Anda di halaman 1dari 12

MATERI

BAHASA INDONESIA

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH:

M. RASYID HAMIDI (2006112158)

JURUSAN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS RIAU

2020
Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia

A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Melayu adalah bahasa kebanggaan Brunel Indonesia, malaysia, dan


Singapura. Bahasa Indonesia yang berkedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa
resmi negara Republik Indonesia merupa kan sebuah dialek bahasa Melayu, yang pokoknya
dari bahasa Melayu Riau (bahasa Melayu di Provinsi Riau, Sumatra, Indonesia). Nama
Melayu pertama digunakan sebagai nama kerajaan tua di daerah Jambi di tepi Sungai
Batanghari, yang pada pertengahan abad ke-7 ditaklukan oleh kerajaan Sriwijaya. Selama
empat abad kerajaan ini berkuasa di da erah Sumatra Selatan bagian timur dan dibawa
pemerintahan raja-raja Syailendra bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara,
melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan,

Hal tersebut dibuktikan oleh adanya beberapa prasasti yang ditemukan di daerah-
daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya bukan bahasa Indonesia atau Melayu. Tentu
saja ada juga ditemukan di daerah yang bahasa sehari-hari penduduknya sudah menggunakan
bahasa Indonesia atau Melayu. Sejarah perkembangan bahasa ini dapat dibuktikan dengan
adanya prasasti Kedukan Bukit (683 M), Talang Tuo (684 M), Kota Kapur (686 M), Karah
Barahi (686 M).

Sekitar awal abad ke-15 kerajaan Malaka di Semenanjung berkembang dengan


sangat cepat menjadi pusat perdagangan dan pusat pertemuan para pedagang dari Indonesia,
Tiongkok, dan dari Gujarat Para pedagang dari Jawa pada waktu itu dikuasai oleh Majapahit
mem bawa rempah-rempah, cengkeh, dan pala dari Indonesia Timur ke Malaka. Hasil Bumi
di Sumatra yang berupa Kapur barus, lada kayu cendana, dan yang lainnya dibawa ke Malaka
oleh para pedagang dari Sumatra. Di Malaka mereka membeli barang-barang dagangan yang
di bawa oleh para pedagang dari Tiongkok dan Gujarat berupa sutera dari India, kain pelikat
dari Koromandel, minyak wangi dari Persia, kain dari Arab, kain sutera dari Cina, kain
bersulam emas dari Tiongkok, kain satin, kipas dari Tiongkok, dan barang-barang perhiasan
yang lain. Perkembangan Malaka yang sangat cepat berdampak positif ter hadap bahasa
Melayu. Sejalan dengan lalu lintas perdagangan, bahasa Melayu yang digunakan sebagai
bahasa perdagangan dan juga penyi aran agama Islam dengan cepat tersebar ke seluruh
Indonesia, dari Sumatra sampai ke kawasan timur Indonesia
Belanda, seperti halnya negara asing yang lain sangat tertarik de ngan rempah-rempah
Indonesia. Mereka tidak puas kalau hanya mene rima rempah-rempah dari pedagang
Gujarat.Masalah yang segera dihadapi oleh Belanda adalah masalah ba hasa pengantar. Tidak
ada pilihan lain kecuali bahasa Melayu yang dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
karena pada saat itu bahasa Melayu secara luas sudah digunakan sebagai lingua franca di
seluruh Nusantara. Pada tahun 1521 Pigafetta yang mengikuti pelayaran Magelhans
mengelilingi dunia, ketika kapalnya berlabuh di Todore menuliskan kata-kata Melayu. Hal ini
membuktikan bahwa bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia sebelah barat itu telah
tersebar luas sampai ke daerah Indonesia sebelah Timur.

Dari hari ke hari kedudukan bahasa Melayu sebagai lingua franca semakin kuat,
terutama dengan tumbuhnya rasa persatuan dan kebang saan di kalangan pemuda pada awal
abad ke-20 sekalipun mendapat rintangan dari pemerintah dan segolongan orang Belanda
yang ber usaha keras menghalangi perkembangan bahasa Melayu dan berusaha menjadikan
bahasa Belanda sebagai bahasa nasional di Indonesia. Para pemuda yang bergabung dalam
berbagai organisasi, para cerdik pandai bangsa Indonesia berusaha keras mempersatukan
rakyat Mereka sadar bahwa hanya dengan persatuan seluruh rakyat bangsa Indonesia dapat
menghalau kekuasaan kaum penjajah dari bumi Indonesia dan mereka sadar juga ?hanya
dengan bahasa Melayu mereka dapat berkomunikasi dengan rakyat Usaha mereka
mempersatukan rakyat, terutama para pemudanya memuncak pada Kongres Pemuda di
Jakarta pada tanggal 28 oktober 1928

tanggal 28 Oktober merupakan hari yang amat penting yang merupakan hari
pengangkatan atau penobatan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan atau sebagai bahasa
nasional. Pengakuan dan pernyataan yang diikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928 itu tidak
akan ada artinya tanpa diikuti usaha untuk mengembangkan bahasa Indonesia, meningkatkan
kemampuan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.Persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia diikrarkan melalui butir-butir Sumpah pemuda sebagai berikut.

Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah
Indonesia.

Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pada ketiga ikrar tersebut terdapat perbedaan ikrar antara ikrar ketiga dengan ikrar
pertama dan kedua yaitu pada kata mengaku dan menjunjung. Ikrar pertama dan kedua
menyatakan ”mengaku bertumpah darah yang satu dan mengaku berbangsa yang satu”.
Artinya, tanah air dan bangsa kami hanya satu yaitu Indonesia. Berbeda dengan ”menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ikrar ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang digunakan dalam mempersatukan bangsa Indonesia. Tidak berarti
bahwa, bahasa daerah dihapuskan. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan dilestarikan sebagai
kekayaan budaya bangsa. Jadi, sangatlah keliru jika ada warga daerah yang malu
menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi

Setelah Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 bahasa Indo nesia semakin mantap
kedudukannya. Perkembangannya juga cukup pesat. Sehari sesudah proklamasi
kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus ditetapkan Undang-undang Dasar 1945 yang di
dalamnya terdapat pasal, yaitu pasal 36, yang menyatakan bahwa

"Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia." Dengan demikian, selain berkedudukan


sebagai bahasa negara juga, bahasa Indonesia dipakai dalam semua urusan yang berkaitan
dengan pemerintahan dan negara.

Sesudah kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat setiap


tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia ber tambah. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara juga semakin kuat. Perhatian terhadap bahasa Indonesia
baik di pemerintah maupun masyarakat sangat besar. Pemerintah Orde Lama dan Orde Baru
menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia di antaranya melalui
pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang menjadi Pusat
Bahasa dan Penyelenggaraan Kongres Bahasa Indonesia. Perubahan ejaan bahasa Indonesia
dari Ejaan van Ophuijsen ke Ejaan Soewandi hingga Ejaan yang Disempurnakan selalu
mendapat tanggapan dari masya rakat

Pada awal tahun 2004, Dewan Bahasa dan Pustaka (Malaysia) dan Majelis Bahasa
Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia (MABBIM) mencanangkan Bahasa Melayu
dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan memandang lebih separuh jumlah penduduk
ASEAN mampu bertutur dalam bahasa Melayu. Walaupun demikian, gagasan ini masih
dalam perbincangan.
Berikut ini beberapa perubahan ejaan bahasa indonesia serta ciri ciri nya untuk
mendukung penggunaan bahasa indonesia:

1. Ejaan van ophuijsen

Pencetus sistem ejaan itu bernama Charles Adriaan van Ophuijsen Pada tahun 1896 ia
diberi tugas Pemerintah Belanda untuk menstandardisasikan aksara Latin untuk Bahasa
Melayu (dibantu oleh Engku Nawawi gl. St. Makmur dan M. Taib St. Ibrahim) dan hasilnya
adalah Kitab Logat Melajoe(terbit pada tahun 1901). Tahun 1901 menjadi penanda dari
pemberlakuan Ejaan van Ophuijsen hingga tahun 1947

Khusus Ejaan van Ophuijsen, sejumlah bunyi dapat ditandai, antara lain, bunyi [u]
ditulis oe, bunyi [j] ditulis dj, bunyi [y] ditulis j, bunyi [c] ditulis tj, sebagaimana yang tertera
dalam Gambar 1 sampai dengan Gambar 7. Selain itu, pada masa berlakunya Ejaan van
Ophuijsen, kita mengenal kosakata-kosakata Indonesia yang khas pada masa itu, seperti
perhatiken, kwaliteit, pakerdjahan, perboeroehan,permintahan, dan soeroe. Kita juga
mengenal kosakata-kosakata Indonesia yang diserap dari bahasa Belanda, seperti
hydrualisch,versnelling, dan veer
2. Ejaan soewandi
Tanggal 17 maret 1947 menteri pengajaran pendidikan dan kebudayaan saat itu, yaitu
raden soewandi menggantikan ejaan ophuijsen perubahan sistem ejaan Ophuysen kepada
ejaan Soewandi 1m bersesuaian dengan hasrat Kongres Bahasa Indonesia (1938) agar bahasa
Indonesia lebih banyak diintemasionalkan' dan beberapa hal yang kurang praktis dapat segera
disempumakan.
Sistem ejaan soewandi vokal [oe] digantikan vokal u seperti soekoe menjadi suku, goeroe
jadi guru, laoet jadi laut, loepa menjadi lupa, oelang menjadi ulang
3. Ejaan melindo
Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf Latin di
Indonesia dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayupada tahun
1959. Ejaan melindo dapat dikenali dari 6 ciri berikut:

a) gabungan konsonan tjpada kata tjara, diganti dengan csehingga dituliscara


b) b)gabungan konsonan njpada kata njanji, ditulis dengan huruf nc, sehingga menjadi
huruf yang baru
c) kata menyapuakan ditulis meɳapu
d) gabungan sy pada kata syairditulismenjadi Ŝyair
e) gabungan ngpada kata ngopi ditulis menjadi ɳopi
f) diftong oiseperti pada kata koboiditulis menjadi koboy

4. Ejaan yang disempurnakan

Ejaan Yang Disempurnakan atau dikenal dengan EYD mengalami beberapa perubahan
dari masa ke masa, yaitu tahun 1972, tahun 1988, dan tahun 2009. Berikut ciri khusus EYD
tahun 1972 :

a) Huruf diftong oi hanya ditemukan di belakang kata, misalnya oi pada kata amboi
b) Masih menggunakan dua istilah yaitu huruf besar dan huruf kapital.
c) Penulisan huruf hanyamengatur dua macam huruf yaitu huruf besar atau huruf kapital
dan huruf miring.
d) Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka, misalnya Rp 500,00
e) Tanda petik dibedakan istilah dan penggunaannya menjadi dua, yaitu tanda petik
ganda dan tanda petik tunggal.
f) Terdapat tanda ulang berupa angka 2 biasa (bukan kecil di kanan atas [2] atau juga
bukan di kanan bawah [2]) yang dapat dipakai dalam tulisan cepat dan notula untuk
menyatakan pengulangan kata dasar, misalnya dua2, mata2,dan hati2.ata amboi.

Terdapat lima ciri khusus dalam PUEYD tahun 1988. Berikut kelima ciri tersebut:

a) Penggunana huruf kapital dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan
terdapat catatan tambahan yaitu: (1) bila terdiri dari kata dasar maka tulisan
disambung, misalnya Tuhan Yang Mahakuasa; (2) bila terdiri dari kata berimbuhan
maka penulisan dipisah, misalnya Tuhan Yang Maha Pengasih.
b) Huruf kapital sebagai huruf pertama nama orang diberi keterangan tambahan, yaitu:
jika nama jenis atau satuan ukuran ditulis dengan huruf kecil, misalnya mesin diesel,
10 volt, dan 5 ampere.
c) Huruf kapital yang digunakan sebagai nama khas geografi diberi catatan tambahan,
yaitu: (1) istilah geografi bukan nama diri ditulis dengan huruf kecil, misalnya
berlayar ke teluk; (2) nama geografi sebagai nama jenis ditulis dengan huruf kecil,
misalnya, gula jawa.
d) Huruf kapital yang digunakan sebagai nama resmi badan dan dokumen resmi terdapat
catatan tambahan, yaitu jika tidak diikuti nama maka ditulis dengan huruf kecil,
misalnya sebuah republikdan menurut undang-undangyang berbeda dengan Republik
Indonesiadan Undang-Undang Dasar 1945.
e) Penulisan angka untuk menyatakan nilai uang menggunakan spasi antara lambang
dengan angka terdapat catatan tambahan, yaitu: (1) untuk desimal pada nilai mata
uang dolar dinyatakan dengan titik, misalnya $3.50; (2) angka yang

