Anda di halaman 1dari 45

PART 1

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Prakemerdekaan

Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa

penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam

Nusantara dan dari luar Nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:

o Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380

o Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.

o Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.

o Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.

o Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.

Dan pada saat itu Bahasa Melayu telah berfungsi sebagai:

1. Bahasa kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisia aturan-aturan hidup dan sastra.

2. Bahasa perhubungan (Lingua Franca) antar suku di indonesia

3. Bahasa perdagangan baik bagi suku yang ada di Indonesia maupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.

4. Bahasa resmi kerajaan.

Bahasa melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara, serta

makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah di terima oleh masyarakat Nusantara

sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa

Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia,

oleh karena itu para pemuda indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu

menjadi bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928).

Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :

1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.

2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa

kasar dan bahasa halus).


3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa

Indonesia sebagai bahasa nasional

4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan

Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar

Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya.

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk

membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara

perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai

lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu

masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.

Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa “penghuni Malaka

telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga

bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang

digunakan di seluruh Hindia Belanda.”

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van

Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.

A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan

Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama islam di wilayah

nusantara. Serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh

masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa

persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar

mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara

berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:

1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.

3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan

pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di

kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada

tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia

secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.

C. Peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi perkermbangan bahasa Indonesia

1. Budi Otomo.

Pada tahun 1908, Budi Utomo yang merupakan organisasi yang bersifat kenasionalan yang pertama berdiri dan tempat

terhidupnya kaum terpelajar bangsa Indonesia, dengan sadar menuntut agar syarat-syarat untuk masuk ke sekolah Belanda

diperingan,. Pada kesempatan permulaan abad ke-20, bangsa Indonesia asyik dimabuk tuntutan dan keinginan akan penguasaan

bahasa Belanda sebab bahasa Belanda merupakan syarat utam untuk melanjutkan pelajaran menambang ilmu pengetahuan barat.

2. Sarikat Islam.

Sarekat islam berdiri pada tahun 1912. mula-mula partai ini hanya bergerak dibidang perdagangan, namun bergerak

dibidang sosial dan politik jga. Sejak berdirinya, sarekat islam yang bersifat non kooperatif dengan pemerintah Belanda dibidang

politik tidak perna mempergunakan bahasa Belanda. Bahasa yang mereka pergunakan ialah bahasa Indonesia.

3. Balai Pustaka.

Dipimpin oleh Dr. G.A.J. Hazue pada tahu 1908 balai pustaku ini didirikan. Mulanya badan ini bernama Commissie Voor

De Volkslectuur, pada tahun 1917 namanya berubah menjadi balai pustaka. Selain menerbitkan buku-buku, balai pustaka juga

menerbitkan majalah.

Hasil yang diperoleh dengan didirikannya balai pustaka terhadap perkembangan bahasa melau menjadi bahasa Indonesia

dapat disebutkan sebagai berikut :

1. Meberikan kesempatan kepada pengarang-pengarang bangsa Indonesia untuk menulis cerita ciptanya dalam bahasa

melayu.
2. Memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk membaca hasil ciptaan bangsanya sendiri dalam bahasa

melayu.

3. Menciptakan hubungan antara sastrawan dengan masyarakat sebab melalui karangannya sastrawan melukiskan hal-hal

yang dialami oleh bangsanya dan hal-hal yang menjadi cita-cita bangsanya.

4. Balai pustaka juga memperkaya dan memperbaiki bahasa melayu sebab diantara syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

karangan yang akan diterbitkan di balai pustaka ialah tulisan dalam bahasa melayu yang bersusun baik dan terpelihara.

4. Sumpah Pemuda.

Kongres pemuda yang paling dikenal ialah kongres pemuda yang diselenggarakan pada tahun 1928 di Jakarta. Pada hal

sebelumnya, yaitu tahun 1926, telah pula diadakan kongres p[emuda yang tepat penyelenggaraannya juga di Jakarta. Berlangsung

kongres ini tidak semata-mata bermakna bagi perkembangan politik, melainkan juga bagi perkembangan bahasa dan sastra

Indonesia.

Dari segi politik, kongres pemuda yang pertama (1926) tidak akan bisa dipisahkan dari perkembangan cita-cita atau benih-

benih kebangkitan nasional yang dimulai oleh berdirinya Budi Utomo, sarekat islam, dan Jon Sumatrenan Bond. Tujuan utama

diselenggarakannya kongres itu adalah untuk mempersatukan berbagai organisasi kepemudaan pada waktu itu.

Pada tahun itu organisasi-organisasi pemuda memutuskan bergabung dalam wadah yang lebih besar Indonesia muda. Pada

tanggal 28 Oktober 1928 organisasi pemuda itu mengadakan kongres pemuda di Jakarta yang menghasilkan sebuah pernyataan

bersejarah yang kemudian lebih dikenal sebagai sumpah pemuda. Pertanyaan bersatu itu dituangkan berupa ikrar atas tiga hal,

Negara, bangsa, dan bahasa yang satu dalam ikrar sumpah pemuda.

Peristiwa ini dianggap sebagai awal permulaan bahasa Indonesia yang sebenarnya, bahasa Indonesia sebagai media dan sebagai

symbol kemerdekaan bangsa. Pada waktu itu memang terdapat beberapa pihak yang peradaban modern. Akan tetapi, tidak bisa

dipumgkiri bahwa cita-cita itu sudah menjadi kenyataan, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi media kesatuan, dan politik,

melainkan juga menjadi bahasa sastra indonesia baru.

A. Sejarah Perkembangan EYD

Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan

diharapkan para pemakai menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga

terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam komonikasi sehari hari. Sesuai dengan

apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:

a. Ejaan van Ophuijsen


Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan

Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan

van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï

dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.

2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.

3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.

4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

b. Ejaan Soewandi

Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut

dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van

Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.

2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.

3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.

4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

1. huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.

2. bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum,

rakjat.

3. kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.

4. awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh

dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada

masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang

Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan

mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

c. Ejaan Yang Disempurnakana

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan

sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran

Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut

mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang

Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi
dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan

Rumi Bersama (ERB). Selanjutnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul “Pedoman

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan

buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.

Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan “Pedoman Umum

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci

‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak

‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem -> umum

‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang

‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk

‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat

‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir

awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan

spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

B. Perkembangan Bahasa Indonesia Masa Reformasi

Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni,

konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar, dan sebagainya.

Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):

1. Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);

2. Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.

Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula

oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun

mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.

C. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia, yaitu:

1. Sebagai bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya

2. Bahasa nasional;
3. Bahasa resmi

4. Bahasa budaya dan Bahasa ilmu

5. Sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga

6. Pendidikan

PART 2

HAKIKAT DAN RAGAM B. INDONESIA

A. HAKIKAT BAHASA INDONESIA

Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama. Manusia
harus mengadakan interaksi sosial untuk dapat hidup

dengan sesamanya, karena interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi
sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. syarat terjadinya Interaksi sosial yaitu adanya kontrak sosial
dan komunikasi. Kontrak sosial merupakan tahap pertama terjadinya interaksi sosial. seorang individu
atau kelompok yang menyadari keberadaan individu atau kelompok yang lain dan menghendaki
terciptanya interaksi sosial harus mengadakan komunikasi. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki alat
komunikasi yang disebut bahasa. Jadi hakikat bahasa dapat dimaksudkan bahasa menjadi alat komunikasi
yang diperlukan dalam komunikasi antar manusia sebagai makhluk sosial. Bahasa adalah suatu sistem
dari lambang bunyi arbitrer  yang dipergunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi
/ mengidentifikasi diri. (Kridalaksana,1993). Menurut Keraf (1984:17) Bahasa adalah alat komunikasi
antar anggota masyarakat, yang berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

