a) Sebelum kemerdekaan
Bahasa Indonesia atau berakar dari bahasa melayu. Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari
bahasa Melayu, yang sudah dipakai berabad-abad sebagai bahasa pergaulan (lingua franca), bukan saja
di Kepelauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Berbagai fakta sejarah
menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah digunakan secara meluas sejak dahulu. Misalnya, prasasti
tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Pallawa berasal dari abad ke-7. Masuknya Islam
ke Indonesia sekitar abad ke-13 atau sebelumnya membawa pengaruh pada tradisi tulis dalam bahasa
Melayu. Huruf Arab mulai digunakan untuk menulis bahasa Melayu.
Berdasarkan bukti sejarah bahwa pada zaman Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Kerajaan
Majapahit di Jawa, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai :
1. Bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra;
3. Bahasa niaga dalam transaksi perdagangan, baik antarsuku yang ada di indonesia maupun
terhadap pedagang-pedagang yang datang dari luar indonesia;
4. Bahasa resmi kerajaan, baik pada masa pemerintahan sriwijaya maupun pada masa
pemerintahan majapahit.
Pada masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga tetap dipakai sebagai bahasa perhubungan yang
luas. Pemerintah Belanda tidak mau menyebarkan pemakaian bahasa Belanda pada penduduk pribumi.
Dengan demikian, komunikasi di antara pemerintah dan penduduk Indonesia dan di antara penduduk
Indonesia yang berbeda bahasanya sebagian besar dilakukan dengan bahasa Melayu. Selama masa
penjajahan Belanda, terbit banyak surat kabar yang ditulis dengan bahasa Melayu.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui ikrar Sumpah
Pemuda, bangsa Indonesia menerima bahasa Melayu sebagai bahsa nasional bangsa Indonesia dengan
nama bahasa Indonesia. Butir ketiga dari ikrar Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad
kebahasaan yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia, “menjunjung bahasa persatuan yaitu
bahasa Indonesia”. Sejak itulah bahasa Indonesia secara perlahan tumbuh dan berkembang terus. Sejak
zaman prakemerdekaan hingga saat ini perkembangannya menjadi demikian pesatnya sehingga bahasa
Indonesia telah menjelma menjadi bahasa modern
b) Sesudah Kemerdekaan
Sehari sesudah proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar
1945 yang didalamnya terdapat pasal 36, yang menyatakan bahwa, “ Bahasa Negara ialah Bahasa
Indonesia”. Dengan demikian, di samping kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga
berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara, bahasa Indonesia dipakai dalam semua
urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara.
Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat, setiap tahun jumlah
pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dan sebagai bahasa Negara semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia baik dari pemerintah
maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru menaruh perhatian yang besar
terhadap perkembangan bahasa Indonesia, di antaranya melalui pembentukan lembaga yang mengurus
masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat Bahasa dan penyelenggaraan Kongres Bahasa
Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan
yang disempurnakan (EYD) selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.
Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang disebut Ejaan van Ophuijsen,
ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini adalah sebagai
berikut :
ü Tanda diakritik, seperti koma ain(‘) dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma'moer, 'akal, ta',
pa', dinamai'.
2) Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru
itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut.
ü Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
ü Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
ü Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti
kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
3) Ejaan yang disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa
Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat
putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih
luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan
surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
adalah sebagai berikut :
1) Perubahan Huruf
2) Huruf-huruf di bawah ini, yang sebelumnya sudah terdapat dalam Ejaan Soewandi sebagai unsur
pinjaman abjad asing, diresmikan pemakaiannya.
f maaf, fakir
v valuta, universitas
z zeni, lezat
3) Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai
a:b=p:q
Sinar-X
4) Penulisan di- atau ke- sebagai awalan dan di atau ke sebagai kata depan dibedakan, yaitu di- atau
ke- sebagai awalan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan di atau ke sebagai kata
depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
ditulis di kampus
dibakar di rumah
dilempar di jalan
dipikirkan di sini
ketua ke kampus
kehendak ke atas
5) Kata ulang ditulis penuh dengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ditetapkan melalui ikrar Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan (4)
alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai social budaya
yang mendasari rasa kebangsaan. Bangsa Indonesia harus merasa bangga karena adanya bahasa
Indonesia yang dapat menyatukan berbagai suku bangsa yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia sanggup mengatasi perbedaan yang ada. Atas dasar kebanggaan inilah, bahasa Indonesia
terpelihara dan berkembang serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa terbina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung tinggi di samping bendera dan
lambang Negara kita. Untuk membangun kepercayaan diri yang kuat, sebuah bangsa memerlukan
identitas, di antaranya dapat diwujudkan melalui bahasanya. Dengan adanya sebuah bahasa yang dapat
mengatasi berbagai bahasa dan suku bangsa yang berbeda dapat mengindentikkan diri sebagai suatu
bangsa melalui bahasa tersebut.
Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lainnya sedemikian rupa
sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang budaya dan bahasa dapat
terhindarkan. Kalau tidak ada sebuah bahasa, seperti bahasa Indonesia yang bias menyatukan suku-suku
bangsa yang berbeda, akan banyak muncul masalah perpecahan bangsa, dan kita dapat bepergian
keseluruh pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya alat
komunikasi.
Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa Negara pada 18 Agustus 1945 dalam Undang-
Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Sebagai Negara, bahasa Indonesia berfungsi (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan di tingkat nasional
untuk kepentingan pembangunan dan pemerintahan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai untuk urusan-urusan kenegaraan.
Dalam hal ini pidato-pidato resmi, dokumen dan surat-surat resmi harus ditulis dalam bahasa Indonesia.
Upacara-upacara kenegaraan juga dilangsungkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pemakaian
bahasa Indonesia dalam acara-acara kenegaraan sesuai dengan UUD 1945 mutlak dilakukan.
Sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa
yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam dalam pendidikan di Indonesia. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi, kecuali di daerah-daerah yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai
bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, bahasa Indonesia
merupakan satu –satunya bahasa Indonesia yang memenuhi syarat untuk itu karena bahasa Indonesia
telah dikembangkan untuk keperluan tersebut dan bahasa ini dimengerti oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia. Pada saat yang sama pula bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk
menyatakan nilai-nilai social budaya nasional.
Bahasa sastra merupakan salah satu fenomena bahasa dalam sosiolinguistik. Bahasa sastra
memiliki karakteristik yang berbeda, ada unsur permainan bahasa, bahasa disiasati, dimanipulasi,
didiberdayagunakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan dan efek tertentu; efek estetis. Ada
kalanya bahasa bukan sekedar sarana tetapi tujuan untuk mencapai keindahan, atau bahkan keindahan
itu sendiri.
Unsur emotif dalam sastra cenderung lebih dominan. Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah,
dalam bahasa sastra pemilihan kosakata maupun susunan tatabahasanya disesuaikan dengan suasana
yang akan dibangun atau dengan kata lain mempermainkan bahasa sedemikian rupa agar muatan emosi
yang terkandung dalam karya sastra dapat tersampaikan pada penikmat sastra.
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang
dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal
dari bahasa Latin “prosa” yang artinya “terus terang”. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk
mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah,
novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi dalam dua bagian, yaitu
prosa lama dan prosa baru, prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya
barat dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun. Prosa biasanya dibagi
menjadi empat jenis: prosa naratif, prosa deskriptif, prosa eksposisi, dan prosa argumentatif.
Contoh :
Botol Ajaib
Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk
dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke
istana.
Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. “Akhir-akhir ini
aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja
memulai pembicaraan.
“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.
“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda.
Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara
menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu
memang benar-benar angin. Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin.
Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.
Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa
pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah
merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir
akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa
menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena
tidak jarang Abu Nawas menggondol sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas
kecerdikannya.
Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi
memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu
Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap. (dan
seterusnya.. lihat cerita di buku)
2. Puisi ,
TEMAN SEJATI
Seorang teman adalah seseorang
bertahan selamanya.
Ragam bahasa hukum adalah bahasa Indonesia yang corak penggunaan bahasanya khas dalam dunia
hukum, mengingat fungsinya mempunyai karakteristik tersendiri, oleh karena itu bahasa hukum
Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
d. Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat dan kategori yang diselidiki untuk
menghindari kesimpangsiuran.
Contoh :
Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau
memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
Ini merupakan pedoman resmi ejaan pertama yang diterbitkan pada tahun 1901. Fyi, bahasa Indonesia
waktu itu masih disebut sebagai bahasa Melayu. Bisa ditebak dari namanya, ejaan ini disusun oleh orang
Belanda bernama Charles A. van Ophuijsen dan dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Gimana sih ciri-ciri ejaan yang benar menurut Mbah van Ophuijsen? Nih, Ruangguru kasih
rangkumannya ya.
perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia-panduan-perkembangan-pengertian-bahasa-sejarah-ejaan-
indonesia-eyd-umum
2. Ejaan Soewandi
Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 264/Bhg.A. Kenapa disebut Ejaan Soewandi? Benar sekali! Karena penyusunnya adalah Mr.
Raden Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Oh iya, ejaan ini dikenal juga sebagai Ejaan Republik lho.
Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam penggunaan diftong (gabungan dua huruf vokal) oe
yang diganti menjadi huruf u, dan dihapuskannya tanda apostrof. Nah, tanda apostrof ini diganti
menjadi huruf k atau tidak dituliskan sama sekali. Contohnya:
Jum’at → Jumat
ra’yat → rakyat
ma’af → maaf
perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia-sejarah-perkembangan-pengertian-panduan-eyd-ejaan-umum-
bahasa-indonesiaIklan zaman dulu yang menggunakan Ejaan Soewandi (sumber: fotokita.grid.id)
3. Ejaan Pembaharuan
Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin menyarankan agar ejaan
Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan panitia yang diketuai Prijono dan E. Katoppo
antara lain: membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan
oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak digunakan dalam kata berulang yang memiliki makna tunggal
seperti kupukupu dan alunalun.
Tapi, ejaan ini nggak jadi diresmikan dalam undang-undang. Huft… untung deh. Pasti bakal aneh kalau
“koboi junior naik kerbau” ditulis jadi “koboy junior naik kerbaw”.
4. Ejaan Melindo
Melindo itu… buah yang kulitnya warna merah yang suka dibuat emping, ya? Itu melinjo….
Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Yup, draft penyusunan ejaan ini disusun pada tahun 1959
atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu, yang dalam hal ini adalah Malaysia.
Perubahan yang diajukan dalam ejaan ini nggak jauh berbeda kok dari Ejaan Pembaharuan.
Ejaan Melindo ini bertujuan untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua negara. Secara ‘kan ya
Indonesia dan Malaysia bahasanya mirip-mirip gitu. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal diresmikan akibat
ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia waktu itu.
Ejaan ini bisa dibilang adalah lanjutan dari Ejaan Melindo yang nggak jadi itu. Panitianya masih
campuran antara Indonesia dan Malaysia dan dibentuk pada tahun 1967. Isinya juga nggak jauh berbeda
dari Ejaan yang Disempurnakan (yang akan dijelaskan selanjutnya), hanya ada perbedaan di beberapa
kaidahnya saja.
Ada pun huruf vokal dalam ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan ini, istilah-istilah asing sudah
mulai diserap seperti: extra → ekstra; qalb → kalbu; guerilla → gerilya.
Kamu pasti udah kenal dong sama yang namanya EYD. Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015.
Di antara deretan “mantan” ejaan di atas, EYD ini yang paling awet. Juga, ejaan ini mengatur secara
lengkap tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia, antara lain: tentang unsur bahasa serapan, tanda
baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”. penggunaan huruf kapital, dan penggunaan cetak miring.
Selain itu, huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan “z” yang kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi bagian
Bahasa Indonesia.
perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia-eyd-bahasa-sejarah-indonesia-panduan-ejaan-perkembangan-
umum-pengertian
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, EBI pun resmi berlaku sebagai ejaan baru Bahasa
Indonesia. Katanya, latar belakang diresmikan ejaan baru ini adalah karena perkembangan
pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga pemakaian bahasa Indonesia semakin luas. Ejaan ini
menyempurnakan EYD, terutama dalam hal penambahan diftong, penggunaan huruf kapital, dan cetak
tebal.
Lafal huruf “e” menjadi tiga jenis. Contohnya seperti pada lafal: petak, kena, militer
Penulisan cetak tebal untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring, dan bagian-bagian
karangan seperti judul, bab, dan subbab.
Huruf kapital pada nama julukan seseorang. Contohnya: Pak Haji Bahrudin
Tanda elipsis (...) digunakan dalam kalimat yang tidak selesai dalam dialog.
Selain berkembang dalam ejaan, bahasa Indonesia juga mengalami pembaharuan dalam teknologi.
Sekarang ini kalian jadi lebih mudah kepoin KBBI dan EBI karena sudah dibuat versi daring. Jadi, buat
yang masih butuh kejelasan hubungan ini, ehm… maksudnya penjelasan tambahan tentang EBI, bisa
meluncur ke EBI Daring. Kalian nggak perlu lagi deh repot-repot pinjam KBBI atau pedoman umum EBI
cetak untuk cari ejaan penulisan yang benar.
Sama halnya dengan bimbel. Dengan Ruangguru, kalian nggak perlu repot-repot datang ke tempat les
atau nyontek teman saat kesulitan menghadapi PR. Tutor ruanglesonline akan membantu kamu
membahas soal dan mengerti pelajaran via live chat!
Huruf kapital “huruf besar” merupakan huruf yang berukuran dan berbentuk khusus “lebih besar dari
pada huruf biasa”, biasanya digunakan sebagai huruf pertama dari kata pertama dalam kalimat, huruf
pertama nama diri dan sebagainya seperti A, B, H (KBBI).
Dalam penggunaan huruf kapital (huruf besar) turut diatur dalam penulisan Bahasa Indonesia. Beberapa
aturan penggunaan huruf kapital telah menjadi pengetahuan umum, seperti pada penulisan nama dan
awala kalimat.
Penggunaan huruf kapital tidak hanya pada konteks kalimat tersebut, akan tetapi juga pada beberapa
konteks penulisan yang jarang menjadi fokus perhatian penulisan umumnya.
Nah berikut ini merupakan penjelasan tentang tata cara penulisan huruf kapital dalam kaidah Bahasa
Indonesia yaitu:
Huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan “termasuk kata gantinya” dan kitab
suci. Misalnya: Allah, Maha Esa, Alkitab, Qur’an, rahmat-Nya.
Huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, bangsawan dan keagamaan yang diikuti nama
orang. Misalnya: Sultan Hasanuddin, Haji Syafi’i, Imam Malik.
Huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, instansi dan tempat. Misalnya:
Doktor Hendy, Bupati Tegal, Menteri Olahraga.
Huruf pertama nama hari, bulan, tahun, hari raya dan peristiwa sejarah. Misalnya: Perang Badar, hari
Sabtu, bulan Maret, tahun Hijriah, hari Raya Idul Fitri, hari raya Nyepi.
Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa dan bahasa. Misalnya: suku Asmat, bahasa Spanyol, bangsa
Indonesia.
Huruf pertama semua nama geografi. Misalnya: Selat Malaka, Samudera Pasifik, Laut Jawa, Gunung
Merapi, Kali Progo, Terusan Suez.
Huruf pertama nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi kecuali
kata seperti dan. Misalnya: undang-undang Pendidikan, Keputusan Presiden, Republik Indonesia
Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan rakyat.
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata
yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Catatan:
Kata di- yang bertindak sebagai imbuhan, ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Contoh: dijual
Imbuhan di- dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata
dasar yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
di–PHK
di-upgrade
2. Penulisan Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Kata-kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung apabila digabung dengan
bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu
SIM-nya
STNK-ku
3. Penulisan Partikel
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Misalnya:
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Misalnya:
Kata ganti merupakan salah satu jenis kata yang yang berfungsi untuk menggantikan kata benda atau
orang tertentu yang tidak disebut secara langsung. Istilah untuk kata ganti disebut sebagai pronomina.
Penggunaan kata ganti dimaksudkan agar suatu kalimat disampaikan secara lebih efektif dan tidak
bertele-tele.
Pronomina biasanya terdapat pada posisi subjek dan objek, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
pada posisi predikat.
Acuan pronomina tidak tetap atau berpindah-pindah tergantung pada siapa yang dibicarakan.
Kata ganti orang disebut juga dengan pronomina persona. Pronomina persona merupakan jenis kata
ganti yang digunakan untuk menggantikan kata benda orang (persona) dengan kata benda lain. Kata
ganti jenis ini dibagi menjadi 6 jenis, yaitu kata ganti orang pertama tunggal, kata ganti orang pertama
jamak, kata ganti orang kedua tunggal, kata ganti orang kedua jamak, kata ganti orang ketiga tunggal,
dan kata ganti orang ketiga jamak.
Contoh:
Aku bekerja keras dari kecil untuk menggapai cita-cita ayah dan ibu.
Rintangan yang kau hadapi barulah awal dari sebuah perjalanan panjang.
