Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BAHASA INDONESIA

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Nama Kelompok :
Rifka Husniati G1F011025
Irma Setyawati G1F011027
Agung Prabowo G1F011029
Alfianita G1F011031
Desy Damayanti G1F011033
Rahmi Kania Soraya G1F011035
Farah Maestri G1F011037
Rizka Khoirunnisa G1F011039
Agustianty NH G1F011041
Kharis Mustofa G1F011043
Nufi Attobibah G1F011045
Rani Saskia Jeanita G1F011049

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2014
SEJARAH BAHASA INDONESIA

Sejarah singkat bahasa Indonesia dibagi menjadi beberapa periode, yakni periode
sebelum sumpah pemuda tahun 1928, Periode sumpah pemuda 1928-proklamasi
kemerdekaan RI 1945, dan periode proklamasi kemerdekaan RI 1945 - sekarang.

1. Periode sebelum sumpah pemuda tahun 1928


Sebagai sebuah bahasa, bahasa Indonesia berasal dari rumpun Melayu, salah satu
bagian Austronesia. Bahasa Melayu ini sudah mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara
sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di
Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684
M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi
berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa
Melayu Kuna. Bahasa Melayu Kuna (istilah pertama Bahasa Melayu) itu tidak hanya
dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan
prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M
yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa
perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai
bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para
pedagang yang datang dari luar Nusantara.Terdapat informasi dari seorang ahli sejarah
Cina, I-Tsing, yang belajar agama Budha di Sriwijaya, antara lain, menyatakan bahwa
di Sriwijaya ada bahasa yang bernama Koen-louen (I-Tsing:63,159), Kou-luen (I-
Tsing:183), Kouen-louen (Ferrand, 1919), Kwenlun (Alisjahbana, 1971:1089).
Kunlun (Parnikel, 1977:91), Kun-lun (Prentice, 1078:19), yang berdampingan dengan
Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu
nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-
16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu,
Tajussalatin, dan Bustanussalatin.Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara
bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu
mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau,
antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak
mengenal tingkat tutur. Bahasa Melayu dipakai di mana-mana di wilayah Nusantara
serta makin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang
dipakai di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak
budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari
bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa
Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Selain itu masuknya agama Islam abad ke-13 membawa pengaruh tradisi tulis
bahasa Melayu. Huruf Arab digunakan untuk menulis bahasa Melayu (tulisan Jawi)
sampai abad ke-19. Saat penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga digunakan sebagai
sarana perhubungan luas, termasuk bahasa surat kabar.
Bangsa Indonesia sangat berkeinginan mempelajari bahasa Belanda karena
untuk mendapatkan kepandaian dan meningkatkan derajat yang sama dengan bangsa
Belanda. Ahli pendidkan Belanda Dr . G.J Nieuweahuis senantiasa memasukkan
pengaruh kebudayaan Belanda ke memasukkan pengaruh kebudayaan Belanda ke
Indonesia, tapi ditentang oleh bangsa Belanda yang berkeyakinan bahwa kepandaian
akan mendorong bangsa Indonesia menuntut persamaan hak dan kedudukan. Akhirnya,
didirikan Inlandsih OnderwijsComisie untuk mewadahi bahasa Belanda bagi bangsa
Indonesia.
Berkenaan dengan bahasa, kaum pergerakan di Indonesia menyusun tenaga
rakyat dengan organisasi yang kuat, tapi mereka merasa tak mungkin hanya
mengandalkan kesanggupan bahasa daerah yang jumlahnya terlalu banyak 200 buah.
Bahasa Melayu sebagai bahasa perhubungan dan pergaulan (lingua Franca) di seluruh
Asia Selatan menjadiperhatian kaum pergerakan, sebab mereka menyadari bahwa
kekuatan rakyat itu dapat tersusun hanya dengan persatuan dan salah satu pemersatu
adalah bahasa.
2. Periode sumpah pemuda 1928-proklamasi kemerdekaan RI 1945
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa sebenarnya bermula
sejak Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Tahun 1928, para pemuda
pejuang mengikrarkan Trisakti Sumpah Pemuda.Di sana, pada Kongres Nasional
kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk
negara Indonesia pascakemerdekaan. Pada saat itu, Soekarno tidak memilih bahasanya
sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau
memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di
Riau karena beliau memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik
Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan)
mayoritas di Republik Indonesia.

b. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau.
Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang
berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami
budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.

c. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau
Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai,
dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang
terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagai
lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya
dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.

Sejak peristiwa itu, Bahasa Melayu berubah nama menjadi Bahasa Indonesia.
Tahun 1933 berdiri angkatan sastrawan Pujangga Barudiplopori oleh tiga A, yaitu
Sultan Takdir Alisyahbana,Amir Hamzah, dan Armin Pane. Sebagai alat komunikasi
antara para sastrawan dan masyarakat dibuatlah majalah Pujangga Baru, maka
Bahasa Indonesia mulai tumbuh dan berkembang dari Bahasa Melayu angkatan Balai
Pustaka yang berdialek Minangkabau menjadi Bahasa Melayu modern, yakni Bahasa
Indonesia.
Tahun 1938 diadakan Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Solo, antara lain
menetapkan Bahasa Melayu Riau sebagai dasar Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau
sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia
I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, jang dinamakan Bahasa Indonesia jaitoe bahasa
Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari Melajoe Riaoe, akan tetapi jang
soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam
baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia;
pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan
oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia. Tahun 1942-
1945 masa pendudukan Jepang di Indonesia merupakan masa penting karena Bahasa
Indonesia menjadi bahasa utama baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam
lingkungan resmi karena pemerintahan Jepang melarang resmi berbahasa
Belanda.Tahun 1942, muncul para sastrawan muda Angkatan 45 membawa corak
Bahasa Indonesia selanjutnya, yaitubahasa yang penuh dinamika dalam penataan kata-
kata dan kalimat, serta ungkapan-ungkapan danperbandingan-perbandingan baru.

3. Periode proklamasi kemerdekaan RI 1945 -Sekarang.


Tahun 1945, selain bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya,bahasa
Indonesia juga menjadi bahasa nasional dan resmi atau bahasa negara di nasional dan
resmi atau bahasa negara di Republik Indonesia. Sehari setelah merdeka, 18 Agustus
1945, dalam UUD 1945 ditetapkanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (pasal
36).Dalam perkembangannya menuju bahasa modern, bahasa Indonesia menemukan
kesulitan, antara lain sbb:
Kurangnya kata dan istilah yang berhubungan dengan Iptek.
Pengaruh daerah dan bahasa-bahasa asing serta pikiran-pikiran
modern,menyebabkan timbulnya kekacauan bahasa sebelum lahirnya
Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada tahun 1975.
Kurangnya penelitian Bahasa Melayu sebagai dasar Bahasa Indonesia oleh
para ahli.
Kurangnya buku-buku ilmu pengetahuan modern dan teknologi yang ditulis
dalam Bahasa Indonesia.
Tahun 1950, Bahasa Indonesia diakui Belanda dan dunia internasional sebagai
bahasa pergaulan dan resmi serta bahasa iptek. Tahun 1954, diadakan Kongres Bahasa
Indonesia kedua di Medan oleh para ahli bahasa, wakil-wakil pers dan undangan dari
negara tetangga, bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa
Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam
masjarakat Indonesia.Tahun 1978, diadakan Kongres Bahasa Indonesia di
Jakarta,usaha pembinaan dan penyempurnaan serta penyeragaman Bahasa Indonesia
dengan semboyan Pergunakanlah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar melalui
media masaa: TVRI, radio, surat kabar dan majalah-majalah.Pada mulanya Bahasa
Indonesia ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda, hingga tahun
1972 ketika Ejaan Yang Disempurna- kan (EYD) dicanangkan. Dengan EYD, ejaan
dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin
dibakukan. Sejak tahun 1972, Ejaan Bahasa Indonesia dibakukan dan ditetapkan. Tahun
1975 dikeluarkan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD). Setiap Lima
tahun sekali, Ejaan bahasa Indonesia senantiasa disempurnakan hingga sekarang
melalui Kongres Nasional Bahasa Indonesia dengan motor penggerak Pusat Bahasa.
Dan sekarang, Bahasa Indonesia dipelajari di berbagai institusi pendidikan mulai dari
pendidikan usia dini hinga tingkat perguruan tinggi nasional dan internasional.
Ada empat periode penting dari kontak kebudayaan dengan dunia luar yang
meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia ;
a. Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M) Sejumlah besar kata berasal dari
Sansekerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala,
mantra, cinta, kaca).
b. Islam (dimulai dari abad ke-13 M) Di periode ini diambillah sejumlah besar
kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa,
khusus, maaf, selamat.
c. Kolonial Pada periode ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya adalah
dari Portugis (seperti contohnya, gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan
Belanda (contoh: asbak, kantor, polisi, kualitas.
d. Pasca Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya) Pada masa ini banyak kata
yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isyu). Dan lalu ada
juga Neo-Sansekerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sansekerta,
(contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila). Selain itu, bahasa Indonesia juga
menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge,
tahu, loteng, teko, tauke, loteng, cukong).

Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa


Indonesia, perinciannya sebagai berikut:
1. Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu
oleh Nawawi Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat
dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan
yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang
kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini
menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Slah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam
pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato
menggunakan bahasa Indonesia.
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa
Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai
Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sultan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil
kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia
saat itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganila Undang-Undang Dasar 195 (UUD 45),
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaa ejaan Republik sebagai pengganti ejaan
Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-
menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan
dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H.M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan
penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato
kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden
No. 57 tahun 1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda
yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan
bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia.
14. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di
Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda
yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari
seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brumei darusalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani
dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta
tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong,
India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel
Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai