.

Ia bersyukur PPPA Daarul Quran Bogor bisa menebar


manfaat untuk masyarakat melalui program tahsin/tahfidz
yang sudah digelar di Kota Bogor dan Sukabumi. Adapun
tujuan program tersebut untuk melahirkan semakin banyak
generasi penghafal Al-Quran.

“Alhamdulillah banyak yang ikut program ini. Bahkan bukan


hanya di Bogor tapi ada juga dari Depok. Mereka tertarik ikut
karena pelaksanaannya itu Sabtu-Minggu sehingga tidak
mengganggu aktivitas pekerjaannya dan kegiatan ini gratis
tanpa dipungut biaya sama sekali,” tutur Thoriq.
KISAH 2
Kisah ini, barangkali kita sudah mendengar dan membaca di
broadcast media sosial; baik itu facebook, Whatsapp
ataupun di media sosial lainnya. Kisah ini menceritakan
tentang seorang anak berusia 10 tahun, sebut saja namanya
Umar, dan ayah yang merupakan pengusaha sukses di
salah satu kota terkenal di Negara kita. Kisah ini membuat
banyak orang terhenyak; berpikir ulang tentang arti sebuah
kesuksesan, cara mendidik anak, tentang kebahagiaan batin
dan tentunya kesuksesan dunia akhirat. Mudah-mudahan
kisah ini mengetuk hati sanubari kita untuk benar-benar
berusaha mendidik anak-anak supaya sukses dunia akhirat.

Umar oleh orang tuanya di sekolahkan di SD Internasional


paling bergengsi di Ibu Kota. Sang ayah berfikir bahwa sang
anak harus mendapat pendidikan yang terbaik dan kelak
harus sukses mengikuti jejaknya. Suatu hari, istri pengusaha
itu memberi tahu suaminya, bahwa sekolah Umar
mengadakan Father’s Day. Dan meminta suaminya datang
ke sekolah anaknya. Namun sang ayah menolak, dengan
mengatakan: “Waduh saya sibuk ma, kamu saja yang
datang”. Sang ayah memang sangat sibuk dengan
bisnisnya, sehingga menganggap acara seperti itu kurang
penting.

Namun sang istri marah. Sebab sudah berbagai


kesempatan dilewatkan suaminya. Sehingga kali ini dia
memaksa agar sang suami mau datang ke sekolah Umar
untuk acara Father’s Day tersebut. Sang ayah pun mau
datang. Meski dengan ogah-ogahan.
Dia tak antusias. Saat ayah-ayah lain berebut kursi paling
depan agar bisa melihat anak mereka dengan lebih dekat,
ayah Umar malah duduk di belakang.

Satu persatu anak-anak di sekolah itu unjuk kebolehan di


atas panggung, disaksikan ayah mereka. Mereka
membacakan puisi, menyanyi, menari, dan sebagainya. Kini,
giliran Umar. Dia bertanya kepada sang guru untuk
memanggilkan Ustadz di sekolah itu. “Miss, bolehkah saya
panggil Pak Arief?” tanya Umar kepada gurunya. Pak Arief
adalah guru ekstrakurikuler mengaji di sekolah itu. Pak Arief
pun dipanggil untuk naik ke atas panggung. “Pak Arief,
bolehkah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78
(An-Naba’)”, begitu Umar minta kepada guru ngajinya.
“Tentu saja boleh nak”, jawab Pak Arief. “Tolong bapak
perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah”. Lalu Umar
mulai melantunkan Surat An-Naba’ tanpa membaca
mushafnya alias hafalan. Dengan lantunan irama yang
persis seperti bacaan Imam Besar Masjidil Haram, Syaikh
Sudais.

Semua hadirin diam. Terpaku mendengarkan bacaan Umar


yang mendayu-dayu, termasuk ayahnya yang duduk di
belakang. “Stop.. kamu telah selesai membaca ayat 1
sampai dengan 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu
baca ayat 9”. kata Pak Arief memotong bacaan Umar. Umar
lantas membaca ayat 9 yang diminta Pak Arief. Setelah ayat
9 dibaca, Pak Arief kembali memintanya berhenti dan
membaca ayat ke-21 kemudian ayat ke-33. “Sekarang kamu
baca ayat 40 (ayat terakhir)”, kata Pak Arief. Umar pun
membaca ayat ke-40 tersebut sampai selesai.
“Subhanallah, kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna
nak”, demikian teriak Pak Arief sambil mengucurkan air
matanya. Para hadirin yang muslim pun tak kuasa menahan
air mata. Lalu pak Arief bertanya kepada Umar, “Kenapa
kamu memilih menghafal Alquran dan membacakannya di
acara ini nak, sementara teman-temanmu unjuk kebolehan
yang lain?” Mendapat pertanyaan itu, Umar mengutip hadis
Nabi Muhammad SAW., yang pernah disampaikan Arief
kepadanya: “bahwa barang siapa membaca Alquran akan
dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Kepada
orang tuanya akan dipakaikan jubah karena memerintahkan
anaknya untuk mengaji”.

“Pak guru, saya ingin mempersembahkan “Jubah


Kemuliaan” kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah
SWT., di akhirat kelak. Sebagai seorang anak yang berbakti
kepada kedua orangnya”, tambah Umar. Semua orang
terkesan dan tidak bisa membendung air matanya
mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut. Di
tengah suasana hening itulah, tiba-tiba terdengar teriakan
“Allahu Akbar!” Seseorang lari dari belakang menuju ke
panggung.

Ternyata dia ayah Umar, yang dengan tergopoh-gopoh


langsung menubruk sang anak, bersimpuh sambil memeluk
kaki anaknya; ”Ampun nak, maafkan ayah yg selama ini
tidak pernah memperhatikanmu, tidak pernah mendidikmu
dengan ilmu agama. Apalagi mengajarimu mengaji” ucap
sang ayah sambil menangis di kaki anaknya; ”Ayah
menginginkan agar kamu sukses di dunia nak, ternyata
kamu malah memikirkan “kemuliaan ayah” di akhirat kelak,
ayah malu nak” ujar sang ayah sambil nangis tersedu-sedu.
Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah
terkadang kita lalai dalam mendidik anak kita dalam hal
urusan agama. Kita lebih bangga ketika anak berprestasi
dibidang akademik, juara lomba A, juara lomba B dan
seabreg lomba-lomba yang lain. Malah kita lupa untuk
mempersiapkan anak kita untuk menjadi anak yang shaleh
dan shalehah, yang akhlaknya mulia, rendah hati, dan bisa
membaca al-Qur’an serta shalat dengan baik. Mudah-
mudahan kisah tersebut menjadi pengingat kita dalam hal
pentingnya pendidikan agama untuk menghantarkan anak-
anak kita bahagia dunia dan akhirat.
Tips
dalam
memulai
perbaikan
bacaan
Qur'an
Apa yang membedakan saat membaca Al-Quran sebagai
kalamullah dengan buku-buku yang lain. Hakikatnya
membaca Al-Quran itu berpahala. Namun cukupkah
membaca Al-Quran tanpa memperhatikan cara baca yang
benar. Nah berikut jika anda belum terlalu lancar membaca
Al-Quran dan tips memperbaiki bacaannya agar benar dan
indah.

Pertama
Setiap pembelajar Al-Quran harus menyempurnakan
harakat atau baris huruf hijaiyyah, dalam bahasa arab
disebut Itmam al-harakah. Dengan kategorinya adalah:

Memperbaiki serta memperhatikan bentuk baris dari


setiap huruf.
Mempelajari dan memahami bagaimana cara
mengucapkan setiap harakat; fathah, kasrah dan
dhammah dengan sempurna.
Membiasakan untuk membaca dengan sempurna setiap
harakat, fathah(baris atas), dhammah (baris atas
bengkok), kasrah ( baris bawah). Teruskan sampai
terbiasa dan tidak lagi sering tertukar dan terbolak-balik
antar harakat.
Kedua
Memperbaiki makharijul huruf atau tempat keluar huruf.
Dengan step yang dilalui adalah:
Mengetahui serta memahami makhraj setiap huruf.
Memperhatikan serta membiasakan untuk mengucapkan
dan mengeluarkan huruf pada makhrajnya (tempat
keluarnya) masing-masing.
Membedakan setiap huruf yang makhrajnya berdekatan
seperti; tsa(‫ )ث‬dan dza (‫)ذ‬, sin (‫ )س‬dan shad(‫)ص‬,
kaf(‫ )ك‬dan qaf (‫)ق‬.
Pastikan bisa mengucapkan setiap huruf dengan
sempurna dan bisa membedakan huruf-huruf yang
makhrajnya berdekatan.