Kamu sekalian akan merasakan karma ketika menyakiti hati orang tua.
Jenis kata ganti yang kedua adalah kata ganti penanya, atau sering disebut sebagai pronomina
interogativa. Kata ganti jenis ini digunakan untuk menanyakan waktu, tempat, orang, atau keadaan
tertentu. Kata ganti ini berfungsi untuk menggali informasi atas suatu kejadian.
Contoh:
Pronomina posesiva merupakan sebutan lain untuk kata ganti pemilik. Kata ganti ini digunakan untuk
menyatakan suatu pengganti kepemilikan. Kata ganti yang tergolong dalam kata ganti pemilik adalah
-ku, -mu, -nya, kami, mereka. Kata ganti ini diletakkan di bagian belakang kata.
Contoh:
Pronomina relativa atau kata ganti penghubung digunakan sebagai penghubung antara induk kalimat
dan anak kalimat. Contoh dari kata ganti penghubung adalah yang. Kata ganti penghubung ini sering
ditemukan dalam kalimat majemuk. Hal ini dikarenakan dalam kalimat majemuk diperlukan suatu kata
penghubung (konjungsi) untuk menghubungkan induk kalimat dan anak kalimat.
Contoh:
Kata ganti yang digunakan sebagai penunjuk lokasi atau suatu benda disebut sebagai kata ganti
penunjuk atau pronomina demonstrativa. Pronomina demonstrativa dibagi menjadi 3 macam yaitu
penunjuk umum, penunjuk tempat, dan penunjuk hal/ ikhwal.
Penunjuk tempat : sana, sini, situ, ke sana, ke sini, ke situ, di sana, di sini, di situ.
Contoh:
Alat itu tidak berfungsi sama sekali ketika gempa susulan terjadi.
Jenis kata ganti yang terakhir adalah kata ganti tak tentu. Kata ganti jenis ini digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang informasinya masih belum diketahui dengan jelas, baik wujud atau
jumlahnya. Kata ganti tak tentu diantara sesuatu, seseorang, barang siapa, masing-masing, para.
Contoh:
Tunggulah di sini, Ani akan membawa sesuatu untukmu.
Para wali murid diminta selalu mengawasi putra-putri mereka selama di rumah.
Barang siapa menemukan dompet berwana ungu tolong serahkan ke kantor polisi.
Dua jenis pronomina ini merupakan jenis pronomina yang dilihat dari hubungannya dengan nomina
(kata benda) yang digantikan. Pronomina intratekstual merupakan kata ganti yang menggantikan kata
benda yang ada dalam sebuah artikel/bacaan/percakapan. Sedangkan pronomina ekstratekstual
menggantikan kata benda yang terdapat di luar sebuah artikel/bacaan/percakapan. Agar lebih jelas
perhatikan contoh berikut:
Dengan kelembutan suaranya, Amelia mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya untuk memberikan
ijin pergi ke luar negeri. (kata ganti -nya secara jelas menunjuk ke Amelia)
Itu yang membuat Indri selalu gusar selama sepekan ini. (kata ganti -itu tidak jelas menggantikan hal
apa)
Demikianlah pembahasan artikel mengenai jenis jenis kata ganti dan contohnya dalam bahasa
Indonesia. Semoga penjelasan dan contoh yang disajikan membantu kalian dalam belajar.
Kata depan (Preposisi) merupakan kata secara sintaksis (tata atau susunan kalimat) terletak tepat
didepan kata benda, sifat, atau keterangan. Sedangkan secara semantis (makna), dapat menandakan
segala hubungan makna antar konstituen yang terletak tepat di depan ataupun di belakangnya.
Maka jika diuraikan per kata dalam bahasa latin, pengertiannya ialah :
Aturan Penulisan
1.nKata depan seperti di, ke, dari. Apabila menyatakan tempat, penulisannya wajib dipisah dari kata
yang ada di belakangnya atau tempat yang ditujukannya.
Misal :
2. Kata depan seperti di, ke, dari. Kalau ia suatu imbuhan dari kata, maka penulisan digabung sesuai kata
yang diikuti.
Misal :
– Laki-laki itu sudah mencoba kesekian kalinya, tetapi usahanya masih belum juga membuahkan hasil.
3. Dan dapat digunakan didalam sebuah kalimat sebagai judul, sehingga harus menggunakan huruf kecil.