Anda di halaman 1dari 5

Nur Alya Rozhimy Paudi (811423165)

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Resume Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi


dalam satu masa yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-
abad lamanya. Mungkin terlalu sederhana untuk mengatakan bahwa bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Orang-orang lupa bahwa bahasa
Melayu Riau hanyalah merupakan satu dialek di antara demikian banyak dialek-
dialek Melayu yang lain. Dan semua ini sudah terkenal di seluruh Nusantara suatu
bahasa perhubungan, suatu ingua franca , yang disebut Melayu Pasar . Melayu
Pasar inilah yang menjadi faktor paling penting untuk diterimanya bahasa Melayu
Riau sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Seandainya orang belum
mengenal Melayu Pasar, tentulah sama sulitnya pula menerima bahasa Melayu
Riau menjadi bahasa pengantar, seperti halnya dengan bahasa Jawa.

1. Sebelum masa kolonial


Bahasa Melayu dikenal dalam sejarah sebagai Lingua Franca. Bahasa
melayu digunakan di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Pada zaman
Kerajaan Sriwijaya bahasa Melayu sebagai bahasa kebudayaan. Ditemukannya
bukti-bukti Prasasti pengunaan bahasa Melayu Kuno (Huruf Pranagari),
prasasti di Kedukan Bukit Tahun 683 M (Palembang), prasasti Talang Tuwo
tahun 684 M (Palembang), prasasti Kota Kapur tahun 686 M (Bukit Barat),
prasasti Karang Birahi tahun 688 M (Jambi). Walaupun bukti tertulis hampir
tak ada, tetapi dengan adanya bermacam-macam dialek Melayu yang tersebar
di seluruh Nusantara seperti dialek Melayu Ambon, Larantuka, Kupang,
Jakarta, Manado, dan sebagainya, dapat dipastikan adanya penyebaran yang
luas tersebut. Tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, terdapat suatu
batu nisan yang berisi suatu model syair tertua. Sesudah tahun ini, antara abad
ke-14 sampai ke 17 didapati banyak hasil kesusasteraan lama dalam bentuk
pelipur lara, hikayat, dongeng-dongeng dan sebagainya. Tentu semuanya ini
memerlukan masa perkembangan. Dalam masa perkembangan tersebut, baik
bahasa maupun isi ceritanya menerima unsur-unsur dari luar untuk
memperkaya dirinya, yaitu dari bahasa Sansekerta dengan unsur-unsur Hindu,
dan dari bahasa Arab-Persia dengan unsur-unsur Islam.

2. Masa kolonial
Ketika orang-orang barat sampai di Indonesia pada abad ke-16, mereka
menghadapi suatu kenyataan, yaitu bahasa Melayu merupakan suatu bahasa
resmi dalam pergaulan, bahasa perantara dalam perdagangan. Hal ini dapat
dibuktikan dari beberapa kenyataan berikut: seorang Portugis bernama
Pigafetta, setelah mengunjungi Tidore, menyusun semacam daftar kata-kata
pada tahun 1522; berarti sebelum itu bahasa Melayu telah tersebar sampai ke
kepulauan Maluku.

Baik bangsa Portugis maupun bangsa Belanda yang datang ke Indonesia


kemudian mendirikan sekolah-sekolah. Mereka terbentur dalam soal bahasa
pengantar. Usaha-usaha untuk memakai bahasa Portugis atau Belanda sebagai
bahasa pengantar selalu mengalami kegagalan. Demikianlah pengakuan
seorang Belanda yang bernama Danckaerts pada tahun 1631, ia mengatakan
bahwa kebanyakan sekolah di Maluku memakai bahasa Melayu sebagai bahasa
pengantar. Kegagalan dalam usaha memakai bahasa-bahasa Barat itu
memuncak dengan dikeluarkannya suatu keputusan dari Pemerintah Kolonial,
K. B. 1871 No. 104, yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah
bumiputera diberikan dalam bahasa daerah, selain bahasa Melayu.

3. Pergerakan Kebangsaan
Dengan timbulanya pergerakan kebangsaan, dirasakan perlu adanya suatu
bahasa nasional untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia.
Pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil jika semua rakyat
diikutsertakan. Untuk itu mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan
digunakan semua orang. Pada mulanya memang agak sulit untuk menentukan
bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan. Pada tahun 1908,
pemerintah kolonial mendirikan suatu komisi yang disebut Comissie voor de
Volkslectuur , diketuai oleh Dr. G. A. J. hazeu. Kemudian komisi ini diubah
namanya menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. Kegiatan badan ini antara
lain membantu penyebaran dan pendalaman bahasa Melayu dengan
menerbitkan buku-buku murah berbahasa Melayu. Pada tahun 1918, tanggal 25
Juni, dengan ketetapan Belanda, anggota-anggota Dewan Rakyat diberi
kebebasan untuk menggunakan bahasa Melayu dalam Volksraad . Kesempatan
ini kemudian ternyata tidak digunakan semestinya. Tahun 1926 Jong Java
merasa perlu mengakui suatu bahasa daerah sebagai media penghubung semua
pemuda-pemudi Indonesia. Bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa pengantar.
Pemuda-pemuda di Sumatera sudah lebih dahulu menyatakan dengan tegas
memutuskan untuk menggunakan bahasa Melayu Riau, yang disebut juga
bahasa Melayu Tinggi, sebagai bahasa persatuan. Tetapi majalah-majalah Jong
Java dan Jong Sumatranen Bond masih ditulis dalam bahasa Belanda. Dengan
adanya bermacam-macam faktor seperti yang telah disebutkan di atas, akhirnya
tibalah tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta,
sebagai hasil yang paling gemilang dari kongres tersebut diadakan ikrar
bersama yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda.
4. Setelah Kemerdekaan
Pada tanggal 18 Agustus 1945 penandatanganan UUD 1945, pasal 36:
Penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Tanggal 19 Maret 1947
peresmian Penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) penganti ejaan van
Ophuysen yang berlaku sebelumnya.
Ejaan van Ophuysen, huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai
akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan dipotong seperti
mulaï dengan ramai, huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang,
dsb. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb. Tanda
diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ’akal. Ejaan Soewandi, huruf oe diganti dengan u. Bunyi hamzah
dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata tak Kata ulang boleh
ditulis dengan angka 2, seperti anak2. Awalan di- dan kata depan di kedua-
duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di
pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan
Bahasa Indonesia dan pembentukan Istilah. Peresmian ejaan baru itu
berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Ejaan Bahasa Indonesia
yang disempurakan (EYD)

Ejaan Soewandi Ejaan yang


Disempurnakan
dj djalan, djauh J jalan, jauh

j pajung, laju Y payung, layu

nj njonja, bunji Ny nyonya, bunyi

sj isjarat, masjarakat Sy isyarat, masyarakat

tj tjukup, tjutji C cukup, cuci

c tarich, achir Kh tarik, akhir

PERISTIWA PENTING MASA KEMERDEKAAN SAMPAI SEBELUM


REFORMASI

 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia H.M. Soeharto,


meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(EYD melalui Pidato Kenegaraan.
 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku diseluruh wilayah
Indonesia.
 Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 28 Oktober– 3 November1988.
Hasil Kongres dipersembahkan Karya Besar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
 Kongres bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober–2 November1993.
Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta
mengusulkan disusunnya Undang-undang Bahasa Indonesia.

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

 sebagai bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya);


 bahasa nasional dan bahasa resmi
 sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu;
 Dan sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai