Anda di halaman 1dari 4

TUGAS BAHASA INDONESIA

NAMA: Wahyu Kurniawan

NIM: 21120045

KELAS: R1 TEKNIK KIMIA

SEMESTER: 2

LAPORAN BACA BUKU

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Bahasa adalah salah satu unsur identitas nasional. Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang
disampaikan seseorang kepada orang lain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya.
Bahasa Indonesia selain sebagai pengantar dalam dunia pendidikan juga sebagai bahasa yang resmi dalam
pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan serta teknologi modern. Di Indonesia
terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.

Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia
dahulu dikenal dengan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung antar etnis yang mendiami
kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa penghubung antara suku-suku, bahasa melayu juga menjadi
bahasa transaksi perdagangan internasional di kawasan kepulauan nusantara yang digunakan oleh
berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.

Telah dikemukakan pada beberapa kesempatan, mengapa bahasa melayu dipilih menjadi bahasa
nasional bagi negara Indonesia yang merupakan suatu hal yang menggembirakan. Di Indonesia, bahasa
itu diperkirakan dipakai hanya oleh penduduk kepulauan Riau, Linggau dan penduduk pantai-pantai
diseberang Sumatera.

Alasan kedua, mengapa bahasa melayu lebih diterima dari pada bahasa jawa seperti yang kita
ketahui, bahasa jawa mempunyai berapa macam yang berbeda-beda di setiap daerahnya dan juga
penggunaannya yang tentu saja berbeda pula tergantung kepada siapa lawan bicaranya.

Faktor yang paling penting adalah kenyataannya bahwa bahasa melayu mempunyai sejarah yang
panjang sebagai ligua France (bahasa pengantar).

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada
abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian
istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut,
mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya yang mundur ke pedalaman berpindah ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan
Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya
berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak
dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini)


dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah
Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia)
yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu.

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau
Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau
Kalimantan.

Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek
moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami
perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak
memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun,
meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang
administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad
ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu,
akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga,
kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti
pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauge, dan cukong.

Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa
perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa
Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi(perubahan bahasa) di
beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-
orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat
pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia.

Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di
tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904
Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan
Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai “bahasa persatuan bangsa” pada saat Sumpah Pemuda
tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad
Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah.
Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah
satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Setelah 27 tahun pula
terdapat peristiwa penting Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan
di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

Selanjutnya pada pertemuan Kongres Bahasa Indonesia III, pada tanggal 28 Oktober-2 November
1978 di Jakarta. Hasil yang didapat yaitu memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928 dan selalu berusaha dengan optimal untuk memantapkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia IV, pada 21 - 26 November 1983 di Jakarta. Pada pelaksanaan ini
bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda yang ke-55 yang menghasilkan kesepakatan bahwa pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan dan mewajibkan kepada seluruh warga
negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar tercapai seoptimal mungkin.

Sampai pada Kongres Bahasa Indonesia X, dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2013 di
Jakarta. Hasil dari kongres bahasa Indonesia ke sepuluh merekomendasikan yaitu Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud), merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kridalaksana H. 1991. Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian Bahasa Melayu dan
Bahasa Indonesia. Dalam Kridalaksana H. (penyunting). Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga
Rampai. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
2. Uyu Mu'awanah. 2018. Bahasa Indonesia I. Sejarah dan kedudukan Bahasa Indonesia. Penerbit Madani
Publishing, Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai