Anda di halaman 1dari 16

Nama : pramudia dienal akbar

Kelas : 1b/kesehatan lingkungan

Nim : PO.71.33.1.20.058

BAHASA INDONESIA

SEJARAH ATAU SILSILAH BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. pada saat itu, para
pemudadari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam kerapatan Pemuda dan
berikrar (1) bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, (2) berbangsa yang satu,
bangsa Indonesia, dan (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar
para pemuda ini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Unsur yang ketiga dari
Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan
bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 itulah bahasa Indonesia
dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dinyatakan
kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 karena pada
saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahasa
negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, antara lain,
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia
tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dulu sudah
dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) bukan hanya di Kepulauan
Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu mulai
dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah
dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang),
Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M
(Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu
bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna itu tidak
hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga
ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka
tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.

Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai
bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap
para pedagang yang datang dari luar Nusantara. Informasi dari seorang ahli sejarah
Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa
di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-
Tsing:183), K’ouen-louen (Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971:1089).
Kun’lun (Parnikel, 1977:91), K’un-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan
Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari peninggalan
kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di
Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan
ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu,
Tajussalatin, dan Bustanussalatin. Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu
mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau,
antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu
tidak mengenal tingkat tutur.

Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara serta makin


berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai di
daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya
daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari
bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa
Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi
antarperkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para
pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar
mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).
Kebangkitan nasional telah mendorong perkembangan bahasa Indonesia dengan
pesat. Peranan kegiatan politik, perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat
besar dalam memodernkan bahasa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia
dipakai oleh berbagailapisan masyarakat Indonesia, baik di tingkat pusat maupun
daerah.

Abad XVIII Bangsa Barat (Belanda) - Menggunakan Bahasa Indonesia Pemerintah


kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa
Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa
Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan), sejumlah sarjana Belanda
mulai terlibat dalam pembakuan bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di
sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu.
Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai
terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Pada awal abad ke-20, perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu
mulai terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia Belanda) mengadopsi
ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi
bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van
Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Makmoer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim.

Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de


Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" – KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini
menjadi Balai Pustaka. Pada tahun 1910, komisi ini di bawah pimpinan D.A. Rinkes,
melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di
berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan
program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat
Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan
ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin
mengatakan,

"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Akan tetapi, dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.

" Selanjutnya, perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak


dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan
Iskandar,Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil
Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata,
sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.

PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA :


Ejaan-ejan untuk bahasa Melayu atau Indonesia mengalami beberapa tahapan
sebagai berikut:

A. Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles VanOphuijsen
yang dibantu oleh Nawawi Soetan Malmoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada
tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
• Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan
untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

• Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dan sebagainya.•

• Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya.

• Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.

B. Ejaan Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
• Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dan sebagainya.
• Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat,
dan sebagainya.
• Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-
an.
• Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mendampinginya.

C. Ejaan Pembaharuan
Ejaan Pembaharuan dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono dan E.
Katoppo pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Namun, sistem ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.

D. Ejaan Melindo
Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama
tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

E. Ejaan yang Disempurnakan


Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) untuk menggantikan ejaan Melindo.
Kemudian, diresmikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan ini diresmikan
pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia.
Peresmian itu berdasarkan PutusanPresiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan
dua bahasa serumpun, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, dibakukan.
Perubahan:Catatan: Pada tahun 1947, "oe" sudah digantikan dengan "u".

F. Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak
tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Ejaan ini menggantikan Ejaan yang Disempurnakan. Tidak terdapat banyak perbedaan
antara EYD dan EBI. Pada EBI, terdapat penambahan satu huruf diftong, yaitu huruf
ei sehingga huruf diftong dalam Bahasa Indonesia menjadi empat huruf, yakni ai, ei,
au, dan oi. Selain ituterdapat juga penambahan aturan pada penggunaan huruf tebal
dan huruf kapital.

FUNGSI BAHASA SECARA UMUM


A. Bahasa Nasional / Alat Komunikasi / Praktis

1. Pemersatu Semua Suku / Daerah


Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, fungsi Bahasa Indonesia adalah
sebagai lambang kebangsaan, Identitas nasional, Alat perhubungan antar warga,
antar daerah dan antar budaya, serta alat pemersatu suku, budaya dan bahasa di
Nusantara.

2. Sebagai Identitas Nasional

Dalam Kedudukannya sebagai Bahasa Negara, Fungsi Bahasa Indonesia adalah


sebagai Bahasa resmi kenegaraan, Bahasa pengantar pendidikan, alat perhubungan
tingkat nasional dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi.

3. Bahasa Digunakan Dalam Kehidupan Sehari – hari

Masyarakat tidak menyadari betapa pentingnya bahasa indonesia dalam kehidupan


sehari-hari yang mencakup beberapa fungsi bahasa yaitu : sebagai alat ekspresi diri,
alat komunikasi, kontrol sosial, alat integrasi dan adaptasi sosial, dan sebagai
pemersatu.

B. Sebagai Artistik
1. Wadah Seni
2. Budaya
3. Pemuas Rasa Estetik Mnusia / Kebutuhan Seni

C. Sebagai Fisikologis
1. Mempelajari Nakah Tua
2. Mempelajari Latar Belakang Sejarah Bahasa itu Sendiri
3. Mempelajari Sejarah Kebudayaan
4. Mempelajari Adat Istiadat Dalam Suatu Negara Tersebut.

D. Sebagai Iptek
Untuk Mempelajari Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Agar Dapat Di Serap
Oleh Bangsa Indonesia Melalui Pendidikan.

FUNGSI BAHASA SECARA KHUSUS


1. Sebagai Bahasa Resmi Negara
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan dalam bahasa Indonesia. Pidato-
pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menuaikan tugas pemerintahan
diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.

2. Sebagai Alat Menjalankan Administrasi Negara


Fungsi ini terlihat dalam surat-surat resmi, surat keputusan, peraturan dan
perundang-undangan, pidato, dan pertemuan resmi.

3. Sebagai Bahasa Pengantar Dalam Dunia Pendidikan


Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Konsekuensi
pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan
tersebut, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga
berbahasa Indonesia, khususnya di perguruan tinggi.

4. Sebagai Alat Penghubung Tingkat Nasional Untuk Kepentingan Perencanaan Dan


Pelaksanaan Pembangunan
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat, untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Degan mengadakan penyeragaman
sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa, tujuannya agar isi atau pesan
yang di sampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh kedua belah pihak
(masyarakat).

5. Sebagai Pengembangan Kebudayaan, Pemanfaatan IPTEK

Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan


penyebarluasan informasi kepada masyarakat, untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Degan mengadakan penyeragaman
sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa, tujuannya agar isi atau pesan
yang di sampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh kedua belah pihak
(masyarakat). Apabila arus informasi meningkat berarti akan mempercepat
pengetahuan, apabila pengetahuan meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat
tercapai. Dan mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai
bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Tugas 2

(1).. Beberapa Faktor yang Memungkinkan Diangkatnya Bahasa Melayu Menjadi


Bahasa Kesatuan karena bahasa Melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan
(Lingua Franca) di Nusantara. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari
karena dalam bahasa Melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan
bahasa halus). Suku Jawa, Suku Sunda dan suku-suku yang lainnya dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Bahasa
Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai jbahasa kebudayaan dalam
arti yang luas..

(2).1. Ejaan van Ophuijsen (1901–1947)

Mengapa dinamai ejaan van Ophuijsen? Karena adalah Charles van Ophuijsen yang
menyusun ejaan ini, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib
Soetan Ibrahim. Ejaan ini dibuat pada tahun 1896, kemudian pemerintah kolonial
resmi mengakui ejaan ini di Indonesia(sebagai Hindia-Belanda)pada tahun 1901.

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa melayu tetapi menggunakan huruf latin. Sebelum
adanya kontak dengan orang barat (penjajah) di daerah yang menggunakan bahasa
melayu, ejaannya menggunakan aksara Arab Melayu. Ejaan ini digunakan selama 46
tahun dan diganti setelah 2 tahun Indonesia merdeka.

Lalu apa aja sih perbedaan ejaan van Ophuijsen dengan ejaan saat ini?

Kata saya ditulis saja, kata umur ditulis oemoer, kata jangan ditulis djangan, kata
cara ditullis tjara, kata ikhlas ditulis ichlas dan perbedaan terakhir yaitu yang saat ini
kata maklum, dalam ejaan van Ophuijsen ditulis ma'loem.
2. Ejaan Repoeblik atau Ejaan Soewandi (1947–1956)

Ejaan yang sebelumnya berlaku yaitu Ejaan van Ophuijsen dianggap terlalu ribet, jadi
terdapat keinginan untuk menyempurnakan dan menyederhanakan ejaan tersebut.
Mengenai keinginan tersebut dibahas dalam kongres bahasa Indonesia pada tahun
1938 di Solo hasil yang didapatkan dari kongres tersebut pada intinya saat itu ejaan
tersebut masih bisa digunakan, tetapi perlu dipikirkan perubahannya.

