Anda di halaman 1dari 187

BAHAN AJAR

BAHASA INDONESIA
MKDU

Penyusun,
DR. SAMSU SOMADAYO, S,PDd., M.Pd

BAHASA INDONESIA
JURUSAN KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK TERNATE
2020

1
KEGIATAN BELAJAR 1
SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Pada
kegiatan belajar 1 diharapkan anda dapat menjelaskan
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia dan sejarah
perkembangan sastra Indonesia.

A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Seperti kita ketahui bersama bahwa bahasa Indonesia yang dipakai sekarang berasal

dari bahasa Melayu. Bahasa tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua

franca) atau bahasa pergaulan, tidak hanya di Kepulauan Nusantara, tetapi juga di hampir

seluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya prasasti-prasasti kuno yang

ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu.

Secara resmi, bahasa Indonesia dikumandangkan pada peristiwa Sumpah Pemuda

tanggal 28 Oktober 1928. Peresmian nama bahasa Indonesia tersebut bermakna politis sebab

bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat perjuangan oleh kaum nasionalis yang sekaligus

bertindak sebagai perencana bahasa untuk mencapai negara Indonesia yang merdeka dan

berdaulat. Peresmian nama itu juga menunjukan bahwa sebelum peristiwa Sumpah Pemuda

itu nama bahasa Indonesia sudah ada. Fakta sejarah menunjukkan bahwa sebelum tahun 1928

telah ada gerakan kebangsaan yang menggunakan nama “Indonesia” dan dengan sendirinya

pada mereka telah ada suatu konsep tentang bahasa Indonesia.

Bahasa Melayu, sebagai salah satu bahasa di kepulauan nusantara, sudah sejak lama

digunakan sebagai bahasa perhubungan. Sejak abad ke-7 Masehi, bahasa Melayu, atau lebih

tepatnya disebut bahasa Melayu kuno yang menjadi cikal bakalnya, telah digunakan sebagai

bahasa perhubungan pada zaman kerajaan Sriwijaya. Selain sebagai bahasa perhubungan,

pada zaman itu bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, bahasa perdagangan,

2
dan sebagai bahasa resmi kerajaan. Bukti-bukti sejarah, seperti prasasti Kedukan Bukit di

Palembang bertahun 684, prasasti Kota Kapur di Bangka Barat bertahun 686 , prasasti

Karang Brahi antara Jambi dan Sungai Musi bertahun 688 yang bertuliskan Prae-Nagari dan

berbahasa Melayu kuno, memperkuat dugaan di atas. Selain itu, prasasti Gandasuli di Jawa

Tengah bertahun 632 dan prasasti Bogor bertahun 942 yang berbahasa Melayu Kuno

menunjukan bahwa bahasa tersebut tidak saja dipakai di Sumatra, tetapi juga dipakai di Jawa.

Ada beberapa alasan lain yang mendorong dijadikannya bahasa Indonesia sebagai

bahasa kebangsaan yakni;

(1) bahasa Indonesia sudah merupakan lingua franca, yakni bahasa perhubungan

antaretnis di Indonesia,

(2) walaupun jumlah penutur aslinya tidak sebanyak penutur bahasa Jawa, Sunda, atau

bahasa Madura, bahasa Melayu memiliki daerah penyebaran yang sangat luas dan

yang melampaui batas-batas wilayah bahasa lain,

(3) bahasa Melayu masih berkerabat dengan bahasa-bahasa nusantara lain sehingga

tidak dianggap sebagai bahasa asing lagi,

(4) Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana sehingga relatif mudah

dipelajari, (5) faktor psikologis, yaitu adanya kerelaan dan keinsafan dari penutur

bahasa Jawa dan Sunda, serta penutur bahasa-bahasa lain, untuk menerima bahasa

Melayu sebagai bahasa persatuan,

(5) bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk dapat dipakai sebagai bahasa

kebudayaan dalam arti yang luas.

a). Masa Prakolonial


Beberapa bukti tertulis mengenai Bahasa Melayu tua ditemukan pada berbagai
prasasti dan inkripsi. Diantaranya prasasti Kedukan Bukit (683 M), di Talang Tuo
(dekat Palembang, bertahun 684 M), di Kota Kapur (Bangka Barat, 686 M), di
Karang Berahi (antara Jambi dan Sungai Musi, 688 M), dan inkripsi Gandasuli di
daerah Kedu, Jawa Tengah, bertahun 832 M.
3
Sebagain bukti lain dari pertumbuhan dan persebaran Bahasa Melayu, dapat
diidentifikasi melalui adanya berbagai dialek Melayu yang tersebar di seluruh
Nusantara. Misalnya dialek Melayu Minangkabau, Palembang, Jakarta (Betawi),
Larantuka, Kupang, Ambon, Manado, dan sebagainya. Juga, banyaknya hasil
kesusastraan Malayu Lama dalam bentuk cerita penglipur lara, hikayat, dongeng,
pantun, syair, mantra, dan sebagainya. Di antara karya sastra lama yang terkenal
adalah Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang gelar Bandahara
Paduka Raja yang diperkirakan selesai ditulis tahun, 1616. Selain itu juga ada
Hikayat Hang Tuah, Hikayat Sri Rama, Tajus Salatin, dan sebagainya.

b). Masa Kolonial


Sekitar abad XVI ketika orang-orang Barat sampai di Indonesia, mereka
menemukan bahwa bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa resmi
dalam pergaulan, perhubungan, dan perdagangan. Hal itu dikuatkan oleh
kenyataan tentang seorang Portugis, Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore. Ia
menyusun daftar kata Melayu-Italia, sekitar tahun 1522. Ini membuktikan
ketersabaran bahasa Melayu yang sebelum itu sudah sampai ke kepulauan
Maluku.
Dalam pada itu, semasa pendudukan Belanda, mereka menemukan kesulitan
ketika bermaksud menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Akhirnya, turunlah keputusan pemerintah kolonial yaitu K.B 1871 no. 104 yang
menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumi putra diberikan dalam
bahasa Melayu atau bahasa daerah lainnya.
d). Masa Pergerakan
Awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai masa permulaan perkembangan
bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia. Banyak faktor yang mendorong hal itu
terjadi. Di antaranya, dan yang paling utama adalah faktor politik. Bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan berbagai bahasa yang
beraneka pula, merasa sulit mencapai kemerdekaan jika tidak ada alat pemersatu.
Dan alat itu adalah suatu bahasa guna menyatakan pikiran, perasaan, dan
kehendak, yang dapat menjembatani ketergangguan dan kesenjangan komunikasi
antara suku bangsa dengan bahasanya yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, pada
tanggal 28 Oktober 1928, dikumandangkanlah ikrar Sumpah Pemuda : Berbangsa

4
satu, bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia, dan menjunjung
bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Selanjutnya, berbagai peristiwa penting dalam kaitannya dengan
perkembangan Bahasa Indonesia. Diantaranya adalah :
1. Penyusunan ejaan resmi Bahasa Melayu pada tahun 1901 oleh Ch. A. van
Ophuysen yang termuat dalam Kitab Logat Melayu . Ejaan ini disebut Ejaan van
Ophuysen.
2. Pendirian Taman Bacaan Rakyat (Commisie voor de volkslectuur) pada tahun
1908, untuk selanjutnya pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka.
3. Ketetapan Ratu Belanda pada tahun 1918 yang memberikan kebebasan kepada
para anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk menggunakan Bahasa Melayu
dalam forum.
4. Peristiwa Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, yang diantaranya
menetapkan Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Melayu sebagai Bahasa
Nasional.
5. Berdirinya angkatan Pujangga Baru atau angkatan ’33 pada tahun 1933 yang
dipimpin oleh Sultan Takdir Alisjahbana. Angkatan Pujangga Baru yang
sebenarnya nama suatu majalah sebagai wadah ekspresi budaya dan sastra ini
besar peranannya dalam membantu perkembangan Bahasa Indonesia.
6. Kongres Bahasa Indonesia I di Solo tahun 1938. Kongres ini diadakan sebagai
tindak lanjut dari Kongres Pemuda 1928. Di samping itu juga karena adanya
kesan umum mengenai pemakaian Bahasa Indonesia yang cukup kacau. Jadi
Kongres ini diselenggarakan untuk mencari pegangan bagi para pemakai bahasa,
mengatur bahasa serta mengusahakan agar Bahasa Indonesia tersebar lebih luas
lagi.
7. Peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia antara 1942-1945. Pada masa ini justru
bangsa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat. Di satu sisi pemerintah Jepang
melarang penggunaan Bahasa asing seperti Bahasa Belanda dan Inggris, di sisi
lain maksud mereka untuk menggunakan Bahasa Jepang sebagai alat komunikasi
pun tidak memungkinkan karena memang belum dikenal oleh rakyat Indonesia.
Akhirnya, Bahasa Indonesialah yang dijadikan alat perhubungan satu-satunya.
Dalam pada itu, berbagai karya sastra, drama, puisi, cerpen banyak dihasilkan
sehingga pertumbuhan Bahasa Indonesia pun semakin pesat.

5
8. Penetapan fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahsa Negara pada tanggal 18
Agustus 1945, dan dinyatakan dalam UUD ’45 Bab XV, pasal 36.
9. Penetapan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi untuk memperbaiki Ejaan van
Ophuysen, pada tanggal 19 Maret 1947.
10. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tahun 1954. Hasil Kongres ini di
antaranya adalah saran pembentukan badan yang kompeten yang bertugas untuk
menyempurnakan Bahasa Indonesia. Juga diusulkan pemabaruan ejaan,
pembentukan komisi istilah, dan sebagainya.
11. Penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus
1972. Ejaan baru ini dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
12. Pengubahan nama Lembaga Bahasa Nasional yang selama itu menangani berbagai
hal yang berkaitan dengan bahasa dan sastra Indonesia (daerah), menjadi Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 1
Februari 1975.
13. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta tahun 1978.
14. Penetapan Bulan Bahasa pada tanggal 28 Oktober 1980. Peristiwa ini
dilaksanakan selama satu bulan dalam setiap tahun yaitu pada setiap bulan
Oktober.
15. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta tahun 1982.
16. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta tahun 1988. Pada Kongres ini
diperkenalkan pula Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memuat 62.100 butir
masukan termasuk ungkapan dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang
disusun di bawah koordinasi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Di samping peristiwa-peristiwa di atas, masih banyak peristiwa lain yang
berkaitan dengan pengembangan dan pembinaan bahasa yang dilakukan oleh
pihak Universitas, media massa, dan sebagainya.

a. Masa Globalisasi
Kemajuan teknologi dan kekuatan politik bisa menyebabkan suatu bahasa
dijadikan bahasa internasional. Saat ini minat masyarakat dunia tehadap bahasa
Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Bahasa Indonesia telah
diajarkan oleh 67 negara, khususnya di perguruan tinggi. Bahasa yang turunan
dari bahasa Melayu, Sunda, dan Papua ini adalah salah satu bahasa yang paling
banyak digunakan di dunia setelah bahasa Inggris, Prancis, Arab, Mandarin,
6
Jepang, dan Korea. Sayang sekali, dunia internasional masih belum mengakui
bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional.
Ada beberapa alasan mengapa bahasa Indonesia diminati warga asing.
1. Bahasa Indonesia relatif lebih mudah dipelajari dan dipahami.
2. Bahasa Indonesia lebih mudah dihafal karena menyerap kosa kata asing
misalnya, bahasa Inggris dan latin.
3. Indonesia merupakan negara berkembang, hal ini tentu menaruh minat
investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Sehingga untuk
memperlancar komunikasi dengan orang Indonesia, mereka mempelajari
bahasa Indonesia.
4. Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia, menjadi alasan warga
asing untuk memperlajari bahasa Indonesia.

Alasan-alasan itulah yang menjadikan dampak positif dari globalisasi. Salah


satu yang berperan besar adalah media massa. Media massa memiliki kelebihan
seperti, memiliki jumlah pembaca, pendengar, dan pemirsa yang banyak. Oleh karena
itu, media massa memegang peran penting dalam penyebaran bahasa Indonesia.

Banyaknya hal positif yang sudah tersaji, tidak serta merta bahasa Indonesia
terbebas dari dampak negatif. Masyarakat Indonesia sebagai pemakai bahasa
Indonesia tidak lagi menggunakannya dengan baik dan benar. Banyak alasan yang
dikemukakan, mulai dari penulisan yang disingkat hingga penulisan yang multitafsir.

Masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata atau istilah-istilah


asing, padahal kata-kata atau istilah-istilah asing tersebut sudah ada padanannya
dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut terjadi karena orang Indonesia lebih bangga
menggunakan bahasa asing, terkadang malah mencampurkan bahasa Indonesia
dengan bahasa asing.
Berkurangnya minat generasi muda untuk mempelajari bahasa Indonesia
menambah daftar negatif yang harus segera dibenahi. Generasi muda lebih senang
dengan sesuatu yang modern. Dengan masuk budaya-budaya asing yang masuk ke
Indonesia menarik sebagian besar generasi muda.

7
B. Kedudukan Bahasa Indoensia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai

bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nsional, bahasa Indonesia di antaranya

berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini, sebelumnya, sudah

ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan

putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan

‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut

menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa

Indonesia. Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi

merupakan pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,

menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai,

1995: 5). Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang

kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

C. Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

1) Lambang kebanggaan kebangsaan,

2) Lambang identitas nasional,

3) Alat penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya,

4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-

nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa

Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa

8
kita bina. Pada fungsi ini, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang

negara kita.

Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki

identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.

Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya

membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak bergantung padai unsur-

unsur bahasa lain. Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang

lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang

sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang

satu ke pelosok yang lain di tanah air dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai

satu-satunya alat komunikasi.

Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang

memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan

bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam fungsi

ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian

hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan

kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang

bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan

nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya

sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, 2)

bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan

kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

9
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,

peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Termasuk ke

dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh

pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan. Pada fungsi

kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di lembaga-lembaga pendidikan

mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Meskipun lembaga-lembaga pendidikan

tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa pengantar. Memang ada pengecualian untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas

rendah sekolah dasar di daerah-daerah. Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah

sebagai pengantar.

Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada

tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa

Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan

masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,

melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang

sosial budaya dan bahasanya.

Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa

Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan

kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,

yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita

pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai social budaya nasional kita (Halim

dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12).

D. Ragam Bahasa

1. Pengertian Ragam Bahasa

10
Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor

kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain faktor lokasi geografis,

waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas mendorong timbulnya

perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi

pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam

bahasa, yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam bahasa.

Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis disebut dialek.

Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda dengan bahasa Melayu dialek Batubara,

walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula halnya dengan bahasa Aceh dialek Aceh

Besar berbeda dengan bahasa Aceh dialek Pasai yang digunakan sebagaian besar masyarakat

Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau berbeda juga dengan bahasa Aceh dialek Pidie di

Kabupaten Pidie. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), saat ini, sekurang-

kurangnya hidup 6 dialek, masing-masing dialek Aceh Besar, Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh

Timur, dan Aceh Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983:5).

Selain ragam di atas, ada lagi ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan

waktu yang lazim disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa Kerajaan Sriwijaya

berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan berbeda pula

dengan bahasa Melayu Riau sekarang.

Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek

sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain, adalah tingkat

pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas

(bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang

terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan dalam berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi,

misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang

berpendidikan, seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks. Bagi orang

11
yang tidak dapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan

padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?” dan

“trims” yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.

Demikianlah ragam-ragam bahasa itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat

penutur bahasa. Satu hal yang perlu mendapat catatan bahwa semua ragam bahasa tersebut

tetaplah merupakan bahasa yang sama. Dikatakan demikian karena masing-masing penutur

ragam bahasa sesungguhnya dapat memahami ragam bahasa lainnya (mutual intelligibility).

Bila pada suatu ketika saling pengertian di antara masing-masing penutur ragam tidak terjadi

lagi, maka ketika itu pula masing-masing bahasa yang mereka pakai gugur statusnya sebagai

ragam bahasa. Dengan pernyataan lain, ragam-ragam bahasa itu sudah berubah menjadi

bahasa baru atau bahasa mandiri.

E. Keberagaman Bahasa Indonesia

Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada timbulnya

sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap

disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi intisari bersama yang umum.

F. Ragam Bahasa Menurut Daerah

Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang luas wilayah

pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat dapat dipahami secara timbal

balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur logat yang daerahnya

berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau sekelompok orang tidak

mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan,

selat, atau laut, maka lambat laun tiap logat dapat mengalami perkembangan sendiri-sendiri

yang selanjutnya semakin sulit dimengerti oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-

ragam bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda.

12
G. Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal

Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan yang

jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia

golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan

gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak

bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.

H. Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia

yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat

disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur atau penulis

terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain,

oleh usia dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan

yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan

seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya

berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan seseorang yang

berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara dengan seseorang yang

usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan menggunakan langgam atau gaya bertutur

yang berbeda.

I. Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya

Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam, masing-

masing (1) berdasarkan pokok persoalannya, (2) berdasarkan media pembicaraan yang

digunakan, dan (3) berdasarkan hubungan antarpembicara. Berdasarkan pokok persoalannya,

13
ragam bahasa dibedakan menjadi ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik,

ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa sehari-hari.

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam lisan (ragam

bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa panggung),

ragam tulis (ragam bahasa teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa catatan, dan

ragam bahasa surat).

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menjadi ragam bahasa resmi,

ragam bahasa santai, ragam bahasa akrab, ragam baku dan ragam takbaku. Situasi resmi,

yang menuntut pemakaian ragam baku, tercermin dalam situasi berikut ini: (1) komunikasi

resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat dinas, pengumuman-pengumuman

yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-

undangan, dan sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah;

(3) pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya; dan

(4) pembicaraan dengan orang yang dihormati.

Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Kaidah-kaidah ragam baku

paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam ini

tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam inilah yang

dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa baku memiliki

sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak

dapat berubah setiap saat.

Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat

kecendekiaan ini terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lebih besar

lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.

Proses pencendekiaan bahasa baku ini amat penting bila masyarakat penutur memang

14
mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan

teknologi modern.

Hingga saat ini, untuk hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih sangat

bergantung kepada bahasa asing.

Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya adalah (a) fungsi pemersatu dan (b)

fungsi pemberi kekhasan. Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek

bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat

bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh

masyarakat itu. Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan

bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan

kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur

bahasa Indonesia.

Untuk mendukung pemantapan fungsi bahasa baku diperlukan sikap tertentu dari para

penutur terhadap bahasa baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa baku mengandung

tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2) sikap kebanggaan bahasa, dan (3) sikap

kesadaran akan norma atau kaidah bahasa. Setia terhadap bahasa baku bermakna selalu atau

senantiasa kukuh untuk menjaga atau memelihara bahasa tersebut dari pengaruh-pengaruh

bahasa lain secara berlebihan, terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tercermin

di dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa baku di dalam situasi-

situasi yang mengharuskan penggunaan ragam bahasa tersebut. Kesadaran akan norma

bahasa baku terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan menggunakan kaidah-

kaidah bahasa tersebut dengan setepat-tepanya dalam rangka pengungkapan nalar yang logis.

Dalam konteks bahasa baku di atas, perlu pula disinggung sekilas mengenai

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengaitan ini penting agar tidak timbul

kerancuan pemahaman mengenai keduanya. Pada peringatan ke-87 hari Kebangkitan

15
Nasional, 20 Mei 1995, di Jakarta, Kepala Negara menekankan pentingnya berbahasa

Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini, dampak seruan tersebut semakin terasa.

Slogan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar” pada kain rentang dapat kita

temukan di mana-mana. Namun, gencarnya pemasyarakatan ungkapan tersebut belum tentu

diikuti pemahaman yang benar tentang maknanya. Karena itu, pada bagian ini akan

dijelaskan makna serta kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut. Kriteria

yang dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah-

kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi, (2) tata kata dan tata

kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar tidaknya bahasa Indonesia

yang kita gunakan bergantung pada benar tidaknya pemakaian kaidah bahasa. .

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa dengan

konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi. Orang yang mahir memilih ragam bahasa

dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena sesuai

dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok merupakan tuntutan komunikasi yang

tak bisa diabakan begitu saja. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut

golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau

tepat.

Dari deskripsi di atas dapatlah dipastikan bahwa istilah bahasa baku tidak sepenuhnya

sepengertian dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa baku hanya terkait dengan bahasa

yang benar.

D. Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Sejarah perkembangan sastra Indinesia mengalami enam fase atau enam periode ,

fase-fase atau periode tersebut yang diantaranya (1) periode 1920 yang disebut dengan

periode balai pustaka, (2) periode 1993 disebut periode pujaga baru, (3) periode 1942 disebut

16
periode jaman jepang, (4) periode 1945, (5) periode 1950, dan (6) perode 66. Dari keenam

periode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Periode 1920 (Masa Balai Pustaka)

Pada masa ini, para sastrawan bangsa Indonesia menulois sejumlah buku-buku karya

sastra yang sempat diterbitkan oleh balai pustaka yang di antaranya:

a. Azab dan sengsara, Sijamin dan Sijohan,binasa karena gadis periangan, karya Merari

Siregar.

b. Siti nurbaya anak dan kemenakan, P. Sumbawa, lahami karya Abdul Muis.

c. Salah Asuhan, Pertemuan Jodoh, Surapati, dan Robert Anak surapati Karya Abdul

Muis.

d. Mertua, Mutiara dan Apa dayaku karena aku perempuan, Cinta Tanah Air, Neraka

Dunia, Pengalaman Masa kecil, dan korban karena percintaan Karya Nur .St.

Iskandar.

e. Darah Muda, dan Asmarajaya Karya Jamaludin/Adinegoro.

f. Di bawah lindungan Ka’bah, Karena Fitna, Merantau ke Deli, Tuan Direktur, Terusir,

Keadilan Ilahi, Tenggelamnya kapal Ven Der wijk, Lembaga hidup, Revolusi Agama,

Ayahku Adat Minangkabau, negara islam, Empat bulan diAmerika dan kenangan-

kenangan hidup menghadapi Revolusi Karya Hamka(Haji Abdul Malik Karim

Amrullah).

g. Syair-syair, Gurindam,Cerpen,Kalau tak Ungung, dan pengaruh keaadan, KaryaS

Selasi/Sariamin/Seleguri.

h. Kawan bergelut, Pencobaan setia, Pandangan Dalam dunia anak-anak, Kasih tak

terlerai, Mencari pencuri Anak perawan, dan Tebusan darah Karya suman HS.

i. Teman Duduk, Mudan Teruna, Berebut Uang Satu Milyun, Pengalaman di Tanah

Irak, dan Kehilafan hakim Karya Mohammad Kasim

17
j. Si Dul anak Betawi, Pertolongan Dukung, Sicebon Merindukan bulan, Desa/Cita-cita

Mustafa Karya Aman Datuk Mojoindo.

k. Sengsara Membawa nikmat, Tidak Membalas Gun, dan Memusutkan Pertanian Karya

tulis St. Sati.

2. Periode 1933(Pujaga Baru)

Dengan berdirinya Pujangga Baru membawa angin segar bagi pengarang. Mereka

lebih leluasa dan lebih bebas dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya yang selama

bergelora dalam jiwanya. Melihat Pujangga Baru memberikan banyak kebebasan untuk

mencurahkan isi hatinya, Maka banyak pengarang Balai Pustaka yang pindah ke Pujangga

Baru, demi menemukan Dirinya.

Hasil karya dan Pengarang masa Angkatan Pujangga Baru dilihat dari uraian berikut:

a. Bentuk Puisi, di antaranya:

- Rindu Dendam.Karya Y. E. Tatengkeng 1934

- Jiwa Berjiwa. Karya Armijn Pane 1939

b. Bentuk Prosa, Di antaranya adalah:

-Tak putus Dirundung Malang Karya St. Takdir Alisyahbana 1929

-Pertemuan Jodoh, Karya Abdul Muis 1933

3. Periode 1942(Jaman Jepang)

Pada masa ini bangsa indonesia merasa agak lega hidup. sebab jepang telah

memberikan janji-janji yang menyenangkan. Pengarang-pengarang dan Karya-karyanya yang

timbul pada masa jepang ini adalah: Usmar Ismail. Karyanya kita Berjuang, Diserang rasa

merdeka; Api, Citra dan Liburan seniman

4. Periode 1945

18
Karya sastra dan pengarangnya pada masa angkatan 45 adalah:
a. Khairil Anwar, Karyanya kerikil Tajam, Deru Campur Debu.

b. Idrus karyanya Surabaya, Dari Ave Maria ke jalan lain ke Roma.

c. Asrul sani karyanya Tiga Menguak Takdir, bentuk Cerpennya: Panen, Bola

Lampu, Museum, Perumahan bagi Fadrjia Navari Sipenyair Belum Pulang,

Sahabat saya Cordiza, Beri Aku ruma, Surat dari Ibu, Elang Laut, Orang dalam

perahu.

d. Usmar Ismail karyanya Permintaan Terakhir(cerpen), Asoka Malah

Dewi(cerpen), Puntung Berasap(kumpulan sajak) Sedih dan Gembira(kumpulan

drama), Mutiara dari Nusa Dari Nusa Laut(Drama), Tempat yang Kosong, Mekar

Melati, Pesanku(Sandi Wara radio), Ayahku Pulang(Sandiwarasaduran).

5. Periode 1950

Periode 1950 merupakan periode lanjutan dari periode 45, periode ini menunjukan

wujud dan berkembangnya sastra indonesia.sastra indonesia pada masa ini telah berisi

kebebasan untuk pada sastrawan secara lebih luas dari kebiasaan yang terdapat pad tahun

1945 masa ini juga telah memberikan aspirasi atau tujuan yang ingin capai. Periode ini bukan

hanya pengekor dari angkatan 45, tetapi sudah merupakan penyelamat setelah melalui masa-

masa kegoncangan

Ciri-ciri sastra periode 50an antara lain:

Pusat kegiatan sastra telah meluas keseluruh pelosok indonesia tdak hanya terpusat di

jakarta atau yogyakarta saja; Kebudayaan daerah lebih banyak di ungkapkan demi mencapai

perwujudan sastra nasional indonesia; Penilaian ke indahan dalam sastra tidak lagi di

19
dasarkan pada kekuasaan asing,akan tetapi ada peleburan antara ilmu dan pengetahuan asing

dengan berdasarkan kepada perasaan dan ukuran nasional.

3. Periode 66

Angkatan 66 adalah suatu generasi baru yang melakukan pendobrakan yang di

sebabkan oleh penyelewengan-penyelewengan besar-besaran yang membawah negara

kejurang kehancuran.

Beberapa pengarang dan karya angkatan 66 adalah:

a. Ayip Rosidi karyanya Tahun-tahun Kematian; Di tengah Keluarga; Sebuah

Rumah buat haritua; Perjalanan Pengantin.

b. Muhammad Ali karyanya 58 Tragedi; Siksa dan Bayangan; Persetujuan dengan

iblis; Kubur tk gertanda; Hitam atas Putih;

c. Toto Sudarto Bahtiar Karyanya Suara; Etsa.

d. Alexandre Leo Karyanya Orang yang Kembali;

e. NH. Dhini Karyanya Dua Dinia;Hati yang Damai; Pada Sebuah Kapal

f. Toha Muhtar Karyanya Daerah Tak Bertuan; Pulang

g. Trisno Yuwono karyanya Angin Laut; laki-laki dan Mesin.

h. A.A.Navis karyanya Robohnya Surau Kami; Bianglala; Hujan Panas; Kemarau ;

Gerhana

20
Latihan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

1. Jelaskan mengapa bahasa melayu menjadi dasar lahirnya bahasa Indonesia?

2. Jelaskan perbedaan kedudukan bahasa Indonesia debagai bahasa nasional dan sebagai

bahasa Negara?

3. Berkan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa asing

dan tuliskan perbaikannya!

4. Jelaskan sejarah perkembangan sastra di Indonesia?

21
KEGIATAN BELAJAR 2
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Pada
kegiatan belajar 1 diharapkan anda dapat menjelaskan
Kedudukan Bahasa Indonesia.

A. Kedudukan Bahasa Indoensia

Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai

bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nsional, bahasa Indonesia di antaranya

berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia. Fungsi ini, sebelumnya, sudah

ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan

putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.

Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan

‘menaati’ (nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut

menegaskan bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa

Indonesia. Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi

merupakan pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia,

menjunjung tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai,

1995: 5). Ini berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang

kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.

B. Fungsi Bahasa Indonesia

Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:

5) Lambang kebanggaan kebangsaan,

6) Lambang identitas nasional,

7) Alat penghubung antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya,

22
8) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-

nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa

Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan, serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa

kita bina. Pada fungsi ini, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang

negara kita.

Di dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki

identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.

Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya

membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga tidak bergantung padai unsur-

unsur bahasa lain. Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang

lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang

sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok yang

satu ke pelosok yang lain di tanah air dengan hanya memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai

satu-satunya alat komunikasi.

Selain fungsi-fungsi di atas, bahasa Indonesia juga harus berfungsi sebagai alat yang

memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan

bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di dalam fungsi

ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian

hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan

kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang

bersangkutan. Lebih dari itu, dengan bahasa nasional itu, kita dapat meletakkan kepentingan

nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.

Pada bagian terdahulu, secara sepntas, sudah dikatakan bahwai dalam kedudukannya

sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, 2)

23
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, 3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan 4) Alat pengembangan

kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,

peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Termasuk ke

dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh

pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan. Pada fungsi

kedua ini, bahasa Indonesia dijadikan sebagai pengantar di lembaga-lembaga pendidikan

mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Meskipun lembaga-lembaga pendidikan

tersebut tersebar di daerah-daerah, mereka harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai

bahasa pengantar. Memang ada pengecualian untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas-kelas

rendah sekolah dasar di daerah-daerah. Mereka diizinkan menggunakan bahasa daerah

sebagai pengantar.

Di dalam hubungannya dengan fungsi ketiga di atas, yakni alat perhubungan pada

tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, bahasa

Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan

masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku,

melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar belakang

sosial budaya dan bahasanya.

Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa

Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan

kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri,

yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita

pergunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai social budaya nasional kita (Halim

dalam Arifin dan Tasai, 1995: 11-12).

24
C. Ragam Bahasa

1. Pengertian Ragam Bahasa

Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor

kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain faktor lokasi geografis,

waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas mendorong timbulnya

perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi

pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam

bahasa, yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam bahasa.

Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis disebut dialek.

Bahasa Melayu dialek Langkat, misalnya, berbeda dengan bahasa Melayu dialek Batubara,

walaupun keduanya satu bahasa. Demikian pula halnya dengan bahasa Aceh dialek Aceh

Besar berbeda dengan bahasa Aceh dialek Pasai yang digunakan sebagaian besar masyarakat

Aceh di Kabupaten Aceh Utara, atau berbeda juga dengan bahasa Aceh dialek Pidie di

Kabupaten Pidie. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), saat ini, sekurang-

kurangnya hidup 6 dialek, masing-masing dialek Aceh Besar, Pidie, Peusangan, Pasai, Aceh

Timur, dan Aceh Barat (lihat Sulaiman dkk., 1983:5).

Selain ragam di atas, ada lagi ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan

waktu yang lazim disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa Kerajaan Sriwijaya

berbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji, dan berbeda pula

dengan bahasa Melayu Riau sekarang.

Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek

sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain, adalah tingkat

pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas

(bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang

terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan dalam berbagai bidang. Dalam bidang tata bunyi,

25
misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang

berpendidikan, seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks. Bagi orang

yang tidak dapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan

padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?” dan

“trims” yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.

Demikianlah ragam-ragam bahasa itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat

penutur bahasa. Satu hal yang perlu mendapat catatan bahwa semua ragam bahasa tersebut

tetaplah merupakan bahasa yang sama. Dikatakan demikian karena masing-masing penutur

ragam bahasa sesungguhnya dapat memahami ragam bahasa lainnya (mutual intelligibility).

Bila pada suatu ketika saling pengertian di antara masing-masing penutur ragam tidak terjadi

lagi, maka ketika itu pula masing-masing bahasa yang mereka pakai gugur statusnya sebagai

ragam bahasa. Dengan pernyataan lain, ragam-ragam bahasa itu sudah berubah menjadi

bahasa baru atau bahasa mandiri.

D.Keberagaman Bahasa Indonesia

Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada timbulnya

sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap

disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi intisari bersama yang umum.

1. Ragam Bahasa Menurut Daerah

Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek. Bahasa yang luas wilayah

pemakaiannya selalu mengenal logat. Masing-masing logat dapat dipahami secara timbal

balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur logat yang daerahnya

berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya, individu atau sekelompok orang tidak

mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan,

selat, atau laut, maka lambat laun tiap logat dapat mengalami perkembangan sendiri-sendiri

26
yang selanjutnya semakin sulit dimengerti oleh penutur ragam lainnya. Pada saat itu, ragam-

ragam bahasa tumbuh menjadi bahasa yang berbeda.

2. Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal

Ragam bahasa Indonesia menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan yang

jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia

golongan penutur yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan

gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak

bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.

3. Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia

yang masing-masing, pada asasnya, tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat

disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur atau penulis

terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain,

oleh usia dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan

yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya. Ketika berbicara dengan

seseorang yang berkedudukan lebih tinggi, penutur akan menggunakan langgam atau gaya

berbahasa yang berbeda daripada ketika dirinya berhadapan dengan seseorang yang

berkedudukan lebih rendah. Begitu juga halnya ketika berbicara dengan seseorang yang

usianya lebih muda atau tua, penutur tentulah akan menggunakan langgam atau gaya bertutur

yang berbeda.

4. Ragam Bahasa Menurut Jenis Pemakaiannya

Menurut jenis pemakaiannya, ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam, masing-

masing (1) berdasarkan pokok persoalannya, (2) berdasarkan media pembicaraan yang

digunakan, dan (3) berdasarkan hubungan antarpembicara. Berdasarkan pokok persoalannya,

27
ragam bahasa dibedakan menjadi ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa jurnalistik,

ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa sastra, dan ragam bahasa sehari-hari.

Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi ragam lisan (ragam

bahasa cakapan, ragam bahasa pidato, ragam bahasa kuliah, dan ragam bahasa panggung),

ragam tulis (ragam bahasa teknis, ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa catatan, dan

ragam bahasa surat).

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibedakan menjadi ragam bahasa

resmi, ragam bahasa santai, ragam bahasa akrab, ragam baku dan ragam takbaku. Situasi

resmi, yang menuntut pemakaian ragam baku, tercermin dalam situasi berikut ini: (1)

komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat dinas, pengumuman-

pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi, penamaan dan peristilahan

resmi, perundang-undangan, dan sebagainya; (2) wacana teknis, yakni dalam laporan resmi

dan karya ilmiah; (3) pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah,

dan sebagainya; dan (4) pembicaraan dengan orang yang dihormati.

Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Kaidah-kaidah

ragam baku paling lengkap pemeriannya jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain.

Ragam ini tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam inilah

yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa baku

memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya

itu tidak dapat berubah setiap saat.

Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendekiaannya. Sifat

kecendekiaan ini terwujud di dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa yang lebih besar

lainnya yang mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal.

Proses pencendekiaan bahasa baku ini amat penting bila masyarakat penutur memang

28
mengidealisasikan bahasa Indonesia berkemampuan menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan

teknologi modern.

Hingga saat ini, untuk hal yang disebutkan terakhir, masyarakat Indonesia masih

sangat bergantung kepada bahasa asing.

Bahasa baku mendukung beberapa fungsi, di antaranya adalah (a) fungsi pemersatu dan (b)

fungsi pemberi kekhasan. Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek

bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat

bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh

masyarakat itu. Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku membedakan

bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan

kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur

bahasa Indonesia.

Untuk mendukung pemantapan fungsi bahasa baku diperlukan sikap tertentu dari para

penutur terhadap bahasa baku. Setidak-tidaknya, sikap terhadap bahasa baku mengandung

tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa, (2) sikap kebanggaan bahasa, dan (3) sikap

kesadaran akan norma atau kaidah bahasa. Setia terhadap bahasa baku bermakna selalu atau

senantiasa kukuh untuk menjaga atau memelihara bahasa tersebut dari pengaruh-pengaruh

bahasa lain secara berlebihan, terutama bahasa asing. Bangga terhadap bahasa baku tercermin

di dalam perasaan senang dan tidak sungkan menggunakan bahasa baku di dalam situasi-

situasi yang mengharuskan penggunaan ragam bahasa tersebut. Kesadaran akan norma

bahasa baku terlihat di dalam kesungguhan untuk memahami dan menggunakan kaidah-

kaidah bahasa tersebut dengan setepat-tepanya dalam rangka pengungkapan nalar yang logis.

Dalam konteks bahasa baku di atas, perlu pula disinggung sekilas mengenai

penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pengaitan ini penting agar tidak timbul

kerancuan pemahaman mengenai keduanya. Pada peringatan ke-87 hari Kebangkitan

29
Nasional, 20 Mei 1995, di Jakarta, Kepala Negara menekankan pentingnya berbahasa

Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini, dampak seruan tersebut semakin terasa.

Slogan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar” pada kain rentang dapat kita

temukan di mana-mana. Namun, gencarnya pemasyarakatan ungkapan tersebut belum tentu

diikuti pemahaman yang benar tentang maknanya. Karena itu, pada bagian ini akan

dijelaskan makna serta kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut. Kriteria

yang dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah-

kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi, (2) tata kata dan tata

kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar tidaknya bahasa Indonesia

yang kita gunakan bergantung pada benar tidaknya pemakaian kaidah bahasa. .

Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa dengan

konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi. Orang yang mahir memilih ragam bahasa

dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena sesuai

dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok merupakan tuntutan komunikasi yang

tak bisa diabakan begitu saja. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut

golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau

tepat.

Dari deskripsi di atas dapatlah dipastikan bahwa istilah bahasa baku tidak sepenuhnya

sepengertian dengan bahasa yang baik dan benar. Bahasa baku hanya terkait dengan bahasa

yang benar.

E. Sejarah Perkembangan Sastra Indonesia

Sejarah perkembangan sastra Indinesia mengalami enam fase atau enam periode ,

fase-fase atau periode tersebut yang diantaranya (1) periode 1920 yang disebut dengan

periode balai pustaka, (2) periode 1993 disebut periode pujaga baru, (3) periode 1942 disebut

30
periode jaman jepang, (4) periode 1945, (5) periode 1950, dan (6) perode 66. Dari keenam

periode tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Periode 1920 (Masa Balai Pustaka)

Pada masa ini, para sastrawan bangsa Indonesia menulois sejumlah buku-buku karya

sastra yang sempat diterbitkan oleh balai pustaka yang di antaranya:

l. Azab dan sengsara, Sijamin dan Sijohan,binasa karena gadis periangan, karya Merari

Siregar.

m. Siti nurbaya anak dan kemenakan, P. Sumbawa, lahami karya Abdul Muis.

n. Salah Asuhan, Pertemuan Jodoh, Surapati, dan Robert Anak surapati Karya Abdul

Muis.

o. Mertua, Mutiara dan Apa dayaku karena aku perempuan, Cinta Tanah Air, Neraka

Dunia, Pengalaman Masa kecil, dan korban karena percintaan Karya Nur .St.

Iskandar.

p. Darah Muda, dan Asmarajaya Karya Jamaludin/Adinegoro.

q. Di bawah lindungan Ka’bah, Karena Fitna, Merantau ke Deli, Tuan Direktur, Terusir,

Keadilan Ilahi, Tenggelamnya kapal Ven Der wijk, Lembaga hidup, Revolusi Agama,

Ayahku Adat Minangkabau, negara islam, Empat bulan diAmerika dan kenangan-

kenangan hidup menghadapi Revolusi Karya Hamka(Haji Abdul Malik Karim

Amrullah).

r. Syair-syair, Gurindam,Cerpen,Kalau tak Ungung, dan pengaruh keaadan, KaryaS

Selasi/Sariamin/Seleguri.

s. Kawan bergelut, Pencobaan setia, Pandangan Dalam dunia anak-anak, Kasih tak

terlerai, Mencari pencuri Anak perawan, dan Tebusan darah Karya suman HS.

t. Teman Duduk, Mudan Teruna, Berebut Uang Satu Milyun, Pengalaman di Tanah

Irak, dan Kehilafan hakim Karya Mohammad Kasim

31
u. Si Dul anak Betawi, Pertolongan Dukung, Sicebon Merindukan bulan, Desa/Cita-cita

Mustafa Karya Aman Datuk Mojoindo.

v. Sengsara Membawa nikmat, Tidak Membalas Gun, dan Memusutkan Pertanian Karya

tulis St. Sati.

2. Periode 1933(Pujaga Baru)

Dengan berdirinya Pujangga Baru membawa angin segar bagi pengarang. Mereka

lebih leluasa dan lebih bebas dalam mencurahkan isi hati dan pikirannya yang selama

bergelora dalam jiwanya. Melihat Pujangga Baru memberikan banyak kebebasan untuk

mencurahkan isi hatinya, Maka banyak pengarang Balai Pustaka yang pindah ke Pujangga

Baru, demi menemukan Dirinya.

Hasil karya dan Pengarang masa Angkatan Pujangga Baru dilihat dari uraian berikut:

c. Bentuk Puisi, di antaranya:

- Rindu Dendam.Karya Y. E. Tatengkeng 1934

- Jiwa Berjiwa. Karya Armijn Pane 1939

d. Bentuk Prosa, Di antaranya adalah:

-Tak putus Dirundung Malang Karya St. Takdir Alisyahbana 1929

-Pertemuan Jodoh, Karya Abdul Muis 1933

3. Periode 1942(Jaman Jepang)

Pada masa ini bangsa indonesia merasa agak lega hidup. sebab jepang telah

memberikan janji-janji yang menyenangkan. Pengarang-pengarang dan Karya-karyanya yang

timbul pada masa jepang ini adalah: Usmar Ismail. Karyanya kita Berjuang, Diserang rasa

merdeka; Api, Citra dan Liburan seniman.

32
4. Periode 1945

Karya sastra dan pengarangnya pada masa angkatan 45 adalah:

5. Khairil Anwar, Karyanya kerikil Tajam, Deru Campur Debu.

6. Idrus karyanya Surabaya, Dari Ave Maria ke jalan lain ke Roma.

7. Asrul sani karyanya Tiga Menguak Takdir, bentuk Cerpennya: Panen, Bola

Lampu, Museum, Perumahan bagi Fadrjia Navari Sipenyair Belum Pulang,

Sahabat saya Cordiza, Beri Aku ruma, Surat dari Ibu, Elang Laut, Orang dalam

perahu.

8. Usmar Ismail karyanya Permintaan Terakhir(cerpen), Asoka Malah

Dewi(cerpen), Puntung Berasap(kumpulan sajak) Sedih dan Gembira(kumpulan

drama), Mutiara dari Nusa Dari Nusa Laut(Drama), Tempat yang Kosong, Mekar

Melati, Pesanku(Sandi Wara radio), Ayahku Pulang(Sandiwarasaduran).

5. Periode 1950

Periode 1950 merupakan periode lanjutan dari periode 45, periode ini menunjukan

wujud dan berkembangnya sastra indonesia.sastra indonesia pada masa ini telah berisi

kebebasan untuk pada sastrawan secara lebih luas dari kebiasaan yang terdapat pad tahun

1945 masa ini juga telah memberikan aspirasi atau tujuan yang ingin capai. Periode ini bukan

hanya pengekor dari angkatan 45, tetapi sudah merupakan penyelamat setelah melalui masa-

masa kegoncangan

Ciri-ciri sastra periode 50an antara lain:

Pusat kegiatan sastra telah meluas keseluruh pelosok indonesia tdak hanya terpusat di

jakarta atau yogyakarta saja; Kebudayaan daerah lebih banyak di ungkapkan demi mencapai

perwujudan sastra nasional indonesia; Penilaian ke indahan dalam sastra tidak lagi di

33
dasarkan pada kekuasaan asing,akan tetapi ada peleburan antara ilmu dan pengetahuan asing

dengan berdasarkan kepada perasaan dan ukuran nasional.

6. Periode 66

Angkatan 66 adalah suatu generasi baru yang melakukan pendobrakan yang di

sebabkan oleh penyelewengan-penyelewengan besar-besaran yang membawah negara

kejurang kehancuran.

Beberapa pengarang dan karya angkatan 66 adalah:

i. Ayip Rosidi karyanya Tahun-tahun Kematian; Di tengah Keluarga; Sebuah

Rumah buat haritua; Perjalanan Pengantin.

j. Muhammad Ali karyanya 58 Tragedi; Siksa dan Bayangan; Persetujuan dengan

iblis; Kubur tk gertanda; Hitam atas Putih;

k. Toto Sudarto Bahtiar Karyanya Suara; Etsa.

l. Alexandre Leo Karyanya Orang yang Kembali;

m. NH. Dhini Karyanya Dua Dinia;Hati yang Damai; Pada Sebuah Kapal

n. Toha Muhtar Karyanya Daerah Tak Bertuan; Pulang

o. Trisno Yuwono karyanya Angin Laut; laki-laki dan Mesin.

p. A.A.Navis karyanya Robohnya Surau Kami; Bianglala; Hujan Panas; Kemarau ;

Gerhana

34
Latihan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

5. Jelaskan mengapa bahasa melayu menjadi dasar lahirnya bahasa Indonesia?

6. Jelaskan perbedaan kedudukan bahasa Indonesia debagai bahasa nasional dan sebagai

bahasa Negara?

7. Berkan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur dengan bahasa asing

dan tuliskan perbaikannya!

8. Jelaskan sejarah perkembangan sastra di Indonesia?

35
KEGIATAN BELAJAR 2
HAKAT BAHASA DAN BELAJAR BAHASA

Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan belajar 2


diharapkan anda dapat menjelaskan Hakikat Bahasa, Hakikat
Belajar Bahasa.

A. Hakikat Bahasa

1. Pengertian Bahasa

Manusia memiliki bahasa sedangkan binatang tidak. Dari pernyataan ini dapat

dijelaskan bahwa bahasa adalah ungkapan pikiran perasanan yang disampaikan oleh manusia

melalui alat-alat ucap. Istilah alat ucap manusia terdiri dari artikulator dan artikulasi.

Artikulasi itu sendiri adalah daerah tempat terbentuknya atau terjadinya bunyi bahasa

sedangkan Artikulator adalah alat ucap manusia. Yang terdiri dari; Mulut,lidah, gigi atas, gigi

bawah, lengkung kaki gigi, bibir atas, bibir bawah, langit-langit keras, langit-langit lunak,

anak tekak, ujung lidah, daun lidah, pangkal lidah, pita suara, rongga hidung, rongga

mulut,rongga tekak, pangkal tenggorok dll.

Uraian di atas dapat dijelaskan kembali bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi

ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik,

berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh

pemakainya. Sistem tersebut mencakup unsur-unsur berikut: (a) Sistem lambang yang

bermakna dan dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya, (b) Sistem lambang tersebut

bersifat konvensional (menurut tata cara, adat, atau tradisi yang berlaku) yang ditentukan oleh

masyarakat pemakainya berdasarkan kesepakatan, (c) Lambang-lambang tersebut bersifat

arbitrer (kesepakatan) digunakan secara berulang dan tetap, (d) Sistem lambang tersebut

36
bersifat terbatas, tetapi produktif, dan (e) Sistem lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama

dengan lambang bahasa lain.

Selain itu bahasa juga memiliki system yang teratur atau tersusun secara baik berupa

lambang-lambang bunyi yang digunakan untuk megekspresikan pikiran, perasaan seseorang.

Dari defenisi tersebut dapat diperoleh satu kesimpulan bahwa bahasa adalah system.

Masudnya bahasa itu diungkapkan atau di tuliskan sesuai dengan kaidah-kaisah tertentu baik

fonetik, fonemik dan gramatika. Dengan kata lain bahasa itu memiliki sebuah system yang

berkaitan dengan symbol-simbol terstentu serta memiliki kaidah-kaidah tertentu.

Binatang tidak memiliki bahasa. Untuk membuktikan bahwa binatang tidak memiliki

bahasa. Kita tidak bias berandai-andai bahwa binatang tidak memiliki bahasa. Tapi benarkah

manusia bias berkomunikasi dengan hewan? Silahkan perhatikan perbedaan berikut;

Komunikasi : proses penyampaian informasi

Bahasa : sebuah system gramatikal, ujaran, dan tulisan

Bicara bahasa: bentuk ujaran dari sebuah bahasa

Berkomunikasi dengan manusia maupun hewan bias menggunakan cara apapun selain

berbahasa, seperti lewat ekspresi, tanda, atau gerakan tub uh. Kita bias memahami maksud-

maksud tertentu dari yang disampaikan orang lain. Namun bahasa yang digunakan oleh

manusia sehari-hari memiliki aturan tata bahasa yang biasa disimpan dalam ingatan kita.

Kumpulan huruf menjadi kata, kumpulan kata menjadi kalimat yang bias dimengerti hingga

yang paling rumit. Pelafalan dan penulisannya pun ada caranya masing-masing.

Hewan bias berbicara seperti manusia?

Apakah makhuk selain manusia memiliki system seperti ini untuk berinteraksi satu

sama lain?. Para peneliti pernah mencoba melatih simpanse untuk dapat berbicara dengan

manusia selama kurang lebih 7 tahun, namun hasilnya tidak diperoleh. Padahal hasil

penelitian menunjukan bahawa, simpanse bisa mengeluarkan puluhan suara (fonem) yang

37
berbeda hamper setara dengan fonem bahasa ingris yang berjumllah 44). Namun simpanse

tidak bisa menggabungkan fonem-fonem tersebut menjadi sebuah kesatuan yang bisa disebut

kata atau kalimat.

Selain itu, seekor burung Nuri yang sempat menghebokan dunia karena kecerdasanya dalam

mengujarkan kata-kata. Burung Nuri tersebut juga mahir menyebutkan angka, warna, dan

nama-nama benda yang dilihatnya. Sayangnya burung cerdas ini hingga menghembuskan

nafas terakhir. Ia tidak bisa membktikan bahwa dia bisa berbahasa karena burung Nuri hanya

menghafal dan mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan manusia. Masih ada contoh

lain seperti gaja yang bisa berbahasa korea.

Kedua contoh di atas menggambarkan bahwa hewan memang tidak memiliki system

bahasa yang rumit dan memiliki aturan tertentu seperti manusia dalam berkomunikasi.

Padahal, jika dilihat dari organ vocal yang dimiliki hewan tidaklah berbeda dengan manusia.

Oleh karena itu ada beberapa hewan yang bisa dilatih menirukan bahasa-bahasa tertentu

karena organ vokalnya memungkinkan untuk meniru ujaran manusia.

Jika dilihat dari ilmu psikolinguistik (perkawinan antara ilmu psikologi dan linguistic)

kita dapat mempelajari hubungan bahasa dengan pikiran. Ilmu psikolunguistik menelisik

lebih dalam bagaimana otak bekerja ketika memproses bahasa (mendengar, menulis,

berbicara). Baik manusia maupun hewan memiliki otak di dalam kepalannya. Manusia bisa

berbahasa karena memiliki otak yang berbeda dengan mahluk lain. Dalam hal ini, anatomi

otak manusia dan hewan kurang lebih sama, namu n manusia memiliki celebrum Cortex yang

lebih besar ukurannya daripada hewan. Hal inilah yang membuat manusia bisa melakukan

hal-hal yang lebih rumit seperti mempelajari bahasa, sementara kemampuan hewan hanya

sebatas menirukan ujaran manusia. Dengan demikian disimpulkan bahwa belum ada hewan

yang memang mampuh berkomunikasi dengan bahasa seperti layaknya manusia.

38
1. Ciri/Sifat dan Hakikat Bahasa

a. Sebuah sistem; Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut

pola tertentu dan membentuk satu kesatuan. Sebagai sebuah sistem, bahasa itu

bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu

pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem

tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (tataran linguistik) >

fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon.

b. Berwujud lambang; Bahasa merupakan perwujudan lambang bunyi. Penulisan huruf

merupakan lambang dari bahasa. Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji

dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang

ada dalam kehidupan manusia.

c. Berupa bunyi; Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia, tetapi

tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

d. Arbitrer; Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap,

mana suka’.

e. Arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang

berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang

tersebut.

f. Bermakna; Bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau

suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Bahasa mempunyai

makna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan

bahasa. Contoh [kuda], [makan], [adil]: bermakna = bahasa. [ahgysa], [ybewl] : tidak

bermakna = bukan bahasa

39
g. Konvensional; Semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa

lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya,

binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda],

maka anggota masyarakat bahasa Indonesia mematuhinya.

h. Unik; Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa

lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata,

sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya

i. Universal; Ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di

dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu

mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

j. Produktif ; Meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang

jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan satuan bahasa yang tidak terbatas, meski

secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, fonem,

/a/, /i/, /k/, dan /t/. Empat fonem tersebut dapat dihasilkan satuan-satuan bahasa: /i/-

/k/-/a/-/t/ , /k/-/i/-/t/-/a/, /k/-/i/-/a/-/t/, /k/-/a/-/i/-/t/.

k. Bervariasi; Setiap anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai

status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama sehingga bahasa yang

digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu 1) idiolek >

ragam bahasa yang bersifat perorangan; 2) dialek > variasi bahasa sekelompok

anggota masyarakat pada suatu tempat/ suatu waktu; 3) ragam > variasi bahasa yang

digunakan dalam situasi tertentu (ragam baku& ragam tidak baku).

l. Dinamis; Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai

makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa

dengan manusia yang dalam kehidupan& kegiatannya di masyarakat selalu berubah,

maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis, seperti

40
pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan

lainnya.

m. Manusiawi; Alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis.

Oleh sebab itu, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia

dan hanya dapat digunakan oleh manusia.

B. Hakikat Belajar Bahasa

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu

perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar,

dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar

memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan

individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi

suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim

yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.

Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus

dan respon tertentu. Stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar. Oleh karena

itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng. Suatu respon

akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan

berbagai stimulus.

Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk

mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah

hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa

belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan

mudah, karena belajar bersifat kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah

belajar, orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas

tersebut berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang

41
dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas

baru. Juga dikemukakan bahwa belajar merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh

pertumbuhan, perkembangan tingkah laku merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar.

Berdasarkan pandangan ini Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa

belajar adalah perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama

satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan. Perubahan itu

berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan jalan membandingkan

tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang diperoleh setelah belajar. Perubahan

tingkah laku dapat berbentuk perubahan kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat

atau nilai. Perubahan itu harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan

dengan perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau

perkembangan otot dan lain-lain.

Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:

1. Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik memperhatikan

stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut

untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini berarti bahwa belajar

adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa

bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima pada

situasi belajar.

2. Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik memperoleh

pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan

pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-

asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.

42
3. Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan

informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka

panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat

dipindahkan ke memori jangka panjang.

4. Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat

kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang

dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan

memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan

yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan-

pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga lebih mudah dipanggil.

Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu : (1) Fase motivasi

sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar., (2) Fase

generalisasi adalah fase transer informasi pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan

daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut, (3)

Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang

nampak setelah mempelajari sesuatu dan (4) Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan

balik dari apa yang telah ditampilkan (reinforcement).

C. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Bahasa

Belajar bahasa dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yakni factor internal dan factor

eksternal.

Factor eksteral adalah kondisi yang terjadi diluar diri manusia. Kondisi ini seperti

lingkungan sekolah, guru, teman sekolah, keluarga orang tua, dan masyarakat. Ada tiga

perisip utama dalam belajar bahasa anak yang harus diperhatikan agar tercapainya

keberhasilan belajar, pertama, memberikan situasi atau materi yang sesuai dengan respons

yang diharapkan, kedua, dilakukan pengulanagan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama

43
diingat; harus ada penguatan respons yang tepat untuk mempertahankan dan bahkan

meningkatkan kekuatan respos itu.

Untuk factor internal, meliputi factor dalam diri seseorang yakni motivasi positif, dan

percaya diri dalam belajar, menyediakan materi yang memadai untuk memancing aktivitas

yang positif dan merencanakan staretgi yang akan dilaksanakan agar dapat merangsang

kejiwaan dan keinginan untuk belajar.

Latihan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!

9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bahasa?

10. Factor apa saja yang mempengaruhi proses belajar bahasa?

11. Mengapa pengalaman belajar berbahasa murid perlu diketahui oleh guru?

Petunjuk Jawaban Latihan

1. Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambing bunyi yang

dihasilkan oleh alat ucap manusia.

2. Factor eksternal dan factor internal

3. Kelemahan dan kekuatan murid dalam hal berbahasa dapat menjadi tolak ukur

langkah-langkah belajar selanjunya.

44
KEGIATAN BELAJAR 3
KONSEP KATA UMUM DAN KATA KHUSUS, SINONIM
ANTONIM, KATA ABSTRAK DAN KONGKRET, DAN KATA
MAJAS DALAM BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 3 diharapkan anda dapat menjelaskan konsep kata
umum dan Kata Khusus, Sinonim, antonim, kata kongret dan
kata abstrak, dan kata majas dalam bahasa indonesia

A. Pengertian Kata Umum dan kata Khusus


➢ Kata Umum adalah kata-kata yang memiliki makna dan cakupan pemakain yang lebih
luas. Kata-kata yang termasuk dalam kata umum disebut hipernim.
➢ Kata Khusus adalah kata-kata yang ruang lingkup dan cakupan maknanya lebih
sempit atau disebut juga dengan hiponim.

KATA UMUM KATA KHUSUS

Indah Cantik
Ayah sangat suka Menawan
Ibu pergi ke pasar setiap pagi menggunakan Menakjubkan
kendaraan umum
Wina memang hobi mendengarkan musik sambil
bernyanyi-nyanyi dengan ria di kamarnya Setuju
Ibu sedang melihat sahabatnya Bu Leni yang dirawat Sepakat
di rumah sakit
Ungas Bersarang
buah-buahan Tinggal
Sinta membawa barang-barang kesukaannya ketika Menyayangi
piknik
Memakan Menghuni
Memanggil Mengasihi
Mencintai Kelinci
Melihat Anjing
Membawa Kucing
Mendatangi Marmut
Hewan Peliharaan Mengangkat
Mencintai Ikan
Menetap Hamster
Sependapat Menjinjing

45
mengoleksi sepatu di kamarnya sejak dulu Memandang
Aisyah membawa barang-barang kesayangannya Menonton
saat camping
Ia berkata ingin meneruskan kuliahnya di bidang Menyaksikan
kesehatan
Vina memang membuat karya sastra Memperhatikan
Dia menjual beberapa jenis fashion di toko online Mengamati
Dede meminta ayah membelikannya boneka Memelototi
Ibu menanam beberapa bunga di taman bersama adik Memandang
Dia memang anak yang senang menghabiskan Melirik
waktunya dengan olahraga
Menawan Menyaksikan
Mendengar Menyaksikan
Memuja Menengok
Menegur Berkunjung
Mencintai Singgah
Menyayangi Mampir
Merelakan Memanggul
Membius Membopong
Menemani Menggendong
Merasa Merawat
Menelan Menyeret
Mendua Mengangkut
Mendusta Memerhatikan
Mencuri Memangsa
Memburu Mengunyah
Mencuci Melahap
Memuji Menelan
Menghancurkan Menegur
Menonton Menyapa
Contoh Kata Umum

B. Pengertian Kata Baku Dan Non Baku


➢ Kata Baku adalah kata yang sesuai dengan kaedah bahasa
➢ Kata Non Baku adalah kata yang tidak sesuai dengan kaedah bahasa

Contoh Kata Baku dan Non Baku :


KATA BAKU KATA NON BAKU

Aktif Aktip
Apotek Apotik
Kuantitas Kwantitas
Kuitansi Kwitansi
Kualitas Kwalitas
Konsepsional Konsepsionil
Koordinasi Koordinir
Konkret Konkrit
Konduite Kondite

46
Karier Karir
Konferesi Konperensi
Kompleks Komplek
Khotbah Khutbah
Lubang Lobang
Kaidah Kaedah
Jenderal Jendral
Jadwal Jadual
Jenazah Jenasah
Istri Isteri
Izin Ijin
Isap Hisap
Impor Import
Insaf Insyaf
Ilmuwan Ilmiawan
Ikhlas Ihlas
Imbau Himbau
Ijazah Ijasah
Hipotesis Hipotesa
Esai Esei
Hakikat Hakekat
Hierarki Hirarki
Hafal Hapal
Foto Photo
Frekuensi Frekwensi
Fisik Phisik
Fiologi Phiologi
Film Filem
Februari Pebruari
Ekspor Eksport
Embus Hembus
Ekstrem Ekstrim
Ekuivalen Ekwivalen
diferensial- Differensial
Detail Detil
Diagnosis Diagnosa

C. Pengertian Kata sinonim Dan Kata Antonim


➢ Kata Sinonim adalah kata-kata yang memiliki bentuk yang berbeda, seperti tulisan
maupun pelafalan, tetapi kata-kata tersebut memiliki makna yang mirip atau sama.
➢ Kata Antonim adalah kata-kata yang maknanya saling berlawanan satu sama lain.
Antonim sering sekali disebut dengan lawan kata.

Contoh Kata Sinonim dan Antonim


KATA SINONIM KATA ANTONIM

Pulang Pergi
Mati Meninggal

47
Belum Benar
Laris Laku
Asa Harapan
Flora Tanaman
Fauna Hewan
Giat Ulet
Kostum Pakaian
Keliru Galat
Sedih Murung
Bahagia Senang
Hadiah Anugerah
Cantik Elok
Tampan Ganteng
Jelek Buruk
Bisa Dapat
Awam Umum
Datang Tiba
Marah Murka
Kelompok Grup
Surya Matahari
Nirwana Surga
Ibu Bunda
Sekarang Kini
Harus Wajib
Khas Spesial
Saya Aku
Kamu Engkau
Lautan Samudera
Enak Lezat
Senang Suka
Nasihat Petuah
Bohong Dusta
Pintar Pandai
Untung Laba
Naas Sial
Agama Kepercayaan
Rumah Tempat Tinggal
Tuhan Dewa
Angka Nomor
Huruf Alfabet
Imla Dikte
Kecil Mini
Akbar Besar

D. Pengertian Kata Idiom


➢ Kata Idiom adalah ungkapan atau ekspresi tetap yang memiliki makna kiasan, atau
kadang-kadang literal

48
Contoh Kata Idiom :
KATA IDIOM

Banting tulang : kerja keras


Tinggi hati : sombong
Panjang tangan : suka mencuri
Bunga desa : gadis desa
Bunga tidur : mimpi
Jago merah : api kebakaran
Kepala dingin : tenang
Kutu buku : orang yg suka baca buku
Buah tangan : oleh-oleh
Meja hijau : pengadilan
Angkat tangan : menyerah
Buah bibir : topik pembicaraan
Naik pitam : marah
Angkat kaki : pergi
Gulung tikar : bangkrut
Kabar angin : Gosip belaka
Berdarah biru : Bangsawan/keturunan raja
Buah baju : Kancing
Banting tulang : Bekerja mati-matian/ kerja keras
Bintang lapangan : Pemain yang terbaik
Uang panas : Uang yang diambil secara korupsi
Kepala dingin : Tenang
Masih hijau : Pengalamannya masih sedikit
Kambing hitam : Orang yang menjadi sasaran
disalahkan
Sebatang kara : Hidup hanya sendirian
Berbadan dua : Sedang hamil
Naik Daun : Mendapat nasib yang baik, mulai
terkenal
Diam seribu bahasa : Tidak mengatakan apapun
Muka tebal : Tak tahu malu
Panjang tangan : Pencuri
Buah bibir : Menjadi Bahan pembicaraan banyak
orang
Bermuka masam : Cemberut
Besar mulut : Bohong
Keras Kepala : Teguh dengan pendiriannya, tak
mau diperingati
Lurus hati : Jujur/tidak bohong
Makan waktu : Menghabiskan waktu
Makan sumpah : Celaka, melanggar sumpah
Makan tulang : Selalu menyuruh-nyuruh
Tangan besi : Berlaku keras
Main mata : Melirik orang lain
Mata mata : Kaki tangan bertugas mengawasi

49
Uang suap : Uang sogokan
Uang buta : Menerima gaji padahal bekerja
sedikit
Tutup usia : Meninggal dunia / mati
Tangan kanan : Orang yang dipercaya

E. Pengertian Kata Abstrak Dan konkret


➢ Kata Abstrak adalah kata yang acuannya tidak mudah dicerap pancaindera.
➢ Kata Konkret adalah kata yang acuannya semakin mudah dicerap pancaindera

Contoh Kata Abstrak dan Kata konkret


KATA ABSTRAK KATA KONKRET

Kaya Sandang
Kemakmuran Rumah
Demokrasi Sawah
Kerajinan Mobil
Kesenian Uang
Miskin Berunding
Membaca
Bekerja
Belajar
Rumah
Pangan

F. Pengertian Kata Konotasi dan Genotasi


➢ Kata Konotasi adalah kalimat yang memiliki makna ekplisit atau makna yang
bukan sebenarnya ada di kalimat.
➢ Kata Genotasi adalah kalimat yang merujuk kepada makna yang sebenarnya
Contoh Kata konotasi
KONOTASI

anak emas: anak yang paling disayang


besar kepala:sombong
gigit jari: kecewa
daun talas : tidak tepat pendirian
hati dingin: sabar
ringan tangan: rajin/suka menolong
tikus kantor: koruptor
berat hati: tidak ikhlas
kutu buku: rajin
Kursi pesakitan : kursi pengadilan
musuh di dalam selimut : orang dekat yang berkhianat
tinggi hati: sombong
kursi empuk: jabatan yang bagus
sebatang kara: sendirian / tanpa keluarga
si jago merah : Api
gulung tikar: bangkrut

50
bersilat lidah: pandai berbicara/pandai mencari alasan
sapi perah: dimanfaatkan saja
darah biru: bangsawan/terhormat
buah bibir: pembicaraan orang banyak
Angkat kaki: pindah/keluar
kabar angin: isu/tidak pasti kebenarannya
kelas kakap: hebat/berkuasa
akal bulus: licik/ penipu
orang dalam: kerabat atau kenalan yang berwenang

Contoh Kata Denotasi

DENOTASI

Adik kecilku sangat suka menggigit jari


Tangan Reno terkena api,ketika bermain api
Ibu Andi kepasar beli daging sapi
Zakiyan memiliki seekor sapi perah
Adik duduk di kursi empuk yang terbuat dari busa
Tangan adikku terbakar ketika bermain api
Neny sedang menggulung tikar
Arman sedang duduk di kursi goyang
abarnya harga BBM akan naik bulan ini
Diana menanam bunga dihalaman depan rumahnya

H. Pengertiian Homonim,Homofon dan Hpmograf


➢ Homonim adalah jenis – jenis kata yang memiliki pelafalan dan tulisan yang sama
tetapi memiliki makna yang berbeda
➢ Homofon adalah kata – kata yang memiliki bunyi yang sama tetapi bentuk tulisan dan
maknanya berbeda
➢ Homograf adalah kata – kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi pelafalan dan
maknanya berbeda. Homograf merupakan kebalikan dari homofon

Contoh Kata Homonim

Iklan
Diizinkan
Semut
Makan
Bola
Pita
Menanggung
Menjadi
Ditagih
Meniup
Papan

51
Anak laki-lak
Rem
Oleh
Pantai
Berani
Roti
Brouse
Modal
Tanda sisipan
Sel
Sen
Sensus
Sereal
Mengunyah
Hari-hari
Sayang
Embun
Mati
Cakram
Bijaksana
Dibahas
Kelinci betina
Adonan
Mendapatkan
Betina
Mata
Tarif
Prestasi
Menemukan
Pohon cemara
Kutu
Terbang
Bunga
Untuk
Seterusnya
Busuk
Contoh Kata Membebaskan
Homofon : Gneiss
Gnu
Ditanduknya
HOMOFON

52
Bank = Bang
selip = slip
mint = min
sah = syah
beli = bli
tujuh = tuju
syarat = sarat
sanksi = sangsi
massa = masa
Rok = Rock
seksi (bagian) dan seksi (sexy)
sangsi (ragu) dan sanksi (denda
coklat (buah) dan coklat (warna)
apel (buah) dan apel (upacara)
kecap (saus kecap) dan kecap (mengecap)
bisa (racun) dan bisa (mampu
syarat (ketentuan) dan sarat (penuh)
tahu (mengerti) dan tahu (makanan)
teras (pejabat teras) dan teras (serambi)
catur (empat) dan catur (permainan catur)
kali (sungai) dan kali (perkalian)
buku (kitab) dan buku (ruas)

Contoh Kata Homograf


HOMOGRAF

Keset = Keset
Mental = Mental
Seri = Seri
Semi = Semi
Per = Per
Seni = Seni
Teras = Teras
Apel = Apel
Serang = Serang
Tahu = Tahu
Memerah = Memerah

I. Pengertian kata Majas


Majas terdiri dari :

1). Majas Perbandingan;


2). Majas Pertentangan;
3). Majas Sindiran;
4). Majas Penegasan.

53
1. Majas Perbandingan

Pengertian Majas Perbandingan adalah kata-kata berkias yang menyatakan


perbandingan untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca.
Jika diperhatikan dari cara pengambilan perbandingannya, Majas Perbandingan terbagi atas:

1) Asosiasi atau Perumpamaan


Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya
berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. Majas ini ditandai oleh penggunaan kata bagai,
bagaikan, seumpama, seperti, dan laksana.

Contoh:
a) Semangatnya keras bagaikan baja.
b) Mukanya pucat bagai mayat.
c) Wajahnya kuning bersinar bagai bulan purnama

2) Metafora
Metafora adalah majas yang mengungkapkan ungkapan secara langsung berupa perbandingan
analogis.

Me·ta·fo·ra /métafora/ : Pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan
atau perbandingan, misalnya tulang punggung dalam kalimat pemuda
adalah tulang punggung negara

Contoh:
a) Engkau belahan jantung hatiku sayangku. (sangat penting)
b) Raja siang keluar dari ufuk timur
c) Jonathan adalah bintang kelas dunia.
d) Harta karunku (sangat berharga)
e) Dia dianggap anak emas majikannya.
f) Perpustakaan adalah gudang ilmu.

3) Personifikasi
Personifikasi adalah majas yang membandingkan benda-benda tak bernyawa seolah-
olah mempunyai sifat seperti manusia.

Contoh:
a) Badai mengamuk dan merobohkan rumah penduduk.
b) Ombak berkejar-kejaran ke tepi pantai.
c) Peluit wasit menjerit panjang menandai akhir dari pertandingan tersebut.

4) Alegori
Alegori adalah Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.

Alegori: majas perbandingan yang bertautan satu dan yang lainnya dalam kesatuan yang
utuh.

54
Contoh: Suami sebagai nahkoda, Istri sebagai juru mudi
Alegori biasanya berbentuk cerita yang penuh dengan simbol-simbol bermuatan moral.

Contoh:
Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang
kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang
pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.

5) Simbolik
Simbolik adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
mempergunakan benda, binatang, atau tumbuhan sebagai simbol atau lambang.

Contoh:
a) Ia terkenal sebagai buaya darat.
b) Rumah itu hangus dilalap si jago merah.
c) Bunglon, lambang orang yang tak berpendirian
d) Melati, lambang kesucian
e) Teratai, lambang pengabdian

6) Metonimia
Metonimia adalah majas yang menggunakan ciri atau lebel dari sebuah benda untuk
menggantikan benda tersebut.Pengungkapan tersebut berupa penggunaan nama untuk benda
lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.

Contoh:
a) Di kantongnya selalu terselib gudang garam. (maksudnya rokok gudang garam)
b) Setiap pagi Ayah selalu menghirup kapal api. (maksudnya kopi kapal api)
c) Ayah pulang dari luar negeri naik garuda (maksudnya pesawat)

7) Sinekdok
Sinekdok adalah majas yang menyebutkan bagian untuk menggantikan benda secara
keseluruhan atau sebaliknya. Majas sinekdokhe terdiri atas dua bentuk berikut.

Contoh:
(a) Hingga detik ini ia belum kelihatan batang hidungnya.
(b) Per kepala mendapat Rp. 300.000.
(b) Totem pro parte, yaitu menyebutkan keseluruhan untuk sebagian.

Contoh:
(a) Dalam pertandingan final bulu tangkis Rt.03 melawan Rt. 07.
(b) Indonesia akan memilih idolanya malam nanti.

8. Simile
Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan
penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai".

55
Contoh:
Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta
berkorban apa saja.()

2. Majas Pertentangan

Majas Pertentangan adalah “Kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan


yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk
memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar”.
Jenis-jenis Majas Pertentangan dibedakan menjadi berikut.
1) Antitesis
Antitesis adalah majas yang mempergunakan pasangan kata yang berlawanan artinya.

Contoh:
a) Tua muda, besar kecil, ikut meramaikan festival itu.
b) Miskin kaya, cantik buruk sama saja di mata Tuhan.

2) Paradoks
Paradoks adalah majas yang mengandung pertentangan antara pernyataan dan fakta
yang ada.
Contoh;

a) Aku merasa sendirian di tengah kota Jakarta yang ramai ini.


b) Hatiku merintih di tengah hingar bingar pesta yang sedang berlangsung ini.

3) Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang berupa pernyataan berlebihan dari kenyataannya
dengan maksud memberikan kesan mendalam atau meminta perhatian.

Contoh:
a) Suaranya menggelegar membelah angkasa.
b) Tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang.

4) Litotes
Litotes adalah majas yang menyatakan sesuatu dengan cara yang berlawanan dari
kenyataannya dengan mengecilkan atau menguranginya. Tujuannya untuk merendahkan diri.

Contoh:
a) Makanlah seadanya hanya dengan nasi dan air putih saja.
b) Mengapa kamu bertanya pada orang yang bodoh seperti saya
ini?

3. Majas Sindiran

Majas Perbandingan ialah kata-kata berkias yang menyatakan sindiran untuk


meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca”. Majas sindirian
dibagi menjadi:

56
1) Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan hal yang bertentangan denganmaksud menyindir.

Contoh:
a) Ini baru siswa teladan, setiap hari pulang malam.
b) Bagus sekali tulisanmu sampai tidak dapat dibaca.

2) Sinisme
Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung.

Contoh :
a) Perkataanmu tadi sangat menyebalkan, tidak pantas diucapkan oleh orang terpelajar
sepertimu.
b) Lama-lama aku bisa jadi gila melihat tingkah lakumu itu.

3) Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang paling kasar. Majas ini biasanya diucapkan oleh
orang yang sedang marah.

Contoh:
a) Mau muntah aku melihat wajahmu, pergi kamu!
b) Dasar kerbau dungu, kerja begini saja tidak becus!

4. Majas Penegasan

Majas Perbandingan ialah kata-kata berkias yang menyatakan penegasan untuk


meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca”. Majas penegasan
terdiri atas tujuh bentuk berikut.

1) Pleonasme
Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan
maksud menegaskan arti suatu kata.

Contoh:
a) Semua siswa yang di atas agar segera turun ke bawah.
b) Mereka mendongak ke atas menyaksikan pertunjukan pesawat tempur.

2) Repetisi
Repetisi adalah majas perulangan kata-kata sebagai penegasan.

Contoh:
a) Dialah yang kutunggu, dialah yang kunanti, dialah yang kuharap.
b) Marilah kita sambut pahlawan kita, marilah kita sambut idola kita, marilah kita sambut
putra bangsa.

3) Paralelisme

57
Paralelisme adalah majas perulangan yang biasanya ada di dalam puisi.

Contoh:
Cinta adalah pengertian
Cinta adalah kesetiaan
Cinta adalah rela berkorban

4) Tautologi
Tautologi adalah majas penegasan dengan mengulang beberapa kali sebuah kata
dalam sebuah kalimat dengan maksud menegaskan. Kadang pengulangan itu menggunakan
kata bersinonim.

Contoh:
a) Bukan, bukan, bukan itu maksudku. Aku hanya ingin bertukar pikiran saja.
b) Seharusnya sebagai sahabat kita hidup rukun, akur, dan bersaudara.

5) Klimaks
Klimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturutturut dan makin lama
makin meningkat.

Contoh:
a) Semua orang dari anak-anak, remaja, hingga orang tua ikut antri minyak.
b) Ketua Rt, Rw, kepala desa, gubernur, bahkan presiden sekalipun tak berhak mencampuri
urusan pribadi seseorang.

6) Antiklimaks
Antiklimaks adalah majas yang menyatakan beberapa hal berturutturut yang makin
lama menurun.

contoh :
a) Kepala sekolah, guru, dan siswa juga hadir dalam acara syukuran itu.
b) Di kota dan desa hingga pelosok kampung semua orang merayakan HUT RI ke -62.

7) Retorik
Retorik adalah majas yang berupa kalimat tanya namun tak memerlukan jawaban.
Tujuannya memberikan penegasan, sindiran, atau menggugah.

Contoh:
a) Kata siapa cita-cita bisa didapat cukup dengan sekolah formal saja?
b) Apakah ini orang yang selama ini kamu bangga-banggakan ?
D.

58
KEGIATAN BELAJAR 4
PEMBENTUKAN FRASE DAN KALIMAT EFEKTIF
DALAM BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 4 diharapkan anda dapat menjelaskan frase dan
kalimat efektif dalam bahasa indonesia.

A. PENGERTIAN FRASA

Kridalaksana (1984), frasa ialah “dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prediktif,
gabungan itu dapat rapat, dan juga renggang”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(1990), frasa adalah “dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif ”. Satuan gramatikal
sedang membuat danpatung presiden Habibie dalam kalimat “Ayah Adi sedang membuat
patung presiden Habibie” merupakan frasa karena anggota pembentukan satuan bahasa tidak
menjabat sebagai subjek maupun predikat. Istilah lain yang sering yang sering di gunakan
dalam linguistic Indonesia adalah kelompok kata.
Frasa adalah satuan gramatik yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonprediktif(lazim) yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi
atau jabatan . Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai
Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.

Contoh:

1. Gedung sekolah itu


2. Yang akan pergi
3. Sedang membaca
4. Sakitnya bukan main
5. Besok lusa
6. Di depan.

Jika contoh itu diletakkan dalam struktur kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
Contoh :

59
• Gedung sekolah itu(S) luas(P).
• Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).
• Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
• Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
• Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
• Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).

Jadi, walau terdiri atas dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh lainnya :
Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan.

Kalimat itu terdiri dari satu klausa, yaitu dua orang mahasiswa sedang.Selanjutnya, klausa
terdiri dari empat unsur yang lebih rendah tatarannya, yaitu dua orang mahasiswa, sedang
membaca, bukubaru, dan di perpustakaan.

Unsur-unsur itu ada yang terdiri dari dua kata, yakni sedang membaca, buku baru, di
perpustakaan, dan ada yang terdiri dari tiga kata, yaitu dua orang mahasiswa.Di samping itu,
masing-masing unsur itu menduduki satu fungsi.Dua orang mahasiswa menduduki fungsi S,
sedang membaca menduduki fungsi P, buku baru menempati fungsi O, dan di perpustakaan
menempati fungsi KET.Demikianlah, unsur klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
tidak melampaui batas fungsi itu merupakan satuan gramatik yang disebut frase.Jadi, frase
ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi
unsur klausa.

Subjek adalah bagian dari kalimat yang merupakan pokok pembicaraan.Predikat adalah
bagian dari kalimat yang memberikan penjelasan mengenai apayang terjadi terhadap pokok
pembicaraan itu.Objek adalah bagian kalimat yang menjelaskan kejadian yang menyangkut
pokok pembicaraan. Keterangan adalah bagian dari kalimat yang menjelaskan mengenai
dalam keadaan apa pristiwa yang dialami pokok pembicaraan yang berlangsung.

60
B. KONSEP FRASA

Frasa tidak di batasi oleh jumlah kata atau panjang-pendeknya satuan. Frasa bias terdiri
dari dua kata, tiga kata, empat kata, lima kata, dan seterusnya. Jadi, ukurannya bukanlah
ukuran kuantitatif kata, melainkan ukuran radional subjek dan predikat.Berapapun panjang
satian ataupun jumlah kata dalam satuan itu, jika di pecahkan tidak menghasilkan subjek
maupun predikat, maka satuan itu merupakan frasa.
Contoh :

1. Beberapa mahasiswa.
2. Beberapa mahasiswa baru.
3. Beberapa maha siswa baru Unversitas Riau.
4. Di kamar.
5. Di sebuah kamar.
6. Di sebuah kamar gelap.
Dan seterusnya.

C. JENIS-JENIS FRASA
Frasa terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis atau kelas kata, yaitu :

a. Frasa berdasar fungsi gramatikal, yaitu :


1. Frasa Nomina.
Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata
benda. Frasa nominal dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis yaitu :

• Frasa Nomina Modifikatif (mewatasi), misal : rumah mungil, hari senin, buku dua
buah, bulan pertama, dll.
• Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan), misal : hak dan
kewajiban, sandang pangan, sayur mayur, lahir bathin, dll
• Frasa Nomina Apositif
Contoh frasa nominal apositif :
a) Jakarta, Ibukota Negara Indonesia, sudah berumur 485 tahun.
b) Melati, jenis tanaman perdu, sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak lama.

61
c) Banjarmasin,Kota Seribu Sungai, memiliki banyak sajian kuliner yang
enak.njadi tempat.

2. Frasa Verbal.
Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Kelompok kata ini
terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
• Frasa Verbal Modifikatif (pewatas), terdiri dari :

Pewatas belakang, misal : a). Ia bekerja keras sepanjang hari.


b). Kami membaca buku itu sekali lagi.

Pewatas depan, misal : a). Kamiyakin mendapatkan pekerjaan itu.

b). Mereka pasti membuat karya yang lebih baik lagi pada tahun mendatang.
• Frasa Verbal Koordinatif adalah 2 verba yang digabungkan menjadi satu dengan
adanya penambahan kata hubung 'dan' atau 'atau', Contoh kalimat :
a) Orang itu merusak dan menghancurkan tempat tinggalnya sendiri.
b) Kita pergi ke toko buku atau ke perpustakaan.

• Frasa Verbal Apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
Contoh kalimat :
a) Pekerjaan Orang itu, berdagang kain, kini semakin maju.
b) Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.

3. Frasa Ajektifa
Frasa ajektifa ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan
sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan,
seperti : agak, dapat,harus, lebih, paling dan 'sangat. Kelompok kata ini terdiri dari 3 jenis,
yaitu :

• Frasa Adjektifa Modifikatif (membatasi), misal : cantik sekali, indah nian, hebat
benar, dll.
• Frasa Adjektifa Koordinatif (menggabungkan), misal : tegap kekar, aman
tentram, makmur dan sejahtera, dll

62
• Frasa Adjektifa Apositif, misal :
a) Srikandi cantik, ayu menawan, diperistri oleh Arjuna.
b) Desa Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan
batubara.
Frasa Apositif bersifat memberikan keterangan tambahan.Frasa Srikandi
cantik dan Desa Jorong merupakan unsur utama kalimat, sedangkan frasa ayu
menawan, dan tempat tinggalku dulu, merupakan keterangan tambahan.

4. Frasa Adverbial
Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini
bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan inti dan
kata sangatmerupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini contohnya ialah agak
besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan
bangga, dengan gelisah.Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan),
contoh frasanya ialah lebih kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak
menerangkan lebih.

5. Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3
jenis yaitu :

• Modifikatif, misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka
berdua.
• Koordinatif, misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
• Apositif, misal : Kami, putra-putri Indonesia, menyatakan perang melawan narkotika.

6. Frasa Numeralia
Frasa Numeralia ialah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini
terdiri atas :
a) Modifikatif, contoh :a) Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
b) Kami membeli setengah lusin buku tulis.
b) Koordinatif, contoh : a). Entah dua atau tiga sapi yang telah dikurban.

63
Dua atau tiga orang telah menyetujui kesepakatan itu.

• Frasa Interogativ Koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya. contoh :
a) Jawaban dari apa atau siapa ciri dari subjek kalimat.
b) Jawaban dari mengapa atau bagaimanamerupakan pertanda darijawaban predikat.

• Frasa Demonstrativ Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak
saling menerangkan. contoh :
a) Saya tinggal di sana atau di sini sama saja.
b) Kami pergi kemari atau kesana tidak ada masalah.

• Frasa Preposisional Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang
tidak saling menerangkan. contoh :
a) Petualangan kami dari dan ke Jawa memerlukan waktu satu bulan.
b) Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat umum.

b. Frasa berdasarkan fungsi unsur pembentuknya. Yaitu :

1. Frasa Endosentris
Frasa endrosentris yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi untuk diterangkan dan
menerangkan (DM) atau menerangkan dan diterangkan (MD).
contoh frasa : kuda hitam (DM), dua orang(MD).
Ada beberapa jenis frasa endosentris, yaitu :

• Frasa atributif yaitu frasa yang pola pembentuknya menggunakan pola DM atau
MD. contoh : Ibu kandung (DM), tiga ekor (MD).
• Frasa apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola menerangkan) dapat
menggantikan kedudukan unsur intinya (pola diterangkan). contoh : Farah si penari
ular sangat cantik., kata Farah posisinya sebagai diterangkan (D), sedangkan si penari
ular sebagai menerangkan (M).
• Frasa koordinatif yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya menduduki fungsi inti
(setara). contoh : ayah ibu, warta berita, dll.

2. Frasa Eksosentris

64
yaitu frasa yang salah satu unsur pembentuknya menggunakan kata tugas.
contoh : dari Bandung, kepada teman, di kelurahan.

c. Frasa Berdasarkan satuan makna yang dikandung unsur-unsur pembentuknya. Yaitu:

1. Frasa biasa

frasa yang hasil pembentukannya memiliki makna yang sebenarnya (denotasi). contoh
kalimat : a) Ayah membeli kambing hitam; b) Meja hijau itu milik ayah.

2. Frasa idiomatic

frasa yang hasil pembentukannya menimbulkan/memiliki makna baru atau makna


yang bukan sebenarnya (konotasi). contoh kalimat : Orang tua Lintang baru kembali
dari Jakarta.

D. CIRI-CIRI FRASA.
Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :

1. Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.


2. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.
3. Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.
4. Bersifat Non-predikatif.
5. Konstistuen frasa adalh kata (bukan morfen).
6. Hanya menduduki atau mengisi satu fungsi.
7. Merupakan konstituen klausa.
8. Bagian-bagian frasa tidak boleh ditukar atau dibalik susunannya.
9. Frasa dapat diperluas dengan tambahan kata depan, tengah, atau di belakang.
10. Terdiri atas dua konstituen pembentukan atau lebih yang memiliki kedekatan
hubungan.

E. PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil,dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki
sekurang-kurangnya subjek dan predikat.Bagi seorang pendengar atau pembaca, kalimat

65
adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau pikiran.Sedangkan bagi penutur atau
penulis, kalimat adalah satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan
kata.Efektifmengandung pengertian tepat guna,artinya sesuatu akan berguna jika dipakai
pada sasaran yang tepat. Pengertian efektif dalam kalimat adalah ketetapan penggunaan
kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu pula.Kalimat efektif
adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga
dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menjelaskan maksud dari seseorang agar mudah
dipahami oleh orang lain. Kalimat efektif memiliki syarat:

1. Secara tepat mewakili gagasan penulis atau pembicaranya.


2. Menimbulkan gambaran yang sama antara penulis dengan pembaca atau pembicara
dengan pendengar.

Ciri-ciri kalimat efektif

1. Memiliki kesatuan gagasan atau ide pokok.


2. Menggunakan kata atau frase imbuhan yang memiliki kesamaan.
3. Tidak menggunakan kata-kata yang tidak perlu.
4. Memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting.

F. UNSUR-UNSUR KALIMAT EFEKTIF

Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek (S),
predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia
baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat.

1. SUBJEK (S)

Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal,
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan.Subjek biasanya diisi oleh jenis
kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.

2. PREDIKAT (P)

66
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam
keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain
memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan sifat, situasi,
status, ciri, atau jati diri S. Dalam sebuah kalimat P juga menyataan tentang jumlah sesuatu
yang dimiliki oleh S. Predikat dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas
verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal.

3. OBJEK (O)

Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa.Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu
verba yang menuntut wajib hadirnya O.

4. PELENGKAP (PEL)

Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak Pelengkap
umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis
kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nomina, frasa nominal, atau
klausa. Letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam kalimatnya terdapat
O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-
Pel. Brikut ini adalah contoh kalimat yang membedakan Pel dan O:

1. Ketua MPR membacakan Pancasila.

S P O

2. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.

S P Pel

5.KETERANGAN

Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian
kalimat yang lainnya.Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel.Posisinya
bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.Pengisi Ket adalah frasa
nominal, frasa preporsisional, adverbia, atau klausa.

67
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli membagi
keterangan atas Sembilan macam yaitu seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Berikut
ini adalah jenis keterangan dan pemakaiannya.

No. Jenis keterangan Posisi/penghubung Contoh pemakaian


1. Tempat Di Di kamar, di kota

Ke Ke Surabaya, ke rumahnya

Dari Dari Manado, dari sawah

Pada Pada permukaan


2. Waktu – Sekarang, kemarin

Pada Pada pukul 5 hari ini

Dalam Dalam 2 hari ini

Se- Sepulang kantor

Sebelum Sebelum mandi

Sesudah Sesudah makan

Selama Selama bekerja

sepanjang Sepanjang perjalanan

68
3. Alat dengan Dengan pisau, dengan mobil
4. Tujuan Supaya/agar Supaya/agar kamu faham

Untuk Untuk kemerdekaan

Bagi Bagi masa depan

Demi Demi orang tuamu


5. Cara Secara Secara hati-hati

Dengan cara Dengan cara damai

Dengan jalan Dengan jalan berunding


6. Kesalingan – Satu sama lain
7. Similatif Seperti Seperti angin

Bagaikan Bagaikan seorang dewi

Laksana Laksana bintang di langit


8. Penyebab Karena Karena perempuan itu

Sebab Sebab kegagalannya


9. Penyerta Dengan Dengan adiknya

Bersama Bersama orang tuanya

Beserta Beserta saudaranya

G. CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF

Kalimat yang digunakan dalam karangan ilmiah haruslah kalimat yang efektif.
Artinya kalimat tersebut harus jelas, benar, dan hemat sehingga mudah di pahami oleh orang
lain secara tepat. Menurut Doyin dan Wagiran (2009:05) sebuah kalimat dikatakan efektif
jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memiliki Kehematan

69
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan
kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah
tata bahasa.

2. Penyejajaran
Penyejajaran bertujuan untuk menimbulkan kesan bahwa unsur yang disejajarkan
sebagai hal yang penting.Hal yang disejajarkan merupakan bagian yang penting atau
menonjol.Dalam penyejajaran ada hal yang harus diperhatikan, yaitu konsistensi.

3. Memiliki keutuhan atau kesatuan gagasan


Sebuah kalimat dikatakan memiliki keutuhan atau kesatuan gagasan jika kalimat
tersebut memiliki struktur gramatikal yang utuh.Subjek, predikat, dan objeknya harus
jelas dan saling mendukung dalam membentuk satu kesatuan gagasan.

4. Memiliki kepaduan atau perpautan


Kalimat dikatakan memiliki kepaduan atau perpautan jika kalimat tersebut memiliki
hubungan yang logis di antara unsur-unsur di dalam kalimatnya.Kalimat dikatakan
tidak padu jika keliru dalam menggunakan preposisi atau konjungsi.Kesatuan atau
kepaduan disini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga
informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.

H. STRUKTUR KALIMAT EFEKTIF

Struktur kalimat efektif haruslah benar.Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk,
sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti.Kalimat yang strukturnya
benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan sekaligus kesatuan arti.Sebaliknya kalimat yang
strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan merupakan suatu
pernyataan yang salah.

Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang
terdapat di dalamnya (yang pada umumnya terdiri dari kata) harus menempati posisi yang
jelas dalam hubungan satu sama lain. Kata-kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan-aturan
yang sudah dibiasakan.Tidak boleh menyimpang, aplagi bertentangan. Setiap penyimpangan
70
biasanya akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat pemakai
bahasa itu.

Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat buat papa. Efek yang ditimbulkannya
akan sangat lain, bila dikatakan:

1. Buat Papa menulis surat saya.


2. Surat saya menulis buat Papa.
3. Menuis saya surat buat Papa.
4. Papa saya buat menulis surat.
5. Saya Papa buat menulis surat.
6. Buat Papa surat saya menulis.

Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama, namun terdapat kesalahan.
Kesalahan itu terjadi karena kata-kata tersebut (sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya.
Hubungan kata yang satu dengan yang lain tidak jelas. Kata-kata itu juga tidak diurutkan
berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.

Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan terhadap kebiasaan struktural


pemakaian bahasa pada umumnya.Akibat selanjutnya adalah kekacauan pengertian. Agar hal
ini tidak terjadi, maka si pemakai bahasa selalu berusaha mentaati hokum yag sudah
dibiasakan.

71
KEGIATAN BELAJAR 5
PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA DALAM
BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 5 diharapkan anda dapat menjelaskan paragraph dan
pengembangannya dalam bahasa indonesia.

PARAGRAF DAN PENGEMBANGANNYA


2.1 Pengertian Paragraf

Paragraf disebut juga alinea. Paragraf adalah seperangkat kalimat yang tersusun

secara logis dan sistematis yang mengandung satu kesatuan ide pokok. Disamping itu, secara

teknis paragraf merupakan satuan terkecil dari sebuah kalangan. Bisaanya paragraf itu terdiri

atas beberapa kalimat yang berkaitan baik isi maupun bentuknya. Isi kalimat-kalimat

pembangun paragraf itu membentuk satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang

disampaikan penulis dalam karangannya. Menurut Arifin dan S. Amran Tasai (2006:125)

“Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik”. Kalimat

dalam paragraf memperlihatkan kesatuan pikiran atau mempunyai keterkaitan dalam

membentuk gagasan atau topik tersebut.

Menurut Arifin dan Junaiyah (2009: 82) paragraf dapat terdiri atas satu kalimat yang

berisi gagasan utama dan sejumlah kalimat yang berisi gagasan penjelas yang menjadi

pendukung. Paragraf itulah yang kemudian dapat disusun menjadi teks atau wacana. Dengan

demikian unsur terkecil sebuah teks atau wacana adalah paragraf, bukan kalimat.

Menurut Akhaidah dan kawan-kawan (1999:144) paragraf merupakan inti penuangan

buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat

pengenal, kalimat utama atau kalimat topik, kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup.

Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk suatu

gagasan.

72
Paragraf bukan sekedar kumpulan kalimat. Artinya, tulisan yang terdiri dari

sekumpulan kalimat belum tentu paragraf. Dikategorikan sebagai paragraf jika sekumpulan

kalimat tersebut terdiri dari satu kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Tentu saja

antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam paragraf tersebut haruslah berhubungan

(koheran atau padu). Di samping itu, penjelasan tentang topik itu tidak boleh ada yang

terlewatkan.

Menurut kelompok kami, paragraf adalah bagian dalam suatu karangan yang terdiri

dari beberapa kalimat yang mengungkapkan suatu informasi dengan pikiran utama sebagai

pengendalinya dan pikiran penjelas sebagai pendukungnya. Sebuah paragraf mungkin terdiri

dari atas sebuah kalimat, mungkin terdiri atas dua buah kalimat, mungkin juga lebih dari dua

kalimat. Bahkan, sering kita temukan bahwa suatu paragraf berisi lebih dari lima buah

kalimat. Walaupun paragraf itu mengandung beberapa kalimat, tidak satupun kalimat-kalimat

itu yang membahasa soal lain. Seluruhnya memperbincangkan satu masalah atau sekurang-

kurangnya bertalian erat dengan masalah itu.

2.2 Unsur-Unsur Paragraf

. Alat Bantu untuk menciptakan susunan logis-sistematis itu ialah unsur-unsur

paragraf seperti :

1. Ide pokok yaitu ide pembicaraan atau masalah yang bersifat abstrak. Ide pokok

bisaanya berupa kata, frase atau klausa.

2. Kalimat topik yaitu perwujudan pernyataan ide pokok dalam bentuk yang masih

abstrak.

3. Ide pengembang yaitu rincian atau penjelasan ide pokok dalam bentuk yang kongkret.

Ide pengembang berupa kata, frase, atau klausa.

4. Kalimat pengembang yaitu perwujudan pernyataan ide pengembang dalam bentuk

kongkret.

73
5. Kalimat penegas yaitu kalimat yang berfungsi menegaskan dengan cara mengulang

bentuk kalimat topik pada bagian akhir paragraf.

6. Transisi yaitu mata rantai penghubung paragraf. Transisi berfungsi sebagai penunjang

koherensi atau kepaduan antarkalimat, antarparagraf dalam suatu karangan.

2.3 Struktur Paragraf

Rangka atau struktur sebuah paragraf terdiri atas sebuah kalimat topik dan beberapa

kalimat penjelas. Dengan kata lain, apabila dalam sebuah paragraf terdapat lebih dari sebuah

kalimat topik, paragraf itu tidak termasuk paragraf yang baik. Kalimat-kalimat di dalam

paragraf itu harus saling mendukung, saling menunjang, kait berkait satu dengan yang

lainnya.

Kalimat topik adalah kalimat yang berisi topik yang dibicarakan pengarang. Pengarang

meletakan inti maksud pembicaraannya pada kalimat topik. Karena topik paragraf adalah

pikiran utama dalam sebuah paragraf, kalimat topik merupakan kalimat utama dalam paragraf

itu. Karena setiap paragraf hanya mempunyai sebuah topik, paragraf itu hanya mempunyai

satu kalimat utama. Ciri kalimat topik yaitu : mengandung permasalahan yang potensial

untuk diuraikan lebih lanjut, mengandung kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri,

mempunyai arti yang jelas tanpa dihubungkan dengan kalimat lain, dapat dibentuk tanpa kata

sambung atau transisi.

Kalimat utama bersifat umum. Ukuran keumuman sebuah kalimat terbatas pada

paragraf itu saja. Adakalanya sebuah kalimat yang kita anggap umum akan berubah menjadi

kalimat yang khusus apabila paragraf itu diperluas.

Paragraf terdiri atas kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas atau kalimat

pendukung. Kalimat topik merupakan kalimat terpenting yang berisi ide pokok alinea.

Sedangkan kalimat penjelas atau kalimat pendukung berfungsi untuk menjelaskan atau

74
mendukung ide utama. Ciri kalimat pendukung yaitu : sering merupakan kalimat yang tidak

dapat berdiri sendiri, arti kalimatnya baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain

dalam satu alinea, pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung atau frasa

penghubung atau kalimat transisi, isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data lain

yang bersifat mendukung kalimat topik.

2.4 Fungsi Paragraf

Fungsi paragraf adalah sebagai berikut :

a. Mengekspresikan gagasan tertulis dengan memberi bentuk suatu pikiran dan perasaan

ke dalam serangkaian kalimat yang tersusun secara logis dalam satu kesatuan.

b. Menandai peralihan (pergantian) gagasan baru bagi karangan yang terdiri dari

beberapa paragaraf, ganti paragrafi berarti ganti pikiran.

c. Memudahkan pengorganisasian gagasan bagi penulis dan memudahkan pemahaman

bagi pembacanya.

d. Memudahkan pengembangkan topik karangan ke dalam satuan-satuan unit pikiran

yang lebih kecil.

e. Memudahkan pengendalian variabel terutama karangan yang terdiri dari beberapa

variabel.

Karangan yang terdiri dari beberapa paragraf, masing-masing berisi pikiran-pikiran

utama dan diikuti oleh sub-sub pikiran penjelas, sebuah paragrafi belum tentu cukup untuk

mewujudkan keseluruhan karangan. Meskipun begitu, sebuah paragraf merupakan satu sajian

informasi yang utuh.

Ada kalanya, sebuah karangan terdiri hanya satu paragraf karena karangan itu hanya

berisi satu pikiran. Untuk mewujudkan suatu kesatuan pikiran, sebuah paragraf yang teriri

dari satu pikiran utama dan beberapa pikiran pengembang (penjelas) dapat kita polakan

75
sebagai berikut : pikiran utama, beberapa kalimat pengembang, pikiran penjelas atau pikiran

pendukung.

2.5 Syarat Paragraf

a. Kesatuan Makna (Koherensi)

Sebuah paragraf dikatakan mengandung kesatuan makna jika seluruh kalimat

dalam paragraf itu hanya membicarakan satu ide pokok, satu topik, atau satu masalah

saja. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah

yang sedang dibicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau

masalah. Ciri-ciri kalimat utama mengandung permasalahan yang berpotensi untuk

diuraikan, berdiri sendiri, diawal (deduktif) dan diakhir (induktif).

b. Kesatuan Bentuk (Kohesi)

Kesatuan bentuk paragraf atau kohensi terwujud jika aliran kalimat berjalan

mulus, lancar, dan logis. Koherensi itu dapat dibentuk dengan cara repetisi,

penggunaan kata ganti, penggunaan kata sambung atau frasa penghubung

antarkalimat. Penggunaan kata penghubung dibagi menjadi dua yaitu :

➢ Interkalimat: karena, sehingga, tetapi, sedangkan, apabila, jika, maka dll

➢ Antarkalimat: Oleh karen itu, jadi, kemudian, namun, selanjutnya, bahkan

➢ Hanya Memiliki Satu Pikiran Utama

c. Kelengkapan

Suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup

untuk menunjang kejelasan kaliamat topik atau kalimat utama. Ciri-ciri dari

kelengkapan adalah : tidak dapat berdiri sendiri, memerlukan bantukan kata hubung,

pengembangannya berupa contoh, analogi, definisi pertentangan.

2.6 Jenis-jenis paragraph

1. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya

76
a. Paragraf Pembuka

Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar

karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Sebab itu

sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat dan perhatin pembaca, serta

sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf

yang pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf yang panjang hanya akan

meimbulkan kebosanan pembaca.

b. Paragraf Penghubung

Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf

pembuka dan paragraf penutup.Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan

terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Sebab itu dalam membentuk paragraf-

paragraf prnghubung harus diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf

dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara logis.

c. Paragraf Penutup

Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri

karangan atau bagian karangan. Dengan kata lain paragraf ini mengandung

kesimpulan pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-paragraf

penghubung.Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah

tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak

berarti terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus

merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu

serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama

a. Paragraf Deduktif

77
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama.

Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan

kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir

deduktif, dari yang umum ke yang khusus.

b. Paragraf Induktif

Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau

perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini

dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal

yang umum.

c. Paragraf Gabungan atau Campuran

Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir

paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat

pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok karena

penulis merasa perlu untuk itu. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap

memiliki satu pikiran utama, bukan dua.

3. Jenis-jenis Paragraf Berdasarkan Pengembangannya

a. Tanya jawab

Paragraf jenis ini dikembangkan dengan pertanyaan terlebih dahulu.

Lazimnya, kalimat pertama merupakan kalimat pertanyaan yang mengandung ide

paragraf. Kalimat pengembangannya berupa jawaban atas pertanyaan tadi.

Kalimat-kalimat jawaban merupakan kalimat penjelas atau pengembang paragraf.

b. Sebab-akibat

Paragraf sebab akibat yaitu paragraf yang pengembangannya memanfaatkan

makna hubungan sebab akibat antar kalimat. Ciri khas paragraf jenis ini ialah

terbinanya hubungan sebab akibat antara kalimat yang satu dengan kalimat yang

78
lain. Jadi hubungan sebab akibat ini merupakan satu rangkaian yang

berkesinambungan.

c. Contoh atau ilustrasi

Sesuai dengan sebutannya, paragraf contoh atau paragraf ilustrasi, paragraf

jenis ini dikembangkan dengan menggunakan contoh atau ilustrasi. Contoh atau

ilustrasi inilah yang memberikan penjelasan akan kebenaran ide atau gagasan

paragraf, baik dengan cara deduktif, induktif, atau paduan keduanya.

d. Alasan atau keterangan

Perkataan “alasan” bisa diganti dengan “keterangan” sebab pada hakikatnya,

alasan itu merupakan keterangan. Paragraf alasan ialah paragraf yang

pengembangan ide utamanya memanfaatkan penjelasan yang bermakna alasan.

Alasan-alasan inilah yang memperkokoh ide paragraf sehingga kebenaran ide itu

dapat diterima pembacanya.

e. Perbandingan atau analogi

Paragraf perbandingan ialah paragraf yang isinya merupakan perbandingan

tentang dua hal yang baik yang menyangkut kesamaan maupun perbedaannya.

Sebagai teknik pengembangan, perbandingan ini bisa bertujuan menjelaskan satu

hal dengan menggunakan hal lain sebagai pembanding, atau menjelaskan kedua

hal yang dibandingkan itu sekaligus.

f. Definisi

Sesuai dengan sebutannya, paragraf definisi merupakan paragraf yang

mengembangkan definisi atau pembatasan sebuah istilah. Dalam sebuah paragraf

definisi, sebuah istilah mungkin didefinisikan , mungkin pula dibacakan

pengertiannya.

g. Deskripsi

79
Paragraf pemerian adalah paragraf yang menyajikan sejumlah rincian tentang

sesuatu yang lebih cenderung pada fakta daripada khayalan. Pemerian ini bisa

berupa rincian tentang bentuk, ruang, waktu, peristiwa, atau keadaan. Kadang-

kadang urutan pernyataannya tidak ketat. Artinya, urutan pernyataan dalam

sebuah paragraf pemerian bisa dirubah, walaupun tidak selamanya.

h. Proses

Seperti halnya paragraf pemerian, paragraf proses pun tergolong jenis

paragraf deskriptif. Sesuai dengan namanya, paragraf proses ialah paragraf yang

menjelaskan proses terjadinya atau proses bekerjanya sesuatu.urutan langkah

dalam melakukan sesuatu pun tergolong paragraf jenis ini.

i. Penguraian (klasifikasi)

Paragraf jenis ini dikembangkan dengan cara menguraikan atau memilah-

milah (mengklasifikasi) sesuatu. Dengan pernyataan lain, paragraf penguraian

atau pemilahan ialah paragraf yang berisi penjelasan secara terurai atau

pemilahan sesuatu secara rinci.

2.7 Jenis Paragraf

a. Eksposisi

Eksposisi artinya paparan. Dengan paparan penulis akan menyampaikan suatu

penjelasan dan informasi. Setelah membaca, seseorang akan mengerti dan memahami

apa yang di sampaikan oleh penulis dalam paparan tersebut.

➢ Ciri-ciri paragraf eksposisi:

1. Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode atau

melaksanakan suatu tindakan.

2. Gaya penulisannya bersifat imformatif.

80
3. Menginformasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh alat

indra.

4. Paragraf eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa, dimana, kapan,

mengapa dan bagaimana.

➢ Contoh paragraf ekpsosisi : Dilantai dasar terdapat 90 kios penjual kain dasar

setiap hari reta-rata terjual 300 meter untuk setiap kios ini dapat diperkirakan

berapa besarnya uangyang masuk ke kas DKI dari pasar Tanah Abang.

b. Narasi

Narasi artinya cerita. Dengan cerita penulis mengajak pembaca untuk sama-sama

menikmati apa yang di ceritakan tersebut. Biasanya ciri yang dominan dari cerita

adalah tokoh, latar, dan tema cerita. Yang termasuk jenis karangan ini ialah roman,

novel, cerpen dan kisah. Yang termasuk narasi non fiksi misalnya sejarah, riwayat

hidup, dan biogeografi.

➢ Contoh paragraf narasi : Malam itu ayah kelihatan benar-benar marah. Aku

sama sekali dilarang berteman dengan syairul. Bahkan ayah mengatakan

bahwa aku akan diantar jemput ke sekolah. Itu semua gara-gara slamet yang

telah memperkenalkan aku dengan siti (Sikumbang, 1981: 1-2 dan Parera,

1983: 3-24)

c. Persuasi

Persuasi artinya bujukan. Dengan persuasi, penulis mempengaruhi pembaca

supaya mengikuti kehendaknya. Termasuk jenis tulisan ini ialah iklan.

➢ Ciri-ciri paragraf persuasi, yaitu:

1. Persuasi berasal dari pendirian bahwa pikiran manusia dapat diubah.

2. Harus menimbulkan kepercayaan para pembacanya.

81
3. Persuasi harus dapat menciptakan kesepakatan atau penyesuaian melalui

kepercayaan antara penulis dengan pembaca.

4. Persuasi sedapat mungkin menghindari konflik agar kepercayaan tidak

hilang dan supaya kesepakatan pendapatnya tercapai.

5. Persuasi memerlukan fakta dan data.

➢ Contoh paragrafi persuasi adalah : Masyarakat Hindu di Bali memiliki

upacara kematian yang sangat unik dan memiliki daya tarik tersendiri untuk

wisatawan asing maupun lokal. Ritual unik ini disebut dengan ngaben.

d. Argumentasi

Argumentasi adalah jenis tulisan yang memberikan alasan (argumen) berdasarkan

fakta dan data. Dengan fakta dan data, penulis berusaha meyakinkan pembaca

sehingga tulisan itu diterima oleh pembacanya. Paragraf argumentasi paragraf yang

berusaha meyakinkan bahwa hal yang dikemukakan adalah benar.

➢ Ciri-ciri paragraf argumentasi, yaitu:

1. Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin.

2. Memerlukan fakta untuk membuktikan pendapatnya biasanya beruapa

gambar/grafik, dan lain lain

3. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman dan penelitian.

4. Penutup berisi kesimpulan.

➢ Contoh dari paragraf argumentas adalah : Dua tahun terakhir, terhitung sejak

Boeing B-737 milik maskapai penerbangan Aloha Airlines celaka, isu

pesawat tua mencuat ke permukaan. Ini bisa dimaklumi sebab pesawat yang

bagannya koyak sepanjang 4 meter itu sudah dioperasikan lebih dari 19 tahun.

Oleh karena itu, adalah cukup beralasan jika orang menjadi cemas terbang

dengang pesawat berusia tua. Di Indonesia, yang mengagetkan, lebih dari

82
60% pesawat yang beroperasi adalah pesawat tua. Amankah? Kalau memang

aman, lalu bagaimana cara merawatnya dan berapa biayanya sehingga tetap

nyaman dinaiki?

e. Deskripsi

Deskripsi artinya lukisan. Karangan lukisan adalah jenis karangan yang

menggunakan kata-kata untuk mendeskripsikan sesuatu keadaan, peristitwa, atau

orang. Dengan deskripsi tersebut, penulis mengajak pembaca untuk menikmati

dengan panca indera apa yang di rasakannya. Paragraf ini melukiskan apa yang

terlihat didepan mata. Jadi paragraf ini berisi tata ruang atau tata letak.

Pembicaraannya dapat berututan dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan. Dengan

kata lain, deskirptif berurusan dengan hal-hal kecil yang tertangkap oleh pancaindera.

➢ Ciri-ciri paragraf deskriptif ialah:

1. Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana

tertentu.

2. Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran,

penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan).

3. Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek

yang dideskripsikan.

4. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan

suatu objek secara terperinci.

➢ Contoh sebuah paragraf deskriptif : Pasar Tanah Abang adalah sebuah paasar

yang sempurna. Semua barang ada disana. Di toko yang paling depan

berderet toko sepatu dalam dan luar negeri. Di lantai dasar terdapat toko kain

yang lengkap dan berderet-deret. Di samping kanan pasar terdapat warung-

warung kecil penjual sayur dan bahan dapur. Di samping kiri ada pula

83
berjenis-jenis buah-buahan. Pada bagian belakang kita dapat menemukan

berpuluh-puluh bedagang daging. Belum lagi kita harus melihat lantai satu,

dua, dan tiga.

84
KEGIATAN BELAJAR 6
PEMBENTUKAN FRASE DAN KALIMAT EFEKTIF
DALAM BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 6 diharapkan anda dapat menjelaskan cara
pembentukan frasa dan kalimat dalam bahasa indonesia.

A. PENGERTIAN FRASA

Kridalaksana (1984), frasa ialah “dua kata atau lebih yang sifatnya tidak prediktif,
gabungan itu dapat rapat, dan juga renggang”. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(1990), frasa adalah “dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif ”. Satuan gramatikal
sedang membuat danpatung presiden Habibie dalam kalimat “Ayah Adi sedang membuat
patung presiden Habibie” merupakan frasa karena anggota pembentukan satuan bahasa tidak
menjabat sebagai subjek maupun predikat. Istilah lain yang sering yang sering di gunakan
dalam linguistic Indonesia adalah kelompok kata.
Frasa adalah satuan gramatik yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonprediktif(lazim) yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi
atau jabatan . Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai
Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.

Contoh:

7. Gedung sekolah itu


8. Yang akan pergi
9. Sedang membaca
10. Sakitnya bukan main
11. Besok lusa
12. Di depan.

Jika contoh itu diletakkan dalam struktur kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja.
Contoh :

• Gedung sekolah itu(S) luas(P).


• Dia(S) yang akan pergi(P) besok(Ket).

