Makalah
Dosen Pengampu:
Oleh:
Mentari Septyanengtyas 2019.02.02.1357
Nur Afifah 2019.02.02.1344
A. Pendahuluan
Islam sebagai agama yang rohmatal lil alamin memiliki rukun-rukun serta aturan-
aturan yang harus ditaati oleh setiap umatnya. Aturan-aturan tersebut agar umat Islam
senantiasa hidup taat kepada perintah Allah dan menjahui larangan-larangan Allah.
Sedangkan rukun merupakan perkara yang wajib dilakukan oleh manusia. Salah satu
rukun tersebut adalah rukun Iman ang terdiri dari iman kepada Allah, iman pada malaikat,
iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rsul-rasul Allah, hari akhir dan takdir atau
Qodho dan Qodhar Allah. Iman kepada kitab Allah merupakan rukun iman yang ke tiga,
iman kepada Allah hukumnya wajib bagi seluruh umat Islam di dunia. Kitab-kitab Allah
merupakan kalam Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya kepada umatnya.
Allah menurunkan kitabnya agar dijadikan petunjuk serta pedoman hidup bagi seluruh
umat.
Salah satu kitab yang diturunkan oleh Allah melalui perantara rasulnya adalah al-
Qur`an. Al-Qur`an sebagai kitab suci umat Islam memiliki beberapa fungsi diantaranya
adalah petunjuk, petunjuk untuk menuju kemslahatan hidup di dunia maupun di akhirat.
Selain al-Qur`an Allah telah menurunkan kitab-kitab sebelumnya kepada para rasulnya
yakni kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa, Zabur kepada nabi Daud, Injil
kepada nabi Isa dan al-Qur`an kepada nabi Muhammad. KITA1
B. Kitab-Kitab Allah Serta Kisah Nabi Ayub, Nabi Musa dan Nabi Isa
1. Kitab-Kitab Allah
Secara etimologi kitab adalah bentuk Masdar dari kata كت ابyang berarti
menulis. Bentuk jama’ dari kata كتب berarti buku. Sedangkan secara terminologi
adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā kepada para nabi
dan rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh umat manusia agar mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan
rukun iman yang ketiga. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā berfirman dalam Al-Qur`an
surah An-Nisa` ayat 136 :
ِ َاب الَّ ِذي َنَّز َل َعلَى رسولِِه والْ ِكت
اب الَّ ِذي َأْنَز َل ِم ْن َقْب ُل ِ َيا َُّأيها الَّ ِذين آمنُوا ِآمنُوا بِاللَّ ِه ورسولِِه والْ ِكت
َ َُ َ ُ ََ َ َ َ َ
ني ِ وَأيُّوب ِإ ْذ نَادى ربَّه َأيِّن م َّسيِن الضُُّّر وَأنْت َأرحم َّ مِح
َ الرا َُ ْ َ َ َ َ َُ َ َ َ
ضٍّر َوآ َتْينَاهُ َْأهلَهُ َو ِم ْثلَ ُه ْم َم َع ُه ْم َرمْح َةً ِم ْن ِعْن ِدنَا َو ِذ ْكَرى ِِ
ُ استَ َجْبنَا لَهُ فَ َك َش ْفنَا َما بِه م ْن
ْ َف
ين ِِ ِ
َ ل ْل َعابد
Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku),
sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang
dari semua yang penyayang. Maka Kami kabulkan (doa)nya, lalu Kami lenyapkan
penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami
lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi
peringatan bagi semua yang menyembah Kami. (QS Al-Anbiya : 83-84)
Do’a Nabi Ayub Alayhi al-Salām memohon kesembuhan tidak didasari karena
kepayahan dan keputus-asaannya menjalani hidup, tapi ketidak-relaannya. Sebab,
orang-orang yang berprasangka buruk kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā mulai
bermunculan ketika itu. Mereka mengatakan, penyakit Ayub As. karena dosa-
dosanya. Perkataan semacam itu, bagi Nabi Ayub Alayhi al-Salām, tidak bisa
diterima. Bukan karena menyakiti perasaaannya, tapi karena prasangka buruk mereka
kepada Allah Allah Subḥānahu wa Ta’ā, sehingga Sayyidina Ayub Alayhi al-Salām
tidak bisa mendiamkannya. Ia tidak peduli orang akan menghardiknya sedemikian
rupa.
Dengan mengatakan, “penyakit yang menimpanya tidak lain karena dosa besar
yang dilakukannya,” secara tidak langsung mereka berprasangka buruk kepada Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā karena menyempitkan rahmat-Nya yang luas dan kasih sayang-
Nya yang tak berhingga. Seakan-akan Tuhan itu mudah marah dan pendendam,
padahal tidak atas pertimbangan tersebut, Nabi Ayub Alayhi al-Salām memanjatkan
doa kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā minta disembuhkan. Ia tidak mau lagi
mendengar prasangka buruk kepada Tuhan. Ia ingin semua orang terhindar dari dua
dosa sekaligus; pertama, dosa bermaksiat kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan dua
bermaksiat kepada sesama manusia. Logika sederhananya begini, setelah sakit
menahun, perlahan-lahan penyakitnya berubah menjadi sumber prasangka, baik
kepada Tuhan maupun dirinya sendiri. Itu artinya penyakit yang dideritanya telah
menjadi penyebab dua maksiat sekaligus bagi yang berprasangka. Doa Nabi Ayub
Alayhi al-Salām dikabulkan oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā penyakit kulit Nabi
Ayub Alayhi al-Salām sembuh seperti sedia kala. Dan ini adalah mukjizat dari Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā yaitu peristiwa yang luar biasa yang datang dari Allah dan
hanya diberikan kepada para nabi dan rasul Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Akhirnya
Nabi Ayub Alayhi al-Salām pulih kembali seperti semula setelah sukses menghadapi
segala ujian dan cobaan dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Sehingga Nabi Ayub
Alayhi al-Salām terkenal sebagai seorang Rasul yang paling sabar.
Hikmah yang bisa dipetik dari kisah Nabi Ayyub Alayhi al-Salām adalah
a. Hendaklah beriman kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dengan benar seperti
yakin dengan ketentuan takdir bahwa semua manusia adalah milik Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā.
b. Tidak berprasangka buruk pada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā ketika mendapat
ujian dan cobaan.
c. Bersabar dalam menghadapi segala cobaan karena Allah Subḥānahu wa Ta’ālā
akan selalu bersama hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
d. Mengingat dan menyadari setiap ada kesulitan akan ada kebahagiaan.
3. Kisah Nabi Musa Alayhi al-Salām
Nabi Musa Alayhi al-Salām lahir di negeri Mesir. Saat itu Mesir diperintah
seorang raja yang zalim dan kejam. Raja Mesir tersebut Bernama Fir’aun. Ia mengaku
sebagai Tuhan dan memerintahkan rakyat untuk menyembahnya. Suatu malam
Fir’aun bermimpi bahwa kerajaannya dihancurkan oleh seorang pemuda dari Bani
Israil. Ia gelisah dan khawatir mimpinya menjadi kenyataan. Maka Fir’aun
memerintahkan prajuritnya untuk membunuh semua bayi laki-laki keturunan Bani
Israil. Setiap ibu hamil dari keturunan Bani Israil merasa ketakutan termasuk ibunda
Nabi Musa Alayhi al-Salām. Maka ketika Nabi Musa Alayhi al-Salām dilahirkan,
bayinya dihanyutkan ke Sungai Nil agar tidak dibunuh oleh Fir’aun. Lalu bayi itu
ditemukan oleh Asiyah, istri Fir’aun. Pada awalnya Fir’aun marah dan hendak
membunuhnya, akan tetapi Asiyah menyakinkan Fir’aun bahwa bayi itu kelak akan
bermanfaat bagi dirinya dan merayunya agar bisa diasuhnya.
Maka dicarilah ibu yang dapat menyusuinya. Berbagai wanita mencoba
menyusuinya tetapi bayi itu menolak, sampai akhirnya ibu Musa berhasil menyusui
bayinya tersebut. Suatu ketika, Firaun menggendong bayi Musa.Tiba-tiba, bayi Musa
menarik jenggot Fir’aun dengan keras. Fir’aun sangat marah dan hendak
membunuhnya.Untunglah, istrinya mencegahnya. Istrinya mengatakan bahwa bayi itu
tidak mengerti apa-apa. Fir’aun kurang percaya lalu memerintahkan pengawalnya
untuk membawakan sebongkah bara api dan sepotong makanan untuk diserahkan ke
bayi Musa. Bayi musa pun memasukkan bara api ke mulutnya. Barulah Fir’aun yakin
bahwa bayi itu belum tahu apa-apa.
Musa tumbuh dewasa. Suatu hari Musa melihat seorang anak pejabat yang
menganiaya seorang budak dari Bani Israil. Musa mengingatkan pemuda tersebut.
Bukannya berhenti pemuda itu justru menyerang Musa. Musa pun memukulnya. Tak
disangka pukulan Musa membuat pemuda itu mati. Musa pun bertobat. Fira’un marah
mendengar Musa menolong budak Bani Israil. Ia memerintahkan untuk menangkap
Musa. Musa pergi meninggalkan Mesir hingga ke negeri Madyan. Di sana ia ikut
menggembala kambing Nabi Syuaib Alayhi al-Salām. Nabi Syuaib Alayhi al-Salām
terkesan dengan ketekunan dan sifat baik Nabi Musa Alayhi al-Salām, maka iapun
menikahkan Musa dengan salah satu putrinya.
Suatu malam Nabi Musa Alayhi al-Salām menerima wahyu dari Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā di bukit Sinai. Ia diperintah Allah Subḥānahu wa Ta’ālā untuk
menyampaikan dakwahnya kepada Fir’aun. Maka Musa pun berangkat ke Mesir
ditemani Nabi Harun Alayhi al-Salām untuk menyadarkan raja Fir’aun. Nabi Musa
Alayhi al-Salām mengingatkan Fira’un untuk menyembah Allah Subḥānahu wa
Ta’ālā. Fir’aun menolak dan mentertawakannya. Nabi Musa Alayhi al-Salām
mengeluarkan mukjizat tongkat yang berubah jadi ular dan tangan yang bisa
bercahaya. Fir’aun justru menyebut Musa tukang sihir. Maka dipanggillah tukang-
tukang sihir Firaun untuk mengalahkan Musa.
Tukang-tukang sihir melemparkan tali-tali yang berubah menjadi ular-ular
kecil yang banyak Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memerintahkan Musa melempar
tongkatnya.Tongkat Nabi Musa Alayhi al-Salām berubah menjadi ular besar yang
memakan ular-ular kecil. Penyihir-penyihir Fir’aun menyerah dan tunduk pada Nabi
Musa Alayhi al-Salām. Fir’aun marah dan memerintahkan prajuritnya untuk
menangkap Musa dan semua pengikutnya. Nabi Musa Alayhi al-Salām dan
pengkutnya lari hingga ke pinggir laut Merah Allah Subḥānahu wa Ta’ālā
memerintahkan Musa untuk memukulkan tongkatnya ke laut, dan laut pun terbelah
sehingga Nabi Musa Alayhi al-Salām dan pengikutnya berhasil menyeberanginya.
Sementara itu Fir’aun dan bala tentaranya masih mengejar Nabi Musa Alayhi al-
Salām. Saat Fir’aun berada di tengah lautan, Nabi Musa Alayhi al-Salām memukulkan
kembali tongkatnya ke laut. Laut pun kembali menyatu hingga Fir’aun dan bala
tentaranya tenggelam di tengah laut.
Berikut ini adalah keteladanan Nabi Musa Alayhi al-Salām
a. Suka menolong, rajin bekerja sehingga Nabi Syuaib Alayhi al-Salām pun
menyukainya.
b. Nabi Musa Alayhi al-Salām berdakwah dengan penuh tawakal kepada Allah
Subḥānahu wa Ta’ālā.
c. Kesombongan, kejahatan, dan kedurhakaan akan mendatangkan murka dan
azab dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā. Maka jauhilah sikap sombong, jahat,
dan durhaka kepada Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
4. Kisah Nabi Isa Alayhi al-Salām
Nabi Isa Alayhi al-Salām adalah seorang putra yang lahir dari rahim wanita bernama
Maryam di Yerussalem. Beliau dilahirkan tanpa seorang ayah. Kisah kelahiran Nabi Isa
Alayhi al-Salām terdapat dalam firman Allah Subḥānahu wa Ta’ālā:
ِ َت بِِه م َكانًا ق
صيًّا َ ْ فَ َح َملَْتهُ فَا ْنتَبَ َذ
ت نَ ْسيًا َمْن ِسيًّا ُّ ت يَا لَْيتَيِن ِم ِ فََأجاءها الْمخاض ِإىَل ِج ْذ ِع الن
ُ ت َقْب َل َه َذا َو ُكْن ْ ََّخلَة قَال
ْ ُ َ َ ََ َ
(22) maka dia (Maryam) mengandung, lalu dia mengasingkan diri dengan
kandungannya itu ketempat yang jauh. (23) Kemudian rasa sakit akan melahirkan
memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata “wahai,
betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak
diperhatikan dan dilupakan. (QS Maryam: 22-23)
Pada saat usia kandungan Maryam masuk ke tahap melahirkan, dengan rasa sakit
Maryam memaksakan diri untuk bersandar ke pangkal pohon kurma. Maryam merasa
malu dengan apa yang telah terjadi padanya, dia khawatir dengan bencana kesedihan
yang akan diterimanya.1
Namun, setelah beberapa hari kelahiran Nabi Isa Alayhi al-Salām tersebut,
Maryam membawanya pulang ke kampung halaman. Banyak masyarakat kampung
halaman yang mencemoohkan Maryam karena membawa pulang bayi tanpa seorang
ayah. Mereka menuduh Maryam berbuat zina. Maryam pun tidak menanggapi
cemoohan masyarakat sekitar. Tiba-tiba Nabi Isa Alayhi al-Salām yang masih kecil
menjawab tuduhan masyarakat jika semua itu tidak benar. Masyarakat terkejut dan
bungkam. Ketika Nabi Isa Alayhi al-Salām tumbuh dewasa banyak keistimewaan-
keistimewaan yang dimilikinya diantaranya:
a. Mampu menyembuhkan orang sakit dan menyembuhkan orang yang buta
1
b. Menghidupkan orang mati
c. Berjalan di atas permukaan air
d. Menciptakan sesuatu dari tanah liat yang menyerupai burung
Dari penggalan cerita di atas dapat diambil hikmah yaitu tidak boleh dendam
terhadap orang-orang yang telah mencemoohi kita dan sifat gigih beliau dalam
memperjuangkan agama Allah Subḥānahu wa Ta’ālā meskipun banyak
masyarakat yang mencemoohinya.
C. Kesimpulan