Anda di halaman 1dari 39

Levelling semangaat

Halaqah yang pertama dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Para Rasul Allah “Pengertian Rasulullah dan
Dalil-Dalil atas Wajibnya Beriman Dengan Para Rasul”

Diantara pokok-pokok keimanan yang harus di imani oleh seorang hamba adalah beriman kepada para
Rasul Allah

Rasuulun adalah bentuk tunggal dari rusulun, rasuulun artinya utusan, rusulun artinya utusan-utusan,
Rasulullah artinya para utusan Allah. Mereka adalah manusia-manusia yang Allah pilih menjadi
utusanNya kepada manusia dengan membawa risalah dari Allah untuk disampaikan kepada manusia.
Allah berfirman :

…‫…َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيَناِت‬

“…Sunngguh Kami telah mengutus rasul rasul Kami dengan bukti bukti yang nyata…” (Al-Hadid 25)

Al-Quran, Assunnah dan Ijma’ kaum muslimin menunjukkan tentang wajibnya beriman dengan kepada
para Rasul Allah dan kekufuran kepada rasul-rasul Allah adalah kekufuran kepada Allah.

Semakin seseorang mendalami tentang beriman kepada para Rasul secara terperinci maka akan semakin
bertambah keimanannya dan akan semakin banyak manfaatnya, adapun dari Al-Quran maka Allah
berfirman :

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا آِم ُنوا ِباِهَّلل َو َرُس وِلِه َو اْلِكَتاِب اَّلِذ ي َنَّز َل َع َلٰى َرُس وِلِه َو اْلِكَتاِب اَّلِذ ي َأْنَز َل ِم ْن َقْبُل ۚ َو َم ْن َيْك ُفْر ِباِهَّلل َو َم اَل ِئَك ِتِه َو ُكُتِبِه َوُرُسِلِه‬
‫َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َفَقْد َض َّل َض اَل اًل َبِع يًدا‬

“Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah kepada Allah dan RasulNya dan Kitab yang telah
diturunkan kepada RasulNya dan Kitab yang diturunkan sebelumnya dan Barangsiapa yang kufur
kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya dan Rasul-rasulNya dan hari Akhir maka sungguh
dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh” (An-Nisa : 136)

Adapun dari Assunnah maka Nabi ‫ ﷺ‬bersabda ketika ditanya Malaikat Jibril tentang apa itu Iman?
‫اإليمان َأْن ُتْؤ ِم َن ِباِهلل َو َم َالِئَك ِتِه َو ُكُتِبِه َوُرُسِلِه َو اْلَيْو ِم اآلِخ ِر َو ُتْؤ ِم َن ِباْلَقَد ِر َخ ْيِر ِه َو َش ِّرِه‬

Beriman adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-RasulNya


dan hari Akhir dan engkau beriman dengan Takdir yang baik maupun yang buruk

Beliau (Malaikat Jibril) mengatakan ‫( َصَد ْقَت‬engkau telah benar), hadits ini diriwayatkan oleh Imam
Muslim.

Dan para Ulama berijma’ atas wajibnya beriman kepada rasul rasul Allah ‘azza wajalla.

alaqah yang ke dua dari Silsilah Beriman Kepada Para Rasul adalah tentang “Perbedaan Antara Nabi dan
Rasul”.

Dalil-dalil menunjukkan adanya perbedaan antara Nabi dan Rasul.


Allah berfirman,

‫َوَم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َر ُسوٍل َو اَل َنِبٍّي ِإاَّل ِإَذ ا َتَم َّنٰى َأْلَقى الَّش ْيَطاُن ِفي ُأْم ِنَّيِتِه‬
[Surat Al-Hajj 52]

“Dan tidaklah kami mengutus seorang Rasul dan tidak pula seorang nabi sebelum engkau (wahai
Muhammad) melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan syaitan pun memasukkan godaan-
godaan ke dalam keinginannya tersebut.”

Ayat di atas menunjukkan bahwa Rasul berbeda dengan Nabi.

Ada ulama yang mengatakan bahwa Rasul diberi wahyu dan diperintahkan untuk menyampaikan,
sedangkan Nabi diberi wahyu tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikan, namun ini
adalah pendapat yang lemah karena ternyata dalil menunjukkan bahwa Nabi juga diutus dan diperintah
menyampaikan wahyu sebagaimana dalam Firman Allah,

‫َوَم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َر ُسوٍل َو اَل َنِبٍّي ِإاَّل ِإَذ ا َتَم َّنٰى َأْلَقى الَّش ْيَطاُن ِفي ُأْم ِنَّيِتِه‬
[Surat Al-Hajj 52]

“Dan tidaklah kami mengutus sebelummu seorang Rasul dan tidak pula seorang Nabi kecuali apabila dia
berkeinginan maka syaitan memasukkan godaan-godaannya ke dalam keinginannya tersebut.”
Allah mengatakan,
“Dan tidaklah kami mengutus sebelummu seorang Rasul dan tidak pula seorang Nabi”: ini menunjukkan
bahwa Nabi Juga diutus berarti dia diperintah untuk menyampaikan.

Demikian pula di dalam hadits Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ُع ِرَض ْت َع َلَّي اُأْلَم ُم َفَر َأْيُت الَّنِبَّي َوَم َع ُه الُّر َهْيُط َو الَّنِبَّي َوَم َع ُه الَّرُجُل َو الَّرُج اَل ِن َو الَّنِبَّي َلْيَس َم َع ُه َأَح ٌد‬

“Ditampakkan kepadaku umat-umat, maka aku melihat seorang Nabi bersama beberapa orang dan aku
melihat seorang Nabi bersama satu dan dua orang dan seorang Nabi dan tidak seorang pun bersama
beliau.”
(HR Al Bukhari & Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi juga diperintahkan untuk berdakwah dan menyampaikan risalah.

Dari sekian banyak pendapat tentang perbedaan antara Nabi dan Rasul, pendapat yang lebih dekat
Insya Allah adalah pendapat yang mengatakan:

“Bahwa Nabi adalah orang yang Allah berikan wahyu, diperintahkan untuk menyampaikan syariat
sebelumnya, dan diutus kepada kaum yang sudah mengetahui syariat tersebut.”
Dan inilah pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah & Syaikh Muhammad Al Amin
Asy Syinqithy semoga Allah merahmati keduanya.

Di antara dalilnya adalah firman Allah,

‫…ِإَّنا َأْنَز ْلَنا الَّتْو َر اَة ِفيَها ُهًدى َو ُنوٌرۚ َيْح ُك ُم ِبَها الَّنِبُّيوَن اَّلِذ يَن َأْس َلُم وا ِلَّلِذ يَن َهاُدوا‬
[Surat Al-Ma’idah 44]

“Sesungguhnya kami telah menurunkan Taurat, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang para Nabi
yang menyerahkan diri menghukumi dengan Taurat tersebut bagi orang-orang Yahudi.”

Di dalam ayat ini Nabi-Nabi Bani Israel mereka menyampaikan syariat Nabi Musa yang ada di dalam
Taurat.

Adapun pengertian Rasul secara syari’at, mereka adalah orang yang Allah beri Wahyu dan diperintahkan
untuk menyampaikan syariat yang baru, dan diutus kepada kaum yang menyelisihi perintah Allah.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.
Halaqah yang ke tiga dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Rasul Allah adalah tentang “Cara Beriman
kepada Para Rasul Bagian 1”.

Cara beriman kepada para Rasul Allah mengandung beberapa perkara:


1. Keyakinan yang dalam bahwa kenabian dan kerasulan adalah pilihan dari Allah, Allah memberikannya
kepada siapa yang memang berhak dan yang paling afdhal dan sempurna.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ۗ ُهَّللا َأْعَلُم َح ْيُث َيْج َع ُل ِرَس اَلَتُه‬


[QS Al-An’am 124]

“Allah lebih tau di mana Allah meletakkan risalah-Nya.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ُهَّللا َيْص َطِفي ِم َن اْلَم اَل ِئَك ِة ُرُس اًل َوِم َن الَّناِسۚ ِإَّن َهَّللا َسِم يٌع َبِص يٌر‬
[Surat Al-Hajj 75]

”Allah memilih Rasul-Rasul dari kalangan malaikat dan dari kalangan manusia, sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”

2. Keyakinan yang dalam bahwa mereka (para Rasul Allah) adalah makhluk Allah yang paling sempurna
baik ilmu, amalan, i’tiqad maupun penciptaan atau fisik mereka.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman menceritakan tentang Nabi Nuh alaihi salam,

ۚ ‫ِإَّنُه َك اَن َعْبًدا َش ُك وًرا‬


[QS Al-Isra’ 3]

”Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba yang banyak bersyukur.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ِإَّن ِإْبَر اِهيَم َلَح ِليٌم َأَّواٌه ُمِنيٌب‬


[QS Hud 75]

”Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang penyantun, lembut hati, dan suka kembali (kembali kepada
Allah).”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َقاُلوا اَل َتْو َج ْل ِإَّنا ُنَبِّش ُرَك ِبُغاَل ٍم َع ِليٍم‬


[QS Al-Hijr 53]
“Mereka berkata, “Janganlah engkau wahai Ibrahim takut sesungguhnya kami memberikan kabar
gembira kepada dirimu dengan seorang anak yang ‘alim.”

Yang dimaksud dengan anak tersebut adalah Nabi Ishak ‘alaihis salam.

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َيا َيْح َيٰى ُخ ِذ اْلِكَتاَب ِبُقَّوٍةۖ َو آَتْيَناُه اْلُح ْك َم َص ِبًّيا‬


‫َو َح َناًنا ِم ْن َلُد َّنا َو َزَكاًةۖ َو َك اَن َتِقًّيا‬
‫َو َبًّر ا ِبَو اِلَد ْيِه َو َلْم َيُك ْن َج َّباًرا َع ِص ًّيا‬
[QS Maryam 12-14]

“Wahai Yahya ambillah kitab Taurat dengan sungguh-sungguh dan kami berikan hikmah kepadanya
selagi dia masih kanak-kanak dan kami jadikan rasa kasih sayang kepada sesama dari kami dan bersih
dari dosa dan dia pun seorang yang bertakwa dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya dan dia
bukan orang yang sombong, bukan pula orang yang durhaka.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َوِإَّنَك َلَع َلٰى ُخ ُلٍق َع ِظ يٍم‬


[QS Al-Qalam 4]

”Dan sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) berada di atas akhlak yang agung.”

Dan juga ayat-ayat yang lain yang menunjukkan tentang kesempurnaan para Nabi dan para Rasul Allah
di dalam ilmu, amalan, i’tiqad, dan juga fisik mereka.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

Halaqah yang ke empat dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Para Rasul adalah tentang “Cara Beriman
dengan Para Rasul Bagian 2”.

Diantara cara Beriman dengan para Rasul:

3. Meyakini bahwa Para Rasul benar-benar terlepas dari sifat dusta, menyembunyikan ilmu, dan
penghianatan.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,


‫َقاُلوا َيا َو ْيَلَنا َم ْن َبَع َثَنا ِم ْن َم ْر َقِد َناۜ ۗ َٰه َذ ا َم ا َو َعَد الَّرْح َٰم ُن َو َص َدَق اْلُم ْر َس ُلوَن‬
[Surat Yasin: 52]

“Mereka berkata, celaka kita, siapakah yang telah membangkitkan kita dari tempat istirahat kita, inilah
yang dijanjikan oleh Ar-Rahman dan benarlah para Rasul.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َو َلْو َتَقَّوَل َع َلْيَنا َبْع َض اَأْلَقاِويِل‬


‫َأَلَخ ْذ َنا ِم ْنُه ِباْلَيِم يِن‬
‫ُثَّم َلَقَطْعَنا ِم ْنُه اْلَوِتيَن‬
‫َفَم ا ِم ْنُك ْم ِم ْن َأَح ٍد َع ْنُه َح اِج ِزيَن‬
[QS Al-Haqqah 44-47]

“Dan sekiranya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas nama Kami, pasti kami
pegang dia pada tangan kanannya kemudian kami potong pembuluh jantungnya, maka tidak seorang
pun dari kalian yang dapat menghalangi Kami untuk menghukumnya.”

4. Keyakinan yang dalam bahwasanya mereka telah melaksanakan tugas mereka dengan sempurna dan
sebaik-baiknya, dan Allah tidak mewafatkan mereka kecuali setelah mereka menyampaikan secara
sempurna risalah Allah kepada kaumnya.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ُرُس اًل ُمَبِّش ِريَن َوُم ْنِذ ِريَن ِلَئاَّل َيُك وَن ِللَّناِس َع َلى ِهَّللا ُحَّج ٌة َبْع َد الُّر ُس ِل ۚ َو َك اَن ُهَّللا َع ِزيًز ا َح ِكيًم ا‬
[QS An-Nisa’ 165]

“Rasul-Rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan
bagi manusia untuk membantah Allah setelah Rasul-Rasul itu diutus. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”

Dan Allah berfirman,

‫ۖ َوَم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َر ُسوٍل ِإاَّل ِبِلَس اِن َقْو ِمِه ِلُيَبِّيَن َلُهْم‬
[QS Ibrahim 4]

“Dan tidaklah Kami utus seorang Rasul kecuali dengan bahasa kaumnya supaya dia menerangkan kepada
mereka.”

Halaqah yang ke lima dari Silsilah Beriman Kepada Rasul-Rasul adalah tentang “Cara Beriman dengan
Para Rasul Bagian 3”.
5. Meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa mereka (para Rasul) adalah manusia.
Menimpa mereka apa yang menimpa manusia yang lain, mereka makan, minum, mencari rezeki,
menikah, memiliki keturunan, tertimpa sakit, terbunuh, meninggal, dll.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ُقْل ِإَّنَم ا َأَنا َبَشٌر ِم ْثُلُك ْم ُيوَح ٰى ِإَلَّي‬


[QS Al-Kahf 110]

“Katakanlah sesungguhnya aku adalah manusia seperti kalian diwahyukan kepadaku.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

… ‫ُقْل ُسْبَح اَن َر ِّبي َهْل ُكْنُت ِإاَّل َبَشًرا َر ُس واًل‬


[QS Al-Isra’ 93]

“Katakanlah, Maha Suci Rabb-ku, tidaklah aku kecuali seorang manusia yang diutus.”

Mereka makan, minum, dan mencari rezeki.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ْأ‬
‫…ۗ َوَم ا َأْر َس ْلَنا َقْبَلَك ِم َن اْلُم ْر َسِليَن ِإاَّل ِإَّنُهْم َلَي ُك ُلوَن الَّطَع اَم َو َيْم ُش وَن ِفي اَأْلْس َو اِق‬
[QS Al-Furqan 20]

“Dan tidaklah kami mengutus sebelummu seorang Rasul kecuali mereka memakan makanan dan pergi
ke pasar.”

Mereka menikah dan memiliki keturunan.


Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ۚ َو َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس اًل ِم ْن َقْبِلَك َو َج َع ْلَنا َلُهْم َأْز َو اًجا َو ُذ ِّر َّيًة‬
[QS Ar-Ra’d 38]

“Dan sungguh Kami telah mengutus para Rasul sebelummu dan kami telah menjadikan bagi mereka istri-
istri dan keturunan.”

Mereka ditimpa sakit.


Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman (tentang Nabi Ibrahim).

‫َوِإَذ ا َم ِرْض ُت َفُهَو َيْش ِفيِن‬


[QS Ash-Shu’ara 80]

“Dan apabila aku sakit, maka Allah Dialah yang menyembuhkan aku.”
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman (tentang Nabi Ayyub),

‫َو َأُّيوَب ِإْذ َناَد ٰى َر َّبُه َأِّني َم َّس ِنَي الُّض ُّر َو َأْنَت َأْر َحُم الَّراِح ِم يَن‬
[QS Al-Anbiya’ 83]

“Dan ingatlah Ayyub ketika dia memanggil Rabb-nya, sesungguhnya aku telah ditimpa sakit dan Engkau
adalah Dzat Yang Maha Penyayang.”

Dari Abdullah Ibn Mas’ud radiallahu anhu beliau berkata, “Aku memasuki rumah Rasulullah ‫ﷺ‬,
sedangkan beliau dalam keadaan demam, maka aku berkata,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau demam dengan demam yang sangat.”
Beliau ‫ ﷺ‬mengatakan,
“Iya, sesungguhnya aku tertimpa demam sebagaimana dua orang diantara kalian tertimpa demam.” [HR
Al Bukhari]

Mereka (para Rasulullah) meninggal dunia, sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla,

‫ِإَّنَك َم ِّيٌت َوِإَّنُهْم َم ِّيُتوَن‬


[QS Az-Zumar 30]

“Sesungguhnya engkau akan meninggal dan merekapun akan meninggal.”

Dan Allah mengatakan,

‫َوَم ا َجَع ْلَنا ِلَبَش ٍر ِم ْن َقْبِلَك اْلُخ ْلَدۖ َأَفِإْن ِم َّت َفُهُم اْلَخ اِلُد وَن‬
[QS Al-Anbiya’ 34]

“Dan tidaklah Kami jadikan bagi seorang manusia sebelummu kekekalan, apakah seandainya engkau
meninggal dunia maka mereka akan kekal?”

Dan ada diantara mereka yang mati terbunuh.


Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َلَقْد َسِمَع ُهَّللا َقْو َل اَّلِذ يَن َقاُلوا ِإَّن َهَّللا َفِقيٌر َو َنْح ُن َأْغ ِنَياُء ۘ َس َنْكُتُب َم ا َقاُلوا َو َقْتَلُهُم اَأْلْنِبَياَء ِبَغْيِر َح ٍّق َو َنُقوُل ُذ وُقوا َع َذ اَب اْلَح ِريِق‬
[QS Al-Imran 181]

“Sungguh Allah telah mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah fakir dan
kami adalah orang-orang kaya,” Sungguh Kami akan menulis apa yang mereka ucapkan dan
pembunuhan mereka kepada para Nabi tanpa haq dan Kami akan katakan rasakanlah Azab yang
membakar ini.”
Halaqah yang keenam dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Para Rasul adalah tentang “Cara Beriman
dengan Para Rasul Bag 4”.

Diantara cara beriman kepada para rasul adalah meyakini bahwa mereka maksum, yaitu terjaga dari
dosa besar seperti: zina, mencuri, menipu, sihir, membuat berhala, dll.

Dan ini adalah kesepakatan umat, adapun orang Yahudi dan Nashrani maka mereka menganggap para
Nabi dan Rasul melakukan dosa besar, seperti keyakinan bahwa Nabi Harun dialah yang membuat
berhala.

Dan keyakinan bahwa Nabi Ibrahim mengorbankan Istrinya (Sarah) kepada Firaun.

Dan seperti keyakinan bahwa Nabi Luth alaihissalam mabuk, dll.

Adapun dosa kecil maka menurut sebagian besar ulama terkadang seorang Nabi melakukan dosa kecil
namun tidak sampai berhubungan dengan wahyu dan dengan cepat sekali mereka bertaubat kepada
Allah azza wajalla.

Nabi Adam alaihissalam beliau dilarang untuk memakan buah tertentu di dalam surga, akan tetapi
beliau melanggarnya kemudian beliau mengatakan,

‫َر َّبَنا َظَلْم َنا َأْنُفَس َنا َو ِإْن َلْم َتْغ ِفْر َلَنا َو َتْر َحْم َنا َلَنُك وَنَّن ِم َن اْلَخاِس ِريَن‬
[QS Al-A’raf 23]

“Wahai Rabb kami, kami telah mendholimi diri kami sendiri dan seandainya Engkau tidak mengampuni
dosa kami dan menyayangi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.”

Nabi Nuh alaihissalam meminta kepada Allah supaya menyelamatkan anaknya yang kafir, maka Allah
azza wajalla menegur beliau dan menasihati beliau kemudian beliau langsung meminta ampun kepada
Allah seraya berkata,

‫َقاَل َر ِّب ِإِّني َأُعوُذ ِبَك َأْن َأْس َأَلَك َم ا َلْيَس ِلي ِبِه ِع ْلٌم ۖ َوِإاَّل َتْغ ِفْر ِلي َو َتْر َح ْمِني َأُك ْن ِم َن اْلَخاِس ِريَن‬
[QS Hud 47]

“Beliau berkata, ‘Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari meminta kepada-Mu
sesuatu yang aku tidak memiliki ilmu tentangnya dan seandainya Engkau tidak mengampuni aku dan
menyayangi aku, niscaya aku termasuk orang-orang yang merugi’.”

Nabi Musa alaihissalam pernah memukul orang Qibthi (orang Mesir) yang berakibat terbunuhnya orang
tersebut. Ini adalah dosa kecil karena pukulan Nabi Musa alaihissalam sebenarnya tidak mematikan dan
beliau shallahu’alaihi wa sallam juga tidak bermaksud untuk membunuh. Nabi Musa alaihissalam
mengiringi kesalahan ini dengan Taubat kepada Allah.
Allah berfirman,
‫َقاَل َر ِّب ِإِّني َظَلْم ُت َنْفِس ي َفاْغ ِفْر ِلي َفَغَفَر َلُهۚ ِإَّنُه ُهَو اْلَغ ُفوُر الَّر ِح يُم‬
[QS Al-Qasas 16]

“Beliau berkata, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya aku mendholimi diriku sendiri maka ampunilah aku.’,
maka Allah pun mengampuni beliau. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”

Nabi Yunus alaihissalam pernah marah meninggalkan kaumnya karena mereka tidak menerima dakwah
beliau dan setelah ditelan ikan yang besar, beliau pun segera meminta ampun kepada Allah.
Allah berfirman,

‫َو َذ ا الُّنوِن ِإْذ َذ َهَب ُم َغاِض ًبا َفَظَّن َأْن َلْن َنْقِدَر َع َلْيِه َفَناَد ٰى ِفي الُّظُلَم اِت َأْن اَل ِإَٰل َه ِإاَّل َأْنَت ُسْبَح اَنَك ِإِّني ُكْنُت ِم َن الَّظاِلِم يَن‬
[QS Al-Anbiya’ 87]

“Dan ingatlah kisah dzunnun yaitu Yunus ketika dia pergi dalam keadaan marah lalu dia menyangka
bahwa Kami tidak akan menyulitkannya maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap. ‘Tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau. Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-
orang yang dzalim.”

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬ketika sedang mendakwahi seorang pembesar Qurais datang kepada beliau
Ibnu Ummi Maktum ingin bertanya tentang sesuatu, maka beliau bermuka masam dan berpaling, Allah
pun menurunkan firman-Nya,

‫َعَبَس َو َتَو َّلٰى‬


‫َأْن َج اَءُه اَأْلْع َم ٰى‬
‫َوَم ا ُيْد ِريَك َلَع َّلُه َيَّزَّك ٰى‬
‫َأْو َيَّذ َّك ُر َفَتْنَفَع ُه الِّذْك َر ٰى‬
[QS ‘Abasa 1-4]

“Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpalingkarena seorang buta telah datang kepadanya. Dan
tahukah engkau (wahai Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya atau dia ingin
mendapatkan pengajaran yang memberi manfaat kepadanya.”

Setelah itu Rasulullah ‫ ﷺ‬pun memuliakannya sebagaimana dikabarkan oleh Anas bin Malik
radiyallahu ‘anhu, diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnadnya.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

alaqah yang ke tujuh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan para Rasul adalah tentang “Cara Beriman
dengan Para Rasul Bagian 5”.

