Anda di halaman 1dari 14

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penerimaan tersebut tidak terjadi begitu
saja, ada beberapa tahapan proses penerimaan itu membutuhkan waktu yang lama.
Tahapannya meliputi :

1 Masa Pra-1928
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah, bahasa Melayu merupakan bahasa perhubungan
atau komunikasi sejak abad VII yaitu masa awal bangkitnya kerajaan Sriwijaya. Pada
masanya kerajaan Sriwijaya menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar
filsafat, dan pusat keagamaan (Budha) dengan menggunakan bahasa perhubungannya yaitu
bahasa Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, bahasa Melayu tidak saja berfungsi sebagai bahasa
perhubungan. Namun, juga digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa resmi, bahasa agama,
dan bahasa dalam penyampaian ilmu pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan alat untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, bahasa melayu digunakan pada perguruan tinggi Dharma
Phala. Selain itu, bahasa melayu juga digunakan sebagai bahasa penerjemah buku-buku
keaagamaan misalnya buku keagaaman yang diterjemahkan ke bahasa Melayu olehTsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang menggunakan bahasa
Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a) Prasasti Kedukan Bukit di Palembang, tahun 683 M.
b) Prasasti Talang Tuo di Palembang, tahun 684 M.
c) Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat, tahun 686 M.
d) Prasasti Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi, tahun 688 M.
e) Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa Tengah tahun 832 M.
f) Prasasti Bogor, di Bogor tahun 942 M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan nusantara, membuat kedudukan bahasa Melayu
semakin penting. Para pembawa ajaran Islam memanfaatkan bahasa Melayu sebagai sarana
komunikasi. Di samping itu, pembawa ajaran Islam ikut memperkaya khasanah kosa kata
dalam bahasa Melayu.
Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki kepulauan Nusantara. Dalam
mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah Belanda mengalami kegagalan sehingga
menyebabkan dikeluarkannya SK No. 104/1631 yang antara lain berisi : Pengajaran di
sekolah-sekolah bumi putera diberikan dalam bahasa Melayu. Selain itu, juga tersusunnya
Ejaan Van Ophyusen (tahun 1901) yang merupakan ejaan resmi bahasa Melayu dan
diterbitkan dalam Kitab logat Melajoe. Buku ini disusun oleh Charles Andrianus van
Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-
ciri dari ejaan ini yaitu:
a) Hurufj untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
b) Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
c) Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata mamoer,
akal, ta, a, dinamai, dsb.
Perkembangan bahasa Melayu berikutnya, tampak pada masa kebangkitan
pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo (1908) yang telah
menggunakan bahasa Melayu sebagai alat bertukar informasi dan komunikasi antar
pergerakan. Hal ini dianggap penting dan perlu, karena dengan itu akan mudah dalam
mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka bernasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama Commissie voor
de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah
menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya
dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara
kesehatan, yang banyak membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat
luas.
Dalam Kongres II Jong Sumatera, diputuskan pemakaian bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan antar jong. Tindak lanjut dari keputusan tersebut adalah
dengan menerbitkan surat kabar Neratja, Bianglala dan Kaoem Moeda.
Sebagai puncak keberadaan bahasa Melayu seperti yang diuraikan di atas,
maka pada tanggal 28 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres Pemuda di Jakarta oleh
berbagai Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres pemuda yaitu dengan
dicetuskannya ikrar Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda itu berisi:
a) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa
Indonesia;
b) Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku bertanah air yang satu tanah air
Indonesia;
c) Kami putera dan puteri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

2 Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu sudah
berubah menjadi bahasa Indonesia.
Perkembangan berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya Angkatan Pujangga
Baru tahun 1933. Para pelopornya antara lain: Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane,
dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : Pembinaan bahasa dan
kesusastraan Indonesia.
Pada masa itu terjadi krisis terhadap keberadaan bahasa Indonesia. Kaum penjajah
(Belanda), berusaha mengganggu keberadaan bahasa Indonesia. Sehingga sejumlah pakar
bahasa Indonesia sepakat untuk mengadakan Kongres I Bahasa Indonesia yang dilaksanakan
di Surakarta (Solo) pada tanggal 25-28 Juni 1938. Sejumlah pakar yang ikut ambil bagian
dalam kongres tersebut antara lain: K. St Pamoentjak; Ki Hadjar Dewantoro; Sanoesi Pane;
Sultan Takdir Alisjahbana; Dr. Poerbatjaraka; Adinegoro; Soekrdjo Wirjopranoto; R. P.
Soeroso; Mr. Moh. Yamin; dan Mr. Amir Sjarifudin. Kongres ini membahas bidang-bidang
peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa persuratkabaran. Dari hasil kongres itu dapat
disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti pula
sebagai cetusan kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap terhadap bahasa
Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia (1 Mei 1942), pemakaian bahasa Indonesia
ditetapkan sebagai bahasa perhubungan antar penduduk, disamping bahasa Jepang dan
pelarangan tegas penggunaan bahasa Belanda. Keputusan itu sangat menggembirakan bagi
pemekaran bahasa Indonesia dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat dari munculnya sebuah
Angkatan kesusastraan yang dipelopori Chairul Anwar, Idrus, Asrul Sani. Angkatan ini
dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang.
Tugas komisi ini adalah menyusun istilah dan tata bahasa normatif serta kosa kata umum
bahasa Indonesia. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia secara tidak langsung
semakin mantap dan memperoleh tempat di hati penduduk.
Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Keesokan harinya yaitu tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam pasal 36 bab XV UUD 45 berbunyi: Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.
Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan
Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya. Ciri-ciri
ejaan ini yaitu:
a) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-
barat2-an.
d) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan perkembangan bahasa
Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai sebelum masa reformasi antara lain:
1. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November
1954 salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan
ditetapkan sebagai bahasa negara.
2. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia H. M. Soeharto,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan
Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3. Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh
wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
4. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28
Oktober s.d. 2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa
Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang
ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa
Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
5. Kongres bahasa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26
November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari
Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang
tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada
semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
6. Kongres bahasa Indonesia V di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 3 November
1988. Dan dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh
Nusantara (sebutan bagi negara Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat
seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
7. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. 2 November
1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura,
Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa
Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.

Pada tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia muncul untuk pertama kalinya yang
disusun oleh Poerwodarminta. Di kamus tersebut tercatat jumlah lema (kata) dalam
bahasa Indonesia mencapai 23.000 kata. Pada tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan
Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1988,
terjadi loncatan yang luar bisa dalam Bahasa Indonesia. Dari 23.000 kata, telah
berkembang menjadi 62.000 pada tahun 1988. Selain itu, setelah bekerja sama dengan
Dewan Bahasa dan Pustaka Brunei, berhasil dibuat 340.000 istilah baru di berbagai
bidang ilmu.
Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi secara luar biasa, saat
produk asing berupa properti masuk ke perkantoran dan pusat perbelanjaan, banyak
istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing marak digunakan sehingga pemerintah
menjadi khawatir. Pada tahun 1995 terjadi pencanangan berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. Nama-nama gedung, perumahan dan pusat perbelanjaan yang berbau asing
diganti dengan nama yang berbahasa Indonesia.

Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi


Perkembangan bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa
Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut.
a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai
kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata
umum telah berjumlah 78.000.
Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru membawa perubahan
buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan penggunaan bahasa Indonesia makin marak di era
reformasi. Penggunaan bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat
terpinggirkan. Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun elektronik. Tokoh
pers Djafar Assegaf menuding sekarang ini kita tengah mengalami Krisis penggunaan
bahasa Indonesia yang amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi tiada
tanggung jawab terhadap pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa
kini cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Ini menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar.
Hal ini disebabkan antara lain oleh perubahan zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang
utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik
perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan usaha
antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers saat ini yang dapat
menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa Indonesia. Pertama, bertambahnya
jumlah kata-kata singkatan (akronim). Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau
bahasa asing dalam surat kabar. Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah
baru, kata-kata dan ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kroni,
konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan
sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara
umum atau hanya terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain itu, saat ini bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua
setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri lahir
sebuah bahasa baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia, dan
bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa
Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa
kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwasanya kaum intelek adalah mereka-mereka
yang menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total
memakai bahasa asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa
Indonesia.
Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru
semakin marak. Kata-kata seperti new arrival, sale, best buy, discount, terpampang
dengan jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tidak sedikit media yang memberikan
judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing.
Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar
mengalami maju-mundur. Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa
Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia
semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari
multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat
perbedaan bahasa, kini dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua
elemen bangsa dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk
kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, bahasa Indonesia juga
memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan
pengaruh besar dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, bahasa Indonesia menjadi
terpinggirkan. Bahkan dari kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak
yang menganggap sepele bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti
bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, bahasa
Mandarin dan bahasa lainnya. Pelajar dan para pemuda juga menganggap sepele bahasa
Indonesia. Kebanyakan dari mereka mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas
dan terasa kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa
gaul yang merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa Indonesia.
Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun yang lalu, di saat para pelajar dan
pemuda dengan semangat cinta tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, bukan bahasa lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah. Alhasil,
akibat pelajar menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri
mendapatkan nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi, sebagian
penyebab banyaknya pelajar yang tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mengganggap
sepele pelajaran bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia
itu menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat Indonesia
merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah berbangsa dan bisa
berbahasa Indonesia seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan
kemerosotan ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa malu
berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam pergaulan internasional. Ketiga,
sebagai akibat adanya globalisasi yang membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan
bahasa Indonesia dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat
mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang
asing belajar bahasa Indonesia menurun akibat kondisi pengajaran bahasa Indonesia
belakangan ini menunjukkan gejala penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek
intensitas penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan intensitas
penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri menurunnya minat itu akibat penyelenggaraan
pengajaran untuk penutur asing itu sendiri maupun kondisi dari dalam negeri sendiri.
Penurunan minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Hal itu akibat
politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa Indonesia di kampus-kampus
peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup program ini, tertutup juga upaya untuk
meningkatkan citra Indonesia di sana. Kurangnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di
beberapa negara diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu
pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti China, Jepang, AS,
Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun berkembang pesat.
Salah satu upaya pemerintah Indonesia mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia
untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji
Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan
setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di
beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada
masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di
Canbera Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan masalah diatas dapat disimpulkan bahwa:
Sejarah bahasa Indonesia pada zaman pra kemerdekaan dibagi menjadi dua tahapan
yaitu pertama masa pra-1928 ditandai dengan penggunaan bahasa Melayu pada zaman
kerajaan Sriwijaya sampai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda. Kedua, masa pasca-
1928 ditandai dengan adanya ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa
Melayu sudah berubah menjadi bahasa Indonesia sampai dengan pada tahum 1942
dibentuk Komisi Bahasa Indonesia oleh Jepang.
1. Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan dimulai dari
tanggal 18 Agustus ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal
36 bab XV UUD 45 berbunyi : Bahasa negara ialah bahasa Indonesia,
sampai dengan diadakannya kongres Bahasa Indonesia kedua sampai ke
delapan.
2. Pada zaman reformasi diawali dengan Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta
tanggal 26-30 Oktober 1998. Hingga sekarang cenderung membawa perubahan
buruk bagi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sekarang sudah menjadi bahasa
kedua setelah Bahasa Inggris dan bahasa gaul. Selain itu Bahasa Indonesia
mengalami penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia
seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Namun, juga ada peningkatan
mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti China, Jepang, AS, Mesir,
dan negara Arab. Saat ini Pusat Bahasa berupaya membuka pusat-pusat
kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus
sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia. Saat ini pusat
kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di Canbera Australia,
Los Angles AS, dan Washington DC AS.

Saran
Bahasa Indonesia yang kita ketahui sebagai mana dari penjelasan terdahulu
memiliki banyak rintangan dan kendala untuk mewujudkan menjadi bahasa pemersatu,
bahasa nasional, bahasa Indonesia. Sehingga kita sebagai generasi penerus mampu
untuk membina, mempertahankan bahasa Indonesia ini, agar tidak mengalami
kemerosotan dan diperguna dengan baik oleh pihak luar.

Anda mungkin juga menyukai