Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH BAHASA INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah BAHASA INDONESIA

Disusun oleh :
Padlan (434070 2131122)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MANDALA
BANDUNG
2021
SEJARAH BAHASA INDONESIA

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang saat ini kita gunakan sebagai bahasa nasional yang
berasal dari bahasa Melayu. Sejak zaman dahulu bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa
penghubung (lingua franca) bukan hanya di Nusantara melainkan hampir di seluruh kawasan
Asia Tenggara. Dasar bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu Riau. Namun, bahasa tersebut
telah mengalami perkembangan akibat penggunaannya sebagai bahasa kerja dan proses
pembakuan pada awal abad ke-20. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
hidup dan terus berkembang dengan pengayaan kosakata baru, baik melalui penciptaan maupun
penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

A. Sejarah Bahasa Indonesia Sebelum Kemerdekaan


Bahasa Melayu sebagai sumber (Akar) bahasa Indonesia menyerap kosakata dari
berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sansekerta, bahasa Cina, bahasa Arab, bahasa Portugis,
dan bahasa Tamil. Seiring perkembangannya bahasa Melayu hadir dalam berbagai variasi dan
dialek.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7 dengan huruf
Pallawa, dengan bukti ditemukannya prasasti tertua masa Kerajaan Sriwijaya yaitu prasasti
Kedukan Bukit 683 M (Palembang), Talang Tuwo 684 M (Palembang), Kota Kapur 686 M
(Bangka Barat), dan Karang Brahi 688 M (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari
berbahasa Melayu Kuno. Selain itu, di Jawa Tengah (Gandasuli) tahun 832 M dan di Bogor
tahun 942 M ditemukan juga prasati yang menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Salah satu bukti isi dari Prasasti Kedukan Bukit yang bertuliskan bahasa Melayu Kuno
sebagai berikut. (Collins, 2005)
Swasti syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syklapaksa
wulan waisyaakha dapunta hyang naayik di saamwan mangalap
siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta
hyang marlapas dari minanga taamwan . . .
(Selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebelas pada masa terang
Bulan Waisyaakha, tuan kita yang mulia naik perahu menjemput
Siddhayaatra. Pada hari ke tujuh, pada masa terang bulan Jyestha,
Tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan . . .)
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa
buku pelajaran agama Budha. Adapun Fungsi bahasa Melayu pada zaman Kerajaan Sriwijaya
sebagai berikut.
1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa-bahasa buku-buku
yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra
2. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarsuku di
Indonesia
3. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, terutama di sepanjang pantai,
baik suku yang ada di Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar
Indonesia
4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa resmi di kerajaan. (Duija, 2005)

Perkembangan bahasa Melayu semakin jelas terlihat dari peninggalan kerajaan Islam abad
ke-13 sampai abad ke-19, bahasa Melayu dengan huruf Arab (Tulisan Jawi) dalam batu tulis di
Minye Tuoh, Aceh 1380 M dan hasil sastra abad 16-17, seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat
Raja-Raja Pasai, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara mempengaruhi dan mendorong
tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia. Komunikasi antarperkumpulan
yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa Melayu. Para pemuda Indonesia yang
tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu, bahasa Melayu diresmikan sebagai bahasa Indonesia.
Dan, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa
Indonesia.
1. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan, dan
bahasa perdagangan
2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari, karena bahasa Melayu dikenal
tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ada ngoko, kromo) atau perbedaan bahasa
kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes)
3. Suku-suku di Indonesia sangat menerima dengan sukarela bahasa Melayu dijadikan
sebagai bahasa negara Indonesia (sebagai bahasa nasional)
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang lebih luas. (Abdullah, 2013)

B. Peresmian Nama Bahasa Indonesia


Pada zaman Belanda, ketika Dewan Rakyat dibentuk pada tanggal 18 Mei 1918, bahasa
Melayu memperoleh pengakuan sebagai bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda yang
berkedudukan sebagai bahasa resmi pertama di dalam sidang Dewan rakyat. Pada 16 Juni 1927,
saat sidang Volksraad (Rapat Dewan Rakyat), Jahja Datoek Kajo pertama kalinya menggunakan
bahasa Indonesia dalam pidatonya. Di sinilah bahasa Indonesia mulai berkembang. Pada 28
Oktober 1928, Muhammad Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dalam
pidatonya pada Kongres Nasional kedua. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa
persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda. 5 Muhammad Yamin berkata, "Jika mengacu pada
masa depan bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa
diharapkan menjadi bahasa persatuan, yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Namun, dari dua bahasa
itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Namun pada tanggal 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia diikrarkan menjadi bahasa
persatuan atau bahasa nasional melalui ikrar Sumpah Pemuda. Keinginan untuk memiliki
semangat juang bersama agar merasa terikat dalam satu bangsa dan bahasa adalah latar belakang
dari ikrar ini; Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda “Pujangga Baru” yang dipimpin oleh
Sutan Takdir Alisyahbana. Tiga tahun kemudian, Sutan Takdir Alisyahbana menyusun “Tata
bahasa Baru Bahasa Indonesia”. Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Kongres tersebut menghasilkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat
itu. Pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, ditandatanganilah Undang-Undang
Dasar 1945. Pada Bab XV, Pasal 36, ditetapkan secara sah bahwa bahasa Indonesia adalah
bahasa negara.

C. Perkembangan Bahasa Melayu (Indonesia)


Perkembangan bahasa Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, antara lain
1. Penyerapan bahasa daerah
Bahasa Indonesia dalam proses perkembangannya mendapat pengaruh berbagai bahasa
daerah, seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Ambon, dan lain sebagainya. Pengaruh dari
bahasa-bahasa daerah tersebut mencakup faktor fonologis, morfologis, dan sintaksis. Pengaruh
fonologis antara lain tampak dalam lafal /b/, /d/, /g/, dan akhiran –kan yang sering dilafalkan /k
n/. Pengaruh dalam tataran morfologis tampak dalam kata-kata seperti: heboh, memper, becus,
seret, awet, sumber, bobot, macet, mendingan, dan gampang. (Indonesia, 1988)
2. Penyerapan dari bahasa asing
Selain pengaruh bahasa daerah, bahasa Indonesia mendapat pengaruh dari bahasa Asing, baik
dari segi kosakata maupun dari segi struktur. Pengaruh kosakata dari bahasa Asing dalam bahasa
Indonesia sangat dominan, contoh (1) dari bahasa Sansekerta, seperti neraka, puasa, desa, dewa,
dewi, durhaka, berita, ganda, ganja, manusia, mutiara, mangsa, ulama, dan usaha; (2) dari
bahasa Arab, seperti abda, ajal, awal, badan, berkat, biadab, kabar, akhirat, khotbah, jahil,
jawab, paham, hadir, wajib, dan wafat; (3) dari bahasa Inggris, seperti akuntabilitas, program,
demokrasi, struktur, transmigrasi, teori, ide, administrasi, instruksi, demografi, birokrasi, dan
sebagainya; (4) dari bahasa Perancis, seperti biro, kudeta; (5) dari bahasa Tionghoa, seperti
pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong. Pengaruh pembentukan kosakata bahasa
asing tampak pada contoh kata sejarawan, sastrawan, budayawan, surgawi, duniawi,
manusiawi, peragawati, mahasiswa, individualisme, materialisme, urbanisasi, dan lain
sebagainya. (Keraf, 1994)

D. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia


1. Ejaan van Ophuisjen ( 1901 - 1947)
Ini merupakan pedoman resmi ejaan pertama yang diterbitkan pada tahun 1901. Fyi,
bahasa Indonesia waktu itu masih disebut sebagai bahasa Melayu. Bisa ditebak dari namanya,
ejaan ini disusun oleh orang Belanda bernama Charles A. van Ophuijsen dan dibantu oleh Engku
Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
Ejaan ini menggantikan Ejaan van Ophuijsen setelah diresmikan pada tanggal 19 Maret
1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 264/Bhg.A. Di sebut Ejaan Soewandi karena penyusunnya adalah Mr. Raden
Soewandi yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.
Ejaan ini dikenal juga sebagai Ejaan Republik. Pembaharuan dari Ejaan Soewandi terletak dalam
penggunaan diftong (gabungan dua huruf vokal) oe yang diganti menjadi huruf u, dan
dihapuskannya tanda apostrof. Nah, tanda apostrof ini diganti menjadi huruf k atau tidak
dituliskan sama sekali. Contohnya: Jum’at → Jumat, ra’yat → rakyat, ma’af → maaf.
3. Ejaan Pembaharuan (1956-1961)
Melalui Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, Prof. M. Yamin
menyarankan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pembaharuan yang disarankan panitia yang
diketuai Prijono dan E. Katoppo antara lain: membuat standar satu fonem satu huruf, dan diftong
ai, au, dan oi dieja menjadi ay, aw, dan oy. Selain itu, tanda hubung juga tidak digunakan dalam
kata berulang yang memiliki makna tunggal seperti kupukupu dan alunalun.
4. Ejaan Melindo (1961 – 1967)
Melindo ini akronim dari Melayu-Indonesia. Penyusunan ejaan ini disusun pada tahun
1959 atas kerja sama Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia), perubahan yang
diajukan dalam ejaan ini nggak jauh berbeda kok dari Ejaan Pembaharuan. Ejaan ini bertujuan
untuk menyeragamkan ejaan yang digunakan kedua negara. Tapi sayang, ejaan ini pun gagal
diresmikan akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia waktu itu.
5. Ejaan Lembaga Bahasa Kesusastraan (LBK) (1967 -1972)
Ejaan ini adalah lanjutan dari Ejaan Melindo. Panitianya masih campuran antara Indonesia
dan Malaysia dan dibentuk pada tahun 1967. Isinya tidak jauh berbeda dengan Ejaan yang
Disempurnakan, hanya ada perbedaan dibeberapa kaidahnya saja. Ada pun huruf vokal dalam
ejaan ini terdiri dari: i, u, e, ə, o, a. Dalam ejaan ini, istilah-istilah asing sudah mulai diserap
seperti: extra → ekstra; qalb → kalbu; guerilla → gerilya.
6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) (1972-2015)
Ejaan ini berlaku sejak tahun 1972 sampai 2015. Di antara deretan ejaan, EYD ini yang
paling awet. Ejaan ini mengatur secara lengkap tentang kaidah penulisan bahasa Indonesia,
antara lain: tentang unsur bahasa serapan, tanda baca, pemakaian kata, pelafalan huruf “e”.
penggunaan huruf kapital, dan penggunaan cetak miring. Selain itu, huruf “f”, “v”, “q”, “x”, dan
“z” yang kental dengan unsur bahasa asing resmi menjadi bagian Bahasa Indonesia.
Ejaan ini berlaku pada masa menteri Mashuri Shaleh, pergantian Ejaan ini ditandai dengan
mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
dari tulisan Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
EYD di bagi menjadi 3 edisi :
a. EYD Edisi I (1972 - 1987)
Ejaan ini di resmikan pada 17 agustus 1972, selanjutnya di kukuhkan dalam Surat Keputusan
Presiden No.57 Tahun 1972, yang berisi Perubahan huruf, Penyerapan huruf, dan Penulisan
Awalan.
b. EYD Edisi II (1972 - 1987)
Pedoman EYD kedua ini dicermatkan pada rapat kerja ke-30 panitia kerja sama
kebahasaan di Tugu pada tanggal 16 - 20 Desember 1990 dan diterima pada sidang ke-30
Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan pada tanggal 4-
6 Maret 1991.
c.EYD Edisi III (2009 - 2015)
Diberlakukan pada tanggal 31 Juli 2009, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang
Sudibyo, mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 46 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) esidi III.

7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015 – sekarang)


Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, EBI pun resmi berlaku sebagai
ejaan baru Bahasa Indonesia. Katanya, latar belakang diresmikan ejaan baru ini adalah karena
perkembangan pengetahuan, teknologi, dan seni sehingga pemakaian bahasa Indonesia semakin
luas. Ejaan ini menyempurnakan EYD, terutama dalam hal penambahan diftong, penggunaan
huruf kapital, dan cetak tebal. Ada beberapa perubahan dari EYD ke EBI sebagaimana tertuang
pada lampiran Permendiknas RI No. 46 Tahun 2009 (Pedoman Umum EYD) dan lampiran
Permendikbud RI No. 50 Tahun 2015 (PUEBI). Adanya perubahan dari EYD dan EBI berupa 20
penambahan, 10 penghilangan, dan 2 pemindahan (Kayati, 2016: 175 – 18). Diantaranya :
a. Penambahan Klausul
b. Penghilangan Klausul
c. Perubahan Klausul
d. Pemindahan

E. Kedudukan Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, yakni (1) sebagai bahasa
nasional, dan (2) sebagai bahasa negara. Seperti yang tercantum dalam teks Sumpah Pemuda
yang ketiga, Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Satu pernyataan ini adalah bukti yang nyata, bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa nasional, yang kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Di dalam Undang-
Undang Dasar 1945 (Bab XV, Pasal 36), kedudukan bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa
negara. Dengan demikian, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia, yakni sebagai bahasa
nasional dan sebagai bahasa negara. (Hasanah, 2018)
Tasal dan Zaenal Arifin (2000:10) menjelaskan secara tegas bahwa berkaitan dengan
kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1)
lambang kebanggaan kebangsaan, (2) lambang identitas nasional, (3) alat perhubungan
antarwarga, antardaerah, antarbudaya, dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku
bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan
kebangsaan Indonesia. Dan, di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dunia pendidikan, (3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. (Bawa,
1983)

F. Kesimpulan
Beberapa catatan penting yang menentukan sejarah perkembangan bahasa Melayu atau
Indonesia, diantaranya
 Penutur Bahasa Austria menempati daratan di tengah-tengan benua Asia(Taiwan)
 Berpencar menuju selatan menjadi kelompok-kelompok kecil.
 Dalam perkembangannya, terpecah menjadi dua kelompok,
- Bahasa rumpun Austro-Asia (bahasa Munda, Santali, Monkhemer di India, bahasa
Semang, dan Sakai di Malaka.)
- Rumpun bahasa Austronesia (batas wilayah barat yaitu Pulau Madagaskar, timur
yaitu Pulau Paas, utara yaitu Pulau Formosa selatan yaitu Pulau Selandia baru.)
 Asal bahasa Melayu merupakan serapan dari bahasa Sansekerta. Cina, Arab, Tamil, dan
Portugis.
 Abad ke-7: Melayu dengan huruf Pallawa, dalam prasasti tertua masa kerajaan Sriwijaya
(Kedukan bukit 683 M, Talang Tuwo 684 M, Kota Kapur 686 M, dan Karang Brahi 688
M) dan prasasti di Jawa (Jawa Tengah 832 M, dan Bogor 942 M).
 Abad ke-13 sampai Abad ke-19: Melayu dengan huruf Arab (Tulisan Jawi) dalam batu
nisan di Minye Toh, Aceh 1380 M dan hasil sastra Abad 16-17 (Syair Hamzah Fansuri,
Hikayat Raja-Raja Pasai, Tajussalatin, dan Bustanussalatin).
 Ejaan Latin untuk Bahasa melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, selanjutnya oleh de
Houtman, Casper Wiltens, Sebastianus Dancaert, dan Joannes Roman.
 1901: Ditetapkannya Ejaan Van Ophuijsen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu
boekoe, ma’lum, ‘adil, mulai, masalah, tida’, pende’.
 28 oktober 1928: kongres pemuda, sumpah pemuda: Bahasa Indonesia.
 1936 STA menyusun TBBI.
 1938: Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo (mengganti Ejaan Van Ophuijsen,
mendirikan Institut Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar BPM
Pendudukan Jepang.
 1942: masa Jepang, Pelanggaran Bahasa Belanda, dampak positif Bahasa Indonesia.
 18 Agustus 1945: Penetapan UUD’45: “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia” pasal
36.
 1947: Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik
Soewandi: buku, maklum, adil, mulai, masalah, tidak, pendek
 Faktor bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia
- Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubunagan,
dan bahasa perdagangan.
- Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak
mengenal tingkatan bahasa, seperti bahasa Jawa dan Sunda.
- Suku Jawa, Sunda, dan suku-suku lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu
menjadi bahasa Indonesia Sebagai bhasa Nasional.
- Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan
dalam arti yang luas.
 1954: Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Mendikbud (Mr. Muh. Yamin)
menghasilkan ejaan pembaharuan yang tidak dapat dilaksanakan.
 1956: Kongres Bahasa Indonesia di Singapura (1956) yang menghasilkan suatu resolusi
untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di Semenanjung Melayu dengan Ejaan Bahasa
Indonesia di Indonesia dihasilkan ejaan Melindo (Ejaan melayu-Indonesia.)
 1962: Mengalami kegaalan peresmian Melindo karena adanya konfrontasi antara
Indonesia dan Malaysia.
 1966: Lembaga Bahasa dan kesusastraan (LBK) membentuk panitia, diketahui oleh
Anton M. Moeliono dan mengusulkan konsep baru sebagai ganti konsep Melindo.
 1972: setelah melalui beberapa kali seminar, akhirnya konsep LBK menjadi konsep
bersama Indonesia-Malaysia yang seterusnya menjadi Sistem Ejaan Baru yang disebut
EYD. Mashuri (MENDIKBUD)
 1975: Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
 2015: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
 Ejaan yang sudah diresmikan pemakaiannya
- Ejaan Van Ophuijsen (1901)
- Ejaan Soewandi (1947)
- Ejaan Yang Disempurnakan (1972)
- Pedoman Umum EYD (1975)
- EBI (2015)
 Ejaan yang belum atau tidak sempat diresmikan oleh pemerintah
- Ejaan Pembaharuan (1956)
- Ejaan Melindo (1961)
- Ejaan LBK (1967)
Daftar Pustaka
Gamal Thabroni. (2020). Sejarah Bahasa Indonesia: Kelahiran & Perkembangan (Lengkap). Diakses pada
22 september 2021, dari https://serupa.id/sejarah-bahasa-indonesia/

Sekilas tentang Sejarah Bahasa Indonesia. (kantorbupatibengkulu,2017) Diakses dari


https://kantorbahasabengkulu.kemdikbud.go.id/sekilas-tentang-sejarah-bahasa-indonesia/
Asep, A. (2020). sejarah bahasa Indonesia. (UINSA Press,2020) Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/339484538_sejarah_bahasa_indonesia
Fauzia Astuti. (2019). Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia: dari Djadoel sampai Kekinian.
Diakses pada 22 september 2021, dari https://www.ruangguru.com/blog/perkembangan-ejaan-
bahasa-indonesia
3 CONTOH JENIS-JENIS SURAT RESMI

1. Surat Edaran
EDARAN
Nomor: 123/II.2.AU/D/2020
Penetapan Libur Cuti Bersama Akhir Tahun 2020, Pengganti Libur Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 H Dan Cuti
Bersama tahun baru 2021

Kepada Yth.
Pimpinan, Dosen, Karyawan dan Mahasiswa
Sekolah Tinggi Teknologi Mandala

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Berkenaan dengan Cuti Bersama Tahun 2020 24 s.d 26 dan tanggal 31 Desember 2020 dalam rangka pengganti cuti
bersama Hari Raya Idul Fitri 1441 H, dengan ini kami menyampaikan hal-hal tersebut:
1. Kegiatan administrasi dan perkuliahan di lingkungan Sekolah Tinggi Teknologi Mandala diliburkan pada:
a. Tanggal 24 s.d 26 Desember 2020 dan aktif kembali tanggal 28 s.d 30 Desember 2020.
b. Tanggal 31 Desember 2020 s.d 1 Januari 2021, dan aktif kembali tanggal 2 Januari 2021.
c. Keamanan/Security aktif seperti biasa (normal).
Demikian edaran ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Nashrun Minallah wa-fathun Qarib
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandung, 08 Jumadil Ula 1442.H


23 Desember 2020.M

Rektor,

ttd

Prof. Dr. H. Dwiyono, M.T.


Tembusan:
Yth. 1. Badan Pimpinan Harian (BPH)
2. Wakil Rektor;
Sekolah Tinggi Teknologi Mandala

2. Surat Undangan
Nomor : 099/II.3.AU/E/2020 Bandung, 08 R. Akhir
1442.H Lamp : - 23
November 2020.M
Perihal : UNDANGAN

Kepada Yth.
- Orangtua / Wali Mahasiswa/i
- Mahasiswa/i
di Tempat

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Ba’da salam kami sampaikan semoga segala aktivitas kita selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiiin.

Memperhatikan SK Rektor Nomor : 172/REK/KEP/II.4.AU/K/2020 tentang Penetapan Mahasiswa-i Penerima


Program Beasiswa KIP Kuliah dari KEMENDIKBUD RI, tanggal 31Agustus 2020 M, dan alhamdulillah nama putra/i
Bapak/Ibu tercatat sebagai salah satu calon Penerima Program Beasiswa KIP Kuliah dari KEMENDIKBUD RI tahun
2020 tersebut, maka untuk memberikan informasi dan kejelasan serta mekanisme atas Program Beasiswa KIP
Kuliah tersebut, dengan ini kami mengundang Bapak/Ibu selaku orang tua Mahasiswa/i beserta Mahasiswa/i calon
penerima Beasiswa KIP Kuliah tersebut untuk dapat hadir dalam acara Sosialisasi dan Pengarahan serta Penjelasan
Program yang insya Allah akan diselenggarakan pada :
Hari, tanggal : Rabu, 2 Desember 2020
Pukul : 09.00 – 15.00 WIB
Tempat Luring : Ballroom Lt 2 Sekolah Tinggi Teknologi Mandala
Bapak/Ibu dan Mahasiswa wajib datang tepat waktu dan tetap memenuhi serta mematuhi protokol kesehatan
Pencegahan Pandemi Covid-19 antara lain mencuci tangan, Memakai Masker dan Jaga Jarak.
Demikian surat undangan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami haturkan terima kasih.
Nasrun minallah-wa fathun qorib.
Wassalamu’alaukum Wr. Wb
Rektor,

Informasi Kehadiran disampaikan ttd


ke WA No. 0815-5678-0000 sdr. Padlan
Prof. Dr. H. Dwiyono, M.T.

Surat ini disampaikan kepada yth. :


1. Badan Pembina Harian (BPH);

3. Surat Kuasa
SURAT KUASA
Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Alexa angkasa S. H


NIK : 11200624126860001
Tempat/ Tgl Lahir : Kuta Binjei, 20 Desember 1992
Alamat : Dusun Mutiara Cemerlang Desa Kajhu Baitussalam aceh Besar
Selanjutnya disebut Pemberi kuasa.
Dengan ini memberikan kuasa kepada:
Nama : Kanendra Pramudinata S. H
NIK : 33241626326860007
Tempat/ Tgl Lahir : Kendal, 31 Maret 1999
Alamat : Jl. TB Simatupang. Komp. Depsos No. 11 Pasar Rebo Jakarta Timur
Selanjutnya disebut Penerima kuasa.
-----KHUSUS-----
Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa untuk mengambil Sertifikat Pendidikan Khusus Provinsi Advokat (PKPA)
Angkatan XVII Weekend Clas B 2020 Jakarta pada Raesandra Sabrienna & Patners(RSP) yang beralamat kantor di
jalan H. R Rasuna Said Blok M-5 Kav 1-2 Menara Karya 28 Floor.
Demikian Kuasa ini diberikan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 9 Agustus 2020

Penerima Kuasa Pemberi Kuasa

(Kanendra Pramudinata S. H) (Alexa angkasa S. H)

Anda mungkin juga menyukai