Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS QS.

AL-ANKABUT AYAT 45
(Studi Komparatif Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Jawahir, Dan Tafsir Asy Sya’rawi)
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Muqaran

Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Husnul Hakim, MA

Disusun Oleh :
Talbia Robbi Rodhia
NIM 191410104

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA
2023
PEMBAHASAN

A. Ayat dan Terjemah

ُ‫ٱتْ ُل مَا أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَـٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاءِ وَٱلْمُنكَرِ ۖ وَلَذِكْر‬
٤٥ َ‫ٱللَّ ِه أَكْبَرُ ۖ َوٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُون‬

Bacalah Kitab (Alquran) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah
salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah)
mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut [29] : 45)

B. Penafsiran Ayat
1. Ismail bin Umar bin Katsir al-Qursyi ad-Damasyqi, Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Yaitu, sesungguhnya shalat mencakup dua hal; meninggalkan berbagai kekejian
dan kemunkaran, dimana menjaganya dapat membawa sikap meninggalkan hal-hal
tersebut.
Di dalam sebuah hadits yang berasal dari riwayat Imran dan Ibnu ‘Abbas secara
marfu’ dijelaskan:

"‫ لَمْ تَزِدْهُ مِنَ اللَّهِ إِلَّا بُعْدًا‬،ِ‫مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلَاتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَر‬
Barang siapa yang salatnya masih belum dapat mencegah dirinya dari mengerjakan
perbuatan keji dan munkar, maka tiada lain ia makin bertambah jauh dari Allah.
Shalat mencakup pula upaya mengingat Allah Ta’ala, itulah pencarian yang paling
besar. Untuk itu, Allah Ta’ala berfirman, { ُ‫وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَر‬ } "Dan sesungguhnya

mengingat Allah itu lebih besar, " yaitu lebih besar daripada yang pertama. { ‫وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا‬

َ‫" }تَصْنَعُون‬Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan, " yaitu, Dia Mahamengetahui
seluruh amal perbuatan dan perkataan kalian. Abul ‘Aliyah berkata tentang firman Allah
Ta'ala: { ِ‫" } إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاءِ وَٱلْمُنكَر‬Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan
keji dan munkar”. Sesungguhnya shalat itu memiliki tiga pokok. Setiap shalat yang tidak
memiliki salah satu dari tiga pokok itu, maka hal itu bukanlah shalat; ikhlas, khasy-yah.
(rasa takut) dan mengingat Allah. Ikhlas memerintahkannya kepada yang ma’ruf. Khasy-
yah mencegahnya dari yang munkar dan mengingat Allah adalah al-Qur-an yang
memerintah dan melarangnya.
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah Ta'ala: { ُ‫وَلَذِكْر‬

ُ‫" } ٱللَّهِ أَكْبَر‬Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar, " sesungguhnya ingatnya
Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar jika mereka mengingat-Nya dibandingan
dengan ingatnya mereka kepada-Nya. Demikian yang diriwayatkan oleh banyak orang dari
Ibnu ‘Abbas serta dikatakan pula oleh Mujahid dan lain-lain. Dari Ibnu ‘Abbas pula
tentang firman-Nya,{ُ‫وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْ بَر‬ } "Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih
besar, " dia berkata: "Maknanya memiliki dua hal; mengingat Allah tentang apa yang
diharamkan-Nya dan ingatnya Allah kepada kalian lebih besar dari pada ingatnya kalian
kepada Allah."

2. Tanthawi Ibn Jauhar al-Misry, Kitab Tafsir Al Jawahir


Yang dimaksud dalam firman-Nya : { ِ‫ا لْكِتاب‬ َ‫} اتْلُ ما أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن‬Bacalah apa
yang telah diturunkan kepadamu dari Kitab : Beribadah, menghafal, memahami
maknanya, dan mendalami rahasia yang terkandung di dalamnya { َ‫ } وَأَقِمِ الصََّالة‬Dan
menunaikan shalat, Kemudian pada ayat : { ِ‫إِنََّ الصََّالةَ تَنْهى عَنِ الْفَحْشاءِ وَالْمُنْكَر‬ } Sholat
melarang perbuatan keji dan munkar artinya: karena sebab, kita disibukkan dengan hal itu
(shalat), dapat mengalihkan perhatian orang yang shalat dari kesibukannya dengan hal lain,
hal ini juga menanamkan dalam jiwa rasa takut akan Allah swt,
“Diriwayatkan bahwa seorang anak laki-laki dari kaum Ansar shalat lima waktu
bersama Nabi Muhammad SAW, namun ia masih gemar melakukan dosa. Lalu keadaan
anak muda ini diceritakan disampaikan kepada Rasulullah saw. beliau merespon. Nabi
saw berkata : “Pada suatu hari nanti shalatnya akan mencegahnya dari maksiat-maksiat
itu.” Tidak lama kemudian dia bertobat dan kondisinya membaik.
«‫»إن الصالة ستنهاه‬ “Sholat akan mengakhirinya . ”

Dan firman-Nya : { ‫أَكْبَر‬ ِ‫ } وَلَذِكْرُ الََّله‬Dan mengingat (shalat) Allah lebih besar
(keutamaannya), artinya: Mengingat Allah karena rahmat-Nya lebih besar daripada
mengingat Allah karena ketaatan kepada-Nya, atau shalat lebih utama dari ketaatan yang
lain. Dan disebut ‫ ذكرًا‬karena menyebut Allah swt termasuk dasar yang diutamakan dalam
amal shaleh.
Dan firman-Nya : { ‫ن‬
َ ‫تَصْنَعُو‬ ‫ } وَاللََّهُ يَعْلَمُ ما‬Dan Allah SWT yang mengetahui apa
yang kamu kerjakan, dari-Nya dan dari segala ketaatan lainnya, maka Dia akan
membalasmu dengan pahala yang sebaik-baiknya.

3. Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi, Kitab Tafsir Asy Sya’rawi

Yang dimaksud dalam firman-Nya : { ِ‫ا لْكِتاب‬ َ‫} اتْلُ ما أُوحِيَ إِلَيْكَ مِن‬Bacalah apa
yang telah diturunkan kepadamu dari Kitab artinya: Mengapa kamu bersedih wahai
Muhammad, padahal bersamamu seluruh umat manusia, umat manusia yang tidak pernah
berakhir, dan itu adalah Kitab Allah dan mukjizat-Nya yang diturunkan kepadamu, maka
sibukkanlah dirimu dengannya, sehingga setiap kali kamu membacanya, kamu akan
mendapat tempat bersemayam di dalam Tuhanmu.
Jika orang-orang sekitarmu tidak mengimaninya, dan tidak memperhatikan
kemukjizatannya, maka kamu akan terus membacanya sambil berharap Allah akan
melahirkan keturunan dari orang-orang ini yang hatinya akan disucikan untuk menerima
risalah dari langit, maka mereka akan beriman terhadap apa yang diingkari oleh orang-
orang ini, dan perintah membaca ini untuk melestarikan mukjizat.
ُ‫اتْل‬ Bacalah dan jangan menjadi lemah atau tidak berdaya dan jangan berputus
asa, karena Al-Qur'an adalah pelipur lara bagi dirimu sendiri; Sebab yang mengutus Rasul
untuk umat manusia dengan membawa sesuatu atau suatu perkara, kemudian ia di dustai,
maka ia akan kembali kepada yang mengutusnya, maka selama kaummu mengingkarimu,
maka kembalilah kepada-Ku dengan mendengarkan ayat-Ku yang Aku turunkan sebagai
mukjizat bagimu yang akan menguatkanmu, dan nantikan suatu kaum di kemudian hari
yang akan mendengarkan firman Allah darimu, dan engkau (Muhammad) akan menjumpai
di antara mereka berhati suci. Dan mereka beriman kepada-Nya.
Ada perbedaan antara pelaku dan penerima, dan Al-Qur'an menjelaskan masalah
ini. Di antara manusia ada orang-orang yang ketika mendengar Al-Qur'an, hatinya
merendah di hadapannya, dan kulitnya menggigil, dan di antara mereka ada juga orang-
orang yang ketika mendengarnya, berkata dengan nada mengejek, {‫آنِفا‬ َ‫ مَاذَا قَال‬... }
“Apa yang baru saja dia katakan... QS. Muhammad: 16] meremehkan status Al-Qur'an
dan status Rasulullah.
Kemudian Al-Qur’an menyatakan kebenaran ini: { ٌ‫وَشِفَآء‬ ‫قُلْ هُوَ لِلََّذِينَ آمَنُواْ هُدًى‬
‫ والذين الَ يُؤْمِنُونَ يف آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى‬... } Katakanlah, “Itu untuk orang-orang
yang beriman, ada petunjuk dan obat. Dan bagi orang-orang yang tidak beriman, telinga
mereka tuli, dan kebutaan menimpa mereka…(QS. Fussilat : 44).
Jadi: Al-Qur'an itu satu, tetapi penerima Al-Qur'an itu berbeda-beda. kemurnian
tetap terjaga karena risalahnya sama. Apakah Anda akan menuduh radio jika pengeras
suara Anda rusak ?
Sebelumnya kita telah menyajikan perbedaan dalam munfa’il dari fi’il tersebut
dengan seseorang yang meniupkan tangannya pada saat cuaca dingin (al bardu ‫)وقت الربد‬
dengan maksud untuk menghangatkannya, dan dengan seseorang yang meniupkan
nafasnya pada teh, misalnya untuk mendinginkannya (libariidahu ‫) ليربده‬, ‫للحرارة‬ untuk

panas, dan ‫ للربودة‬untuk dingin. Kata kerjanya sama, tetapi bagian pasifnya berbeda.
Maka Allah SWT berfirman: {‫الكتاب‬ َ‫ اتل مَا أُوْحِيَ إِلَيْكَ مِن‬... } Bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu dari Kitab. Inilah kelebihan mukjizat Nabi Muhammad
SAW, al-Qur’an dapat dibaca berulang setiap saat, sesuai keinginan kita, dan bagi orang-
orang yang mendengar bacaan Nabi agar membaca setelahnya, dan itu akan terus diulang
sampai hari kiamat.
Adapun mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh rasul-rasul terdahulu hanya
terbatas pada mereka yang menyaksikan mukjizat tersebut, jika yang menyaksikannya
meninggal dunia maka tidak akan ada seorangpun yang mengetahui setelahnya, sekalipun
dia sezaman dengan mukjizat itu dan tidak melihatnya. mereka yang menyaksikan
misalnya tongkat Nabi Musa as. diubah menjadi ular dan tidak menyaksikan keadaan
tersebut, apa pendapat mereka tentang mukjizat tersebut? Tidak ada (pengaruh mukjizat)
apa-apa selain kita mempercayai kisah itu karena al-Qur'an memberitahu kita tentang hal
itu.
Jadi: Keajaiban-keajaiban para pendahulu itu datangnya seperti satu tembakan,
ibarat batang korek api yang menyala satu kali. Siapapun yang melihatnya melihatnya dan
urusannya berakhir, tetapi Al-Qur'an menceritakan kepada kita semua keajaiban para rasul
sebelumnya. Maka lihatlah apa yang terjadi pada semua pembawa risalah, juga terhadap
Rasulullah SAW, dan bagaimana Al-Qur'an mengabadikan ingatan mereka, dan mukjizat
mereka meluas seiring berjalannya waktu.
Seolah-olah Al-Qur’an memberikan keistimewaan kepada semua rasul dan semua
mukjizat. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman tentang Al-Qur’an: { ‫وَأَنزَلْ نَآ إِلَيْكَ الكتاب‬
ِ‫ باحلق مُصَدَِّقا لَِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الكتاب وَمُهَيْمِنا عَلَيْه‬... } Dan Kami telah menurunkan kepadamu
Kitab dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang ada sebelum Kitab itu dan
menegakkan kekuasaan atasnya (QS. Al-Maidah : 48).
Kemudian Allah SWT berfirman: {‫ وَأَقِمِ الصالة‬... } Dan mendirikan shalat (QS.