B. RAGAM BAHASA

Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang pemakaianya berbeda-beda menurut topik yang
dibicarakan menurut hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan, serta menurut
medium pembicaraan. Bahasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan masyarakat. Perubahan itu
berupa variasi-variasi bahasa yang dipakai sesuai keperluannya. Agar banyak variasi tidak mengurangi
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yang efesien, dalam bahasa timbul mekanisme untuk memilih
variasi tertentu yang cocok untuk keperluan tertentu yang disebut ragam bahasa standar.Ragam bahasa
dalam bahasa Indonesia :

1. Ragam Bahasa dari Segi Penutur


a. Ragam bahasa idiolek adalah Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
b. Ragam bahasa dialek adalah Ragam bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif,
yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu.
c. Ragam bahasa kronolek atau dialek temporal adalah Ragam bahasa yang digunakan oleh
sekelompok sosial pada masa tertentu.
d. Ragam bahasa sosiolek adalah Ragam bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas
sosial para penuturnya. Ragam bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya,
seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial
ekonomi, dan lain sebagainya. Contoh dari Ragam bahasa sosiolek yaitu :
· Ragam bahasa berdasarkan usia yaitu Ragam bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat
usia.
· Ragam bahasa berdasarkan pendidikan, yaitu Ragam bahasa yang terkait dengan tingkat
pendidikan si pengguna bahasa.
· Ragam bahasa berdasarkan jenis kelamin adalah Ragam bahasa yang terkait dengan jenis
kelamin dalam hal ini pria atau wanita.
· Ragam bahasa berdasarkan profesi, pekerjaan, atau tugas para penutur.
· Ragam bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah Ragam yang terkait dengan
tingkat dan kedudukan penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya.
· Ragam bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur.
e. Ragam bahasa akrolek adalah Ragam sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi dari
Ragam sosial lainya.
f. Ragam bahasa basilek adalah Ragam sosial yang dianggap kurang bergengsi atau bahkan
dipandang rendah.
g. Ragam bahasa vulgar adalah Ragam sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang
kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak berpendidikan.
h. Ragam bahasa slang adalah Ragam sosial yang bersifat khusus dan rahasia.
i. Ragam bahasa kolokial adalah Ragam bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari-hari yang
cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan bahasa tulis.
j. Ragam bahasa jargon adalah Ragam sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial
tertentu.
k. Ragam bahasa argot adalah Ragam sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi  dan
bersifat rahasia.
l.  Ragam bahasa ken adalah Ragam sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek penuh
dengan kepura-puraan.

2. Ragam Bahasa dari Segi Pemakaian


a. Ragam bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek atau register
adalah Ragam bahasa yang menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa.
b. Ragam bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tanpak cirinya adalah dalam hal kosakata.

3. Ragam Bahasa dari Segi Keformalan


a. Gaya atau ragam beku adalah Ragam bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-
situasi hikmat.
b. Gaya atau ragam resmi adalah Ragam bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan,
rapat dinas, surat-menyurat, dan lain sebagainya.
c. Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah Ragam bahasa yang lazim dalam
pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi.
d. Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi.
e. Gaya atau ragam akrab adalah Ragam bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang
hubungannya sudah akrab.
f. Ragam bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Misalnya, telepon,
telegraf, radio yang menunjukan adanya perbedaan dari Ragam bahasa yang digunakan.

4. Ragam Bahasa dari Segi Sarana


Ragam bahasa dapat pula dilihat dari segi sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat
disebut adanya ragam lisan dan tulis. Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui
media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu
pemahaman. Ragam tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait
ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual.
Ragam bahasa ini dipengaruhi oleh bentuk, pola kalimat dan tanda baca.

Goeller (1980) mengungkapkan 3 karakteristik ragam bahasa tulis:


a. Accuracy (akurat) yaitu kelogisan segala informasi atau gagasan yang dituliskan.
b. Bravety (ringkas) yaitu pengungkapan gagasan yang ringkas, tidak menggunakan kata-kata
mubazir dan berulang, serta seluruh kata yang digunakan dalam kalimat ada fungsinya.
c. Clarity (jelas) yaitu tulisan mudah dipahami, penalaran jelas (alur pikirannya mudah diikuti oleh
pembaca, dan tidak menimbulkan tafsir ganda

5. Berdasarkan Pokok Pembicaraan


a. Ragam bahasa undang–undang adalah ragam bahasa yang digunakan pada undang-
undang yang diberlakukan untuk hukum di Indonesia. Ragam hukum di Indonesia
memiliki ciri-ciri bahasa keilmuan (Moeliono 1974) yaitu :
· Lugas dan eksak (pasti atau tidak dapat diubah-ubah)
· Objektif dan menekan prasangka pribadi.
· Memberikan definisi yang cermat tentang nama, sifat, dan kategoriyang diselidiki
untuk menghindari kesimpangsiuran.
· Tidak beremosi dan menjauhi tafsiran yang bersensasi
· Membakukan makna kata-katanya, ungkapannya dan gaya pemaparannya
b.  Ragam bahasa jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam
menuliskan berita dan disebut juga dengan bahasa komunikasi masa. Menurut Asep
Syamsul M. Romli, bahasa yang biasa digunakan wartawan untuk menulis berita di
media massa sifatnya :
· Komunikatif yaitu langsung menjamah materi atau ke pokok persoalan.
· Spesifik yakni jelas atau mudah dipahami orang banyak, hemat kata,
menghindarkan kata mubazir, menaati kaidah EYD dan kalimat-kalimatnya
singkat.
c. Ragam bahasa ilmiah adalah bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya
ilmiah. Disebut pula ragam baku karena ragam ini terdapat ketentuan-ketentuan
baku.Menurut Moeliono (1989:74-73) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
· Bersifat formal dan obyektif.
· Lazimnya menggunakan sudut pandang orang ketigadengan ragam kalimat pasif.
· Mengunakan titik pandang gramatik yang konsisten.
· Menggunaka istilah khusus dengan bidang keilmuan yang sesuai.
· Tingkat formalitas ragam bahasa bersifat resmi.
· Bentuk wacana yang digunakan adalah ekspositoris/eksposisi, bukan
argumentatif, narasi, atau deskripsi.
· Gagasannya disampaikan dengan lengkap, jelas, ringkas, dan tepat.
· Menghindari ungkapan ekstrem dan emosional.
· Menghindari kata-kata mubadzir.
· Bersifat moderat.
· Digunakan sebagai alat komunikasi dengan pikiran, bukan dengan perasaan.
· Ukuran panjang kalimat sedang.
· Penggunaan majas sangat dibatasi.
· Lazim dilengkapi dengan gambar, tabel, peta, diagram, dan daftar.
· Menggunakan unsur mekanis secara tepat.
d. Ragam bahasa sastra adalah ragam bahasa yang digunakan biasa pada cerpen,puisi
ataupun jenis-jenis yang lainnya yang mengandung sastra dari bahasa Indonesia.
Jenis bahasa sastra antara lain :
· Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu :
1). Prosa adalah bentuk sastra yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan
panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi.
2). Puisi adalah bentuk sastra yang diuraikan dengan menggunakan bahasa yang
singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama selalu terikat oleh kaidah atau
aturan tertentu, yaitu :
Jumlah baris tiap-tiap baitnya,
◦ Jumlah suku kata atau kata dalam tiap-tiap kalimat atau barisnya,
◦Irama, dan
◦Persamaan bunyi kata.
3). Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan seperti bentuk puisi namun
menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada prosa.
4). Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan bahasa yang
bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau monolog. Drama
ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan drama yang
dipentaskan.
· Dilihat dari isinya, sastra terdiri atas 4 macam, yaitu :
1). Epik, karangan yang melukiskan sesuatu secara obyektif tanpa mengikutkan
pikiran dan perasaan pribadi pengarang.
2). Lirik, karangan yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif.
3). Didaktif, karya sastra yang isinya mendidik penikmat/pembaca tentang
masalah moral, tatakrama, masalah agama, dll.
4). Dramatik, karya sastra yang isinya melukiskan sesuatu kejadian(baik atau
buruk) dengan pelukisan yang berlebih-lebihan