Sembilan tahun berlalu, harapan kongres tersebut terwujud dengan adanya surat
keputusan No. 264/ Bhg. A/47. Ejaan baru ini di kenal dengan nama Ejaan Soewandi
yang diresmikan pada 19 Maret 1947.

Peralihan dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi mendapati beberapa


perubahan seperti huruf oe diganti dengan u. Misalnya dari kata toetoep menjadi
tutup; kata ni'mat menjadi nikmat; kata bermain-main ditulis ber-main2 (kata ulang
bisa ditulis dengan angka 2 dengan pengulangan pada kata dasarnya; kata taät
menjadi taat; kata sastera menjadi sastra.

Perubahan yang terakhir yaitu huruf e tidak dibedakan sehingga tidak perlu adanya
garis pada bagian atas huruf. Misalnya, kata beras, sejuk, bebas dan merah.

3. Ejaan Pembaharuan/ Ejaan Prijono-Kattopo (1956–1961)

Pada tahun 1954 diadakan kongres Bahasa Indonesia II di Medan, kongres


membicarakan perubahan sistem ejaan. Oleh karena itu, Menteri Pengajaran,
Pendidikan, dan Kebudayaan mengeluarkan surat keputusan pada 19 juli 1956
bernomor 44876/S tentang pembentukan panitia perumusan ejaan baru. Setelah
bekerja satu tahun berhasil menyusun patokan-patokan baru, patokan tersebut
terumus dalam Ejaan Pembaharuan.

Terdapat beberapa perubahan dalam ejaan pembaharuan ini, misalnya kata menyanyi
dalam ejaan Soewandi ditulis menjanji dalam ejaan pembaharuan ditulis meñañi; kata
kerbau menjadi kerbaw; sungai menjadi sungay; sampai menjadi sampay.

Namun faktanya, ejaan ini tidak diresmikan karena ejaann ini dianggap sulit dalam
penulisannya seperti huruf ŋ, ń, dan š yang tidak ada dalam mesin ketik.

4. Ejaan Melindo (1961–1967)


Latar belakang adanya perubahan ejaan dari ejaan Republik ke ejaan Melindo
dikarenakan kosakata yang menyulitkan dalam penulisannya, yaitu adanya satu fonem
yang ditulis dalam dua huruf, seperti 'tj', 'sj', 'ch' dan 'ng'. Selain karena kelemahan
sistem ejaan republik juga karena adanya amanah dari hasil kongres bahasa
Indonesia II.

Perubahan yang ada pada ejaan Melindo yaitu sejak tahun 1972 huruf 'dj' digant
menjadi 'j', 'tj' diganti menjadi 'c', huruf 'ng' diganti menjadi 'η'. Rencana peresmian
ejaan ini gagal dilaksanakan karena kesulitan ulisannya dan terjadi konfrontasi
dengan Malaysia.

5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK) (1967-1972)

Pemerintah terus berupaya melakukan pembaharuan ejaan. Lembaga Bahasa dan


Kesustraan (sekarang bernama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa)
mengeluarkan ejaan baru yaitu Ejaan LBK. Ejaan ini merupakan kelanjutan upaya
panitia Ejaan Melindo.

Perubahan yang terdapat dalam Ejaan LBK adalah digantinya huruf tj menjadi c, j
menjadi y , nj menjadi ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh. Huruf asing seperti z, y
dan f disahkan menjadi ejaan bahasa Indonesia serta tidak adanya perbedaan
penulisan antara huruf e pepet atau bukan.

Namun sayangnya, ejaan ini tidak sempat diresmikan karena dianggap meniru ejaan
Malaysia serta tidak mendesaknya keperluan untuk mengganti ejaan tersebut.

6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972- 2015)

Ejaan Soewandi yang sudah berlaku sampai 1972 kemudian digantikan dengan Ejaan
yangDisempurnakan(EYD) dan diremikan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan yang
Disempurnakan mengalami perubahan, yakni EYD Edisi I (1972-1987, EYD Edisi II
(1987-2009) dna EYD Edisi III (2009-2015).