Diantara cara beriman dengan para Rasul adalah waspada dari ghuluw atau berlebihan terhadap para
Rasul alaihimussalam, seperti menganggap beliau mengetahui yang ghaib atau mensifati beliau dengan
sifat-sifat ketuhanan dan Allah azza wajalla telah melarang ahlul kitab dari sikap ghuluw dengan firman-
Nya,

ۖ‫َيا َأْهَل اْلِكَتاِب اَل َتْغُلوا ِفي ِد يِنُك ْم َو اَل َتُقوُلوا َع َلى ِهَّللا ِإاَّل اْلَح َّق ۚ ِإَّنَم ا اْلَم ِس يُح ِع يَس ى اْبُن َم ْر َيَم َر ُسوُل ِهَّللا َو َك ِلَم ُتُه َأْلَقاَها ِإَلٰى َم ْر َيَم َو ُروٌح ِم ْنُه‬
‫…ۚ َفآِم ُنوا ِباِهَّلل َو ُرُس ِلِهۖ َو اَل َتُقوُلوا َثاَل َثٌة‬
[QS An-Nisa’ 171]

“Wahai ahlul kitab janganlah kalian berlebih-lebihan di dalam agama kalian dan janganlah kalian berkata
atas nama Allah kecuali kebenaran. Sesungguhnya Isa bin Maryam adalah Rasulullah dan kalimat-Nya
yang dia lemparkan kepada Maryam dan dia adalah Ruh dari-Nya maka berimanlah kalian kepada Allah
dan Rasul-Nya dan janganlah kalian katakan Tuhan itu tiga… ”

Dan Rasulullah ‫ ﷺ‬telah melarang kita untuk mengikuti langkah-langkah mereka. Beliau ‫ﷺ‬
bersabda,

‫ َفُقْو ُلْو ا َع ْبُد ِهللا َو َرُسْو ُلُه‬،‫ َفِإَّنَم ا َأَنا َع ْبُد ُه‬، ‫َال ُتْط ُرْو ِني َك َم ا َأْط َرِت الَّنَص اَر ى اْبَن َم ْر َيَم‬.

”Janganlah kalian memujiku dengan berlebihan, sebagaimana orang-orang Nashrani berlebih-lebihan di


dalam memuji Ibnu Maryam, sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya.” [Hadits Shahih
riwayat Al Imam Al Bukhori]

Dan diantara bentuk ghuluw orang-orang Nashrani adalah mengatakan Isa anak Allah, orang Yahudi
mengatakan Uzair adalah anak Allah.

Allah berfirman,

‫َو َقاَلِت اْلَيُهوُد ُعَز ْيٌر اْبُن ِهَّللا َو َقاَلِت الَّنَص اَر ى اْلَم ِس يُح اْبُن ِهَّللاۖ َٰذ ِلَك َقْو ُلُهْم ِبَأْفَو اِهِهْم ۖ ُيَض اِهُئوَن َقْو َل اَّلِذ يَن َكَفُروا ِم ْن َقْبُلۚ َقاَتَلُهُم ُهَّللاۚ َأَّنٰى ُيْؤ َفُك وَن‬
[QS At-Tawbah 30]

“Telah berkata orang-orang Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah dan berkata orang-orang Nashrani
bahwa Al Masih adalah anak Allah. Demikianlah ucapan-ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka,
mereka menyamai ucapan orang-orang yang kafir sebelum mereka, Allah melaknat mereka, lalu
bagaimana mereka berpaling?”

Padahal para Rasul alaihimussalam tidak memiliki sedikit pun sifat Rububiah dan Uluhiyah, yaitu sifat-
sifat Ketuhanan. Mereka tidak mengetahui yang ghaib kecuali setelah diberi tahu oleh Allah azza wajalla.
Allah berfirman,

‫َعاِلُم اْلَغْيِب َفاَل ُيْظِهُر َع َلٰى َغْيِبِه َأَح ًدا‬


‫…ِإاَّل َمِن اْر َتَض ٰى ِم ْن َر ُسوٍل‬
[QS Al-Jinn 26-27]

“Dialah Allah yang mengetahui perkara yang ghaib maka tidaklah Dia menampakkan perkara yang ghaib
kepada siapapun, kecuali orang yang Allah ridhai dari kalangan para Rasul.”
Dan mereka juga tidak bisa memberikan manfaat dan mudhorot kecuali dengan kehendak Allah.
Allah berfirman,

‫ُقْل اَل َأْمِلُك ِلَنْفِس ي َنْفًعا َو اَل َض ًّر ا ِإاَّل َم ا َشاَء ُهَّللاۚ َو َلْو ُكْنُت َأْعَلُم اْلَغْيَب اَل ْسَتْكَثْر ُت ِم َن اْلَخ ْيِر َوَم ا َم َّس ِنَي الُّسوُء ۚ ِإْن َأَنا ِإاَّل َنِذ يٌر َوَبِش يٌر ِلَقْو ٍم‬
‫ُيْؤ ِم ُنوَن‬
[QS Al-A’raf 188]

“Katakanlah aku tidak memiliki untuk diriku sendiri manfaat dan mudhorot kecuali apabila Allah
menghendaki dan seandainya aku mengetahui perkara yang ghaib niscaya aku akan memperbanyak
kebaikan dan tentunya aku tidak akan ditimpa kejelekan. Tidaklah aku kecuali sebagai pemberi
peringatan dan pemberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Halaqah yang ke delapan dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan para Rasul adalah tentang “Cara Beriman
dengan Para Rasul Bagian 6”.

Diantara cara beriman dengan para Rasul alaihimussalam adalah keyakinan bahwa Allah melebihkan
sebagian Nabi dan Rasul di atas sebagian yang lain tanpa merendahkan dan melecehkan harga diri dan
kedudukan yang lain.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ۘ ِتْلَك الُّر ُسُل َفَّض ْلَنا َبْع َض ُهْم َع َلٰى َبْع ٍض‬
[QS Al-Baqarah 253]

“Itu adalah para Rasul, Kami telah muliakan sebagian mereka di atas sebagian yang lain.”

Dan Allah berfirman,

‫…ۖ َو َلَقْد َفَّض ْلَنا َبْع َض الَّنِبِّييَن َع َلٰى َبْع ٍض‬


[QS Al-Isra’ 55]

“Dan sungguh Kami telah memuliakan sebagian Nabi di atas sebagian yang lain.”

Adapun ayat yang berbunyi,

… ‫…ۚ اَل ُنَفِّر ُق َبْيَن َأَح ٍد ِم ْن ُرُس ِلِه‬


[QS Al-Baqarah 285]

“Kami tidak membedakan diantara seorang pun dari Rasul-Rasul-Nya.”

Maka yang dimaksud dengan membeda-bedakan di sini adalah beriman dengan sebagian Rasul dan
mengingkari sebagian yang lain, seperti orang yang beriman dengan Nabi Isa alaihissalam dan kufur
dengan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Dan sebaik-baik Nabi adalah Ulul Azmi (orang-orang yang memiliki kesabaran yang kuat).

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…َفاْص ِبْر َك َم ا َص َبَر ُأوُلو اْلَع ْز ِم ِم َن الُّر ُس ِل‬


[QS Al-Ahqaf 35]

“Maka bersabarlah engkau sebagaimana Ulul Azmi diantara para Rasul telah bersabar.”

Menurut sebagian ulama yang dimaksud dengan Ulul Azmi adalah 5 orang , mereka adalah:
① Nabi Nuh
② Nabi Ibrahim
③ Nabi Musa
④ Nabi Isa
⑤ Nabi Muhammad
[alaihimussalam]

Nama-nama mereka telah terkumpul di dalam dua ayat dari surat Al-Ahzab dan surat Asy-Syuuro.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َوِإْذ َأَخ ْذ َنا ِم َن الَّنِبِّييَن ِم يَثاَقُهْم َوِم ْنَك َوِم ْن ُنوٍح َو ِإْبَر اِهيَم َوُم وَس ٰى َوِع يَس ى اْبِن َم ْر َيَم ۖ َو َأَخ ْذ َنا ِم ْنُهْم ِم يَثاًقا َغ ِليًظا‬
[QS Al-Ahzab 7]

“Dan ketika Kami mengambil perjanjian dari para Nabi, darimu, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa Ibnu
Maryam dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kuat.”

Dan Allah mengatakan,

‫…ۖ َش َرَع َلُك ْم ِم َن الِّديِن َم ا َو َّصٰى ِبِه ُنوًحا َو اَّلِذ ي َأْو َح ْيَنا ِإَلْيَك َوَم ا َو َّصْيَنا ِبِه ِإْبَر اِهيَم َوُم وَس ٰى َوِع يَس ٰى‬
[QS Asy-Syuuro 13]

“Allah telah mensyari’atkan bagi kalian dari agama, apa yang Allah wasiatkan kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa.”

Kelima Nabi inilah dan juga Nabi Adam yang tersebut di dalam hadits tentang Asyafa’atul Udzma yang
kita sudah sebutkan di dalam Silsilah Beriman dengan Hari Akhir.

Dan sebaik-baik Ulul Azmi adalah dua orang Nabi, yang keduanya adalah kholilullah (kekasih Allah).
Beliau berdua adalah Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.
Dalilnya adalah firman Allah:
‫َو اَّتَخ َذ ُهَّللا ِإْبَر اِهيَم َخ ِلياًل‬
[QS An-Nisa’ 125]

“Dan Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya.”


Dan Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫َفِإَّن َهَّللا َتَع اَلى َقْد اَّتَخ َذ ِني َخ ِلياًل َك َم ا اَّتَخ َذ ِإْبَر اِهيَم َخ ِلياًل‬

“Maka sesungguhnya Allah ta’ala telah menjadikan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah
menjadikan Ibrahim sebagai kekasih.” [HR Muslim]

Dan sebaik-baik kekasih Allah adalah Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.


Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫أنا سيد ولد آدم يوم القيامة‬

“Aku adalah pemuka anak-anak Nabi Adam pada hari Kiamat.” [HR Muslim]

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan para Rasul adalah tentang “Cara
Beriman dengan Para Rasul Bagian 7”.

Diantara cara beriman dengan para Rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa seluruh Nabi dan Rasul
alaihimussalam telah bersepakat dalam berdakwah kepada tauhid dan mengingatkan umat mereka dari
kesyirikan.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ۖ َو َلَقْد َبَع ْثَنا ِفي ُك ِّل ُأَّمٍة َر ُس واًل َأِن اْع ُبُدوا َهَّللا َو اْج َتِنُبوا الَّطاُغ وَت‬
[QS An-Nahl 36]

“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul supaya kalian hanya menyembah
kepada Allah dan jauhilah thogut.”

Yang dimaksud dengan thogut adalah sesuatu yang disembah selain Allah.

Di dalam ayat yang lain Allah mengatakan,

‫َٰل‬
‫َوَم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َر ُسوٍل ِإاَّل ُنوِح ي ِإَلْيِه َأَّنُه اَل ِإ َه ِإاَّل َأَنا َفاْع ُبُدوِن‬
[QS Al-Anbiya’ 25]
“Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang Rasul kecuali kami wahyukan kepadanya bahwa tidak
ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Aku, maka hendaklah kalian menyembah hanya
kepadaku.”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla mengatakan,

‫…َو اْذ ُك ْر َأَخ ا َعاٍد ِإْذ َأْنَذ َر َقْو َم ُه ِباَأْلْح َقاِف َو َقْد َخ َلِت الُّنُذ ُر ِم ْن َبْيِن َيَد ْيِه َوِم ْن َخ ْلِفِه َأاَّل َتْعُبُدوا ِإاَّل َهَّللا‬
[Surat Al-Ahqaf 21]

“Dan ingatlah saudara kaum ‘Ad ketika dia memberikan peringatan kepada kaumnya yang tinggal di
bukit-bukit pasir dan telah berlalu para Rasul yang memberikan peringatan sebelum dia dan setelah dia
supaya kalian tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah.”

Tiga ayat di atas menunjukkan bahwasanya setiap Rasul dan setiap Nabi inti dakwah mereka satu, yaitu
tauhid.

Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menceritakan di dalam Al-Qur’an beberapa kisah Nabi alaihimussalam
dan dakwah mereka diantara kaumnya.

Allah Subhānahu wa Ta’āla menceritakan tentang Nabi Nuh alaihissalam,

‫…َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُنوًحا ِإَلٰى َقْو ِمِه َفَقاَل َيا َقْو ِم اْع ُبُدوا َهَّللا َم ا َلُك ْم ِم ْن ِإَٰل ٍه َغْيُر ُه‬
[QS Al-A’raf 59]

“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia berkata, ‘Wahai kaumku hendaklah
kalian menyembah kepada Allah, kalian tidak memiliki sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia.'”

Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla menceritakan tentang Nabi Hud alaihissalam, Allah mengatakan,

‫َوِإَلٰى َعاٍد َأَخاُهْم ُهوًداۗ َقاَل َيا َقْو ِم اْع ُبُدوا َهَّللا َم ا َلُك ْم ِم ْن ِإَٰل ٍه َغْيُر ُهۚ َأَفاَل َتَّتُقوَن‬
[QS Al-A’raf 65]

”Dan kami telah mengutus kepada kaum ‘Ad saudara mereka Hud alaihissalam, dia berkata, ‘Wahai
kaumku hendaklah kalian menyembah kepada Allah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah oleh
kalian kecuali Dia, mengapa kalian tidak bertakwa?’”
Dan Allah mengatakan,

‫…ۖ َوِإَلٰى َثُم وَد َأَخاُهْم َص اِلًحاۗ َقاَل َيا َقْو ِم اْع ُبُدوا َهَّللا َم ا َلُك ْم ِم ْن ِإَٰل ٍه َغْيُر ُه‬
[QS Al-A’raf 73]

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud, saudara mereka Sholeh dia berkata, ‘Wahai kaumku
hendaklah kalian menyembah kepada Allah, kalian tidak memiliki sesembahan yang berhak disembah
kecuali Dia.’”
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman tentang Nabi Syu’aib alaihissalam,

‫…ۖ َوِإَلٰى َم ْد َيَن َأَخاُهْم ُش َع ْيًباۗ َقاَل َيا َقْو ِم اْع ُبُدوا َهَّللا َم ا َلُك ْم ِم ْن ِإَٰل ٍه َغْيُر ُه‬
[QS Al-A’raf 85]

“Dan Kami telah mengutus kepada Madyan saudara mereka Syu’aib, dia berkata ‘Wahai kaumku
sembahlah Allah, kalian tidak memiliki sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia.’”

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwasanya masing-masing dari para Nabi dan Rasul berdakwah kepada
tauhid, ia merupakan inti dari ajaran mereka.

Adapun hukum-hukum seperti tata cara ibadah atau halal dan haram maka kadang-kadang terjadi
perbedaan.
Allah berfirman,

…‫… ۚ ِلُك ٍّل َج َع ْلَنا ِم ْنُك ْم ِش ْر َع ًة َوِم ْنَهاًجا‬


[QS Al-Ma’idah 48]

“Masing-masing Kami telah jadikan syariat dan juga cara.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
‫اَأْلْنِبَياُء ِإْخ َو ٌة ِم ْن َع اَّل ٍت َو ُأَّمَهاُتُهْم َش َّتى َوِد يُنُهْم َو اِح ٌد‬

“Para Nabi adalah saudara sebapak, ibu-ibu mereka berbeda tetapi agama mereka satu.” [HR Al-Bukhori
& Muslim]

Di dalam hadits ini para Nabi diumpamakan seperti saudara-saudara dari satu bapak berlainan ibu,
maksudnya sama-sama berdakwah kepada tauhid meskipun dengan cara yang berbeda

Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah,

‫فالمراد به أصل التوحيد و أصل الطاعة هلل تعالى و إن اختلفت صفاتها‬

“Maka yang dimaksud dengannya adalah pokok-pokok dari tauhid dan pokok ketaatan kepada Allah
Ta’āla meskipun berbeda caranya.”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

alaqah yang ke sepuluh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul adalah tentang “Cara Beriman
kepada Para Rasul Bagian 8”.
Diantara cara beriman dengan para Rasul adalah keyakinan yang mendalam bahwasanya Allah telah
memberikan beberapa keistimewaan bagi para Nabi dan Rasul.

Di antaranya:
1. Wahyu
Allah berfirman,

‫…ۚ ِإَّنا َأْو َح ْيَنا ِإَلْيَك َك َم ا َأْو َح ْيَنا ِإَلٰى ُنوٍح َو الَّنِبِّييَن ِم ْن َبْع ِدِه‬
[QS An-Nisa’ 163]

“Sesungguhnya Kami telah wahyukan kepadamu sebagaimana Kami wahyukan kepada Nuh dan Nabi-
Nabi setelah dia.”

Dan diantara keistimewaan para Nabi apabila meninggal dunia tidak diwarisi, dan keluarganya tidak
berhak untuk mewarisi hartanya.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫اَل ُنوَر ُث َم ا َتَر ْك َنا َصَد َقٌة‬

“Kami tidak diwarisi, apa yang kami tinggalkan adalah shodaqoh.” [HR Al Bukhori & Muslim]

Yang dimaksud dengan kami disini adalah seluruh para Nabi.

Oleh karena itu ketika Rasulullah ‫ ﷺ‬meninggal dan datang Fathimah kepada Abu Bakar As Siddiq
untuk mengambil warisannya, maka Abu Bakar mengabarkan kepada Fathimah dengan hadits ini.

Diantara kelebihan dan keistimewaan para Nabi, bahwa Nabi dikubur di tempat dia meninggal dunia.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ ما قبض هللا نبيا إال في الموضع الذي يحب أن يدفن فيه‬:)١٠١٨( ‫سنن الترمذي‬.

“Tidaklah Allah mencabut nyawa seorang Nabi kecuali di tempat yang dia senang untuk dikuburkan di
tempat tersebut.“ [Hadits Riwayat At Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani
rahimahullah].

Diantara keistimewaan para Nabi bahwa tanah tidak akan memakan jasad para Nabi.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫إن هللا عز وجل حرم على األرض أجساد األنبياء‬


”Sesungguhnya Allah azza wajalla mengharamkan atas bumi supaya dia tidak memakan jasad-jasad para
Nabi.” [HR Abu Dawud, An Nasai, dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al AlBani rahimahullah].

Diantara keistimewaan mereka bahwa mereka terjaga dari dosa besar atau maksum dan telah berlalu
pembahasan tentang hal ini pada halaqah yang ke enam.

Dan diantara keistimewaan para Nabi bahwa para Nabi tidur matanya tetapi tidak tidur hatinya.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

‫والنبي صلى هللا عليه وسلم نائمة عيناه والينام قلبه وكذلك األنبياء تنام أعينهم والتنام قلوبهم‬

“Dan Nabi ‫ ﷺ‬tidur kedua matanya dan tidak tidur hatinya, dan demikianlah para Nabi tidur mata -
mata mereka dan hati-hati mereka tidak tidur.” [HR Al Bukhori]

Dan diantara keutamaan para Nabi bahwa para Nabi hidup di dalam kuburan mereka dalam keadaan
shalat.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫االنبياء احياء فى قبورهم يصلون‬

“Para Nabi mereka dalam keadaan hidup di dalam kuburan-kuburan mereka dalam keadaan mereka
melakukan shalat.”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

Halaqah yang ke sebelas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman kepada para Rasul adalah “Cara Beriman kepada
Para Rasul Bagian 9”.

Diantara cara beriman kepada para Rasul alaihimussalam adalah:


Wajib beriman kepada para Rasul secara terperinci maupun secara global.

Iman yang terperinci maksudnya adalah beriman dengan nama-nama, kabar-kabar, kisah-kisah para
Nabi yang datang di dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang shahihah.

Adapun iman secara global maka yang dimaksud adalah beriman bahwa Allah memiliki Nabi-Nabi dan
Rasul-Rasul selain yang tersebut namanya di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ۗ َو َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس اًل ِم ْن َقْبِلَك ِم ْنُهْم َم ْن َقَص ْص َنا َع َلْيَك َوِم ْنُهْم َم ْن َلْم َنْقُصْص َع َلْيَك‬
[QS Ghafir 78]
“Dan sungguh Kami telah mengutus para Rasul sebelummu. Diantara mereka ada yang Kami kisahkan
kepadamu dan diantara mereka ada yang tidak Kami kisahkan kepadamu.”

Barangsiapa yang mendustakan dan mengingkari kenabian salah seorang dari para Nabi yang telah
disepakati kenabiannya, maka pada hakikatnya dia telah mengingkari seluruh Nabi.

Yang demikian karena inti ajaran para Nabi alaihimussalam adalah sama.

Dan mendustakan sebagian mereka sama dengan mendustakan yang lain.

Oleh karena itu Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َك َّذ َبْت َقْو ُم ُنوٍح اْلُم ْر َسِليَن‬


[QS Ash-Shu’ara 105]

“Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.”

Mereka dianggap mendustakan para Rasul padahal tidak diutus kepada mereka kecuali Nabi Nuh, yang
demikian karena mendustakan seorang Nabi sama dengan mendustakan semuanya.
Dan Allah berfirman,

‫َك َّذ َبْت َعاٌد اْلُم ْر َسِليَن‬


[QS Ash-Shu’ara 123]

“Kaum ‘Ad mendustakan para Rasul.”


Dan Allāh berfirman,

‫َك َّذ َبْت َثُم وُد اْلُم ْر َسِليَن‬


[QS Ash-Shu’ara 141]

“Kaum Tsamud mendustakan para Rasul.”


Dan Allah berfirman,

‫َك َّذ َبْت َقْو ُم ُلوٍط اْلُم ْر َسِليَن‬


[QS Ash-Shu’ara 160]

“Kaum Luth telah mendustakan para Rasul.”

Dan tidak datang kepada kaum Nabi Nuh, ‘Ad, Tsamud, dan kaum Nabi Luth kecuali seorang Rasul saja.
Namun ketika mereka kafir terhadap Rasul tersebut maka pada hakikatnya mereka telah kafir kepada
semua Rasul.
Orang Yahudi yang mengaku beriman dengan Nabi Musa ‘alaihissalam dan orang-orang Nashrani yang
mengaku beriman dengan Nabi Isa ‘alaihissalam, kalau mereka kafir terhadap Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
setelah mengetahui kedatangan beliau, maka mereka akan masuk ke dalam Neraka.

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ُأ‬ ‫ُأل‬
‫ ِإاَّل َك اَن ِم ْن َأْص َح اِب الَّناِر‬،‫ ُثَّم َيُم وُت َو َلْم ُيْؤ ِم ْن ِباَّلِذ ي ْر ِس ْلُت ِبِه‬، ‫ َو اَل َنْص َر اِنٌّي‬، ‫ اَل َيْس َم ُع ِبي َأَح ٌد ِم ْن َهِذِه ا َّمِة َيُهوِد ٌّي‬،‫َو اَّلِذ ي َنْفُس ُمَحَّمٍد ِبَيِدِه‬

“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar seorang pun dari umat ini
baik Yahudi maupun Nashrani kemudian dia meninggal dunia dan tidak beriman dengan apa yang aku
bawa, kecuali dia masuk ke dalam Neraka.” [HR Muslim]

Adapun kalau kenabian seseorang masih diperselisihkan seperti Khadir, maka ada orang yang
mengatakan beliau adalah Nabi dan ada yg mengatakan bahwasanya beliau adalah wali dan bukan Nabi.
Dalam keadaan demikian maka orang yang mengatakan beliau adalah wali dan bukan Nabi tidak
dikafirkan.

Halaqah yang ke dua belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul alaihimussalam adalah
tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 10”.

Di antara cara beriman kepada para rasul alaihimussalam adalah keyakinan bahwa Allah telah
menguatkan mereka dengan tanda-tanda kekuasaan-Nya sebagai pembenaran terhadap kenabian
mereka. Tanda-tanda kekuasaan ini telah tersebar di kalangan kaum muslimin dengan nama ‘mukjizat’.

Al Mu’jizaat adalah jamak dari Al Mu’jizah, yang secara bahasa artinya adalah yang melemahkan orang
lain sehingga tidak bisa mendatangkan yang semisalnya.

Lafadz ini tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Al Hadits, yang sering digunakan adalah Al Ayat dan Al
Bayyinat.

Al Ayat artinya adalah tanda-tanda kekuasaan.


Al Bayyinat artinya adalah bukti-bukti yang jelas.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…َو َلَقْد آَتْيَنا ُم وَس ى اْلِكَتاَب َو َقَّفْيَنا ِم ْن َبْع ِدِه ِبالُّر ُس ِل ۖ َو آَتْيَنا ِع يَس ى اْبَن َم ْر َيَم اْلَبِّيَناِت‬
[QS Al-Baqarah 87]

“Dan sungguh Kami telah memberikan kepada Musa Al Kitab (At Taurat) dan Kami susulkan setelahnya
para Rasul dan Kami berikan kepada Isa Ibnu Maryam, Al Bayyinat.”

Berkata Ibn Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini,

‫ وهي المعجزات‬،‫ولهذا أعطاه هللا من البينات‬


“Oleh karena itu Allah memberikan kepada beliau (Nabi Isa) Al Bayyinat dan maksudnya adalah Al
Mu’jizat.”
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

… ‫…ۗ َوَم ا َك اَن ِلَر ُسوٍل َأْن َيْأِتَي ِبآَيٍة ِإاَّل ِبِإْذ ِن ِهَّللا‬
[QS Ar-Ra’d 38]

”Dan seorang Rasul tidaklah mendatangkan sebuah ayat kecuali dengan izin Allah.”
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ وإَّنما كاَن اّلِذ ي ُأوِتيُت وْح يًا أْو حاُه هللا إلَّي فأْر ُجو أِّني أْكَثُر ُهْم َتابعا‬،‫ آَم َن َع َلْيِه الَبَشُر‬: ‫َم ا ِم َن األْنِبياِء َنبٌّي إّال ُأْع ِط َي ِم َن اآلياِت َم ا ِم ْثُلُه أْو ِم َن أْو‬
‫َيْو َم الِقياَم ِة‬

“Tidaklah ada seorang Nabi kecuali diberi tanda-tanda kekuasaan, yang beriman dengannya manusia
dan sesungguhnya yang diberikan kepadaku adalah wahyu yang diwahyukan kepadaku maka aku
berharap bahwa aku yang paling banyak pengikutnya di hari kiamat.” [HR Al Bukhari dan Muslim]

Pengertian Ayat atau Mu’jizah adalah sesuatu di luar kebiasaan. Diiringi dengan tantangan dan
pengakuan sebagai Nabi, tidak ada yang bisa melawannya, Allah saja lah yang menciptakannya, sebagai
pembenaran dan penguatan bagi para Nabi-Nya.

Yang dimaksud dengan “sesuatu”, mencakup ucapan dan perbuatan.


Dan “di luar kebiasaan” maksudnya di luar sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia.

Diiringi dengan tantangan dan pengakuan sebagai Nabi, kalimat ini membedakan antara Ayat dengan
Karomah. Tidak ada yang bisa melawannya. Kalimat ini membedakan antara Ayat dengan Sihir dan
amalan syaitan. Allah saja lah yang menciptakannya, artinya ini bukan terjadi karena kehendak Nabi
akan tetapi karena kehendak Allah azza wajalla, dan Dialah yang menciptakannya.

Allah berfirman,

‫…ۗ َوَم ا َك اَن ِلَر ُسوٍل َأْن َيْأِتَي ِبآَيٍة ِإاَّل ِبِإْذ ِن ِهَّللا‬
[QS Ar-Ra’d 38]

”Dan tidaklah seorang Rasul bisa mendatangkan sebuah ayat kecuali dengan izin Allah.”

Diantara hikmah Allah menjadikan ayat-ayat seorang Nabi atau mukjizat mereka adalah sesuatu yang
sesuai dengan keadaan kaumnya dan lebih dahsyat supaya lebih menunjukkan kebenaran kenabian Nabi
tersebut.

Diantara contohnya:
1. Kaum Nabi Sholeh (kaum Tsamud)
Yang terkenal sebagai kaum yang kuat dan biasa memahat gunung untuk dijadikan rumah.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ۖ َو اْذ ُك ُروا ِإْذ َج َع َلُك ْم ُخَلَفاَء ِم ْن َبْع ِد َعاٍد َو َبَّو َأُك ْم ِفي اَأْلْر ِض َتَّتِخ ُذ وَن ِم ْن ُسُهوِلَها ُقُصوًرا َو َتْنِح ُتوَن اْلِج َباَل ُبُيوًتا‬
[Surat Al-A’raf 74]

“Dan ingatlah oleh kalian di waktu Allah menjadikan kalian pengganti-pengganti yang berkuasa sesudah
kaum ‘Ad dan memberikan tempat kepada kalian di bumi, kalian mendirikan istana-istana di tanah-
tanahnya yang datar dan kalian memahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah.”

Ketika Nabi Sholeh alaihissallam mendakwahi mereka, mereka meminta supaya beliau mendatangkan
ayat/tanda kebenaran beliau. Akhirnya mereka meminta supaya keluar dari batu keras yang sudah
mereka tentukan unta merah yang sedang hamil 10 bulan.

Setelah Nabi Sholeh alaihissallam mengambil perjanjian dari mereka supaya beriman kalau permintaan
dikabulkan, beliau pun berdoa kepada Allah, maka bergetarlah batu besar tersebut dan keluar darinya
unta dengan sifat yang mereka inginkan. Tentunya hal ini lebih dahsyat daripada hanya memahat
gunung untuk dijadikan rumah.

2. Sihir
Di zaman Nabi Musa alaihissallam sangat banyak dan tersebar. Dan mereka adalah kaum yang sangat
mengagungkan sihir dan tukang sihir.

Dan diantara sihir mereka adalah menipu mata manusia, seperti menyihir manusia sehingga mereka
melihat tali dan tongkat seakan-akan dia adalah ular. Oleh karena itu diantara ayat yg Allah berikan
kepada Nabi Musa adalah berubahnya tongkat menjadi ular secara hakikat dan bukan hanya tipuan
mata. Dan tangan yang bersinar setelah dimasukkan ke dalam saku secara hakikat dan bukan hanya
tipuan mata.
Allah berfirman,

‫َفَأْلَقٰى َعَص اُه َفِإَذ ا ِهَي ُثْع َباٌن ُم ِبيٌن‬


‫َو َنَز َع َيَد ُه َفِإَذ ا ِهَي َبْيَض اُء ِللَّناِظ ِريَن‬
[Surat Al-A’raf 107-108]

“Lalu Musa melemparkan tongkatnya tiba-tiba tongkat itu menjadi ular besar yang sebenarnya dan dia
mengeluarkan tangannya, tiba-tiba tangan itu menjadi putih bercahaya bagi orang-orang yang
melihatnya.”

Maka para tukang sihir akhirnya mengetahui bahwa Nabi Musa alaihissallam memang diutus oleh Allah
dan mereka pun masuk Islam dan sangat kuat keIslamannya.

3. Ilmu kedokteran
Di zaman Nabi Isa alaihissallam sangat populer, oleh karena itu Allah Subhānahu wa Ta’āla menguatkan
Nabi Isa dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan penyakit dan penyembuhannya, yang tidak mungkin
dilakukan oleh seorang dokter atau seahli apapun dia.

Allah berikan beliau alaihissallam kemampuan menyembuhkan orang yang buta dari lahir,
menyembuhkan orang yang berpenyakit kusta, bahkan menghidupkan orang yang sudah mati.
Allah berfirman,

… ‫…ۖ َوِإْذ َتْخ ُلُق ِم َن الِّطيِن َك َهْيَئِة الَّطْيِر ِبِإْذ ِني َفَتْنُفُخ ِفيَها َفَتُك وُن َطْيًرا ِبِإْذ ِنيۖ َو ُتْبِرُئ اَأْلْك َم َه َو اَأْلْبَرَص ِبِإْذ ِنيۖ َو ِإْذ ُتْخ ِرُج اْلَم ْو َتٰى ِبِإْذ ِني‬
[Surat Al-Ma’idah 110]

“Dan ingatlah ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seijin-Ku kemudian engkau
meniupnya lalu menjadi seekor burung yang sebenarnya dengan seijin-Ku dan ingatlah ketika engkau
menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit kusta dengan seijin-Ku dan
ingatlah ketika engkau mengeluarkan orang mati dari kubur menjadi hidup dengan seijin-Ku.”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutny

Halaqah yang ke empat belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Para Rasul alaihimussalam adalah
tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 12”.

4. Diantara contoh bahwa Allah menjadikan ayat-ayat seorang Nabi sesuatu yang sesuai dengan keadaan
kaumnya adalah mukjizat Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang berupa Al-Qur’an.

Di zaman beliau ‫ ﷺ‬bahasa Arab mencapai zaman keemasan. Penyair-penyair bertebaran, berlomba
menyombongkan kefasihannya dan kedalamannya di dalam berbahasa.
Maka Allah Subhānahu wa Ta’āla dengan hikmah-Nya menjadikan ayat yang paling besar bagi Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬adalah sebuah kitab yang diturunkan, yang tidak mampu seseorang pun
menandinginya.
Seandainya berkumpul seluruh manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-Qur’an
niscaya mereka tidak mampu.

Jangankan satu Al-Quran, 10 surat pun mereka tidak mampu. Dan jangankan 10 surat, satu surat pun
mereka tidak akan mampu.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ُقْل َلِئِن اْج َتَم َعِت اِإْل ْنُس َو اْلِج ُّن َع َلٰى َأْن َيْأُتوا ِبِم ْثِل َٰه َذ ا اْلُقْر آِن اَل َيْأُتوَن ِبِم ْثِلِه َو َلْو َك اَن َبْعُضُهْم ِلَبْع ٍض َظِهيًرا‬
[QS Al-Isra’ 88]

“Katakanlah seandainya manusia dan jin berkumpul untuk mendatangkan yang semisal dengan Al-
Qur’an niscaya mereka tidak akan bisa mendatangkan yang semisalnya meskipun sebagian mereka
membantu sebagian yang lain.”
Dan Allah berfirman,
‫َأْم َيُقوُلوَن اْفَتَر اُهۖ ُقْل َفْأُتوا ِبَع ْش ِر ُس َو ٍر ِم ْثِلِه ُم ْفَتَر َياٍت َو اْد ُعوا َمِن اْسَتَطْع ُتْم ِم ْن ُدوِن ِهَّللا ِإْن ُكْنُتْم َص اِدِقيَن‬
‫َفِإَّلْم َيْسَتِج يُبوا َلُك ْم َفاْعَلُم وا َأَّنَم ا ُأْنِزَل ِبِع ْلِم ِهَّللا َو َأْن اَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَو ۖ َفَهْل َأْنُتْم ُم ْس ِلُم وَن‬
[QS Hud 13-14]

“Ataukah mereka berkata Muhammad telah mengada-ada? Katakanlah hendaklah kalian datangkan 10
surat yang dibuat-buat yang semisal dengan Al-Qur’an dan panggillah semampu kalian orang-orang
selain Allah kalau kalian adalah orang-orang yang benar. Kalau mereka tidak mampu memenuhi
tantanganmu maka ketahuilah bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah dan bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Dia, apakah kalian menyerahkan diri?”
Dan Allah berfirman,

‫َوِإْن ُكْنُتْم ِفي َر ْيٍب ِمَّم ا َنَّز ْلَنا َع َلٰى َع ْبِد َنا َفْأُتوا ِبُسوَرٍة ِم ْن ِم ْثِلِه َو اْد ُعوا ُش َهَداَء ُك ْم ِم ْن ُدوِن ِهَّللا ِإْن ُكْنُتْم َص اِدِقيَن‬
‫َفِإْن َلْم َتْفَع ُلوا َو َلْن َتْفَع ُلوا َفاَّتُقوا الَّناَر اَّلِتي َو ُقوُدَها الَّناُس َو اْلِحَج اَر ُةۖ ُأِع َّد ْت ِلْلَكاِفِريَن‬
[Surat Al-Baqarah 23-24]

”Dan seandainya kalian ragu terhadap apa yang kami turunkan kepada hamba Kami maka datangkanlah
satu surat dan panggillah oleh kalian saksi-saksi kalian selain Allah kalau kalian adalah orang-orang yang
benar. Seandainya kalian tidak bisa melakukannya dan kalian pasti tidak akan bisa melakukannya, maka
takutlah dengan neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang disediakan untuk orang-
orang yang kafir.”

Mereka orang-orang kafir meragukan Al-Qur’an dan mengatakan bahwasanya Al-Qur’an bukan dari
Allah tetapi dari Muhammad dan dialah yang membuatnya. Maka Allah menantang mereka, kalau
memang itu buatan manusia seharusnya mereka juga bisa membuatnya, apalagi mereka adalah orang-
orang Arab yang fasih dan ahli di dalam bahasa Arab. Namun ternyata tidak ada diantara mereka yang
bisa membuat yang semisal dengan Al-Qur’an dan ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah
dan bukan kalam Muhammad ‫ﷺ‬.

Apalagi mereka mengetahui bahwa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬adalah seorang yang tidak bisa membaca
dan tidak bisa menulis dan beliau bukan tukang syair.

Ini semua menunjukan bahwa Al-Qur’an adalah ayat atau mukjizat yang menunjukkan kebenaran nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬dan kebenaran apa yang beliau bawa dan seharusnya ini semua menjadikan mereka
beriman dan mengikuti beliau ‫ﷺ‬

Ayat-ayat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sangat banyak, hal ini menunjukkan
keutamaan beliau di sisi Allah dan menunjukkan betapa pentingnya risalah yang beliau bawa, karena
risalah beliau adalah risalah yang terakhir dan tidak ada lagi risalah setelah risalah beliau ‫ﷺ‬.

