Oleh :
SUMIATI [ 191030521]
KOLAKA
2019
Kelompok 1
Sebelum kemerdekaan bahasa Indonesia atau berakar dari bahasa melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sudah dipakai berabad-abad
sebagai bahasa pergaulan (lingua franca), bukan saja di Kepelauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Berbagai fakta sejarah menunjukkan bahwa bahasa
Melayu sudah digunakan secara meluas sejak dahulu. Misalnya, prasasti tertua yang ditulis
dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam ke
Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam
bahasa Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.
Berdasarkan bukti sejarah bahwa pada zaman Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan
Kerajaan Majapahit di Jawa, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai:
1. Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra;
2. Bahasa perhubungan antarsuku di indonesia;
3. Bahasa niaga dalam transaksi perdagangan, baik antarsuku yang ada di indonesia maupun
terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar indonesia;
4. Bahasa resmi kerajaan, baik pada masa pemerintahan sriwijaya maupun pada masa
pemerintahan majapahit.
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap dipakai sebagai bahasa
perhubungan yang luas. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda
pada penduduk pribumi. Dengan demikian, komunikasi di antara pemerintah dan penduduk
Indonesia dan di antara penduduk Indonesia yang berbeda bahasanya sebagian besar dilakukan
dengan bahasa Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis
dengan bahasa Melayu.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui
ikrar Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia menerima bahasa Melayu sebagai bahsa nasional
bangsa Indonesia dengan nama bahasa Indonesia. Butir ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda
merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia,
“menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia”. Sejak itulah bahasa Indonesia secara
perlahan tumbuh dan berkembang terus. Sejak zaman prakemerdekaan hingga saat ini
perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa Indonesia telah menjelma
menjadi bahasa modern.
Sehari sesudah proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-
Undang Dasar 1945 yang didalamnya terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa, “ Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, di samping kedudukan sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara,
bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, setiap
tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa
Indonesia baik dari pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan
Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya
melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat
Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari
Ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan yang disempurnakan (EYD) selalu
mendapat tanggapan dari masyarakat.
Ejaan yang pernah berlaku di Indonesia :
1) Ejaan Van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van
Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi
Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam
ejaan ini adalah sebagai berikut :
ü Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
2) Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu
diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
ü Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.
ü Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan adalah sebagai berikut :
2) Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai
f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
3) Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X
4). Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di-
atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke
sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
ditulis di kampus
dibakar di rumah
5). Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat.
2 Kedudukan Bahasa Indonesia dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukans sebagai Bahasa Nasional meliputi 4 aspek,
yaitu :
Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan Nasional adalah bahasa uang mempunyai
nilai-nilai sosial, budaya luhur bangsa. Dengan nilai yang dimiliki merupakan cermin bangsa
indonesia, untuk itu kita sebagai warga negara Indonesia harus bangga, menjunjung tinggi dan
mempertahankan nilai-nilai yang terkandung didalamnya serta mengamalkan sesuai dengan isi
nilai sosial dan budaya luhur bangsa.
Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional berarti bahwa bahasa Indonesia dapat
mengetahui identitas kewarganegaraan seseorang dan juga dapat membedakan antar negara lain,
yaitu karakter, kepribadian, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Harus di wujudkan dan dijaga
jangan samai kepribadian dan watak sebagai bangsa Indonesia. Harus diwujudkan dan dijaga
hjangan sampai kepribadian tersebut tidak tercermin didalamnya.
Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu Bangsa Indonesia ini masyarakat Indonesia
yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya, dapat disatukan melalui
bahasa Indonesia bersatu dalam satu kebangsaan, dan mempunyai cita-cita, rasa senasib dan
sepenanggungan yang sama..
4. Bahasa Indonesia Sebagai Alat Penghubung antar Budaya dan antar Daerah.
Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar budaya dan antar daerah dapat dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia kita daat saling berinteraksi untuk segala
bidang kehidupan. Baik pemerintah, interaksi segala kebijakan dan strategi yang berkaitan dengn
idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan dengan mudah dapat
disampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Sebagai bahasa Negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Dengan demikian
bahasa Indonesia harus dipergunakan sesuai dengan kaidah, Peraturan dan tatatertib yang
berlaku. Bahasa Indonesia yang dipakai di haruskan dengan menggunaka kalimat yang lengkap
dan baku.
Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Kedudukan Sebagai Bahasa Negara juga Meliputi 4 aspek yaitu
:
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan, adalah Kedudukan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara yang di wujudkan dalam bahasa naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945
telah menggunakan bahasa Indonesia. Setelah proklamasi itu di kumandangkan pemakaian
bahasa Indonesia harus di gunakan dalam segala bidang seperi upacara, peristiwa penting, dan
juga kegiatan kenegaraan dalam bentuk lisan (pidato) maupun tulis (surat penting negara).
Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan, Kedudukan Bahasa
Indonesia ini sebagai bahasa Negara diwujudkan dengan digunakanya bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, jenjang
pendidikan SD, Jenjang pendidikan SMP, Jenjang pendidikan SMA Maupun sampai dengan
jenjang pendidikan perkuliahan.
Materi pelajaran sekolah yang berbentuk media cetak juga harus menggunakan bahasa
Indonesia, Hal itu juga dilakukan dengan menerjemahkan (mengartikan) buku-buku yang
berbahasa asing menjadi bahasa Indonesia. Cara seperti itu akan sangat membantu dalam
meningkatkan laju perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar ilmu pendidikan,
pengetahuan dan teknolologi (iptek).
3. Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan tata-
cara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta pemerintahan.
Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung pada tingkat Nasional, Kedudukan Bahasa
Indonesia ini diwujudkan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antara badan
pemerintah Nasional dan disebarluaskan semua informasi menggunakan bahasa Indonesia
kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem informasi dan
mutu media komunikasi masa secara menyeluruh. dengan tujuan agar isi pesan atau informasi
yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
1. Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan
(huruf) yang distandarisasikan. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu:
1. Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan
abjad.
2. Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis.
3. Aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
2. Penulisan Kata
Penulisan kata terdiri dari dua kata yaitu ‘’penulisan’’ dan ‘’kata’’. Penulisan adalah
proses cara, perbuatan menulis atau menulis, sedangkan kata adalah unsur bahasa yang
diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang
dapat digunakan dalam berbahasa. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia : edisi 3).
Dari pengertian perkata diatas, dapat disimpulkan bahwa penulisan kata adalah proses
atau cara menulis yang mempertimbangkan unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan
sebagai wujud kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa sesuai
ejaan yang disempurnakan.
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat tebal
Kantor pajak penuh dan sesak
2. Kata Turunan
d) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis dengan kata serangkai dengan kata
dasarnya. Misalnya: dikelola, penetapan, mempermainkan.
e) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis dengan
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahului Misalnya: bertepuk
tangan, garis bawahi, sebar luaskan.
f) Jika bentukdasar yang berupa gabungan kata dan mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulis serangkaian.
Misalnya: menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.
g) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, biokimia, paripurna, prasangka,transmigrasi.
3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda penghubung.
Misalnya: sayur-mayur, porak-poranda, tukar-menukar, terus-menerus.
4. Gabungan Kata
b) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kereta api, kambing hitam, rumah sakit.
c) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan. Misalnya: anak-istri saya, ibu-bapak kami, buku sejarah-baru.
d) Gabungan kata berikut ditulis serangkaian. Misalnya: barangkali, kacamata, matahari,
olahraga.
8. Partikel
a) Partikel -lah ,-kah dan -tah ditulis serangkaian dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu dengan teliti.
Siapakah pengarang buku itu?
b) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Jika kau pergi, aku pun ikut pergi.
Satu kali pun kau belum pernah pariwisata?
c) Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah daribagian kalimat yang
mendahului dan mengikutinya.
d) Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 april.
Buku itu disusun ke lemari satu per satu.
Harga kain itu Rp 50.000 per helai.
9. Singkatan dan Akronim
a) Singkatan ialah bentuk kata/kalimat yang dipendekan yang terdiri dari satu huruf atau
lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
Muh. Yamijn
M.Sc.
Bpk.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri dari huruf awal kata tulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PT
KTP
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf ataw lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
Yth.
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Na
cm
kg
Rp
b) Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan kata sebagai.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata yang ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
UPI Universitas Pendidikan Indonesia
SIM Surat Izin Mengemudi
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
3) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
ganbungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
j) Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca.
k) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
i) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
Ragam bahasa
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan atau
berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan
intelektual. Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Hal Ini karena bahasa Indonesia sangat luas
pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya. Oleh karena itu, penutur harus mampu
memilih ragam bahasa yang sesuai dengan dengan keperluannya, apapun latar belakangnya.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan
teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti
surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
Berdasarkan Media Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
ragam bahasa terdiri :
Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya,
dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam
bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya.
· Ragam Lisan
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di
dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi
pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan
lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak
dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan
dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri
ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan
sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan
yang berbeda.
c) Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh
d) Berlangsung cepat
g) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi
· Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh
situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan
kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur
bahasa di dalam struktur kalimat.
d) Berlangsung lambat
e) Selalu memakai alat bantu
g) Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.
Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa ragam diantara nya
adalah :
· Ragam dialek
· Ragam terpelajar
Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam diantara nya adalah :
Ragam bahasa ilmiah, Ragam hokum, Ragam bisnis, Ragam agama, Ragam social, Ragam kedokteran,
Ragam sastra
Ragam
Contoh
a.Lisan
b.Tulis
c.Dialek
d.Terpelajar
e.Resmi
f.Takresmi
Ragam
Nonilmu (nonilmiah)
Ilmu (ilmiah)
tersangka.