Anda di halaman 1dari 12

X EYD

Nama : Refo Prima Efradinata

NIM : P07125323006

Prodi : RPL STR Gigi

1. Sebutkan dan jelaskan secara singkat ejaan yang pernah berlaku di Indonesia!

Ejaan merupakan suatu kumpulan peraturan penulisan huruf, dan juga kata serta
penggunaan tanda baca. Penulisan ejaan sendiri mencakup beberapa salah satunya adalah
penulisan huruf abjad seperti ; A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q, R, S, T, U, V,
W, X, Y, Z. Huruf-huruf tersebut bisa atau dapat ditulis di dalam bentuk huruf kapital
ataupun tidak, itu tergantung pada pemakaian dan juga tujuan penggunaannya.

Berikut jenis-jenis ejaan yang pernah digunakan di Indonesia :

a. Ejaan Van Ophuijsen (1901) atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah
digunakan untuk bahasa Melayu dan kemudian bahasa Indonesia pada zaman
kolonialisme Belanda. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata bahasa
Indonesia menurut model yang dipahami orang Belanda, yaitu menggunakan alfabet
Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda. Ada tiga ciri penanda lingual
dalam Ejaan van Ophuijsen, yaitu:

 penggunaan huruf j dibaca /y/


 penggunaan huruf tj dibaca /c/
 penggunaan huruf dj dibaca /j/
 penggunaan huruf oe dibaca /u/ dan
 penggunaan tanda diakritik meliputi tanda koma (,), ain (‘), dan trema (¨).

Huruf hidup yang diberi aksen trema atau dwititik diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö,
menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. Kebanyakan catatan tertulis bahasa
Melayu pada masa itu menggunakan abjad Arab yang dikenal sebagai abjad Jawi.
Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik untuk bahasa Indonesia pada 19
Maret 1947.

b. Ejaan Soewandi (1947). Ejaan Republik (edjaan republik) adalah kepastian ejaan
dalam Bahasa Indonesia yang berlanjut sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga
disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Norma budaya
istiadat kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen
yang mulai berlanjut sejak tahun 1901.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

 huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.


 bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis
dengan 'k', seperti pada kata-kata tidak, pak, maklum, rakjat.
 kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-
an.
 awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak
dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlanjut sampai tahun 1972 lalu dialihkan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa posisinya
sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri
mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang
menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan
itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat
itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

c. Ejaan Pembaharuan (1957). Ejaan Pembaharuan atau ejaan Dubovska adalah sistem
ejaan bahasa Indonesia yang dirancang oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Prijono
dan E. Katoppo dengan mengikuti saran ahli bahasa dari Cekoslowakia Zorica
Dubovska yang menginginkan ejaan baru bahasa Indonesia harus mengikuti alfabet
Ceko pada tahun 1957 sebagai hasil keputusan Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan, tetapi sistem ejaan ini tidak pernah dilaksanakan.[1] Ejaan sebelum ini adalah
Ejaan Repoeblik (Ejaan Suwandi), dan ejaan setelah ini adalah Ejaan Melindo (1959,
batal diresmikan), Ejaan Baru atau Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan,
sekarang Pusat Bahasa, 1967), dan Ejaan yang Disempurnakan sejak 1972.[2][3]

Perubahan.

Ejaan pembaruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk memperbaharui


Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa
Indonesia. Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu dikenal sebuah
nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai panitian ejaan itu.
Yaitu Profesor Prijono dan E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu
berhasil merumuskan patokan-patokan ejaan baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia itu
tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah
diberlakukan. Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan Pembaharuan ialah
disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan huruf
tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.

 Gabungan konsonan dj diubah menjadi dž


 Gabungan konsonan tj diubah menjadi č
 Gabungan konsonan ng tetap menjadi ng
 Gabungan konsonan nj diubah menjadi ň
 Gabungan konsonan sj diubah menjadi š

Selain itu, gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan pelafalannya
yaitu menjadi ae, ao, dan oe.

Contoh penggunaan :

EYD Ejaan Pembaharuan


Santai Santae
Gulai Gulae
Harimau Harimao
Kalau Kalao
Amboi Amboe
Sarung Sarung
Syarat Šarat

d. Ejaan Melindo (1959) adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman
Bersama Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha
penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah
Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan
Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah sampai diterapkan.

Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam Ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti
pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj seperti
njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali masih baru. (Dalam Ejaan
Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu diganti dengan ts dan ń.)

e. Ejaan LBK atau Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (1967). Ejaan Baru atau
Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, pendahulu Pusat Bahasa) adalah
ejaan bahasa Indonesia yang dikeluarkan pada tahun 1967. Ejaan ini adalah kelanjutan
dari Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya pun, selain dari panitia LBK, juga
beranggotakan panitia dari Malaysia. Ejaan ini tidak memiliki banyak perbedaan
dengan EYD kecuali pada perincian-perincian kaidah saja. Gabungan panitia yang
diketuai oleh Anton M. Moeliono saat itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan
yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Ejaan ini diresmikan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Sarino Mangunpranoto, dengan SK Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No.062/67, tanggal 19 September 1967.

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK, antara lain :

 Huruf ‘tj’ diganti ‘c’, j diganti ‘y,’ ‘nj’ diganti ‘ny,’ ‘sj ‘menjadi ‘sy,’ dan ‘ch’
menjadi ‘kh.’
 Huruf asing: ‘z,’ ‘y,’ dan ‘f’ disahkan menjadi ejaan bahasa Indonesia. Hal ini
disebabkan pemakaian yang sangat produktif.
 Huruf ‘e’ tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang
berpasangan dengan variasi huruf ‘e’ yang menimbulkan salah pengertian.
f. Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD (1972), Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia atau PUEBI (2015) dan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
atau EYD (2022).
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (disingkat Ejaan yang
Disempurnakan atau EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari tahun
1972 hingga 2015 menggantikan Ejaan Baru, serta kembali berlaku sejak tahun 2022
menggantikan Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau
Ejaan Soewandi pada tahun 1972 dan Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) pada tahun 2022.
EYD pertama kali diberlakukan dan diresmikan pada tanggal 26 Agustus 1972.
Pemberlakuan pemakaian EYD diperkuat dengan keputusan Presiden Nomor 57
Tahun 1972. Ejaan ini sempat digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) sejak
tahun 2015 hingga bulan Agustus 2022, ketika istilah "Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" kembali digunakan. Bila menghitung EBI sebagai edisi keempat,
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan saat ini telah memiliki lima edisi.

Sejarah

Pada tahun 1966, panitia untuk menyusun ejaan baru bagi bahasa Indonesia
dibentuk. Panitia itu bekerja atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 062 Tahun 67, pada tanggal 19 September 1967. Pada, tahun 1967,
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK, sekarang Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK) yang merupakan hasil
kerja panitia bentukan LBK tersebut. Ejaan Baru pada dasarnya merupakan lanjutan
dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo.
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri
Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk
melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
ejaan yang baru. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Indonesia dan
bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia). Di Malaysia, ejaan
baru bersama ini dinamai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan
untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke
XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaian ejaan baru untuk bahasa
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57
tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini merupakan
penyederhanaan serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik
yang dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor
0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah". Buku pedoman
tersebut menjadi pedoman EYD edisi pertama.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri
ini menjadi aturan EYD edisi kedua yang menyempurnakan EYD edisi pertama
(1975).
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan, yang menjadi aturan EYD edisi ketiga. Dengan
dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi kedua (1987) diganti dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pada tahun 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 yang menyempurnakan
EYD edisi ketiga (2009), serta mengubah istilah EYD menjadi Ejaan Bahasa
Indonesia (EBI).
Pada tahun 2022, Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Nomor 0424/I/BS.00.01/2022 dikeluarkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa. Keputusan menteri tersebut pada intinya mengembalikan istilah EBI menjadi
EYD, atau yang lebih tepatnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi
Kelima, sehingga menganggap bahwa EBI merupakan EYD edisi keempat. Dalam
keputusan tersebut pula, beberapa pedoman dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia (PUEBI) direvisi.
Perubahan dengan ejaan sebelumnya

Edisi pertama (1972)

Beberapa ketentuan baru yang ditetapkan di dalam EYD edisi pertama, antara lain :

 Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
 Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya2 pada kata furqan, dan xenon.
 Awalan di- dan kata depan di dibedakan penulisannya. Kata depan di pada
contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara
di- pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
 Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata
amboi.
 Bentuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy termasuk kelompok huruf
konsonan.
 Masih menggunakan dua istilah, yaitu huruf besar dan huruf kapital.
 Penulisan huruf hanya mengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring.
 Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara
lambang dengan angka, misalnya Rp 500,00.
 Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda
petik ganda dan tanda petik tunggal.
 Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua (2)
tidak digunakan sebagai penanda perulangan, kecuali mungkin dalam tulisan
cepat dan notula.

Ketentuan-ketentuan selain penulisan huruf di dalam pedoman EYD, antara lain:

 Penulisan kata.
 Penulisan tanda baca.
 Penulisan singkatan dan akronim.
 Penulisan angka dan lambang bilangan.
 Penulisan unsur serapan.

Edisi kedua (1987)

Beberapa perubahan pada EYD edisi kedua, antara lain:

1) Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama


Tuhan terdapat catatan tambahan yaitu:
 bila terdiri dari kata dasar maka tulisan disambung, misalnya Tuhan Yang
Mahakuasa;
 bila terdiri dari kata berimbuhan maka penulisan dipisah, misalnya Tuhan
Yang Maha Pengasih.
2) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan,
yaitu:
 jika nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya
mesin diesel, 10 volt, dan 5 ampere.
 Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan
tambahan, yaitu:
 istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya
berlayar ke teluk;
 nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil, misalnya,
gula jawa.
3) Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi
terdapat catatan tambahan, yaitu:
 jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil, misalnya sebuah
republik dan menurut undang-undang yang berbeda dengan Republik
Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945.
4) Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara
lambang dengan angka terdapat catatan tambahan, yaitu:
 untuk desimal pada nilai mata uang dolar dinyatakan dengan titik,
misalnya $3.50;
 angka yang menyatakan jumlah ribuan dibubuhkan tanda titik, misalnya
Buku ini berusia 1.999 tahun.
Edisi ketiga (2009)

Beberapa perubahan pada EYD edisi ketiga, antara lain:

 Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah
kata, misalnya boikot dan amboi.
 Bentuk kh, ng, ny, dan sy dikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan.
 Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau
huruf kapital dan huruf miring.
 Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring
ganda untuk membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk
memudahkan pembacaan naskah.
 Penggunaan angka dua (2) disebutkan digunakan dalam keperluan khusus,
seperti dalam pembuatan catatan rapat atau kuliah.

Edisi keempat (2015)

Ejaan yang Disempurnakan edisi keempat disebut dengan nama Ejaan Bahasa
Indonesia. Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD (1972), Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia atau PUEBI (2015) dan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan atau EYD (2022). Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(disingkat Ejaan yang Disempurnakan atau EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku dari tahun 1972 hingga 2015 menggantikan Ejaan Baru, serta kembali berlaku
sejak tahun 2022 menggantikan Ejaan Bahasa Indonesia.
Edisi kelima (2022)

Beberapa perubahan pada EYD edisi kelima, antara lain :

 Penambahan istilah huruf monoftong, yang beranggotakan lambang huruf eu.


 Bentuk terikat maha- dan kata dasar atau berimbuhan yang merujuk pada
nama dan sifat Tuhan ditulis terpisah.
 Perubahan redaksi (pengantar), pemindahan kaidah penulisan unsur serapan,
penghapusan kaidah penulisan kutipan, perubahan contoh, dan perubahan tata
cara penyajian isi.

Penggunaan

Dalam penggunaannya pada nama, sering kali masih menggunakan ejaan lama,
misalnya Soekarno, yang sudah lebih dulu terkenal, dan terkadang dalam nama
modern dicampur dengan ejaan baru, seperti nama belakang Megawati Soekarnoputri
(bukan Sukarnoputri maupun Soekarnopoetri).

Dalam penggunaannya di luar Indonesia, beberapa orang dapat memilih untuk


mengejanya dengan ejaan asing (bukan Belanda / Ejaan Lama). Misalnya, musisi
Stephanie Poetri mengeja nama keduanya (nama tengahnya) mirip kata bahasa Inggris
poetry (puisi), alih-alih putri.

Kemiripan dengan bahasa lain

Ejaan EYD beberapa mirip dengan bahasa Inggris, seperti penulisan huruf vokal (a, i,
u, e, o) sehingga banyak kata yang diserap secara utuh dari bahasa Inggris seperti
solder, pistol, sandal, dll.
2. Tandailah ejaan yang salah pada paragraf di bawah ini dengan warna lain dan
betulkanlah!

Ketika berada di puncak gunung, keinginan yang timbul biasanya adalah keinginan untuk
melihat matahari terbit. hal itu sudah sangat lazim dilakukan oleh pendaki. Nah, begitu pula
ketika berada di bukit sikunir, dieng, wonosobo, jawa tengah. Matahari terbit dan tenggelam
dengan sangat indah. Bentuk dari bukti yang kecil, mudah didaki. Semua itu membuatnya
mudah didaki dan memungkinkan orang yang belum pernah naik gunung sekalipun bisa
mendaki ke bukit sikunir untuk menikmati matahari terbit. Pemandangan pagi dari bukit
sikunir begitu indah dan memesona. Ditambah dengan adanya sebuah gardu pandang,
menjadikannya mirip dengan sebuah daerah di pulau bali. Hanya saja, bali pemandangannya
adalah laut sedangkan di sikunir hamparan awan di langit. Sementara tak jauh darinya adalah
telaga cebong yang indah dan memikat. Sepanjang perjalanan pulang ada banyak petani
kentang yang bertani secara tradisional. Mereka memakai jaket tebal, mengingatkan kepada
eropa di musim dingin. Sebuah hal yang lazim dilakukan oleh pendaki adalah mengabadikan
foto kemunculan matahari pagi. Mereka umumnya bergaya dengan latar belakang
kemunculan sang surya dengan warna emasnya. Bukan hanya foto, banyak yang
mengabadikan dalam bentuk video. Kemunculan matahari pagi di bukit sikunir adalah sebuah
mahakarya tuhan yang tidak ada duanya di atas alam raya ini.

Versi Perbaikan

Ketika berada di puncak bukit/gunung para pendaki memiliki keinginan untuk melihat
matahari terbit dan hal ini sudah sangat umum dilakukan oleh para pendaki. Begitu pula di
bukit Sikunir, Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Matahari terbit dan tenggelam dengan sangat
indah. Bukit Sikunir yang tidak terlalu tinggi membuat para pendaki mudah untuk mendaki
dan memungkinkan orang yang belum pernah naik gunung sekalipun bisa mendaki ke bukit
Sikunir untuk menikmati matahari terbit.

Pemandangan pagi dari bukit Sikunir begitu indah dan memesona, ditambah dengan
adanya sebuah gardu pandang yang menjadikannya mirip dengan sebuah daerah di pulau
Bali. Namun, pemandangan yang dimiliki Pulau Bali umumnya adalah laut sedangkan
pemandangan di bukit Sikunir adalah hamparan awan di langit dan juga dekat dari bukit
Sikunir terdapat Telaga Cebong yang indah dan memikat. Lalu, sepanjang perjalanan pulang
ada banyak petani kentang yang bertani secara tradisional, mereka memakai jaket tebal dan
mengingatkan kita pada benua Eropa di waktu musim dingin.

Para pendaki pada selain menikmati indahnya pemandangan pada saat di atas
bukit/gunung mereka akan mengabadikan momen itu melalui sebuah foto. Mereka umumnya
bergaya dengan latar belakang kemunculan sang surya dengan warna emasnya dan tidak
hanya melalui sebuah foto mereka mengabadikan momen melainkan mereka juga
mengabadikannya melalui sebuah video. Kemunculan matahari pagi di bukit Sikunir adalah
sebuah mahakarya Tuhan yang tidak ada duanya di atas alam raya ini.

Anda mungkin juga menyukai