Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Dosen : Dini Andriani, S.Pd.,M.Li


Oleh :
Kelompok 1
Septy Wahyu A.P. (05) 195070607111002
Umi Faradila P. (07) 195070607111016
Tamara Aprilia A. (09) 195070607111023
Theresia Siagian (19) 195070607111010
Grafita Amelia R. (27) 195070601111022
Tasya Maziyah (33) 195070601111024
Auliya’ Shinta (40) 195070601111020

JURUSAN PENDIDIKAN SARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2O2O
A. Sejarah Bahasa Indonesia
Pada 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia menetapkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pemersatu Indonesia. Bahasa Indonesia sendiri
mengalami berbagai macam perkembangan, mulai dari bahasa, tulisan,
pengucapan dan logat.
Pada awalnya bahasa Indonesia adalah sebuah variasi dari bahasa
melayu, tetapi telah mengalami perkembangan akibat penggunaannya
sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan pada awal abad ke-20. Nama
melayu pertama kali digunakan sebagai nama kerajaan di Jambi pada
pertengahan abad ke-7 yang merupakan taklukan kerajaan Sriwijaya.
Beberapa prasasti yang ditemukan seperti Kedukan Bukit, Kalang
Tuwo, Telaga Batu, Kota Kapur, Bangka, dan Karang Brahi membuktikan
bahwa kerajaan Sriwijaya telah menggunakan bahsa melayu kono sebagai
bahasa resmi dalam pemerintahannya.
Sekitar awal abat ke-15 perkembangan kerajaan malaka sebagai
pusat perdangangan dan pusat pertemuan para pedagang dari Indonesia,
Tiongkok, dan Gujarat membawa dampak positif terhadapat bahasa
melayu sebagai bahasa perdagangan dan penyiaran agama islam.
Pada tahun 1596 Belanda datang ke Indonesia tepatnya di daera
Banten sebagai VOC. Masalah yang pertama kali dihadapi oleh Belanda
adalah bahasa pengantar, tidak ada pilihan lain bagi Belanda kecuali
menggunakan bahasa melayu yang sudah digunakan sebagai lingua franca
yakni bahasa perdagangan antarpulau Nusantara. Kemudian dikukuhkan
menjadi bahasa persatuan melalui momen Sumpah Pemuda. Bahasa
Melayu menjadi dominan di kala itu dikarenakan fleksibelitasnya akan
bahasa-bahasa lain. Seiring berjalannya waktu kedudukan bahasa melayu
sebagai lingua franca semakin kuat, terutama dengan tumbuhnya
persatuan dan kesatuan dikalangan pemuda pada awal abad ke-20
meskipun mendapat rintangan dari pemerintah dan segolongan orang
Belanda yang berusaha keras menghalangi perkembangan bahasa melayu
untuk menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa nasional Indonesia. Para
pemuda Indonesia memperjuangkan bahasa Melayu karena mereka sadar
bahasa Melayu dapat mempersatukan bahasa Indonesia untuk menghalau
kekuasaan kaum penjajah dari Indonesia. Usaha mereka tersebut
dituangkan dalam kongres pemuda di Jakarta, 28 Oktober 1928 yang berisi
para pemuda Indonesia mengucapkan ikrar berbangsa satu, bangsa
Indonesia; bertanah air satu, tanah air Indonesia; dan bahasa persatuan,
bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda yang diikrarkan 28 Oktober 1928
merupakan wujud kristalisasi semangat nasionalisme sebagai bangsa
dijajah oleh bangsa asing. Dengan Sumpah Pemuda tersebut,
penggalangan kekuatan guna mempersatukan suku bangsa yang tercerai
berai yang terjadi di ribuan pulau negeri ini mulai menampakkkan
kesadaran pentingnya hidup bersatu. Bersatu merupakan salah satu modal
utama dalam rangka memerdekakan Indonesia. Sumpah Pemuda
merupakan bagian dari perjalanan sejarah bahasa Indonesia. Demikianlah,
tanggal 28 Oktober menjadi hari penobatan bahasa Indonesia menjadi
bahasa nasional negara Indonesia. Sebagai realisasi usaha itu pada tahun
1939, para cendikiawan dan budayawan Indonesia menyelenggarakan
kongres di Solo yang bernama Kongres Bahasa Indonesia. Dalam kongres
itu Ki Hajar Dewantara menegaskan, ”jang dinamakan ‘bahasa
Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokok njah berasal
dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe
dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga
bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia;...”.
Perkembangan berjalan dengan sangat cepat sehingga pada waktu
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Bahasa
Indonesia telah menerima kedudukan sebagai bahasa negara yang
dicantumkan dalam Undang Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36.
Dengan demikian Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa negara dan
dipakai dalam segala urusan yang berhubungan dengan pemerintahan
negara.
Setelah kemerdekaan, kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dan bahasa negara semakin kuat. Perhatian terhadap Bahasa
Indonesia baik di pemerintah maupun masyarakat sangat besar.
Pemerintahan Orde Lama, Orde Baru menaruh perhatian yang sangat besar
terhadap perkembangan bahasa Indonesia diantaranya melalui
pembentukan lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang sekarang
menjadi pusat bahasa dan penyelenggaraan kongres bahasa Indonesia.
Perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen yang
merupakan warisan penjajah Belanda, ke ejaan Soewandi seperti tjinta,
tjoba, djelas, njata, jang, dan lain lain. Hingga ejaan yang disempurnakan
selalu mendapat tanggapan dari masyarakat.
Dalam era globalisasi seperti saat ini, bahasa menjadi sangat
penting bagi kelangsungan eksistensi persatuan bangsa, baik sebagai
lambang jati diri maupun sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Gambaran perkembangan
bahasa Indonesia di era globalisasi telah berkembang cukup menarik.
Bahasa Indonesia yang berawal dari Bahasa Melayu dengan pendukung
yang kecil telah berkembang menjadi Bahasa Indonesia yang besar.
Bahasa Melayu juga telah menggusur sejumlah bahasa local (etnis) yang
kecil dan bahkan menggoyahkan bahasa-bahasa etnis yang cukup besar,
seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda.
Bahasa Indonesia telah merebut pasar kerja dan telah mengalahkan
bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah
bertumbuh dan berkembang menjadi modern. Bahasa Indonesia
berkembang ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat, peranan
strategis dari masyarakat dan kawasan di masa depan. Peranan kawasan
sebagai kekuatan ekonomi, industry, dan ilmu pengetahuan yang baru di
dunia akan menentukan bagaimana perkembangan bahasa Indonesia
modern. Sastra negara Indonesia telah menggeser sastra tradisi yang ada di
berbagai etnis di nusantara. Perubahan yang terjadi tidak hanya
menyangkut pada masalah struktur dan bahasa tetapi lebih
mempermasalahkan yang dialami manusia didalam sebuah proses
perubahan. Dengan demikian sastra Indonesia modern pada hakikatnya
berada didalam jalur yang mengglobal. Sebagaimana dengan
perkembangan sastra Indonesia tidak bermasalah dalam era globalisasi.
Bahasa Indonesia bersifat terbuka (transparan). Artinya, bahasa ini
dapat beradaptasi dengan bahasa-bahasa lain dan mudah menerima unsur-
unsur bahasa asing, seperti unsur fonologi, morfologi, dan unsur semantik.
Bahasa Indonesia memiliki sifat terbuka akan cepat berkembang dan
mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi pasar, sehingga
penuturnya tidak terlalu sulit untuk menggunakannya terutama dalam
komunikasi bisnis dengan sifat terbuka ini pula, diharapkan bahasa
Indonesia akan menjadi bahasa yang besar penuturnya menuju peradaban
dan kebudayaan Indonesia modern.
Bahasa Indonesia bersifat demokratis, sesuai dengan masyarakat
Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis. Sifat demokratis
bahasa Indonesia terwujud dalam kehidupan berbahasa masyarakat
Indonesia, yakni suatu wujud kehidupan yang kurang menampilkan makna
orang-seorang sebagai individu. Anjuran pemakaian kata Bung pada
pemerintahan lama seperti Bung Karno, Bung Hatta, Bung Tomo, Bung
Syahrir, dan lain-lain merupakan wujud dari sifat demokratis bahasa
Indonesia.