Al-Ankabut: 45) kata ُ‫ اتْل‬yakni perintah membaca merupakan pernyataan dari perbuatan

lidah, dan ِ‫وَأَقِم‬ adalah perbuatan dari gerak anggota tubuh, dan manusia mempunyai
banyak anggota tubuh, lima diantaranya yang terkenal: Mata untuk melihat, telinga untuk
mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk mengecap. ,dan ujung jari untuk
menyentuh.
Mereka mengatakan, sebagai tindakan pencegahan: Lima anggota badan yang
tampak sebenarnya telah muncul seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka
menemukan indera lain pada manusia dan alat persepsi yang tidak diketahui sebelumnya,
seperti indra otot yang digunakan untuk menimbang beban. Jika tidak, dengan panca indera
manakah Anda mengetahui berat benda tersebut sebelum Anda mengangkat benda tersebut
dari tanah?
Seperti indera jarak, yang dengannya Anda dapat membedakan ketebalan suatu
benda Di sela-sela ujung jari Anda, ketika Anda pergi, misalnya, ke pedagang kain, dan
Anda mengambil kain itu di antara ujung jari Anda dan ( menggosoknya) dengan lembut,
Anda akan mengetahui bahwa kain ini lebih tebal dari itu.
Yang aneh dalam soal anggota badan adalah lidah mengambil separuh dari seluruh
anggota tubuh, sehingga ( ً‫ فعال‬dan ً‫ ) عمال‬tindakan panca indera disebut perbuatan (ً‫)عمال‬,
dan perbuatan terbagi menjadi: ucapan, atau Tindakan ( ً‫فعال‬ ). Setiap gerakan anggota

tubuh untuk melakukan suatu tugas disebut perbuatan (ً‫)عمال‬, tetapi perbuatan lidah

disebut ucapan, sedangkan yang dilakukan anggota tubuh lainnya disebut tindakan (ً‫)فعال‬.

Dalam penggunaannya ‫ عمل‬digunakan pada kata kerja yang berlangsung terus menerus.