Dan diantara ayat-ayat atau mukjizat-mukjizat tersebut:

1. Al Isra’ & Al Mi’raj


Al Isra’: dijalankannya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬di waktu malam dari Al Masjidil Haram yang ada di
Makkah ke Al Masjidil Aqsa yang ada di Palestina.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
‫ُسْبَحاَن اَّلِذ ي َأْس َر ٰى ِبَع ْبِدِه َلْياًل ِم َن اْلَم ْس ِج ِد اْلَح َر اِم ِإَلى اْلَم ْس ِج ِد اَأْلْقَص ى اَّلِذ ي َباَر ْك َنا َح ْو َلُه ِلُنِرَيُه ِم ْن آَياِتَناۚ ِإَّنُه ُهَو الَّس ِم يُع اْلَبِص يُر‬
[QS Al-Isra’ 1]

“Maha Suci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya di malam hari dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsa yang Kami berkahi sekitarnya untuk Kami tunjukkan kepadanya sebagian dari ayat-ayat Kami,
sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Adapun Al Mi’raj: diangkatnya Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬ke langit kemudian ke sidrotul muntaha.

Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda,

‫َفَعَرَج ِبي ِإَلى الَّس َم اِء الُّد ْنَيا‬


“Maka Allah mengangkatku ke langit dunia.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Dua perjalanan yang jauh yang dilakukan dalam waktu yang sangat singkat menunjukkan kekuasaan
Allah dan bahwasanya Muhammad ‫ ﷺ‬adalah Nabi utusan Allah.

2. Terbelahnya bulan.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫اْقَتَر َبِت الَّساَع ُة َو اْنَشَّق اْلَقَم ُر‬


‫َوِإْن َيَرْو ا آَيًة ُيْع ِرُضوا َو َيُقوُلوا ِس ْح ٌر ُم ْسَتِم ٌّر‬
[QS Al-Qamar 1-2]

“Telah dekat kiamat dan bulan telah terbelah dan apabila mereka melihat satu ayat mereka berpaling
dan mengatakan ini adalah sihir yang terus menerus.”

Berkata Anas bin Malik radhiyallahu anhu,

‫أن أهل مكة سأل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم انير يهم آَيًة فعرهم إْنَشَّق اْلَقَم ر‬

“Sesungguhnya penduduk Makkah telah meminta Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk menunjukkan satu tanda
kekuasaan, maka beliau ‫ ﷺ‬memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan.” [HR. Al Bukhari dan
Muslim ]

3. Batu yang mengucapkan salam kepada beliau


Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ِإِّني َأَلْع ِرُف َحَج ًرا ِبَم َّك َة َك اَن ُيَس ِّلُم َع َلَّي َقْبَل َأْن ُأْبَع َث ِإِّني َأَلْع ِرُفُه اآْل َن‬

“Sungguh aku mengetahui sebuah batu di Makkah dahulu mengucapkan salam kepadaku sebelum aku
diutus menjadi Nabi, sungguh aku mengetahuinya sekarang.” [HR Muslim]
4. Kabar beliau tentang mati syahidnya Umar Ibnu Khatab dan Utsman Ibnu Affan radhiyallahu ‘anhuma.
Berkata Anas bin Malik radhiyallahu anhu,

‫َنِبٌّي َأْو‬ ‫ ” اْثُبْت ُأُحُد َفَم ا َع َلْيَك ِإاَّل‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َفَض َرَبُه ِبِرْج ِلِه‬, ‫ َو ُع ْثَم اُن َفَرَج َف ِبِهْم‬, ‫ َو ُع َم ُر‬, ‫َصِع َد الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَلى ُأُح ٍد َوَم َع ُه َأُبو َبْك ٍر‬
‫َش ِهيَداِن‬ ‫ِص ِّديٌق َأْو‬

“Nabi ‫ ﷺ‬naik ke atas Gunung Uhud dan bersama beliau Abu Bakar, Umar, dan Utsman maka
bergetarlah gunung Uhud. Nabi ‫ ﷺ‬kemudian menendang gunung Uhud dengan kaki beliau seraya
berkata, ‘Tenanglah wahai Uhud, tidak ada di atasmu kecuali seorang Nabi, seorang Sidiq, dan dua orang
syahid.” [HR Al Bukhari]

Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah ‫ﷺ‬, karena Umar dan Utsman dibunuh dan meninggal
dalam keadaan syahid.

5. Menangisnya batang pohon kurma


Berkata Jabir Ibnu Abdillah radhiyallahu anhumaa,

‫المسجد مسقوفا على جذوع من نخل فكان النبي صلى هللا عليه وسلم اذا خطب يقوم الى جذع منها فلما صنع له المنبر وكان عليه فسمعنا لذلك‬
‫الجذع صوتا كصوت العشار حتى جاء النبى صلى هللا عليه وسلم فوضع يده عليها فسكنت‬.

“Dahulu masjid Nabawi bertiangkan batang pohon kurma, maka dahulu Nabi ‫ ﷺ‬apabila khutbah
beliau berdiri di dekat salah satu batang tersebut. Ketika dibuatkan mimbar, kemudian beliau
berkhutbah di atasnya, maka kami mendengar suara batang kurma tersebut seperti suara unta yang
sedang hamil sepuluh bulan sampai datang Nabi ‫ﷺ‬, kemudian beliau meletakkan tangannya pada
batang tersebut maka diamlah batang tersebut.” [HR.Bukhari]

His 08,16

Diantara perkara Aqidah yang berkaitan dengan Al Mu’jizat adalah beriman dengan Al Karomah.

Al Karomah secara bahasa adalah pemberian.


Adapun secara syariat adalah sebuah perkara di luar kebiasaan yang terjadi pada seorang wali Allah.

Sebuah perkara di luar kebiasaan maksudnya: karomah bukan pemberian atau kenikmatan biasa.

Yang dimaksud dengan kebiasaan adalah kebiasaan manusia di zaman tersebut.

Yang terjadi pada seorang wali Allah, berarti Karomah tidak terjadi pada seorang Nabi dan tidak pula
pada seorang wali syaithan.
Yang dimaksud dengan wali Allah: adalah setiap orang yang beriman dan bertakwa.
Sebagaimana firman Allah,

‫َأاَل ِإَّن َأْو ِلَياَء ِهَّللا اَل َخ ْو ٌف َع َلْيِهْم َو اَل ُهْم َيْح َز ُنوَن‬
‫اَّلِذ يَن آَم ُنوا َو َكاُنوا َيَّتُقوَن‬
[QS Yunus 62-63]

“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada takut atas mereka dan mereka tidak bersedih.
Mereka adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa.”

Iman dan takwa tidak akan terwujud kecuali dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.

Dan perintah yang paling besar adalah tauhid kepada Allah dan larangan yang paling besar adalah syirik
kepada Allah.

Apabila seseorang menyekutukan Allah atau mengajak manusia menyekutukan Allah maka dia bukan
wali Allah.
Apabila seseorang mengajak kepada bid’ah maka dia bukan wali Allah.
Apabila seseorang meninggalkan shalat 5 waktu maka dia bukan wali Allah.

Seorang wali Allah diukur dari keimanan dan ketakwaan bukan hanya sekedar dari kesaktian atau dari
kemampuan yang luar biasa.
Seandainya dia beriman dan bertakwa maka dia adalah wali Allah meskipun tidak memiliki kesaktian
yang luar biasa.
Namun sebaliknya, orang yang memiliki kesaktian tetapi tidak bertakwa dan beriman maka dia bukan
wali Allah.

Seorang wali Allah bukan berarti dia tidak pernah berdosa. Dia berdosa sebagaimana manusia yang lain,
namun dia bukan orang yang terus menerus melakukan dosa dan apabila dia berdosa maka dia
bersegera di dalam bertaubat kepada Allah.

Halaqah yang ke tujuh belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul alaihimussalam adalah
tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 15”.

Meyakini adanya Al Karomah adalah termasuk pokok akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Berkata Syaikhul Islam rahimahullah di dalam kitab beliau Al Aqidah Al Wasithiyah,

‫ التصديق بكرامات األولياء وما ُيجري هللا على أيديهم‬: ‫ومن أصول أهـل السنة‬
‫من خوارق العادات‬
”Termasuk pokok-pokok Ahlus Sunnah adalah membenarkan karomah para wali dan perkara-perkara di
luar kebiasaan yang Allah jalankan pada diri mereka.”

Keyakinan tentang adanya Al Karomah berdasarkan dalil-dalil dari Al Quran, As Sunnah, dan juga Ijma’.

Adapun dari Al Qur’an:


1. Kisah Maryam dengan Nabi Zakariya alaihimassallam
Dimana Nabi Zakariya alaihissalam adalah orang yang menanggung makanan bagi Maryam, yang telah
mengkhususkan dirinya untuk beribadah kepada Allah, namun sesuatu yang luar biasa setiap kali
Zakariya memasuki mihrab Maryam, dia mendapatkan makanan.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫ُك َّلَم ا َد َخ َل َع َلْيَها َزَك ِرَّيا اْلِم ْح َر اَب َو َجَد ِع ْنَدَها ِرْز ًقاۖ َقاَل َيا َم ْر َيُم َأَّنٰى َلِك َٰه َذ اۖ َقاَلْت ُهَو ِم ْن ِع ْنِد ِهَّللاۖ ِإَّن َهَّللا َيْر ُز ُق َم ْن َيَشاُء ِبَغْيِر ِح َس اٍب‬
[QS Ali ‘Imran 37]

“Setiap kali Zakariya memasuki mihrab Maryam beliau mendapatkan di sisi Maryam rezeki, Zakariya
berkata, ‘Wahai Maryam dari mana engkau mendapatkan makanan ini?’ Maryam menjawab, ‘Ini adalah
dari sisi Allah, sesungguhnya Allah memberikan rizki kepada siapa yang dikehendaki tanpa perhitungan.”

Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya, bahwa Nabi Zakariya alaihissallam menemukan di dalam
mihrab Maryam buah-buahan musim dingin ketika musim panas dan buah-buahan musim panas ketika
musim dingin.

2. Kisah Ashabul Kahfi yang Allah sebutkan di awal-awal surat Al-Kahfi ketika mereka tidur dalam waktu
yang lama tanpa memakan makanan dan tidak rusak badan mereka.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َو َلِبُثوا ِفي َكْهِفِهْم َثاَل َث ِم اَئٍة ِس ِنيَن َو اْز َداُدوا ِتْسًعا‬
[QS Al-Kahfi 25]

”Dan mereka tinggal di gua mereka selama 300 tahun dan tambah 9 tahun.”

Ada yang mengatakan 300 tahun bila dihitung dengan tahun syamsiyah dan 309 tahun apabila dihitung
dengan tahun qomariyah.

3. Istri Fir’aun yang bernama Asiyah, dimana Allah memperlihatkan rumah Asiyah di dalam surga ketika
sedang diadzab oleh Fir’aun.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َو َض َرَب ُهَّللا َم َثاًل ِلَّلِذ يَن آَم ُنوا اْمَر َأَت ِفْر َعْو َن ِإْذ َقاَلْت َر ِّب اْبِن ِلي ِع ْنَدَك َبْيًتا ِفي اْلَج َّنِة َو َنِّج ِني ِم ْن ِفْر َعْو َن َو َع َم ِلِه َو َنِّج ِني ِم َن اْلَقْو ِم الَّظاِلِم يَن‬
[QS At-Tahrim 11]
“Dan Allah telah membuat pemisalan bagi orang-orang yang beriman dengan istri Fir’aun ketika dia
berkata ‘Wahai Rabb-ku bangunkanlah untukku di sisi-Mu rumah di dalam surga dan selamatkanlah aku
dari Fir’aun dan amalannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.’”

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

Halaqah yang ke delapan belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul
alaihimussalam adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 16”.

Diantara dalil dari As-Sunnah atas adanya Al Karomah:

1. Kisah Abu bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu ketika memberi makan sebagian ahlussuffah
yang datang kepada beliau. Setiap kali mereka mengambil satu suapan maka makanannya justru
bertambah banyak. [diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim].

