Anda di halaman 1dari 16

S1 Alih Jenjang

Ringkasan Materi Bahasa Indonesia

A. Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi bangsa Indonesia. Dalam setiap peradaban
manusia, bahasa selalu hadir di tengah-tengah mereka. Bahasa dan manusia merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana bahasa
bertindak sebagai suatu media yang membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa yang hadir dalam suatu kelompok masyarakat merupakan hasil dari interaksi
antarsesama manusia yang ada di tempat tersebut. Hal ini juga berlaku bagi bahasa
Indonesia yang telah tercipta berpuluh tahun lalu dan mengalami perkembangan yang
begitu signifikan hingga kini.
Perkembangan bahasa Indonesia selalu memiliki keunikan tersendiri. Kosakata asingyang
diserap ke dalam bahasa Indonesia bertujuan untuk memperkaya perbendaharaan dan
varietas bahasa Indonesia. Walaupun mengalami beberapa tahapan perkembangan dan
penyerapan, kemurnian bahasa Indonesia tetaplah sama dulu dan kini. Adapun
perkembangan bahasa Indonesia dapat dikelompokan menjadi tiga bagian utama yang
perlu diperhatikan. Ketiga bagian tersebut adalah bahasa Indonesia sebagai bahasa
pemersatu, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara, dan bahasa Indonesia sebagai
bahasa internasional. Pembahasan terkait bahasa dapat berlanjut apabila konsep dasar
dari bahasa sendiri dengan benar dipahami.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbiter, digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Dengan kata lain,
bahasa adalah suatu sistem yang dalam praktiknya membantu manusia. Bahasa
mempermudah manusia dalam melakukan segala sesuatu hal dalam kehidupan sehari-
hari.
Bahasa Indonesia juga memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai media yang membantu
manusia. Namun, secara spesifik bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang dalam
pembentukannya memiliki sejarah yang panjang. Bahasa yang telah ada di Indonesia
bahkan sejak zaman kerajaan-kerajaan ini memiliki kajian pembentukan yang cukup
rumit baik secara lisan maupun tulisan (dalam Arifin, 2008:5).
Perkembangan bahasa Indonesia lisan maupun tulisan berkembang mulai pada saat
terbentuknya, yaitu pada 28 Oktober 1928, bersamaan dengan momen Sumpah Pemuda.
Setelah terbentuk, bahasa Indonesia terus berkembang seiring berlakunya ejaan Van
Ophuijsen, Soewandi, Melindo bahkan hingga ke Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Ini
adalah beberapa contoh sederhana bagaimana bahasa Indonesia dengan pesat mengalami
perkembangan. Bahasa Indonesia yang telah dikenal oleh khalayak umum merupakan
bahasa Melayu yang menjadi lingua franca atau bahasa perhubungan di Nusantara kala
itu.
Bahasa Melayu telah ada dan digunakan terlebih dahulu. Keberadaan bahasa Melayu pun
dapat ditilik dalam saat persiapan Kongres Pemuda tahun 1926, para pemuda masih
mempermasalahkan tentang sebutan bahasa persatuan Indonesia. Kemudian M. Tabrani
mengusulkan bahasa Melayu diganti dengan istilah bahasa Indonesia dan hal ini pun
disetujui bersama pada 2 Mei 1926. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam laman resminya telah
mencantumkan bahwa bahasa Melayu telah berada di kawasan Asia dan khususnya Asia
tenggara sejak abad ketujuh. Pernyataan ini juga tentu didukung oleh adanya beberapa
prasasti sepeti prasasti Talang Tuo di Palembang, bahkan prasasti Karang Brahi di Jambi.
Keberadaan prasasti-prasasti ini telah ada sejak tahun 680-an.

Selanjutnya, untuk sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat disoroti melaluizaman


Sriwijaya yang menggunakan bahasa Melayu untuk menjadi bahasa
pembelajarankebudayaan dan hingga pada saat penyebaran agama Kristen oleh para
pendeta-pendeta dan orang Belanda pada saat masih berada di Indonesia. Bahasa Melayu
yang merupakan cikal bakal bahasa Indonesia telah berkembang dengan sangat pesat di
Indonesia, bahkan sebelum bahasa Indonesia pertama kali resmi di umumkan pada
sumpah pemuda. Bahasa Indonesia sejak dahulu telah membentuk bangsa dan
mempersatukan keberagaman yang ada di Indonesia yang memiliki tingkat kemajemukan
yang sangat tinggi. Bahasa pada dasarnya adalah media untuk berkomunikasi ternyata
memiliki eksistensiyang lebih lagi. Bahasa mencakup hampir seluruh lapisan masyarakat,
bahkan kebudyaan itu sendiri.
Banyak sumber yang mengupas fungsi bahasa Indonesia, salah satunya Arifin
(2008:12) kedudukan bahasa Indonesia memiliki fungsi berikut.
1. Lambang kebanggaan bangsa. Bahasa Indonesia mencerminkan setiap nilai-nilai
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
2. Lambang identitas nasional. Bahasa Indonesia merupakan identitas ataupun jati diri
dari orang-orang ataupun penduduk Indonesia
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya. Bahasa Indonesia
menghindarkan segala aktifitas yang dapat menimbulkan kesalahpahaman di tengah
masyarakat yang majemuk.
4. Alat pemersatu suku budaya dan bahasanya. Bahasa Indonesia mempersatukan
setiap
suku-suku di Indonesia yang memiliki bahasa dan kebudayaan yang berbeda
dengan
total tujuh ratusan bahasa daerah, bahasa Indonesia pun menyatukan.

Dengan demikian, peranan bahasa Indonesia adalah krusial dalam menunjang


bangsa dan negara serta setiap dari pada rakyat Indonesia. Perkembangan bahasa
Indonesia telah melalui sejarah yang cukup teramat panjang. Melalui kilas balik
sejarah yang telah dipaparkan di atas, dapat dengan jelas diketahui bahwa bahasa
Indonesia telah menjadi begitu kuat hingga saat ini karena telah melalui proses yang
unik. Berawal dari bahasa Melayu, kontak dengan budaya asing yang kemudian
menggunakan bahasa Melayu dan menjadi bahasa yang akhirnya diganti dengan istilah
bahasa Indonesia pada tahun 1926.

Bahasa Indonesia kemudian masuk ke dalam tiga kategori perkembangan, yaitu

1. Bahasa pemersatu. Bahasa Indonesia pada awalnya diikarkan oleh para pemuda
kembali pada tahun 1928 pada tanggal 28 Oktober dalam sumpah pemuda
2. Bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi yang digunakan
selama 54 sejak ditetapkan dalam pasal 36 UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus.
Hal ini ditandai dengan pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta yang membuat fase awal bahasa Indonesi sebagai bahasa pemersatu
menjadi bahasa resmi negara. Adapun pergantian ejaan dari ejaan Van Ophuijsen
(dari masa jajahan Belanda) menjadi ejaan Suwandi karena dianggap lebih
menunjukan rasa
nasionalisme yang tinggi.
3. Bahasa internasional. Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional merupkan
fase
lanjutan dari dua fase yang ada. Hal ini telah dicanangkan dan dilakukan terbukti
dengan adanya Kongres Internasional IX Bahasa Indonesia yang mengambil
tempat di Jakarta pada tanggan 28 Oktober hingga 1 November 2018. Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara,
serta Lagu
Kebangsaan juga ikut mendukung bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional,
khususnya pasal 44 ayat 1. Salah satu bukti dari tindak lanjut untuk fase ini adalah
adanya tenaga dan buku-buku Bahasa Indonesia bagi Penutur Asin

B. Ejaan Yang Disempurnakan


Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dan sebagainya) dengan kaidah
tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan merupakan kaidah
yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk,
terutama dalam bahasa tulis. Sedangkan Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan
bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun 1972 sampai 2015. Ejaan Yang Disempurnakan
/ EYD ini menggantikan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Selanjutnya Ejaan Yang
Disempurnakan digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) sejak tahun 2015.
Sesuai dengan ketentuan dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Ruang
lingkup EYD meliputi 5 aspek yaitu:
1. Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak
menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan
sebanyak 26 buah.
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri dari huruf berikut ini.
Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.

b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri dari huruf a, i,
u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata adalah.

 Pemakaian huruf vokal "a" : api, padi, lusa.


 Pemakaian huruf vokal "i" : itu, simpan, padi.
 Pemakaian huruf vokal "u" : ulang, tahun, itu.
 Pemakaian huruf vokal "e" : enak. petak, sore.
 Pemakaian huruf vokal "o" : oleh, kota, radio.

c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah huruf yang
selain huruf vokal yang terdiri dari huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r,
s, t, v, w, x, y, dan z.
d. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat 4 gabungan huruf yang melambangkan
konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi
konsonan.

 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "kh" : khusus, akhir, tarikh.