Sebaliknya, ‫ فعل‬digunakan pada kata kerja yang hanya berlangsung sekali saja.
Jadi lidah (al-lisaan ) mengambil posisi ini; Karena di dalamnya terdapat
peringatan kebenaran, dan di dalamnya terdapat kabar gembira, serta di dalamnya terdapat
risalah Rasulullah. Oleh karena itu, Allah swt berfirman { َ‫ال‬ ‫ياأيها الذين آمَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا‬
َ‫}تَفْعَلُون‬ Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? (QS. As-Saff: 2).
Dia tidak mengatakan: ‫ما ال تعملون‬ Apa yang tidak kamu lakukan. Karena
perkataan diimbangi dengan tindakan, dan keduanya merupakan perbuatan, dan perbuatan
itu dengan niat hati.
Tapi, mengapa beliau memilih shalat di antara amalan anggota tubuh? Mereka
berkata: Karena itu adalah puncak amalan, maka Nabi Muhammad SAW menyebutnya:
«‫»الصالة عماد الدين‬ “Sholat adalah tiang agama,” dan dengan itu kita membedakan
antara orang yang beriman dan yang tidak beriman. Pertanyaannya adalah: Mengapa shalat
menempati posisi ini di antara rukun Islam?
Kami ingin menunjukkan di sini bahwa para penentang Islam dan sebagian
umatnya yang takut bahwa kebangkitan Islam akan menghancurkan otoritas kezaliman,
dan kezaliman mereka ingin membatasi Islam pada lima rukunnya. Jika Anda mengatakan
ini, mereka tidak akan menyerang Anda, rukun Islam ini, Dan Anda bebas dalam kerangka
rukun Islam ini, namun berhati-hatilah dalam mengatakan: Islam datang untuk mengatur
pergerakan kehidupan; karena keberuntungan mereka ada berdasarkan pada rukunnya saja.
Yang dipahami oleh orang-orang ini adalah bahwa rukun-rukun tersebut bukanlah
keseluruhan Islam, melainkan landasan dan kaidah yang mendasari pembangunannya,
namun mereka ingin mengisolasi Islam dari gerak kehidupan. Maka kami katakan kepada
mereka: Ya, ini adalah rukun Islam, tetapi Islam mencakup segala sesuatu dalam hidup
kita, mulai dari puncak keimanan pada ucapan kami: ‫اهلل‬ ‫ال إله إال اهلل حممد رسول‬ untuk
menghilangkan kerusakan di jalan (dalam kehidupan) Karena Islam adalah agama yang
memahami segala permasalahan kehidupan, bagaimana tidak, dalam Islam kita diajarkan
hal-hal yang paling sederhana dalam hidup kita.
Apakah kamu tidak melihat dia memperhatikan hukum buang air besar dan masuk
toilet, serta tata krama dan hukum yang berkaitan dengannya? Dan banyak hal lainnya.
Hukum macam apa yang menjaga keselamatan manusia dan perasaan mereka
sejauh ini? Ini adalah agama dan metode Allah SWT, yang tidak meninggalkan sesuatu
baik kecil maupun besar dalam kehidupan tanpa menetapkan sebuah aturan dan etika.
Apakah hukum ini terisolasi dari gerak kehidupan, dibatasi dan terbatas pada urusan
ibadah saja?
Ketika Anda melihat permasalahan negara-negara terbelakang sekarang – apalagi
negara maju – Anda akan menemukan bahwa permasalahannya adalah masalah ekonomi,
dan jika Anda menyelidiki alasannya, Anda akan menemukan bahwa permasalahan
tersebut disebabkan karena meninggalkan manhaj Allah SWT dan mengganggu aturan-
aturan-Nya. Seandainya mereka memperhatikan sabda Nabi SAW dalam krisis ekonomi
mereka: «‫نشبع‬ ‫ وإذا أكلنا ال‬،‫»حنن قوم ال نأكل حىت جنوع‬ “Kami adalah umat.yang tidak
makan sampai kami lapar, dan jika kami makan kami tidak makan sampai kami lapar.
tidak puas . ”
Jika mereka melakukan hal ini dan berperilaku seperti Rasullah SAW, maka
mereka akan keluar dari krisis ini dan hidup dengan nyaman. Jika Anda memiliki perilaku
seperti ini dalam hal makanan dan minuman, satu atau dua suap saja sudah cukup bagi
Anda, dan makanan paling enak adalah yang muncul setelah lapar, sesederhana a pa pun
itu.
Namun sekarang, kita melihat orang-orang mengonsumsi minuman beralkohol
sebelum makan, dan mengonsumsi makanan setelahnya. Karena mereka tidak menaati
petunjuk Rasullah SAW mereka makan ketika mereka kenyang, dan mereka makan setelah
mereka kenyang. Dan benarlah dalam firman-Nya : {‫تسرفوا‬ َ‫ وكُلُواْ واشربوا وَال‬... } Dan
makan dan minumlah, dan janganlah kamu berlebih -lebihan (QS. Al-A’raf: 31)
Kita kembali ke pembahasan shalat yang bagian dari ibadah, dan mengapa itu
menjadi rukun agama serta makna dari: “Sholat adalah rukun agama” dan “Islam dibangun
di atas lima rukun”. Agama adalah mencakup hal-hal yang banyak, terdapat fondasi dan
aturan-aturannya, dan ketika kita mengikuti aturan-aturan ini kita menemukan bahwa pilar
pertama, yaitu syahadat dan ini diucapkan sekali saja. Adapun terkait pilar berikutnya,
yakni zakat, zakat itu tidak wajib, misalnya pada orang mukmin yang fakir, maka ia tidak
perlu mengeluarkan zakat, begitu pula pada konteks puasa, tidak diwajibkan bagi orang
sakit, bepergian, dan wanita haid, dan lain halnya. Begitu pula haji tidak wajib kecuali bagi
yang mampu.
Lalu: Apa rukun tetap yang dipatuhi setiap muslim dan tidak pernah ditinggalkan?
Itu adalah shalat; oleh karena shalat menyita banyak waktu siang dan malam, dan
melaluinya terjadi pernyataan kesetiaan yang tetap kepada Allah SWT, dan melaluinya
dibedakan antara mukmin dan kafir. Misalnya siapa yang tidak berpuasa, tidak
menunaikan zakat, atau tidak menunaikan ibadah haji, maka boleh dikatakan dia termasuk
orang yang mempunyai alasan dan tidak mampu, namun apabila kamu melihat orang yang
tidak shalat, dan ini terjadi berulang kali, pasti anda meragukan keislamannya.
Oleh karena itu, shalat sudah selayaknya ditempatkan di antara ibadah -ibadah
yang lain sejak awal aturan Islam. Tidakkah anda lihat bahwa semua kewajiban agama
bermula dari wahyu, kecuali shalat yang diawali dengan ucapan langsung dari Allah SWT
kepada Nabi-Nya Muhammad SAW dan dalam perjalanan mi’raj? Ibarat seorang bos yang
memerintahkan bawahannya dengan mengeluarkan surah perintah, dia bisa memanggilnya
untuk suatu perkara melalui telepon dan meminta orang yang berkompeten yang berbicara
dengannya. Jika permasalahannya penting, bos akan memanggilnya ke kantor, kantornya
dan menugaskannya apa pun yang diinginkannya.
Panggilan mi’raj ini merupakan suatu kehormatan bagi Rasulullah SAW, karena
kedekatan utusan-Nya dengan yang diutus, sehingga sebagaimana dalam hadis qudsi yang
disampaikan Nabi SAW, “Jika salah seorang hamba-Ku ingin mendekati-Ku sebagaimana
Muhammad mendekat dan berada di dekatnya, hendaklah dia shalat.”
Arti {‫ وَأَقِمِ الصالة‬... } yakni mendirikan sesuatu dengan mengerjakannya dengan
sempurna sehingga memenuhi tujuannya. Sholat yang wajib adalah sholat yang memenuhi
syarat-syaratnya dan yang kamu kerjakan sesuai dengan maksudnya. Agar mencapai
maksud {‫واملنكر‬ ‫ إِنََّ الصالة تنهى عَنِ الفحشآء‬... } mencegah dari perbuatan keji dan
munkar.
Shalat jika memenuhi syarat-syaratnya maka menghindarkan pelakunya dari
perbuatan keji dan munkar. seberapa besar kekurangannya, maka buah dari shalat itu akan
terlihat pada tingkah laku orang yang melaksanakannya, seakan-akan terjerumusnya kamu
ke dalam suatu kemunkaran dan suatu keburukan dianggap sebagai indikator yang tepat
untuk mengetahui sejauh mana shalat itu di dirikan.
Makna {‫واملنكر‬ ‫ إِنََّ الصالة تنهى عَنِ الفحشآء‬... } jelas dalam sabda Nabi SAW,
ketika dia diberitahu: “Wahai Rasulullah, si fulan sedang shalat, namun shalatnya tidak
menghalanginya dari maksiat dan keburukan, maka ia berkata: ‘Tinggalkan dia, karena
shalatnya melarangnya’.” Maksudnya di sini, perkara itu bukanlah suatu perintah yang
bersifat universal, karena dapat dipatuhi dan rentan untuk tidak ditaati, jika perintah itu
bersifat universal maka orang yang shalat tidak akan berani berbuat keji dan munkar. Imam
asy-Sya’rawi memberi contoh ketika ia berkata kepada anak-anaknya sebelum ia wafat :
Wahai anak-anakku, ini adalah rumah yang menghormati siapa pun yang memasukinya
Ia mengatakannya sebagai berita, tapi ia tidak mengatakannya : Hormatilah siapa
pun yang memasukinya, karena siapa pun yang menaati perintah-Ku di antara mereka
akan menghormati siapa pun yang memasuki rumahku setelah aku, dan siapa yang tidak
menaati perintah itu, tidak akan menghormati siapa pun yang memasukinya. Namun ia
mengatakan : Hormatilah siapa pun yang memasuki rumah ini, maka Anda telah
mewajibkan semua orang untuk menghormati Anda.
Yang lebih jelas dari ini adalah firman Allah SWT mengenai Masjidil Haram:
{‫ وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنا‬... }Dan siapa pun yang memasukinya, akan selamat... (QS. Ali
Imran: 97) Ketika terjadi beberapa orang yang syahwat menyerbunya, melepaskan
tembakan di halamannya, dan membunuh orang-orang yang selamat di sana, timbullah
keributan besar yang menimbulkan keragu-raguan terhadap ayat ini: Bagaimana hal ini
terjadi ? Maka mereka menjadikan peristiwa-peristiwa itu sebagai bukti dari kebohongan
ayat tersebut, wal’iyyadzbilla.
Perilaku mereka ini bermula dari kurangnya pemahaman terhadap makna perintah
kauni dan perintah cabang .Firman Yang Maha Kuasa: {‫آمِنا‬ َ‫ وَمَن دَخَلَهُ كَان‬... } adalah
perintah cabang yang dapat ditaati atau tidak ditaati, Mereka mengamankan siapapun yang
masuk ke dalam rumah, ada yang menuruti perintah dan mengamankan yang ada di Rumah
Suci, dan ada pula golongan yang membangkang dan membunuh di sekitar rumah-Nya.
Begitu pula dengan {‫واملنكر‬ ‫ إِنََّ الصالة تنهى عَنِ الفحشآء‬... } shalat adalah
hukum dari Allah, maka jika Allah SWT yang pembuat undang-undang, dan Dia
berfirman: {‫واملنكر‬ ‫ إِنََّ اهلل يَأْمُرُ بالعدل واإلحسان وَإِيتَآءِ ذِي القرىب وينهى عَنِ الفحشاء‬... }
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,
(QS. An-Nahl: 90) Artinya: Tidak ada keji dan munkar di dalamnya, dan ini pun ada
benarnya. Sebab ketika kita melakukan shalat dengan takbir pembuka, takbir ini
mengharamkan bagi kita segala sesuatu yang diperbolehkan bagi kita sebelum shalat,
ketika shalat misalnya kita tidak makan, minum, atau bergerak, padahal hal-hal tersebut
diperbolehkan sebelum shalat. Lalu bagaimana dengan apa yang semula dilarang bagi
Anda sebelum shalat? Maka, ketika memulai shalat itu dilarang.
Yang dimaksud ‫ الفَحْشَاء‬adalah segala perkataan dan tindakan yang tidak senonoh,

dan kata ‫ واملنكَر‬adalah segala sesuatu yang bertolak belakang dari sifat baik. Lalu pada
ayat {ُ‫ وَلَذِكْرُ اهلل أَكْبَر‬... } ‫ذكر‬ adalah mashdar. Ketika kita menyebut ‫ ذكر اهلل‬, maka
dzikir yang datangnya dari Allah, atau dzikir yang datangnya dari hamba Allah.
Jika kita mengatakan: Suatu dzikir yang berasal dari Allah, maka itu maksudnya
adalah shalat, maka ketika seseorang shalat, dan mengingat Allah dengan mengucap takbir
dan mengagungkannya dengan mengucapkan, tasbih, dan bersujud kepada-Nya dan
berserah diri, maka kita telah melakukan suatu perbuatan yang di dalamnya kita telah
menyebut Allah SWT dalam perkataan dan perbuatan, dan Allah SWT akan membalas
dzikir kita kepada-Nya dengan menjadikan diri-Nya mengingat kita. Dzikir tersebut
merupakan dzikir dari Allah kepada siapa saja yang menyebutkannya dalam shalatnya.
Tidak ada keraguan dari mengingatnya Allah pada hambanya lebih besar daripada
mengingatnya hamba pada dzat Allah. Sebab kita menyebut-nyebut Allah sejak kita baligh
sampai kita meninggal dunia, namun Dia, akan memberikan kepada kita kedudukan yang
tinggi dan tak terhingga melalui dzikir kita kepada-Nya pada hari ketika kita tidak mati
dan tidak terputus nikmat-Nya. Dzikir kepada Allah akan mendapatkan pahala dan rahmat
dan lebih besar lagi bila mengingat-Nya dengan ketaatan.
Makna lainnya adalah dzikir itu berasal dari hamba Allah, artinya: dzikir kepada
Allah diluar shalat lebih utama dari zikir kepada Allah dalam shalat, bagaimana caranya?
Mereka berkata: Karena dalam shalat kamu mempersiapkan diri untuk itu dengan
berwudhu, dan kamu mempersiapkannya di hadapan Tuhanmu setelah takbir pembuka,
maka ketika shalat berakhir dan kamu keluar darinya dalam gerak kehidupan, maka dzikir
kita kepada Allah ketika kita jauh dari hadirat-Nya dan kita sibuk dengan kehidupan adalah
lebih besar dan hebat dari dzikir ketika shalat.
Contoh lainya yakni Allah SWT adalah tujuan tertinggi. Manakah yang lebih
manis? Yang memuji Tuhannya di hadapannya, dan yang memujinya saat dia tidak ada.
Manakah di antara mereka yang lebih fasih dan jujur dalam dzikirnya? Sebagaimana dalam
firman-Nya, tentang shalat jum’at : { ‫ياأيها الذين آمنوا إِذَا نُو ِديَ لِل صََّالَةِ مِن يَوْمِ اجلمعة فاسعوا‬