2. Kisah dua orang shahabat Nabi ‫ﷺ‬, yaitu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr semoga
Allah meridhoi keduanya.
Ketika keduanya keluar dari sisi Nabi ‫ﷺ‬, di suatu malam yang gelap gulita dan di depan
mereka ada cahaya, kemudian ketika mereka berpisah terbagilah cahaya tersebut menjadi dua.
[diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari].

3. Kisah Juraij seorang laki-laki yang shaleh dari kalangan Bani Israel yang dituduh berzina
dengan seorang wanita, ia mengaku hamil karena Juraij. Kemudian ketika wanita tersebut
melahirkan maka Juraij mengusap kepala bayi tersebut, sehingga bayi tersebut bisa menyebutkan
siapa sebenarnya bapaknya. [diiriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim]

Kemudian di sana ada beberapa keterangan yang berkaitan dengan Al Karomah:

1. Al Karomah yang paling agung bagi seorang hamba adalah istiqomahnya dia di atas jalan
yang lurus.

2. Al Karomah bagi para wali Allah adalah ayat atau mukjizat bagi para Nabi, karena wali Allah
tidak mendapatkannya kecuali karena keimanan dia kepala rasul tersebut.

3. Al Karomah akan tetap ada sampai akhir zaman.

4. Al Karomah tidak dijadikan ukuran seseorang lebih afdhol daripada orang yang tidak
mendapatkan Al Karomah. Yang demikian karena Al Karomah terjadi diantaranya untuk
menguatkan keimanan orang tersebut. Oleh karena itu Al Karomah di zaman shahabat
radhiyallahu ‘anhum lebih sedikit daripada Al Karomah di zaman tabi’in, karena iman dan
keyakinan para shahabat lebih kuat dari pada keimanan dan juga keyakinan para tabi’in.

5. Jangan sampai seseorang terjerumus ke dalam pengingkaran terhadap Al Karomah seperti


orang-orang Falasifah & juga Mu’tazilah.
Dan jangan sampai seseorang berlebih-lebihan di dalam masalah Al Karomah seperti orang-
orang yang menjadikan Al Karomah sebagai ukuran kewalian.

Halaqah yang ke sembilan belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul
alaihimussalam adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 17”.

Setelah kita mengetahui tentang Al Karomah yang Allah berikan kepada wali-Nya, maka
hendaklah kita mengenal tentang Al Ahwal Asy-Syaithaniyyah (keadaan-keadaan syaithan).

Al Ahwal Asy-Syaithaniyyah atau keadaan-keadaan syaithan adalah perkara-perkara yang di luar


kebiasaan yang terjadi pada seorang wali syaithan sebagai istidraj.

Wali syaithan adalah para pengikut syaithan dan penolong syaithan.


Yang dimaksud dengan istidraj adalah dibiarkan supaya bertambah kekufurannya kemudian
diazab.

Dan diantara dalil yang menunjukkan adanya wali-wali syaithan adalah firman Allah,

‫َو اَّلِذيَن َكَفُروا َأْو ِلَي اُؤ ُه ُم الَّط اُغ وُت ُي ْخ ِر ُج وَن ُهْم ِمَن الُّن وِر ِإَلى الُّظُلَماِت ۗ ُأوَٰل ِئَك َأْص َح اُب الَّن اِر ۖ ُه ْم ِفيَه ا َخ اِلُد وَن‬
[QS Al-Baqarah 257]

“Dan orang-orang yang kafir, maka wali-walinya adalah thoghut yang mengeluarkan mereka dari
cahaya menuju kegelapan. Mereka adalah penduduk neraka, mereka kekal di dalamnya”.

Dan Allah berfirman,

… ‫…ۖ َو ِإَّن الَّش َياِط يَن َلُيوُحوَن ِإَلٰى َأْو ِلَياِئِه ْم ِلُيَج اِد ُلوُك ْم‬
[QS Al-An’am 121]

“Dan sesungguhnya syaithan-syaithan mewahyukan kepada wali-walinya untuk menjebak


kalian.”

Dan diantara contoh Al Ahwal Asy-Syaithaniyyah, apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah di dalam kitab beliau,

‫الفرقان بين أولياء الرحمن وأولياء الشيطان‬


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan di dalam kitab ini diantara contoh Al Ahwal Asy-
Syaithaniyyah:

1. Apa yang terjadi pada Musaiylamah Al Kadzab ketika dia mengaku sebagai seorang Nabi, dia
mengabarkan beberapa perkara yang ghaib dengan wahyu dari syaithan.

2. Apa yang terjadi pada Al Aswad Al Ansy yang mengaku sebagai Nabi mengabarkan tentang
beberapa perkara yang ghaib dengan wahyu dari syaithan, sehingga tentara kaum muslimin takut
syaithan akan mengabarkan kepadanya tentang mereka, sampai tentara kaum muslimin takut
apabila syaithan akan mengabarkan kepada Aswad Al Amsi tentang mereka.

3. Kisah Al Harits Ad Dimasyqy yang mengaku sebagai Nabi di zaman Abdul Malik bin
Marwan. Setiap kali ditangkap dan dipenjara datang syaithan dan melepaskan ikatan di kakinya
dan melindungi dia dari senjata.

Manusia saat itu melihat rombongannya berjalan di udara. Ketika dia tertangkap ada orang yang
menikamnya dengan tombak namun tidak mempan.
Maka berkata Abdul Malik,
“Engkau tidak menyebut nama Allah.”
Kemudian ketika dia menyebut nama Allah dan menikamnya, mempanlah tombaknya dan
meninggallah Al Harits.

Halaqah yang ke dua puluh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul alaihimussalam
adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 18”.

Di sana ada perbedaan antara Al Mu’jizat dengan Al Karomah:

1. Al Mu’jizat disertai dengan pengakuan sebagai seorang Nabi sedangkan Al Karomah tidak
disertai pengakuan sebagai seorang Nabi tetapi terjadi Al Karomah dengan sebab dia mengikuti
dan beriman dengan Nabi dan istiqomah di atasnya.

2. Al Mu’jizat terjadi pada seorang Nabi dan Nabi adalah manusia, laki-laki yang merdeka.
Sedangkan Al Karomah bisa terjadi pada seorang jin atau manusia, hamba sahaya, atau orang
yang merdeka, seorang laki-laki ataupun perempuan, kalau mereka adalah orang-orang yang
sholeh seperti yang terjadi pada Maryam dan juga Safinah maula Rasulullah ‫ﷺ‬.

3. Al Mu’jizat adalah sesuatu yang luar biasa di semua tempat dan masa, sedangkan Al Karomah
adalah sesuatu yang luar biasa menurut tempat dan masa tertentu saja. Oleh karena itu apa yang
terjadi pada Maryam alaihassalam berupa ditemukannya makanan musim panas di musim dingin
dan sebaliknya adalah sesuatu yang biasa di zaman sekarang.

4. Di dalam Al Mu’jizat seorang Nabi diperintahkan untuk menampakkannya sedangkan Al


Karomah maka seorang wali diperintahkan untuk menyembunyikannya.
5. Manfaat Al Mu’jizat adalah untuk umum sedangkan manfaat Al Karomah biasanya untuk
khusus orang tersebut.

Halaqah yang ke dua puluh satu dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada para Rasul
alaihimussalam adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 19”.

Diantara hal yang perlu diketahui oleh seorang muslim adalah perbedaan antara Al Karomah dan
Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah, karena sering terjadi seseorang menganggap Al Ahwal Asy-
Syaithoniyyah sebagai Al Karomah, menganggap seorang wali syaitan sebagai wali Allah.

Berikut adalah perbedaan antara Al Karomah dan Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah, semoga Allah
Subhānahu wa Ta’āla memberikan taufik kepada kita semua dan menerangi diri kita dengan ilmu
agama.

Diantara perbedaan antara Al Karomah dan Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah:

1. Dengan melihat perjalanan hidup orang tersebut. Kalau dia adalah seorang mukmin yang
bertakwa maka ini adalah Al Karomah dan kalau sebaliknya, dia bukan seorang yang mukmin
dan bukan orang yang bertakwa maka itu adalah Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah.

Berkata syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah,

‫وشرط كونها كرامًة أن يكون من جرت على يده هذه الكرامُة مستقيًما على اإليمان ومتابعة الشريعة فإن كان خالف ذلك‬
‫فالجاري على يده من الخوارق يكون من األحوال الشيطانية‬

“Dan sesuatu yang luar biasa menjadi Karomah disyaratkan orang yang mendapatkan Karomah
tersebut adalah orang yang istiqomah di atas iman dan mengikuti syariat. Adapun apabila
sebaliknya maka sesuatu yang luar biasa yang terjadi pada dirinya adalah termasuk Al Ahwal
Asy-Syaithoniyyah.

2. Al Karomah adalah anugerah dari Allah, tidak bisa dipelajari dan diusahakan. Sedangkan Al
Ahwal Asy-Syaithoniyyah adalah bantuan dari syaithan, bisa dipelajari dan diusahakan yaitu
dengan berbuat sesuatu yang membuat ridha syaithan, seperti berbuat kufur kepada Allah,
meninggalkan shalat dan kewajiban-kewajiban yang lain, menghalalkan sesuatu yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dll.
Oleh karena itu Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah memiliki sekolah-sekolah, perguruan-perguruan
untuk mempelajari perkara-perkara yang luar biasa tersebut dan di sana ada buku-buku yang
dijual bebas yang mengajarkan Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah yang dikenal dengan Al
Mujarrobat.

3. Al Karomah tidak bisa dilawan sedangkan Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah bisa dilawan dengan
membaca dzikir dan doa yang datang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Berkata Syaikhul Islam rahimahullah,

‫وهكذا أهل األحوال الشيطانية تنصرف عنهم شياطينهم إذا ذكر عندهم ما يطردها مثل آية الكرسي‬

“Dan demikianlah orang-orang yang memiliki Ahwal Asy-Syaithoniyyah, syaithan-syaithan


mereka akan meninggalkan mereka apabila disebutkan di samping mereka apa yang mengusir
syaithan-syaithan tersebut, seperti ayat Kursi.

Halaqah yang ke dua puluh dua dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Para Rasul
alaihimussalam adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 20” .

4. Al Karomah menambah keimanan, ketakwaan, dan kerendahan hati pada pemiliknya,


sedangkan Al Ahwal Asy-Syaithoniyyah menambah kekufuran dan kejauhan dari Allah azza wa
jalla.

Di dalam kitab Hilyatul Auliya, Abu Nu’aim rahimahullah membawakan dengan sanadnya kisah
Abu Muslim Al Khaulani seorang yang shaleh dengan Al Aswad Al Ansy orang yang mengaku
menjadi Nabi.

Berkata Syarohbil Al Khaulani ketika Al Aswad bin Qois bin dil Himar Al Ansy di Yaman
muncul dipanggillah Abu Muslim, maka Al Ansy berkata “Apakah engkau bersaksi bahwa
Muhammad adalah Rasulullah?”
Berkata Abu Muslim, “Iya.”
Kembali Al Ansy bertanya,
“Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasulullah?”
Berkata Abu Muslim, “Aku tidak mendengar.”
Maka dinyalakanlah api yang besar kemudian dilemparkan Abu Muslim ke dalam api tersebut,
tetapi beliau tidak termudhoroti.

Maka penduduk kerajaan Al Aswad Al Ansy berkata kepadanya, “Apabila engkau biarkan Abu
Muslim berada di negerimu maka dia akan merusak urusanmu, usirlah dia.”

Maka Abu Muslim pun datang ke kota Madinah dan saat itu Rasulullah ‫ ﷺ‬sudah wafat dan
digantikan Abu Bakr.
Kemudian Abu Muslim menambatkan untanya di pintu masjid Nabawi kemudian shalat menuju
salah satu tiang diantara tiang-tiang masjid.

Maka Umar bin Khatthab melihatnya dan mendatanginya dan berkata, “Darimana asalmu?”
Abu Muslim mengatakan, ”Dari Yaman.”
Berkata Umar, “Apa yang dilakukan musuh-musuh Allah terhadap saudara kita yang dibakar dan
tidak mempan?”
Abu Muslim berkata, “Itu adalah Abdullah Ibnu Tsaub”
Berkata Umar, “Aku meminta dengan Nama Allah apakah dia adalah dirimu?”
Berkata Abu Muslim, “Iya.”
Berkata Syarahbil, maka Umar mencium antara kedua mata Abu Muslim kemudian
membawanya dan mendudukannya antara Abu Bakr dan Umar.

Berkata Umar Ibnu Khatthab,


”Segala puji bagi Allah yang belum mematikanku dari dunia sehingga memperlihatkan kepada
diriku diantara umat Muhammad orang yang dibakar seperti dibakarnya Nabi Ibrahim kekasih
Allah.”

Lihatlah bagaimana ucapan Abu Muslim ketika ditanya oleh Umar Ibnu Khatthab beliau
berusaha untuk menutupi identitas beliau dan mengatakan “Itu adalah Abdullah bin Tsaub”
seakan-akan orang tersebut bukan dirinya.

5. Al Karomah digunakan untuk suatu kebaikan atau perkara yang diperbolehkan sedangkan Al
Ahwal Asy-Syaithoniyyah digunakan untuk perkara yang diharamkan seperti menyakiti orang
lain atau menyombongkan diri, dll.

Halaqah yang ke dua puluh tiga dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Para Rasul alaihimus
salam adalah tentang “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 21”.

Setelah kita memahami tentang mukjizat, Al Karomah, dan Al Ahwal Assyaithoniyyah dan hal-
hal yang berkaitan dengannya, maka kita lanjutkan poin-poin tentang tata cara beriman dengan
para rasul.

Diantara tata cara beriman dengan para rasul alaihimussalam adalah beriman dengan nama-nama
para Nabi dan Rasul yang telah Allah sebutkan namanya di dalam Al-Qur’an. Mereka berjumlah
25 orang, 18 orang diantaranya disebutkan dalam beberapa ayat yang berturut-turut di dalam
surat Al An’am dan 7 orang yang lain terpisah-berpisah di dalam surat-surat yang lain.

18 nama yang ada di dalam surat Al An’am adalah:

1. Ibrahim
2. Ishaq
3. Ya’qub
4. Nuh
5. Dawud
6. Sulaiman
7. Ayyub
8. Yusuf
9. Musa
10. Harun
11. Zakariya
12. Yahya
13. Isa
14. Ilyas
15. Ismail
16. Al Yasa’
17. Yunus
18. Luth
Alaihimussalam
[lihat Surat Al An’am 83-86]

Adapun 7 orang yang lain, mereka adalah:


1. Nabi Adam
24 kali disebutkan nama Nabi Adam di dalam Al-Qur’an, yang pertama ada di dalam surat Al-
Baqarah ayat 31.

2. Nabi Idris
Disebutkan 2 kali oleh Allah di dalam Al-Qur’an di dalam surat Maryam 56 dan Al Anbiya 85.

3. Nabi Dzulkifli
Dua kali disebutkan di dalam surat Al Anbiya 85 dan surat Shod ayat 48.

4. Nabi Hud
Sepuluh kali disebutkan, yang pertama dalam surat Al-Baqarah 111.

5. Nabi Sholeh
7 kali disebutkan yang pertama dalam surat Al A’raf 77.

6. Nabi Syuaib
Sepuluh kali disebutkan, yg pertama di dalam surat Al A’raf 85.

7 Nabi Muhammad ‫ﷺ‬


Empat kali disebutkan, yang pertama di dalam surat Ali Imran 144.

Diantara beriman dengan para Rasul adalah:

1. Meyakini adanya kekhususan-kekhususan bagi Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dibandingkan dengan


nabi-nabi yang lain, diantaranya:

1. Beliau diutus untuk segenap manusia dan Jin.


Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
‫ُقْل َي ا َأُّيَه ا الَّن اُس ِإِّن ي َر ُسوُل ِهَّللا ِإَلْي ُك ْم َج ِميًع ا‬
[QS Al-A’raf 158]

“Katakanlah wahai Muhammad, ‘Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah Rasulullah untuk
kalian semuanya.’”

Dan Nabi ‫ ﷺ‬bersabda,

‫وكان النبي يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى الناس كافة‬

“Dan dahulu para Nabi diutus kepada kaumnya secara khusus dan diutus aku untuk manusia
semuanya.” [HR Bukhori]

Beliau ‫ ﷺ‬juga diutus kepada jin sebagaimana dalam kisah yang Allah sebutkan di dalam
surat Al Jin.

2. Allah telah menjadikan beliau sebagai Nabi yang terakhir.


Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ۗ َم ا َك اَن ُم َح َّم ٌد َأَب ا َأَح ٍد ِمْن ِر َج اِلُك ْم َو َٰل ِكْن َر ُسوَل ِهَّللا َو َخ اَت َم الَّن ِبِّييَن‬
[QS Al-Ahzab 40]

“Bukanlah Muhammad bapak salah seorang diantara laki-laki kalian akan tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup para Nabi.”

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,

‫ وِإَّن ه ال َن ِبي بعِدي‬، ‫ كَّلما هَلَك نبٌّي خَلَفُه َن ِبٌّي‬، ‫ كانْت بنو إسرائيَل تسوُسهُم األنبياُء‬،…

“Dahulu Bani Israel dipimpin oleh para Nabi, setiap kali meninggal seorang Nabi digantikan
Nabi yang lain dan sesungguhnya tidak ada Nabi setelahku.” [HR Al Bukhori dan Muslim]

Halaqah yang ke dua puluh empat dari Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Para Rasul
alaihimussalam adalah “Cara Beriman Kepada Para Rasul Bagian 22”.
Diantara cara beriman kepada para Rasul alaihimussalam adalah mengetahui beberapa
persamaan antara Nabi dan Rasul.
Mereka semua adalah manusia, laki-laki, dan merdeka.

Mereka manusia, maksudnya adalah bukan dari kalangan jin dan bukan dari kalangan malaikat.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َو َم ا َم َن َع الَّن اَس َأْن ُيْؤ ِم ُن وا ِإْذ َج اَء ُه ُم اْلُهَد ٰى ِإاَّل َأْن َقاُلوا َأَبَع َث ُهَّللا َب َش ًر ا َر ُسواًل‬
[QS Al-Isra’ 94]

”Dan tidaklah menghalangi manusia untuk beriman ketika datang kepada mereka petunjuk
kecuali ucapan mereka, apakah Allah mengutus seorang manusia sebagai seorang Rasul.”
Dan Allah mengatakan,

‫…َو َو َه ْب َن ا َلُه ِإْس َح اَق َو َي ْع ُقوَب َو َج َع ْلَن ا ِفي ُذ ِّر َّيِتِه الُّن ُبَّو َة َو اْلِك َت اَب‬
[QS Al-Ankabut 27]

”Dan Kami telah memberikan Ishaq dan juga Yakub kepada Ibrahim dan kami jadikan kenabian
dan kitab di dalam keturunannya.“

Di dalam ayat ini Allah Subhānahu wa Ta’āla mengabarkan bahwasanya kenabian ada pada
keturunan Nabi Ibrahim alaihissalam dan keturunan Nabi Ibrahim alaihissalam adalah dari
kalangan manusia bukan dari jin dan bukan dari malaikat.

Dan mereka (yaitu para Nabi dan Rasul) adalah dari kalangan laki-laki dan bukan dari kalangan
wanita.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫…ۗ َو َم ا َأْر َس ْلَن ا ِمْن َقْب ِلَك ِإاَّل ِر َج ااًل ُن وِحي ِإَلْي ِه ْم ِمْن َأْه ِل اْلُقَر ٰى‬
[QS Yusuf 109]

”Dan tidaklah kami mengutus sebelummu para Rasul kecuali mereka adalah laki-laki yang Kami
wahyukan kepada mereka diantara penduduk negeri.“

Dan mereka adalah orang-orang yang merdeka dan bukan budak karena perbudakan adalah sifat
yang tidak sesuai dengan kedudukan Nabi dan waktu seorang budak adalah sepenuhnya bagi
tuannya, maka kapan dia berdakwah dan menghadapi lawan-lawannya.

Adapun yang terjadi pada Nabi Yusuf alaihissalam ketika beliau menjadi budak bagi salah
seorang bangsawan di Mesir, maka asalnya Yusuf adalah orang yang merdeka, kemudian
saudara-saudaranyalah yang telah menipu daya beliau. Adapun sabda Rasulullãh ‫ ﷺ‬:
‫َم ا َبَع َث ُهَّللا َن ِبًّي ا ِإاَّل َر َع ى اْلَغ َن َم‬

“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali menggembala kambing.” [HR Al Bukhori]

Maka para Nabi tersebut bukan menggembala karena dia seorang budak akan tetapi
menggembala kambingnya sendiri atau menggembala kambing milik orang lain dengan dibayar,
sebagaimana Rasulullah ‫ ﷺ‬menggembala untuk penduduk Makkah. [HR Al Bukhori]

Dan Nabi Musa alaihissalam menggembala untuk seorang laki-laki yang shaleh dari Madyan.
Sebagaimana di dalam QS Al-Qashas 27 .

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.

Halaqah yang ke dua puluh lima dari Silsilah Ilmiyah Beriman Kepada para Rasul
alaihimussalam adalah tentang “Buah dari Beriman Kepada Para Rasul Alaihimussalam”.

Diantara buah beriman kepada Para Rasul Alaihimussalam:

1. Seseorang jadi mengetahui rahmat Allah dan perhatian Allah yang besar terhadap hamba-
hamba-Nya dengan cara mengutus para Rasul kepada mereka supaya memberikan petunjuk
kepada mereka dan menjelaskan kepada mereka tentang beribadah kepada Allah dan bagaimana
cara beribadah kepada Allah, karena akal manusia tidak bisa berdiri sendiri tanpa wahyu dari
Allah azza wajalla.

Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,

‫َلَقْد َمَّن ُهَّللا َع َلى اْلُمْؤ ِمِنيَن ِإْذ َبَع َث ِفيِه ْم َر ُسواًل ِمْن َأْنُفِس ِه ْم َي ْتُلو َع َلْي ِه ْم آَياِتِه َو ُيَز ِّك يِه ْم َو ُيَع ِّلُمُهُم اْلِك َت اَب َو اْلِحْك َم َة َو ِإْن َك اُنوا ِمْن َقْبُل‬
‫َلِفي َض اَل ٍل ُم ِبيٍن‬
[QS Ali ‘Imran 164]

“Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus diantara mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan atas
mereka ayat-ayat-Nya dan membersihkan jiwa mereka dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab
dan Hikmah.
Dan sungguh mereka sebelumnya berada di dalam kesesatan yang nyata.”

2. Bersyukur kepada Allah atas nikmat diutusnya para Rasul Alaihimussalam.


3. Mencintai para Rasul Alaihimussalam, menghormati mereka, memuji mereka sesuai dengan
kedudukan mereka, karena mereka adalah para utusan Allah, para hamba-hamba Allah yang
beribadah kepada Allah sekaligus menyampaikan risalah Allah dan menasihati para hamba
Allah.
Allah berfirman,

‫ِإَّن ا َأْر َس ْلَن اَك َش اِه ًد ا َو ُم َب ِّش ًر ا َو َن ِذيًر ا‬


‫ِلُتْؤ ِم ُنوا ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه َو ُتَع ِّز ُروُه َو ُتَو ِّقُروُه‬
[QS Al-Fath 8-9]

“Sesungguhnya kami telah mengutusmu sebagai seorang saksi, memberikan kabar gembira dan
memberikan peringatan, supaya kalian beriman kepada Allah dan juga Rasul-Nya dan supaya
kalian menolong dia dan menghormati dia.”

4. Mengetahui kekuasaan Allah dan bagaimana Allah memilih para Nabi dan Rasul.

5. Mengetahui bahwa beriman dengan mereka adalah sebab kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

6. Mengetahui bahwa berpegang teguh dengan apa yang dibawa oleh para Rasul Alaihimussalam
adalah sebab diangkatnya derajat seseorang di sisi Allah dan sebab diampuni dosanya.

Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah terakhir dari Silsilah Beriman Kepada Para Rasul
Alaihimussalam.

Kita berdoa kepada Allah azza wajalla semoga Allah Subhānahu wa Ta’āla menjadikan kita
termasuk orang-orang yang beriman dan meninggal dunia di atas keimanan dan sampai bertemu
kembali pada Silsilah Ilmiah berikutnya yaitu Silsilah Beriman dengan Takdir.

Anda mungkin juga menyukai