Dan berikut keempat ciri khusus dari PUEYD tahun 2009:

a) Huruf diftong oi ditemukan pada posisi tengah dan posisi akhir dalam sebuah kata,
misalnya boikot dan amboi.
b) Bentuk kh, ng, ny, dansydikelompokkan menjadi gabungan huruf konsonan
c) Penulisan huruf masih tetap mengatur dua macam huruf, yaitu huruf besar atau huruf
kapital dan huruf miring.
d) Tanda garis miring terdapat penggunan tambahan, yaitu tanda garis miring ganda
untuk membatasi.

5. Ejaan PUEBI

Berikut ciri khusus PUEBI yang penulis temukan pada Permendikbud Nomor 50 tahun 2015

a) Pada hurufvokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar digunakan diakritik
yang lebih rinci, yaitu (1) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak bermain di
teras(téras); (2) diakritik (è) dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton film seri(sèri);
(3) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir seri(sêri).
b) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf qdan x yang lebih rinci,
yaitu: (1) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keprluan ilmu; (2)
huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].
c) Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong eimisalnya pada akata eigendom,
geiser, dan survei.
d) Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD terdapat 16
aturan sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan disertai catatan.
e) Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya dua aturan, yaitu
menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan menegaskan bagian
karangan seperrti judul buku, bab, atau subbab.

Kemudian kongres bahasa Indonesia yang sudah dilaksanakan:


1. Kongres Bahasa Indonesia I (Pertama)
Kongres bahasa Indonesia yang pertama dilaksanakan pada tanggal 25-28 Juni
tahun 1938 di kota Solo, Jawa Tengah. Kongres pertama ini menghasilkan beberapa
kesepakatan dan kesepahaman yakni urgensi dari usaha pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh para cendikiawan
dan budayawan Indonesia pada waktu itu. Sampai pada akhirnya pada 18 Agustus
1945 disyahkannya Undang -Undang Dasar 1945, pada Pasal 36 menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara. Diresmikannya penggunaan Ejaan Republik sebagai
pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya, peresmian ini terjadi pada
tanggal 19 Maret 1947.
2. Kongres Bahasa Indonesia II
Kongres bahasa Indonesia yang kedua dilaksanakan pada 28 Oktober-1
November 1954 di Kota Medan, Sumatra Utara,. Kongres bahasa Indonesia ini
merupakan sebuah tindakan rasionalisasi dari keinginan yang kuat dan keras dari
bangsa Indonesia untuk selalu menyempurnakan bahasa Indonesia yang dijadikan
bahasa nasional.Pemerintah pada 16 Agustus 1972, meresmikan penggunaan Ejaan
yang Disempurnakan (EYD) yang diperkuat dengan adanya Keputusan Presiden No.
57 Tahun 1972. Mentri Pendidikan dan Kebudayaan pada 31 Agustus 1972,
menetapkan Pedoman Umum Bahasa Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia
(Wawasan Nusantara).
3. Kongres Bahasa Indonesia III
Kongres bahasa Indonesia ketiga dilaksanakan pada 28 Oktober-2 November
1978 di Ibukota Jakarta. Hasil yang didapat dari kongres bahasa Indonesia ketiga ini
yaitu memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia
sejak tahun 1928 dan selalu berusaha dengan optimal untuk memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia.
4. Kongres Bahasa Indonesia IV
Kongres bahasa Indonesia keempat diselenggarakan pada tanggal 21-26
November 1983 di Jakarta. Pada pelaksanaan kongres bahasa Indonesia ke empat
bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda yang ke-55 yang menghasilkan kesepakatan
bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum di dalam GBHN, yang mewajibkan kepada seluruh
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
tercapai seoptimal mungkin.
5. Kongres Bahasa Indonesia V
Kongres bahasa Indonesiayang kelima dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-
3 November 1988 di Jakarta.. Pada kongres bahasa Indonesia kelima ini, dilahirkan
karya monumental yaitu sebuah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
6. Kongres Bahasa Indonesia VI
Kongres bahasa Indonesia yang keenam dilaksanakan pada tanggal 28
Oktober-2 November 1993 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia kelim
diantaranya yaitu pengusulan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia
ditingkatkan statusnya menjadiLembaga Bahasa Indonesia, di samping mengusulkan
disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
7. Kongres Bahasa Indonesia VII
Kongres bahasa Indonesia ketujuh dilaksanakan pada tanggal 26-30 Oktober
1998 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke tujuh yaitu mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa Indonesia
8. Kongres Bahasa Indonesia VIII
Kongres bahasa Indonesia kedelapan diselenggarakan pada tanggal 14-17
Oktober 2003 di Jakarta. Pada kongres bahasa Indonesia ke tujuh menghasilkan
kesepakatan pengusulan bulan Oktober dijadikan bulan bahasa. Agenda pada bulan
bahasa adalah berlangsungnya seminar bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang
memperhatikan bahasa Indonesia.
9. Kongres Bahasa Indonesia IX
Kongres bahasa Indonesia kesembilan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-
1 November 2008 di Jakarta. Kongres bahasa Indonesia ke lima membahas lima hal
utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran
bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala
internasional yang menghadirkan pembicara-pembicara dari dalam dan luar negeri.
10. Kongres Bahasa Indonesia X
Kongres bahasa Indonesia yang kesepuluh dilaksanakan pada tanggal 28-31
Oktober 2013 di Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke sepuluh
merekomendasikan yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud),
merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah
Selain itu apa sebab justru bahasa melayu yang dijadikan bahasa nasional?
Mengapa bukan bahasa Jawa atau bahasa Sunda yang jumlah pemakaiannya meliputi
hampir seluruh penduduk Indonesia. Juga bahasa yang kesusastraannya sudah maju
dibandingkan dengan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya? Prof. Dr.
Slametmulyana mengemukakan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, sebagai
berikut.
1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa melayu. Bahasa Melayu
merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan atau bahasa
perdagangan. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke
seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu
menjadi bahasa penghubung antara individu.
2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, mudah dipelajari. Tak
dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali, atau
perbedaan pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda atau
bahasa Jawa.
3. Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela
menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan
pada keinsafan akan manfaatnya ada keikhlasan mengabaikan semangat dan
rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan.
4. Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika
bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa
kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat
berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Pada kenyataannya dapat
dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk
merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.
Kesimpulan

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bahasa
persatuan bangsa Indonesia, sudah banyak sejarah yang terjadi di dalam bahasa ini mulai dari
bahasa melayu sdan dampai saat ini. Untuk menjaga eksistensi bahasa Indonesia, telah
diadakan 10 kali kongres bahasa Indonesia yang bertujuan untuk memelihara dan menjaga
eksistensi bahasa Indonesia di dalam perkembangan globalisasi dan modernisasi, dan dari
kongres tersebut juga mendukung perubahan perubahan ejaan bahasa indonesia sampai saat
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Sukirman Nurdjan, S. M. (2016). BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI. Makassar: Aksara
Timur.

Sudaryanto, S., Rahayu, A., & Wakhidah, S. (2019). Ejaan van Ophuijsen (1901—1947) dalam Iklan
Tempo Doeloe dan Kebermaknaannya dalam Pengembangan Bahasa Indonesia. Jurnal
Lentera (Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Bahasa Indonesia), 2(2), 154-166.

Daipi, M. N. (1991). Perkembangan ejaan rumi bahasa Melayu: Bahagian II.

Mijianti, Y. (2018). PENYEMPURNAAN EJAAN BAHASA INDONESIA. BELAJAR BAHASA: Jurnal Ilmiah
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 3(1).

Pramuki, B. E. (2014). Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.

Repelita, T. (2018). SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA (Ditinjau dari Prespektif Sejarah
Bangsa Indonesia). Jurnal Artefak, 5(1), 45-48.

Anda mungkin juga menyukai