‫}إىل ذِكْرِ اهلل‬ “Hai orang-orang yang beriman, apabila adzan pada hari Jumat
dikumandangkan, segeralah mengingat Allah…” (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Artinya: berdzikir kepada Allah dalam shalat, dan janganlah kamu mengira bahwa
dzikir itu hanya sebatas shalat, sebab hakikatnya hanyalah: { ‫فَإِذَا قُ ضِيَتِ الصالة فانتشروا فِي‬

َ‫}األرض وابتغوا مِن فَضْلِ اهلل واذكروا اهلل كَثِريًا لََّعَلََّكُمْ تُفْلِحُون‬ Apabila shalat telah
dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10) maka dzikir kepada
Allah tidak boleh lepas dari pikiran; Karena dzikir kepada Allah SWT di luar shalat lebih
besar daripada dzikir kepada-Nya dalam shalat.
Diriwayatkan dari Ata’ bin Al-Sa’ib bahwa Ibnu Abbas bertanya kepada Abdullah
bin Rabi’ah: Apa pendapatmu tentang firman-Nya: ُ‫أَكْ بَر‬ ِ‫وَلَذِكْرُ ٱللَّه‬ ? Beliau bersabda:
Membaca Al-Qur’an itu baik, shalat itu baik, tasbih itu baik, tahmid itu baik, takbir itu
baik, dan tahlil itu baik. Namun lebih baik dari itu mengingat Allah ketika seseorang
mendekati dosa, sehingga ia mengingat Allah SWT dan menahan diri dari kemaksiatan
kepada-Nya.
Lalu apa yang dikatakan Ibnu Abbas – padahal pernyataan tersebut bertentangan
dengan apa yang Ia sampaikan di ayat tersebut –? Beliau berkata: Sungguh aneh, demi
Allah, Beliau terkesan dengan pernyataan Ibnu Rabi’ah, dan beliau memberkati
pemahamannya terhadap ayat tersebut, dan tidak mengingkari ketekunannya. Karena
wajar jika seseorang mengingat Allah dalam keadaan ketaatan, maka ia bersiap-siap untuk
mengingatnya, namun jika ia menyebut-Nya dalam keadaan ingkar, ia menjadi jera.
Oleh karena itu dinyatakan dalam hadits mulia: « ‫ يوم ال‬،‫سبعة يظلهم اهلل يف ظِلَِّه‬
‫ إين أخاف اهلل‬:‫ ورجل دَعَتْه امرأة ذات منصب ومجال فقال‬:‫ ومنهم‬- ‫»ظِلََّ إال ظله‬ “Tujuh
orang yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada
naungan melainkan naungan-Nya, dan di antara mereka adalah: Seorang laki-laki yang
diajak oleh seorang wanita yang berkedudukan dan cantik dan berkata: Aku takut akan
Tuhan.”
Ini adalah dzikir yang besar kepada Allah ; Karena ketika ada kesempatan
kemaksiatan, maka perkara tersebut memerlukan perjuangan yang mengubah kemaksiatan
menjadi ketaatan.
Kemudian ayat tersebut diakhiri {َ‫تَ صْنَعُون‬ ‫ }واهلل يَعْلَمُ مَا‬Dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan, artinya Kami jadikan firman ini sebagai kabar gembira bagi orang-
orang yang beriman, dan peringatan bagi orang-orang yang kafir, sebagaimana yang
dikatakan kepada para santri pada hari ujian: Orang yang rajin di antara kamu pasti
berhasil, maka itu merupakan kabar baik. yaitu orang yang menempatkan dirinya di mana
saja yang diinginkannya.
C. Perbandingan Penafsiran