 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ng" : ngarai, bangun, senang.
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ny" : nyata, banyak
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "sy" : syarat, musyawarah, arasy

e. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au,
dan oi. Contoh pemakaiannya dalam kata

 Pemakaian Huruf Diftong "ai" : balairung, pandai.


 Pemakaian Huruf Diftong "au" : autodidak, taufik, harimau.
 Pemakaian Huruf Diftong "oi" : boikot, amboi.

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring


a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat, petikan langsung,
ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, unsur nama jabatan, nama
gelar kehormatan, keturunan, nama orang, nama bangsa, suku, nama geografi,
bulan, tahun, dll.
b. Huruf Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat
kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau ungkapan asing (kecuali yang
telah disesuaikan ejaannya), dan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, atau kelompok kata.
3. Penulisan Kata
Ada bebrapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
a. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai
suatu kesatuan. Misalnya :

 Buku itu sangat tebal.


 Kantor pajak penuh sesak.

b. Kata Turunan (Kata berimbuhan)


Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata
turunan, yaitu :Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.Misalnya
Menulis
c. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-) Jenis jenis kata ulang
yaitu :

 Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya = Laki : Laki-
laki
 Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya = Sayur : Sayur-
mayur 
 Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan. Misalnya
Bermain-main
 Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal. Misalnya = Laki : Lelaki
4. Pemakaian Tanda Baca
a. Tanda koma (,)

 Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.


 Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya.
 Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului
oleh kata tetapi atau melainkan.
 Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
 Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
 Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3) tempat dan
tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
 Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
 Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
 Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
 Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
 Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal
kalimat.
 Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau seru.

b. Tanda Titik (.)


Penulisan tanda titik di pakai pada :

 Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan


 Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
 Akhir singkatan nama orang.
 Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum. Bila singkatan itu terdiri atas
tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
 Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
 Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
 Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
 Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau ilustrasi dan
tabel.

c. Tanda Titik Tanya ( ? )


Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. dan diipakai di dalam tanda kurung
untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
d. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, rasa emosi yang kuat dan
ketidakpercayaan.
e. Tanda Titik Dua ( : )

 Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.


 Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
 Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan
 Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
 Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
 Di antara jilid atau nomor dan halaman
 Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.

f. Tanda Titik Koma ( ; )


Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara. dan digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat
majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
g. Tanda Petik ( "…" )

 Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan
tertulis lain.
 Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang
belum
 Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.

5. Penulisan Unsur Serapan


Penulisan unsur serapan pada umumnya mengadaptasi atau mengambil dari istilah
bahasa asing yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Contoh : president
menjadi presiden. Penyerapan unsur asing dalam penggunaan bahasa indonesia
dibenarkan, sepanjang :

 Unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili
dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam
bahasa Indonesia.
 Konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia.

Sebaliknya seandainya dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili
konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima. Menerima
unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti bahasa Indonesia
miskin kosakata atau ketinggalan. Penyerapan unsur serapan asing adalah hal wajar,
karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan
setiap penutur bahasa berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini
dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi.

Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia


dikelompokkan dua bagian, yaitu :

1. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dalam kaidah
bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh
yang tergolong secara adaptasi, yaitu : fungsi, koordinasi, manajemen, atlet, sistem,
material, ekspor.
2. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik
tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara
adopsi, yaitu : bridge, de facto, civitas academica, editor.

C. Ragam dan Bahasa


Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda -
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara. orang yang dibicarakan. serta menurut medium pembicara (Bachman,
1990). Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang ini masyarakat mengalami
perubahan sehingga bahasa pun mengalami perubahan. Perubahan itu berupa variasi-
variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Dalam hal ini banyaknya variasi tidak
mengurangi fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efisien sehingga dalam bahasa
timbul mekanisme untuk memilih variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu,
yaitu disebut ragam standar (Subarianto, 2000).
Jenis Ragam Bahasa Dilihat dari Cara Penuturan Berdasarkan cara pandang penutur,
ragam bahasa dibagi menjadi empat. yaitu, sebagai berikut
1. Ragam Dialek Ragam dialek/daerah adalah variasi bahasa yang dipakai oleh
kelompok bangsawan di tempat tertentu (lihat Kridalaksana. 1993:42). Dalam
istilah lama disebut dengan logat. Logat yang paling menonjol yang mudah
diamati
2. Ragam Terpelajar
Tingkat pendidikan penutur bahasa Indonesia juga mewamai penggunaan
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur
berpendidikan tampak jelas perbedaannya dengan yang digunakan oleh
kelompok penutur yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata
yang berasal dari haliusa asing. seperti contoh dalam tabel berikut.
3. Ragam Resmi
Ragam resmi adalah bahasa yang digunakan dalam situasi resmi. seperti
pertemuan – pertemuan, peraturan – peraturan, dan perundangan – undangan.
4. RagamTidak Resmi
Ragam tidak resmi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi
tidak resmi, seperti dalam pergaulan, atau percakapan pribadi. Ciri-ciri ragam
bahasa tidak resmi kebaiikan dari ragam bahasa resmi.
Ragam bahasa resmi atau tidak resmi ditentukan oleh tingkat keformalan
bahasa yang digunakan. Semakin tinggi tingkat kebakuan suatu bahasa, berarti
semakin resmi bahasa yang digunakan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
keformalannya, semakin rendah tingkat kebakuan bahasa yang digunakan
(Sugono, 1998:12-13).