Peralihan dari Ejaan Sowandi ke Ejaan yang Disempurnakan mempunyai perubahan


yang cukup banyak, seperti huruf tj mennjadi c, huruf, dj menjadi j, j menjadi y, nj
menjadi ny, sj menjadi sy, ch menjadi kh, dan y menjadi i, misalnya kata pantay
menjadi pantai, panitya menjadi panitia, terjadi penyerapan huruf f, z, v, q dan x, jadi
huruf di Indonesia terdapat 26 huruf. Pada ejaan ini sudah terdapat kaidah kaidah
penulisan seperti ketentuan penggunaan huruf kapital.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) 2015-sekarang

Latar belakang perubahan nama dari Ejaan yang Disempurnakan menjadi Ejaan
Bahasa Indonesia dikarenakan penamaan tersebut menuai kritik dari masyarakat atas
ketidakpuasan makna dari kata sempurna itu sendiri. Kata sempurna dalam penamaan
ejaan tersebut mengimplikan bahwa ejaan tersebut sudah tidak ada kesalahan atau
bisa dikatakan sempurna, padahal pada kenyataannya dalam EYD terdapat tiga edisi
untuk memperbaiki ejaan tersebut.

Adapun perbedaan dari EYD ke EBI yaitu dalam EBI sudah detail mengenai kaidah
kaidah dalam penulisan, perubahan dari EYD ke EBI berupa 20 penambahan, 10
penghilangan, 4 pengubahan dan 2 pemindahan.

(3). •Kepala surat

 Alamat yang dituju


 Tanggal penulisan surat
 Salam pembuka
 Isi
 Tujuan surat lamaran pekerjaan
 Lampiran persyaratan yabg ditentukan
 Penutup surat
 Tanda tangan dan nama jelas pelamar

(4). dua pengarang

 Nasoetion, A.H., dan Ahmad Barizi. 2000. Metode Statistika. Jakarta: PT.
Gramedia.
 Sukanto, Rudi, Budi Mulya dan Rangga Sela. 1999. Business Forcasting.
Yogyakarta: Bagian Penerbitan Manajemen Informatika UGM.

Dari internet

 Raharjo, Budi. 2000. Implikasi Teknologi Informasi dan Internet Terhadap


Pendidikan, Bisnis, dan Pemerintahan: Siapkah Indonesia?. Diambil dari:
www.budi.insan.co.id/articles/riau-it.doc. (30 September 2005).
 William, Bates. 2000. Advancing Quality Through Additional Attention to
Result. Chronicle. Vol. 1 number 11, January 2000. Diambil dari:
http://www.chea.org/chronicle/vol.1/no.11/index.html. (20 Desember 2007).

(5). “Larutan sejati, yaitu larutan dengan partikel-partikel yang mempunyai dimensi
seperti molekul, tak memperlihatkan efek Tyndall.”

(6).Resume

Berasal dari kata re (kembali), sume dari bahasa inggris summary yang artinya
ikhtisar atau ringkasan. Maka resume dapat diartikan meringkas kembali sekumpulan
hasil/tulisan kajian terkini terhadap suatu masalah (jurnal) dengan mencatat kembali
poin-poin penting dari jurnal yang terkait.

Sedangkan,Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli,


sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proporsional
tetap di pertahankan dalam bentuknya yang singkat.

(7).Bagian Isi Karya Tulis Ilmiah

Karya Tulis Ilmiah

Bab I. Pendahuluan

Bab I karya tulis ilmiah berisi uraian tentang pendahuluan dan berisikan tentang:
latarbelakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian,
keguanaan penelitian, asumsi, hipotesis, metode penelitian secara garis besar
beserta teknik pengumpulan data dan pendekatannya, lokasi dan sampel penelitian.

a. Latarbelakang masalah

Penulisan latar belakang masalah dimaksudkan untuk menjelaskan alasan mengapa


masalah yang diteliti itu timbul, dan mengapa merupakan hal penting untuk diteliti
ditinjau dari segi profesi peneliti, pengembangan ilmu, dan kepentingan pembangunan
di bidang pendidikan. Beberapa butir penting seperti:

1) alasan rasional dan esensial yang membuat peneliti merasa resah, sekiranya
masalah tersebut tidak diteliti;

2) gejala-gejala kesenjangan yang terdapat di lapangan sebagai dasar pemikiran


untuk memunculkan permasalahan;
3) kerugian-kerugian yang mungkin timbul seandainya masalah tersebut tidak diteliti;

4) keuntungan-keuntuangan yang mungkin timbul senadainya masalah tersebut


diteliti;

5) penjelasan singkat tentang kedudukan atau posisi masalah yang akan diteliti dalam
ruang lingkup bidang studi yang ditekuni oleh peneliti.

Susun latarleakang seperti disebutkan di atas secara runtun, jelas, dan tajam.
Pahami gejala-gejala yang muncul dalam dunia pendidikan, serta miliki pengetahuan
yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang
terkait. Tuntutan kemampuan tersebut merupakan alasan rasional mengapa
penelaahan terhadap jurnal-jurnal hasil penelitian terdahulu yang terkait perlu
dilakukan sejak awal.

b. Rumusan masalah

Rumusan masalah adalah fokus dari penajaman latarbelakang, yang mengarahkan


peneliti pada kajian-kajian yang akan diteliti. Rumusan masalah dapat dinyatakan
dalam bentuk pernyataan terbuka, yang terambil karena kejelasan latarbelakang
masalah, variabel yang diteliti, dan kaitan diantara variabel itu sendiri. Definisi
operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel yang diteliti perlu melahirkan
indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti yang kemudian akan dijabarkan
kedalam instrumen penelitian.

c. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian adalah penyimpitan fokus telaahan dari rumusan masalah, yang
sering diungkapkan dalam bentuk kalimat bertanya. Rumusan pertanyaan ini akan
memandu keseluruhan proses penelitian, terutama untuk perkiraan dan langkah-
langkah selanjutnya yang perlu dilakukan dalam rangka menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan.

d. Tujuan penelitian

Rumusan tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian
selesai dilakukan. Karena itu, rumusan tujuan harus konsisten dengan rumusan
masalah dan harus mencerminkan proses penelitiannya. Rumusan tujuan penelitian
bukan merupakan rumusan maksud penulisan karya tulis ilmiah. Tujuan penelitian
bisa terdiri dari atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menggambarkan
rumusan yang ingin dicapai secara umum. Sedangkan tujuan khusus menggambarkan
rumusan tujuan spesifik yang ingin dicapai.

e. Asumsi
Suatu penelitian mungkin mempunyai asumsi atau mungkin juga tanpa asumsi. Asumsi
dapat berupa teori, bukti-bukti kuat yang oleh peneliti sendiri merupakan sesuatu
yang dianggap benar dan tidaknya perlu dipersoalkan atau dibuktikan lagi
kebenarannya. Asumsi dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif dan bukan kalimat
tanya, kalimat suruhan, kalimat saran, atau kalimat harapan.

f. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah atau submasalah yang


diajukan oleh peneliti. Hipotesis dijabarkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka.
Melalui penelitian ilmiah hipotesis diuji kebenarnya, dan diperoleh hasil apakah
hipotesis ditolak atau diterima.

Dalam pelitian yang bersifat analistis, hipotesis perlu dirumuskan, sedangkan dalam
penelitian yang bersifat deskriptif yang bermaksud mendeskriptifkan masalah yang
diteliti, hipotesis tidak diperlukan. Hipotesis penelitian dirumuskan dalam kalimat
afirmatif, dan bukan dirumuskan dalam kalimat tanya, kalimat suruhan, kalimat saran,
atau kalimat harapan.

g. Metode Penelitian

Metode penelitian yang disajikan dalam Bab Pendahuluan bersifat garis besar, dan
pembahasan yang lebih rinci dan lengkap disajikan pada Bab III. Bagian ini
menjelaskan secara singkat jenis-jenis penelitian: historis, deskriptif, eksperimental,
atau inferensial; instrumen dan teknik pengumpulan datanya (misal: penyebaran
angket, wawancara, observasi, atau studi dokumenteri).

h. Lokasi dan Sampel Penelitian

Untuk memperoleh informasi sejauh mana generalisasi keberlakuan kesimpulan


sebuah penelitian, dalam suatu penelitian harus dicantumkan lokasi dan subyek
populasi/sampel penelitian, dilengkapi dengan alasan rasionalnya. Penjelasan
mengenai alasan di atas menjadi kuat apabila dikaitkan dengan rumusan dan latar
belakang masalah, tujuan penelitian, dan teknik analisis data.