6. Berdasarkan Media Pembicaraan


a.  Ragam lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait
oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman.
Ragam bahasa lisan meliputi :
· Ragam bahasa cakapan adalah ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara
menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya
atau apabila topik pembicara bersifat tidak resmi.
· Ragam bahasa pidato adalah ragam bahasa yang digunakan saatmembacakan
pidato dimuka umum.Biasanya pidato berisi penegasan kalimat untuk bisa
diterima si pendengar.
· Ragam bahasa kuliah adalah ragam bahasa yang digunakan pada saat kuliah yaitu
pada saat pembelajaran antar mahasiswa dan dosennya.
· Ragam bahasa panggung adalah ragam bahasa yang digunakan seseorang saat
dipanggung ketika mengsi acara hiburan lain agar bisa diterima penonton.
·
Ciri – ciri ragam bahasa lisan :
· Memerlukan kehadiran orang lain.
· Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
· Terikat ruang dan waktu.
· Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
·
Kelebihan ragam bahasa lisan :
· Dapat disesuaikan dengan situasi.
· Faktor efisiensi.
· Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan
gerak anggota badan agar pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi,
mimik dan gerak-gerak pembicara.
· Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang
dibicarakannya.
· Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa
yang dituturkan oleh penutur.
· Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari
informasi audit, visual dan kognitif

Kekurangan ragam bahasa lisan :


· Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-
frase sederhana.
· Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
· Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
· Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

b.  Ragam tulis adalah ragam bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait
ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran
secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan
huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara
penulisan dan kosakata.
· Ragam bahasa teknisadalah ragam bahasa yang dilakukan mengenai teknis atau
cara penulisan yang dicontohkan misalnya laporan penelitian, makalah, tesis,
disertasi.
· Ragam bahasa undang-undangadalah ragam bahasa yang mnggunakan
komunikasi yang resmi.
· Ragam bahasa catatanadalah ragam bahasa yang singkat yang diperuntukkan
untuk pengingat sesuatu.
· Ragam bahasa suratadalah ragam bahsa yang dituliskan pada sehelai kertas yang
biasanya diberitahukan mengenai kabar atau sejenisnya yang berfungsi untuk
memberikan informasi.

Ciri – ciri ragam bahasa tulis :


· Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
· Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
· Tidak terikat ruang dan waktu.
· Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan

Kelebihan ragam bahasa tulis :


· Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi
yang menarik dan menyenangkan.
· Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
· Sebagai sarana memperkaya kosakata.
· Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau
mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan
pembaca

Kekurangan ragam bahasa tulis :


· Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada
akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
· Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus
mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan
nilai jual.
· Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena
itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar

Terdapat dua perbedaan mencolok yang dapat diamati antara ragam bahasa tulis dan
lisan, yaitu:
· Dari segi suasana/peristiwa
Jika menggunakan bahasa tulisan tentu saja orang yang diajak berbahasa tidak
ada di hadapan kita. Oleh karena itu perlu ada kejelasan tentang fungsi
gramatikal seperti subjek, predikat, objek dan hubungan antara setiap fungsi
tersebut harus nyata dan jelas. Sedangkan dalam bahasa lisan pembicara
langsung berhadapan dengan lawan bicaranya sehingga unsur gramatikal
tersebut kadangkala dapat diabaikan.
· Dari segi intonasi
Yang membedakannya adalah intonasi yaitu berkaitan dengan panjang pendek
suara/tempo, tinggi rendah suara/nada, keras atau lembutnya tekanan yang sulit
dilambangkan dalam ejaan dan tanda baca serta cara penulisan.

7. Berdasarkan Hubungan Antarpembicara


a. Ragam bahasa resmi.
b. Ragam bahasa akrab.
c. Ragam bahasa agak resmi.
d. Ragam bahasa santai.

8. Berdasarkan Situasi

Berdasarkan situasi pemakaianya, bahasa dapat dibagi menjadi : ragam formal, ragam
semiformal, ragam nonformal.
a.  Ragam formal digunakan dalam situasi resmi. Ragam formal atau ragam baku yaitu
ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Bahasa baku tidak dapat
digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk :
· Komunikasi resmi.
· Wacana teknis.
· Pembicaraan di depan khalayak ramai.
· Pembicaraan dengan orang yang dihormati.
b.  Ragam semiformal memiliki keunikan tersendiri, karena berciri mengikuti kaidah
dan aturan yang tetap. Tetapi hanya tidak secara konsisten dilakukan pada saat tujuan
tertentu. Dalam hal ini sebagai contoh yaitu bahasa jurnalistik, dimana biasanya
pembaca berita , membacakan beritanya tidak selalu dengan kata-kata yang baku ,
melainkan kadang ditengah-tengah kata-kata baku yang mereka ucapkan terselip
kata-kata yang biasa kita gunakan untuk berbicara kepada seseorang dalam hal ini
berbicara santai kepada lawan bicara kita dalam membahas topik yang tidak resmi.
c.  Ragam nonformal tidak mutlak untuk menggunakan pemakaian kata baku. Atau
dalam hal ini ragam nonformal berciri tidak sesuai kaidah atau aturan yang tetap.
Contohnya seperti pada saat kita mengobrol santai dengan teman.

PART 3

PEDOMAN UMUM EJAAN B. INDONESIA

2.1. Pengertian Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)


Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah tata bahasa dalam Bahasa Indonesia yang mengatur
penggunaan Bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan
unsur serapan , serta penggunaan tanda baca. PUEBI dapat diartikan sebagai suatu ketentuan dasar
secara menyeluruh yang berisi acuan penggunaan Bahasa Indonesia secara baik dan benar.

2.2.Pemakaian Huruf
Penggunaan huruf pada kata berkaitan dengan fonologi (ilmu yang mempelajari tentang
bunyi). Dalam bahasa Indonesia, jumlah abjad yang diketahui terdapat 26 huruf, yang
terdiri dari 5 huruf vokal (a,i,u,o,e) dan 21 huruf konsonan
(b,c,d,f,g,h,j,k,l,m,n,p,q,r,s,t,u,v,w,x,y,z). Selain huruf-huruf tersebut, adapun kaitannya
dengan ilmu fonologi, bunyi-bunyi yang ditimbulkan  berdasarkan huruf-huruf itu dapat
bermacam-macam.
Dari bunyi konsonan tak bersuara (p,t,k,f,c,s,x,y,h), konsonan bersuara (b,d,g,j) sampai
dengan huruf nasal (n,m). Jadi pada bagian ini akan dijelaskan  berbagai jenis huruf
berdasarkan pola bunyi dan penggunaannya.

A. Huruf Abjad:  Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf
yang  berikut.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama


Aa a Jj je Ss es
Bb be Kk ka Tt te
Cc ce Ll el Uu u
Dd de Mm em Vv fe
Ee e Nn en Ww we
Ff ef Oo o Xx eks
Gg ge Pp pe Yy ye
Hh ha Qq ki Zz zet
Ii i Rr er
2
 
B. Huruf Vokal
 Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf
a, e, i, o dan u.

C. Huruf Konsonan
 Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf huruf b
c, d,  f,  g, h,  j, k, l , m, n,  p, q, r ,  s, t , v, w,  x,  y, dan z 

D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan
ai, au , dan oi

E. Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonankh,ng, ny , dan Symasing masing melambangkan satu bunyi
konsonan

F. Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang
berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan,
dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
5. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama
orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang
tertentu.  
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang
merujuk kepada bentuk lengkapnya.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan  pangkat yang
tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
6. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama orang.  
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
 
3
7. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku  bangsa, dan bahasa.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
8. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.  
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama  peristiwa sejarah.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
digunakan sebagai nama
9. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama diri geografi.  b.
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur nama geografi yang diikuti
nama diri geografi.
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi jika kata
yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografiyang tidak diikuti
oleh nama diri geografi.
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang digunakan
sebagai penjelas nama jenis.
10. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara,
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata
tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.  
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara,
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.

G. Huruf Miring
 1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, atau kelompok kata.
3. a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang
bukan bahasa Indonesia.
b. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia  penulisannya
diperlakukan sebagai kata Indonesia.