D. Makna Denotasi dan Konotasi


1. Makna Konotasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konotasi adalah kata yang
mempunyai makna lain di baliknya atau sesuatu makna yang berkaitan dengan sebuah
kata. Konotasi biasanya sering kita jumpai pada sebuah pantun, cerpen, dan beberapa
karya seni sastra lainnya. Adanya konotasi tersebut bertujuan untuk memperindah
sebuah kalimat ungkapan pada sebuah kata.
a. Makna tidak sebenarnya.
b. Makna tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual.
c. Makna tambahan berupa nilai rasa.

Contohnya sbb

a. Ririn anak yang ringan tangan dan baik. 'Ringan tangan' bermakna anak yang
rajin/suka menolong.
b. Mutia merupakan anak emas dalam keluarganya. 'Anak emas' bermakna anak yang
paling disayang.
c. Pejabat tersebut mencari kambing hitam untuk mempertahankan jabatannya.
'Kambing hitam' bermakna orang yang disalahkan.
d. Karena besar kepala, Reno dijauhi teman-temannya. 'Besar kepala' bermakna
sombong.
e. Setiap permasalahan sebaiknya diselesaikan dengan hati dingin. 'Hati dingin'
bermakna sabar.
f. Pak Rizal menjadi tangan kanan polisi untuk membantu memecahkan kasus
penculikan. 'Tangan kanan' bermakna orang kepercayaan.
g. Banyak pahlawan yang telah gugur dalam medan perang. 'Gugur' bermakna
meninggal dunia
h. Seorang kuli tinta sedang melakukan peliputan berita. 'Kuli tinta' bermakna
wartawan.
i. Kesuksesan instan yang dia peroleh membuat dirinya menjadi lupa daratan. 'Lupa
daratan' bermakna sombong/lupa diri.
j. Para buruh merasa bahwa perusahaan tempat mereka bekerja hanya menjadikan
mereka sebagai ssapi perah belaka. 'Sapi perah' bermakna orang yang dimanfaatkan
oleh orang lain demi sebuah keuntungan.

2. Makna Denotasi
Denotasi menurut KBBI, adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas
penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi
tertentu dan bersifat objektif. Sementara, denotasi sangat mudah dijumpai karena
merupakan kata yang sebanarnya tertulis pada kalimat.
a. Makna kata sesuai apa adanya.

b. Makna kata sesuai hasil observasi.

c. Makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.

Contohnya sbb

a. Kambing hitam Pak Arif sudah terjual di pasar hewan. 'Kambing hitam' bermakna
sebenarnya, yaitu kambing berwarna hitam.
b. Bapak mendapat meja hijau gratis saat membeli beberapa barang elektronik.
'Meja hijau' bermakna sebenarnya, meja bewarna hijau
c. Adik duduk di kursi empuk yang terbuat dari busa. 'Duduk' bermakna sebenarnya,
yaitu meletakkan tubuh atau terletak tubuhnya dengan bertumpu pada pantat.
d. Panci ibu memanas setelah tiga menit diletakkan di atas kompor. 'Memanas'
bermakna sebenarnya, yaitu mulai menjadi panas.
e. Marina mengangkat tangannya ketika dipanggil ibu guru. 'Mengangkat tangan;
bermakna sebenarnya, yaitu melakukan angkat tangan.
f. Saya membantu ibu menggulung tikar usai pertemuan keluarga selesai.
'Menggulung tikar' bermakna sebenarnya, yaitu melakukan gulungan pada tikar.
g. Bau sampah dari masakan itu begitu pekat tercium hidung. 'Bau' bermakna
sebenarnya aroma tidak sedap.
h. Tini menyukai buah manggis. 'Menyukai' bermakna suka dan senang dengan buah
manggis.
i. Adik kecilku sangat suka menggigit jari. 'Menggigit jari' bermakna memasukkan
jari ke mulut dan di gigit.
j. Sungai yang berada di belakang rumah Anggi meluap akibat hujan tadi malam.
'Meluap' bermakna melimpah dengan banyak.

E. Karya Ilmiah
A. Latar Belakang
Karya ilmiah adalah karangan yang berisi gagasan ilmiah yang disajikan secara ilmiah serta
menggunakan bentuk dan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah mengusung permasalahan keilmuan.
Materi yang dituangkan dalam tulisan ilmiah berupa gagasan-gagasan ilmiah, baik berupa hasil
kajian ilmiah maupun hasil-hasil penelitian yang disajikan dalam karya tulis ilmiah. Gagasan-
gagasan itu merupakan gambaran perkembangan ilmu pengetahuan yang terekam dalam tulisan
ilmiah.
Dengan kata lain, karya tulis ilmiah merupakan karangan yang menyajikan fakta umum yang
dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dan ditulis dengan metodologi yang tepat. Dalam
ruang lingkup perguruan tinggi, karya ilmiah disebut juga sebagai teks akademik. Salah satu
contoh karya tulis ilmiah atau teks akademik adalah laporan hasil penelitian khususnya jenjang
pendidikan S1 atau yang lazim disebut dengan skripsi. Skripsi merupakan karya tulis ilmiah
yang ditulis oleh mahasiswa tingkat akhir sebagai persyaratan utama untuk memeroleh gelar
kesarjanaan.
Penulisan skripsi oleh mahasiswa pada umumnya selalu dituntut kecermatan untuk
menghasilkan sebuah skripsi yang berkualitas. Skripsi yang berkualitas tentu harus memenuhi
ciri-ciri keilmiahan sebuah karya tulis ilmiah. Pendapat tentang teks akademik yang berkembang
selama ini adalah bahwa teks akademik
mempunyai ciri-ciri antara lain sederhana, padat, objektif, dan logis. Akan tetapi, selama ini pula
belum ada bukti-bukti empiris yang diajukan untuk memberikan

penjelasan yang memadai secara linguistik tentang pengertian sederhana, padat, objektif, dan
logis tersebut. Hal ini kemudian menjadi sesuatu yang perlu ditindak lanjut sehingga ciri
keilmiahan sebuah teks tidak hanya dipahami secara naluri, akan tetapi didasarkan pada data
atau teori tertentu.
Berdasarkan pada pemikiran tersebut, linguistik sistemik fungsional memandang teks sebagai
sebuah objek kajian untuk menemukan makna keilmiahan sebuah karya ilmiah atau teks
akademik. Konstribusinya terhadap pemahaman teks menunjukkan bahwa analisis linguistik
sistemik fungsional mampu membuktikan keilmiahan sebuah teks yakni sederhana, padat,
objektif, dan logis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagiamanakah bentuk-bentuk metafora gramatika dalam skripsi mahasiswa Prodi Bahasa dan

Sastra Indonesia ?
2. Bagaimanakah pola pergeseran leksis dalam skripsi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia ?

3. Bagaimanakah kadar keilmiahan skripsi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk metafora gramatika dalam skripsi mahasiswa Prodi Bahasa

dan Sastra Indonesia.

2. Mendeskripsikan pola pergeseran leksis dalam skripsi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia.

3. Mendeskripsikan kadar keilmiahan skripsi mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra

Indonesia.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretisnya adalah untuk mengembangkan dan menambah wawasan tentang bahasa
khusunya mengenai metafora gramatika bagi mahasiswa
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia serta pembaca pada umumnya.

2. Manfaat Praktis
a. Penelitian diharapkan mampu memberikan motivasi dan konstruksi bagi para mahasiswa

pada umumnya dan khususnya bagi para mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

agar dalam proses penyusunan karya ilmiah, utamanya pada pembuatan skripsi dapat

banyak memanfaatkan metafora gramatikal guna pemadatan informasi agar informasi-

informasi yang ingin disampaikan dalam skripsi tersebut dapat tersampaikan dengan baik.
b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan bagi peneliti selanjutnya

dalam penelitiannya mengenai metafora gramatika.

Anda mungkin juga menyukai