B. Ragam Bahasa Indonesia


Dalam masyarakat terdapat bermacam-macam pemakaian bahasa.
Akibatnya, timbul anggapan pemakaian bahasa Indonesia tidak
memuaskan, terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa, bahkan di
kalangan guru dan cendikiawan. Maka, pembahasan mengenai ragam
bahasa Indonesia dianggap perlu untuk membedakan bermacam
pemakaian bahasa Indonesia.
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang berbeda-beda yang
disebabkan oleh berbagai faktor yang ada di Indonesia, antara lain:
1. Faktor budaya
Setiap daerah memiliki kultur budaya yang berbeda beda disetiap
daerahnya seperti di wilayah Jawa dan Papua serta beberapa wilayah di
Indonesia lainnya.
2. Faktor sejarah
Setiap daerah mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang berbeda beda
antara daerah satu dengan yang lain.
3. Faktor berbedaan demografi
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda, seperti wilayah di daerah
pantai, pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang
singkat jelas dan dengan intonasi volume suara yang besar dan tingi.
Berbeda dengan daerah pemukiman padat penduduk yang menggunakan
bahasa lisan yang panjang lebar disebabkan lokasinya yang saling
berdekatan dengan intonasi volume suara yang kecil. Selain Faktor
tersebut ragam bahasa juga terjadi karena perkembangan zaman, di
samping perbedaan cara penyampaiannya atau logat bahasanya.
Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan dalam ragam
bahasa. Ketiga kriteria itu adalah media yang digunakan, latar belakang
penutur dan pokok persoalan yang dibicarakan. Ragam bahasa Indonesia
dikatagorikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan waktu penggunaan
a. Ragam bahasa Indonesia lama
Digunakan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai zaman Sumpah
Pemuda. Ragam bahasa Indonesia lama masih dipengaruhi oleh
bahasa Melayu.
b. Ragam bahasa Indonesia baru
Digunakan sejak dicetuskan Sumpah Pemuda tahun 1928 sampai
dengan saat ini. Pertumbuhan bahasa Indonesia sejalan dengan
perkembangan bangsa.

2. Berdasarkan media
Ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of
speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragama bahasa
lisan. Sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan
dengan huruf sebagai unsur dasarnya dinamakan ragam bahasa tulisan.
Untuk hal ini harus berhati-hati karena bahasa yang dihasilkan dengan
menggunakan alat alat ucap seperti teks pidato yang dubacakan atau siaran
berita radio atau televisi, bahasa. Sebaliknya, bahasa lisan dapat dituliskan,
seperti transkripsi cerita rakyat atau pidato yang ditranskripsikan. Maka
pernyataan tersebut harus dilengkapi dengan penjelasan perbedaan kedua
ragam yang dilihat dari segi struktur bahasa atau segi lainnya.
Bahasa lisan mencakup aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan
susunan kalimat), dan kosakata. Lafal merupakan aspek pembeda ragam
bahasa lisan dari ragam bahasa tulis, sedangkan ejaan merupakan aspek
pembeda bahasa tulis dari ragam bahasa lisan. Jadi, dalam ragam bahasa
lisan berkaitan dengan lafal, sedangkan dalam ragam bahasa tulis
berkaitan dengan tata cara penulisan. Kedua jenis ragam bahasa ini telah
berkembang menjadi dua sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah
yang tidak identik benar. Masing masing ragam bahasa memiliki
seperangkat kaidah yang berbeda antara satu dan lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa lisan, penutur
dapat memanfaatkan peragaan, seperti gerak tangan, air muka, tinggi
rendah suaran, atau tekanan, untuk membantu pemahaman pengungkapan
diri seperti ide, gagasan, pengalaman, sikap, dan rasa. Sedangkan dalam
ragam bahasa tulis, peragaan seperti itu tidak dapat digambarkan atau
dilambangkan dengan tulisan. Oleh karenq itu, dalam ragam bahasa tulis
dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa, yaitu baik dalam bentuk
kata maupun dalam susunan kalimat dan ketepatan pilihan kata.
a. Ragam bahasa lisan
Ragam lisan menghendaki adanya kedua, teman berbicara yang
berada di depan pembicara. Ragam lisan sangat terikat pada kondisi,
situasi, ruang, dan waktu. Ragam lisan dipengaruhi oleh intonasi,
tekanan, nada, irama, dan jeda. Ciri ragam bahasa lisan:
1) Perlu kehadiran lawan tutur
2) Unsur gramatikal tidak lengkap
3) Terikat ruang dan waktu
4) Dipengaruhi pungtuasi, jeda, ritme suara
Contoh ragam lisan :
- Seorang siswa berkata kepada temannya.
“ Kenapa dia, Budi “
“ Tahu tuh, miring kali “
- Orang yang berbelanja di pasar
“ Pak, berapa cabenya? “
“ Tiga ribu “
“ Bisa kurang? “
“ Dua ribu lima ratus saja, bu “
b. Ragam bahasa tulis
Ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara berada di
depan pembicara. Contoh ragam tulis ialah tulisan-tulisan dalam buku,
majalah, dan surat kabar. Ragam tulis tidak terikat oleh situasi,
kondisi, ruang, dan waktu. Ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca,
huruf besar, dan huruf miring. Ciri ragam bahasa tulis:
1) Tidak perlu kehadiran lawan tutur
2) Unsur gramatikal lengkap
3) Tidak terikat ruang dan waktu
4) Dipengaruhi oleh tanda baca dan ejaan

3. Berdasarkan situasi
a. Ragam bahasa resmi
Ciri ragam bahasa resmi:
1) Menggunakan unsur grantikal secara konsisten
2) Menggunakan kata ganti resmi
3) Menggunakan kata baku
4) Menggunakan EYD
5) Menghindari unsur kedaerahan
b. Ragam bahasa tidak resmi
Ragam bahasa ini digunakan ketika dalam situasi non formal
c. Ragam bahasa akrab
Menggunakan kalimat-kalimat pendek yang didukung oleh bahasa
non verbal, seperti anggukan, gerakan tangan, dan ekspresi wajah
d. Ragam bahasa konsultasi
Ragam bahasa yang didalamnya terdapat campur kode, misalnya:
seorang mahasiswa yang sedang berkonsultasi dengan dosen, pada
awalnya menggunakan ragam resmi, tetapi di tengah proses konsultasi
terjadi campur kode yang menandakan bahwa mahasiswa tersebut
memilih ragam bahasa konsultatif atau santai.

4. Berdasarkan bidan atau tema yang sedang dikomunikasikan


a. Ragam bahasa ilmiah
1) Bunyi bahasa Indonesia yang bebas pengaruh dialek dan logat
2) Digunakan untuk keperluan ilmiah atau akademik
3) Dalam ragam bahasa tulis, diatur oleh aturan ilmiah yaitu
penggunaan ejaan, diksi, kalimat, tata tulis baku.
b. Ragam bahasa sastra
Penggunaan diksi yang ditunjang dengan gaya bahasa atau majas
menjadikan ragam bahasa sastra dinilai lebih indah. Kata-kata yang
digunakan seringkali bermakna konotasi untuk menstimulasi imajinasi
pembaca.
c. Ragam bahasa iklan
Ragam bahasa yang menggunakan pilihan kata menarik, persuasif,
dan bernada sugestif sehingga pembaca atau pemirsa mengikuti
maksud dari bahasa yang disampaikan.
d. Ragam bahasa bidang tertentu
Ragam bahasa yang khas digunakan dalam bidang tertentu,
misalnya: bidang keuangan menyebutkan, kliring, rtgf, dan
sebagainya. Bidang kedokteran menyebut USG, circumsisi.
e. Ragam bahasa Indonesia berdialek
Bahasa Indonesia tersebar luas ke seluruh Nusantara. Luasnya
wilayah pemakaian bahasa itu menimbulkan perbedaan pemakaian
bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan di suatu daerah berbeda
dengan bahasa Indonesia yang digunakan di daerah lain. Seseorang
dari daerah tertentu dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa kedua seringkali menggunakan bahasa Indonesia disertai
dialek daerahnya. Misalnya: warga Surabaya yang sedang komunikasi
dengan lawan bicaranya menggunakan kata panggil “ rek “, penjual
siomay dari Bandung memanggil pelanggannya dengan sebutan “ the
“, dan lain-lain. Dengan dialek tersebut, seringkali penutur dapat
mengira-ngira darimana orang tersebut berasal. Penggunaan bahasa
yang berbeda-beda karena perbedaan daerah seperti itu disebut ragam
daerah atau logat. Logat yang paling mudah diamati ialah lafal.
Perbedaan logat bahasa Indonesia antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain biasanya dapat diterima selama bahasa tersebut dapat
dipahami dan tidak mengganggu kelancaran komunikasi.

f. Ragam bahasa Indonesia yang baik dan benar


Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah yang digunakan
sesuai dengan situasi dan kondisi serta mempunyai nilai rasa yang
tepat. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang menerapkan
kaidah berbahasa secara konsisten atau taat asas.
a) Ragam Baku Tulis
Ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku
pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya.
b) Ragam Baku Lisan
Ukuran dan nilai ragam baku lisan bergantung pada sedikit
atau banyaknya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan.

5. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan pokok persoalannya dibagi menjadi


ragam ilmiah dan non ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Setiawati,Eti ; Dewi,Putri Kumala ; Budiana,Nia. 2017. Pengembangan


Kepribadian Berbasis Pendidikan Karakter. Malang : UB Press
Nurdjan,Sukirman ; Firman ; Mirnawati. 2016. Bahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi. Makassar : Aksara Timur.
Putrayasa.I.,G.,N.,K. 2018. Ragam Bahasa Indonesia. Universitas Udayana.
Skripsi diterbitkan. Bali : Program Studi Sastra Indonesia.
Sugono,Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta : PT
Gramedia.
Darmayanti,Nani. 2006. Bahasa Indonesia Untuk Sekolah Menengah Kejuruan
Tingkat Semenja ( Kelas X ). Jilid 1. Grafindo Media Pratama.
Sujinah; Fatin,Idhoofiyatul; Rachmawati,Dian Karina. 2018. Buku Ajar Bahasa
Indonesia Edisi Revisi. Surabaya : UM Surabaya.
Marsudi. 2008. Eksistensi Bahasa Indonesia Sebagai bahasa Persatuan. Jurnal
Sosial Humaniora. Vol 1. No.2 : 172-184.
Halim, Zainuddin. 1980. Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. Politik Bahasa
Nasional 2. Jakarta : Balai Pustaka.
Tri Indah Kusumawati. 2018. Peranan Bahasa Indonesia Dalam Era Globalisasi.
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Vol VIII. No.2
Iskak,Ahmad; Yustinah. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Semenjana Untuk SMK
dan MAK Kelas X. PT. Gelora Aksara Pratama. Erlangga.
Tukan, Paulus; Farida, Umi; Isnatun, Siti; Bidyawati, Dwi; Abidin, Zaenal;
Pramono, Imam Hari. 2006. Mahir Bahasa Indonesia 3 Sekolah Menengah Atas
Kelas XII. PT Graha Indonesia Printing.
Widada; Payogi,Icuk. 2010. Kamus Saku Bahasa Indonesia. Yogyakarta :
Bentang Pustaka.
Hastanto, Unggul Pebri; Rachmawati, Dian Nur; Sarmadan; Alu,La. 2015. Buku
Ajar Bahasa Indonesia dan Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: CV Budi Utama.
Santosa, Dodit Setiawan; Rachmadhani, Herlambang; Subekti, Nurul Fatma.
2017. Pengantar Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CV
Budi Utama.

Anda mungkin juga menyukai