H. Huruf Tebal

 1. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab,  bagian bab,
daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.

4
2. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf
miring.
3. Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan sublema serta
untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan  polisemi.
 

2.3. Penulisan Kata

A. Kata Dasar
 Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.

B. Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran, ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti/mendahuluinya.
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
ditulis serangkai.

C. BentukUlang
 Ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

D. Gabungan Kata
 1. Gabungan kata biasa disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya
ditulis terpisah.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan  pertalian unsur yang
bersangkutan.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

E. Kata Gantiku, kau, mu, dannya


Ditulis serangkai dengan kata yang mendahului atau mengikutinya.

F. Kata Depan di, ke, dandari


Apabila menunjuk kata tempat, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

G. Partikel
1. Partikel -lah ,  -kah , dan-tahDitulisserangkaidengan kata yang mendahuluinya.

5
2. Partikel  punditulis terpisahdari kata yang mendahuluinya.

3. Partikel per  yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari  bagian kalimat
yang mendahului/mengikutinya.

H. Tanda Petik 
Tanda petik unggal ('...') digunakan untuk:
a. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.  
b. Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

2.4.Pemakaian Tanda Baca


A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
6. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
7. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab II, Huruf H.)

B. Tanda Koma (,)


1. Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau  pembilangan.
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului dengan kata seperti
tetapi , melainkan,  sedangkan, dan kecuali.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat  jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat, seperti
oleh karena itu , jadi , dengan demikian,  sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti
o ,  ya ,wah,aduh , dankasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti  Bu, Dik, atau
Mas dari kata lain yang terdapat didalam kalimat.
6
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga
pemakaian tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)
7. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari  bagian lain yang mengiringinya
dalam kalimat jika petikan langsung itu  berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
8. Tanda koma dipakai di antara
(a) nama dan alamat,
(b) bagian bagian alamat,
(c) tempat dan tanggal, serta
(d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
9. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
10. Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
11. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
12. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
13. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yangsifatnya tidak membatasi. (Lihat
juga pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
14. Tanda koma dapat dipakai

 – untuk menghindari salah baca/salah  pengertian


 – di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat

C. Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam kalimat majemuk setaradi belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat
2. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa
atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
3. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap
bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.

D. Tanda Titik Dua (:)


1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.

7
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan  pemerian.
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
4. Tanda titik dua dipakai di antara
(a) jilid atau nomor dan halaman,
(b)  bab dan ayat dalam kitab suci,
(c) judul dan anak judul suatu karangan, serta
(d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

E. Tanda Hubung (-)


1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh  pergantian baris.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan
bagian kata yang mendahuluinya  pada pergantian baris.
3. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
4. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja
satu-satu.
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas
(a) hubungan bagian- bagian kata atau ungkapan dan
(b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
b. ke-dengan angka,
c. angka dengan –an,
d. kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
f. gabungan kata yang merupakan kesatuan.
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

F. Tanda Pisah ( –)

1. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar
bangun utama kalimat.
2. Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau
'sampai ke'.

8
G. Tanda Tanya (?)
1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau
yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

H. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat.

I. Tanda Elipsis (...)

1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.


2. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.

J. Tanda Petik (" ")


1. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari  pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain.
2. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab  buku yang dipakai dalam kalimat.
3. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti
khusus.
K. Tanda Petik Tunggal (' ')
1. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain.
1. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan.
3. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan  bahasa daerah atau bahasa
asing (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)

L. Tanda Kurung (( ))
1. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau  penjelasan.
2. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang  bukan bagian utama kalimat.
3. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
4. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan.

9
M. Tanda Kurung Siku ([ ])
1. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
2. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda
kurung.

N. Tanda Garis Miring (/)


1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun
yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran.
2. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata
atau , tiap, dan ataupun.

O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (')


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '08 ('08 = 1988)

2.5. Penulisan Unsur Serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai  bahasa, baik dari bahasa
daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti
reshuffle ,  shuttle cock , dan de l'homme par l'homme.
Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan
penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan  pengucapannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.Dalam hal itu, diusahakan ejaannya disesuaikan
denganPedoman Umum bentukan Istilah  Edisi Ketiga agar bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya. Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di
atas, di  bawah ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam  bahasa
Indonesia.Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh.Kata seperti  standardisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata  standar , efek, dan implement.
PART 4

B.Indonesia (Kaidah Makna)

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Pemakaian kata secara tepat dalam kalimat merupakan cirri khas bahasa Indonesia ragam
ilmiah. Kata-kata yang digunakan ialah yang bermakna tunggal dan denotatif. Kata yang
bermakna tunggal digunakan untuk menghindari timbulnya berbagai penafsiran terhadap
gagasan yang dikemukakan dalam kalimat. Yang dimaksud dengan kata yang bermakna
denotatif ialah kata-kata yang mengandung makna sebenarnya tanpa dikaitkan dengan nilai rasa.

Kata adalah unsur bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna.

Untuk memperoleh ketepatan penggunaan kata dalam kalimat, penulis karangan ilmiah
harus paham betul akan makna ataupun konsep yang terwakili dalam kata-kata yang dipilihnya.

Dalam memilih kata yang tepat untuk suatu kalimat dibutuhkan pengetahuan tentang
gagasan yang dikemukakan dalam kata itu. Di samping itu, pengetahuan tentang ciri-ciri kata
benda, kata kerja, dan kata sifat harus pula kita miliki.

B.       Tujuan dan Kegunaan Penulisan


     Dengan rumusan-rumusan tersebut di atas, tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun
adalah untuk mengetahui ;

1. Mengetahui cara penggunaan kata yang sesuai dengan kaidah serta norma
2. Mengetahui penyebab kata keluar dari kaidah serta norma-norma berbahasa

BAB II

KAIADAH MAKNA

A. Pengertian Tentang Kata

Kata adalah apa yang kita ucapkan atau kita dengar. Kalau kita mendengar/membaca
suatu kata, dalam benak kita timbul gambaran. Bagi kita gambaran itu merupakan makna kata
tersebut.

Definisi kata yang dikemukakan pada Kamus Besar BahasaIndonesia (KBBI), yaitu kata
adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan
perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. (Tim Penyusun Kamus, Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa : 395). Contoh : Hubungan antara kata durian dengan
maknanya dapat digambarkan sebagai buah yang berduri-duri yang isinya enak dimakan =
referensi.
Kata merupakan bentuk istilah yang dapat berdiri sendiri sebagai unsur kalimat yang
terdiri atas bentuk dasar, bentuk akar, gabungan bentuk dasar atau akar, dan bentuk berimbuhan
atau gabungannya. Bila ditinjau dari sudut ortografi, kata adalah merupakan bentuk istilah yang
ejaannya di teks diapit oleh spasi.

Di samping iu, kata adalah merupakan susunan beberapa huruf yang sedemikian rupa
sehingga mengandung arti atau makna.

B. Makna Kata (Semantik)

Kata adalah salah satu unsur dasar bahasa yang sangat penting dengan kata-kata kita
berpikir, menyatakan perasaan serta gagasan dengan kata-kata orang menjalin persahabatan, dua
bangsa melakukan perjanjian perdamaian dan kerjasama. Tapi sebaliknya dengan kata-kata pula
mungkin suatu pertengkaran bahkan peperangan dimulai. Sedangkan semantik adalah ilmu
bahasa yang mengupas arti dan makna kata.

Jika di dalam bahasa setiap kata hanya melambangkan tepat satu objek atau konsep akan
berkuranglah kesulitan komunikasi antara anggota suatu masyarakat. Kenyataan tidak demikian,
hubungan antara kata dengan maknanya sering menjadi rumit. Ada beberapa kata yang
mempunyai makna yang sama atau mirip, seperti kata-kata: hasil, produksi, prestasi, wajah,
muka, kabar, berita, warta, buku, kitab,dan sebagainya.

Perlu dikemukakan bahwa referensi pada individu-individu mungkin berbeda, sesuai


dengan pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Kaidah makna mengacu kepada
persyaratan ketetapan pemilihan kata sebagai lambang objek, pengertian atau konsep.

Makna kata (semantik) dibagi kedalam beberapa golongan:

1) Makna kata menurut nilai rasa digolongkan menjadi:

a. kata dengan nilai rasa netral (tidak bermuatan sopan/kasar,baik/tidak baik, sopan/tidak sopan).

Contoh: akhlak

b. Kata dengan nilai rasa positif (bermuatan halus/sopan).

Contoh: tunasusila, pramuwisma, wanita.


C . Kata dengan nilai rasa negatif (kasar, tidak baik, tidak sopan).

Contoh: dibantai, cabul, aib.

2) Makna kata menurut jenisnya digolongkan menjadi:

a. Leksikal, makna kata berasalkan arti yang terdapat dalam kamus.

Contoh: cangkul = alat pembajak tradisional yang digunakan petani.

b. Dramatikal, makna yang terbentuk oleh kedudukan dan fungsi kata dalam kalimat.

Contoh: Ia akan pergi besok (besok = menyatakan waktu).

c. Denotatif, makna kata yang sesuai dengan arti kata itu sendiri.

Contoh: Kata hijau menyatakan warna. Kata menyuapi menyatakan arti memasukan makanan lewat
mulut.

d. Konotatif, kata dalam sebuah kalimat (maknanya) apabila tidak mengungkapkan makna
sebenarnya yang mengacu pada kekhasan/mengandung tambahan nilai rasa.

Contoh: Kata bulan dalam ungkapan kejatuhan bulan menjadi bulan, berbulan madu, bulan muda, arti
konotatif makna yang tak sebenarnya. Hidup dibalik jeruji besi makna dipenjara.

e.  Idiomatis, idiom maknanya tidak dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya.

Contoh: Ringan tangan (suka memukul), Meja hijau (pengadilan), Besar kepala (sombong), Tangan besar
(berkuasa)

3) Makna kata menurut perubahan makna digolongkan menjadi:

a. Amelioratif, makna dirasakan lebih tinggi/lebih baik dari sebselumnya.

Contoh: Wanita (dahulu lebih baik perempuan), Istri (dahulu lebih banya menggunakan bini).
b. Peyoratif, makna kurang baik dari sebelumnya .

Contoh: Grombolan, sindikat.

c. Meluas, makna lebih luas dari makna kata itu sebenarnya dan lebih luas dari arti kata itu sendiri.

Contoh: Ibu, bapak (makna kata hanya orang tua tapi jua orang yang lebih tua/atasan).

d. Menyempit, makna lebih sempit dari makna kata itu pada waktu sebelumnya

Contoh: Pendeta, sarjana.

e. Asosiasi, makna muncul karena sifatnya yang sama.

Contoh: Amplop, pelicin.

f. Sintesia, makna muncul karena pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda.

Contoh: Matanya mencium gelagat yag aneh, Rayuannya manis terasa.

4) Makna kata berdasarkan hubungan makna dengan bentuk, dapat digolongkan menjadi:

a. Sinonim, makna hampir sama.

Contoh: Intropeksi (mawas diri), Egois (mementingkan diri sendiri).

b. Antonim, makna berlawanan.

Contoh: Baik (buruk) danUntung(rugi)

c. Homonim, bentuk dan ucapannya sama.

Contoh: Pasang = taruhan, naiknya arus laut, Bunga = jenis tumbuhan, imbalan/jasa yang diberiakn atas
simpan pinjam.

d. Homograf, pengucapan sama, makna berbeda, dilafalkan berlainan.


Contoh: Tahu = mengetahui/jenis makanan, Seri = babak, imbang.

e. Homofon, pengucapan sama, arti dan tulisan berbeda.

Contoh: Bank-bang, Tang-tank.

f. Hiponim, kata yang sejenis, maknanya dapat dicakup oleh yang menjadi subordinatnya.

g. Polisemi, kata yang dirangkai dengan kata yang lainnya akan tetap memiliki satu alur.

Contoh: Puncak prestasi, puncak bukit, puncak peristiwa.

C. Diksi atau Pemilihan Kata yang Tepat

Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya
untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan ketepatan
kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang
diperlukan.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai
dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.

Dalam memilih kata-kata ada dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu persyaratan
ketepatan dan kesesuaian. Tepat artinya kata-kata yang dipilih dapat mengungkapkan dengan
tepat apa yang ingin diungkapkan.

Untuk memenuhi persyaratan ketepatan dan kesesuaian di dalam pemilihan kata, perlu
diperhatikan:

1.         Kaidah makna,


2.         Kaidah kalimat,

Dengan kata lain, agar dapat memilih kata dengan tepat, pertimbangkan dengan cermat
apa gagasan yang ingin kita kemukakan, kepada siapa, dimana, dengan tujuan apa, dalam situasi
bagaimana, dan dalam rangka apa.

Dalam penulisan, yang perlu diperhatikan adalah konotasi sosial, agar dapat mengatakan
gagasannya dengan tepat, seorang penulis harus tepat memilih kata dengan konotasi yang tepat.

Pilihan kata merupakan unsur yang sangat penting, karena pilihan kata ynag tidak tepat
dapat menimbulkan gangguan komunikasi terhadap pesan yang ingin disampaikan. Oleh karena
itu, masalah pemilihan kata dalam penulisan harus benar-benar diperhatikan. Dalam hal ini kata
yang tepat harus memenuhi syarat kebakuan, kelaziman, dan kecermatan, yang masing-masing
akan dibicarakan di bawah ini:

1. Kata yang Baku

Pemakaian kata-kata yang belum diakui kebakuannya harus dihindari, misalnya kasih,
bikin, cuma, ngalamar, dan nggak. Bentuk baku untuk kata-kata itu adalah memberi, membuat,
hanya, melamar, dan tidak.

2. Kata yang lazim

Kata yang lazim adalah kata yang sudah biasa digunakan dalam komunikasi secara
tertulis maupun lisan. Kata yang lazim juga berarti kata yang sudah dikenal oleh masyarakat dan
maknanya pun sudah diketahui secara umum. Dengan demikian, pemakaian kata yang sudah
lazim dapat mempermudah pemahaman pembaca terhadap informasi yang disampaikan secara
tertulis.

Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa kata-kata yang pemakaiannya belum lazim


hendaknya dihindari karena hal itu dapat mengganggu kelancaran kamunikasi. Di samping itu,
kata-kata arkais dan kata-kata asing yang tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia sebaiknya
juga dihindari.

3. Kata yang Cermat

Kecermatan dalam pemilihan kata menyangkut kemampuan seseorang memilih sebuah


kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sesuai dengan maksud yang dikehendaki.
Untuk itu, seseorang mampu membedakan secara cermat kata-kata yang bersinonim, maupun
mengetahui kata-kata yang bermakna denotatif dan konotatif, serta mampu memahami kata-kata
mubazir yang perlu dihindari.

Dengan kemampuan membedakan nuansa makna kata-kata yang bersinonim, seseorang


dapat memilih kata yang akan digunakan secara tepat. Kata melihat, menyaksikan, dan
menonton, misalnya, atau kata seluruh, segala, dan semua merupakan kata yang bersinonim. Diantara
kata-kata itu kita dapat memilih yang paling tepat sesuai dengan nuansa makna yang
dikehendaki.

Dengan pengetahuan mengenai makna denotatif dan konotatif, kita dapat memilih kata
secara tepat sesuai dengan konteks pemakaiannya.

Sementara itu, dengan memahami kata-kata yang mubazir, kita dapat menghindari
pemakaiannya karena di samping tidak menghemat tempat, pemakaian kata yang mubazir juga
tidak ada gunanya. Beberapa kata yang dianggap mubazir sering muncul karena pemakaian kata
yang bersinonim secara bersama-sama, misalnya kata sangat dan sekali atau adalah dan
merupakan. Kata-kata semacam itu sebenarnya bersinonim.Oleh karena itu, agar lebih efektif,
sebaiknya salah satu saja yag digunakan.

