Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BAGAIAMANA MENYIKAPI FENOMENA COVID-19 DARI SISI AGAMA ISLAM

Disusun Oleh :

Wahyu Kurniawan

UNIVERSITAS SERANG RAYA (UNSERA)

TEKNIK KIMIA

2020

Jl. Raya Cilegon No.Km. 5, Taman, Drangong, Kec. Taktakan, Kota Serang, Banten
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami sanggup
menyelesaikan penyusunan tugas diskusi kelompok mata kuliah Pengantar Studi Islam yang berjudul
“BAGAIAMANA MENYIKAPI FENOMENA COVID-19 DARI SISI AGAMA ISLAM”.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung tunjangan banyak sekali pihak,
sehingga sanggup memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan ini kami membuka selebar-
lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah
ini.

                                                                         

Serang, 28 Januari 2021

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dikutip dari wikipedia.org Coronavirus 2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
sindrom pernapasan akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada
Desember 2019 di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar secara global,
mengakibatkan pandemi coronavirus 2019-2020. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan
wabah koronavirus 2019-2020 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC)pada 30
Januari 2020, dan pandemi pada 11 Maret 2020. Wabah penyakit ini begitu sangat mengguncang
masyarakat dunia, mengingat hampir 200 Negara di Dunia terjangkit oleh virus ini termasuk
Indonesia.Situasi ini semakin membuat kepanikan di setiap negara. Situasi panik dan khawatir
memerlukan katarsis. Agama adalah salah satu medium yang dapat dijadikan sandaran bagi setiap
individu untuk mengeliminasi rasa kepanikan dan kekhawatiran yang berlebih. Di dalam Islam misalnya,
telah termaktub bahwa manusia itu makhluk yang sangat rentan merasakan kepanikan dan ketakutan
[QS. An- Nahl: 112], terhadap kelaparan, bencana alam, maupun kehilangan sesuatu. Hal inilah yang
dapat disaksikan dengan merebaknya pandemik Covid-19 belakangan ini. Berbagai upaya pencegahan
penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di negara-negara di dunia guna memutus
rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang disebut dengan istilah lockdown dan social distancing. Istilah
lockdown dan social distancing ini juga dianjurkan dalam ajaran Islam, dikutip dari jauh sebelum kasus
ini muncul, telah terdapat juga sebuah wabah yang dikenal dengan istilah Tho’un. Lalu apakah Corona
bisa disamakan dengan tho’un. Melihat definisi para Ulama, wabah Corona ini tidak bisa dikategorikan
tho’un, karena tho’un lebih khusus dan spesifik dibandingkan dengan wabah, namun walaupun berbeda
dari sisi penamaan, penyakit ini sama-sama berbahaya dan menular yang tidak bisa disepelekan. Jika
dirunut dari sejarah terjadinya, penyakit-penyakit wabah semacam corona ini atau pun tho’un, sudah
ditemukan sejak masa Nabi Muhammad SAW. dan bahkan jauh sebelum Nabi diutus, yaitu pada zaman
Bani Isra’il.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah penulis;

1. Apa Pengertian dari Covid-19?

2. Bagaimana wabah penyakit Covid-19 dalam pandangan Islam?

3. Bagaimana Ikhtiar dan Tawakal dalam Menghadapi Pandemik Corona?

4. Bagaimana Pencegahan Penyebaran Luas Virus Covid-19 dalam Islam?

BAB II
PEMBAHASAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Covid-19
MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus) atau yang memiliki arti yaitu Sindrom
Pernapasan Timur Tengah merupakan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh Corona virus tipe
baru (MERS-CoV).SARS menjadi temuan pertama virus corona berpindah dari kelelawar ke musang,
sebelum menjangkiti manusia. Sedangkan, kasus MERS juga berasal dari kelelawar, sebelum virusnya
berpindah ke unta, dan menulari manusia.SARS berasal dari kelelawar, lalu menginfeksi musang, dan
menular antarmanusia karena kontak langsung dari jarak dekat. Sedangkan MERS, penyakit ini menular
ke manusia saat bersinggungan langsung atau mengonsumsi susu dan daging unta yang terinfeksi.

2.2 Wabah Penyakit Covid-19 dalam Pandangan Islam

Meskipun wabah penyakit Covid-19 dalam catatan sejarah Islam masih menjadi perdebatan dan
kontroversial baik di kalangan ulama, kyai, ustadz, bahkan di mediamedia sosial, dan cenderung di kait-
kaitkan satu sama lain. Namun faktanya wabah penyakit Covid-19 ini memang sangat mirip kasusnya
seperti wabah penyakit yang menyerang kaum muslim di masa lalu. Misalnya dalam sejarah Islam bisa
kita simak tentang wabah penyakit yang terjadi pada masa kaum muslimin menaklukkan Irak dan Syam.
Setelah Peperangan yang sangat sengit di Yarmuk, kemudian kaum muslimin menetap di Negeri Syam.
Setelah itu datanglah wabah penyakit korela yang menelan kurang lebih 25.000 jiwa pada saat itu.10
Oleh karena itulah tidak heran jika para ulama, kyai, ustadz, peneliti dan yang lainnya mengaitkan
peristiwa ini dengan wabah penyakit Covid-19. Karena memang wabah penyakit tersebut secara sekilas
sangat mirip dengan wabah Covid-19 yang terjadi saat ini yang menelan puluhan ribu jiwa. Kajian Islam
ilmiah pun disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada 14
Rajab 1441 H / 09 Maret 2020 M. saat ini manusia banyak membicarakan tentang suatu musibah yang
besar yang ditakuti oleh kebanyakan manusia, yaitu virus yang terkenal dengan virus Corona. Yang mana
manusia banyak membicarakan tentang pengaruh dan bahaya yang ditimbulkan oleh virus ini. Juga
mereka membicarakan tentang cara untuk menghindar dan selamat dari virus tersebut. Kemudian
beliau memaparkan tentang petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan cara-cara yang dapat menerangkan jalan
seorang mukmin untuk menghadapi permasalahan seperti ini. Diantara petunjuk-petunjuk Al-Qur’an
yang sangat agung yaitu bahwasanya seorang hamba tidak akan ditimpa suatu musibah kecuali Allah
telah menuliskan dan mentakdirkan musibah tersebut. Allah SWT. berfirman: “Katakanlah: Tidak akan
menimpakan kami kecuali apa yang Allah telah tuliskan untuk kami. Dialah pelindung kami dan hanya
kepada Allah bertawakal orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah[9]: 51). Allah SWT. juga berfirman:
“Tidak ada musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-
Thaghabun[64]: 11) Allah SWT. juga berfirman: “Tidak ada suatu musibah yang turun di bumi juga yang
menimpa diri-diri kalian kecuali telah dituliskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya hal itu
mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Hadid[57]: 22) Maka tidaklah seorang hamba ditimpa
satu musibah kecuali apa yang Allah telah tuliskan kepadanya. Maka sungguh seorang hamba sangat
butuh dalam kondisi seperti ini untuk selalu memperbaharui keimanannya, memperbaharui
keyakinannya terhadap takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan bahwasanya semua yang ditulis pasti
terjadi. Dan apa yang menimpa seorang hamba tidak akan meleset darinya dan apa yang meleset dari
seorang hamba tidak akan menimpanya dan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala inginkan pasti terjadi
dan apa yang Allah tidak inginkan tidak akan terjadi. Apabila manusia berhadapan dengan persoalan
lingkungan hidup saat ini, muncullah pertanyaan yang mengungkapkan bahwa kenapa agama-agama
besar di dunia ini dengan ajaran moral dan peri kemakhlukannya, tidak atau kurang berperan untuk ikut
memecahkannya. Namun, jika diperhatikan faktor-faktor yang membawa kepada perusakan dan
pencemaran lingkungan hidup, akan tampak bahwa penyebab pokoknya terletak pada materialisme
yang melanda dunia saat ini. Umat manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan materi
yang sebanyak mungkin. Dalam mengumpulkan kekayaan materi, orang tidak segan menebang
pepohonan di hutan-hutan, menjaring sebanyak mungkin ikan di laut termasuk bibit-bibitnya, menguras
bahan mineral di perut bumi, membuang limbah ke air, darat, dan udara. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak atau kurang adanya perhatian kepada ayat Al-Qur’an, walaupun 15 abad yang lalu ayat Al-Qur’an
memberikan peringatan kepada manusia bahwa kerusakan timbul di darat, dan di laut karena perbuatan
manusia (Surah Ar-Rum ayat 41). Saat ini apa yang dikatakan Al-Quran tersebut terbukti jelas. Timbullah
masalah lingkungan hidup, karena kerakusan manusia terhadap materi. Oleh karena itulah kehidupan
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan menjadi terancam akibat ulah manusia itu sendiri. Dengan
penjelasan tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa virus Covid-19 pun bisa jadi disebabkan oleh ulah
manusia itu sendiri yang tanpa disadari, sehingga Allah SWT memberikan peringatan kepada kita untuk
selalu ingat kepada Allah SWT.

2.3 Ikhtiar dan Tawakal dalam Menghadapi Pandemik Corona

Pandemik virus corona, terjadi pada kurun waktu akhir 2019 dan 2020. Wabah tersebut membuat
kehilangan banyak nyawa. Umat manusia berusaha mencari berbagai solusi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. salah satu solusi yang mengemuka adalah melakukan social distancing.
Pemerintah memerintahkan atau menghimbau agar masyarakat melakukan social distancing. Namun
pelaksanaan social distancing ini ternyata tidak mudah. Masyarakat yang ikatan sosialnya tinggi sulit
untuk melakukan soscial distancing. Beberapa praktek keagamaan juga sarat dengan aktivitas bersama
antara masyarakat yang tinggi. Hal ini membuat beberapa masyarakat kian sulit untuk melakukan social
distancing. Dalam ajaran islam misalnya, ada ajaran untuk melakukan sholat bersama-sama di masjid.
Pada masa wabah ini, di mana social distancing perlu dilakukan, sholat bersama-sama menjadi perlu
untuk dilakukan di rumah. Hal ini sulit diterima oleh sebagian anggota masyarakat.Dalam ajaran agama
nasrani juga terdapat praktek keagamaan yang perlu dilakukan dengan cara mengumpulkan massa,
sebagai contoh kebaktian di hari sabtu atau minggu. Himbauan untuk tidak berkumpul ini menjadi tidak
mudah untuk diterima masyarakat.Terjadi perbedaan pendapat dan konflik antara keharusan menjaga
kesehatan masyarakat melalui social distancing dan pentingnya menjalankan praktek keberagamaan.
Kedua hal tersebut mencakup dua aspek dalam dimensi yang berbeda. Kesehatan masyaraka ada pada
dimensi yang empirik sedangkan praktek keagamaan berada dalam dimensi yang transenden. Para
pemuka agama berusaha memberikan solusi. Para pemuka agama mencari petunjuk dari dalil yang ada.
Para pemuka agama berusaha mencari formulasi fatwa untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Didapatkanlah suatu keputusan fatwa bahwa praktek keagamaan seperti sholat untuk sementara waktu
harus dilakukan di rumah. Bahkan sholat Jum'at yang tingkat keharusan dan wajibnya begitu tinggi boleh
dilakukan diganti dengan sholat dzuhur di rumah. Begitu pula kebaktian tidak dilakukan dengan
mengumpulkan banyak orang di Gereja .Fatwa tersebut diterima oleh sebagain orang. Sebagain orang
lainnyabersikap menolak fatwa tersebut. Beberapa argumen orang yang menolak fatwa tersebut
terkesan membenturkan antara kepentingan kesehatan dan kepentingan agama, yang mana sebenarnya
bisa berjalan secara bersama-sama. Beberapa argumen yang mengemuka adalah bahwa tidak perlu
takut terhadap virus, karena bila melaksanakan praktek keagamaan, meskipun praktek keagamaan
tersebut beresiko meningkatkan penularan, maka Tuhan akan melindungi. Argumen tersebut terkesan
benar akan tetapi meningkatnya resiko penularan akibat pelaksanaan tidak bisa dihiraukan. Terkesan
terjadi konflik antara usaha yang rasional dan kepasrahan secara spiritual yang bersifat transenden. Hal
ini seperti mengangkat kembali konsep usaha dan berpasrah yangsempat dibingungkan oleh umat
beragama beberapa waktu yang lampau. Atau dalam umat islam terjadi kebingungan antara ikhtiar dan
tawakkal dan doa. Mana yang perlu diutamakan antara ikhtiar menghindari virus dengan tidak sholat
berjamaah di masjid atau tawakal dan doa melalui sholat berjamaah di masjid. Beberapa literatur dan
penelitian terdahulu telah membahas dan mengkaji ini. Namun literatur tersebut ditemukan pada
zaman dahulu. Pada masa kini telah ditemukan konsep probabilitas dan sistem stokastik dalam
memandang suatu kejadian. Berbeda dengan cara pandang deterministik dalam melihat suatu kejadian.
Maka ikhtiar dan tawakal, khususnya dalam menghadapi pandemik corona.

2.4 Pencegahan Penyebaran Luas Virus Covid-19 dalam Islam

Nabi Muhammad SAW juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang
sedang terkena wabah. Sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk
keluar. Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah,
maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan
tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari). Dikutip dalam buku berjudul 'Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW:
Belajar Hidup Melalui Hadist-hadist Nabi' oleh Nabil Thawil, di zaman Rasulullah SAW jikalau ada sebuah
daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha'un, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam
memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh
dari pemukiman penduduk. Tha'un sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah wabah penyakit
menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh
manusia. Jika umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala
yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit. "Kematian karena wabah
adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya). (HR Bukhari) Selain Rasulullah, di zaman
khalifah Umar bin Khattab juga ada wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang
dalam perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit. Hadist yang dinarasikan
Abdullah bin 'Amir mengatakan, Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya:
"Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar
mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada
Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka
janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan
tempat itu." (HR Bukhori). Dalam hadits yang sama juga diceritakan Abdullah bin Abbas dan
diriwayatkan Imam Malik bin Anas, keputusan Umar sempat disangsikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Dia
adalah pemimpin rombongan yang dibawa Khalifah Umar. Menurut Abu Ubaidah, Umar tak seharusnya
kembali karena bertentangan dengan perintah Allah SWT. Umar menjawab dia tidak melarikan diri dari
ketentuan Allah SWT, namun menuju ketentuan-Nya yang lain. Jawaban Abdurrahman bin Auf ikut
menguatkan keputusan khalifah tidak melanjutkan perjalanan karena wabah penyakit. Sudah dinyatakan
sebagai pandemi Coronavirus, beberapa negara pun melakukan lockdown di beberapa wilayah
terbanyak yang terkena paparan virus corona terbanyak, guna untuk mencegah penyebaran virus
corona. Wabah virus corona yang terjadi saat ini, jika kita rujuk pada sejarah nabi merupakan wabah
yang sudah terjadi dengan kondisi yang hampir sama, sehingga penanganannya pun sama. Oleh karena
itu, untuk mengatasi wabah tersebut salah satunya adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi
terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para
penderita kusta. Dengan demikian, metode karantina telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk
mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut
dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah. Rasulullah juga pernah
memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika
sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Kebijakan karantina dan
isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika
diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan
ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan
yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular.
Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi.
Terkait dengan wabah coronavirus covid 19 ini, sebagai seorang mu’min, maka sebaiknya selain
melakukan juga ikhtiar karantina atau “social distancing” ini, maka tingkatkan juga spiritual kita. Jika
dapat bertafakur lebih jauh, sebagai muslim semua wabah ini adalah sebuah rahmat-Nya, sebuah
peringatan bagi yang berpikir, untuk terus menjadikannya sebagai wasilah atau jalan untuk terus banyak
mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga ketika tingkat kepasrahan tinggi maka akan dirasakan
ketenangan dan dengan segala usaha dan doa keselamatan juga kepada Allah Swt, dengan selalu
melibatkan-Nya, dan berharap semua wabah ini akan berakhir, dan dapat pula segera ditemukan
penyebabnya, InshaAllah AamiinYRA. Dialah Allah Sang Maha Pencipta lagi Maha Mengetahui. Dengan
menggunakan pendekatan sosiologi Agama Islam, maka kita akan dapat dengan mudah memahami
segala kepentingan sosial, karena dalam Al-Qur’an kita juga sering menjumpai hubungan manusia
dengan manusia lainnya. Karena dalam AlQuran pun sering dijelaskan sebab-sebab yang menyebabkan
terjadinya kemakmuran suatu bangsa, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua
itu baru dapat dijelaskan apabila yang memahami sejarah sosial pada saat agama diturunkan.Dengan
demikian, lockdown dan social distancing merupakan salah satu pilihan terbaik yang difatwakan oleh
MUI guna mencegah penyebaran virus covid-19 ini. Bukan tidak diperbolehkan kita untuk shalat
berjamaah di mesjid, bukan pula dilarang untuk berkumpul dalam jamaah pengajian, melainkan semata-
mata untuk melindungi diri kita sendiri dan orang lain dari bahaya Virus Covid-19.
BAB III
KESIMPULAN
BAB III KESIMPULAN
Menyikapi epidemi global ini, sebagai seorang muslim hendaklah kita kembali kepada ajaran-ajaran
agama kita. Dan berikut ini beberapa kiat-kiat yang dapat kita tempuh sebagai seorang muslim dalam
menyikapi wabah virus corona yang sedang mewabah saat ini:

1. Senantiasa meminta perlindungan kepada Allah.

Virus corona adalah makhluk sebagaimana makhluk-makhluk Allah lainnya, dan ia tidaklah bergerak
kecuali atas perintah dan izin Allah ta‟ala yang menciptakannya. Oleh karenanya, kita berlindung dari
wabah ini kepada Allah sebelum kita berlindung kepada kemampuan diri kita sendiri atau kemampuan
makhluk lainnya. Ingatlah bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pelindung dansebaik-baiknya penjaga

.2. Berikhtiar dengan melakukan pencegahan.


Di samping berlindung kepada Allah, tentunya sebagai seorang manusia kita juga harus berikhtiar
dengan melakukan usaha-usaha pencegahan agar virus ini tidak menular kepada diri kita atau kepada
orang-orang yang kita sayangi. Ikhtiar ini bisa dilakukan dalam skala individu maupun skala berjamaah.
Ikhtiar dalam skala individu dilakukan dengan mengikuti cara-cara yang dianjurkan oleh para ahli dalam
bidang ini, seperti rutin menjaga kesehatan, rutin mencuci tangan, rutin memakan dari makanan-
makanan yang baik, rutin memakai masker dikeramaian, serta menghindari keluar rumah dan
berkumpul di tempat keramaian bila tidak diperlukan. Adapun ikhtiar dalam skala berjamaah, maka bisa
dilakukan dengan cara melakukan pencegahan-pencegahan agar virus ini tidak merambah ke skala yang
lebih luas lagi seperti melakukan isolasi kepada mereka-mereka yang terkena virus atau mereka yang
tercurigai terkena virus. Dan ikhtiar ini hendaklah dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang.

3. Bertawakkal kepada Allah.

Setelah melakukan ikthtiar-ikhtiar yang ada, maka pada akhirnya semua kita serahkan kepada Allah. Kita
tawakkalkan diri kita kepadaNya. Karena hidup dan mati kita sebagai seorang hamba semua berada di
tanganNya. Dan perlu kita ketahui bahwa seorang hamba akan tetap hidup bilamana memang ajalnya
belum datang, bahkan bila virus corona ataupun virus lainnya yang lebih ganas daripada itu
menjangkitinya, namun bila memang sudah ajalnya, jangankan virus corona atau yang lebih dari itu,
bahkan digigit semut pun seseorang bisa mati jikalau memang ajalnya telah tiba. Ajal seseorang pasti
datang, namun pertanyaannya adalah apakah yang telah kita persiapkan dari amalan saleh menyambut
ajal tersebut? Semoga Allah menutup hidup kita dengan husnul khotimah.4. Yakin kepada Allah akan
kesembuhan. Bila ada di antara kita yang ditakdirkan oleh Allah tertimpa penyakit ini, maka yakinlah
bahwa Allah adalah sebaik-baiknya penyembuh karena Ia lah Tuhan Yang Maha Penyembuh. Dan
yakinlah juga bahwa tidak ada penyakit yang Allah turunkan, kecuali ada juga obat yang diturunkan
bersamanya. Demikianlah beberapa kiat-kiat dalam menyikapi wabah virus corona ini, dan yang terakhir,
mari kita berdoa kepada Allah agar supaya Ia senantiasa menjaga diri kita, keluarga kita, kerabat kita dan
orang-orang yang kita sayangi dari terkena wabah virus ini. Mari kita juga berdoa kepada Allah agar Ia
senantiasa menjaga negeri kita dan juga negeri-negeri kaum muslimin lainnya dari wabah penyakit
mematikan ini. Dan tak lupa juga kita sisipkan doa-doa terbaik kita kepada mereka saudara-saudara kita
yang sedang diuji dengan virus ini agar supaya Allah segera menyembuhkan mereka dari penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mutiara Patricia Ladimo, Irwan, 2020, “Middle East Respiratory

Syndrome-Corona Virus (MERS-COV) Menggegerkan Dunia Bagian

Timur”, Gorontalo Journal Health and Science Community Vol. 4, No. 1,

2020, h. 19

Rio Aucrahman, 2020, “Konsep Probabilitas untuk Memodelkan

Resolusi Antara Ikhtiar, Tawakal, dan Doa dalam Menghadapi Wabah

Covid19”, International License, h. 1-2

https://en.wikipedia.org/wiki/Coronavirus_disease_2019

https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2020/04/01/180866/inilah-lima-wabahthaun-
dalam-sejarah-islam.html

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/17/05150011/mui-rilis-fatwa-terkait-ibadah-saatwabah-
corona-ini-isi-lengkapnya

Harun Nasution. 2016. “Teologi Islam”. Jakarta : Universitas Indonesia. h.118


Eman Supriatna. ”Islam dan Ilmu Pengetahuan”. Jurnal SosHum Insentif, Vol. 2 No. 1 April 2019.

Mahir Ahmad Ash-Shufiy. 2007. “Tanda-Tanda Hari Kiamat, Tanda-Tanda Kecil dan Menengah”. Solo:
Tiga Serangkai. h. 46

Zainudin Ali. 2012. “Pendidikan Agama Islam”. Jakarta : Bumi Aksara. h.47

https://news.detik.com/berita/d-4938018/lockdown-atau-isolasi-juga-diterapkan-masarasulullah-saat-
ada-wabah-penyakit

Mukharom, Havis Aravik. “Kebijakan Nabi Muhammad SAW. Menangani Wabah Penyakit Menular Dan
Implementasinya Dalam Conteks Menanggulangi Coronavirus Covid-19”. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i
FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol. 7 No. 3 (2020).

Indriya. “Konsep Tafakkur Dalam Al-Quran Dalam Menyikapi Coronavirus (Covid 19)”. Jurnal Sosial &
Budaya Syar-i FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Vol. 7 No. 3 Tahun 2020.

Abudin Nata. 2013. “Metodologi Studi Islam”. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. h. 41-42

Anda mungkin juga menyukai