85
• Bapak(S) sedang membaca(P) koran sore(O).
• Pukulan Budi(S) sakitnya bukan main(P).
• Besok lusa(Ket) aku(S) kembali(P).
• Bu guru(S) berdiri(P) di depan(Ket).

Jadi, walau terdiri atas dua kata atau lebih tetap tidak melebihi batas fungsi. Pendapat lain
mengatakan bahwa frasa adalah satuan sintaksis terkecil yang merupakan pemadu kalimat.
Contoh lainnya :
Dua orang mahasiswa sedang membaca buku baru di perpustakaan.

Kalimat itu terdiri dari satu klausa, yaitu dua orang mahasiswa sedang.Selanjutnya, klausa
terdiri dari empat unsur yang lebih rendah tatarannya, yaitu dua orang mahasiswa, sedang
membaca, bukubaru, dan di perpustakaan.

Unsur-unsur itu ada yang terdiri dari dua kata, yakni sedang membaca, buku baru, di
perpustakaan, dan ada yang terdiri dari tiga kata, yaitu dua orang mahasiswa.Di samping itu,
masing-masing unsur itu menduduki satu fungsi.Dua orang mahasiswa menduduki fungsi S,
sedang membaca menduduki fungsi P, buku baru menempati fungsi O, dan di perpustakaan
menempati fungsi KET.Demikianlah, unsur klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang
tidak melampaui batas fungsi itu merupakan satuan gramatik yang disebut frase.Jadi, frase
ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi
unsur klausa.

Subjek adalah bagian dari kalimat yang merupakan pokok pembicaraan.Predikat adalah
bagian dari kalimat yang memberikan penjelasan mengenai apayang terjadi terhadap pokok
pembicaraan itu.Objek adalah bagian kalimat yang menjelaskan kejadian yang menyangkut
pokok pembicaraan. Keterangan adalah bagian dari kalimat yang menjelaskan mengenai
dalam keadaan apa pristiwa yang dialami pokok pembicaraan yang berlangsung.

B. KONSEP FRASA

Frasa tidak di batasi oleh jumlah kata atau panjang-pendeknya satuan. Frasa bias terdiri
dari dua kata, tiga kata, empat kata, lima kata, dan seterusnya. Jadi, ukurannya bukanlah
ukuran kuantitatif kata, melainkan ukuran radional subjek dan predikat.Berapapun panjang

86
satian ataupun jumlah kata dalam satuan itu, jika di pecahkan tidak menghasilkan subjek
maupun predikat, maka satuan itu merupakan frasa.
Contoh :

7. Beberapa mahasiswa.
8. Beberapa mahasiswa baru.
9. Beberapa maha siswa baru Unversitas Riau.
10. Di kamar.
11. Di sebuah kamar.
12. Di sebuah kamar gelap.
Dan seterusnya.

C. JENIS-JENIS FRASA
Frasa terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan jenis atau kelas kata, yaitu :

a. Frasa berdasar fungsi gramatikal, yaitu :


1. Frasa Nomina.
Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata
benda. Frasa nominal dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis yaitu :

• Frasa Nomina Modifikatif (mewatasi), misal : rumah mungil, hari senin, buku dua
buah, bulan pertama, dll.
• Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan), misal : hak dan
kewajiban, sandang pangan, sayur mayur, lahir bathin, dll
• Frasa Nomina Apositif
Contoh frasa nominal apositif :
d) Jakarta, Ibukota Negara Indonesia, sudah berumur 485 tahun.
e) Melati, jenis tanaman perdu, sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak lama.
f) Banjarmasin,Kota Seribu Sungai, memiliki banyak sajian kuliner yang
enak.njadi tempat.

2. Frasa Verbal.

87
Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Kelompok kata ini
terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
• Frasa Verbal Modifikatif (pewatas), terdiri dari :

Pewatas belakang, misal : a). Ia bekerja keras sepanjang hari.


b). Kami membaca buku itu sekali lagi.

Pewatas depan, misal : a). Kamiyakin mendapatkan pekerjaan itu.

b). Mereka pasti membuat karya yang lebih baik lagi pada tahun mendatang.
• Frasa Verbal Koordinatif adalah 2 verba yang digabungkan menjadi satu dengan
adanya penambahan kata hubung 'dan' atau 'atau', Contoh kalimat :
c) Orang itu merusak dan menghancurkan tempat tinggalnya sendiri.
d) Kita pergi ke toko buku atau ke perpustakaan.

• Frasa Verbal Apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
Contoh kalimat :
c) Pekerjaan Orang itu, berdagang kain, kini semakin maju.
d) Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.

3. Frasa Ajektifa
Frasa ajektifa ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan
sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan,
seperti : agak, dapat,harus, lebih, paling dan 'sangat. Kelompok kata ini terdiri dari 3 jenis,
yaitu :

• Frasa Adjektifa Modifikatif (membatasi), misal : cantik sekali, indah nian, hebat
benar, dll.
• Frasa Adjektifa Koordinatif (menggabungkan), misal : tegap kekar, aman
tentram, makmur dan sejahtera, dll
• Frasa Adjektifa Apositif, misal :
c) Srikandi cantik, ayu menawan, diperistri oleh Arjuna.
d) Desa Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan
batubara.

88
Frasa Apositif bersifat memberikan keterangan tambahan.Frasa Srikandi
cantik dan Desa Jorong merupakan unsur utama kalimat, sedangkan frasa ayu
menawan, dan tempat tinggalku dulu, merupakan keterangan tambahan.

4. Frasa Adverbial
Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini
bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan inti dan
kata sangatmerupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini contohnya ialah agak
besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan
bangga, dengan gelisah.Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan),
contoh frasanya ialah lebih kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak
menerangkan lebih.

5. Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3
jenis yaitu :

• Modifikatif, misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka
berdua.
• Koordinatif, misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
• Apositif, misal : Kami, putra-putri Indonesia, menyatakan perang melawan narkotika.

6. Frasa Numeralia
Frasa Numeralia ialah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini
terdiri atas :
c) Modifikatif, contoh :a) Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.
b) Kami membeli setengah lusin buku tulis.
d) Koordinatif, contoh : a). Entah dua atau tiga sapi yang telah dikurban.

Dua atau tiga orang telah menyetujui kesepakatan itu.

• Frasa Interogativ Koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya. contoh :
c) Jawaban dari apa atau siapa ciri dari subjek kalimat.

89
d) Jawaban dari mengapa atau bagaimanamerupakan pertanda darijawaban predikat.

• Frasa Demonstrativ Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak
saling menerangkan. contoh :
a) Saya tinggal di sana atau di sini sama saja.
b) Kami pergi kemari atau kesana tidak ada masalah.

• Frasa Preposisional Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang
tidak saling menerangkan. contoh :
a) Petualangan kami dari dan ke Jawa memerlukan waktu satu bulan.
b) Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat umum.

b. Frasa berdasarkan fungsi unsur pembentuknya. Yaitu :

3. Frasa Endosentris
Frasa endrosentris yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi untuk diterangkan dan
menerangkan (DM) atau menerangkan dan diterangkan (MD).
contoh frasa : kuda hitam (DM), dua orang(MD).
Ada beberapa jenis frasa endosentris, yaitu :

• Frasa atributif yaitu frasa yang pola pembentuknya menggunakan pola DM atau
MD. contoh : Ibu kandung (DM), tiga ekor (MD).
• Frasa apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola menerangkan) dapat
menggantikan kedudukan unsur intinya (pola diterangkan). contoh : Farah si penari
ular sangat cantik., kata Farah posisinya sebagai diterangkan (D), sedangkan si penari
ular sebagai menerangkan (M).
• Frasa koordinatif yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya menduduki fungsi inti
(setara). contoh : ayah ibu, warta berita, dll.

4. Frasa Eksosentris
yaitu frasa yang salah satu unsur pembentuknya menggunakan kata tugas.
contoh : dari Bandung, kepada teman, di kelurahan.

c. Frasa Berdasarkan satuan makna yang dikandung unsur-unsur pembentuknya. Yaitu:

90
3. Frasa biasa

frasa yang hasil pembentukannya memiliki makna yang sebenarnya (denotasi). contoh
kalimat : a) Ayah membeli kambing hitam; b) Meja hijau itu milik ayah.

4. Frasa idiomatic

frasa yang hasil pembentukannya menimbulkan/memiliki makna baru atau makna


yang bukan sebenarnya (konotasi). contoh kalimat : Orang tua Lintang baru kembali
dari Jakarta.

D. CIRI-CIRI FRASA.
Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :

11. Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.


12. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.
13. Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.
14. Bersifat Non-predikatif.
15. Konstistuen frasa adalh kata (bukan morfen).
16. Hanya menduduki atau mengisi satu fungsi.
17. Merupakan konstituen klausa.
18. Bagian-bagian frasa tidak boleh ditukar atau dibalik susunannya.
19. Frasa dapat diperluas dengan tambahan kata depan, tengah, atau di belakang.
20. Terdiri atas dua konstituen pembentukan atau lebih yang memiliki kedekatan
hubungan.

E. PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil,dalam wujud lisan atau tulis yang memiliki
sekurang-kurangnya subjek dan predikat.Bagi seorang pendengar atau pembaca, kalimat
adalah kesatuan kata yang mengandung makna atau pikiran.Sedangkan bagi penutur atau
penulis, kalimat adalah satu kesatuan pikiran atau makna yang diungkapkan dalam kesatuan
kata.Efektifmengandung pengertian tepat guna,artinya sesuatu akan berguna jika dipakai
pada sasaran yang tepat. Pengertian efektif dalam kalimat adalah ketetapan penggunaan
kalimat dan ragam bahasa tertentu dalam situasi kebahasaan tertentu pula.Kalimat efektif

91
adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/penulisnya secara tepat sehingga
dapat dipahami oleh pendengar/pembaca secara tepat pula.

Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat menjelaskan maksud dari seseorang agar mudah
dipahami oleh orang lain. Kalimat efektif memiliki syarat:

3. Secara tepat mewakili gagasan penulis atau pembicaranya.


4. Menimbulkan gambaran yang sama antara penulis dengan pembaca atau pembicara
dengan pendengar.

Ciri-ciri kalimat efektif

5. Memiliki kesatuan gagasan atau ide pokok.


6. Menggunakan kata atau frase imbuhan yang memiliki kesamaan.
7. Tidak menggunakan kata-kata yang tidak perlu.
8. Memberikan penekanan pada bagian-bagian yang penting.

F. UNSUR-UNSUR KALIMAT EFEKTIF

Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku-buku tata bahasa Indonesia lama
lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata dalam kalimat, yaitu subjek (S),
predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia
baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur, yakni subjek dan predikat.

1. SUBJEK (S)

Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal,
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan.Subjek biasanya diisi oleh jenis
kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.

2. PREDIKAT (P)

92
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam
keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain
memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P dapat pula menyatakan sifat, situasi,
status, ciri, atau jati diri S. Dalam sebuah kalimat P juga menyataan tentang jumlah sesuatu
yang dimiliki oleh S. Predikat dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas
verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal.

3. OBJEK (O)

Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa.Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu
verba yang menuntut wajib hadirnya O.

4. PELENGKAP (PEL)

Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P. letak Pelengkap
umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis
kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat berupa nomina, frasa nominal, atau
klausa. Letak Pelengkap tidak selalu persis di belakang P. Apabila dalam kalimatnya terdapat
O, letak pel adalah di belakang O sehingga urutan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-
Pel. Brikut ini adalah contoh kalimat yang membedakan Pel dan O:

2. Ketua MPR membacakan Pancasila.

S P O

3. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.

S P Pel

5.KETERANGAN

Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian
kalimat yang lainnya.Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel.Posisinya
bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.Pengisi Ket adalah frasa
nominal, frasa preporsisional, adverbia, atau klausa.

93
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli membagi
keterangan atas Sembilan macam yaitu seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Berikut
ini adalah jenis keterangan dan pemakaiannya.

No. Jenis keterangan Posisi/penghubung Contoh pemakaian


1. Tempat Di Di kamar, di kota

Ke Ke Surabaya, ke rumahnya

Dari Dari Manado, dari sawah

Pada Pada permukaan


2. Waktu – Sekarang, kemarin

Pada Pada pukul 5 hari ini

Dalam Dalam 2 hari ini

Se- Sepulang kantor

Sebelum Sebelum mandi

Sesudah Sesudah makan

Selama Selama bekerja

sepanjang Sepanjang perjalanan

94
3. Alat dengan Dengan pisau, dengan mobil
4. Tujuan Supaya/agar Supaya/agar kamu faham

Untuk Untuk kemerdekaan

Bagi Bagi masa depan

Demi Demi orang tuamu


5. Cara Secara Secara hati-hati

Dengan cara Dengan cara damai

Dengan jalan Dengan jalan berunding


6. Kesalingan – Satu sama lain
7. Similatif Seperti Seperti angin

Bagaikan Bagaikan seorang dewi

Laksana Laksana bintang di langit


8. Penyebab Karena Karena perempuan itu

Sebab Sebab kegagalannya


9. Penyerta Dengan Dengan adiknya

Bersama Bersama orang tuanya

Beserta Beserta saudaranya

G. CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF

Kalimat yang digunakan dalam karangan ilmiah haruslah kalimat yang efektif.
Artinya kalimat tersebut harus jelas, benar, dan hemat sehingga mudah di pahami oleh orang
lain secara tepat. Menurut Doyin dan Wagiran (2009:05) sebuah kalimat dikatakan efektif
jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

5. Memiliki Kehematan

95
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan
kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah
tata bahasa.

6. Penyejajaran
Penyejajaran bertujuan untuk menimbulkan kesan bahwa unsur yang disejajarkan
sebagai hal yang penting.Hal yang disejajarkan merupakan bagian yang penting atau
menonjol.Dalam penyejajaran ada hal yang harus diperhatikan, yaitu konsistensi.

7. Memiliki keutuhan atau kesatuan gagasan


Sebuah kalimat dikatakan memiliki keutuhan atau kesatuan gagasan jika kalimat
tersebut memiliki struktur gramatikal yang utuh.Subjek, predikat, dan objeknya harus
jelas dan saling mendukung dalam membentuk satu kesatuan gagasan.

8. Memiliki kepaduan atau perpautan


Kalimat dikatakan memiliki kepaduan atau perpautan jika kalimat tersebut memiliki
hubungan yang logis di antara unsur-unsur di dalam kalimatnya.Kalimat dikatakan
tidak padu jika keliru dalam menggunakan preposisi atau konjungsi.Kesatuan atau
kepaduan disini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga
informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.

H. STRUKTUR KALIMAT EFEKTIF

Struktur kalimat efektif haruslah benar.Kalimat itu harus memiliki kesatuan bentuk,
sebab kesatuan bentuk itulah yang menjadikan adanya kesatuan arti.Kalimat yang strukturnya
benar tentu memiliki kesatuan bentuk dan sekaligus kesatuan arti.Sebaliknya kalimat yang
strukturnya rusak atau kacau, tidak menggambarkan kesatuan apa-apa dan merupakan suatu
pernyataan yang salah.

Jadi, kalimat efektif selalu memiliki struktur atau bentuk yang jelas. Setiap unsur yang
terdapat di dalamnya (yang pada umumnya terdiri dari kata) harus menempati posisi yang
jelas dalam hubungan satu sama lain. Kata-kata itu harus diurutkan berdasarkan aturan-aturan
yang sudah dibiasakan.Tidak boleh menyimpang, aplagi bertentangan. Setiap penyimpangan
96
biasanya akan menimbulkan kelainan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat pemakai
bahasa itu.

Misalnya, Anda akan menyatakan Saya menulis surat buat papa. Efek yang ditimbulkannya
akan sangat lain, bila dikatakan:

7. Buat Papa menulis surat saya.


8. Surat saya menulis buat Papa.
9. Menuis saya surat buat Papa.
10. Papa saya buat menulis surat.
11. Saya Papa buat menulis surat.
12. Buat Papa surat saya menulis.

Walaupun kata yang digunakan dalam kalimat itu sama, namun terdapat kesalahan.
Kesalahan itu terjadi karena kata-kata tersebut (sebagai unsur kalimat) tidak jelas fungsinya.
Hubungan kata yang satu dengan yang lain tidak jelas. Kata-kata itu juga tidak diurutkan
berdasarkan apa yang sudah ditentukan oleh pemakai bahasa.

Demikinlah biasanya yang terjadi akibat penyimpangan terhadap kebiasaan struktural


pemakaian bahasa pada umumnya.Akibat selanjutnya adalah kekacauan pengertian. Agar hal
ini tidak terjadi, maka si pemakai bahasa selalu berusaha mentaati hokum yag sudah
dibiasakan.

97
KEGIATAN BELAJAR 7
MENULIS MAKALAH DALAM BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 7 diharapkan anda dapat Menulis Makalah dengan
bahasa Indonesia yang baik.

A. Pengertian Makalah
Makalah adalah karya tulis yang memuat pemikiran tentang suatu masalah atau
topik tertentu yang ditulis secara sistematis dan runtut dengan disertai analisis yang logis
dan objektif. Makalah tersebut ditulis untuk disajikan dalam forum ilmiah atau tugas-tugas
terstruktur. Makalah merupakan salah satu jenis karangan yang memiliki ciri atau sifat
ilmiah yaitu : Objektif, tidak memihak, berdasarkan fakta, sistematis, dan logis.

3. Syarat Makalah yang baik


Sebelum memulai membuat makalah maka anda wajib mempelajari dan
menganalisa topik yang akan ditulis, menyusun pola pikir, mengumpulkan bahan-bahan
materi. Dalam menulis sebuah makalah kita dituntut untuk :
1. Menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar
2. Menyusun kalimat agar lebih muda dipahami.
3. Singkat, padat, dan jelas dalam uraian.
4. Rangkaian uraian yang berkaitan.
4. Bagian – bagian Makalah
1. Lembar judul atau jilid
a) Judul makalah.
b) Nama dan nim.
c) Nama dan tempat perguruan tinggi.
d) Tahun.
2. Lembar pengesahan.
3. Kata pengantar.
4. Daftar isi.

98
5. Daftar gambar.
6. Daftar tabel.
7. Tubuh makalah :
Pendahuluan.
Pendahuluan secara umum berisi tentang gambaran umum tentang makalah,
masalah yang akan dibahas, latar belakang kenapa anda menganggkat permasalahn
tersebut.adapun struktur meliputi:
a) Latar belakang.

Memakai kaidah segitiga artinya dari pembahasan umum ke pembahasan khusus.


b) Rumusan Masalah.
Berisi rumusan apa yang anda bahas dalam makalah anda.
c) Maksud dan tujuan.
Berisi maksud dan tujuan pembuatan makalah.
2). Pembahasan.
Pada bagian ini anda membahas secara tuntas permasalahan yang anda angkat
pada bab I. Pada bagian ini adalah bagian dari isi sesungguhnya makalah anda dalam
bagian pembahasan, anda harus memaparkan fakta-fakta yang memperkuat tulisan
anda. Harus berisi kajian referensi beberapa/banyak penulis yang mendukung
gagasan yang anda sampaikan. Pada bagian ini pula, asumsi pribadi anda
diminimalkan. Artinya asumsi yang anda buat harus ada kajian literatur maupun
referensi sebelumnya, mengungkap fakta.
3). Penutup.
Pada bagian ke-dua dari terakhir ini, anda membuatkan semacam kesimpulan
dari pembahasan yang anda bahas pada bab II. Ada pula yang menambahkan saran.
4). Daftar pustaka.
Berisi daftar referensi rujukan yang anda ambil untuk makalah anda, referensi
rujukan dapat berupa buku-buku, jurnal, skripsi, data dari internet dan lain
sebagainya. Terdapat kaidah atau aturan penulisan daftar pustaka yang harus anda
penuhi.
5). Lampiran.
Ini tidak mutlak harus ada. Pada bagian ini anda melampirkan data-data
pendukung makalah anda, bisa berupa foto-foto kegiatan, dan lain-lain.
5. Menganalisa makalah sesuai dengan syarat makalah yang baik

99
Dalam membuat suatu makalah, parhatikanlah syarat-syarat pembuatan
makalah dengan baik. Tidak hanya melihat dari bagian-bagian makalah saja tapi perlu
diperhatikan syarat=syarat makalah berdasarkan urutan. Jika makalah tersebut sudah
memenuhi syarat maka, akan menarik jika dibaca berdasarkan topik/judul dari makalah
tersebut. Syarat-syarat makalah yaitu :
1. Menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar
2. Menyusun kalimat agar lebih muda dipahami.
3. Singkat, padat, dan jelas dalam uraian.
4. Rangkaian uraian yang berkaitan.
6. Susunan makalah yang baik dan benar

pada saat kita akan membuat atau menyusun makalah, sudah seharusnya berpedoman
pada kerangka makalah. Kerangka makalah yang baik dan benar terdiri dari:
1. Cover
2. Daftar isi
3. Kata pengantar
4. BAB I pendahuluan
5. BAB II pembahasan
6. BAB III Penutup
7. Daftar pustaka
8. Lampiran

Contoh bagian-bagian makalah yang baik:


1. Contoh cover makalah
Untuk membuat cover atau jilid makalah, biasanya kita isi dengan beberapa
keterangan yang meliputi nama siswa/siswi/kelompok yang membuat makalah,judul
makalah, nama dosen/guru, logo universitas/sekolah, serta nomor mahasiswa/absen.

2. Contoh Daftar isi makalah


Daftar isi makalah biasanya berisi susunan isi makalah. Judul dan nomor halaman
setiap uraian yang ada dimakalah ditulis dan disusun dengan rapi.

3. Contoh Kata pengantar


Halaman kata pengantar berisi kata pengantar atau salam pembuka. Isi dari kata
pengantar atau salam pembuka biasanya berhubungan dengan dasar pemikiran kenapa

100
judul/tema makalah tersebut dipilih untuk dibahas. Akan tetapi, dasar pemikiran yang
ditulis hanya sekilas saja, dan diakhiri dengan tanda tangan pembuat makalah.

4. Contoh Pendahuluan Makalah


Dalam pembuatan makalah kita harus menulisakn sesuai dengan kerangkanya yaitu
terdiri dari:
1). Latar belakang
2). Rumusan masalah
3).Tujuan
4). Manfaat
5. Contoh pembahasan makalah
Pembahasan merupaka isi dari makalah.referensi dan sumber yang terkait dengan
penelitian dalam makalah. Dalam pembahasn makalah inilah semua materi tinjauan
pustaka, hasil penelitian berupa wawancara, observasi lapangan, kegiatan eksperimen
laboratutium, dan lain-lain ditulis secara detail untuk menjawab point-point penting
yang dirumuskan dalam rumusan masalah pada BAB I makalah.
6. Contoh penutup makalah
Penutup makalah ini biasnya berisi:
1). Kesimpulan; yaitu kesimpulan atau hal apa yang ,menjadi pemecah masalah dalam
makalah
2). Saran ; memberikan beberapa tentang hal yang berhubungan dengan susunan
makalah

7. Contoh makalah yang baik dan benar

Makalah adalah sebuah karya akademis yang umumnya diterbitkan dalam suatu jurnal
ilmiah. Membuat makalah yang baik dan benar harus memperhatikan sistematika
penyusunan makalah, karena harus tersusun rapi dan sistematis
Bagan/sitematika membuat makalah yang baik dan benar:
1). Halaman sampul
2). Kata pengantar
3). Dafrat isi
4). Pendahuluan
a. latar belakang

101
b.Rumusan masalah
5). Pembahasan
6). Kesimpulan dan saran
7). Daftar pustaka
Salah satu contoh makalah yang baik yaitu :
“makalah bahasa Indonesia” yang disusun oleh yusuf putra
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam
makalah ini penulis akan membahas mengenai “PANTUN”

Makalah ini dibuat dalam rangka mengikuti Perlombaan Makalah tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) tahun 2015 yang diadakan oleh pemerintah setempat. Penulis sangat
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Meskipun penulis telah berusaha
melakukan yang terbaik dalam penulisan makalah ini, karenanya kritik dan saran sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak:
1. Kepada kerabat yang telah mendo’akan dan selalu mendukung penulis dalam kegiatan
yang sedang dilakukan.
2. Kepada Bapak Kepala SMA Negeri 1 Binjai, Bapak Susianto, S.Pd, M.Si yang telah
mendo’akan dan mendukung penulis dalam lomba makalah ini.
3. Kepada guru pembimbing penulis, Bapak Joyo Martono, S. Pd dan Ibu Yusnani, S. Pd
yang telah membimbing penu;is dari awal sampai selesainya makalah ini.
4. Kepada guru-guru yang mendo’akan dan mendukung penulis dalam lomba ini.
5. Kepada teman-teman yang juga mendukung penulis dalam lomba ini.

Hanya ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan, semoga Allah


membalas semua kebaikan yang telah mereka lakukan dan makalah ini dapat memenuhi
kreteria penjurian. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

102
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUA
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pantun
B. Ciri-Ciri Pantun
C. Pembagian Pantun
D. Contoh Pantun

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengenal yang namanya pantun. Tapi banyak juga di
antara kita yang belum mengenal pantun secara menyeluruh ataupun lebih mendalam. Yang
diketahui sebagian orang hanyalah terdiri dari 4 baris, sudah seperti itu saja. Atau hanya
digunakan dalam soal-soal dan acara-acara pernikahan ataupun acara-acara tertentu. Karena
sebagian orang menganggap bahwa pembelajaran ataupun materi pembahasan tentang pantun
tidaklah terlalu penting untuk dipelajari. Mereka beranggapan bahwa materi itu hanyalah
pembahasan yang tidak enak dan tidak menyenangkan. APadahal pantun ini adalah salah satu
jenis karya sastra yang begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia, tidak heran sudah
berjuta-juta orang membuat pantun yang beraneka ragam, unik dan menarik.

103
Maka dari itu penulis tertarik dan merasa terpanggil untuk membahas secara singkat,
jelas, dan padat mengenai pantun ini. Karena ini sebagai bekal bagi anak-anak muda dan
remaja yang masih tahap belajar dan juga sebagai sumber ilmu serta pengetahuan bagi semua
orang dan semua kalangan siapapun itu.

B. Rumusan Masalah

Apakah Sebenarnya Pantun Itu?

Mengapa Perlu Untuk Mempelajari dan Mengetahui Tentang Pantun?

Mengapa Pantun Adalah Pembelajaran yang Penting?

C. Tujuan Penulisan

Adapun penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca seputar tentang pantun.

2. Untuk bekal bagi para anak-anak remaja khususnya yang masih bersekolah dalam
pembelajaran mereka.

3. Untuk membangkitkan motivasi banyak orang dalam belajar tentang pantun.

4. Menambah minat banyak warga untuk mempelajari tentang kebahasaan.

104
KEGIATAN BELAJAR 8
SURAT MENYURAT DALAM BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 8 diharapkan anda dapat memahami surat dengan
bahasa Indonesia yang baik.

A. Pengertian Surat
Surat adalah suatu sarana untuk menyampaikan informasi tertulis kepeda pihak
lain. Informasi itu dapat berupa pemberitahuan, pernyataan perintah, permintaan atau
permohonan, laporan, buah pikiran atau gagasan dan lain-lain .
Surat sebagai sarana komunikasi tertulis memiliki beberapa kelebihan jika di
bandingkn dengan alat-alat komunikasi lain, seperti telepon, radio, televise, telegraf dan
teleks, karena surat selain merupakan bukti nyata “ Hitam di atas putih “ juga dapat
menyampaikan bahan komunikasi sesuai dengan kehendak sumbernya secara lebih
lengkap dan dengan biaya yang relative lebih murah. Selain di sampaikan kepada alamat
yang terbesar di seluruh wilayah Negara, bahkan ke seluruh penjuru dunia .

B. Fungsi surat
Selain sebagai sarana komunikasi, surat terutama surat dinas, juga berfungsi sebagai :
a. Alat bukti tertulis, seperti surat perjanjian .
b. Alat pengigat atau berpikir, seperti surat-surat yang di arsipkan
c. Bukti historis, seperti surat-surat dalam arsip lama sebagai sumber sejarah
perkembangan masa lampau, dan
d. Pedoman kerja, seperti surat-surat keputusan atau instruksi dengan petunjuk
pelaksanaannya.

C. Tujuan menulis surat


Secara garis besar dapat di klasifikasikn menjadi 3 macam yaitu :
1. Menyiapkan informasi kepada surat pembaca
2. Mendapatkan tanggapan dari pembaca surat tentang isi surat
3. Ingin mendapatkan tangapan dan penyampaian informasi kepada surat

D. Syarat-syarat surat yang baik

105
Ada beberapa syarat dan ketentuan dalam menulis surat yang baik dan benar .
Syarat dari ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan lebih dulu maksud surat yaitu pokok pembicaraan yang ingin di
sampaikan kepada penerima surat , apakah itu berupa pemberitahuan , pernyatan,
pertanyaan, permintaan laporan aau hal lain. Tentunya di sesuaikan dengan jenis
surat yang kita ingin tulis .
2. Menetapkan urutan masalah yang dapat di tuliskan
3. Merumuskan pokok pembicaraan satu persatuan, runtun, logis dan teratur.
4. Menggunakan kalimat efektif
Sederhana : bersahaja, lugas, mudah, tidak berbelit kta maupun kalimat.
Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim
Ringkasan : tegas dan mudah di pahami
Jelas : tidak samar-samar, tidak meragukan, tidak taks, tidak menimbulkan
salah paham.
Sopan : menggunakan kata-kata yang sopan atau halus dan kata-kata resmi (
bukan kata sehari-hari)
Menarik : membangkitkan perhatian, tidak membosankan. Bisa dengan fariasi
kalimat, gaya bahasa.
5. Menghindarkan sejauh mungkin penggunaan singkatan atau akronim apalagi
singkatan yang tidk bias atau singkatan buatan sendiri.
6. Memperhatikan atau menguasai format atau bentuk surat.
7. Memperhatikan dan menguasai penulis bagian-bagian surat
8. Penulis atau pengetik yang benar, jelas, bersih dan rapi.
9. Memperhatikan jenis dan warna kertas
Ukuran : kuarto (21 x 24 cm )
Jenis : HVS untuk lembar hasil , kertas tembus atau doorslak untuk tembusan.
Warna : putih (HVS) untuk lembaran hasil ; kuning (doorslak) untuk perbal ; biru
muda (doorslak) untuk tembusan intern merah muda ( HVS ) untuk surat
rahasia.

10. Isi surat ringkasan , jelas, akurat dan eksplisit


11. Mengunakan bahasa baku

D. Bagian –bagian surat


106
1. Kepala surat/kop surat
Kepala surat atau yang bias disebut dengan kop surat merupakan bagian
teratas dalam sebuah surat. Fungsi pernyataan kepala surat tersebut tidak terleps dari
pemberian informasi mengenai nama, alamat, kegiatan dari lembaga tersebut serta
juga bias menjadi alat promosi. Bagian surat yang pertama ini berisi:
a. Logo atau lambang dari sebuah instansi,lembaga,perusahan atau organisasi.
b. Nama instansi, lembaga, perusahan, atau organisasi tersebu.
c. Alamat instansi, lembaga perusahan, atau organisasi.
d. Nomor telpon, kode pos, alamat email atau alamat web.

Biasanya setelah penulisan kepala surat atau kop surat terdapat sebuah garis
horizontal pemisah yang memisahkan antara kepela surat dengan bagian-bagian
surat yang lain seperti tempat dan tanggal pembuatan.
2. Tempat dan tanggal surat
Pencantuman tempat dan tanggal surat tersendiri ditujukan untuk memberikan
informasi mengenai tempat dan tanggal penulisan surat tersebut. Untik tempat
biasanya tidak dicantumkan kembali jika tempat sudah ditulis dikepala surat yang
berupa alamat instansi. Tapi bagi surat bukan resmi yang tidak memiliki kepala
surat, wajib menuliskan tempat dibagian surat ke 2 ini .

Contoh:
Ternate, 25 April 1998
Jakarta, 28 Oktober 1945

3. Nomor surat
Sebuah surat resmi yang mewakili sebuah lembaga, instansi, perusahan atau
organisasi biasanya mengunakan penomoran terhadap surat yang dikeluarkan atau
yang diterima. Nomor surat biasanya meliputu nomor urut penulisan surat, kode
surat, tamggal, bulan dan tahun penulisan surat. Penomoran surat tersebut berfungsi
untuk:
a. Menggunakan peraturan, baik untuk penyimpanan maupun penemuanya
kembali apabilah diperlukan.
b. Mengethui jumlah surat yang diterima dan yang dikeluarkan oleh organisasi,
lembaga atau perusahan.

107
c. Memudahkan pengklasifikasian surat berdasarkan isinya.
d. Penunjukan secara akurat sumber dalam hubungan surat menyurat.

Contoh:
Nomor: 023/PMR/05/12/2013
Nomor: 042/PRMK/28/08/2016

4. Lampiran
Bagian lampiran merupakan bagian penjelas yang menginformasikan bahwa
ada sejumlah berkas atau dokumen yang disertakan dalam surat tersebut.
Jika tidak terdapat berkas atau dokumen yang dilampirkan, maka bagian
lampiran bias ditiadakan.
Lampiran: 3 helai, 8 eksempelar , atau satu berkas.

5. Hal atau perihal


Setiap surat resmi sebaiknya selalu mencantumkan pokok surat atau yang
biasa di sebut hal/perihal yang menujukan inti surat. Dengan membaca perihal surat,
pembaca akan segera mengetahui hal yang bicarakan dalam surat. Inti surat ini tidak
perlu di tuliskan panjang-panjang, lebih singkat lebih baik, asal si penerima atau
pembaca cukup mengetahui persoalanny sebelum membaca isi sura selengkapnya.

6. Alamat surat
Pada umumnya, sebelum surat di kirimkan harus di sampul terlebih dahulu.
Dengan demikian, ada dua macam alamat yang di tulis, yaitu alamat luar yang
tercantum pada sampul dan alamat dalam yang tercantum pada surat.

Kegunaan alamat (alamat dalam) adalah:


a. Sebagai petunjuk langsung bagi penerima surat
b. Sebagai petunjuk bagi petugas kearsipan sehubungan dengan adanya sistem
penyimpanan dan penemuan kembali surat berdaarkan objek surat dan
c. Sebagai alamat luar apabila di pergunakan sampul berjendela.

108
7. Salam pembuka
Salam pembuka merupakan tanda hormat penulis sebelum memulai
pembicaraan. yang biasa di pergunakan sebagai salam pembuka dalam surat ialah
kata-kata:
a. Dengan hotmat
b. Tuan H sahlan yang terhormat.
c. Bapak Direktur yang terhormat.
d. Bu Atun yang terhormat.
e. Assalamualaikum warokhmatullahi wabarokatuh.

8. Isi surat
Isi surat atau tubuh surat ialah bagian isi surat. Bagian isi surat ini terdiri dari
alinea pembuka, alinea isi, alinea penutup.
a. Alinea pembuka merupakan pengantar isi surat untuk menarik perhatian
pembaca kepada pokok surat.
b. Alinea isi (isi pokok surat) memuat sesuatu yang di berikan, di kemukakan,
dinyatakan, di minta, dan lain-lain yang di sampaikan kepada penerima surat. Isi
surat harus singkat, jelas dan sopan. Susunannya harus singkat dan jelas. Hal ini
bukan berarti bahwa surat harus pendek, melainkan di susun dengan ungkapan
yang singkat tetapi jelas.
c. Alinea penutup merupakan kesimpulan yang berfungsi sebagai kunci isi surat
atau penegasan isi surat.

9. Salam penutup
Untuk menunjukan rasa hormat dan keakraban pengirim terhadap penerima
surat, lazimnya di cantumkan salam penutup yang terletak sesudah kata penutup dan
sebelum tanda tangan. Bunyi salam penutup itu bermacam-macam, tergantung pada
pertimbangan bagaimana posisi pengirim terhadap penerima surat misalnya:
a. Hormat kami
b. Salam kami
c. Wassalam
d. Salam hormat

109
Pada surat formal pemerintah umumnya sebelum tanda tangan tidak di
cantumkan salam penutup, tetapi cukup di sebutkan nama jabatan atau kantornya,
kemudian mencantumkan nama terang di bawah tanda tangan. Sekarang di bawah
nama terang itu di cantumkan pula nomor induk pegawai.

10. Tanda tangan penanggung jawab surat


Surat di anggap sah apabila di tandatangani oleh pejabat yang berwenang.
Surat yang di tandatangani orang yang tidak berwenang di anggap tidak sah. Untuk
mengetahui siapa yang berwenang untuk menandatangani surat dalam suatu instansi,
terlebih dahulu harus di ketahui orang yang bertanggungjawab atas instansi itu.

E. Jenis-jenis surat

Ada berbagai macam jenis surat yang umum beredar di masyarakat. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita mengenal bermacam-macam jenis surat. Surat-surat itu dapat
dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut.

1. Berdasarkan Wujud Surat

a. Kartu Pos

Kartu pos adalah surat terbuka yang terbuat dari kertas berukuran 10 x 15 cm.
Lembaran kertas surat ini biasanya tebal, sehingga berbentuk kartu. Kegunaan
surat ini untuk menyampaikan berita yang singkat. Akan tetapi, pesan yang
tertulis dapat diketahui oleh orang lain yang bukan haknya sebab berada pada
halaman terbuka. Jenis surat ini biasanya dijual di kantor pos.

b. Warkat Pos

Warkat pos adalah surat tertutup yang terbuat dari sehelai kertas. Surat seperti
ini dapat dilipat menjadi amplop. Jadi, lembaran surat ini dapat dipakai sekaligus
sebagai amplop. Kegunaan surat jenis ini adalah untuk menyampaikan berita
yang agak panjang dalam sehelai kertas. Lembaran surat jenis ini biasanya dijual
di kantor pos.

c. Telegram

110
Telegram adalah jenis surat yang berisikan pesan yang relatif singkat yang
mana dikirim dengan bantuan pesawat telegram. Surat ini akan sampai ke tujuan
dalam waktu yang singkat.

d. Surat Bersampul

Surat bersampul adalah surat yang dikirimkan kepada seseorang dengan


menggunakan sampul surat. Surat jenis ini lah yang banyak kita gunakan dalam
berkomunikasi. Kelebihan surat ini dibanding dengan jenis surat yang lain adalah
lebih terjamin kerahasiaan isinya; lebih leluasa dalam menulis isi surat; lebih
santun dalam surat menyurat.

2. Berdasarkan Pembuatan Surat

a. Surat Pribadi

Jenis surat ini ditulis atas nama pribadi seseorang serta berisi masalah pribadi
penulis, baik yang ditujukan kepada teman, keluarga maupun instansi tertentu.
Contoh surat ini adalah surat untuk keluarga, surat lamaran kerja, dan surat
permohonan izin bangunan.

b. Surat Resmi

Surat resmi dibuat suatu instansi, organisasi atau lembaga perusahaan tertentu
yang ditujukan kepada seseorang atau lembaga tertentu lainnya. Keberadaan
instansi, lembaga, organisasi dan perusahaan tersebut disahkan secara hukum.
Contoh surat resmi adalah surat dinas, surat niaga, dan surat sosial.

3. Berdasarkan Pesan Surat

a. Surat Keluarga

Surat keluarga adalah surat yang berisi masalah-masalah keluarga atau


kekeluargaan. Contoh surat keluarga adalah surat untuk orang tua, saudara, dan
teman.

111
b. Surat Setengah Resmi

Surat setengah resmi adalah surat yang dikirimkan oleh seseorang kepada
instansi atau lembaga organisasi tertentu. Jenis surat ini misalnya surat lamaran
kerja, permohonan IMB dan surat permohonan cuti.

c. Surat Sosial

Surat sosial adalah surat yang dibuat oleh lembaga sosial kepada seseorang,
organisasi, atau instansi tertentu yang biasanya berisi berbagai masalah sosial.
Misalnya, surat permintaan sumbangan dan edaran untuk kerja bakti.

d. Surat Niaga

Surat niaga adalah surat yang ditulis oleh suatu perusahaan perniagaan dengan
pesan berniaga. Contoh jenis surat ini adalah surat penawaran harga, penagihan
utang, lelang barang, atau pesanan barang.

e. Surat Dinas

Surat ini berisikan masalah kepemerintahan atau kedinasan dari suatu lembaga
atau keorganisasian. Surat ini dapat ditujukan kepada instansi lain, perorangan
dan organisasi tertentu. Misalnya, surat keputusan, surat perintah, dan surat tugas.

f. Surat Pengantar

Surat ini ditujukan kepada perorangan atau lembaga sebagai pengatur atau
referensi seseorang untuk berhubungan dengan pihak penerima surat.

4. Berdasarkan Keamanan Pesan Surat

a. Surat Sangat Rahasia

112
Surat ini berisi pesan dokumen penting yang berkaitan dengan rahasia atau
keamanan suatu negara. Jenis surat ini dikirim dengan menggunakan tiga buah
sampul. Pada sampul pertama dituliskan kode SR yang merupakan singkatan dari
"Sangat Rahasia". Pada sampul kedua dituliskan kode SRS, yaitu singkatan dari
"Sangat Rahasia Sekali" serta dibubuhi segel atau lak untuk membuktikan
keutuhan pesan surat. Pada sampul terakhir (luar) dibuat biasa agar tidak
mengundang kecurigaan orang lain. Surat jenis ini, misalnya surat dari
kementerian luar negeri, surat untuk negara-negara tetangga, dan surat dokumen
kemiliteran.

b. Surat Rahasia

Jenis surat ini berisi dokumen ringan yang pesannya hanya pantas diketahui
oleh satu atau beberapa pejabat tertentu atau yang berwenang pada sebuah
instansi. Pengiriman surat ini menggunakan dua buah sampul. Sampul pertama
dituliskan kode R atau RS yaitu singkatan dari "Rahasia" atau "Rahasia Sekali"
serta disegel, sedangkan sampul kedua tidak diberi kode apa pun. Surat jenis ini
misalnya surat tentang konduet pejabat dan surat dokumen suatu instansi.

c. Surat Konfidensial

Surat yang isinya haya layak diketahui oleh beberapa pejabat tertentu sebab
pesannya memerlukan tindakan kebijaksanaan dari para pejabat tersebut.
Misalnya surat hasil rapat pimpinan dan usulan kenaikan pangkat seseorang.

d. Surat Biasa

Surat biasa adalah surat yang pesannya dapat diketahui oleh orang lain tanpa
mengakibatkan kerugian bagi pihak mana pun. Misalnya, surat edaran dan surat
undangan.

5. Berdasarkan Ruang Lingkup Surat

a. Memorandum/ Memo

113
Memorandum adalah surat yang dibuat oleh atasan kepada bawahan atau
kepada pejabat yang setingkat dengan pejabat pembuat memo. Memorandum ini
hanya berisikan catatan singkat tentang pokok-pokok permasalahan sebagai pesan
yang ingin dikomunikasikan.

b. Nota

Nota adalah surat yang dibuat oleh atasan kepada bawahan atau sebaliknya di
dalam satu kantor untuk meminta data atau informasi.

c. Surat Biasa

Surat biasa adalah surat yang dikirimkan kepada orang lain, baik yang berada
di dalam maupun di luar instansi yang bersangkutan.

6. Berdasarkan Jumlah Pembaca Surat

a. Pengumuman

Pengumuman adalah surat yang ditujukan kepada beberapa orang, instansi,


atau pihak lain yang namanya terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu.
Pengumuman ini dapat digunakan dalam raung lingkup yang terbatas maupun
dalam ruang lingkup yang lebih luas. Misalnya, pengumuman penerimaan
pegawai dan kelulusan tes.

b. Surat Edaran

Surat edaran adalah surat yang dikirimkan kepada beberapa orang, baik di
dalam maupun di luar kantor yang bersangkutan. Kadang-kadang, surat ini hanya
berisi sesuatu yang hanya diketahui oleh para pejabat tertentu. Ada pula surat
edaran yang dapat disebarkan ke raung lingkup yang lebih luas.

c. Surat Biasa

Surat biasa adalah surat yang khusus dikirimkan kepada seseorang yang
namanya tertera pada alamat surat dan hanya untuk diketahui oleh orang yang
dituju.

114
7. Berdasarkan Penyelesaian Surat

a. Surat Kilat

Surat kilat adalah surat yang pesannya harus dapat disampaikan kepada
penerima surat secepat mungkin. Tanggapan yang diharapkan dari surat tersebut
pun perlu dilakukan dengan cepat.

b. Surat Segera

Pesan dalam jenis surat ini perlu segera disampaikan kepada penerima surat,
tetapi tidak harus dikerjakan atau ditanggapi dengan cepat seperti pada surat kilat.

c. Surat Biasa

Jenis surat ini baik cara pembuatan atau pengirimannya tidak harus
diprioritaskan seperti kedua jenis surat di atas.

8. Berdasarkan Pengertian Umum

a. Surat Terbuka

Surat terbuka adalah surat yang ditujukan kepada pihak lain, biak perorangan
maupun kelompok yang biasanya dimuat di media massa atau diedarkan secara
terbuka.

b. Surat Tertutup

Surat tertutup adalah surat yang cara pengirimannya diberi sampul karena
isinya tidak layak diketahui oleh pihak lain.

c. Surat Kaleng

115
Surat kaleng adalah surat yang pengirimannya tidak mencantumkan nama
dan alamat pengirim secara jelas. Pengirim surat ini tidak bertanggung jawab
terhadap isi surat. Akan tetapi untuk beberapa hal perlu juga diperhatikan oleh
penerima surat pesan dalam surat itu.

116
KEGIATAN BELAJAR 9
MENULIS RANGKUMAN BUKU
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 9 ini diharapkan anda dapat menulis rangkuman
buku dengan baik.

A. Pengertian Ringkasan

Ringkasan adalah sebuah penyajian peristiwa atau kejadian yang panjang di sajikan
secara singkat atau juga,cara yang baik untuk memotong atau memangkas sajian sebuah hasil
karangan yang panjang dan disajikan dalam bentuk sajian yang singkat.
Ringkasan memiliki perbedaan dengan ikhtisar,meskipun sering kedua istilah itu
disampaikan,tapi sebenarnya kedua istilah itu berbeda.sebab ringkasan merupakan hasil dari
karangan yang asli tetapi dalam penyajiannya harus tetap mempertahankan urutan dan
tumusan yang asli dari pengarangnya.
Ikhisar adalah sebaliknya,ikhtisar tidak memerlukan susunan atau sistematika atau tidak
perlu sesuai dengan karangan aslinya dan tidak perlu secara profesional atau tidak
memerlukan sajian isi dari semua hasil karangan itu.
B. Fungsi Ringkasan

Fungsi sebuah ringkasan adalah memahami atau mengetahui sebuah buku atau
karangan. Dengan membuat ringkasan, kita mempelajari cara seseorang menyusun
pikirannya dalam gagasan-gagasan yang di atur dari gagasan yang besar menuju gagasan
penunjang, memulalui ringkasan kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.
Manfaat ringkasan yaitu sebagai sarana untuk membantu kita dalam mengingat isi
sebuah buku atau uraian yang begitu panjang. Ringkasan membuat ide-ide pokok yang
mewakili setiap bagian bacaan aslinya. Dengan membaca ringkasan,kita seakan-akan
memahami keseluruhan secara utuh.
C. Teknik Menyusun Ringkasan
1. Membaca naska asli selurunya secara berulang-ulang untuk menangkap kesan
umum dan sudut pandang pengarang.
2. Mencatat gagasan-gagasan utama
3. Membuat ringkasan berdasarkan gagasan-gagasan utama tersebut
4. Memperhatikan ketentuan-ketentuan tambahan sebagai berikut

117
➢ Sebagaiknya digunakan kalimat tunggal.
➢ Bila mungkin,ringkasan kalimat menjadi frasa,frasa menjadi
kata,rangkaian diganti dengan gagasan sentral saja.
➢ Jumlah alenia tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama
yang akan di masukkan dalam ringkasan.
➢ Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang.
➢ Pertahanan susunan gagasan asli dan ringkasan gagasan-gagasan tersebut
dalam urutan seperti urutan naska asli.
➢ Bila teks asli mengandung dialog,maka harus diubah ke dalam bahasa tak
langsung.
➢ Penulisan harus memperhatikan panjang ringkasan yang dibuat.

D. Menganalisis Rangkuman Buku yang Baik


Sebagai mahasiswa, buku pegangan yang dipakai akan sangat berbeda dengan buku
pegangan di SMA, di mana biasanya perbedaan khususnya berasal dari ukuran dan
berat buku. Dengan buku yang tebal ini, tentu saja berisi banyak materi sehingga
kamu mungkin merasa kesulitan memahami materi di buku tersebut. Dibawah ini ada
teknik yang bisa kamu gunakan untuk menganalisa buku yang cepat.
➢ Langka-langka membuat rangkuman isi buku dengan tepat adalah sebagai
berikut:
1. Cermati judul buku dan pegangan.
2. Bacalah kata pengantar. Jika buku yang kita baca mempunyai kata
pengantar tentukan ide pokok dalam kata pengantar sesuai dengan
judulnya.
3. Bacalah daftar isi. Daftar isi sebuah buku akan memandu isi pokok uraian
dalam buku tersebut.
4. Cermatiah judul tiap-tiap babnya.
5. Temukan pokok-pokok atau gagasan utama disetiap bab atau bagian
rumusannya.
Tiap-tiap bab dalam 2 atau 3 kalimat sederhana tanpa mengubah maksud
pengarang buku.urutkan rumusan kalimat-kalimat tersebut dari bab
pertama hingga teraakhir,berpenganglah bahwa rumusan kalimat tersebut

118
masih selaras dengan judul tiap bab, bacalah daftar isi untuk
mencocokannya.

E. Contoh Rangkuman Buku


IDENTITAS BUKU
Judul Buku : PENGANTAR Fislsafat Pendidikan
Penulis :Drs. Uyoh Sadulloh, M.pd
Penerbit : ALFA BETA, CV
Cetakan : kedua
Jumlah Halaman : 183 halaman
Harga: Rp.50.000.00
Tahun terbit : September 2004

ISI YANG PENTING/MENARIK

Pendidikan merupakan kegiatan yang hanya dilakukan manusia dengan lapangan yang sangat
luas, yang mecakup semua pengalaman serta pemikiran manusia tentang
pendidikan.Pendidikan sebagai suatu praktek dalam kehidupan, seperti halnya dengan
kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan ekonomi, kegiatan hukum,kegiatan agama, dan lain-
lain.Selain itu, kita dapat juga mempelajari pendidikan secara akademik,baik secara empirik
yang bersumber dari pengalaman-pengalaman, maupun fengan jalan perenungan-perenugan
yang mencoba melihat makna pendidikan dalam suatu konteks yang lebih luas.Yang pertama,
kita sebut praktik pendidikan, sedangkan yang kedua disebut teori pendidikan.

BAHASA PENGARANG

Bahasa pengarang dalam buku ini mengguakan bahasa yang komunikatif sehingga mudah di
pahami oleh pembaca atau dengan kata lain pesan yang ingin di sampaikan oleh pengarang
dapat dipahami langsung oleh pembaca.

KEUNGGULAN

Keunggulan dari buku ini adalah mampu memberikan informasi tentang nilai,sumber nilai
dan bagaiman manusia dapat memperoleh nilai tersebut karena pendidikan pada prinsipnya
tidak dapat dipisahkan dari nilai.

119
KELEMAHAN

Kelemahan dalam buku ini kurangnya memberikan pemahaman bagi pembaca khususnya
para pemula sehingga pesan yang diutarakan oleh pengarang tidak tersampaikan pada
pembaca.

F. Membuat Rangkuman

Rangkuman adalah suatu cara efektif untuk menyajikan karangan yang panjang dalam
bentuk yang singkat. Rangkuman biasanya identik dengan ringkasan karangan yang lebih
panjang, misalnya buku, rangkuman berisi pikiran-pikiran utama seluruh buku.

Contoh:

Buku ini layak dibaca karena didalamnya memuat ilmu pendidikan, pendekatan
filosofis dan bukan hanya teori pendidikan yang dibahas tetapi juga dengan prakti pendidikan
sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia dan memberi wawasan yang sangat
luas, karena pendidikan menyangkut seluruh aspek kehidupan baik pemikiran maupun
pengalamannya. Pendidikan membutuhkan pengkajian filosofis karena kajian semacam ini
akan melihat pendidikan dalam suatu realitas yang komprehensif.Kajian filosofis tentang
pendidikan akan membantu memberikan informasi tentang hakikat manusia, yang secara
horizontan berhubungan dengan sesama manusia dan jagat raya. Kajian filosofis juga
memberikan informasi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan sumber pengetahuan
karena hal ini sangat membantu dalam menentukan tujuan akhir pendidikan.

KEGIATAN BELAJAR 9
MENULIS RANGKUMAN BUKU
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 10 ini diharapkan anda dapat memahami jenis-
jenis pungtuasi dalam bahasa Indonesia.

A. Konsep Pungtuasi

1. Pengertian Pungtuasi
Bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulis
merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu dalam bentuk simbol-simbol
tertulis. Dalam percakapan-percakapan secara lisan jelas terdengar bahwa kata-kata

120
seolah-olah dirangkaikan satu sama lain, serta di sana-sini terdengar perhentian sebentar
atau agak lama dengar suara menaik atau menurun. Di samping itu masih terdapat
ekspresi-ekspresi air muka, berupa menggerak-gerakkan alis mata, menggeleng-gelengkan
kepala atau mengangguk-anggukkan kepala, mengangkat bahu, mengancunkan tangan dan
sebagainya. Kata”ya!” dapat di ucapkan sedemikian rupa untuk menyatakan persetujuan
yang bersemangat, atau bernada kemalu-maluan, kebimbangan dan kekurang-percayaan,
atau sebagai suatu penolakan yang kasar. Banyak sekali warna arti yang dapat di berikan
kepada suatu ucapan dengan perbedaan variasi kecepatan, keras-lembut dan intonasi yang
berlainan.
Semuanya itu begitu biasa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak timbul
persoalan bagi pendengar. Setiap orang yang diajak bicara langsung memahami apa fungsi
dari suara naik atau menurun, apa makna dari suatu tutur yang disampaikan dalam tempo
yang singkat atau dalam tempo yang relatif lebih lama. Tetapi semuanya ini baru menjadi
persoalan bila percakapan-percakapan atau bahasa lisan itu di transkripsikan dalam tulisan.
Bagaimana seorang dapat menyatakan nada yang naik atau menurun bagaimana ia harus
melukiskan ujaran-ujaran yang keras, dan sebagainya?
Pada waktu diadakn transkripsi bahasa lisan itu, sebenarnya dicoba untuk
menuangkan semua hasil ujaran manusia beserta nuansa lagu dan laju ujaran itu ke dalam
gambar-gambar diatas sehelai kertas. Penulis yang ahli dan berpengalaman akan
mengubah kalimat-kalimatnya sedemikian rupa sehingga ia dapat memperoleh tekanan
yang diinginkannya sebagai terdapat dalam bahasa lisan. Ia akan berusaha pula untuk
memilih kata-kata yang tepat untuk mencerminkan kembali arti sebagai yang dimaksudkan
dalam bahasa lisan, walaupun demikian masih terdapat kekurangan-kekurangan.
2. Dasar Pungtuasi
Sebagai telah dikemukakan diatas , bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu aspek
bentuk dan aspek makna. Aspek bentuk dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yang besar
yaitu unsur segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental yaitu unsur bahasa
yang dapat dibagi-bagi atas bagian-bagian yang lebih kecil yang meliputi : fonem,
morfem, kata , frasa , klausa , kalimat, dan wacana. Sebaliknya unsur suprasegmental
adalah unsur bahasa yang kehadirannya tegantung dari kehadiran unsur segmental , yang
terdiri dari : Tekanan keras , tekanan tinggi(Nada) dan tekanan panjang , dan dalam bntuk
lebih luas kita kenal sebagai intonasi.
Unsur-unsur segmental dapat dikatakan sudah cukup berhasil digambarkan di atas
sehelai kertas, walaupun di sana-sini masih terasa adanya kekurangan. Unsur-unsur
121
suprasegmental, beserta gerak-gerik dan air muka belum dapat dilukiskan dengan
sempurna. Unsur-unsur segmental biasanya dinyatakan secara tertulis denhan abjad ,
persukuan , penulisan kata , dan sebagainya. Sebaliknya unsur-unsur suprasegmental
biasanya dinyatakan secara tertulis melalui tanda-tanda baca atau puntuasi.
Telah dicoba sejauh mungkin untuk menciptakan tanda-tanda atau gambar-gambar
yang melambangkan cir-ciri suprasegmental dalam sebuah tutur, untuk memudahkan
pembaca mengikuti jejak bahasa lisannya. Pungtuasi atau tanda baca sebagai hasil usaha
menggambarkan unsur-unsur suprasegmental itu tidak lain dari gambar-gambar atau
tanda-tanda yang secara konvensional disetujui bersama untuk memebri kunci kepada
pembaca terhadap apa yang ingin disampaikan kepada mereka .
Sebelum mempelajari pungtuasi sebagai dimaksudkan di atas, hendakya sekali lagi
dicamkan bahwa pungtuasi itu dibuat berdasarkan dua hal utama yang saling melengkapi ,
yaitu :
1. Didasarkan pada unsur suprasegmental
2. Didasarkan pada hubungan sintaksis , yakni :
a. Unsur-unsur sintaksis yang erat hubungannya tidak boleh dipisahkan dengan tanda-
tanda baca
b. unsur-unsur sintagsis yang tidak erat hubungannya harus dipisahkan dengan tanda-
tanda baca.
Misalnya dalam kalimat berikut terdapat tanda-tanda baca yang memenuhi kedua syarat
tersebut : coba katakan, saudara, siapa namamu? Dalam ujaran yang wajar antara
“katakan” dan “saudara” tidak terdapa perhentian, sebab itu koma di sana dihilangkan.
Namun karna kata “saudara” merupakan unsur yang tidak ada hubungan dengan kata
“katakan” maka harus di tetapkan koma, karena disitu diberikan perhentian sebentar
dengan intonasi menaik. Sebaliknya pada akhir kalimat diberikan tanda tanya karena
intonasinya adalah intonasi tanya.
Sering terjadi bahwa unsur-unsur kalimat yang merupakan kesatuan ditampilkan dalam
urutan yang terpisa yaitu diinstrupsi oleh unsur-unsur yang kurang ensensial sifatnya
dalam hal ini harus dipergunakan tanda-tanda baca, agar hubungan itu tidak menjadi
kabur. Misalnya kita tidak boleh memisahkan unsur-unsur yang merupakan satu kesatuan
subjek dan predikat atau sebuah kata dengan keterangan yang erat. Sebaiknya kita harus
memisahkan anak-anak, kalimat yang indenpanden dalam sebuah kalimat majemuk,
memisahkan subjek dan unsur-unsur pengantar predikat yang didahului subjek,
memisahkan unsur-unsur yang setara, dan lain sebagainya.
122
3. Macam-macam pungtuasai
Pungtuasi yang lazim dipergunakan dewasa ini didasarkan atas nada dan lagu
(suprasegimental) dan sebagian didasarkan atas relasi gramatikal, frasa, dan inter-relasi
antar bagian kalimat (hubungan sintaksis). Tanda-tanda tersebut adalah :
a. Titik
Titik atau perhentian akhir biasanya dilambangkan dengan (.). Tanda ini lazim
dipakai untuk :
1. Menyatakan akhir sebuah tutur atau kalimat.
Bapak sudah pergi ke kantor.
Tidak ada yang perlu ditakuti
Ada kalangan yang menganggap cara dramatik itu sebagai cara yang terbaik.
Karena kalimat tanya dan kalimat perintah atau seru mengandung pula pengertian
perhentian akhir, yaitu berakhirnya suatu tutur, maka tanda tanya dan tanda seru yang
dipergunakan dalam kalimat-kalimat tersebut selalu mengandung sebuah tanda titik.
Kamu sudah mendengar berita itu?
Apa yang diinginkannya?
Pergilah dari sini!
Aduh, sialnya nasibku!
2.Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan singkatan kata
atau ungkapan yang sudah lazim. Pada singkatan yang terdiri dari tiga huruf atau lebih
hanya dipakai satu tanda titik:
Dr. (Doktor) a.n. (atas nama)
dr. (Dokter) d.a. (dengan alamat)
ir. (Insinyur) u.b. (untuk beliau)
kol. (Kolonel) dkk. (dan kawan-kawan)
M.Sc. (Master of Science) dll. (dan lain-lain)
Prof. (Profesor) dst. (dan seterusnya)
S.H. (Sarjana Hukum) dsb. (dan sebagainya)
Drs. (Doktorandus) tsb. (tersebut)
M.A. (Master of Arts) Yth. (Yang terhormat)
Semua singkatan kata yang mempergunakan inisial atau akronim tidak
mempergunakan titik: MPR, DPR, ABRI, Hankam, Kopkamtib, Ampera, Lemhanas,
dsb.

123
3.Tanda titik dipergunakan untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya
yang menunjukkan jumlah: juga dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan
detik:
1.000 pukul 5.45.42 (pukul lima lewat 45 menit 42 detik)
123.000
154.376.235
567.987.456.879
Bila bilangan itu tidak menunjukkan jumlah maka tanda titik itu tidak
dipergunakan :
Pada halaman 5675 terdapat kata-kata berikut.
Ia lahir pada tahun 1876.
b. Koma
koma atau perhentian antara yang menunjukkan suara menarik di tengah-tengah
tutur, biasanya dilambangkan dengan tanda (,). Di samping untuk menyatakan
perhentian anatara (dalam kalimat), koma juga dipakai untuk beberapa tujuan tertentu.
Dalam hal-hal berikut dapat dipergunakan tanda koma:
1.Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat setara yang menyatakan
pertentangan, antara anak kalimat dan induk kalimat, dan antara anak kalimat dan
anak kalimat:
Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai.
Mereka bukan mengerjakan apa yang diperintahkan, melainkan duduk bermalas-
malasan saja.
Nenek mengatakan dengan bangga, bahwa mereka adalah keturunan petani yang
kuat-kuat, yang pantang mengalah dengan raksasa alam-nya, tidak dilupakan beliau
berceritera tentang tanggal yang arsiteknya beliau rencanakan.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam usaha penyempurnaan ejaan
bahasa Indonesia, lebih dahulu harus ditentukan secara deskriptif tata fonem bahasa
Indonesia, sebelum dilakukan pemilihan huruf bagi fonem-fonemnya.
2. Koma dipergunakan untuk menandakan suatu bentuk parentetis (keterangan-
keterangan tambahan yang biasanya ditempatkan juga dalam kurung) dan unsur-
unsur yang tak restriktif:
Pertama, tulislah nama saudara di atas kertas itu. Anak-anak, yang sudah
menghadiri kebaktian itu, dapat dipulangkan ke rumahnya masing-masing.

124
Kedatangannya, seperti yang diinginkannya dari dulu, tidak disambut dengan
upacara besar-besaran.
3. Tanda koma dipergunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
apabila anak kalimat mendahului induk kalimatnya, atau untuk memisahkan induk
kalimat dengan sebuah bagian pengantar yang terletak sebelum induk kalimat:
Bila hujan berhenti, ia akan mulai menanami sawahnya. Karena marah, ia
meningggalkan kami.
Sebagai pembuka acara ini, kami persilakan hadirin berdiri untuk
menyanyikan lagu kebangsaan.
4. Koma dipergunakan untuk menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut:
Ia membeli seekor ayam, dua ekor kambing, lima puluh kilo gula sebagai oleh-
oleh untuk orang tuanya.
Realita kehidupan penuh dengan kaidah, aturan-aturan, ukuran-ukuran,
hukum-hukum, yang memberikan arti pada keselarasan hidup itu sendiri.
5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat pada awal
kalimat, misalnya: jadi, oleh karena itu, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, di
samping itu.
Di samping itu, kenyataan dan sejarah juga menunjukkan bahwa gerakan
mahasiswa itu biasanya tidak berlangsung lama.
Biarpun demikian, pelajar-pelajar yang berkualitas baik tidak sepenuhnya
tertampung dalam universitas-universitas.
Oleh karena itu, sudah tibahlah waktunya bagi kita untuk menata kembali
kehidupan di kampus ini.
6. Koma selalu dipergunakan untuk menghindari salah baca atau keragu-raguan:
Meragukan : Di luar rumah kelihatan suram.
Jelas : Di luar, rumah kelihatan suram.
Jelas : Di luar rumah, kelihatan suram.
7. Koma dipakai untuk menandakan seseorang yang diajak bicara:
Saya mendoakan, Yanto, agar engkau selalu berhasil dalam usahamu.
Saya setuju, saudara.
8. Koma dipakai juga untuk memisahkan aposisi dari kata yang diterangkannya:
Jendral Suharto, Presiden Republik Indonesia, dengan sekuat tenaga berusaha
untuk menyelamatkan rakyat Indonesia
Orang tuanya, Pak Yakob, telah meninggal tadi malam.
125
9. Koma dipakai untuk memisahkan kata-kata afektif seperti o, ya, wah, aduh, kasihan
dari bagian kalimat lainnya.
Aduh, betapa sedih nasibnya.
Wah, sungguh hebat hasil yang mereka capai.
10.Tanda koma dipakai untuk memisahkan sebuah ucapan langsung dari bagian kalimat
lainnya:
Kata ayah, “saya akan mengurus sendiri persoalan itu”
11. Koma dipergunakan juga untuk beberapa maksud berikut.
a. Memisahkan nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal.
b. Menceraikan bagian nama yang dibalikkan.
c. Memisahkan nama keluarga dari gelar akademik.
d. Untuk menyatakan angka desimal.
Bila anda ingin menyurati saya alamatkanlah ke: Fakultas Sastra-Universitas
Indonesia, Jln. Daksinapati, Rawamangun, Jakarta.
Mulyana, Slamet.
A.K. Pardede, 5.5., M.A.
Tanah itu panjangnya 25,56 m.
c. Titik-Koma
Fungsi titik koma sebenarnya terletak antara titik dan koma. Di satu pihak orang
ingin melanjutkan kalimatnya dengan bagian-bagian kalimat berikutnya, tetapi di pihak
lain dirasakan bahwa bagian kalimat tadi sudah dapat diakhiri dengan sebuah titik.
Sebab itu titik-koma itu dilambangkan dengan sebuah titik di atas sebuah koma (;).
Titik-koma dipakai dalam hal-hal berikut:
1. Untuk memisahkan dua bagian kalimat yang sederajat, di mana tidak dipergunakan
kata-kata sambung:
Ia seorang sarjana yang cemerlang; seorang atlit yang mengandung harapan;
seorang aktor yang sangat baik.
2. Titik-koma dipergunakan juga untuk memisahkan anak-anak kalimat yang sederajat:
Ia mengatakan bahwa ia sudah kecapaian; ia membenci pekerjaan itu; sebab itu ia
ingin segera meninggalkan pekerjaan itu yang sudah dijalankannya bertahun-tahun
lamanya.
3. Untuk memisahkan sebuah kalimat yang panjang yang mengandung subyek yang
sama, serta terdapat perhentian yang lebih lama dan koma biasa; teristimewa titik-

126
koma itu dipergunakan bila dalam bagian kalimat terdahulu telah dipergunakan
koma:
Tingkat kultural suatu bangsa menentukan kekuatan teknik, industri dan
pertaniannya; dengan demikian menentukan kekuatan ekonominya.
Melihat adiknya tiba-tiba seperti orang putus harapan itu, hilang segala
akalnya; gelisa tak tentu apa yang hendak dikerjakannya, dipegang-pegangnya
dagunya dengan tangannya yang kasar, yang mulai lisut sedikit-sedikit.
4. Memisahkan ayat-ayat atau perincian-perincian yang bergantung pada suatu pasal
atau pasa suatu induk kalimat.
Menurut penyelidikan Lembaga tersebut, kekurangan yang menyolok di
kalangan para mahasiswa, khususnya para mahasiswa baru, antara lain:
1. pengetahuan umum mereka kebanyakan berada di bawah taraf
2. tidak cukup menguasai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
3. tidak mampu membaca tabel, grafik, mempergunakan register dan kamus
4. cara belajar mereka kurang efisien
5. cara berfikir mereka jauh dari memadai
Pendeknya, sebagai pedoman dapat diingat bahwa titik-koma merupakan sebuah
perhentian yang lebih lama dari koma. Dengan mepergunakan sebuah titik-koma,
penulis dapat terhindar dari tiga kemungkinan kesalahan :
1. berhenti secara tiba-tiba pada suatu rangkaian kalimat-kalimat pendek yang terpisah,
yang diakhiri dengan titik biasa
2. menghilangkan kejemuan (monotoni) dari suatu kalaimat yang panjang, terdiri dari
bagian-bagian kalimat atau anak-anak kalimat yang dirangkaikan begitu saja dengan
kata dan atau sambung yang lain.
3. menghindari kekaburan dari sebuah kalimat yang berbelit-belit yang dipisahkan oleh
sebuah koma saja.
d. Titik Dua
Titik dua yang biasanya dilambangkan dengan tanda ( : ), biasanya dipergunakan
dalam hal-hal berikut:
1. sebagai penghantar sebuah kutipan yang panjang, baik yang diambil dari sebuah
buku, majalah dan sebagainya, maupun dari sebuah ucapan langsung.
Dalam sebuah karangannya yang berjudul “Pengajaran Bahasa
Indonesia”I.R. Poedjawijatna mengatakan: “ maka dari itu sekarang dapat kami
majukan tujuan utama pengajaran bahasa: membimbing anak ( orang yang belum
127
tahu betul akan bahasa itu ) supaya dapat mempergunakan dan menerima
(mengerti) bahasa itu sebaik-baiknya.” (BKI)
2.Titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan yang lengkap, tetapi diikuti suatu
rangkaian atau pemerian:
Di warung itu dapat dibeli barang-barang berikut: sayur-sayuran, gula,
tembakau, buah-buahan, barang pecah belah, dan sebagainya.
Manusia terdiri dari dua bagian: jiwa dan badan
Titik dua tidak dipakai kalau pemerian atau perincian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan:
Di warung itu dapat dibeli sayur-sayuran, gula, tembakau, buah-buahan,
barang pecah-belah, dsb.
Manusia terdiri dari jiwa dan badan.
3. Titik dua dipergunakan juga sebagai pengantar sebuah pernyataan atau kesimpulan:
Kenyataannya adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia dan Matematika
merupakan mata pelajaran dasar, bahasa Perancis dan Jerman merupakan pilihan.
4. Walaupun sangat jarang, titik dua dapat juga dipergunakan untuk memisahkan dua
kalaimat yang sederajat, sedangkan bagian yang kedua menerangkan atau
menegaskan bagian yang pertama:
Tiap pelari cepat sudah berusaha sedapat-dapatnya: Roby adalah seorang
pelari jarak pendek.
5. Titik dua dipakai sesudah kata atau frasa yang memerlukan pemerian:
Ketua Panitia : S. Sastradinata
Wakil Ketua : Adiarta
Sekretaris : Anita
6. Dalam teks drama atau dialog, titik dua dipakai sesudah kata yang menunjukkan
pelaku percakapan:
David : He, Abil, kemarilah. Apa artinya tulisan itu? Bahasa Latinkah itu?
Abil : (Tetap membunyikan orgel) Alaaah, apa gunanya?
David : Gunanya? Demi kepentingan orgelmu yang terkutuk itu.
6. Tanda Kutip
Tanda kutip, yang biasanya dilambangkan dengan tanda (“...”) atau (‘...’),
dipergunakan dalam hal nerikut:
1. Untuk mengutip kata-kata seseorang, atau sebuah kalimat atau suatu bagian yang
penting dari buku, majalah, dan sebagainya (bandingkan dengan d.1):
128
Ia mengatakan “saya harus pergi”
Dalam bukunya tentang Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Prof. M. Nasroen,
S.H. mengatakan antara lain: “menurut pendapat saya, monarkhie, republik,
oligharki, dsb. Itu semuanya adalah bentuk-bentuk negara dan oleh sebab itu
semuanya itu masing-masing adalah negara...”
Bila hanya ada satu kata yang dikutip, maka tidak perlu mempergunakan titik
dua:
Ia berteriak”Tembak!”kepada anak buahnya.
2. Tanda kutip dipergunakan untuk menulis judul karangan (artikel), syair atau bab
buku:
Ia menulis sebuah artikel dalam majalah bulanan itu dengan judul “Pemuda dan
dekadensi moral”.
Untuk deklamasi minggu depan siapkanlah “Aku” CIPTAAN Chairil Anwar.
3. Tanda kutip dipakai untuk menyatakan sebuah kata asing atau sebuah kata yang
diistimewakan atau mempunyai arti khusus:
Ia menyatakan bahwa semuanya sudah “oke” hal ini bisa dimengerti karena biaya
bagi penelitian bebas yang tersedia jauh lebih kurang daripada biaya untuk
keperluan penelitian yang sifatnya “applied”dan praktis.
Semboyan “buku”, pesta dan cinta” sudah lam ditinggalkan baik di dalam tindak-
tandukmaupun slogan.
4. Tanda kutip dalam tanda kutip: bila terdapat sebuah dalam sebuah kutipan, maka
masing-masingnya harus dibedakan dengan tanda kutip yang berlainan:
Yanto berkata “Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru ‘siapa itu?”’ atau
Yanto berkata ‘Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru “siapa itu?”’
5. Tanda kutip tunggal dipakai untuk mengapit terjamahan atau penjelasan sebuah kata
atau ungkapan asing.
Teriakan-teriakan binatang dan orang primitif oleh Wundi di sebut
LAUTGEBARDEN ‘gerak-gerik bunyi’.
6. Di samping hal-hal yang telah diuraikan di atas, perlu kiranya diminta perhatian atas
pemakaian koma, titik dan huruf kapital dalam contoh-contoh berikut yang juga
mempergunakan tanda kutip itu:
“Hendaknya demikan, “katanya, “ kita harus sadar untuk melaksanakan tugas kita
masing-masing dengan baik.”

129
Perhatikan: koma sesudah “kita” dan “katanya” huruf k kecil untuk kata “kita”
sebab “kita harus berhenti sekarang” merupakan bagian dari kalaimat “saya kira”.
“Astaga!” srunya. (Tak ada koma sebelum “serunya”)
“Kau sakit?” tanyanya. (Juga tak ada koma sebelum “tanyanya”, sebab baik
tanda tanya sudah mengandung titik).
7. Akhirnya dapat diberikan pula cara pengalineaan dalam karangan-karangan yang
mengandung dialog-dialog. Tiap pembicaraan baru betapapun pendeknya selalu di
mulai dengan alinea baru :
Nenek itu kemudian pergi. Ketika Bujang akan membanting kartu, tangan
Maya menahan.
“Nanti dulu, “ Kata Maya
“Apa?”
“Kau terlalu banyak berdusta. Aku yakin sekarang bahwa benar seperti yang
dikatakan oleh orang-orang yang mandi itu... “
“Nenekku gila?” tanya Bujang, “begitu maksudmu?”
“Ya”
“Kau menghina keluarga kami!”(MP)
f. Tanda Tanya
Tanda-tanda yang biasanya dilambangkan dengan tanda(?), digunakan dalam hal-
hal berikut :
1. Dalam suatu pertanyaan langsung
Bilamana kau menyelesaikan tugasmu itu ?
Bukankah kamu yang diserahi pekerjaan itu ?

Dalam hububgan ini dapat ditegaskan bahwa tanda tanya tidak boleh dipergunakan
dalam ucapan tak langsung (oratio inderacta):
Ia menayakan apa yang harus dikerjakannnya.
Ia ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap atas tugas itu.

2. Tanda tanya dipergunakan untuk menanyakan keragu-raguan atau ketaktentuan.


Untuk maksud tersebut tanda tanya harus ditempatkan dalam tanda kurung(?),
misalnya :
Pengarang itu lahir tahun 1886 (?) dan meninggal tahun 1968.

130
3. Tanda tanya kadang-kadang dipergunakan juga untuk menggantikan suatu bentuk
sarkastis:
Ia seornag gadis yang cantik (?) dan pemarah.
g. Tanda seru
Tanda seru yang dilambangkan dengan (!), biasanya dipakai dalam hal-hal
berikut:
1.Untuk menyatakan suatu pertanyaan yang penuh emosi. Kata-kata seru biasanya
dimasukkan juga dalam golongan ini.
Mustahil! Hal semacam itu tidak boleh terjadi!
Perhatian! Perhatian!
Aduh! Betapa sedih kita melihat nasibnya!

Tanda seru tidak selalu harus dipakai di belakang kata-kata seru. Misalnya
dalam contoh berikut terdapat juga kata seru, tetepi tidak ada keharusan untuk
mempergunakan tanda itu:

“He, dari mana kamu?” katanya penuh keheranan.


“He! Dari mana kamu?” katanya penuh keheranan.
1. Tanda seru selalu dipergunakan untuk menyatakan suatu perintah:
Pergilah segera ke rumahnya! Bawalah dia kemari!
Bawalah penjahat itu ke sini, hidup atau mati!

2.Tanda seru dipakai untuk menyatakan bahwa orang yang mengutip sesuatu
kebenarannya tidak setuju atau sependapat dengan apa yang dikutipnya itu:
Dataran-dataran itu dianggap sebagai bukti (!) Pendaratan.
Mahluk angkasa luar di bumi kita pada zaman lampau.
Kita semuan berasal dari kera (!)
h. Tanda Hubung
Tanda hubung yang dilambangkan dengan (-) dipergunakan dalam hal-hal
berikut:
1. Memisahkan suku kata yang terdapat pada akhir baris.:
Mungkin tidak ada konsensus apakah yang pembangunan itu, apa definisinya dan
bagimana caranya.

131
Semua suku kata (baik dari kata dasar maupun dari afiks) yang terdiri satu huruf
tidak dipisahkan supaya jangan terdapat hanya satu huruf pada ujung atau awal abris.
Jadi jangan penulis: a-nak, I-bu, seti-a, melompat-i, dsb, walaupun pemisahan
sukunkata memang demikian.

2. Tanda hubung dipaki untuk menyambung bagian-bagian dari kata ulang:


Runah-rumah, bermain-main, sekali-kali, sekali-sekali, berdekat-dekatan,
pertama-tama, dsb.

3.Tanda hubung dipakai umtuk memperjelas hubungan antara bagian kata atau
ungkapan:
Ber-evolusi, Be-revolusi; Be-ruang, Ber-uang;
Padanya ada uang dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
Padanya ada uang dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)
Istri-kolonel yang cerewet (sang istri yang cerewet)
Istri kolonel-yang cerewet (kolonel yang cerewet)

4.Tanda hubung dipakai untuk merangkai: se-dengan kata berikutnya dengan kata
berikutnya yang di mulai dengan huruf kapital; ke- dengan angka; angka dengan-
an; dan singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata:
se-Indonesia, se-Jakarta; hadiah ke-3, ulangan ke-5; tahun20-an; SIM-nya, bom-H
di-DIP-kan.
i. Tanda pisah
Tanda pisah (dash) yang biasanya dilambangkan dengan tanda ( ̶ ),
dipergunakan untuk beberapa hal berikut:
1. Untuk menyatakan suatu pikiran atau tambahan:
Ada kritik yang menyatakan bahwa cara penyiar kita mempergunakan bahasa
indonesia ̶ khusus dalam pengucapannya ̶ kurang baik.
Karangan yang lebih populer dapat mendorong orang-orang awam ̶ seperti saya
ini ̶ untuk mempergunakan bahasa indonesia dengan cara yang baik.

2. Untuk menghimpun atau memperluas suatu rangkaian subjek atau bagian kalimat,
sehingga menjadi lebih jelas:
Rumah, hewan, makanan ̶ semuanya musnah dilanda banjir.
132
Rangkaian kegiatan ini ̶ penelitian, seminar, diskusi ilmiah ̶ merupakan kegiatan
ilmiah pada suatu perguruan tinggi.
Rakyat indonesia ̶ pria, wanita, orang-orang dewasa dan anak-anak ̶ menyambut
gembira hasil pemilihan umum.

3. Tanda pisah dipakai diantara dua bilangan berarti sampai dengan, sedangkan bila di
pakai antara dua tempat atau kota berartu ke atau sampai.

Ia dibesarkan di Bandung dari tahun 1945 – 1970


Seminar itu berlangsung dari tanggal 4 – 10 April

4. Tanda pisah dipakai juga untuk menyatakan suatu ringkasan atau suatu gelar:
Hanya suatu kesenangannya ̶ makan
Inilah kedua kawan yang saya ceritakan ̶ Nina dan Nita

5. Untuk menyatakan suatu ujaran yang terputus, atau suatu keragu-raguan.


Didalam belukar itu terdapat seekor ̶ seekor ̶ tak dapat saya pastikan binatang
apa itu.
Dalam hal ini lebih lazim dipergunakan titik-titik (....) dari pada tanda pisah.
j. Tanda Elipsis (titik-titik)
Tanda elepsis (atau titik-titik) yang dilambangkan dengan tiga titik dipakai
untuk menyatakan hal-hal berikut:
1. Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus, atau menyatakan ujaran yang
terputus dengan tiba-tiba.
Ia seharusnya . . . seharusnya . . . sudah berada disini.
Tadi aku dengar dia berkata, seolah-olah lelaki yang diincarnya itu ada disekita
ini, . . . ya, ya, dia berkata begitu.
Sebagai sudah dikatakan diatas, walaupun kurang lazim, tanda elepsis ada kalanya
diganti dengan tanda pisah.

2. Tanda elipsis dipakai untuk menyatakan bahwa dalam suatu kutipan ada bagian
yang dihilangkan.
Mental menjalankan kekuasaan dalam negara modern... perlu dibina.

133
Tanda elipsis yang dipergunakan pada akhir kalimat karna menghilangkan bagian
tertentu sesudah kalimat itu berakhir, menggunakan empat titik, yaitu satu sebagai
titik bagi kalimat sebelumnya, dan tiga bagian yang dihilangkan.
Demi kelancaran tata tertib hal ini sungguh perlu . . . . sehingga tiap orang yang
agak “keluar dari rel”, lantas ditindak.
3. Tanda elipsis dipergunakan juga untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri
kelanjutan dari sebuah kalimat.
Gajinya kecil. Tetapi ia memiliki sebuah mobil luks, rumah yang mewah, malah
sebuah bungalow dipuncak. Entahlah dari mana ia dapat mengumpulkan semua
kekayaannya itu...!

k. Tanda kurung
Tanda kurung yang biasanya melambangkan dengan tanda ( ),dipergunakan
untuk menyatakan hal-hal berikut:
1. Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan
Peranan IRRI (International Rice Research Institute) adalah untuk menciptakan
berbagai varietas yang telah ditingkatkan.
Begitu pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan pinjam-terjemahan
(loan-translation) banyak contohnya dalam bahasa indonesia.

2. Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan merupakan bagian integral dari
pokok pembicaraan
Memang diakui bahwa untuk dua jenis pelajaran (menurut kami harus dikatakan:
‘pengajaran’) ini ada metode dan sistemnya.

3. Mengapit angka atau huruf yang memperinci satu seri keterangan. Misalnya:
Agar seminar mengambil keputusan dengan pokok-pokok berikut :
(1). Standarisasi perlu, mengapa?
Disini sudah menyangkut fungsi dan nilai
(2). Siapa yang melaksanakan
(a). Organisasi; lembaga khusus
(b). Personalia; staf ahli
(c). Perguruan tinggi (koplemen)
(3). Persoalan teknik diserahkan kepada lembaga
134
l. Tanda kurung siku

tanda kurung siku biasanya dilambangkan dengan tanda [ ] tanda ini


dipergurukan untuk maksud-maksud berikut:
1. Dipakai untuk menerangkan sesuatu diluarnya teks atau sisipan keterangan
(interpolasi) yang tidak ada hubungannya dengan teks
Sementara itu lingkungan pemuda dari kampus ini berhubungan [maksudnya:
berhubungan] dengan kenyataan-kenyataan diluar kampusnya.

2. Mengapit keterangan atau penjelasan bagi suatu kalimat yang sudah ditempatkan
dalam tanda kurung.
(hanya menggunakan nada atau kombinasi nada-nada dan apa yang saya sebut
persendian [atau mungkin kata lain perjedahan atau juncture itu]).

m. Garis Miring

Yang biasanya dilambangkan dengan (I) dipakai untuk :


1. penganti kata dan, atau, per, atau memisah-misahkan nomor atau alamat yang
mempunyai fungsi yang berbeda:
Begitu pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan pinjam-terjemah banyak
terdapat dalam bahasa indonesia.
Akan diadakan pungutan wajib Rp. 1.000.00/jiwa. Engkau dapat menyurati saya
dengan alamat: kayu pahit I/185, Rt. 007/08.

2. Penomoran kode surat:


Nomor. 1/255-a-I

n. huruf Kapital

Huruf kapital atau huruf besar, biasanya dipergunakan dalam hal-hal berikut :

135
1. Huruf awal dan kata pertama dalam sebuah kalimat. Dapat juga dipergunakan pada
huruf awal dan kata pertama dalam suatu baris sanjak. Walaupun penyair-penyair
dewasa ini telah meninggalkan kebiasaan tersebut:
Ia meninggalkan rumah tanpa pamit,
Tuhanku akan datang dan lalu,
Badanku, akan jadi tua,
Tapi luka-luka jiwaku,
Dapat di fajar masaku muda. (PB)

Penyair-penyair dewasa ini tidak suka dengan formalitas itu, malahan ada yang
secara ekstrim sama sekali tidak mempergunakan satu huruf kapital pun.
rubuhlah satu per-satu rubuh
benteng-benteng dendam kendurlah
satu per-satu kendur urat-urat sakit hati
aku pun berpihak kepada kasih-sayang.
Dilarut sepih. (BKI)

2. Huruf kapital dipergunakan pula di depan nama diri, nama tempat, bangsa, negara,
organisasi, bahasa, nama bulan dan hari, Tuhan, an sifat-sifat Tuhan yang
mempergunakan kata Maha
Nama diri : Adi, Nina, Anita, Tomi, Yana, Tanto, dsb
Nama tempat : Bogor, Bandung, Jakarta, Ende, dsb
Bangsa, negara, bahasa : Inggris, Indonesia, Nederland, ahasa Inggris, bahasa
Indonesia, bangsa Indonesia, bangsa Belanda, dsb.
Nama bulan dan hari : Januari, Februari, Minggu, Senen, dsb.
Tuhan dan Sifat Tuhan : Tuhan, Allah, Tuhan Yang Maha esa, Tuhan Yang
Maha
Pengasih, dsb.
3. Huruf kapital dipergunakan pula bagi judul-judul buku, pertunjukan, nama harian,
majalah, artikel dan biasanya kata-kata yang penting saja ditempatkan dalam huruf
kapital, sedangkan kata-kata yang tidak penting tetap dalam huruf kecil.
Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru
Majalah Ilmu Sastra Indonesia
Bahasa Indonesia dan problematiknya
136
4. Huruf kapital dipergunakan juga pada kata-kata biasa yang mendapatkan arti
istimewa, terutama dalam personofikasi :
Keseimbangan yang keempat adalah keseimbangan dengan alam yang Gaib. (N)
Seperti wajah merah membara
Dalam bakaran api nyata,
Biar jiwaku habis terlebur,
Dalam Kobaran Nyata Raya (PB)

Latihan

A. tempatkanlah Tanda-tanda baca pada kalimat-kalimat di bawah ini:


1. dalam hal ini kita tidak bisa melupakan sumbangan aristoteles yang berpendapat bahwa
struktur alur dramatik dibangun atas dua bagian perkembangan utama yakni
penggawatan komplikasi dan penyelesaian konklusi katastrofi
2. tingkat kulturil suatu bangsa menentukan kekuatan teknik industri dan pertaniannya
dengan demikian menentukan kekuatan ekonominya
3. mutu pendidikan tinggi kita baik dilihat dari segi relevansinya keutamaan akademis
ataupun dan keutamaan kependidikan masih belum memuaskan
4. terima kasih katanya sambil menerima bungkusan itu dari tangannya
5. benarkah kamu menerima bungkusan itu tanyanya dengan nada yang agak keras
6. karena macetnya lalu lintas antara jam 7:30 pagi sampai jam 10:30 pagi maka tidak
mungkin mobil itu dilarikan lebih cepat dari 20 km jam.

B. Dalam kalimat-kalimat di bawah ini terdapat kesalahan dalam menempatkan tanda-baca.


Tunjuklah mana ang salah serta usahakanlah memperbaikinya!
1. Tepat tepat! Pada jam seperti inilah dulu suamiku Raja Dukungan tambun mulai
Menggocok kartunya.:
2. Terang pula bahwa, sikap keahlian sang guru sangat menentukan.
3. Itulah sebabnya maka juga kami katakan bahwa pelajaran secara ilmiah itu paling
cepat, baru diadakan pada Sekolah lanjutan Pertama malahan, pada hemat kami,
terutama pada sekolah lanjutan atas dan itulah sebabnya pula maka kami dalam
prasaran ini membatasi diri lingkungan pengajaran (pemberian pelajaran bahasa

137
Indonesia hanya pada sekolah lanjutan atas dan terutama pada Sekolah Menengah
Atas.
4. Contoh yang mudah ialah perbandingan antara sebuah buku riwayat; atau sejarah
dengan sebuah roman sejarah.
5. Juga di sini tidak akan dikemukakan, definisi apakah roman, novel, dan cerita pendek
itu.

C. Tempatkanlah tanda-tanda baca dari kutipan di bawah ini:

Universitas dapatlah dikatakan sebagai suatu organisasi profesional istilah


organisasi memasukkannya dalam kategori yang sama dengan tipe organisasi lainnya
seperti perusahanan paberik atau pun ketenteraan tetapi dengan menambahkan kata sifat
profesional universitas itu dibedakan dari tipe organisasi tersebut tadi termasuk dalam
kategori organisasi profesional adalah rumah sakit atau asosiasi pengacara.
Sifat khas organisasi profesional ialah bahwa tujuan primer organisasi itu hanya
dapat dicapai oleh mereka yang mempunyai kwalifikasi yang tertinggi di bidang
ketenteraan untuk mencapai sasaran komandan mengerakkan anak buahnya di bidang
perusahaan produksi direktur mengerahkan buruhnya untuk mencapai hasil yang
setinggi-tingginya tetapi mendidik mahasiswa menyembuhkan pasien membela klien
tidak dapat diserahkan kepada tenaga yang kurang pendidikannya ini harus dikerjakan
oleh anggota profesi yang mempunyai kwalifikasi tertinggi
Di samping tugas-tugas profesional pada organisasi profesional itu seperti juga
pada badan laiinya tentu ada pula tugas tugas di bidang administratif organisatoris di
bidang kepengurusan pengelolaan atau pun manajemen relasi antara tugas profesional dan
tugas manajemen ini memberikan corak dualistis pada universitas sekarang ini sektor
profesionil tujuan primer universitas itu adalah pendidikan keilmuan penelitian dan
pengalaman ilmu itu sedang sektor pengelolaannya harus menjaga efisiensi dalam
pemakaian dana dan daya.
Universitas kita masih dalam tahap mencari bentuk masih sangat memerlukan
perubahan dan penyesuaian dalam cara kerja struktur dan dalam proses pengambilan
keputusan dengan demikian ia harus mempunyai kesanggupan untuk perubahan dan
penyesuaian diri dalam dirinya sendiri dengan mendengarkan suara suara rasionil tentang
perubahan dari dalam lingkungannya sendiri sesuai dengan kenyataan bahwa perguruan
tinggi itu adalah penyebab dari perubahan dalam masyarakat maka kesanggupan untuk
138
melakukan perubahan dalam penyesuaian haruslah inhaerent pula pada lembaga
pendidikan tinggi itu universitas harus dapat melaksanakan pada dirinya sendiri
pendekatan yang bersifat pembaharuan dan kreatif innovating and creative aproach
Kalau universitas itu tidak dapat tidak sanggup dari dalam menda-patkan
kemampuan untuk penyesuaian yang terus-menerus terhadap perkembangan dan keadaan
masyarakat yang dewasa ini penuh dengan perubahan-perubahan eksplosif maka
perubahan dan penyesuaian itu akan dipaksakan dari luar konservatisme dan kekakuan
tidak dapat dipertahankan dalam keadaan dunia dewasa ini.
Sama pentingnya dengan kesanggupan untuk mengadakan respons terhadap suara
suara perubahan yang rasionil dari dalam adalah kesanggupan untuk dengan tegas
menentang suara suara yang irrasionil yang datang dari pihak mana pun juga dari dalam
atau dari luar ling-kungan universitas.

139
KEGIATAN BELAJAR 11
MENULIS PIDATO BAHASA INDONESIA
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 11 diharapkan anda dapat Menulis Pidato dengan
bahasa Indonesia yang baik.

1. Peranan Pidato
Peranan pidato, ceramah, penyajian penjelasan lisan kepada suatu kelompok massa
merupakan suatu hal yang sangat penting, baik pada waktu sekarang maupun pada waktu-
waktu yang akan datang. Mereka yang mahir berbicara dengan mudah dapat menguasai
massa, dan berhasil memasarkan gagasan mereka sehingga dapat diterima oleh orang lain.
Dalam sejarah umat manusia dapat dicatat betapa keampuhan penyajian lisan ini, yang dapat
mengubah sejarah umat manusia atau sejarah suatu bangsa.
Hitler dengan keahliannya berbicara atau berpidato menyeret bangsanya ke dalam api
peperangan dengan menimbulkan kesengsaraan yang sekian besarnya kepada umat manusia.
Tetapi di samping itu dapat pula dicatat pengaruh tokoh-tokoh penting, yang sanggup
membawa kedamaian manusia berkat kemahiran bicaranya. Penyajian lisan dapat berguna
bagi masyarakat, untuk mengembangkan suatu tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan
lebih luhur. Tetapi sebaiknya keahlian bicara itu menenggelamkan umat manusia beserta nila-
nilai dan hasil-hasil kebudayaannya yang sudah diperolehnya beratus-ratus tahun lamanya.
Seorang tokoh dalam masyarakat, seorang pemimpin lebih-lebih lagi seorang sarjana atau
ahli harus memiliki pula keahlian untuk menyajikan pikiran dan gagasannya secara oral.
Seorang tokoh atau pemimpin yang tidak bisa berbicara di depan umum akan menjauhkan
dirinya sendiri dari masyarakat yang dipimpinnya; ia tidak sanggup mengadakan komunikasi
langsung dengan anggota-anggota masyarakatnya. Betapapun baik administrasi pemerintahan
yang dijalankannya, betapa jujur ia menjalankan tugasnya, tetapi kalau komunikasi langsung
itu tidak dapat dijalankannya dengan semestinya, maka dapat dikatakan ia telah setengah
gagal. Demikian pula halnya dengan seorang sarjana atau ahli. Betapapun cemerlang teori
yang dirumuskannya, betapapun gemerlapan penerapan-penerapan teorinya dalam penemuan-
penemuan yang baru, namun bila tak sanggup mengungkapkan pengetahuannya itu kepada
orang lain, maka sukar ia mendapat pengikut dalam bidang pengetahuannya itu.

140
Sebab itu sebagai seorang calon sarjana, setiap mahasiswa harus berusaha pula memiliki
kemampuan ini, di samping keahlian mengungkapkan pikirannya secara tertulis. Kemahiran
mengungkapkan pikiran secara lisan atau dengan singkat penyajian lisan, bukan saja
menghendaki penguasaan bahasa yang baik dan lancar, tetapi di samping itu menghendaki
pula persyaratan-persyaratan lain, misalnya: keberanian, tetapi di smping itu ketenangan
sikap di depan massa, sanggup mengadakan reaksi yang cepat dan tepat, sanggup
menampilkan gagasan-gagasannya secara lancar dan teratur, dan memperlihatkan suatu sikap
dan gerak-gerik yang tidak kaku dan canggung.

2. Metode Penyajian Oral


Persiapan-persiapan yang diadakan pada waktu menyusun sebuah komposisi untuk
disampaikan secara lisan pada umunya sama dengan persiapan sebuah komposisi tertulis.
Perbedaannya terletak dua hal; pertama, dalam penyajian lisan perlu diperhatikan gerak-
gerik, sikap, hubungan langsung dengan hadirin, sedangkan komposisi tertulis sama sekali
tak diperhitungkan. Kedua, dalam penyajian lisan tidak ada kebebasan bagi pendengar untuk
memilih mana yang harus didahulukan mana yang dapat diabaikan, ia harus mendengar
seluruh uraian itu. Dalam komposisi tertulis pembaca bebas memilih mana yang dianggapnya
paling menarik, sedangkan bagian lain dapat ditunda.
Sebab itu persiapan-persiapan yang diperlukan untuk menyusun sebuah uraian lisan, di
samping memperhatikan hal-hal tersebut di atas, tergantung pula dari metode penyajiannya.
Ada yang menggarap naskah secara lengkap sebagai sebuah komposisi tertulis, untuk
kemudian dibacanya pada kesempatan yang disediakan baginya. Sebaliknya ada yang cukup
menuliskan ide atau beberapa catatan yang kemudian dikembangkannya sendiri pada waktu
menyajikannya secara lisan.
Berhubung dengan penyajian lisan ini, dikenal empat macam metode penyajian lisan,
yaitu:
a. Metode Impromtu (serta-merta): metode impromtu adalah metode penyajian
berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali, pembicara secara
serta-merta brbicara berdasrkan pengetahuannya dan kemahirannya. Kesanggupan
penyajian lisan menurut cara ini snagat berguna dalam keadaan darurat, tetapi
kegunaannya terbatas pada kesempatan yang tidak terduga itu saja. Pengetahuannya
yang ada dikaitkan dengan situai dan kepentingan saat itu akan sangat menolong
pembicara.

141
b. Metode Menghafal: metode ini merupakan lawan dari pertama di atas. Penyajian lisan
yang dibawakan dengan metode ini bukan saja direncanakan, tetapi ditulis secara
lengkap kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang berhasil dengan
metode ini, tetapi lebih sering menjemukan dan tidak menarik. Ada kecenderungan
untuk berbicara cepat-cepat mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya.
Cara ini juga akan menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan dirinya dengan situasi
dan reaksi-reaksi pendengar selagi menyajikan gagasannya.
c. Metode Naskah: metode ini jarang dipakai, kecuali dalam pidato resmi atau pidato-
pidato radio. Metode ini sifatnya masih agak kaku, sebab bila tidak mengadakan
latihan yang cukup maka pembicara seolah-olah menimbulkan suatu tirai antara dia
dengan pendengar. Mata pembicara selalu ditujukan ke naskah, sehingga ia tak bebas
menatap pendengarnya. Bila pembicara bukan seorang ahli, maka ia pun tidak bisa
memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraannya.
Kekurangan metode ini dapat diperkecil dengan latihan-latihan yang intensif.
d. Metode Ekstemporan (tanpa persiapan naskah): metode ini sangat dianjurkan karena
merupakan jalan tengah. Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini
direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus
menjadi urutan bagi uraian itu. Kadang-kadang disiapkan konsep naskah dengan tidak
perlu menghafal kata-katanya sendiri. Catatan-catatan tadi hanya digunakan untuk
mengingat urutan-urutan idenya.
Metode ini lebih banyak memerikan fleksibilitas danvariasi dalam memilih diksinya.
Begitu pula pembicara dapat mengubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi-
reaksi yang timbul pada para hadirin sementara uraian itu berlangsung. Sebaliknya
metode ini terlalu bersifat sketsa, maka hasilnya sama dengan metode impromtu.
Dalam kenyataan metode-metode di atas dapat digabungkan untuk mencapai hasil
yang lebih baik. Yang paling sering dilakukan adalah penggabungan antara metode
naskah dan metode ekstemporan. Pembicara menyiapkan uraiannya secara mendalam
dan terperinci dengan menyiapkan sebuah naskah tertulis. Namun ia tidak membaca
seluruh naskah itu. Karena menguasai bahan dalam naskah itu hanya dipakai untuk
membantunya dalam urutan-urutan gagasan yang akan dikemukakan.

3. Persiapan Penyajian Lisan


Dalam garis besar, persiapan-persiapan yang dilakukan untuk sebuah komposisi lisan
sama saja dengan menyiapkan komposisi tertulis. Tetapi dalam hal ini pembicara
142
biasanya menghadapi suatu massa sudah diketahuinya terlebih dahulu. Sebab itu ada
persoalan-persoalan yang harus mendapat perhatian pembicara untuk disiapkan dengan
baik jauh sebelumnya.
Persiapan-persiapan untuk penyajian lisan, dapat dilihat melalui ketujuh langkah berikut:
A. Meneliti Masalah : 1. Menentukan maksud.
2. Menganalisa pendengar dan situasi.
3. Memilih dan menyempitkaan topik.
B. Menyusun Uraian : 4. Mengumpulkan bahan.
5. Membuat kerangka uraian.
6. Menguraikan secara mendetail.
C. Mengadakan Latihan : 7. Melatih dengan suara nyaring.
Urutan ketujuh langkah di atas tidak mutlak harus diikuti dengan cermat seperti itu, tetapi
yang jelas urutan kelompok menyusun uraian, dan mengadakan latihan oral merupakan
bagian yang terakhir. Perubahan urutan dapat saja dilakukan dalam tiap kelompok,
misalnya: seorang pembicara yang diminta memberi sebuah ceramah dengan tidak
ditentukan topi pembicaraan, akan berusaha pertama-tama menganalisa pendengar dan
situasi, baru kemudian menentukan topik dan tujuannya.
Mengingat banyak langkah telah diuraikan secara terperinci dalam komposisi tertulis,
maka tidak perlu lagi diulang dalam bagian ini. Namun sesuai dengan sifatnya yang
khusus beberapa hal akan diuraikan lagi lebih lanjut, yaitu: Menentuka maksud dan topik,
menganalisa pendengar dan situasi, menyusun uraian, dan mengadakan latihan oral.
4. Menentukan Maksud dan Topik
Setiap tulisan selalu menentukan topik tertentu yang ingin disampaikan kepada para
hadirin, dan mmengharapkan suatu reaksi tertentu dari para pembaca atau pendengar.
Reaksi itu akan lebih jelas kalau diketahui pula bahwa ada maksud tertentu yang ingin
dicapai oleh pembicara atau pengarang. Suatu uraian yang disajikan secara lisan harus
pula menetapkan suatu topik yang jelas melalui topik tadi. Reaksi dari para hadirin atas
topik dan tujuannya akan langsung dilihat dan dialami pada waktu itu juga.
Sebab itu dalam menentukan maksud sebuah uraian lisan, pembicara harus selalu
memikirkan tanggapan apa yang diinginkan para pendengar. Pembicara tentu
menginginkan agar pendengar yakin atau memahami sebaik-baiknya persoalan yang
dikemukakan, atau percaya terhadap informasi yang diberikannya. Pembicara misalnya
dapat mengharapkan tindakan-tindakan tertentu dari para pendengar sesudah ia
menyelesaikan uraiannya. Bila pembicara tetap memperhatikan apa yang diinginkan,
serta mengharapkan tanggapan-tanggapan atau reaksi-reaksi tertentu, maka ia sebenarnya

143
sudah cukup banyak menghemat waktu dengan menghindarkan hal-hal yang tidak
eensial.
Oleh karena itu topik pembicaraan dan tujuannya merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan satu dari yang lain. Topik dan tujuan pertama-tama merupakan persoalan dasr
bagi tema uraian dan wujud dar tema itu sendiri, dan kedua, topik dan tujuan bertalian
sangat erat dengan tanggapan yang diharapkan dari para pendengar dengan
mengemukakan tema tadi. Sering terjadi bahwa tujuan yang diinginkan pembicara
mempengaruhi pula pilihan atas suatu topik tertentu.

4.1 Topik dan Judul


Untuk memilih sebuah topik yang baik, maka pembicara memperhatikan beberapa aspek
berikut:
1. Topik yang dipilih hendaknya sudah diketahui serba sedikit, serta ada kemungkinan untuk
memperoleh lebih banyak keterangan atau informasi.
2. Persoalan yang dibawakan hendaknya menarik perhatian pembicara sendiri. Bila
persoalan tidak menarik perhatiannya, maka persiapannya merupakan hal yang sangat
menjengkelkan, sehingga selalu timbul bahaya bahwa pada suatu waktu pembicara
meninggalkan begitu saja topik tersebut, atau tidak menyiapkannya secara mendalam.
3. Persoalan yang dibicarakan hendaknya menarik pula perhatian pendengar. Bila persoalan
tersebut sungguh-sungguh menarik perhatian pendengar, maka pembicara tidak akan
bersusahpayah menjaga agar pendengar-pendengarnya selalu mengarahkan perhatiannya
kepada pembicaraannya. Suatu topik dapat menarik perhatian pendengar karena:
a. topik itu mengenai persoalan para pendengar sendiri;
b. merupakan suatu jalan keluar dan suatu persoalan yang tengah dihadapi;
c. merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan dalam masyarakat, atau
persoalan yang jarang terjadi;
d. persoalan yang dibawakan mengandung konflik pendapat.
4. Persoalan yang dibahas tidak boleh melampaui daya-tangkap pendengar, atau sebaliknya
terlalu mudah untuk daya intelektual pendengar.
5. Persoalan yang dibawakan dalam peyajian itu, harus dapat diselesaikan dalam waktu yang
disediakan. Bila penyajian itu melampaui waktu yang ditetapkan, maka perhatian
pndengar merosot dan bahkan akan lenyap sama sekali.
Hal kedua yang harus diperhatikan di samping topik adalah judul komposisi lisa itu.
Topik mengandung materi pembicaraan atau masalah yang diuraikan serta objek atau
144
aktivitas yang perlu diketahui pendengar. Sebaliknya judul atau titel adalah etiket yang
diberikan kepada komposisi lisan itu, untuk menimbulkan rasa ingin tahu terhadap
masalah yang diuraikan. Judul adalah semacam slogan yang menampilkan topik dalam
bentuk yang menarik. Oleh sebab itu judul yang baik haruslah bersifat relevan, provokatif
dan singkat.

4.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan sebuah komposisi lisan tergantung dari keadaan dan apa yang
dikehendaki oleh pembicara. Sebagai telah ditegaskan berulang kali, baik uraian lisan
maupun uraian tertulis selalu mengandung sebuah maksud tertentu. Maksud atau tujuan
tersebut dapat dibedakan atas maksud umum dan maksud khusus. Setiap maksud umum
selalu akan menimbulkan reaksi-reaksi yang umum, sedangkan maksud-maksud khusus
diharapkan akan menimbulkan reaksi yang khusus.
a. Maksud umum
Maksud-maksud umum beserta reaksi-reaksi umum yang terdapat dalam uraian-
uraian tertulis atau lisan dapat dibedakan atas :
Tujuan Umum Reaksi yang diinginkan Sifat dan jenis uraian
Ilham atau inspirasi;
1. Mendorong Persuasif
membngkitkan emosi.
Persesuaian pendapat,
2. Meyakinkan persesuaian intelektual; Persuasif
percaya dan yakin
Tindakan atau perbuatan
3. Bertindak/berbuat tertentu dari para Persuasif
pendengar
4. Memberitahukan Pengertian yang tepat Instruktif
5. Menyenangkan Minat dan kegembiraan Rekreatif

(1) Mendorong
Tujuan sebuah komposisi dikatakan mendorong bila pembicara berusaha untuk memberi
semangat, membangkitkan kegairahan atau menekan perasaan yang kurang baik, serta
menunjukkan rasa pengabdian. Reaksi-reaksi yang diharapkan adalh menimbulkan ilham
atau membakar emosi para pendengar. Misalnya: pidato radio Presiden Soeharto tentang

145
keterbelakangan rakyat Irian Jaya mengorbankan sedikit dari miliknya untuk membantu
memajuka putra-putri Irian Jaya.
(2) Meyakinkan
Bila pembicara berusaha untuk mempengaruhi keyakinan atau sikap mental atau
intelektual para pendengar, maka komposisi itu bertujuan untuk meyakinkan. Pada
umumnya pidato atau komposisi lisan lainnya yang dibawakan dewasa ini mengandung
tujuan ini. Alat yang esensial dari komposisi lisan semacam ini adalah argumentasi.
Karena itu komposisi semacam ini biasanya disertai bukti-bukti, fakta-fakta dan contoh-
contoh yang konkret. Dengan demikian reaksi diharapkan dari para pendengar adalah
timbulnya persesuaian pendapat atau keyakinan dan kepercayaan atas persoalan yang
dibawakan.
(3) Berbuat atau Bertindak
Tujuan sebuah presentasi lisan adalah berbuat atau bertindak bila pembicara menghendaki
beberapa macam tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar. Reaksi atau tindakan
yang diharapkan berbentuk seruan “Ya!” atau “Tidak!”; dapat pula berupa
“mengumpulkan uang”, “menandatangani sebuah petisi”, “membuat sebuah parade” atau
“mengadakan demonstrasi pemboikotan”. Dasar dari tindakan-tindakan tersebut adalah
keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi, atau kedua-duanya. Oleh karena itu
dalam garis besarnya uraian semacam ini dapat berjalan sejajar dengan maksud umum
pertama dan kedua di atas. Oleh sebab itu kedua jenis komposisi lisan itu disebut sebagai
jenis komposisi persuasif yang artinya tidak lain dari “membujuk atau mendorong”.
(4) Memberitahukan
Uraian lisan yang bertujuan memberitahukan adalah bila pembicara ingin
memberitahukan adalah bila pembicara ingin memberitahukan atau menyampaikan agar
mereka dapat mengerti tentang suatu hal, atau memperluas bidang pengetahuan mereka.
Seorang pemimpin atau ahli mesin menguraikan bagaimana menjalankan sebuah mesin,
atau seorang guru/dosen memberi pengajaran atau perkuliahan semuanya bertujuan
memberitahukan sesuatu. Reaksi yang diinginkan dari jenis uraian ini adalah agar para
pendengar mendapat pengertian yang tepat, menambah pengetahuan mereka tentang hal-
hal yang kurang atau belum diketahuinya. Jenis atau sifat uraian ini adalah komposisi
instruktif atau komposisi yang mengandung ajaran.
(5) Menyenangkan
Bila pembicara bermaksud menggembirakan orang yang mendengar pembicaraannya,
atau menimbulkan suasana gembira pada suatu pertemuan, maka tujuan umumnya adalah
146
menyenangkan. Uraian atau khususnya pidato-pidato semacam ini biasanya terdapat
dalam jamuan-jamuan, pesta-pesta, atau perayaan-perayaan dan pertemuan gembira
lainnya. Kesegaran dan orisinalitas memainkan pula peranan yang sangat penting. Humor
merupakan alat yang penting dalam penyajian semacam ini. Reaksi-reaksi yang
diharapkan dari penyajian semacam ini adalah menimbulkan minat dan kegembiraan pada
hati para hadirin. Sebab itu uraian semacam ini termasuk uraian yang bersifat rekreatif,
atau menimbulkan kegembiraan dan kesenangan pada para hadirin.

b. Maksud Khusus
Penyusunan sebuah komposisi lisan tidak hanya selesai dengan menetapkan tujuan umu
dari uraian itu. Sebelum penggarapan dimulai harus ditentukan pula apa tujuan
khususnya. Tujuan khusus itu dapat diartikan sebagai suatu tanggapan khusus. Yang
diharapkan dari pendengar-pendengar setelah pembicara menyelesaikan uraiannya.
Tujuan khusus itu merupakan suatu hal yang diharapkan untuk dikerjakan atau dirasakan,
diyakini, dimengerti atau disenangi oleh pendengar.
Sebagai ilustrasi kita ambil sebagai contoh suatu ceramah mengenai “Terjun Bebas”.
Pembicara harus menetapkan apa tujuan dari ceramah yang akan diuraikannya itu. Ia
harus menetapkan secara tegas tujuan umum dan tujuan khususnya, sehingga dalam
menyiapkan bahan dan penggarapannya ia mengarahkan semua perhatiannya untuk
mencapai tujuan umum maupun tujuan khususnya.
Misalnya dengan topik “Terjun Bebas” ia membuat ketetapan-ketetapan sebagai berikut:
Topik : Terjun Bebas
Tujuan Umum : Memberitahukan
Tujuan Khusus : Agar pendengar mengerti perbedaan antara Terjun Biasa dan Terjun
Bebas.
Atau dengan topik yang sama, pa menetapkan tujuan-tujuan lain, misalnya:
Topik : Terjun Bebas
Tujuan Umum : Mendorong
Tujuan Khusus : Untuk menarik sebanyak mungkin peminat agar mereka tertarik
untuk ikut serta dalam latihan Terjun Bebas.
Dengan kedua contoh di atas dapat diketahui bahwa walaupun topiknya sama, tujuan dari
sebuah uraian dapat berbeda-beda. Dengan tujuan yang berbeda tersebut, berbeda pula
tekanan detail-detail uraian yang akan disajikan. Atau untuk mengulangi kembali apa
yang telah diuraikan dalam bagian tentang penyusunan kerangka karangan, sebuah topik
147
yang sama dapat berbeda tesisnya sesuai dengan yang ditetapkan pada waktu menggarap
uraian itu.
Jadi sebelum membuat uraian berdasarkan sebuah topik Yng sudah dipilih, di samping
reaksi umum, harus ditentukan pula reaksi khusus yang diharapkan melalui topik tersebut.
Sebab itu setiap topik harus dibatasi sejauh mungkin untuk mendapatkan pula reaksi-
reaksi yang khusus.

5. Menganalisa Situasi dan Pendengar


5.1 Menganalisa Situasi
Seringkali pembicara terlalu yakin bahwa apa yang dibicarakan sebegitu pentingnya
sehingga lupa memperhatikan siapa pendengarnya, bagaimana latar belakang kehidupan
mereka, serta bagaimana situasi yang ada pada waktu presentasi oralnya berlangsung.
Karena kealpaannya memperhatikan hal-hal tersebut, maksudnya tidak tercapai,
tujuannnya tidak mengenai sasarannya.
Sebab itu pertama-tama sebelum mulai berbicara, atau bila perlu jauh sebelumnya, ia
sudah harus menganalisa situasi yang mungkin ada pada waktu akan dilangsungkan
presentasi oralnya, bagaimana keadaan di tempat itu dan bagaimana keadaan sekitar
pendengar-pendengarnya. Dalam menganalisa situasi ini akan muncul persoalan-
persoalan erikut:
1. Apa maksud hadirin semua berkumpul untuk mendengarkan uraian itu? Apakah
pembicara menghadapi anggota-anggota perkumpulannya atau suatu massa yang
berkumpul dengan maksud tertentu? Atau apakah mereka berkumpul itu secara
kebetulan saja?
2. Pertanyaan kedua adalah: adat kebiasaan atau tata cara mana yang mengikat mereka?
Apakah mereka senang dan berani mengajukan pertanyaan? Apakah mereka senang
pembicaraan yang formal atau informal?
3. Apakah ada acara-acara yang mendahului atau mengikuti pembicaraan itu? Bilamana
berlangsung pembicaraan itu; pagi, siang, malam, sesudah atau sebelum penjamuan?

Kebutuhan umat manusia pada umumnya, yang direalisasi dalam beraneka ragam bentuk,
dapat disimpulkan sebagai lahir dari emapt motif pokok, yaitu :
a) Tiap orang cenderung untuk menjaga keselamtan diri sendiri, dan rindukan kesehatan
jasmaniah;

148
b) Tiap orang ingin menikmati kemerdekaan dan ingin bebas dari segala macam
tekanan;
c) Tiap orang ingin membela diri dari ancaman manapun dan sadar akan harga dirinya;
d) Tiap orang ingin memperoleh kebahagiaan dan usia yang panjang.

Keempat macam motif dasar diatas akan lahir dalam bermacam-macam bentuk sifat dan
perbuatan kelobaan, kekikiran, keinginan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman,
persahabatan, daya cipta, keingintahuan, pengrusakan, ketakutan, perjuangan, keberanian,
sifat suku meniru, kemerdekaan, loyalitas terhadap sesuatu hal, kenikmatan (kemewahan,
keindahan, dan rekreasi), kekuatan dan kekuasaan, kebanggaan, pemujaan, kejijikan,
kegairahan seks, simpati dsb.
Tiap pendengar pasti datang dengan suatu motif tertentu. Motif atau sikap pendengar itu
sebenarnya merupakan suatu kristalisasi yang telah terjadi dalam dirinya melalui pendidikan,
pengalaman, dan pengaruh lingkungannya. Sebab itu sudah seharusnya bahwa disamping
keharusan untuk mengetahui faktor-faktor atau motif-motif umum, pembicaraan harus
mengetahui pula motif-motif yang sudah mengalami kristalisasi dalam hidup mereka itu.
Dengan menghubungkan gagasan-gagasan yang terdapat dalam pokok pembicaraanya dengan
sikap hidup para pendengar pembicara sudah mengamankan suatu segi yang harus
diperhatikan yaitu mencari tau apa yang menjadi perhatian mereka.
(3) Sikap pendengar: Bila pembicara sudah mengetahui motif yang sudah mengalami
kristalisasi dalam kehidupan para pendengar berarti ia sudah dapat menganalisa atau
mengetahui sikap mereka terhadap topik pembicaraan. Dalam garis besarnya sikap para
pendengar akan lahir dalam salah satu bentuk berikut : menaruh perhatian, atau sama sekali
apatis terhadap topiknya.sebaliknya terhadap pembicara sendiri, para pendengar dapat
mengambil sikap: bersahabat, bermusuhan dan sikap angkuh.
Sikap apatis selalu timbul bila pendengar tidak melihat adanya hubungan abtara pokok
pembicaraan dan kepentingan atau persoalan hidup mereka. Sebab itu pembicara hendaknya
selalu berusaha untuk mengaitkan pokok pembicaraanya denga persoalan hidup pendengar.
Atau dapat dikatakan bahwa sikap mereka pertama-tama ditentukan oleh pertalian antara
topik pembicaraan dan persoalan hidup mereka.
Sikap bersahabat, bermusuhan atau angkuh ditentukan oleh sikap mereka terhadap
pembicara sendiri, sejauh mana keintimanatau persahabatan mereka dengan pembicara,
seberapa tinggi penghargaan mereka terhadap pembicara karena mengetahui pembicara
tentang topik ayang dibawakan itu.

149
Disamping kedua faktor diatas, maksud pembicaraan turut menentukan sikap pendengar.
Sikap pendengar terhadap maksud pembicaran dapat diketahui misalnya, bagaimana sikap
mereka seandainya pembicara secara langsung menyampaikan maksudnya. Karena sikap itu
umumnya bermacam-macam, maka pembicara harus berusaha untuk mengetahui sikap yang
paling dominan, sehingga ia dapat menyesuaikan dirinya dengan sikap yang dominan tadi.
6. Penyesuaian Diri

Bagaimanapun setiap pembicara akan merasa kekhawatiran sebelum menyampaikan


uraiannya. Pembicara yang berpengalaman akan menghadapi situasi dengan melakukan dua
hal: pertama, ia akan menyiapakan dan mempelajari topik pembicaraanya dengan sebaik-
baiknya, dan kedua, mengadakan konsentrasi kepada kebutuhan pendengar, sehingga nilai
informasinya tidak akan diragukan. Atau dengan kata lain pmebicara berusaha menyesuaikan
dirinya sebaik-baiknya dengan kebutuhan dan situasi yang ada pada pendengar sendiri. Sebab
itu hasil dari analisa situasi dan analisa pendengar akan turut menentukan bagaiman harus
mengadakan penyesuaian yang diperlukan.
Reaksi-reaksi yang timbul pertama-tama biasanya reaksi kepada pembicara, bukan
kepada materi pembicaraan. Maka pembicaralah yang pertama-tama harus berusaha untuk
mengadakan penyesuaian itu.tujuan yang paling dasar bukanlah agar pembicara dapat
berbicara didepan sebuah massa, tetapi supaya antara pembicara dan pendengar terdapat
persesuian pendapat mengenai hal yang diuraikan. Sikap pembicara juga akan menentukan
penyesuain pendapat itu. Sedangkan sikap pembicara itu akan jelas terlihat oleh pendengar
melalui kata-kata yang dipergunakan, melalui air muka dan gerak-geriknya, dan melalui nada
suaranya.
Apabila pembicara mendapat kesan bahwa pembicara bersikap sombong atau merasa diri
lebih tinggi, maka reaksi pendegar adalah menolak pembicara dan topik pembicaraannya.
Jika pembicara sendiri merasa bosan terhadap materinya, maka pendengar pun akan merasa
bosan.apabila pembicara kurang yakin akan kebenaran pokok pembicaraannya, maka pendear
pun akan meragukan kebenaran materi pembicaraannya. Sebab itu pembicara harus aktif
mengusahakan penyesuaian pendapat itu. Ia harus mengambil langkah-langkah untuk sejauh
mungkin menyesuaikan dirinya agar dapat mengamankan maksudnya. Menyesuaikan diri
disini tidak boleh diartikan sebagai pembicara harus mengikuti sikap dan kemauan pendegar,
malahan sebaliknya ia harus merebut sikap pendegar.
Beberapa macam penyesuaian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Penyesuaian terhadap sikap bermusuhan

150
Bila dalam analisanya pembicara telah meramalkan adanya sikap bermusuhan, maka
tindakan pertama yang harus dilakukannya adalah berusaha untuk menguasai pendengar.
Pembicara tidak akan menyelesaikan maksudnya dengan baik, bila selama pembicaraannya
berlangsung sikap bermusuhan ini belum dilenyapkan. Metode untuk menguasai pendengaran
yang memperlihatkan sikap bermusuhan ini berbeda-beda, tergantung dari alasan yang
menyebabkan sikap bermusushan tersebut. Tetapi bila sikap ini sungguh-sungguh ada, maka
pembicara harus segera menyesuaikan dirinya, misalnya dengan menenjukan kesamaan dasar
antara dirinya dengan pendengar.
Pembicara dapat memilih salah satu dari beberapa metode berikut untuk menguasai
pendengar yang bersikap bermusuhan tersebut:
1. Menunjukan sikap bersahabatan dengan mereka.
2. Menunjukan kesesuaian atau kesamaan pandangan antara pembicara dengan
pendengar.
3. Menunjukan sikap jujur, sopan, serta menciptakan humor yang sehat dan
menyenangkan.
4. Menunjukan pengalaman-pengalamn yang umum, yang juga dialami para pendengaar.
5. Menunjukan rasa penghargaan terhadap kesanggupan pendengar dan hasil-hasil yang
mereka capai, atau yang dicapai sahabat-sahabat mereka.

b. Penyesuaian terhadap sikap angkuh


Langkah yang tidak boleh dilakukan pembicara bila pendengar menunjukan sikap angkuh
adalah melawan kembali dengan sikap angkuh atau yang bertentangan dengan itu.
Pembicara harus menunjukan kepercayaannya atas diri sendiri, yang harus diimbangi
dengan dasar sopan santun. Ia harus merebut penghargaan pendengar dengan
menguraikan pikirannya dengan baik dan teratur, serta berusaha untuk memperkuat atau
mengkonkretkan pembicaranya dengan fakta-fakta dan bukan dengan menonjolkan
dirinya. Kalimat-kalimat yang mengandunga frasa “saya kira”, “saya sangka”, dan yang
srbagainya haruslah dihindari.

c. Penyesuaian terhadap sikap umum


Disamping kedua sikap khusus sebagai yang telah dikemukakan diatas, seorang
pembicara dapat pula memperhitungkan beberapa sikap umum yang mungkin timbul
sesuai dengan maksud pembicaraanya. Beberapa sikap umum yang mungkin ditimbulkan
oleh maksud dan tujuan pembicaraan adalah:
151
1. Bila tujuan utama adalah mengembangkan atau memberitahukan sesuatu, maka sikap
terhadap tujuan pembicaraan dikuasai oleh sikap terhadap topiknya, sebab itu mungkin
timbul sikap-sikap berikut:
a. Berminat, atau
b. Apatis
2. Bila tujuan utama sebuah uraian adalah mendorong, meyakinkan, atau bertindak, maka
sikap terhadap tujuan dikuasai oleh perasaan atau keyakinan tertentu, atau dipengaruhi
oleh tindakan yang diinginkan. sebab itu ada kemungkinan akan timbul sikap-sikap
berikut:
a. Dapat menerima tujuan itu, tetapi mendorong atau merangsang;
b. Apatis;
c. Berminat, tetapi tidak menentukan apa yang harus dibuat atau dipikirkan mengenai
persoalan tersebut.
d. Berminat, tetapi mengambil sikap bermusuhan terhadap keyakinan sikap, atau
tindakan yang dianjurkan, karena beberapa alasan:
- Bimbang atau melaksanakan;
- Takut kalau membawa akibat yang tidak baik;
- Menghormati keyakinan, sikap, atau tindakan orang lain.
e. Tidak senang terhadap tiap perubahan dari keadaan sekarang.
Setelah pembicara menetapkan sikap pendengar terhadap maksud pembicaraan, terhadap
topik pembicaraan atau terhadap pembicara sendiri, maupun sikap umum berdasarkan
maksud umum dari pembicaraan tersebut, maka terserahlah pada pembicara untuk
mempergunakan metode yang dianggap paling baik untuk menyesuaikan diri dalam
rangka usaha menguasai pendengarnya

7. Penyusunan bahan
7.1 Teknik penyusunan bahan

Seperti sudah di kemukakan di atas, penyusunan bahan-bahan ini melalui tiga tahap yaitu
mengumpulkan bahan, membuat kerangka karangan, dan menguraikan secara mendetail.
Dalam hubungan ini tidak akan di adakan uraian lebih lanjut mengenai tiga tahap itu,
karena prosedur dan teniknya sama dengan komposisi tertulis. Dalam bagian ini akan
dikemukakan beberapa aspek tambahan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan
untuk disampaikan secara lisan.

152
Bila diadakan perbandingan mengenai sikap pembaca pada komposisi tertulis dan sikap
pendengar pada komposisi lisan, maka setiap pembaca biasanya akan memilih bagian-
bagian tertentu saja yang dianggapnya baik. Bila sama sekali tidak menarik, maka segera
akan ditinggalkannya. Sebaliknya para hadirin bagaimananpun harus tetap mendengar
uraian lisan samapi selesai, namun sikap yang ada pada tiap pendengar akan berlainan.
Kecenderungan psikologis yang umum yang dapat dicatat ialah para pendengar biasanya
tertarik pada apa yang dikatakan pada awal pembicaraan. Sesudah itu konsentrasi mereka
akan menurun secara berangsur-rangsur, walaupun mungkin subyeknya sebenarnya
semakin menarik. Baru ketika pembicaraan akan mendekati titik akhir, minat mereka
akan sedikit meningkat kembali.
Sebab itu pembicara yang baik dan berpengalaman akan memanfaatkan aspek psikologis
ini sebaik-baiknya. Bila ia mulai dengan ucapan-ucapan yang tidak menarik, atau mulai
dengan menyampaikan topik yang tidak ada kaitan dengan kepentingan pendegar, maka
sebenarnya ia sudah memadamkan perhatian mereka sebelum berkembang. Sebab itu
harus memulai uraiannya den gan sesuatu yang betul-betul menarik dan merangsang.
Dan cara ini harus diperbarui setiap kali waktu ke waktu selama menyampaikan
uraiannya itu.
Teknik susunan ini sebenarnya mencoba untuk memanfaatkan kecenderungan alamiah
yang ada pada setiap manusia, bahwa apa yang dikatakan pertama kali akan menggugah
hati setiap orang, dan apa yang diucapkan terakhir akan lebih berkesan daripada bagian-
bagian lainnya. Untuk memanfaatkan aspek psikologis tersebut pembicara dapat
mempergunakan teknik berikut untuk menyusun materinya:
a. Pertama-tama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia menyampaikan suatu orientasi
mengenai apa yang akan diuraikannya, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap
bagian itu. Bila prndegar telah mendapatkan gambaran dan kesan yang baik mengenai
urutan penyajiannya beserta kepentingan materi pembicaraannya, maka mereka akan
lebih siap untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian.
b. Sesudah memasuki materi uraian, tiap kali pembicara harus menonjolkan bagian-
bagian yang penting sebagai sudah dikemukakan pada awal orientasinya. Tiap bagian
yang ditonjolkan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan
yang sifatnya kurang penting, tetapi karena sudah ada motivasi, maka setiap
pendengar ingin mengetahui perinciannya itu. Demikan dilakukan berulang kali
dengan topik-topik penting berikutnya.

153
c. Pada akhir uraian sekali lagi pembicara menyampaikan ikhtisar seluruh uraiannya
tadi, agar hadirin dapat memperoleh gambaran secara bulat sekali lagi mengenai
seluruh yang baru saja selesai dibicarakan itu.

7.2 Menyiapkan Catatan


Sesuai dengan metode-metode penyajian lisan seperti sudah dikemukakan di atas, maka
metode ekstemporan merupakan metode yang jauh lebih efektif dari semua metode lain.
Metode membaca dari naskah hanya akan baik kalau penyajian itu sangat resmi. Suatu
variasi dari metode ekstemporan ialah pembicara menyiapkan sebuah naskah yang
lengkap untuk penyajian lisannya, namun untk presentasi oralnya sendiri naskah itu hanya
berfungsi sebagai catatan atau pemandu. Pembicara akan berbicara secara bebas tanpa
membaca dari naskah itu. Naskah tersebut bukanlah catatan sebagai yang bermaksud
disini untuk metode ekstemporan. Di bawah ini akan dibicarakan secara khusus masalah
pembuatan catatan sebagai suatu cara persiapan untuk penyajian dengan metode
ekstemporan. Juga perlu ditugaskan pula bahwa yang dengan catatan tidak sama dengan
kerangka karangan. Kerangka karangan hanya berfungsi untuk menyusun informasi dan
tidak merupakan cara yang baik sebagai catatan untuk metode ekstemporan. Di pihak lain
pembicara yang mempergunakan kerangka karangan sebagai cepat, sehingga
penyajiannya sendiri akan kelihatan tidak disampaikan secara spontan.
Berapa banyak catatan atau perincian yang diperlukan tergantung dari penguasaan atas
bahan itu. Semakin pembicara menguasai topik pembicaraannya, semakin sedikit catatan
yang diperlukan, sebaliknya semakin kurang pembicara menguasai bahannya, semakin
terperinci catatan yang disiapkannya. Namun sebuah catatan yang sangat terperinci selalu
akan menggoda pembicara untuk setiap kali melihat catatan tersebut. Bila demikian yang
dilakukan, maka ada dua kesan yang disimpulkan: pertama, pembicara tidak menguasai
bahannya, dan kedua, komunikasi atau kontak langsung dengan hadirin akan selalu
terganggu. Catatan yang dibuat pembicara hanya berfungsi untuk mengingatkan
pembicara akan urutan materi pembicaraannya, agar dapat mengadakan kutipan-kutipan
yang tepat, mengemukakan angka-angka atau data-data yang benar, sehingga uraiannya
akan lebih meyakinkan pendengar.
Catatan dapat pula dibuat dalam beberapa tahap. Bila waktunya cukup tersedia, maka
mula-mula pembicara menyiapkan suatu catatan. Yang mendetail atau suatu uraian yang
lengkap. Bahan inilah yang akan dipelajarinya lebih lanjut sehingga dapat menguasai
materi pembicaraannya. Bila materi sudah dikuasai, ia dapat membuat catatan-catatan
154
baru yang lebih singkat sebagai pemandu urutan materi pembicaraannya itu. Atau cara
lain adalah ia tetap mempergunakan catatan yang lengkap atau naskah yang lengkap tadi,
tetapi menggarisbawahi bagian-bagian kuncinya, yang akan digunakan sebagai catatan
dalam pembicaraannya itu.
Karena waktu pembicaraan biasanya dibatasi, maka dengan catatan-catatan itu pembicara
akan lebih mudah menyesuaikan dirinya. Bagian-bagian yang kurang penting dapat
diabaikan, atau kalau waktunya cukup semua bahan yang telah dipersiapkan itu dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Bagian yang kurang penting barangkali masih akan
berguna bagi pembicara kalau dalam diskusi disinggung oleh para hadirin.

8. Penyajian Lisan
Penyajian lisan merupakan puncak dari seluruh persiapan yang dilakukan melalui ketujuh
langkah di atas, khususnya latihan oral. Latihan oral ini dianggap begitu penting sehingga
pada zaman klasik Yunani Latin, para orator biasanya mengadakan latihan intensif
sebelum menyampaikan pidatonya di depan suatu massa. Latihan-latihan tersebut
biasanya diadakan di tepi pantai, sehingga mereka dapat mengukur volume suara mereka.
Bila suara mereka dapat mengatasi deburan dan gemuruh ombak, maka itu berarti mereka
dapat menyampaikan dengan jelas pidato mereka di depan massa. Namun hal semacam
itu tidak perlu dilakukan dewasa ini. Dengan alat-alat pengeras suara, masalah volume
suara menjadi persoalan. Namun latihan-latihan pendahuluan (langkah ketujuh) tetap
diperlukan untuk membiasakan diri dan menemukan cara dan gaya yang tepat.
Dalam bagian ini akan diketemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penyajian lisan, baik yang menyangkut penyajian lisan pada suatu kelompok kecil,
maupun penyajian pada suatu kelompok besar

8.1 Penyajian pada Kelompok Kecil


a. Gerak-gerik
Para hadirin yang hadir dalam suatu presentasi lisan, tidak hadir untuk mendengar suara
dari rekaman atau radio, tetapi ingin mendengar sesuatu langsung dari seorang manusia.
Mereka ingin mendengar ucapan seseorang secara langsung, ingin melihat manusia
seutuhnya dan sekaligus berkomunikasi dengan manusianya itu. Inilah yang mendorong
mereka datang. Oleh sebab itu setiap pembicara harus memperlihatkan dirinya betul-betul
sebagai seorang manusia yang hidup. Gerak-geriknya harus lincah, bebas, tidak kaku. Ia
bukan saja mengadakan komunikasi melalui ucapan-ucapannya, tetapi juga mengadakan
155
komunikasi melalui tatapan matanya, air muka, dan sebagainya sama seperti dua orang
yang berbicara berhadap-hadapan. Karena alasan inilah maka membaca dari naskah akan
mengandung kelemahan yang besar, yaitu bahaya hilangnya kontak pandangan antara
pembicara dan pendengar. Mimik, wajah mukanya pun harus diekspresikan sesuai dengan
isi pembicaraannya.
b. Teknik Bicara
Biasanya kecepatan berbicara akan turut menentukan pula keberhasilan uraian seseorang.
Berbicara terlalu cepat akan menyulitkan orang menangkap apa yang diucapkan. Tetapi
berbicara terlalu lambat juga akan menyebabkan pendengar sudah menerka terlebih
dahulu apa yang akan menyebabkan pendengar sudah menerka terlebih dahulu apa yang
akan diucapkan. Kecepatan pembicaraan pun dapat diubah dari saat ke saat sesuai dengan
penting tidaknya isi uraian. Ada gagasan-gagasan yang barangkali tidak mudah diterima
oleh hadirin. Dalam hal ini temponya agak diperlambat, tidak perlu harus lambat sekali.
Lebih baik kalau gagasan yang penting itu diulang sekali lagi, dari pada harus berbicara
dalam tempo yang sangat lambat. Begitu pula sesudah menyampaikan sesuatu gagasan
yang penting jangan langsung melanjutkan dengan masalah lain; berhentilah sebentar
untuk memberi kesempatan pada hadirin untuk merenungkannya.
Berbicara bagi kelompok kecil barangkali tidak memerlukan alat pembesar suara. Sebab
itu suara pembicara yang terlalu pelan akan menyebabkan pendengar memasang
telinganya dengan sungguh-sungguh untuk dapat mendengar apa yang diucapkan. Lafal
dan volume suara harus jelas. Bila pembicara mengetahui bahwa ada hadirin yang saling
berbicara sendiri atau berbuat gaduh, maka pembicara yang berpengalaman biasanya
merendahkan suaranya dan bukan berteriak untuk mengatasi kegaduhan itu. Dengan tiba-
tiba berbicara lebih rendah, maka kegaduhan dan pembicaraan antara para hadirin akan
kedengaran lebih jelas. Reaksi yang terjadi adalah: hadirin yang tertib akan jengkel
terhadap yang membuat gaduh, atau para pembuat gaduh akan menemukan diri mereka
sebagai pembicara yang tak resmi dalam kesempatan itu.
c. Transisi
Dalam komposisi tertulis, transisi antara satu topik ke topik yang lain jelas dinyatakan
oleh judul-judul anak bab, atau pemisahan antara alinea dengan alinea. Dengan demikian
unsur-unsur transisi berupa bahasa (kalimat atau kata transisi) tidak perlu banyak
dipergunakan. Dalam penyajian lisan sebaliknya transisi berbentuk bahasa lebih banyak
diperukan, malah harus diperhatikan secara khusus. Apalagi bila dalam pengantar telah

156
diberikan orientasi mengenai pokok-pokok yang akan diuraikan, maka transisi dari suatu
topik ke topik yang lain harus jelas dinyatakan.
Transisi dari suatu topik ke topik yang lain dapat dilakukan dengan beberapa cara atau
gabungan daripadanya. Pertama, sesudah meneylesaikan suatu topik, pembicara berhenti
sebentar sebelum memulai dengan topik baru. Kedua, pada saat menyampaikan topik
baru, pembicara menggunakan satu-dua kalimat sebagai pengantar bagi topik yang baru
tersebut. Ketiga, peralihan itu dapat juga dinyatakan dengan perubahan sikap; dari sikap
duduk berubah ke sikap berdiri. Atau mengambil catatan-catatan baru dengan
menyingkirkan catatan lama, atau mempergunakan alat-alat peraga yang baru dan
menyingkirkan alat peraga yang lama.
d. Alat Peraga
Pembicara dapat membantu uraiannya dengan mempergunakan bermacam-macam alat
peraga kalau dimungkinkan. Alat-alat peraga yang biasa dipergunakan adalah: proyektor
geser, film, gambar, mesin perekam, dll. Walaupun boleh mempergunakan alat-alat
tersebut pembicara harus tetap ingat baha alat-alat itu hanyalah pembantu belaka, bukan
berfungsi menggantikan pembicara. Alat peraga hanya dapat digunakan dengan
pertimbangan bahwa alat-alat itu menambah kejelasan uraian.
Untuk mempergunakan sebuah alat peraga pembicara harus mempertimbangkan pula
beberapa hal berikut. Alat peraga itu cukup besar sehingga dapat dilihat dan dibaca semua
hadirin. Jangan terlalu banyak ragamnya sehingga sukar dipahami atau diingat.
Penggunaan alat peraga hanya dilakukan kalau ia membantu menjelaskan sesuatu hal
yang tak dapat dilakukan melalui penjelasan lisan. Tetapi alat peraga itu jangan sampai
menimbulkan situasi di mana akan hilang kontak antara pembicara dan pendnegar, dan
beralih menjadi kontak antara pendengar dan alat peraga.
Penggunaan ikhtisar tertulis atau uraian tertulis sebagai alat peraga sebaiknya dihindari.
Bahan tertulis itu sebaiknya dibagi sesudah uraian lisan selesai. Bila sungguh-sungguh
dibutuhkan karena sifat uraian, maka sebaiknya dibagi sebelum presentasi lisan, sehingga
hadirin sudah melihat-lihat atau membaca sebelumnya. Dengan demikian sebagai alat
peraga, pada waktunya pembicara dapat meminta hadirin untuk memperhatikan bagian
tertentu dalam ikhtisar atau uraian tertulis itu.

8.2 Penyajian pada Kelompok Besar

157
Apa yang telah dikemukakan untuk menghadapi kelompok kecil, berlaku pula untuk
kelompok besar. Di samping itu beberapa petunjuk perlu diperhatikan pula oleh
pembicara yang khusus menghadapi kelompok besar.
a. Pembukaan
Sebelum mulai, pembicara menggunakan satu dua menit untuk mengukur situasi.
Pembicara melayangkan pandangannya sebentar kepada hadirin untuk mendapatkan suatu
kesan singkatmengenai semua orang yang berkumpul. Waktu yang singkat ini harus
dimanfaatkan sebik-baiknya untuk menaksir jumlah pendengar, kesan tentang
kemampuan intelektual hadirin, dsb. Juga ia perlu memperhatikan apakah tempat
berdirinya sudah cocok dengan letak mik agar dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Yang paling penting adalah komunikasinya dengan massa pendengar. Sebab itu jangan
tergesa-gesa masuk dalam materi pembicaraan. Pembicara yang berpengalaman akan
mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tampaknya tidak sesuai dengan introduksi
dalam arti kata yang sebenarnya. Sehingga hal ini tampaknya seolah-olah spontan, tidak
disiapkan terlebih dahulu. Ia menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang
diberikan, terima kasih pada yang telah memperkenalkannya, mengaitkan
pembicaraannya dengan pembicara sebelumnya, menggambarkan suasana umum
pertemuan itu serta kepentingannya, merupakan hal-hal yang dapat dipergunakan sebagai
bahan introduksi.
Pembicara tidak perlu menyampaikan humor kalau tak perlu. Jangan menampilkan
kekurang-siapan atau kekurangan lainnya yang dapat menghilangkan kepercayaan atau
perhatian hadirin. Yang perlu diingat adalah bahwa mereka datang untuk mendengar
sesuatu, mereka mempunyai kepentingan tertentu dengan apa yang dibicarakan, mereka
ingin tahu siapa pembicaraannya, mereka ingin tahu pula apa kesan merek tentang
pembicaranya. Sebab itu ia harus mempergunakan semua aspek ini.
b. Kecepatan Bicara
Semakin banyak hadirin, semakin lambat pula kecepatan bicara. Ini tentu tidak menjadi
persoalan bagi orang yang selaluberbicara lambat-lambat. Kecepatan dan volume suara
harus disesuaikan dnegan jumlah pengunjung, besarnya ruangan, serta sifat mudah atau
sulitnya topik pembicaraan.
c. Artikulasi
Semakin banyak orang, semakin banyak gangguan dari suara hiruk-pikuk yang akan
terjadi. Bagian yang paling sukar dikendalikan adalah bagian belakang ruangan. Semakin
jauh jarak kontak mata, semakin berkurang pula kontak dan komunikasi yang mungkin
158
diciptakan. Di pihak lain apabila pendengar tidak dapat melihat ekspresi wajah
pembicara, maka sulit ia mengerti apa yang dibicarakan. Bila artikulasi jelek dan
bercampur-baur dengan ribut-gadh, bisik-bisik, dan sebagainya, maka makin sulit pula
pendnegar memberikan perhatiannya. Sebab itu artikulasi pembicara harus jelas sekali,
bila melihat massanya banyak.

9. Cara Menganalisa
Sebagai penutup dari uraian mengenai presentasi lisan dari sebuah komposisi, akan
diberikan sebuah contoh untuk mengkonkretkan teknik untuk menganalisa pendengar dan
situasi sehingga pembicara dapat menyusun bahn-bahannya lebih terarah.
Andaikan seorang mendapat tugas untuk membicarakan sebuah topik menyangkut
kegemaran (hobi). Kesempatan pembicaraan itu adalah suatu pertemuan periodik dari
suatu perkumpulan. Berdasarkan dta-data yang dikumpulkan, pembicara mencoba
membuat analisa sebagai berikut, sehingga memudahkan ia mengumpulkan materi yang
lebih menarik untuk mencapai tujuannya.
A. Topik : Kegemaran (Hobi)
B. Judul : Kepuasan melalui Kegemaran
C. Tujuan Umum : Mendorong
D. Tujuan Khusus : Menanam pengertian pada anggota kumpulan agar menaruh
perhatian terhadap perkembangan kegemaran (hobi)
mereka masing-masing.
E. Pendegar : Anggota perkumpulan Sosial Warga Mulia
F. Kesempatan : Pertemuan periodik, pada suatu malam. Waktu yang
disediakan yang khusus 30 menit. Sebelum
diadakan ceramah ada pengumuman-
pengumuman dan musik.
G. Analisa Pendengar:
1. Jumlah hadirin : Kira-kira 100 orang
2. Kelamin/usia : laki-laki, usia antara 30-75 tahun.
3. Pekerjaan : Pegawai, pedagang, beberapa diantaranya adalah
dosen.
4. Pengetahuan tentang subjek : - Mereka memiliki pengetahuan umum tentang
beberapa macam hobi

159
- Belum ada pengertian tentang keuntungan dari
jenis rekreasi ini.
- Belum mengetahui adanya aspek komersil dari
hobi mana pun.
- Beberapa dari mereka tahu baik sekali tentang
beberapa jenis hobi tertentu
5. Perhatian utama : Jabatan dan pekerjaan mereka, serta keluarga
mereka.
6. Sikap yang telah ada : - Dari segi ekonomis: semuanya menganut paham
bebas. Banyak yang lebih mementingkan
keuntungan modal yang telah
diinvestasikan.
- Dari segi agama dan poitik tidak ada persoalan
- Dari segi pekerjaan ada pendapat bahwa perlu
mempertahankan reputasi dan jabatan yang tinggi.
7. Sikap terhadap subjek : sebagian besar apatis, sebab banyak daripadanya
menganggap bahwa hobi lebih cocok untuk
anggota pramuka dan pemuda-pemudi
yang gemar
mengumpulkan perangko. Mereka juga beranggapan
bahwa waktu mereka sangat terbatas untuk melakukan
suatu hobi.
8. Sikap terhadap pembicara : baik, karena secara pribadi semua pendengar adalah
kawan seperhimpunan.
9. Sikap terhadap maksud : Apatis, karena sesuatu hal sebagai telah
dikemukakan dalam sub G.7 di atas.
H. Peneysuaian yang dilakukan terhadap pendengar:
1. Karena adanya sikap apatis dan ingin keuntungan dan menjaga reputasi, maka
pembicara harus mengamankan perhatian pendengar kepada topik ini dengan
menghubungkan orang-orang besar yang telah menjadikan hobinya sebagai suatu
“kegiatan yang besar”
2. Motivasi dasar: setiap orang yang memiliki tubuh dan jiwa yang sehat,
menginginkan kegembiraan dan keuntungan material.

160
Latihan
1. Sebutlah beberapa contoh dalam sejarah, di mana pidato atau keahlian bicara
mengambil peranan penting.
2. Bawakanlah sebuah pidato dengan metode impromtu di depan kelas.
3. Siapkanlah sebah pidato dengan metode ekstemporan.
4. Berilah lima judul ceramah yang sudah dipersempit topiknya.
5. Buatlah catatan yang perlu bagi masing-masing judul ceramah pada nomor 4 untuk
dibawakan secara ekstemporan.
6. Tentukanlah maksud umum dan maksud khusus dari kelima judul di atas.
7. Buatlah sebuah alinea tentang situasi dan analisa pendengar berdasarkan data-data
berikut:
a. Seorang sarjana pendidikan diminta memberikan ceramah kepada sisw-siswi SPG
Putri di Jakarta tentang prakarya di sekolah-sekolah lanjutan.
b. Seorang pejabat pemerintah memberikan ceramah kepada guru-guru sekolah
lanjutan tentang fasilitas-fasilitas pendidikan di Indonesia. Waktu: jam 12.00
siang, hadirin diperkirakan sebanyak 500 orang.
c. Seorang tokoh mahasiswa dari Universitas saudara harus berbicara di depan
calon-calon mahasiswa/badan-badan kemahasiswaan dalam universitas saudara.
d. Kalau saudara ditugaskan untuk menyampaikan sebuah ceramah di depan kawan-
kawan kelasmu tentang apatisme yang terdapat pada sementara kawan-kawan
kelasmu, apa yang saudara lakukan untuk mencairkan apatisme itu?

161
KEGIATAN BELAJAR 12
PUNGTUASI
Saudara, Pembelajaran bahasa Indonesia Pada kegiatan
belajar 12 diharapkan anda dapat Memahami Pungtuasi Dalam
Bahasa Indonesia.

1. Pengertian Pungtuasi

Bahasa dalam pengertian sehari-hari adalah bahasa lisan, sedangkan bahasa tulis

merupakan pencerminan kembali dari bahasa lisan itu dalam bentuk simbol-simbol

tertulis. Dalam percakapan-percakapan secara lisan jelas terdengar bahwa kata-kata

seolah-olah dirangkaikan satu sama lain, serta di sana-sini terdengar perhentian sebentar

atau agak lama dengar suara menaik atau menurun. Di samping itu masih terdapat

ekspresi-ekspresi air muka, berupa menggerak-gerakkan alis mata, menggeleng-gelengkan

kepala atau mengangguk-anggukkan kepala, mengangkat bahu, mengancunkan tangan dan

sebagainya. Kata”ya!” dapat di ucapkan sedemikian rupa untuk menyatakan persetujuan

yang bersemangat, atau bernada kemalu-maluan, kebimbangan dan kekurang-percayaan,

atau sebagai suatu penolakan yang kasar. Banyak sekali warna arti yang dapat di berikan

kepada suatu ucapan dengan perbedaan variasi kecepatan, keras-lembut dan intonasi yang

berlainan.

Semuanya itu begitu biasa dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak timbul

persoalan bagi pendengar. Setiap orang yang diajak bicara langsung memahami apa fungsi

dari suara naik atau menurun, apa makna dari suatu tutur yang disampaikan dalam tempo

yang singkat atau dalam tempo yang relatif lebih lama. Tetapi semuanya ini baru menjadi

persoalan bila percakapan-percakapan atau bahasa lisan itu di transkripsikan dalam tulisan.

Bagaimana seorang dapat menyatakan nada yang naik atau menurun bagaimana ia harus

melukiskan ujaran-ujaran yang keras, dan sebagainya?

162
Pada waktu diadakn transkripsi bahasa lisan itu, sebenarnya dicoba untuk

menuangkan semua hasil ujaran manusia beserta nuansa lagu dan laju ujaran itu ke dalam

gambar-gambar diatas sehelai kertas. Penulis yang ahli dan berpengalaman akan

mengubah kalimat-kalimatnya sedemikian rupa sehingga ia dapat memperoleh tekanan

yang diinginkannya sebagai terdapat dalam bahasa lisan. Ia akan berusaha pula untuk

memilih kata-kata yang tepat untuk mencerminkan kembali arti sebagai yang dimaksudkan

dalam bahasa lisan, walaupun demikian masih terdapat kekurangan-kekurangan.

2. Dasar Pungtuasi

Sebagai telah dikemukakan diatas , bahasa itu terdiri dari dua aspek yaitu aspek

bentuk dan aspek makna. Aspek bentuk dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yang besar

yaitu unsur segmental dan unsur suprasegmental. Unsur segmental yaitu unsur bahasa

yang dapat dibagi-bagi atas bagian-bagian yang lebih kecil yang meliputi : fonem,

morfem, kata , frasa , klausa , kalimat, dan wacana. Sebaliknya unsur suprasegmental

adalah unsur bahasa yang kehadirannya tegantung dari kehadiran unsur segmental , yang

terdiri dari : Tekanan keras , tekanan tinggi(Nada) dan tekanan panjang , dan dalam bntuk

lebih luas kita kenal sebagai intonasi.

Unsur-unsur segmental dapat dikatakan sudah cukup berhasil digambarkan di atas

sehelai kertas, walaupun di sana-sini masih terasa adanya kekurangan. Unsur-unsur

suprasegmental, beserta gerak-gerik dan air muka belum dapat dilukiskan dengan

sempurna. Unsur-unsur segmental biasanya dinyatakan secara tertulis denhan abjad ,

persukuan , penulisan kata , dan sebagainya. Sebaliknya unsur-unsur suprasegmental

biasanya dinyatakan secara tertulis melalui tanda-tanda baca atau puntuasi.

Telah dicoba sejauh mungkin untuk menciptakan tanda-tanda atau gambar-gambar

yang melambangkan cir-ciri suprasegmental dalam sebuah tutur, untuk memudahkan

pembaca mengikuti jejak bahasa lisannya. Pungtuasi atau tanda baca sebagai hasil usaha

163
menggambarkan unsur-unsur suprasegmental itu tidak lain dari gambar-gambar atau

tanda-tanda yang secara konvensional disetujui bersama untuk memebri kunci kepada

pembaca terhadap apa yang ingin disampaikan kepada mereka .

Sebelum mempelajari pungtuasi sebagai dimaksudkan di atas, hendakya sekali lagi

dicamkan bahwa pungtuasi itu dibuat berdasarkan dua hal utama yang saling melengkapi ,

yaitu :

1. Didasarkan pada unsur suprasegmental

2. Didasarkan pada hubungan sintaksis , yakni :

a. Unsur-unsur sintaksis yang erat hubungannya tidak boleh dipisahkan dengan tanda-

tanda baca

b. unsur-unsur sintagsis yang tidak erat hubungannya harus dipisahkan dengan tanda-

tanda baca.

Misalnya dalam kalimat berikut terdapat tanda-tanda baca yang memenuhi kedua syarat

tersebut : coba katakan, saudara, siapa namamu? Dalam ujaran yang wajar antara

“katakan” dan “saudara” tidak terdapa perhentian, sebab itu koma di sana dihilangkan.

Namun karna kata “saudara” merupakan unsur yang tidak ada hubungan dengan kata

“katakan” maka harus di tetapkan koma, karena disitu diberikan perhentian sebentar

dengan intonasi menaik. Sebaliknya pada akhir kalimat diberikan tanda tanya karena

intonasinya adalah intonasi tanya.

Sering terjadi bahwa unsur-unsur kalimat yang merupakan kesatuan ditampilkan dalam

urutan yang terpisa yaitu diinstrupsi oleh unsur-unsur yang kurang ensensial sifatnya

dalam hal ini harus dipergunakan tanda-tanda baca, agar hubungan itu tidak menjadi

kabur. Misalnya kita tidak boleh memisahkan unsur-unsur yang merupakan satu kesatuan

subjek dan predikat atau sebuah kata dengan keterangan yang erat. Sebaiknya kita harus

memisahkan anak-anak, kalimat yang indenpanden dalam sebuah kalimat majemuk,

164
memisahkan subjek dan unsur-unsur pengantar predikat yang didahului subjek,

memisahkan unsur-unsur yang setara, dan lain sebagainya.

3. Macam-macam pungtuasai

Pungtuasi yang lazim dipergunakan dewasa ini didasarkan atas nada dan lagu

(suprasegimental) dan sebagian didasarkan atas relasi gramatikal, frasa, dan inter-relasi

antar bagian kalimat (hubungan sintaksis). Tanda-tanda tersebut adalah :

a. Titik

Titik atau perhentian akhir biasanya dilambangkan dengan (.). Tanda ini lazim

dipakai untuk :

1. Menyatakan akhir sebuah tutur atau kalimat.

Bapak sudah pergi ke kantor.

Tidak ada yang perlu ditakuti

Ada kalangan yang menganggap cara dramatik itu sebagai cara yang terbaik.

Karena kalimat tanya dan kalimat perintah atau seru mengandung pula pengertian

perhentian akhir, yaitu berakhirnya suatu tutur, maka tanda tanya dan tanda seru yang

dipergunakan dalam kalimat-kalimat tersebut selalu mengandung sebuah tanda titik.

Kamu sudah mendengar berita itu?

Apa yang diinginkannya?

Pergilah dari sini!

Aduh, sialnya nasibku!

2.Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat dan singkatan kata

atau ungkapan yang sudah lazim. Pada singkatan yang terdiri dari tiga huruf atau lebih

hanya dipakai satu tanda titik:

Dr. (Doktor) a.n. (atas nama)

dr. (Dokter) d.a. (dengan alamat)

165
ir. (Insinyur) u.b. (untuk beliau)

kol. (Kolonel) dkk. (dan kawan-kawan)

M.Sc. (Master of Science) dll. (dan lain-lain)

Prof. (Profesor) dst. (dan seterusnya)

S.H. (Sarjana Hukum) dsb. (dan sebagainya)

Drs. (Doktorandus) tsb. (tersebut)

M.A. (Master of Arts) Yth. (Yang terhormat)

Semua singkatan kata yang mempergunakan inisial atau akronim tidak

mempergunakan titik: MPR, DPR, ABRI, Hankam, Kopkamtib, Ampera, Lemhanas,

dsb.

3.Tanda titik dipergunakan untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya

yang menunjukkan jumlah: juga dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan

detik:

1.000 pukul 5.45.42 (pukul lima lewat 45 menit 42 detik)

123.000

154.376.235

567.987.456.879

Bila bilangan itu tidak menunjukkan jumlah maka tanda titik itu tidak

dipergunakan :

Pada halaman 5675 terdapat kata-kata berikut.

Ia lahir pada tahun 1876.

b. Koma

koma atau perhentian antara yang menunjukkan suara menarik di tengah-tengah

tutur, biasanya dilambangkan dengan tanda (,). Di samping untuk menyatakan

perhentian anatara (dalam kalimat), koma juga dipakai untuk beberapa tujuan tertentu.

166
Dalam hal-hal berikut dapat dipergunakan tanda koma:

1.Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat, antara kalimat setara yang menyatakan

pertentangan, antara anak kalimat dan induk kalimat, dan antara anak kalimat dan

anak kalimat:

Ia sudah berusaha sekuat tenaga, tetapi maksudnya tidak tercapai.

Mereka bukan mengerjakan apa yang diperintahkan, melainkan duduk bermalas-

malasan saja.

Nenek mengatakan dengan bangga, bahwa mereka adalah keturunan petani yang

kuat-kuat, yang pantang mengalah dengan raksasa alam-nya, tidak dilupakan beliau

berceritera tentang tanggal yang arsiteknya beliau rencanakan.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa dalam usaha penyempurnaan ejaan

bahasa Indonesia, lebih dahulu harus ditentukan secara deskriptif tata fonem bahasa

Indonesia, sebelum dilakukan pemilihan huruf bagi fonem-fonemnya.

2. Koma dipergunakan untuk menandakan suatu bentuk parentetis (keterangan-

keterangan tambahan yang biasanya ditempatkan juga dalam kurung) dan unsur-

unsur yang tak restriktif:

Pertama, tulislah nama saudara di atas kertas itu. Anak-anak, yang sudah

menghadiri kebaktian itu, dapat dipulangkan ke rumahnya masing-masing.

Kedatangannya, seperti yang diinginkannya dari dulu, tidak disambut dengan

upacara besar-besaran.

3. Tanda koma dipergunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat

apabila anak kalimat mendahului induk kalimatnya, atau untuk memisahkan induk

kalimat dengan sebuah bagian pengantar yang terletak sebelum induk kalimat:

Bila hujan berhenti, ia akan mulai menanami sawahnya. Karena marah, ia

meningggalkan kami.

167
Sebagai pembuka acara ini, kami persilakan hadirin berdiri untuk

menyanyikan lagu kebangsaan.

4. Koma dipergunakan untuk menceraikan beberapa kata yang disebut berturut-turut:

Ia membeli seekor ayam, dua ekor kambing, lima puluh kilo gula sebagai oleh-

oleh untuk orang tuanya.

Realita kehidupan penuh dengan kaidah, aturan-aturan, ukuran-ukuran,

hukum-hukum, yang memberikan arti pada keselarasan hidup itu sendiri.

5. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan transisi yang terdapat pada awal

kalimat, misalnya: jadi, oleh karena itu, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi, di

samping itu.

Di samping itu, kenyataan dan sejarah juga menunjukkan bahwa gerakan

mahasiswa itu biasanya tidak berlangsung lama.

Biarpun demikian, pelajar-pelajar yang berkualitas baik tidak sepenuhnya

tertampung dalam universitas-universitas.

Oleh karena itu, sudah tibahlah waktunya bagi kita untuk menata kembali

kehidupan di kampus ini.

6. Koma selalu dipergunakan untuk menghindari salah baca atau keragu-raguan:

Meragukan : Di luar rumah kelihatan suram.

Jelas : Di luar, rumah kelihatan suram.

Jelas : Di luar rumah, kelihatan suram.

7. Koma dipakai untuk menandakan seseorang yang diajak bicara:

Saya mendoakan, Yanto, agar engkau selalu berhasil dalam usahamu.

Saya setuju, saudara.

8. Koma dipakai juga untuk memisahkan aposisi dari kata yang diterangkannya:

168
Jendral Suharto, Presiden Republik Indonesia, dengan sekuat tenaga berusaha

untuk menyelamatkan rakyat Indonesia

Orang tuanya, Pak Yakob, telah meninggal tadi malam.

9. Koma dipakai untuk memisahkan kata-kata afektif seperti o, ya, wah, aduh, kasihan

dari bagian kalimat lainnya.

Aduh, betapa sedih nasibnya.

Wah, sungguh hebat hasil yang mereka capai.

10.Tanda koma dipakai untuk memisahkan sebuah ucapan langsung dari bagian kalimat

lainnya:

Kata ayah, “saya akan mengurus sendiri persoalan itu”

11. Koma dipergunakan juga untuk beberapa maksud berikut.

a. Memisahkan nama dan alamat, bagian-bagian alamat, tempat dan tanggal.

b. Menceraikan bagian nama yang dibalikkan.

c. Memisahkan nama keluarga dari gelar akademik.

d. Untuk menyatakan angka desimal.

Bila anda ingin menyurati saya alamatkanlah ke: Fakultas Sastra-Universitas

Indonesia, Jln. Daksinapati, Rawamangun, Jakarta.

Mulyana, Slamet.

A.K. Pardede, 5.5., M.A.

Tanah itu panjangnya 25,56 m.

c. Titik-Koma

Fungsi titik koma sebenarnya terletak antara titik dan koma. Di satu pihak orang

ingin melanjutkan kalimatnya dengan bagian-bagian kalimat berikutnya, tetapi di pihak

lain dirasakan bahwa bagian kalimat tadi sudah dapat diakhiri dengan sebuah titik.

Sebab itu titik-koma itu dilambangkan dengan sebuah titik di atas sebuah koma (;).

169
Titik-koma dipakai dalam hal-hal berikut:

1. Untuk memisahkan dua bagian kalimat yang sederajat, di mana tidak dipergunakan

kata-kata sambung:

Ia seorang sarjana yang cemerlang; seorang atlit yang mengandung harapan;

seorang aktor yang sangat baik.

2. Titik-koma dipergunakan juga untuk memisahkan anak-anak kalimat yang sederajat:

Ia mengatakan bahwa ia sudah kecapaian; ia membenci pekerjaan itu; sebab itu ia

ingin segera meninggalkan pekerjaan itu yang sudah dijalankannya bertahun-tahun

lamanya.

3. Untuk memisahkan sebuah kalimat yang panjang yang mengandung subyek yang

sama, serta terdapat perhentian yang lebih lama dan koma biasa; teristimewa titik-

koma itu dipergunakan bila dalam bagian kalimat terdahulu telah dipergunakan

koma:

Tingkat kultural suatu bangsa menentukan kekuatan teknik, industri dan

pertaniannya; dengan demikian menentukan kekuatan ekonominya.

Melihat adiknya tiba-tiba seperti orang putus harapan itu, hilang segala

akalnya; gelisa tak tentu apa yang hendak dikerjakannya, dipegang-pegangnya

dagunya dengan tangannya yang kasar, yang mulai lisut sedikit-sedikit.

4. Memisahkan ayat-ayat atau perincian-perincian yang bergantung pada suatu pasal

atau pasa suatu induk kalimat.

Menurut penyelidikan Lembaga tersebut, kekurangan yang menyolok di

kalangan para mahasiswa, khususnya para mahasiswa baru, antara lain:

1. pengetahuan umum mereka kebanyakan berada di bawah taraf

2. tidak cukup menguasai bahasa Indonesia dan bahasa Inggris

3. tidak mampu membaca tabel, grafik, mempergunakan register dan kamus

170
4. cara belajar mereka kurang efisien

5. cara berfikir mereka jauh dari memadai

Pendeknya, sebagai pedoman dapat diingat bahwa titik-koma merupakan sebuah

perhentian yang lebih lama dari koma. Dengan mepergunakan sebuah titik-koma,

penulis dapat terhindar dari tiga kemungkinan kesalahan :

1. berhenti secara tiba-tiba pada suatu rangkaian kalimat-kalimat pendek yang terpisah,

yang diakhiri dengan titik biasa

2. menghilangkan kejemuan (monotoni) dari suatu kalaimat yang panjang, terdiri dari

bagian-bagian kalimat atau anak-anak kalimat yang dirangkaikan begitu saja dengan

kata dan atau sambung yang lain.

3. menghindari kekaburan dari sebuah kalimat yang berbelit-belit yang dipisahkan oleh

sebuah koma saja.

d. Titik Dua

Titik dua yang biasanya dilambangkan dengan tanda ( : ), biasanya dipergunakan

dalam hal-hal berikut:

1. sebagai penghantar sebuah kutipan yang panjang, baik yang diambil dari sebuah

buku, majalah dan sebagainya, maupun dari sebuah ucapan langsung.

Dalam sebuah karangannya yang berjudul “Pengajaran Bahasa

Indonesia”I.R. Poedjawijatna mengatakan: “ maka dari itu sekarang dapat kami

majukan tujuan utama pengajaran bahasa: membimbing anak ( orang yang belum

tahu betul akan bahasa itu ) supaya dapat mempergunakan dan menerima

(mengerti) bahasa itu sebaik-baiknya.” (BKI)

2.Titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan yang lengkap, tetapi diikuti suatu

rangkaian atau pemerian:

171
Di warung itu dapat dibeli barang-barang berikut: sayur-sayuran, gula,

tembakau, buah-buahan, barang pecah belah, dan sebagainya.

Manusia terdiri dari dua bagian: jiwa dan badan

Titik dua tidak dipakai kalau pemerian atau perincian itu merupakan pelengkap

yang mengakhiri pernyataan:

Di warung itu dapat dibeli sayur-sayuran, gula, tembakau, buah-buahan,

barang pecah-belah, dsb.

Manusia terdiri dari jiwa dan badan.

3. Titik dua dipergunakan juga sebagai pengantar sebuah pernyataan atau kesimpulan:

Kenyataannya adalah sebagai berikut: Bahasa Indonesia dan Matematika

merupakan mata pelajaran dasar, bahasa Perancis dan Jerman merupakan pilihan.

4. Walaupun sangat jarang, titik dua dapat juga dipergunakan untuk memisahkan dua

kalaimat yang sederajat, sedangkan bagian yang kedua menerangkan atau

menegaskan bagian yang pertama:

Tiap pelari cepat sudah berusaha sedapat-dapatnya: Roby adalah seorang

pelari jarak pendek.

5. Titik dua dipakai sesudah kata atau frasa yang memerlukan pemerian:

Ketua Panitia : S. Sastradinata

Wakil Ketua : Adiarta

Sekretaris : Anita

6. Dalam teks drama atau dialog, titik dua dipakai sesudah kata yang menunjukkan

pelaku percakapan:

David : He, Abil, kemarilah. Apa artinya tulisan itu? Bahasa Latinkah itu?

Abil : (Tetap membunyikan orgel) Alaaah, apa gunanya?

David : Gunanya? Demi kepentingan orgelmu yang terkutuk itu.

172
6. Tanda Kutip

Tanda kutip, yang biasanya dilambangkan dengan tanda (“...”) atau (‘...’),

dipergunakan dalam hal nerikut:

1. Untuk mengutip kata-kata seseorang, atau sebuah kalimat atau suatu bagian yang

penting dari buku, majalah, dan sebagainya (bandingkan dengan d.1):

Ia mengatakan “saya harus pergi”

Dalam bukunya tentang Ilmu Perbandingan Pemerintahan, Prof. M. Nasroen,

S.H. mengatakan antara lain: “menurut pendapat saya, monarkhie, republik,

oligharki, dsb. Itu semuanya adalah bentuk-bentuk negara dan oleh sebab itu

semuanya itu masing-masing adalah negara...”

Bila hanya ada satu kata yang dikutip, maka tidak perlu mempergunakan titik

dua:

Ia berteriak”Tembak!”kepada anak buahnya.

2. Tanda kutip dipergunakan untuk menulis judul karangan (artikel), syair atau bab

buku:

Ia menulis sebuah artikel dalam majalah bulanan itu dengan judul “Pemuda dan

dekadensi moral”.

Untuk deklamasi minggu depan siapkanlah “Aku” CIPTAAN Chairil Anwar.

3. Tanda kutip dipakai untuk menyatakan sebuah kata asing atau sebuah kata yang

diistimewakan atau mempunyai arti khusus:

Ia menyatakan bahwa semuanya sudah “oke” hal ini bisa dimengerti karena biaya

bagi penelitian bebas yang tersedia jauh lebih kurang daripada biaya untuk

keperluan penelitian yang sifatnya “applied”dan praktis.

Semboyan “buku”, pesta dan cinta” sudah lam ditinggalkan baik di dalam tindak-

tandukmaupun slogan.

173
4. Tanda kutip dalam tanda kutip: bila terdapat sebuah dalam sebuah kutipan, maka

masing-masingnya harus dibedakan dengan tanda kutip yang berlainan:

Yanto berkata “Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru ‘siapa itu?”’ atau

Yanto berkata ‘Tiba-tiba saya mendengar suatu suara berseru “siapa itu?”’

5. Tanda kutip tunggal dipakai untuk mengapit terjamahan atau penjelasan sebuah kata

atau ungkapan asing.

Teriakan-teriakan binatang dan orang primitif oleh Wundi di sebut

LAUTGEBARDEN ‘gerak-gerik bunyi’.

6. Di samping hal-hal yang telah diuraikan di atas, perlu kiranya diminta perhatian atas

pemakaian koma, titik dan huruf kapital dalam contoh-contoh berikut yang juga

mempergunakan tanda kutip itu:

“Hendaknya demikan, “katanya, “ kita harus sadar untuk melaksanakan tugas kita

masing-masing dengan baik.”

Perhatikan: koma sesudah “kita” dan “katanya” huruf k kecil untuk kata “kita”

sebab “kita harus berhenti sekarang” merupakan bagian dari kalaimat “saya kira”.

“Astaga!” srunya. (Tak ada koma sebelum “serunya”)

“Kau sakit?” tanyanya. (Juga tak ada koma sebelum “tanyanya”, sebab baik

tanda tanya sudah mengandung titik).

7. Akhirnya dapat diberikan pula cara pengalineaan dalam karangan-karangan yang

mengandung dialog-dialog. Tiap pembicaraan baru betapapun pendeknya selalu di

mulai dengan alinea baru :

Nenek itu kemudian pergi. Ketika Bujang akan membanting kartu, tangan

Maya menahan.

“Nanti dulu, “ Kata Maya

“Apa?”

174
“Kau terlalu banyak berdusta. Aku yakin sekarang bahwa benar seperti yang

dikatakan oleh orang-orang yang mandi itu... “

“Nenekku gila?” tanya Bujang, “begitu maksudmu?”

“Ya”

“Kau menghina keluarga kami!”(MP)

f. Tanda Tanya

Tanda-tanda yang biasanya dilambangkan dengan tanda(?), digunakan dalam hal-

hal berikut :

1. Dalam suatu pertanyaan langsung

Bilamana kau menyelesaikan tugasmu itu ?

Bukankah kamu yang diserahi pekerjaan itu ?

Dalam hububgan ini dapat ditegaskan bahwa tanda tanya tidak boleh dipergunakan

dalam ucapan tak langsung (oratio inderacta):

Ia menayakan apa yang harus dikerjakannnya.

Ia ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap atas tugas itu.

2. Tanda tanya dipergunakan untuk menanyakan keragu-raguan atau ketaktentuan.

Untuk maksud tersebut tanda tanya harus ditempatkan dalam tanda kurung(?),

misalnya :

Pengarang itu lahir tahun 1886 (?) dan meninggal tahun 1968.

3. Tanda tanya kadang-kadang dipergunakan juga untuk menggantikan suatu bentuk

sarkastis:

Ia seornag gadis yang cantik (?) dan pemarah.

175
g. Tanda seru

Tanda seru yang dilambangkan dengan (!), biasanya dipakai dalam hal-hal

berikut:

1.Untuk menyatakan suatu pertanyaan yang penuh emosi. Kata-kata seru biasanya

dimasukkan juga dalam golongan ini.

Mustahil! Hal semacam itu tidak boleh terjadi!

Perhatian! Perhatian!

Aduh! Betapa sedih kita melihat nasibnya!

Tanda seru tidak selalu harus dipakai di belakang kata-kata seru. Misalnya

dalam contoh berikut terdapat juga kata seru, tetepi tidak ada keharusan untuk

mempergunakan tanda itu:

“He, dari mana kamu?” katanya penuh keheranan.

“He! Dari mana kamu?” katanya penuh keheranan.

1. Tanda seru selalu dipergunakan untuk menyatakan suatu perintah:

Pergilah segera ke rumahnya! Bawalah dia kemari!

Bawalah penjahat itu ke sini, hidup atau mati!

2.Tanda seru dipakai untuk menyatakan bahwa orang yang mengutip sesuatu

kebenarannya tidak setuju atau sependapat dengan apa yang dikutipnya itu:

Dataran-dataran itu dianggap sebagai bukti (!) Pendaratan.

Mahluk angkasa luar di bumi kita pada zaman lampau.

Kita semuan berasal dari kera (!)

h. Tanda Hubung

176
Tanda hubung yang dilambangkan dengan (-) dipergunakan dalam hal-hal

berikut:

1. Memisahkan suku kata yang terdapat pada akhir baris.:

Mungkin tidak ada konsensus apakah yang pembangunan itu, apa definisinya dan

bagimana caranya.

Semua suku kata (baik dari kata dasar maupun dari afiks) yang terdiri satu huruf

tidak dipisahkan supaya jangan terdapat hanya satu huruf pada ujung atau awal abris.

Jadi jangan penulis: a-nak, I-bu, seti-a, melompat-i, dsb, walaupun pemisahan

sukunkata memang demikian.

2. Tanda hubung dipaki untuk menyambung bagian-bagian dari kata ulang:

Runah-rumah, bermain-main, sekali-kali, sekali-sekali, berdekat-dekatan,

pertama-tama, dsb.

3.Tanda hubung dipakai umtuk memperjelas hubungan antara bagian kata atau

ungkapan:

Ber-evolusi, Be-revolusi; Be-ruang, Ber-uang;

Padanya ada uang dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)

Padanya ada uang dua-puluh-lima-ribuan (1 x 25000)

Istri-kolonel yang cerewet (sang istri yang cerewet)

Istri kolonel-yang cerewet (kolonel yang cerewet)

177
4.Tanda hubung dipakai untuk merangkai: se-dengan kata berikutnya dengan kata

berikutnya yang di mulai dengan huruf kapital; ke- dengan angka; angka dengan-

an; dan singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata:

se-Indonesia, se-Jakarta; hadiah ke-3, ulangan ke-5; tahun20-an; SIM-nya, bom-H

di-DIP-kan.

i. Tanda pisah

Tanda pisah (dash) yang biasanya dilambangkan dengan tanda ( ̶ ),

dipergunakan untuk beberapa hal berikut:

1. Untuk menyatakan suatu pikiran atau tambahan:

Ada kritik yang menyatakan bahwa cara penyiar kita mempergunakan bahasa

indonesia ̶ khusus dalam pengucapannya ̶ kurang baik.

Karangan yang lebih populer dapat mendorong orang-orang awam ̶ seperti saya

ini ̶ untuk mempergunakan bahasa indonesia dengan cara yang baik.

2. Untuk menghimpun atau memperluas suatu rangkaian subjek atau bagian kalimat,

sehingga menjadi lebih jelas:

Rumah, hewan, makanan ̶ semuanya musnah dilanda banjir.

Rangkaian kegiatan ini ̶ penelitian, seminar, diskusi ilmiah ̶ merupakan kegiatan

ilmiah pada suatu perguruan tinggi.

Rakyat indonesia ̶ pria, wanita, orang-orang dewasa dan anak-anak ̶ menyambut

gembira hasil pemilihan umum.

3. Tanda pisah dipakai diantara dua bilangan berarti sampai dengan, sedangkan bila di

pakai antara dua tempat atau kota berartu ke atau sampai.

178
Ia dibesarkan di Bandung dari tahun 1945 – 1970

Seminar itu berlangsung dari tanggal 4 – 10 April

4. Tanda pisah dipakai juga untuk menyatakan suatu ringkasan atau suatu gelar:

Hanya suatu kesenangannya ̶ makan

Inilah kedua kawan yang saya ceritakan ̶ Nina dan Nita

5. Untuk menyatakan suatu ujaran yang terputus, atau suatu keragu-raguan.

Didalam belukar itu terdapat seekor ̶ seekor ̶ tak dapat saya pastikan binatang

apa itu.

Dalam hal ini lebih lazim dipergunakan titik-titik (....) dari pada tanda pisah.

j. Tanda Elipsis (titik-titik)

Tanda elepsis (atau titik-titik) yang dilambangkan dengan tiga titik dipakai

untuk menyatakan hal-hal berikut:

1. Untuk menyatakan ujaran yang terputus-putus, atau menyatakan ujaran yang

terputus dengan tiba-tiba.

Ia seharusnya . . . seharusnya . . . sudah berada disini.

Tadi aku dengar dia berkata, seolah-olah lelaki yang diincarnya itu ada disekita

ini, . . . ya, ya, dia berkata begitu.

Sebagai sudah dikatakan diatas, walaupun kurang lazim, tanda elepsis ada kalanya

diganti dengan tanda pisah.

2. Tanda elipsis dipakai untuk menyatakan bahwa dalam suatu kutipan ada bagian

yang dihilangkan.

Mental menjalankan kekuasaan dalam negara modern... perlu dibina.

179
Tanda elipsis yang dipergunakan pada akhir kalimat karna menghilangkan bagian

tertentu sesudah kalimat itu berakhir, menggunakan empat titik, yaitu satu sebagai

titik bagi kalimat sebelumnya, dan tiga bagian yang dihilangkan.

Demi kelancaran tata tertib hal ini sungguh perlu . . . . sehingga tiap orang yang

agak “keluar dari rel”, lantas ditindak.

3. Tanda elipsis dipergunakan juga untuk meminta kepada pembaca mengisi sendiri

kelanjutan dari sebuah kalimat.

Gajinya kecil. Tetapi ia memiliki sebuah mobil luks, rumah yang mewah, malah

sebuah bungalow dipuncak. Entahlah dari mana ia dapat mengumpulkan semua

kekayaannya itu...!

k. Tanda kurung

Tanda kurung yang biasanya melambangkan dengan tanda ( ),dipergunakan

untuk menyatakan hal-hal berikut:

1. Mengapit tambahan keterangan atau penjelasan

Peranan IRRI (International Rice Research Institute) adalah untuk menciptakan

berbagai varietas yang telah ditingkatkan.

Begitu pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan pinjam-terjemahan

(loan-translation) banyak contohnya dalam bahasa indonesia.

2. Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan merupakan bagian integral dari

pokok pembicaraan

Memang diakui bahwa untuk dua jenis pelajaran (menurut kami harus dikatakan:

‘pengajaran’) ini ada metode dan sistemnya.

180
3. Mengapit angka atau huruf yang memperinci satu seri keterangan. Misalnya:

Agar seminar mengambil keputusan dengan pokok-pokok berikut :

(1). Standarisasi perlu, mengapa?

Disini sudah menyangkut fungsi dan nilai

(2). Siapa yang melaksanakan

(a). Organisasi; lembaga khusus

(b). Personalia; staf ahli

(c). Perguruan tinggi (koplemen)

(3). Persoalan teknik diserahkan kepada lembaga

l. Tanda kurung siku

tanda kurung siku biasanya dilambangkan dengan tanda [ ] tanda ini

dipergurukan untuk maksud-maksud berikut:

1. Dipakai untuk menerangkan sesuatu diluarnya teks atau sisipan keterangan

(interpolasi) yang tidak ada hubungannya dengan teks

Sementara itu lingkungan pemuda dari kampus ini berhubungan [maksudnya:

berhubungan] dengan kenyataan-kenyataan diluar kampusnya.

2. Mengapit keterangan atau penjelasan bagi suatu kalimat yang sudah ditempatkan

dalam tanda kurung.

(hanya menggunakan nada atau kombinasi nada-nada dan apa yang saya sebut

persendian [atau mungkin kata lain perjedahan atau juncture itu]).

m. Garis Miring

181
Yang biasanya dilambangkan dengan (I) dipakai untuk :

1. penganti kata dan, atau, per, atau memisah-misahkan nomor atau alamat yang

mempunyai fungsi yang berbeda:

Begitu pula pembentukan kata/istilah-istilah berdasarkan pinjam-terjemah banyak

terdapat dalam bahasa indonesia.

Akan diadakan pungutan wajib Rp. 1.000.00/jiwa. Engkau dapat menyurati saya

dengan alamat: kayu pahit I/185, Rt. 007/08.

2. Penomoran kode surat:

Nomor. 1/255-a-I

n. huruf Kapital

Huruf kapital atau huruf besar, biasanya dipergunakan dalam hal-hal berikut :

1. Huruf awal dan kata pertama dalam sebuah kalimat. Dapat juga dipergunakan pada

huruf awal dan kata pertama dalam suatu baris sanjak. Walaupun penyair-penyair

dewasa ini telah meninggalkan kebiasaan tersebut:

Ia meninggalkan rumah tanpa pamit,

Tuhanku akan datang dan lalu,

Badanku, akan jadi tua,

Tapi luka-luka jiwaku,

Dapat di fajar masaku muda. (PB)

182
Penyair-penyair dewasa ini tidak suka dengan formalitas itu, malahan ada yang

secara ekstrim sama sekali tidak mempergunakan satu huruf kapital pun.

rubuhlah satu per-satu rubuh

benteng-benteng dendam kendurlah

satu per-satu kendur urat-urat sakit hati

aku pun berpihak kepada kasih-sayang.

Dilarut sepih. (BKI)

2. Huruf kapital dipergunakan pula di depan nama diri, nama tempat, bangsa, negara,

organisasi, bahasa, nama bulan dan hari, Tuhan, an sifat-sifat Tuhan yang

mempergunakan kata Maha

Nama diri : Adi, Nina, Anita, Tomi, Yana, Tanto, dsb

Nama tempat : Bogor, Bandung, Jakarta, Ende, dsb

Bangsa, negara, bahasa : Inggris, Indonesia, Nederland, ahasa Inggris, bahasa

Indonesia, bangsa Indonesia, bangsa Belanda, dsb.

Nama bulan dan hari : Januari, Februari, Minggu, Senen, dsb.

Tuhan dan Sifat Tuhan : Tuhan, Allah, Tuhan Yang Maha esa, Tuhan Yang

Maha

Pengasih, dsb.

3. Huruf kapital dipergunakan pula bagi judul-judul buku, pertunjukan, nama harian,

majalah, artikel dan biasanya kata-kata yang penting saja ditempatkan dalam huruf

kapital, sedangkan kata-kata yang tidak penting tetap dalam huruf kecil.

Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Cermin Manusia Indonesia Baru

Majalah Ilmu Sastra Indonesia

Bahasa Indonesia dan problematiknya

183
4. Huruf kapital dipergunakan juga pada kata-kata biasa yang mendapatkan arti

istimewa, terutama dalam personofikasi :

Keseimbangan yang keempat adalah keseimbangan dengan alam yang Gaib. (N)

Seperti wajah merah membara

Dalam bakaran api nyata,

Biar jiwaku habis terlebur,

Dalam Kobaran Nyata Raya (PB)

Latihan

A. tempatkanlah Tanda-tanda baca pada kalimat-kalimat di bawah ini:

1. dalam hal ini kita tidak bisa melupakan sumbangan aristoteles yang berpendapat bahwa

struktur alur dramatik dibangun atas dua bagian perkembangan utama yakni

penggawatan komplikasi dan penyelesaian konklusi katastrofi

2. tingkat kulturil suatu bangsa menentukan kekuatan teknik industri dan pertaniannya

dengan demikian menentukan kekuatan ekonominya

3. mutu pendidikan tinggi kita baik dilihat dari segi relevansinya keutamaan akademis

ataupun dan keutamaan kependidikan masih belum memuaskan

4. terima kasih katanya sambil menerima bungkusan itu dari tangannya

5. benarkah kamu menerima bungkusan itu tanyanya dengan nada yang agak keras

6. karena macetnya lalu lintas antara jam 7:30 pagi sampai jam 10:30 pagi maka tidak

mungkin mobil itu dilarikan lebih cepat dari 20 km jam.

B. Dalam kalimat-kalimat di bawah ini terdapat kesalahan dalam menempatkan tanda-baca.

Tunjuklah mana ang salah serta usahakanlah memperbaikinya!

184
1. Tepat tepat! Pada jam seperti inilah dulu suamiku Raja Dukungan tambun mulai

Menggocok kartunya.:

2. Terang pula bahwa, sikap keahlian sang guru sangat menentukan.

3. Itulah sebabnya maka juga kami katakan bahwa pelajaran secara ilmiah itu paling

cepat, baru diadakan pada Sekolah lanjutan Pertama malahan, pada hemat kami,

terutama pada sekolah lanjutan atas dan itulah sebabnya pula maka kami dalam

prasaran ini membatasi diri lingkungan pengajaran (pemberian pelajaran bahasa

Indonesia hanya pada sekolah lanjutan atas dan terutama pada Sekolah Menengah

Atas.

4. Contoh yang mudah ialah perbandingan antara sebuah buku riwayat; atau sejarah

dengan sebuah roman sejarah.

5. Juga di sini tidak akan dikemukakan, definisi apakah roman, novel, dan cerita pendek

itu.

C. Tempatkanlah tanda-tanda baca dari kutipan di bawah ini:

Universitas dapatlah dikatakan sebagai suatu organisasi profesional istilah

organisasi memasukkannya dalam kategori yang sama dengan tipe organisasi lainnya

seperti perusahanan paberik atau pun ketenteraan tetapi dengan menambahkan kata sifat

profesional universitas itu dibedakan dari tipe organisasi tersebut tadi termasuk dalam

kategori organisasi profesional adalah rumah sakit atau asosiasi pengacara.

Sifat khas organisasi profesional ialah bahwa tujuan primer organisasi itu hanya

dapat dicapai oleh mereka yang mempunyai kwalifikasi yang tertinggi di bidang

ketenteraan untuk mencapai sasaran komandan mengerakkan anak buahnya di bidang

perusahaan produksi direktur mengerahkan buruhnya untuk mencapai hasil yang

setinggi-tingginya tetapi mendidik mahasiswa menyembuhkan pasien membela klien

185
tidak dapat diserahkan kepada tenaga yang kurang pendidikannya ini harus dikerjakan

oleh anggota profesi yang mempunyai kwalifikasi tertinggi

Di samping tugas-tugas profesional pada organisasi profesional itu seperti juga

pada badan laiinya tentu ada pula tugas tugas di bidang administratif organisatoris di

bidang kepengurusan pengelolaan atau pun manajemen relasi antara tugas profesional dan

tugas manajemen ini memberikan corak dualistis pada universitas sekarang ini sektor

profesionil tujuan primer universitas itu adalah pendidikan keilmuan penelitian dan

pengalaman ilmu itu sedang sektor pengelolaannya harus menjaga efisiensi dalam

pemakaian dana dan daya.

Universitas kita masih dalam tahap mencari bentuk masih sangat memerlukan

perubahan dan penyesuaian dalam cara kerja struktur dan dalam proses pengambilan

keputusan dengan demikian ia harus mempunyai kesanggupan untuk perubahan dan

penyesuaian diri dalam dirinya sendiri dengan mendengarkan suara suara rasionil tentang

perubahan dari dalam lingkungannya sendiri sesuai dengan kenyataan bahwa perguruan

tinggi itu adalah penyebab dari perubahan dalam masyarakat maka kesanggupan untuk

melakukan perubahan dalam penyesuaian haruslah inhaerent pula pada lembaga

pendidikan tinggi itu universitas harus dapat melaksanakan pada dirinya sendiri

pendekatan yang bersifat pembaharuan dan kreatif innovating and creative aproach

Kalau universitas itu tidak dapat tidak sanggup dari dalam menda-patkan

kemampuan untuk penyesuaian yang terus-menerus terhadap perkembangan dan keadaan

masyarakat yang dewasa ini penuh dengan perubahan-perubahan eksplosif maka

perubahan dan penyesuaian itu akan dipaksakan dari luar konservatisme dan kekakuan

tidak dapat dipertahankan dalam keadaan dunia dewasa ini.

186
Sama pentingnya dengan kesanggupan untuk mengadakan respons terhadap suara

suara perubahan yang rasionil dari dalam adalah kesanggupan untuk dengan tegas

menentang suara suara yang irrasionil yang datang dari pihak mana pun juga dari dalam

atau dari luar ling-kungan universitas.

187

Anda mungkin juga menyukai