Ketiga
Memperbaiki sifat-sifat huruf. Ini dilakukan dengan cara:
Memperhatikan dan mempelajari makna dari setiap sifat
huruf; tebal, tipis, rakhawah, syiddah, isti'la, istifal, dll.
Membiasakan untuk menerapkan setiap sifat pada
masing-masing huruf dengan sempurna.
Membedakan setiap huruf yang memiliki kedekatan
pada sifat seperti zaii (‫)ز‬, sin (‫ )س‬dan shad (‫ )ص‬yang
sama-sama memiliki sifat ash-shafir.
Membiasakan untuk membaca dan memberikan hak
semua huruf dengan sempurna, serta tidak tertukar dan
terbolak-balik seperti dzal (‫ )ذ‬dan dha (‫ )ظ‬karena kedua
huruf ini berdekatan pada makhraj tetapi berbeda pada
sifat-sifatnya.
Memperhatikan tafkhim (tebal) dan tarqiq (tipis) pada
setiap huruf, karena tafkhim dan tarqiq dapat
mempengaruhi makna.
Mempelajari sifat-sifat tazyiniyah (penyempurnaan sifat-
sifat huruf).

Keempat
Mempelajari setiap mad dalam Al-Quran. Ini biasanya
dijalani dengan model berikut:
Memahami dan mempelajari makna dan pembagian
mad.
Mengetahui ukuran panjang setiap mad.
Bisa membedakan cara membaca jika dua mad bertemu
dalam satu waktu.

Kelima
Mempelajari hukum-hukum tajwid secara umum seperti
izdhar, ikhfa, idgham iqlab, dll.
Mempelajari dan memahami setiap hukum dengan baik
dan benar.
Mengetahui makna setiap hukum dengan sempurna.
Membiasakan untuk membaca dengan menerapkan
setiap hukum sesuai dengan kaidah masing-masing.
Keenam
Mempelajari azminatul ghunan (masa atau ukuran
panjang dengung). Dan juga memperhatikan hal-hal berikut:
Setiap ghunnah (dengung) masa atau ukuran
panjangnya tidak sama.
Ada ghunnah akmal (paling panjang atau sangat
sempurna), kaamil (sempurna atau lebih pendek dari
akmal), naaqish (kurang sempurna atau lebih pendek
dari kaamil), anqash (sangat tidak sempurna atau lebih
pendek dari naaqish0.
Biasakan membaca dengan membedakan ukuran
dengung setiap hukum, ukuran dengung pada ikhfa
yang berbeda dengan ukuran dengung pada idgham, dll.

Ketujuh
Mempelajari dan memahami waqaf (tempat berhenti) dan
ibtida' tempat memulai kembali). Prosesnya adalah:
Memperhatikan macam-macam waqaf dan ibtida'.
fokus bagaimana cara berhenti dan memulai bacaan
dengan baik dan benar sebagaimana diajarkan oleh
para ulama. Karena kalau berhenti atau mulai
sembarangan terkadang bisa mengubah arti dari Al-
Quran.

Kedelapan
Memperhatikan adab-adab dalam membaca Al-Quran.
Kita juga perlu mengetahui dan memperhatikan adab-
adab membaca Al-Quran, seperti memperkecil atau
menurunkan suara ketika ada kalimat-kalimat untuk
Allah swt misalnya pada kalimat :
‫َق اُلوا اَّتَخَذ ُهَّللا َو َلًدا ۗ ُس ْب َحاَنُه‬
Mengetahui bagaimana caranya memulai bacaan jika
tiba-tiba berhenti baik, sengaja atau tidak, apakah
dimulai dengan bismillah lagi atau langsung diteruskan.
Memperhatikan adab-adab diluar bacaan seperti
bersuci, menghadap kiblat, dll.

Kesembilan
Belajar dengan bertalaqqi (membaca langsung di depan
syaikh atau guru yang mahir dalam Al-Quran).

Jangan belajar dan mempraktekkan setiap hukum sendiri


tanpa bimbingan guru, karena ilmu tajwid ini adalah ilmu
praktek, dan begitulah Rasulullah saw mengambil dari
malaikat Jibril, begitu pula para sahabat mengambil dari
lisan Rasulullah saw begitu juga para ulama hingga sampai
kepada kita. Maka dari itu, tidak akan pernah berhasil jika
kita hanya mempelajari secara teori saja.

Setelah semua tahap ini kita dilalui, insyaAllah kita akan


mendapatkan kenikmatan dalam membaca Al-Quran atau
bahkan kecanduan. Tentu semua ini tidak mudah, butuh
kepada usaha dan pengorbanan yang luar biasa. Jika guru
atau syaikh kita sudah mengakui bacaan Al-Quran kita baik
dan benar barulah mencari ijazah atau sanad Al-Quran yang
bersambung sampai kepada Rasulullah, saw, janganlah
menjadi pemburu sanad, bacaan Al-Quran belum jelas, ilmu
tajwid belum paham sudah ingin punya ijazah atau sanad.
Menjadi pewaris ilmu tidak sebercanda itu.

Untuk Al-Quran, berikan ia cinta yang luar biasa, insya allah


semuanya akan allah mudahkan. Semoga Allah jadikan kita
semua pencinta Al-Quran yang akan menjadi penyelamat
bagi kita di dunia dan akhirat.
D. Materi
Tahsin
TAJWID
Dalam materi pengajaran Iqra’ al-Qur’an, Tajwid merupakan
faktor terpenting dalam belajar membaca Al Qur’an. Hal ini
karena adanya tajwid, maka seorang siswa akan mampu
membaca alqur’an dengan baik tanpa mengurangi makna
dari pengertian ayat alqur’an yang dibacanya.

“Tajwid” berasal dari kata (‫َ ْ ُ ( د‬yang artinya membaguskan.


Jadi dengan mempelajari ilmu tajwid, maka siswa di dalam
membaca al-Qur’an akan terdengar bagus (baik dan benar).

Di atas, jumlah huruf hijaiyah nya berjumlah 28. Namun


terdapat 3 pendapat berbeda mengenai jumlah huruf
hijaiyah tersebut :
1. Pendapat yang pertama, jumlah huruf hijaiyah adalah 28
huruf. Ini dikarenakan lam alif dan hamzah tidak di ikut
sertakan.
2. Pendapat yang kedua, jumlah huruf hijaiyah adalah 29
huruf. Ini dikarenakan lam alif tidak di ikut sertakan.
3. Pendapat yang ketiga, jumlah huruf hijaiyah adalah 30
huruf. Ini dikarenakan lam alif dan hamzah di ikut
sertakan.

Namun, ketiga pendapat tidak perlu di perdebatkan karena


lam alif dan hamzah pun tetap ada dalam huruf hijaiyah.
TAJWID
selain 28 huruf hijaiyah, terdapat 4 huruf hijaiyah lainnya

‫ﺀ‬
yaitu Lam alif, hamzah, alif masyuroh dan ta’ marbuthah.

‫ﺓ‬ ‫ﻯ‬ ‫ﻷ‬


ta marbuthah alif mayuroh hamzah lam alif

)‫ (ﻷ‬Huruf Lam Alif


Yaitu kombinasi dari huruf lam di ikuti dengan huruf alif.

Hamzah (‫)ﺀ‬
Huruf nya berdiri sendiri, bisa berada di atas maupun di
bawah huruf alif, dapat berada di atas huruf wawu juga,
dapat berada di atas huruf ya tetapi ya tanpa titik.

Alif Masyuroh (‫)ﻯ‬


Alif Masyuroh bentuknya sama dengan huruf ya, namun
tanpa dua titik di bawahnya. Biasanya huruf alif masyuroh
keluar di akhir kata, sehingga fungsinya sebagai tanda baca
panjang.

Ta Marbuthah (‫)ﺓ‬
Huruf ta marbuthah hanya mucul pada akhir kata. Dan jika
membaca sebuah kalimat lalu berhenti pada huruf ta
marbuthah maka cara membacanya seperti haa. Namun jika
membacanya tidak berhenti pada huruf ta marbuthah maka
cara membacanya tetap seperti huruf taa.
Dalam mengenal apa itu huruf hijaiyah. Kita juga harus tahu
bagaimana cara membaca huruf hijaiyah serta makhrojul
huruf nya. Apa itu Makhrojul Huruf? Makhrojul Huruf ialah
tempat keluarnya huruf pada saat melafalkan huruf Alqur’an.
Karena jika kita tidak tau apa itu makhorijul huruf, ketika kita
salah melafalkan huruf hijaiyah saat membaca al quran, hal
itu akan menimbulkan arti baru. Maka mempelajari
Makhorijul Huruf sangatlah penting karena ini menjadi dasar
untuk melafadzkan huruf hijaiyah dengan benar.

Cara membaca dan pengucapan huruf Hijaiyah pada Al


Quran atau Solat
1. Alif – pasti berbaris sukun, tidak pernah berharokat
2. Ba – melafalkannya dengan mempertemukan dua bibir
atas dan bawah
3. Ta – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
pangkal gigi seri atas
4. Tsa – cara melafalkannya tengah lidah bertemu dengan
pangkal gigi seri atas
5. Jim – cara melafalkannya tengah lidah bertemu dengan
langit langit mulut
6. Ha – tempat keluarnya huruf di tenggorokan
7. Kha – tempat keluarnya huruf di ujung tenggorokan
sebelah luar
8. Dal – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
pangkal gigi seri atas
9. Dzal – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
pangkal gigi seri atas
10. Ro – tempat keluarnya huruf di ujung lidah dekat dengan
langit langit mulut
11. Zain – tempat keluarnya huruf di antara ujung lidah
dengan ujung gigi
12. Sin – tempat keluarnya huruf di antara ujung lidah
dengan ujung gigi
13. Syin – cara melafalkannya dengan mempertemukan
tengah lidah dan langit langit mulut sebelah atas
14. Shod – cara melafalkannya dengan mempertemukan
ujung lidah dengan ujung gigi
15. Dhod – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
gigi seri atas
16. Tho – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
pangkal gigi seri atas
17. Dzha – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
gigi seri atas
18. ‘ain – tempat keluarnya huruf ada di tengah-tengah
tenggorokan
19. Ghain – tempat keluarnya huruf ada di tenggorokan
bagian atas
20. Fa – cara melafalkannya bibir bawah bertemu dengan
ujung gigi seri atas
21. Qof – cara melafalkannya pangkal lidah bertemu dengan
langit – langit mulut
22. Kaf – cara melafalkannya pangkal lidah bertemu dengan
langit-langit mulut sebelah luar
23. Lam – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
langit-langit mulut
24. Mim – cara melafalkannya dengan mempertemukan dua
bibir
25. Nun – cara melafalkannya ujung lidah bertemu dengan
langit-langit mulut
26. Ha – tempat keluarnya huruf di tenggorokan sebelah
dalam
27. Wau – tempat keluarnya di rongga mulut
28. Ya – tempat keluarnya di rongga mulut
Tanda-Tanda
Wakaf dan Washal
Waqaf artinya: sebaiknya berhenti.

‫ م‬: harus berhenti


‫ ؞ ؞‬: berhenti di salah satu titik

‫ ط‬: sebaiknya berhenti


‫ قىل‬: sebaiknya berhenti
‫ قف‬: sebaiknya berhenti
‫ ج‬: boleh berhenti, juga boleh terus

Washol artinya: sebaiknya terus.

‫ ال‬: sebaiknya terus


‫ صىل‬: sebaiknya terus
‫ ز‬: sebaiknya terus
‫ ص‬: sebaiknya terus
‫ ق‬: sebaiknya terus

Ghunnah
Ghunnah artinya mendengung. Hal ini berarti bahwa setiap
ada huruf Nun atau Mim yang bertasydid maka hukum
bacaannya dinamakan Ghunnah.
Contoh:
‫ِا َّنَم ا َفَلَّم ا‬ ‫ِا َّن ُثَّم‬
HUKUM NUN
SUKUN/TANWIN
Perbedaan Nun sukun atau Tanwin adalah sama dalam
lafadz tetapi lain dalam tulisan. Adapun hukum Nun sukun
atau Tanwin dibagi menjadi 6 macam, antara lain:

1. Idghom Bighunnah

Idghom : memasukkan
Bighunnah : dengan mendengung
Artinya: apabila ada Nun sukun atau Tanwin bertemu
dengan salah satu huruf hijaiyyah yang berjumlah 4 huruf,
antara lain:‫ ي ن م و‬atau biasa di singkat dengan bunyi ‫َيْن ُم ْو‬
Contoh:
‫ ن‬- ‫َفَلْن َِّنزْيَد ُكْم ( ْن‬ ) ‫ ي‬- ‫) َم ْن َيُق ْو ُل ( ْن‬
‫ و‬- ‫ِم ْن َّوَراِئِه ْم ( ْن‬ )‫) َف ْت ًحا ُم ِبْي ًنا ( ً_ – م‬

2. Idghom Bilaghunnah

Idghom : memasukkan
Bilaghunnah : dengan tanpa mendengung
Artinya: apabila ada Nun sukun atau Tanwin bertemu
dengan salah satu huruf hijaiyyah yang berjumlah 2 huruf,
antara lain: ‫ ل‬dan ‫ر‬
Contoh:
‫َغ ُف ْو ٌرَرِح ْي ٌم ( ٌ_ – ر‬ ) ‫ ل‬- ‫)ِم ْن َلُد ْنَك ( ْن‬
3. Iqlab

Iqlab berarti:
Artinya: apabila ada Nun sukun atau Tanwin bertemu
dengan satu huruf dari huruf hijaiyyah yaitu: ‫ب‬
Contoh:
‫َع َو ا ٌن َبْي َن ( ٌ_ – ب‬ ) ‫)َم ْن َبِخ َل ( ْن – ب‬

4. Ikhfa’

Ikhfa’ berarti: samar-samar


Artinya: apabila ada Nun sukun atau Tanwin bertemu
dengan salah satu huruf hijaiyyah yang berjumlah 15 huruf,
antara lain:
‫تثجدذزسشصضطظفقك‬

Contoh:
‫َاْنَجْي َنا ُكْم ( ْن – ج‬ )‫َم اًء َثَجا ًجا ( ً_ – ث‬ ) ‫) ِم ْن َتْحِت َه ا ( ْن – ت‬
‫َيْو َم ِئٍذ ُزْر ًق ا ( ٍ – ز‬ )‫َم ْن َذ اَّلِذ ْي ( ْن – ذ‬ )‫) ِقْن َو اٌن َداِنَي ٍة ( ٌ_ – د‬
‫)ِاَّن ْاِال ْنَس ا َن ( ْن – س ) َع َذ ا ٌب َش ِد ْيٌد ( ٌ_ – ش) َق ْو ًم ا َص ا ِلِح ْي َن ( ً_ – ص‬
‫َع ْن ُظ ُه ْو ِرِه ْم ( ْن – ظ‬ )‫َوَم ا َيْنِط ُق ( ْن – ط‬ )‫)ُم ْس ِف َر ٌة َض ا ِح َكٌة ( ٌ_ – ض‬
‫َم ْن َك ا َن َيْرُجْو ا ( ْن – ك‬ )‫ِرْز ًق ا َق ا ُلْو ا ( ً_ – ق‬ )‫)ُع ْم ٌي َف ُه ْم ( ٌ_ – ف‬
HUKUM MIM SUKUN
Hukum Mim sukun dibagi menjadi 3 macam, antara lain:

1. Idghom Mitsli (Idghom Mimi)


Artinya: apabila ada Mim sukun bertemu dengan Mim
Contoh:
‫) ُكْنُتْم ُم ْس ِلِم ْي َن ( ْم – م‬

2. Ikhfa’ Syafawi
Artinya: apabila ada Mim sukun bertemu dengan Ba’
Contoh:
‫) َتْر ِم ْي ِه ْم ِبِح َجاَرٍة ( ْم – ب‬

3. Idzhar Syafawi
Artinya: apabila ada Mim sukun bertemu dengan salah satu
huruf hijaiyyah selain Mim dan Ba’
Contoh:
‫َاْم َلْم ُتْن ِد ْر ُه ْم ( ْم – ت‬ ) ‫) ُه ْم َنا ِئُم ْو َن ( ْم – ن‬
‫…… الخ‬..
HUKUM IDGHOM
Hukum Idghom dibagi menjadi 3 macam, antara lain:

1. Idghom Mutamatsilain
Artinya: jika ada huruf yang sama, yang pertama sukun dan
yang kedua hidup.
Contoh:
‫) ِاْض ِر ْب ِبَع َص ا َك ( ْب – ِب‬

2. Idghom Mutajanisain
Dinamakan Idghom Mutajanisain jika TA sukun bertemu
THA, THA sukun bertemu TA, TA sukun bertemu DAL, DAL
sukun bertemu TA, LAM sukun bertemu RA, DZAL sukun
bertemu ZHA.
Contoh:
( ‫ د ) َاْثَق َلْت‬- ‫( ْت‬ ‫ ت ) َلِئْن َبَس ْط َت‬- ‫( ْط‬ ٌ ‫ ط ) َق اَلْت َط ا ِئَف ة‬- ‫ْت‬
‫َد َع َو ا‬
( ‫ ظ ) ِاْذ َظ َلُم ْو ا‬- ‫( ْذ‬ ‫ ر ) ُق ْل َرِّب‬- ‫( ْل‬ ‫ ت ) َق ْد َتَبَّيَن‬-‫ْد‬

3. Idghom Mutaqorribain
Dinamakan Idghom Mutaqorribain jika TSA sukun bertemu
DZAL, QAF sukun bertemu KAF, BA sukun bertemu MIM.
Contoh:
( ‫ م ) يُبَنَّي اْر‬- ‫( ْب‬ ‫ ك ) َاَلْم َنْخُلْق ُكْم‬- ‫( ْق‬ ‫ ذ ) َيْلَه ْث ذ ِلَك‬- ‫ْث‬
‫َك ْب َم َع َنا‬
QALQALAH
Qalqalah artinya memantul. Huruf Qalqalah ada lima, antara
lain:
‫ ق ط ب ج د‬biasa disingkat dengan bunyi ‫َق ْط ُب َجٍّد‬
Contoh:
‫ َيْد ُخُل‬-‫د‬ ‫ َيْجَع ُل‬-‫ج‬ ‫ َيْب َخُل‬-‫ب‬ ‫ َيْق ُأ‬-‫ق‬
‫ َيْط َه ُر‬-‫ط‬ ‫َر‬

Qalqalah dibagi dua:

1. Qalqalah Sughra
Adalah: huruf Qalqalah yang matinya asli, sebagaimana
contoh diatas.

2. Qalqalah Kubra
Adalah: huruf Qalqalah yang matinya disebabkan waqaf.
Contoh:
‫ َخَلَق‬dibaca ‫َاَحٌد‬ ‫ َخَلْق‬dibaca ‫َاَحْد‬

LAFADZ ALLAH
Hukum lafadz Allah dibagi dua, yaitu:
1. Dibaca tafkhim, jika lafadz Allah didahului harakat fathah
atau dhummah.
Contoh:
‫َنْص ُر ِهللا‬ ‫َو ُهللا‬

2. Dibaca tarqiq, jika lafadz Allah didahului harakat kasroh.


Contoh:
‫ِبْس ِم ِهللا الَّر ْح مِن ا لَّر ِح ْي ِم‬
HURUF SYAMSIYAH
DAN QAMARIYAH
Huruf Syamsiyah dan huruf Qamariyah jumlahnya sama
yaitu masing-masing ada 14 huruf.

1. Huruf Syamsiyah: jika ada ‫ ال‬bertemu dengan salah


satu huruf hijaiyyah yang berjumlah 14, antara lain:
‫تثدذرزسشصضطظلن‬
Contoh:
‫الِّنْع َم ِة‬ ‫َالُّد ْنَي ا َو الَّش ْم ِس‬ ‫َو الِّتْي ِن‬
‫……الخ‬

2. Huruf Qamariyah: jika ada ‫ ال‬bertemu dengan salah satu


huruf hijaiyyah yang berjumlah 14, antara lain:
‫بجحخعغفقكموﻫءي‬
Contoh:
‫َاْلَكِبْي ُر‬ ‫َاْلِف ْي ُل‬ ‫َاْلَخْي ُر‬ ‫َاْلُجُم َع ُة‬
‫……الخ‬

IDZHAR WAJIB
Dinamakan Idzhar Wajib, jika ada Nun sukun atau Tanwin
bertemu huruf YA atau WAWU dalam satu kalimat. Cara
membacanya: terang atau jelas. Namun, didalam Al-Qur’an
bacaan Idzhar Wajib ini hanya ada 4, yaitu:
‫ِق ْن َو اٌن‬ ‫ِص ْن َو اٌن‬ ‫ُبْن َي اٌن‬ ‫َالُّد ْنَي ا‬
HUKUM RA’
Hukum Ro’ ada dua:

1. Ro’ yang dibaca Tafkhim


Ciri-ciri:
1. Ro’ fathah, Ro’ fathah tanwin.
2. Ro’ dhummah, Ro’ dhummah tanwin.
3. Ro’ sukun didahului fathah atau dhummah.
4. Ro’ sukun didahului kasrah ada hamzah washal.
5. Ro’ sukun didahului kasrah bertemu huruf isti’la’.
Contoh:
a) ‫َخْي ًرا‬ ‫ ًرا َرَّبَنا‬-‫َر‬
b) ‫َك ِبْي ٌر‬ ‫ ٌر ُرَو ْيًدا‬-‫ُر‬
c) _َ _ُ _ْ ‫َاْر َس ل ُق ْر ا ٌن‬
d) _ِ ‫ا ْر َا ِم ْر َتا ُبْو ا ِا ْر ِج ُع ْو ا‬
e) _ِ ‫ْر – خ ص ض ط ظ غ ق ِم ْر َص ا ٌد ِق ْر َط ا ٌس‬

2. Ro’ yang dibaca Tarqiq


Ciri-ciri:
a) Ro’ kasrah, Ro’ kasrah tanwin.
b) Ro’ sukun didahului kasrah.
c) Ro’ hidup didahului Ya’ dibaca waqaf.

Contoh:
a) ‫ُخْس ٍر‬ ‫ ٍر ِرْجٌس‬-‫ِر‬
b) _ِ ‫َف َكِّبْر‬ ‫ْر ِف ْر َع ْو َن‬
c) _َِ ‫َبِص ْي ٍر‬ ‫ي ُِ ر ٌٍ َخْي ٌر‬
HUKUM MAD
Hukum Mad dibagi dua:
A. Mad Thabii
Yang dinamakan dengan mad Thabi’i, adalah: jika fathah
diikuti ALIF, kasrah diikuti YA, dhummah diikuti WAWU.
Panjang bacaannya: satu alif (dua harakat)
Contoh:
‫َدا – ِد ْي – ُد ْو ُنْو ِح ْي َه ا‬

B. Mad Far’i
Mad Far’i dibagi menjadi 13, antara lain:

1. Mad wajib muttashil


ialah: Mad Thabii bertemu hamzah dalam satu kalimat.
panjang bacaannya: 2,5 alif (5 harakat).
Contoh:
‫ِنَداًء‬ ‫ِلَق اَء َنا‬ ‫َجاَء‬

2. Mad jaiz munfashil


ialah: Mad Thabii bertemu hamzah (bentuknya huruf alif) di
lain kalimat. Panjang bacaannya: 2,5 alif (5 harakat).
Contoh:
‫ِاَّنا َا ْنَزْلَنا‬ ‫ِاَّنا َاْع َط ْي َنا‬

3. Mad ‘aridh lissukun


ialah: Mad Thabii bertemu huruf hidup dibaca waqaf.
Panjang bacaannya: 3 alif (6 harakat).
Contoh:
‫ِع َق ا ِب = ِع َق ا ْب‬ ‫َاُبْو َك = َاُبْو ْك‬
4. Mad ‘iwadh
ialah: jika ada fathah tanwin yang dibaca waqaf, selain TA’
marbuthah. Panjang bacaannya: 1 alif (2 harakat).
Contoh:
‫َع ِلْي ًم ا = َع ِلْي َم ا‬

5. Mad shilah
ialah: setiap dhomir HU dan HI apabila didahului huruf
hidup. Mad shilah dibagi dua, yaitu: Mad shilah qashirah dan
Mad shilah thawilah. Yang dinamakan Mad shilah thawilah,
adalah Mad shilah qashirah bertemu huruf hamzah
(bentuknya alif).
Panjang bacaan Mad shilah qashirah: 1 alif (2 harakat).
Contoh:
‫ ِبه‬-‘‫َله‬
Panjang bacaan Mad shilah thawilah: 2,5 alif (5 harakat).
Contoh:
‫َاَّن َم ا َله َاْخ َلَده‬

6. Mad badal
ialah: setiap Aa, Ii, Uu yang dibaca panjang. Panjang
bacaannya: 1 alif (2 harakat).
Contoh:
‫ُا‬
‫ْو ِتَي‬ ‫ِاْيُتْو ِنْي‬ ‫اَم ُنْو ا‬

7. Mad tamkin
ialah: YA kasrah bertasydid bertemu YA sukun. Panjang
bacaannya: 1 alif (2 harakat).
Contoh:
‫َنِبِّيَن‬ ‫ُحِّيْي ُتْم‬ ‫ُاِّم ِّيْي َن‬
8. Mad lin
ialah: fathah diikuti WAWU atau YA sukun bertemu huruf
hidup dibaca waqaf. Panjang bacaannya: 3 alif (6 harakat).
Contoh:
‫ِاَلْي ِه = ِاَلْي ْه‬ ‫َخْو ٌف = َخْو ْف‬

9. Mad lazim mutsaqqal kalimi


ialah: Mad Thabii bertemu tasydid. Panjang bacaannya: 3
alif (6 harakat).
Contoh:
‫َو َال الَض ا ِّلْي َن‬

10. Mad lazim mukhaffaf kalimi


ialah: Mad badal bertemu sukun. Panjang bacaannya: 3 alif
(6 harakat).
Contoh:
‫ا ْالَن‬

11. Mad lazim musyabba’ harfi


ialah: huruf hijaiyyah yang dibaca panjangnya 3 alif (6
harakat). Jumlah hurufnya ada 8, yaitu:
‫نقصعسلكم‬
Contoh:
‫ن ق ص ا لّم ا لّم ص‬

12. Mad lazim mukhaffaf harfi


ialah: huruf hijaiyyah yang dibaca panjangnya 1 alif (2
harakat). Jumlah hurufnya ada 5, yaitu:
‫حيطﻫر‬
Contoh:
‫ا لّم ر‬ ‫عسق كهيعص‬ ‫طه يس‬
13. Mad farq
ialah: Mad badal bertemu tasydid. Panjang bacaannya: 3 alif
(6 harakat).
Contoh:
‫ُق ْل ْاال للُه‬

Anda mungkin juga menyukai