Muhammad Ibnu Katsir, Tanthawi Jauhari, Kitab Sya’rawi, Kitab Tafsir


No, Kata
Kitab Tafsir Ibnu Katsir Tafsir Al Jawahir Asy Sya’rawi
َ‫ٱتْلُ مَا أُوحِىَ إِلَيْك‬ - Beribadah, menghafal, kata ُ‫ اتْل‬yakni perintah
memahami maknanya,
dan mendalami rahasia membaca merupakan
yang terkandung di pernyataan dari
dalamnya perbuatan lidah.
Bacalah dan jangan
menjadi lemah atau
tidak berdaya dan
jangan berputus asa,
karena Al-Qur'an
adalah pelipur lara
bagi dirimu sendiri;
Sebab yang mengutus
Rasul untuk umat
manusia dengan
membawa sesuatu atau
suatu perkara,
kemudian ia di dustai,
maka ia akan kembali
1 kepada yang
mengutusnya, maka
selama kaummu
mengingkarimu, maka
kembalilah kepada-Ku
dengan mendengarkan
ayat-Ku yang Aku
turunkan sebagai
mukjizat bagimu yang
akan menguatkanmu,
dan nantikan suatu
kaum di kemudian hari
yang akan
mendengarkan firman
Allah darimu, dan
engkau (Muhammad)
akan menjumpai di
antara mereka berhati
suci. Dan mereka
beriman kepada-Nya.
َ‫وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰة‬ Sesungguhnya shalat itu - ِ‫وَأَقِم‬ adalah perbuatan
memiliki tiga pokok.
Setiap shalat yang tidak dari gerak anggota
memiliki salah satu dari tubuh. yakni
tiga pokok itu, maka hal mendirikan sesuatu
itu bukanlah shalat; dengan
2 mengerjakannya
ikhlas, khasy-yah. (rasa
takut) dan mengingat dengan sempurna
Allah. Ikhlas sehingga memenuhi
memerintahkannya tujuannya. Sholat yang
kepada yang ma’ruf. wajib adalah sholat
yang memenuhi
Khasy-yah syarat-syaratnya dan
mencegahnya dari yang yang kita kerjakan
munkar dan mengingat sesuai dengan
Allah adalah al-Qur-an maksudnya.
yang memerintah dan
melarangnya.
ِ‫ٱلْفَحْشَاء‬ - karena sebab, kita Kata ‫ ٱلْفَحْشَاء‬adalah
disibukkan dengan hal
itu (shalat), dapat segala perkataan dan
mengalihkan perhatian tindakan yang tidak
orang yang shalat dari senonoh, dan kata
kesibukannya dengan
hal lain, hal ini juga ‫ واملنكَر‬adalah segala
menanamkan dalam sesuatu yang bertolak
jiwa rasa takut akan belakang dari sifat
Allah swt, baik. Shalat jika
memenuhi syarat-
syaratnya maka
menghindarkan
pelakunya dari
perbuatan keji dan
3 munkar. seberapa
besar kekurangannya,
maka buah dari shalat
itu akan terlihat pada
tingkah laku orang
yang
melaksanakannya,
seakan-akan
terjerumusnya kamu
ke dalam suatu
kemunkaran dan suatu
keburukan dianggap
sebagai indikator yang
tepat untuk
mengetahui sejauh
mana shalat itu di
dirikan.
ُ‫وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَر‬ Sesungguhnya ingatnya Mengingat Allah karena Suatu dzikir yang
Allah kepada hamba- rahmat-Nya lebih besar berasal dari Allah,
hamba-Nya lebih besar daripada mengingat maka itu maksudnya
jika mereka mengingat- Allah karena ketaatan adalah shalat, maka
Nya dibandingan kepada-Nya, atau shalat ketika seseorang
dengan ingatnya mereka lebih utama dari shalat, dan mengingat
kepada-Nya. ketaatan yang lain. Dan Allah dengan
4 disebut ‫ذكرًا‬ karena mengucap takbir dan
mengagungkannya
menyebut Allah swt dengan mengucapkan,
termasuk dasar yang tasbih, dan bersujud
diutamakan dalam amal kepada-Nya dan
shaleh. berserah diri, maka
kita telah melakukan
suatu perbuatan yang
di dalamnya kita telah
menyebut Allah SWT
dalam perkataan dan
perbuatan, dan Allah
SWT akan membalas
dzikir kita kepada-Nya
dengan menjadikan
diri-Nya mengingat
kita. Dzikir tersebut
merupakan dzikir dari
Allah kepada siapa
saja yang
menyebutkannya
dalam shalatnya.
Makna lainnya, dzikir
kepada Allah diluar
shalat lebih utama dari
zikir kepada Allah
dalam shalat,
‫وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا‬ Dia Mahamengetahui dari-Nya dan dari segala Kami jadikan firman
seluruh amal perbuatan ketaatan lainnya, maka ini sebagai kabar
َ‫تَصْنَعُون‬ dan perkataan kalian Dia akan membalasmu gembira bagi orang-
5 dengan pahala yang orang yang beriman,
sebaik-baiknya. dan peringatan bagi
orang-orang yang
kafir.

D. Kesimpulan
Dari ketiga tafsir diatas kita dapat menarik kesimpulan terhadap poin-poin yang memiliki
kesamaan dan perbedaan narasi penafsiran dalam surah al-Ankabut ayat 45 ini yakni :
1. Ibnu Katsir tidak menjelaskan dengan dalam mengenai ayat َ‫ ٱ تْلُ مَا أُو حِىَ إِلَيْك‬namun Imam

Thantawi memberi penjelasan bahwa ُ‫ٱتْل‬ ialah beribadah, menghafal, memahami


maknanya, dan mendalami rahasia yang terkandung di dalamnya. Sedang Asy-Sya’rawi
menyebut membaca disini adalah perbuatan lidah yang yakini oleh hati. Dia turunkan
sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW dan yang mengimani (al-Qur’an) yang ketika
dibacakan akan menguatkan diri kita, juga sebagai pelipur lara, sehingga kita dilarang
untuk merasa tak berdaya dan berputus asa. Walaupun penyampaian penafsiran Imam
Thantawi ringkas untuk dalam ayat ini, namun memiliki persepsi yang sama dengan Asy-
Sya’rawi yakni mengajak kita untuk membaca sambal memaknai dan menghayati apa yang
terkandung di dalam al-Qur’an.
2. Kata ِ‫ أَقِم‬ini merupakan perintah untuk mendirikan, menunaikan, dan mengerjakan shalat.
Menurut Ibnu Katsir dengan menjalankan perintah menunaikan shalat ini harus meliputi
tiga pokok yakni ikhlas, khasy-yah. (rasa takut) dan mengingat Allah. Karena dengan ikhlas
memerintahkannya kepada yang ma’ruf. Dan dengan Khasy-yah mencegahnya dari yang
munkar dan mengingat Allah adalah al-Qur-an yang memerintah dan melarangnya.
Sehingga bila salah satu pokok belum terpenuhi seseorang belum dikatakan shalat. Asy-
Sya’rawi memberikan penjelasan yang panjang mengenai shalat, ia menyebutkan shalat
ialah perbuatan dari gerak anggota tubuh. yakni mendirikan sesuatu dengan
mengerjakannya dengan sempurna sehingga memenuhi tujuan (dari shalat itu sendiri).
Shalat merupakan pondasi terpenting dalam keislaman seseorang, shalat merupakan rukun
Islam yang paling fundamental, karena pilar-pilar yang lain memiliki alasan tertentu untuk
tidak dilaksanakan, syahadat hanya diucapkan satu kali, puasa tidak menjadi wajib bagi
orang sakit, musafir, dan wanita haid, zakat hanya diwajibkan bagi yang memiliki kelebihan
sedangkan bagi seorang fakir tidak, dan haji hanya dilakukan bagi yang mampu. Perintah
shalat juga terdapat dalam peristiwa yang sangat penting yakni mi’raj. Sehingga
kesimpulannya Asy-Sya’rawi hendak menyampaikan bahwa mendirikan shalat itu
merupakan perbuatan yang digerakkan oleh anggota tubuh (ً‫)عمال‬, dan perbuatan terbagi
menjadi: ucapan, atau tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh panca indra yang lain ialah
tindakan. Sehingga di dalam shalat itu meliputi Tindakan dari lisan, akal, dan qalbun. Maka
kedua penafsir ini berusaha menyampaikan shalat ini sangat berkaitan erat dengan
kerendahan hati dan keikhlasan. Sedang Imam Thantawi tidak begitu memperjelas makna
shalat.
3. Setelah syarat-syarat dan segala hal yang berkaitan di dalam pelaksanaan shalat itu
ditunaikan, maka akan menjadikan seseorang terhindar dari perilaku keji dan munkar.
Seperti yang dikatan Imam Thantawi karena sebab kita disibukkan dengan hal itu (shalat),
dapat mengalihkan perhatian orang yang shalat dari kesibukannya dengan hal lain, hal ini
juga menanamkan dalam jiwa rasa takut akan Allah swt,. Dan menurut Asy-Sya’rawi
fahsya ialah segala perkataan dan tindakan yang tidak senonoh, dan kata ‫ واملنكَر‬adalah
segala sesuatu yang bertolak belakang dari sifat baik, maka buah dari shalat itu akan terlihat
pada tingkah laku orang yang melaksanakannya, ia (shalat) seperti indikator baik buruknya
seseorang, bila ia buruk maka ia belum melakukan shalat dengan benar.
4. Sesungguhnya ingatnya Allah kepada hamba-hamba-Nya lebih besar jika mereka
mengingat-Nya dibandingan dengan ingatnya mereka kepada-Nya. Ini merupakan
penafsiran yang sama antara Ibnu Katsir dan Asy-Sya’rawi. Sedangkan Imam Thantawi
menafsirkan ُ‫ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْ بَر‬yakni Mengingat Allah karena rahmat-Nya lebih besar daripada
mengingat Allah karena ketaatan kepada-Nya, atau shalat lebih utama dari ketaatan yang
lain. Dan disebut ‫ ذكرًا‬karena menyebut Allah swt termasuk dasar yang diutamakan dalam
amal shaleh.
5. Pada penutup ayat ini َ‫وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُون‬ Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Dia
Mahamengetahui seluruh amal perbuatan dan perkataan kalian, Imam Thantawi
menafsirkan dari-Nya dan dari segala ketaatan lainnya, maka Dia akan membalasmu
dengan pahala yang sebaik-baiknya. Dan Asy-Sya’rawi menafsirkan bahwa ayat ini sebagai
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman, dan peringatan bagi orang-orang yang kafir.
6. Dalam penafsiran ketiga mufassir ini terdapat kesamaan dan perbedaan, namun perbedaan
yang ada menunjukkan tafsir yang saling melengkapi dan tidak saling bertentangan maka
terlihat pola ikhtilaf tanawwu.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shaaraw, Muhammad Metwally. Tafsir Al-Shaarawi, Akhbar Al-Youm Press, 1997


Al Misri, asy-Syaikh Tanthawi al Jawhari al Misri . Al Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, Beirut : Dar al Kotob
al-Ilmiyah : 2015
Kathīr, Ismā‘īl ibn ‘Umar ibn, Tafsīr al-Qurʾān al-ʿAẓīm, Riyadh : Darussalam Publications, 2006

Anda mungkin juga menyukai