4. Ungkapan Idiomatik

Ungkapan idiomatik ialah instruksi yang khas pada suatu bahasa yang salah satu
unsurnya tidak dapat dihilangkan atau diganti. Ungkapan idiomatik ialah kata yang mempunyai
sifat yang tidak terkena kaidah ekonomi bahasa.
Ungkapan yang bersifat idiomatik terdiri atas dua atau tiga kata yang dapat memperkuat
diksi di dalam tulisan. Contoh :

       Menteri Dalam Negeri bertemu Presiden Gue Dur. (salah)

       Menteri Dalam Negeri bertemu dengan Presiden GusDur (benar)

Unsur-unsur dalam ungkapan idiomatik sudah tetap dan senyawa. Oleh karena itu, unsur-
unsur tersebut tidak boleh ditambahi, dikurangi, atau dipertukarkan.

Yang termasuk ungkapan idiomatik itu, antara lain: sesuai dengan,bertemu


dengan,berhubung dengan,sehubungan dengan,bertalian dengan dan sebagainya.

5. Ungkapan Penghubung

Ungkapan penghubung dalam bahasa Indonesia ada dua, yaitu ungkapan penghubung
intrakalimat dan ungkapan penghubung antarkalimat. Ungkapan penghubung intrakalimat
berfungsi menghubungkan unsur-unsur dalam suatu kalimat. Yang termasuk ungkapan
penghubung intrakalimat, antara lain:

1.    baik…maupun

Pasangan baik adalah maupun, bukan ataupun, dan bukan pula atau.

Contoh: Dalam rapat itu akan dibicarakan berbagai masalah, baik yang menyangkut konsolidasi ke dalam
maupun yang menyangkut koordinasi ke luar.

2. antara…dan

Pasangan antara adalah dan, bukan dengan.

Contoh: Saya harap saudara menjelaskan dahulu bagaimana perbandingan produksi tahun lalu, antara
produksi pabrik A dan produksi pabrik B.
3. seperti dan misalnya

Ungkapan seperti merujuk kepada uraian selanjutnya, sedangkan misalnya merujuk kepada
uraian sebelumnya. Dalam hal seperti ini tidak dapat dipertukarkan.

Contoh: Kami mohon dikirimi bahan-bahan bangunan, seperti semen, bata merah, pasir, dan kayu.

Penempatan tenaga baru, misalnya, termasuk masalah utama yang akan dibicarakan dalam rapat
tersebut.

4. demikian dan sebagai berikut

Ungkapan demikian merujuk ke dalam uraian sebelumnya, sedangkan ungkapan sebagai berikut
merujuk ke dalam uraian selanjutnya.

Contoh: Yang harus saudara siapkan adalah hal-hal sebagai berikut

  Gambar bangunan yang direncanakan

  Denah tanah yang akan digunakan

  Rincian biaya yang diperlukan

5. Ungkapan Bersinonim

Bagian ini sangat erat dengan bagian 3 tentang kata yang cermat. Di sini dilengkapi dengan
contoh pemakaian yang salah (tidak baku) dan contoh pemakaian yang benar (baku). Ungkapan-
ungkapan yang bersinonim berikut tidak digunakan sekaligus karena penggunaan dua kata yang
berarti sama merupakan penulisan yang mubazir.

Contoh:

           sejak dan dari (tidak digunakan dalam satu kalimat)

           adalah dan merupakan (tidak digunakan sekaligus)

           demi dan untuk (tidak digunakan sekaligus)

           seperti dan lain sebagainya (tidak digunakan sekaligus)


           antara lain dan lain-lain (tidak digunakan sekaligus)

6. Kata-kata yang Bermiripan

Dalam bahasa Indonesia terdapat kata-kata yang bermiripan, baik dari segi bentuk maupun dari
segi makna. Bahkan, dari segi makna boleh dikatakan bahwa kata-kata tersebut bersinonim.
Yang termasuk kata-kata bermiripan antara lain:

a) Kata suatu dan sesuatu

Kata suatu dan sesuatu harus dipakai secara tepat. Kata sesuatu tidak diikuti oleh kata denda,
sedangkan kata suatu harus diikuti oleh kata benda.

Contoh:

  Ia mencari sesuatu.

  Pada suatu waktu ia datang dengan wajah berseri-seri.

b) Masing-masing dan tiap-tiap

Kata masing-masing dan tiap-tiap tidak akan sama pemakaiannya. Kata masing-masing tidak
diikuti kata benda, sedangkan kata tiap-tiap harus diikuti kata benda.

Contoh:

    Tiap-tiap kelompok terdiri atas tiga puluh orang.

    Masing-masing mengemukakan keberatannya.

c) Kata pukul dan jam

Pemakaian kata pukul dan jam harus dilakukan secara tepat. Kata pukul menunjukan waktu,
sedangkan jam menunjukan jangka waktu.

Contoh:
Seminar tentang kardiologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
berlangsung selama 4 jam, yaitu dari pukul 8.00 s.d. pukul 12.00.

d) Kata dari dan daripada

Pemakaian kata dari dan daripada tidak sama pemakaiannya. Kata dari dipakai untuk menunjukan asal
sesuatu, baik bahan maupun arah.

Contoh:

                 Ia dapat tugas dari atasannya.

                 Duduk lebih baik daripada berdiri.

D. Bentuk-bentuk Kata (Morfologi)

Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-
beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap kelas kata dan arti
kata. Morfologi mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai dasar bahasa sebagai
satuan gramatikal (verhaar,1996).

Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari luar bahasa Indonesia. Dari
dalam bahasa Indonesia terbentuk kosakata baru dengan dasar kosakata yang sudah ada,
sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan.

Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya:

    tata daya serba

    tata buku daya tahan serba putih

    tata bahasa daya taik serba kuat

Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pemungutan kata, misalnya:

         Bank wisata

         kredit santai


         valuta nyeri

Kita sadar bahwa kosakata bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh bahasa asing.
Kontak bahasa memang tidak dapat diletakkan karena kita berhubungan dengan bahasa lain.
Oleh sebab itu, pengaruh-mempengaruhi dalam hal kosakata pasti ada. Oleh sebab itu, Pedoman
Umum Pembentukan Istilah yang kini telah beredar di seluruh Nusantara sangat membantu
upaya itu.

Kata-kata pungut adalah kata yang diambil dari kata-kata asing. Hal ini disebabkan oleh
kebutuhan kita terhadap nama dan penamaan benda atau situasi tertentu yang belum dimiliki
oleh bahasa Indonesia. Pemungutan kata-kata asing yang bersifat internasional sangat kita
diperlukan karena kita memerlukan suatu komunikasi dalam dunia dan teknologi modern, kita
memerlukan komunikasi yang lancar dalam segala macam segi kehidupan

Kata-kata pungut itu ada yang dipungut tanpa diubah, tetapi ada juga yang diubah. Kata-
kata pungut yang sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia disebut bentuk serapan.

Bentuk-bentuk serapan itu ada empat macam:

1.        Kita mengambil kata yang sudah sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk kata-
kata itu adalah:

  bank, opname, dan golf

2. Kita mengambil kata dan menyesuaikan kata itu dengan ejaan bahasa Indonesia. Yang termasuk
kata-kata itu adalah:

  subject subjek, apotheek apotek dan standard standar.

3. Kita menerjemahkan istilah-istilah asing ke dalam bahasa Indonesia.Yang tergolong ke dalam


bentuk ini adalah:

  meet the pers jumpa pers, up to date mutskhir,


  starting point titik tolak,

4. Kita mengambil istilah yang tepat seperti aslinya karena sifat keuniversalannya. Yang termasuk
golongan ini adalah:

  de facto,Status quo,cum laude dan ad hoc.

Dalam menggunakan kata terutama dalam situasi resmi, kita perlu memperhatikan beberapa ukuran.

1.        Kata yang lazim dipakai dalam bahasa tutur atau bahasa setempat dihindari.

Misalnya: nongkrong dan Raun

Kata-kata itu dapat dipakai kalau sudah menjadi milik umum.

Contoh:lugas kelola dan heboh pamrih

2.        Kata-kata yang mengandung nilai rasa hendaknya dipakai secara cermat dan hati-hati agar
sesuai dengan tempat dan suasana pembicaraan.

Contoh:tunanetra (buta), tunarungu (tuli) dan tunawicara (bisu).

3.        Kata yang tidak lazim dipakai dihindari, kecuali kalau sudah dipakai oleh masyarakat.

Contoh: Konon puspa danLaskar didaulat.

Sebuah kata dikatakan baik kalau tepat arti dan tepat tempatnya, seksama dalam pengungkapan,
lazim, dan sesuai dengan kaidah ejaan.

Salain dari dua pembentukan kata di atas, ada bentuk kata-kata lain yang tidak kalah pentingnya.
Diantaranya:

1) Kata abstrak dan konkret

Adalah kata-kata yang mempunyai referen berupa konsep. Sedangkan kata kongkrit
mempunyai referen berupa objek yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan dirasakan.
Kata yang acuannya semakin mudah diserap oleh pancaindra disebut kata konkret, seperti
meja, rumah, mobil, air, cantik, hangat, wangi, suara.Jika acuan sebuah kata tidak mudah
diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan, dan perdamaian.

Kata abstrak digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu
membedakan secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak
terlalu diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi
samar dan tidak cermat.

2) Kata umum dan khusus

Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin luas ruang
lingkup suatu kata, makin umum sifatnya dan makin sempit ruang lingkupnya makin khusus
sifatnya. Yang termasuk ke dalam kata khusus adalah nama diri, nama-nama geografi, dan kata-
kata seperti untuk peraba, halus, kasar, lembut, untuk pengecap manis, asam, dan pedas.

Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata mujair atau tawes. Ikan tidak hanya
mujair atau tawas, tetapi ikan terdiri atas beberapa macam, seperti gurame, lele, sepat, dan
sebagainya. Dalam hal ini, kita yang acuannya lebih luas disebut kata umum,seperti ikan,
sedangkan acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti gurame, lele, sepat.

Pasangan kata umum dan kata khusus harus dibedakan dalam pengacuan yang generik
(umum) dan spesifik (khusus).

3) Kata popular dan kajian

Adalah kata-kata yang dipergunakan pada berbagai kesempatan dalam komunikasi sehari-
hari dikalangan semua lapisan masyarakat.

Contoh: besar, kecil, waktu, harga, batu. Sedangkan kata kajian adalah kelompok kata yang hanya dikenal
dan dipergunakan secara terbatas dalam kesempatan-kesempatan tertentu.

Kata-kata ini adalah kata-kata yang dipergunakan oleh para ilmuwan dalam makalah atau
perbincangan ilmiah. Biasanya kata-kata jenis ini merupakan kata serapan atau kata asing.

Contoh: makro, transfer, minor, momentum, faktor, dan sebagainya.


4) Jargon

Adalah kata-kata teknis yang digunakan secara terbatas dalam bidang ilmu,profesi, atau
kelompok tertentu.

5) Kata serapan dan kata asing

Dalam memenuhi kebutuhan pengungkapan konsep-konsep ilmiah, banyak istilah bahasa


asing ataupun daerah yang diindonesiakan. Dalam kenyataan, masih banyak ilmuwan ataupun
mahasiswa yang keliru menulis istilah tersebut. Seperti istilah standar diindonesiakan dari kata
standard, istilah standardisasi diindonesiakan dari kata standardization. Jadi, kata standardisasi
tidak dibentuk dari kata standar dalam bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, bentuk standarisasi
salah.

Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa bentuk dasar maupun akar ataupun
bentuk devirasinya. Pada prinsipnya diambil bentuk tunggal (singular), kecuali kalau konteksnya
condong bentuk jamak (plural). Dalam memilih bentuk di atas perlu mempertimbangkan:

1.    konteks situasi dan ikatan kalimat,

2.    kemudahan belajar bahasa, dan

3.    kepraktisan.

Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan
konsisten. Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan-bentukan kata itu memiliki
hubungan dengan yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat kolerasi diantara berbagai
bentukan tersebut.
PART 5

1 Pengertian Kalimat Efektif.


A. Pengertian Kalimat.
Kalimat menurut KBBI ialah, kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan
; perkataan ; satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan
secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa.
Kalimat mengandung satu kesatuan pikiran yang lengkap. Kalau diucapkan, kalimat selalu diawali
dan diakhiri dengan kesenyapan. Bila ditulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan titik, tanda tanya ,atau tanda seru. Kadang-kadang kalimat disertai tanda petik atau tanda
elipsisis.
Kalimat merupakan unsur terpenting dalam sebuah wacana. Kalimat yang tersusun rapi dan rasional
akan membuat sebuah wacana lebih mudah pahami. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam
wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat
diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir
yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi
ataupun proses fonologis lainnya.
Kalimat adalah unsur yang terkecil yang kita gunakan kalau kita berbicara. Ide-ide dan fikiran-fikiran
kita tuangkan dalam kalimat. Kalau salah informasi yang kita berikan karena kesalahan memakai
kalimat maka salah pulalah tanggapan si pendengar. Akibatnya tentu tidak baik karena apa yang
kita harapkan tidak tercapai. Kalimat memiliki kedudukan yang penting dalam berbahasa, sehingga
kita harus berusaha agar kalimat itu cukup jelas dan benar.
B. Pengertian Efektif.
Efektif mengandung pengertian tepat guna, artinya sesuatu akan berguna jika dipakai pada sasaran
yang tepat. Pengertian Efektif menurut KBBI ialah, ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya),
manjur atau mujarab (tentang obat), dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha,
tindakan).
Dalam berkomunikasi dan menyusun karya ilmiah, hendaknya kita menggunakan Bahasa yang baik
yang tersusun dalam rangkaian kalimat yang efektif.
C. Pengertian Kalimat Efektif.
Kalimat efektif ialah kalimat yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-
gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran pembicara atau
penulis. Kalimat sangat mengutamakan keefektifan informasi itu sehingga kejelasan kalimat itu
dapat terjamin.
Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa baik ejaan maupun tanda bacanya
sehingga mudah dipahami oleh pembaca atau pendengarnya. Dengan kata lain, kalimat efektif
mampu menimbulkan kembali gagasan-gagasan pada pendengar atau pembacanya seperti apa
yang dimaksud dengan penulis.
Pengertian menurut ahli :
1. Menurut Arifin : Kalimat efektif adalah kalimat yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan
kaidah, ringkas, dan enak dibaca.
2. Menurut Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan : Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan jelas
sehingga dengan mudah dipahami orang lain secara tepat.
3. Menurut Abdul Rozak : Kalimat Efektif adalah kalimat yang mampu membuat isi atau maksud
yang disampaikan dengan lengkap dalam pikiran pembaca persis seperti apa yang disampaikan.
Jadi, kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah bahasa, jelas, dan mudah dipahami
oleh pendengar atau pembaca. Kalimat efektif haruslah memiliki kemampuan untuk menimbulkan
kembali gagasan-gagasan pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang terdapat pada
pikiran penulis atau pembicara.
Suatu kalimat dapat dikatakan sebagai kalimat efektif jika memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
1. Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
2. Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang penulis.
3. Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau pendengarnya dengan cepat.
4. Sistematis dan tidak bertele-tele.

Ciri-ciri Kalimat Efektif.


Kalimat efektif memiliki ciri-ciri yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :
A. Kesepadanan Struktur.
Kesepadanan adalah keseimbangan antara gagasan atau pemikiran dengan struktur bahasa yang
dipakai dalam kalimat. Kesepadaan dalam kalimat ini diperlihatkan dengan adanya kesatuan
gagasan dan kesatuan fikiran
. Ciri-ciri kalimat yang memiliki kesepadaan struktur, yaitu:
1. Memiliki Subjek dan Predikat yang jelas.
Kejelasan subjek dan predikat suatu kalimat dapat dilakukan dengan menghindarkan penggunaan
kata depan di, dalam, bagi, untuk, pada, dan sebagainya di depan subjek.
Contohnya :
1. Bagi semua siswa kelas VII harus mengikuti kegiatan studi tur (tidak efektif).
2. Semua siswa kelas VII harus mengikuti kegiatan studi tour (efektif).

2. Tidak memiliki Subjek yang ganda di dalam kalimat tunggal.


Contohnya :
1. Pembangunan jalan itu kami dibantu oleh warga desa (tidak efektif)
2. Dalam membangun jembatan itu, kami dibantu oleh warga desa(efektif)
3. Beberapa kata penghubung intrakalimat.
Beberapa kata penghubung intrakalimat (seperti sehingga, dan, atau, lalu, kemudian, sedangkan,
bahkan) tidak digunakan pada kalimat tunggal, misalnya sebagai berikut :
1. Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.

Kata sehingga merupakan kata penghubung intrakalimat sehingga tidak sepadan kalau difungsikan
sebagai penghubung antarkalimat. Perbaikan terhadap kalimat itu dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu dengan menjadikan kalimat itu kalimat majemuk atau dengan mengganti kata
penghubung intrakalimat menjadi ungkapan penghubung antarkalimat, seperti di bawah ini :
1. Kami datang agak terlambat sehingga tidak dapat mengikuti acara pertama
2. Kami datang agak terlambat. Oleh karena itu, kami tidak dapat mnegikuti acara pertama.

B. Kepararelan bentuk.
Kalimat efektif memiliki kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam kalimat. Yang dimaksud
dengan kesamaan bentuk kata adalah jika kata pertama berbentuk verba, maka kata selanjutnya
berbentuk verba. Namun jika kata pertama berbentuk nomina, maka kata selanjutnnya berbentu
nomina.
Contohnya :
1. Langkah –langkah dalam menulis kalimat efektif adalah memahami, mengetahui, dan
mengaplikasikan defenisi kalimat efektif (tidak efektif).
2. Langkah-langkah dalam menulis kalimat efektif adalah memahami,mengetahui, dan
mengaplikasikan defenisi kalimat efektif (efektif).
3. Semakin berumur seharusnya manusia itu semakin bermoral, bijaksana, dan tanggung jawab.

Dalam kalimat itu terdapat sebuah kata yang tidak sejajar dengan bentuk kata yang lainnya yang
sama-sama mewakili fungsi predikat, yakni kata tanggung jawab yang merupakan bentuk nominal,
padahal yang lainnya berbentuk ajektival. Kalimat tersebut akan lebih baik kalau diubah menjadi
seperti: Semakin berumur seharusnya manusia itu semakin bermoral, bijaksana, dan bertanggung
jawab.

C. Kehematan Kata.
Kalimat efektif tidak menggunakan kata-kata atau frasa yang tidak perlu digunakan. Untuk
menghindari pemborosan kata didalam kalimat. Hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Menghindari unsur yang sama dalam majemuk.
Contohnya :
1. Saya tidak suka apel dan saya tidak suka papaya (tidak efektif).
2. Saya tidak suka pisang dan anggur (efektif).
3. Karena dia tidak diundang, dia tidak datang pada acara itu.

Penyebutan kata dia sebagai subjek pada anak kalimat tidak diperlukan karena subjek yang sama
sudah disebutkan pada induk kalimatnya. Penyebutan kata dia pada anak kalimat di atas
merupakan pemborosan kata yang sebaiknya dihindari. Perbaikan kalimat di atas adalah sebagai
berikut : Karena tidak diundang, dia tidak datang pada acara itu.
2. Menghindari kesinoniman dalam kalimat.
Contohnya :
1. Saya hanya memiliki tiga buah buku saja (tidak efektif).
2. Saya hanya memiliki tiga buku (efektif).

3. Menghindari penjamakan pada kata jamak.


Contohnya:
1. Para mahasiswa-mahasiswi berunjuk rasa di depan gedung rektorat (tidak efektif).
2. Para mahasiswa berunjuk rasa didepan gedung rektorat (efektif).
3. Masih banyak hal-hal yang harus dibahas. Para tamu-tamu undangan sedang menikmati
hidangan. Kata banyak pada kalimat dan kata para pada kalimat sudah mengandung makna jamak.
Oleh karena itu, tidak perlu lagi pengulangan yang bermakna jamak, sehingga kalimat-kalimat di
atas dapat diperbaiki menjadi seperti : Masih banyak hal yang harus dibahas. Para tamu undangan
sedang menikmati hidangan.
D. Kecermatan.
Yang dimaksud dengan kecermatan adalah cermat dan tepat dalam memilih kata sehingga tidak
menimbulkan keracunan dan makna garis.
Contohnya :
1. Guru baru pergi ke ruang guru (tidak efektif).
2. Guru yang baru pergi ke ruang guru (efektif).
3. Dialah istri Pak Lurah yang baru (tidak efektif).

Kalimat di atas mempunyai penafsiran ganda, yakni siapakah yang baru: Apakah Pak Lurah itu yang
baru menikah atau baru dilantik menjadi lurah? Untuk menghindari penafsiran ganda itu, perlu
digunakan tanda hubung (-) seperti pada perbaikan kalimat di bawah ini:
• • Dialah istri-Pak Lurah yang baru. (bila yang baru adalah istrinya) atau
• • Dialah istri Pak Lurah-yang baru. (bila yang baru adalah jabatan lurahnya. (efektif).

E. Ketegasan.
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat.
Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat. Ada beberapa cara:
1. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (awal kalimat).
Contohnya:
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan Negara ini dengan kemampuan yang
ada pada dirinya.
Harapan Presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)
2. Membuat urutan yang bertahap.
Contohnya :
1. Bukan seribu, sejuta, seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar (Salah).
2. Bukan seratus, seribu, sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar (Benar).
3. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contohnya: Dongeng itu sangat menarik. Dongeng itu mengharukan.
4. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contohnya : anak itu bodoh tetapi pintar.
5. Menggunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel-lah,-pun,-
kah.
Contohnya:
1. Dapatkan ia menjawab pertanyaanku?
2. Kamulah yang harus bertanggung jawab menyelesaikan tugas ini.

F. Kepaduan.
Kalimat Efektif memiliki kepaduan pernyataan sehingga informasi yang disampaikan tidak terpecah-
pecah.Berikut ini ciri-ciri kalimat yang padu ialah :
1. Kalimat yang padu tidak bertele-tele.
Oleh karena itu, hindari penggunaan kalimat yang panjang dan bertele-tele. Contohnya:
1. Farhan menceritakan tentang pengalaman bertandingnya. (tidak efektif)
2. Farhan menceritakan pengalaman bertandingnya. (efektif).

2. Kalimat yang padu menggunakan pola aspek + agen + verba secara tertib
dalam kalimat-kalimat yang berpredikat persona.
Contohnya:
1. Surat itu saya sudah baca. Kalimat tersebut tidak menunjukkan kepaduan karena aspek terletak
di antara agen dan verba. Seharusnya kalimat itu seperti:
2. Surat itu sudah saya baca.
3. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata antara predikat kata
kerja transiti dan ojek penderita.
Contohnya :
1. Mahasiswa harus menyadari akan pentingnya perpustakaan. Kata akan pada kalimat tidak
diperlukan karena kata kerja transitif menyadari harus diikuti secara langsung oleh objek penderita
pentingnya perpustakaan. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut:
2. Mahasiswa harus menyadari pentingnya perpustakaan.

G. Kelogisan.
Yang dimaksud dengan kelogisan adalah ide yang ada dalam kalimat itu dapat diterima atau
dimengerti oleh akal dan sesuai kaidah EBI.
Contohnya:
1. Waktu dan tempat kami persilahkan! (tidak efektif).
2. Bapak dekan kami persilahkan! (efektif).
PART 6

Anda mungkin juga menyukai