Anda di halaman 1dari 11

Nama : Latifah Umma

NIM : 051728842
Prodi : S1 Ilmu Administrasi Bisnis
Kelas : 179
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Ibu Ria Amaliyah, M.Pd

1. Ayat 45 dari Surah Al-'Ankabut (Q.S. Al-‘Ankabut/29: 45) dalam Al-Quran


adalah sebagai berikut:

"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab (Al-Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Ayat ini memberikan petunjuk tentang hukum syariat yang berisi perintah
dari Allah agar menjalankan shalat dan membaca ayat Al-Qur’an sebagai
upaya pencegahan dari perbuatan yang keji dan mungkar dan sebagai
rangka dalam mengingat Allah.

Sumber: MKDU422102 hal. 4.4

2. Berikut 5 macam hukum Islam:

1) Wajib, adalah hukum yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila
ditinggalkan mendapat siksaan.

Dikatakan wajib jika:

 Di dalam dalilnya menunjukkan keharusan

Contohnya ada di QS. Al-Baqarah/2: 183, berisi kewajiban untuk


berpuasa Ramadhan. Berikut artinya:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa,

Referensi : https://tafsirweb.com/687-surat-al-baqarah-ayat-183.html

1
 Kalimat perintahnya tegas

Misalnya firman Allah QS. An-Nisa/4: 59, berisi perintah untuk


menaati Allah, Rasul, dan para Ulil Amri. Berikut artinya:

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Referensi : https://tafsirweb.com/1591-surat-an-nisa-ayat-59.html

Ada 2 macam hukum wajib:

a. Wajib ‘ain: Kewajiban dibebankan kepada setiap orang yang sudah


baligh dan tidak dapat diwakilkan. Misalnya sholat.

b. Wajib kifa’i (kifayah): kewajiban tersebut hanya dibebankan


kepada setiap orang yang mampu melakukan kewajiban tersebut.
Misalnya mengurus jenazah sesuai dengan syariat islam.

2) Sunnah, adalah perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala dan bila


ditinggalkan tidak mendapat siksa.

Perbuatan tersebut menunjukkan sunnah apabila:

 Tegas menunjukkan kesunnahannya.

 Berupa kalimat perintah kemudian diikuti suatu petunjuk (qarinah)

Misalnya QS Al-Baqarah/2: 282 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan

2
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah
ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), ....”

Di ayat tersebut berisi rangkaian perintah untuk lebih baiknya


dilakukan pencatatan hutang piutang. Namun perbuatan tersebut
tidaklah diwajibkan.

Ada 2 macam sunnah:

a. Sunnah muakkad: Perbuatan yang Rasulullah SAW jarang


tinggalkan. Contohnya berkumur dalam wudhu.

b. Sunnah ghoiru muakkad: Perbuatan yang pernah Rasulullah lakukan


namun sering meninggalkannya. Contohnya shalat sunnat qobliyah
isya’.

3) Haram, adalah perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat siksaan


dan bila tidak dikerjakan mendapat dosa.

Perbuatan tersebut dinilai haram biasanya dinyatakan sebagai berikut:

 Kalimat larangannya tegas. Misalnya di dalam QS Al-An’am/6:


151 yang artinya: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan
atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami
akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya
kamu memahami(nya).”

 Kalimat tersebut melarang dibarengi dengan petunjuk (qarinah)


yang menunjukkan perbuatan tersebut benar-benar dilarang.

3
Misalnya QS Al-Isra’/17:32 yang artinya, “Dan janganlah
kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”.

 Diperintahkan untuk menjauhinya. Misalnya QS Al-Hajj/22:30,


yang artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu
adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah
dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang
diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu
berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta.

Referensi :https://tafsirweb.com/5766-surat-al-hajj-ayat-30.html

 Diancam dengan siksaan jika melakukannya. Misalnya QS An-


Nuur/24:4 yang artinya, “Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah
mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya.
Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Referensi : https://tafsirweb.com/6132-surat-an-nur-ayat-4.html

4) Makruh adalah perbuatan apabila dikerjakan tidak mendapat siksa dan


bila ditinggalkan mendapat pahala.

Suatu perbuatan bernilai makruh apabila:

 Kalimat larangan tersebut menunjukkan kemakruhannya, seperti


menggunakan kata karaha (kemakruhan).

 Terdapat lafadz larangan disertai petunjuk di lafadz yang lain bahwa


perbuatan tersebut tidak menunjukkan keharamannya.

Misalnya QS Al-Ma’idah/5: 101 yang bunyinya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan

4
(kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan
menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran
itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah
memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.”

5) Mubah adalah perbuatan yang apabila dikerjaan tidak berpahala dan


bila ditinggalkan tidak berdosa. Dikatakan mubah dapat diketahui
dengan cara berikut:

 Tegas ditetapkan kebolehannya dalam agama. Dalam dalil seperti


ada kata, tidak mengapa, tidak ada halangan, tidak berdosa, dan
lain sebagainya. Misalnya dalam QS Al-Baqarah/2: 235 yang
artinya:

“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu


dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan
mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.
Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-
Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”

 Dalam dalil terdapat perintah untuk melakukannya tetapi disertai


petunjuk bahwa hal itu mubah. Misalnya QS Al-Maai’dah/5:2
yang artinya:

“... apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah


berburu ...”

 Tidak ada dalil yang memakruhkan atau mengharamkannya.


Karega pada asalnya segala sesuatu itu adalah mubah.

5
3. Prinsip hukum Islam adalah kebenaran universal yang dijadikan titik tolak
pelaksanaan dan pembinaan di dalam hukum Islam. Prinsip umum adalah
prinsip keseluruhan hukum Islam yang sifatnya universal (menyeluruh).

Ada 7 macam prinsip umum sebagaimana di dalam buku Filsafat Hukum


Islam oleh Dr. Juhaya S. Praja adalah sebagai berikut:

1) Prinsip Tauhid : Prinsip bahwa kita adalah hamba Allah dan mengakui
Keesaan-Nya. Hal ini tertuang di Al-Qur’an, misalnya QS
Al-A’raaf/7:172, QS Ali Imran/3:64, QS Al-Baqarah/2:186, QS Al-
Isra’/17:7, QS Al-Baqarah/2:185.

2) Prinsip Keadilan : Prinsip yang meliputi hubungan individu,


masyarakat, dengan lingkungannya. Dalam hal prinsip keadilan ini
artinya di mata hukum, kita memiliki kedudukan yang sama sekalipun
untuk musuh. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan prinsip keadilan
ini, yaitu QS Al-Maai’dah/5:8, QS Al-An’am/6:152.

3) Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Mungkar: Prinsip ini merupakan


konsekuensi dari prinsip tauhid dan keadilan. Artinya umat manusia
berupaya melaksanakan perbuatan sebagaimana yang diperintahkan
oleh Allah SWT dan mencegah perbuatan buruk. Hal ini terdapat
dalam QS Ali Imran/4: 104 dan 110.

4) Prinsip Kemerdekaan dan Kebebasan: Hukum Islam tidak berdasarkan


paksaan, tetapi manusia pada akhirnya dapat menolak atau menerima
aturan tersebut. Hal ini terdapat dalam QS Al-Baqarah/2:256, Al-
Kaafirun/109:6.

5) Prinsip Persamaan: Perbedaan secara lahiriyah tidak menjadikan


manusia itu berbeda. Ayat Al-Qur’an yang menjalankan prinsip ini,
anatara lain QA Al-Hujurat/49:13, Al-Israa’/17:70.

6) Prinsip Tolong Menolong: Prinsip ini mengajarkan kita untuk saling


tolong menolong demi tercapainya tujuan bersama. Landasan dari
prinsip ini adalah QS Al-Maidah/5:2.

7) Prinsip Toleransi: Hukum Islam mengharuskan kita untuk hidup

6
dengan damai dan toleran. Beberapa ayat yang menjelaskan prinsip ini
adalah QS Al-Mumtahanah/60:8.

4. Apabila mujtahid ingin menetapkan suatu hukum hal pertama yang


dicarinya adalah Al-Qur’an. Namun apabila kurang jelas atau tidak ada ayat
yang membicarakan masalah tersebut maka mencari hukumnya melalui
sunnah Rasulullah.

Adapun fungsi dan posisi Sunnah Rasulullah terhadap Alqur’an adalah


sebagai berikut:

1) Sebagai penguat (muakkid) hukum yang telah ditetapkan di Al-Qur’an


sebelumnya. Misalnya shalat telah ditetapkan di QS Al-Baqarah/2:43.
Kemudian perbuatan tersebut diperkuat oleh hadits sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW


bersabda, “Sesungguhnya pertama-tama perbuatan manusia yang dihisab
pada hari qiyamat, adalah shalat wajib. Maka apabila ia telah
menyempurnakannya (maka selesailah persoalannya). Tetapi apabila
tidak sempurna shalatnya, dikatakan (kepada malaikat), “Lihatlah dulu,
apakah ia pernah mengerjakan shalat sunnah ! Jika ia mengerjakan shalat
sunnah, maka kekurangan dalam shalat wajib disempurnakan dengan
shalat sunnahnya”. Kemudian semua amal-amal yang wajib
diperlakukan seperti itu”. [HR. Khamsah, dalam Nailul Authar juz 1, hal.
345]

2) Memberikan Penjelasan terhadap Ayat-Ayat Al-Qur’an dengan cara


sebagai berikut;

1) Memberikan perincian

Misalnya QS An-Nisaa’/4:103, artinya: Selanjutnya, apabila kamu


telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah ketika kamu berdiri,
pada waktu duduk dan ketika berbaring. Kemudian, apabila kamu
telah merasa aman, maka laksanakanlah shalat itu (sebagaimana
biasa). Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.

7
Kandungan ayat tersebut masih belum jelas terkait rincian waktu-
waktu sholat. Kemudian ditegaskan oleh sabda beliau yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori: “Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat aku shalat”.

2) Membatasi kemutlakan, maksudnya kemutlakan yang ada di


dalam Al-Qur’an dibatasi oleh Rasulullah. Contohnya saat
wasiat, di Al-Qur’an QS An-Nisa/4:12, tidak ada batasan terkait
pembagian harta. Kemudian Rasulullah membatasi bahwa harta
tersebut diperbolehkan 1/3 dari apa yang ditinggalkan.

Hadits yang diriwayatkan oleh Khalid bin Ubadi as-Sulami


radhiallahu ‘anhu:

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya


Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepadamu saat wafatmu
sepertiga dari hartamu sebagai tambahan amal ibadahmu.”

3) Mengkhususkan ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum,


kemudian Rasulullah mengkhususkan (mentakhsis) atas ketentuan
tersebut. Misalnya pengharaman bangkai dan darah, terdapat di QS
Al-Maidah:3. Kemudian Rasulullah mengkhususkan atau
mengecualika bangkai binatang laut dan belalang, dan kategori darah,
yaitu hati dan limpa.

Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah


-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dihalalkan untuk kalian dua
macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai
yaitu ikan dan belalang. Sedangkan dua macam darah adalah hati dan
limpa."

https://hadeethenc.com/id/browse/hadith/8362

4) Menciptakan Hukum Baru

Dikarenakan Nabi SAW terpelihara dari berbuat salah (ma’shum),


maka apapun yang terjadi dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
hal itu tiada lain tiada bukan merupakan petunjuk, pedoman, dan

8
sumber hukum di kehidupan kita sehari-harinya. Sebagaimana di QS
An-Najm/53:3-4:

“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan


hawa nafsunya.(3) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).(4)”

5. Jelaskan perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan kaitan
antara semuanya!

Ketiga konsep yang Anda sebutkan, yaitu moral, budi pekerti, dan etika,
seringkali digunakan secara bergantian, tetapi memiliki perbedaan dalam
konteks penggunaannya. Selain itu, akhlak dan susila juga merupakan
konsep terkait yang memiliki hubungan dengan moral, budi pekerti, dan
etika. Berikut penjelasan perbedaan antara mereka:

1) Moral

a. Moral adalah seperangkat prinsip atau aturan yang mengatur


perilaku individu atau kelompok dalam masyarakat.

b. Moral cenderung bersifat subjektif, karena dapat berbeda-beda


antara individu, budaya, atau masyarakat yang berbeda.

c. Moral dapat berkaitan dengan pertimbangan baik dan buruk, serta


tindakan yang dianggap benar atau salah dalam konteks nilai-nilai
yang dipegang oleh individu atau kelompok.

d. Moral dapat berubah seiring waktu dan berdasarkan pengaruh


budaya, agama, dan faktor-faktor lainnya.

2) Budi Pekerti

a. Budi pekerti (adab) adalah serangkaian norma dan perilaku yang


mencakup tata krama, sopan santun, dan perilaku yang dianggap
baik dan sopan dalam interaksi sosial.

b. Budi pekerti seringkali berkaitan dengan tindakan dan perilaku


sehari-hari yang mencerminkan sikap hormat, kesopanan, dan tata
krama.

9
c. Ini mencakup aspek seperti sopan santun, berbicara dengan hormat,
dan perilaku sopan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Etika

a. Etika adalah bidang filosofi yang berkaitan dengan kajian tentang


apa yang benar dan salah, serta prinsip-prinsip yang digunakan
untuk menilai moralitas tindakan.

b. Etika sering digunakan untuk menjelaskan asal usul atau


pembenaran moral. Ini membahas pertimbangan filosofis dan
konsep yang mendasari sistem nilai dan prinsip moral.

4) Akhlak

a. Akhlak adalah kata serapan dari bahasa Arab yang sering digunakan
dalam konteks Islam dan merujuk pada tindakan baik dan buruk
dalam pandangan agama.

b. Ini mencakup norma dan nilai-nilai yang diambil dari ajaran agama
tertentu dan digunakan untuk membimbing perilaku individu sesuai
dengan ajaran agama tersebut.

5) Susila

a. Susila adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks budaya


Indonesia. Ini merujuk pada norma dan nilai-nilai yang dianggap
baik dan benar dalam masyarakat.

b. Susila mencerminkan prinsip-prinsip perilaku dan moral yang


dianut oleh masyarakat Indonesia.

Kaitan antara moral, budi pekerti, etika, akhlak, dan susila adalah
bahwa mereka semua berkontribusi pada panduan perilaku manusia.
Mereka mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang mengatur
tindakan individu dalam masyarakat. Terlepas dari perbedaan istilah dan
konsep, mereka semua membantu membentuk karakter individu dan
memberikan kerangka kerja untuk menilai tindakan baik dan buruk dalam

10
kehidupan sehari-hari.

11

Anda mungkin juga menyukai