Bab II. Kajian Pustaka/ Kerangka Teoritis

Dalam suatu karya tulis ilmiah, kajian pustaka mempunyai peran sangat penting.
Melalui kajian pustaka ditunjukkan sebuah ”karya seni ilmiah” dari teori yang sedang
dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Fungsi lain
dari kajian pustaka adalah sebagai landasan teoritik dalam analisis temuan.

Dalam laporan kajian pustaka, peneliti membandingkan mengkontraskan, dan


memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji dikaitkan dengan
masalah yang sedang diteliti. Berdasarkan kajian tersebut, peneliti menjelaskan
posisi/pendirian peneliti disertai alasan-alasannya. Telaahan teoritis dimaksudkan
untuk menampilkan ”mengapa dan bagaimana” teori dan hasil penelitian para pakar
terdahulu diterapkan oleh peneliti dalam penelitiannya.

Bab III. Metode Penelitian

Uraian dalam Bab III merupakan penjabaran lebih rinci tentang metode penelitian
yang secara garis besar telah disajikan pada Bab I. Bahasan mengenai metode
penelitian

memuat beberapa komponen yaitu:

o Desain lokasi dan subyek populasi/sampel penelitian, serta cara pemilihan


sampelnya.

o Definisi opersional dari variabel yang terlibat dalam penelitian.

o Instrumen penelitian misalnya tes, lembar observasi, angket, dan atau skala
sikap/pendapat/pandangan.

o Proses pengembangan instrumen antara lain: pengujian validitas, reliabilitas, daya


beda, dan karakteristik lainnya.

o Teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya. Teknik yang dipilih misalnya
melalui tes tulis/lisan atau tes tindakan, angket, wawancara, observasi partisipatif,

dan observasi non-partisipatif.

o Prosedur dan tahap-tahap penelitian mulai dari persiapan sampai dengan


penyusunan laporan akhir.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bagian ini memuat dua hal utama, yaitu: pengolahan dn analisis data untuk
menghasilkan temuan dan pembahasan atau analisis temuan. Pengolahan data dapat
dilakukan berdasarkan prosedur penelitian kuantitatif atau penelitian kualitatif sesuai
dengan desain penelitian yang diuraikan pada Bab III. Uji hipotesis dilakukan sebagai
bagian dari analisis data.

Bagian pembahasan atau analisis temuan mendiskusikan temuan tersebut dikaitkan


dengan dasar teoritik yang telah disampaikan pada Bab II. Dalam penelitian kualitatif
hasil pengujian hipotesis akan memperlihatkan konsekuensi temuan terhadap
landasan teori yang dirujuk. Demikian pula dalam penelitian kualitatif hasil
pembahasan temuan merupakan bahasan yang terkait dengan teori yang digunakan
pada Bab II.

Bab V. Kesimpulan, Implikasi dan Rekomendasi


Pada Bab V disajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis
temuan penelitian, yang disajikan dalam bentuk kesimpulan penelitian. Ada dua
alternatif cara penulisan kesimpulan, yaitu: 1). Dengan cara butir demi butir, atau 2)
dengan cara uraian padat. Untuk karya tulis ilmiah seperti skripsi makna penulisan
kesimpulan dengan

cara uraian pada lebih baik daripada dengan cara butir demi butir.Implikasi atau
rekomendasi yang ditulis setelah kesimpulan dapat ditunjukkan kepada para pembuat
kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang bersangkutan dan kepada
peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya.

(8). Hal hal yang lazim di ucapkan pada saat pidato

 a) Salam pembuka

Contoh salam pembuka :

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat Pagi

Salam sejahtera

b) Sapaan kepada para pendengar

Contoh :

Hadirin yang terhormat

Hadirin sekalian

Hadirin yang saya kasihi

c) Ucapan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Contoh :

Alhamdulillah kita ucapkan karena Allah SWT masih memberi kesempatan kepada kita
untuk dapat berkumpul disini.

Terima kasih kita haturkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengumpulkan kita
bersama disini.

d)Penutup

a) Permohonan Maaf dan Ucapan terimakasih

Contoh :
Demikian pidato yang dapat saya sampaikan, Mohon maaf apabila ada perkataan yang
kurang berkenan dan saya ucapkan terimakasih atas perhatian hadirin sekalian.

Mohon maaf bila ada kesalahan tutur kata, terima kasih atas waktu yang diberikan.

b) Salam

Contoh :

Akhiru kalam, Wabillahi taufiq wal hidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi


Wabarakatuh.

Selamat pagi, dan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai