Anda di halaman 1dari 17

TUGAS BAHASA INDONESIA

Nama Dosen : Ibnu saud, S.Pd.,M.Pd

Oleh :

SUMIATI [ 191030521]

PROGRAM STUDY ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

KOLAKA

2019
Kelompok 1

Sejarah kedudukan dan fungsi bangsa indonesia

1 Sejarah Bahasa Indonesia

Sebelum kemerdekaan bahasa Indonesia atau berakar dari bahasa melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu, yang sudah dipakai berabad-abad
sebagai bahasa pergaulan (lingua franca), bukan saja di Kepelauan Nusantara, melainkan juga
hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Berbagai fakta sejarah menunjukkan bahwa bahasa
Melayu sudah digunakan secara meluas sejak dahulu. Misalnya, prasasti tertua yang ditulis
dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam ke
Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam
bahasa Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.

Berdasarkan bukti sejarah bahwa pada zaman Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan
Kerajaan Majapahit di Jawa, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai:

1. Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra;
2. Bahasa perhubungan antarsuku di indonesia;
3. Bahasa niaga dalam transaksi perdagangan, baik antarsuku yang ada di indonesia maupun
terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar indonesia;
4. Bahasa resmi kerajaan, baik pada masa pemerintahan sriwijaya maupun pada masa
pemerintahan majapahit.
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap dipakai sebagai bahasa
perhubungan yang luas. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda
pada penduduk pribumi. Dengan demikian, komunikasi di antara pemerintah dan penduduk
Indonesia dan di antara penduduk Indonesia yang berbeda bahasanya sebagian besar dilakukan
dengan bahasa Melayu. Selama masa penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis
dengan bahasa Melayu.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui
ikrar Sumpah Pemuda, bangsa Indonesia menerima bahasa Melayu sebagai bahsa nasional
bangsa Indonesia dengan nama bahasa Indonesia. Butir ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda
merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia,
“menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia”. Sejak itulah bahasa Indonesia secara
perlahan tumbuh dan berkembang terus. Sejak zaman prakemerdekaan hingga saat ini
perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa Indonesia telah menjelma
menjadi bahasa modern.
Sehari sesudah proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-
Undang Dasar 1945 yang didalamnya terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa, “ Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Dengan demikian, di samping kedudukan sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara,
bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, setiap
tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa
Indonesia baik dari pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan
Orde Baru menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya
melalui pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat
Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari
Ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan yang disempurnakan (EYD) selalu
mendapat tanggapan dari masyarakat.
Ejaan yang pernah berlaku di Indonesia :
1) Ejaan Van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van
Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi
Gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam
ejaan ini adalah sebagai berikut :
ü Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.

ü Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.

2) Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van
Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu
diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
ü Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.

ü Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,
rakjat.

3) Ejaan yang disempurnakan (EYD)

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian


Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun
1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim,
Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang
berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun
1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.

Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan adalah sebagai berikut :

1) Perubahan Huruf Ejaan Soewandi

Ejaan yang Disempurnakan

dj djalan, djauhj jalan, jauh

j pajung, laju y payung, layu

2) Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai

unsur pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.

f maaf, fakir

v valuta, universitas

z zeni, lezat

3) Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai

a:b=p:q

Sinar-X

4). Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di-
atau ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke
sebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.

di- (awalan) di (kata depan)

ditulis di kampus

dibakar di rumah

5). Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat.

2 Kedudukan Bahasa Indonesia dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Fungsi Bahasa Indonesia dalam kedudukans sebagai Bahasa Nasional meliputi 4 aspek,
yaitu :

1. Bahasa Indonesia Sebagai Lambang Kebanggan Nasional

Bahasa Indonesia sebagai lambang kebanggan Nasional adalah bahasa uang mempunyai
nilai-nilai sosial, budaya luhur bangsa. Dengan nilai yang dimiliki merupakan cermin bangsa
indonesia, untuk itu kita sebagai warga negara Indonesia harus bangga, menjunjung tinggi dan
mempertahankan nilai-nilai yang terkandung didalamnya serta mengamalkan sesuai dengan isi
nilai sosial dan budaya luhur bangsa.

2. Bahasa Indonesia Sebagai Lambang Identitas Nasional

Bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional berarti bahwa bahasa Indonesia dapat
mengetahui identitas kewarganegaraan seseorang dan juga dapat membedakan antar negara lain,
yaitu karakter, kepribadian, dan watak sebagai bangsa Indonesia. Harus di wujudkan dan dijaga
jangan samai kepribadian dan watak sebagai bangsa Indonesia. Harus diwujudkan dan dijaga
hjangan sampai kepribadian tersebut tidak tercermin didalamnya.

3. Bahasa Indonesia Sebagai Alat Pemersatu Bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu Bangsa Indonesia ini masyarakat Indonesia
yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda-beda bahasanya, dapat disatukan melalui
bahasa Indonesia bersatu dalam satu kebangsaan, dan mempunyai cita-cita, rasa senasib dan
sepenanggungan yang sama..

4. Bahasa Indonesia Sebagai Alat Penghubung antar Budaya dan antar Daerah.

Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung antar budaya dan antar daerah dapat dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia kita daat saling berinteraksi untuk segala
bidang kehidupan. Baik pemerintah, interaksi segala kebijakan dan strategi yang berkaitan dengn
idiologi, politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan dengan mudah dapat
disampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia.

3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara.

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara Merujuk pada Undang-Undang


Dasar 1945 bab XV pasal 36 yang berbunyi, “ Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.”
Landasan konstitusional ini memberikan kedudukan yang kuat bagi bahasa Indonesia untuk
digunakan dalam berbagai kegiatan dan urusan kenegaraan.

Sebagai bahasa Negara berarti bahasa Indonesia adalah bahasa resmi. Dengan demikian
bahasa Indonesia harus dipergunakan sesuai dengan kaidah, Peraturan dan tatatertib yang
berlaku. Bahasa Indonesia yang dipakai di haruskan dengan menggunaka kalimat yang lengkap
dan baku.
Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Kedudukan Sebagai Bahasa Negara juga Meliputi 4 aspek yaitu
:

1. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan, adalah Kedudukan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara yang di wujudkan dalam bahasa naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945
telah menggunakan bahasa Indonesia. Setelah proklamasi itu di kumandangkan pemakaian
bahasa Indonesia harus di gunakan dalam segala bidang seperi upacara, peristiwa penting, dan
juga kegiatan kenegaraan dalam bentuk lisan (pidato) maupun tulis (surat penting negara).

2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.

Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan, Kedudukan Bahasa
Indonesia ini sebagai bahasa Negara diwujudkan dengan digunakanya bahasa Indonesia sebagai
bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari mulai dari pendidikan taman kanak-kanak, jenjang
pendidikan SD, Jenjang pendidikan SMP, Jenjang pendidikan SMA Maupun sampai dengan
jenjang pendidikan perkuliahan.

Materi pelajaran sekolah yang berbentuk media cetak juga harus menggunakan bahasa
Indonesia, Hal itu juga dilakukan dengan menerjemahkan (mengartikan) buku-buku yang
berbahasa asing menjadi bahasa Indonesia. Cara seperti itu akan sangat membantu dalam
meningkatkan laju perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar ilmu pendidikan,
pengetahuan dan teknolologi (iptek).

3. Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung pada tingkat Nasional untuk kepentingan tata-
cara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta pemerintahan.

Bahasa Indonesia sebagai alat penghubung pada tingkat Nasional, Kedudukan Bahasa
Indonesia ini diwujudkan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan antara badan
pemerintah Nasional dan disebarluaskan semua informasi menggunakan bahasa Indonesia
kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Sehubungan dengan hal itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem informasi dan
mutu media komunikasi masa secara menyeluruh. dengan tujuan agar isi pesan atau informasi
yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi


(iptek).

Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional, Ilmu dan Teknologi


(iptek), Kedudukan Bahasa Indonesia ini diwujudkan dengan penyebaran luas ilmu tentang
pengetahuan dan teknologi, yang di sampaikan melalui buku-buku pelajaran, majalah-majalah
media informasi (koran). maupun media cetak lainnya
Kelompok 2

Ejann bahasa Indonesia

1. Ejaan

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan
(huruf) yang distandarisasikan. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu:
1. Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan
abjad.
2. Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis.
3. Aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.

2. Penulisan Kata

Penulisan kata terdiri dari dua kata yaitu ‘’penulisan’’ dan ‘’kata’’. Penulisan adalah
proses cara, perbuatan menulis atau menulis, sedangkan kata adalah unsur bahasa yang
diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang
dapat digunakan dalam berbahasa. ( Kamus Besar Bahasa Indonesia : edisi 3).
Dari pengertian perkata diatas, dapat disimpulkan bahwa penulisan kata adalah proses
atau cara menulis yang mempertimbangkan unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan
sebagai wujud kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa sesuai
ejaan yang disempurnakan.

Metode Umum Penulisan Kata


System penulisan kata terbagi atas kata dasar, kata deoan, imbuhan, pemenggalan suku
kata, kata majemuk dan kata non baku.

1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat tebal
Kantor pajak penuh dan sesak
2. Kata Turunan
d) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis dengan kata serangkai dengan kata
dasarnya. Misalnya: dikelola, penetapan, mempermainkan.

e) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran ditulis dengan
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahului Misalnya: bertepuk
tangan, garis bawahi, sebar luaskan.

f) Jika bentukdasar yang berupa gabungan kata dan mendapat awalan dan akhiran
sekaligus, unsure gabungan kata itu ditulis serangkaian.
Misalnya: menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.

g) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai. Misalnya: antarkota, biokimia, paripurna, prasangka,transmigrasi.

3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda penghubung.
Misalnya: sayur-mayur, porak-poranda, tukar-menukar, terus-menerus.

4. Gabungan Kata
b) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kereta api, kambing hitam, rumah sakit.
c) Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang
bersangkutan. Misalnya: anak-istri saya, ibu-bapak kami, buku sejarah-baru.
d) Gabungan kata berikut ditulis serangkaian. Misalnya: barangkali, kacamata, matahari,
olahraga.

5. Kata Ganti ku, kau, mu dan nya


Kata ganti ku kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.Misalnya: apa yang
kumiliki boleh kauambil. Sedangkan ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya. Misalnya: Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

6. Kata Depan ke, di, dan dari


Kata depan ke, di, dandari ditul terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai suatu kata seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kain itu ada di dalam lemari.
Mari kita berangkat ke pasar.
Ia dating dari Bandunng kemarin.

7. Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali pada sang kancil.
Surat itu dikirimkan kepada si pengirim.

8. Partikel
a) Partikel -lah ,-kah dan -tah ditulis serangkaian dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu dengan teliti.
Siapakah pengarang buku itu?
b) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Jika kau pergi, aku pun ikut pergi.
Satu kali pun kau belum pernah pariwisata?
c) Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah daribagian kalimat yang
mendahului dan mengikutinya.
d) Misalnya:
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 april.
Buku itu disusun ke lemari satu per satu.
Harga kain itu Rp 50.000 per helai.
9. Singkatan dan Akronim

a) Singkatan ialah bentuk kata/kalimat yang dipendekan yang terdiri dari satu huruf atau
lebih.
1) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
Muh. Yamijn
M.Sc.
Bpk.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri dari huruf awal kata tulis dengan
huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
DPR
PT
KTP
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf ataw lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya:
dll.
dsb.
Yth.
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak
diikuti tanda titik.
Misalnya:
Na
cm
kg
Rp
b) Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan kata sebagai.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata yang ditulis
seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya:
ABRI Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
UPI Universitas Pendidikan Indonesia
SIM Surat Izin Mengemudi
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku
kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.

3) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun
ganbungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.

10. Angka dan Lambang Bilangan


a. Angka dipakai untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Didalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
b) Angka digunakan untuk menyatakan ukuran panjang, berat luas dan isi, satuan waktu,
nilai uang, dan kuantitas.
c) Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah apartemen, atau kamar
pada alamat..
d) Angka juga digunakan untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
e) Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
1) Bilangan utuh
2) Bilangan pecahan
f) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
g) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an.
Lima uang 10000-an
h) Lambang bilangan yang dapat dinyatakandengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf
kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan
pemaparan.

j) Angka yang menunjukan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca.

k) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam
dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

i) Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat.

2.3 Penulisan Unsur Serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain,
baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis,
Belanda, atau Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi
atas dua golongan besar.
1. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia
2. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya
sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kelompok 3

Ragam bahasa

a. PENGERTIAN RAGAM BAHASA

Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan atau
berkomunikasi, saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan
intelektual. Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Hal Ini karena bahasa Indonesia sangat luas
pemakaiannya dan bermacam-macam ragam penuturnya. Oleh karena itu, penutur harus mampu
memilih ragam bahasa yang sesuai dengan dengan keperluannya, apapun latar belakangnya.

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan
teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti
surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah
penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam
pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di
taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

b. JENIS RAGAM BAHASA

Berdasarkan Media Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa,
ragam bahasa terdiri :

· Ragam bahasa lisan

· Ragam bahasa tulis

Bahasa yang dihasilkan melalui alat ucap (organ of speech) dengan dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya,
dinamakan ragam bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam ragam
bahasa tulis, kita berurusan dengan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya.

· Ragam Lisan

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi
pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di
dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi
pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.
Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan
lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak
dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan
dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri
ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan
sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan
yang berbeda.

Ciri-ciri ragam lisan:

a) Memerlukan orang kedua/teman bicara

b) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu

c) Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh

d) Berlangsung cepat

e) Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu

f) Kesalahan dapat langsung dikoreksi

g) Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi

Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.’

· Ragam Tulis

Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh
situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalimat. Oleh karena itu,
dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan
kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur
bahasa di dalam struktur kalimat.

Ciri-ciri ragam tulis :

a) Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara

b) Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu

c) Harus memperhatikan unsur gramatikal

d) Berlangsung lambat
e) Selalu memakai alat bantu

f) Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi

g) Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda baca.

Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’

B. Berdasarkan Cara Pandang Penutur

Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa ragam diantara nya
adalah :

· Ragam dialek

Contoh : ‘Gue udah baca itu buku.’

· Ragam terpelajar

Contoh : ‘Saya sudah membaca buku itu.’

C. Berdasarkan Topik Pembicaraan.

Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari beberapa ragam diantara nya adalah :

Ragam bahasa ilmiah, Ragam hokum, Ragam bisnis, Ragam agama, Ragam social, Ragam kedokteran,
Ragam sastra

Contoh ragam bahasa berdasarkan topik pembicaraan:

· Dia dihukum karena melakukan tindak pidana. (ragam hukum)

· Setiap pembelian di atas nilai tertentu akan diberikan diskon.(ragam bisnis)

· Cerita itu menggunakan unsur flashback. (ragam sastra)

· Anak itu menderita penyakit kuorsior. (ragam kedokteran)

· Penderita autis perlu mendapatkan bimbingan yang intensif. (ragam psikologi)

Ragam

Contoh

a.Lisan
b.Tulis

c.Dialek

d.Terpelajar

e.Resmi

f.Takresmi

Ragam

Nonilmu (nonilmiah)

Ilmu (ilmiah)

- Ayan bukan penyakit menular.

- Polisi bertugas menanyai tersangka.

- Setiap agen akan mendapatkan potongan.

- Jalan cerita sinetron itu membosankan.

- Epilepsi bukan penyakit menular.

- Polisi bertugas menginterogasi

tersangka.

- Setiap agen akan mendapatkan rabat.

- Alur cerita sinetron itu membosankan

Anda mungkin juga menyukai