Anda di halaman 1dari 268

BAB I

KEDUDUKAN, FUNGSI
DAN
RAGAM BAHASA INDONESIA

I. SEJARAH BAHASA INDONESIA


Bahasa Indonesia awalnya berasal dari bahasa Melayu yang
mula-mula digunakan oleh penduduk di sekitar Selat Malaka.
Selat ini sangat strategis sehingga sering dilalui kapal yang
berlayar dari Asia Timur ke Asia Selatan atau sebaliknya.
Kapan penyebaran bahasa Melayu di Malaka belum diketahui
persisnya. Pada abad VII bahasa Melayu sudah digunakan di
kerajaan Sriwijaya yang terletak di dekat Selat Malaka.
Pada tahun 832 Masehi telah diketemukan prasasti di
Gandasuli, Magelang, Jawa Tengah oleh Dr. J.G. de Casparis.
Prasasti tersebut tidak menggunakan bahasa Jawa Kuno,

1 |B a h a s a Indonesia
melainkan bahasa yang mirip dengan bahasa dalam prasasti-
prasasti yang diketemukan di Sumatera. Prasasti yang
diketemukan di Sumatera antara lain di ketemukan di kota
Kapur, di Karang Berahi, di Kedukan Bukit, dan di Talang Tua.
Bahasa yang digunakan dalam prasasti tersebut lebih dekat
dengan bahasa Melayu.
Pada tahun 1380 M, ditemukan prasasti pada sebuah
batu nisan di daerah Aceh. Pada tahun 1522 Pigafetta, anak
buah Magelhaens berlayar mengelilingi dunia dan sampai di
kepulauan Maluku. Di sana dia mencatat daftar kata yang
digunakan oleh penduduk setempat untuk keperluan
komunikasi. Dan ternyata bahasa yang digunakan adalah
bahasa Melayu. Pada tahun 1631 Danckaerts juga menjumpai
bahwa kebanyakan sekolah di Maluku sudah menggunakan
bahasa Maluku sebagai bahasa pengantar.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan
Comissie voor de Volkslectuur yang diketuai oleh Dr. GAJ.
Hazeu. Komisi inilah yang kemudian diubah menjadi Balai
Pustaka (BP) pada tahun 1917.
Pada tahun 1926 Jong Java dan Jong Sumatera memilih
bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar untuk
memudahkan komunikasi antarsuku bangsa. Bahasa Melayu
digunakan dalam surat kabar, seperti Bianglala, Bintang
Timur, Kaum Muda, Neratja, dan lain-lain.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik
Indonesia (RI) yang tercantum dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Di dalam UUD
1945 tertulis bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia juga disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 pada bagian ketiga yang berbunyi “Kami Putra
dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa
Indonesia”.
2 |B a h a s a Indonesia
Kata Indonesia diciptakan oleh orang Inggris, George
Samuel Windsor Earl, dalam Journal of The Indian Arhipelago
and Eastern Asia, vol. IV bulan Februari 1850, halaman 17.
Dalam majalah itu disebutkan dua istilah, yaitu Indu-nesians
dan Melayunesians. Indu-nesians berasal dari bahasa Yunani
Indos (India) dan nesos (pulau, kepulauan) yang berarti
kepulauan India (Indian Arhipelago). Earl dalam tulisannya
lebih memilih kata Melayu-nesians untuk menunjukkan
bangsa-bangsa yang tinggal di pulau-pulau di Indonesia
karena kata Indu-nesians terlalu luas untuk penamaan
sebuah bangsa. Istilah Indu-nesians dipopulerkan lagi oleh
James Rihardson Logan, bangsa Inggris, untuk menunjukkan
pengertian Indonesia yang kita pakai sekarang ini
(Samsuri:15).

II. SEJARAH EJAAN


A. Ejaan Van Ophuijsen
Sebelum tahun 1900 setiap peneliti bahasa Indonesia
(bahasa melayu) membuat ejaan sendiri sehingga tidak
ada kesatuan dalam ejaan. Pada tahun 1900 itu juga Van
Ophuijsen mendapat perintah untuk menyusun ejaan
Melayu dengan mempergunakan aksara latin. Ia hanya
sekedar mempersatukan bermacam-macam sistem ejaan
bahasa yang sudah ada dengan bertolak dari sistem
bahasa Belanda sebagai landasan pokok. Pada tahun
1901 dengan bantuan Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma’moer da n Moehamad Tain Soetan Ibrahim ditetapkan
ejaan dalam bukunya Kitab Logat Melajoe yang terkenal
dengan nama Ejaan van Ophuijsen atau Ejaan Balai
Pustaka. Ejaan tersebut banyak mengalami perubahan
dari tahun ke tahun dan baru pad atahun 1926 mendapat
bentuk yang tetap.
3 |B a h a s a Indonesia
B. Ejaan Suwandi (Ejaan Republik)
Pada tanggal 19 Maret 1947 dikeluarkan penetapan baru
oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Keebudayaan
Suwandi (SK No. 264/Bhg. A/47) tentang perubahan
ejaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu ejaan itu terkenal
dengan istilah Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik.
Perubahan yang ditetapkan sesuai ketetapan tersebut
terdapat sedikit perubahan, misalnya :
1. Huruf ‘i’ berubah menjadi ‘ai, ontohnya mulai, disukai,
mengenai. Dalam ejaan Van Ophuijsen huruf ‘i’ pada
kata mulai, disukai, mengenai ditulis dengan memberi
titik duadi atas huruf ‘i’ tersebut.
2. Huruf ‘oe’ berubah menjadi ‘u’, ontohnya goeroe à
guru, berhoeboengàberhubung, oentoek à untuk.
3. Bunyi hamzah selalu ditulis dengan ‘k’ pada akhir
suku, misalnya tak, rakjat, tidak, makna (berlaku
sampai hari ini).
4. Ulangan boleh ditulis dengan angka dua (2) tetapi
harus diperhatikan bagaimana yang diulang itu,
misalnya buku-buku à buku2, sekali-sekali à sekali2.
5. Kata-kata baru bahasa Indonesia tidak usah mendapat
pepet, misalnya praktek à peraktik (salah, sekarang:
praktik), administrasi à administerasi (salah).
Dari keputusan perubahan tersebut, preposisi ‘di’ pada
‘diatas’ tidak dipisahkan. Di samping itu, bunyi ‘oe’ tidak
semuanya diganti dengan ‘u’.

C. Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia)


Pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan
Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan
bersama yang kemudian dikenal dengan Ejaan Melindo
4 |B a h a s a Indonesia
(Melayu – Indonesia). Namun konsep ini tidak
diumumkan dan dijadikan aturan bersama. Hal ini terjadi
mengingat situasi politik antar kedua negara Indonesia-
Malaysia yang saat itu sedang memanas.

D. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)


Pada tahun 1966 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Sarino Mangunpranoto membentuk Panitia Ejaan Bahasa
Indonesia yang bertugas menyusun konsep baru untuk
menyempurnakan ejaan terdahulu. Berdasarkan
keputusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan
baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972,
yakni Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Perubahan
penting dalam EYD antara lain:

Ejaan Suwandi EYD


dj àdjadjan j àjajan
j à sajang y à sayang
nj à monet ny à monyet
sj à masjarakat sy à masyarakat
tj à tjara c à cara
ch à achir kh à akhir
y à panitya i à panitia

Kedua gabungan huruf di atas sebenarnya tidak terdapat


dalam ejaan lama. Di samping itu, diresmikan juga huruf-
huruf berikut :
F : Fasih
U : Unit
Z : Zaman
Q : Quran

5 |B a h a s a Indonesia
X : Xerox

Ejaan van Ophujsen dan Ejaan Suwandi (Republik) hanya


menerapkan satu sistem ejaan, yakni sistem ejaan.
Berbeda dengan EYD yang menerapkan dua sistem ejaan,
yakni (1) ejaan fonemik sebagai basis EYD dan (2) ejaan
etimologi. Dengan perkataan lain, EYD adalah dwi
tunggal ejaan yang merupakan hasil pembakuan dalam
bidang ejaan karena bahasa Indonesia berstatus bahasa
negara atauy kebangsaan (Iskar, 2004).

III. KONSEP DASAR KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA


Istilah kedudukan dan fungsi tentunya sering kita dengar,
bahkan pernah kita pakai. Misalnya dalam kalimat
“Bagaimana kedudukan dia sekarang?”, “Apa fungsi baut
yang Saudara pasang pada mesin ini?”, dan sebagainya.
Kalau kita pernah memakai kedua istilah itu tentunya secara
tersirat kita sudah mengerti maknanya. Hal ini terbukti
bahwa kita tidak pernah salah pakai menggunakan kedua
istilah itu. Kalau demikian halnya, apa sebenarnya
pengertian kedudukan dan fungsi bahasa? Samakah dengan
pengertian yang pernah kita pakai?
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual
manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah
fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status
dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan
kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-
nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu
mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai
manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena
kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’

6 |B a h a s a Indonesia
secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan
dan fungsi tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai oleh
pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan
secara eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan
mempengaruhi masa depan bahasa yang bersangkutan.
Pemakainya akan menyikapinya secara jelas terhadapnya.
Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan
‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi bahasa
(dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan
pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya.
Mereka tidak akan memakai secara sembarangan. Mereka
bisa mengetahui kapan dan dalam situasi apa bahasa yang
satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula bahasa
yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan
bahasa (-bahasa) itu akan menjadi terarah. Pemakainya
akan berusaha mempertahankan kedudukan dan fungsi
bahasa yang telah disepakatinya dengan, antara lain,
menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang ‘masuk’ ke
dalamnya. Unsur-unsur yang dianggap menguntungkannya
akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang dianggap
merugikannya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu adanya aturan
untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang
mempengaruhinya layak diterima, dan kapan seharusnya
ditolak. Semuanya itu dituangkan dalam bentuk
kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara
kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan
ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi
pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
7 |B a h a s a Indonesia
Jika melihat dari kedudukannya, Bahasa Indonesia
merupakan status relatif bahasa Indonesia sebagai lambang
nilai budaya Indonesia yang dirumuskan atas dasar nilai
sosial Indonesia.
Bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa negara
dalam UUD 1945 Bab XV Pasal 36. Bahasa Indonesia memiliki
dua kedudukan, yaitu (1) sebagai bahasa nasional dan (2)
sebagai bahasa negara.

A. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa


Nasional
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa
Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan
anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan.
Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan
sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini,
silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan
Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum
kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti
prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit
Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh,
sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-
pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang
konsepa aslinya berbunyi:
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
mendjoendjoeng bahasa persatoean,
8 |B a h a s a Indonesia
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi
perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga.
Butir ketiga itulah yang dianggap sesuati yang luar biasa.
Dikatakan demikian, sebab negara-negara lain,
khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk
membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan
yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda
kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun,
sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang
sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada
mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya
Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua
franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi
sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi
yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak
merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu,
mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak
mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar
suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai
bahasa daerah tersendiri.
Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai
lingua franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi
bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi
kedaerahan dan tetap berkembang. Kesadaran
masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-
pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di
atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal
27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28
Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem,
9 |B a h a s a Indonesia
maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama.
Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya.
Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa
Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu.
Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa
bahsa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa
Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa
semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
25-28 Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa
dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan
nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-
beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4)
alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa
Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur
bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang
dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga
dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus
mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita
terhadap bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa
ada rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus
bngga memakainya dengan memelihara dan
mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa
Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini
beratri, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui
siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai
bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu,
10 |B a h a s a Indonesia
maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri
kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan
sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran
bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan
masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial
budaya dan berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan
bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang
sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia
merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak
merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh
masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan
bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas
suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing.
Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan
tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah
diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa
Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering
kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Bayangkan saja apabila kita ingin berkomunikasi dengan
seseorang yang berasal dari suku lain yang berlatar
belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi?
Bagaimana cara kita seandainya kita tersesat jalan di
daerah yang masyarakatnya tidak mengenal bahasa
Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat
menanggulangi semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia
kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek
kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan
strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik,
11 |B a h a s a Indonesia
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan
(disingkat: ipoleksosbudhankam) mudah diinformasikan
kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi
antarkita meningkat berarti akan mempercepat
peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita
meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat
tercapai.

B. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa


Resmi Negara
Sebagaimana kedudukannya sebagai bhasa nasional,
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun
mengalami perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini
terbukti pada uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai
sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti
sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang
tidak langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian,
sebab pada waktu itu bahasa Melayu masih juga
digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang
berbeda.
Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi
kedua oleh pemerintah jajahan Hindia Belanda,
sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi
pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang
mendambakan persatuan Indonesia dan yang
menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah,
pada saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang
sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan
jiwa nasional.

12 |B a h a s a Indonesia
Secara terperinci perbedaan lapangan atau ranah
pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada
perbandingan berikut ini.
Bahasa Melayu: Bahasa Indonesia:
a. Bahasa resmi kedua di a. Bahasa yang digunakan
samping bahasa Belanda, dalam gerakan
terutama untuk tingkat kebangsaan untuk
yang dianggap rendah. mencapai kemerdekaan
Indonesia.
b. Bahasa yang diajarkan di b. Bahasa yang digunakan
sekolah-sekolah yang dalam penerbitan-
didirikan atau menurut penerbitan yang bertuju-
sistem pemerintah Hindia an untuk mewujudkan
Belanda. cita-cita perjuangan
c. Penerbitan-penerbitan yang kemerdekaan Indonesia
dikelola oleh jawatan baik berupa:
pemerintah Hindia 1) bahasa pers,
Belanda. 2) bahasa dalam hasil
sastra.
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun 1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat
pulalah bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu
dinyatakan dalam Uud 1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan
bahasa sebagai bahasa negara bukanlah pekerjaan yang
mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan
tidak stabilnya suatu negara.
Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita
Malaysia, Singapura, Filipina, dan India, masih tetap
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi di
negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat

13 |B a h a s a Indonesia
tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai
bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan
pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila
(1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian
besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa
tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3)
bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara
itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura,
Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas,
terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual
yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan
bahasa daerahnya sebagai bahasa negara.
Mereka saling menolak untuk menerima bahasa
daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak
demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketig faktor di
atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928.
Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia
sudah menjalankan tugasnya sebagai bahasa nasional,
bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian,
hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita
tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut
bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal
25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
befungsi sebagai
1) bahasa resmi kenegaraan,
2)bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga
pendidikan,

14 |B a h a s a Indonesia
3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat
nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
4) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi
modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan, sebab
minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri
penanda bahwa suatu bahasa dapat dikatakan
berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah
digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah
proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu
dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara,
peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk
lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan
surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa
Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau
dalam rangka menuanaikan tugas pemerintahan
diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.
Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap
presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa
Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau
mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah.
Bagaimana dengan kita?
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai
sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga
15 |B a h a s a Indonesia
pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai
bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa
pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan.
Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga
pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag
berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau
menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan,
sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa
Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang
bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang
sejajar dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada
tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa
Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan
pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada
masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan
penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan
peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang
disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh
orang kedua (baca: masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan
kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa
Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional
yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat
Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin
16 |B a h a s a Indonesia
dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh
masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa
Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan
menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan
bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam
penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar
jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu
dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-
buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media
cetak lain, hendaknya menggunakn bahasa Indonesia.
Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik
dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat
lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan
tinggi.

C. Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional


dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi Negara
1. Perbedaan dari Segi Ujudnya
Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri
Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi
Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Usaha
wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya,
tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang
semacam ini.
“Sodara-sodara! Ini hari adalah hari yang bersejarah.
Sampeyan tentunya udah tau, bukan? Kalau kagak tau
yang kebacut, gitu aja”.
Kalimat yang semacam itu juga tidak pernah kita
jumpai pada waktu kita membaca surat-surat dinas,
dokumen-dokumen resmi, dan peraturan-peraturan
pemerintah.

17 |B a h a s a Indonesia
Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan
seseorang yang berasal dari daerah atau suku yang
berbeda, pernahkah kita memakai kata-kata seperti
‘kepingin’, ‘paling banter’, ‘kesusu’ dan ‘mblayu’?
Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan
komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata
yang tidak akan dimengerti oleh lawan bicara kita
sebagaimana contoh di atas. Kita juga tidak akan
menggunakan struktur-struktur kalimat yang
membuat mereka kurang memahami maksudnya.
Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada
perbedaan ujud antara bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi sebagaimana yang kita dengar
dan kita baca pada contoh di atas, dan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang
pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan
seeorang lain daerah atau lain suku? Perbedaan secara
khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata
dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan
pembicaraannya berbeda. Dalam lapangan politik
diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan
kosakata yang diperlukan dalam lapangan
administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi,
sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum
terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa
yang berciri baku.
Dalam lapangan dan situasi di atas tidak
pernah digunakan, misalnya, struktur kata ‘kasih tahu’
(untuk memberitahukan), ‘bikin bersih’ (untuk
membersihkan), ‘dia orang’ (untuk mereka), ‘dia
punya harga’ (untuk harganya), dan kata ‘situ’ (untuk
Saudara, Anda, dan sebagainya), ‘kenapa’ (untuk
18 |B a h a s a Indonesia
mengapa), ‘bilang’ (untuk mengatakan), ‘nggak’
(untuk tidak), ‘gini’ (untuk begini), dan kata-kata lain
yang dianggap kurang atau tidak baku.

2. Perbedaan dari Proses Terbentuknya


Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses
terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa
Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional,
sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian di atas.
Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah
hal berikut.
Sudah kita pahami pada uraian terdahulu
bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas
berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa
Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar
bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk
untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan
“Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-benar
diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk
mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang
menunjangnya.
Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah
pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut
bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan
kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka
ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

19 |B a h a s a Indonesia
Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara/resmi
dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu
sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya
ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai
oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu,
pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh
pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa,
sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa
negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang
sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu
menerimanya dengan suara bulat.
Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme
kedudukan bahasa Indonesia tersebut
dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang
berbeda.

3. Perbedaan dari Segi Fungsinya


Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita
mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali
dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah
pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap
pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita
ketahui.
Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan
sehubungan dengn tanggung jawab kita terhadp
pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita
menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
20 |B a h a s a Indonesia
tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita
berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban
moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng
membedakan tanggung jawab kita terhadap
pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun
sebagai bahasa negara/resmi.
Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi
dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya,
karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di
wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu,
apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap
di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia,
dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk
menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi
tersebut.
Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun
Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga
negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat
sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada
saat dia memberikan penataran kepada anggotnyan
berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa
Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa
Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua
pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara
Indonesia ataukah tidak.
Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai penghubung antarsuku, karena dia berbangsa
Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia;
sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai warga
21 |B a h a s a Indonesia
negara Indonesia yang menjalankan tugas-tugas
‘pembangunan’ Indonesia.

4. Ragam Bahasa
Berdasarkan tempat atau daerahnya, bahasa
Indonesia terdiri dari dialek, anatara lain dialek
Jakarta, dialek Jawa, dialek Medan, dialek Manado,
dialek Bali dan lain-lain. Berdasarkan penuturnya
didapati ragam bahasa golongan cendekiawan dan
ragam bahasa golongan bukan cendekiawan .
berdasarkan sarananya didapati ragam bahasa lisan
dan ragam bahasa tulis.
Berdasarkan bidang penggunaannyadidapati
ragam bahasa bahasa ilmu, ragam bahasa sastra,
ragam bahasa surat kabar, ragam bahasa undang-
undang, dan lain-lain. Berdasarkan suasana
penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan
menjadi dua ragam, yaitu ragam bahasa resmi dan
ragam bahasa nonresmi (bahasa santai). Untuk lebih
jelasnya di bawah ini digambarkan ragam bahasa
Indonesia (Ramlan, 1990:6)
Dialek Jakarta
Dialek Jawa
Tempat Dialek Bali
Dialek Manado, dll.
Golongan cendekiawan
Penutur Golongan
noncendekiawan
Sarana Ragam lisan
Bahasa Ragam tulisan, dll
Indoneia Ragam ilmu
Bidang Ragam sastra
penggunaan Ragamm surat kabar
22 |B a h a s a Indonesia
Ragam undang-undang,
dll
Suasana Ragam resmi
penggunaan Ragam santai

Dari uraian di atas jelaslah bahwa penyebutan


bahasa Indonesia ragam ilmu itu berdasarkan bidang
penggunaan bahasa. Jika dilihat dari segi
penuturnya, ragam bahasa ilmu termasuk ragam
bahasa golongan cendekiawan. Jika dilihat dari
sarananya, ragama bahasa ilmu mungkin termasuk
bahasa lisan dan mungkin juga termasuk dalam
ragam tulis. Bila dilihat dari segi daerah atau tempat
penggunaannya, jelas bahwa ragam bahasa ilmu
tidak termasuk dalam suatu dialek karena ragam
bahasa ini digunakan oleh seluruh cerdik pandai dari
seluruh pelosok tanah air.

23 |B a h a s a Indonesia
BAB II
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
(EYD)

Pada bab ini, Anda akan kembali diajak untuk mereview atau
mempelajari materi ejaan yang disempurnakan (EYD). EYD yang
menjadi acuan pada buku ini adalah salinan lengkap dari
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009
Tanggal 31 Juli 2009. Artinya bahwa EYD yang akan Anda
pelajari adalah edisi terakhir dari beberapa tahapan revisi
sebelumnya. Terlepas dari sejauh mana Anda mampu memahami
EYD, yang jelas bab ini akan banyak membantu Anda dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia, baik dalam hal membaca
maupun menulis.

I. PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri
atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di
kolom ketiga.

Huruf Nama Huruf Nama


Kapital Kecil Kapital Kecil

24 |B a h a s a Indonesia
A a a N n en
B b be O o o
C c ce P p pe
D d de Q q ki
E e e R r er
F f ef S s es
G g ge T t te
H h ha U u u
I i i V v ve
J j je W w we
K k ka X x eks
L l el Y y ye
M m em Z z zet

B. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia
terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf
Posisi
Vokal Posisi Awal Posisi Akhir
Tengah
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
Keterangan:

25 |B a h a s a Indonesia
Untuk keperluan pelafalan kata yang benar, tanda aksen
(') dapat digunakan jika ejaan kata menimbulkan
keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras Bank Indonesia
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.
Di mana kécap itu dibuat?
Coba kecap dulu makanan itu.

C. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa
Indonesia terdiri atas huruf huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p,
q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Contoh Pemakaian dalam Kata


Huruf
Posisi
Konsonan Posisi Awal Posisi Akhir
Tengah
b bahasa sebut adab
c cakap kaca -
d dua a da Abad
f fakir kafan maaf
g guna tiga gudeg
h hari saham tuah
j jalan manja mikraj
k kami paksa politik
- rakyat* bapak*
l lekas alas akal
m maka kami diam
n nama tanah daun
p pasang apa siap
26 |B a h a s a I n d o n e s i a
q** Quran status quo Taufiq
r raih bara putar
s sampai asli tangkas
t tali mata rapat
v varia lava -
w wanita hawa -
x** xerox - sinar-x
y yakin payung -
z zeni lazim juz
Keterangan:
Huruf k melambangkan bunyi hamzah.
Huruf q dan x khusus dipakai untuk nama diri (seperti
Taufiq dan Xerox) dan keperluan ilmu (seperti status quo
dan sinar x).

D. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang
dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Posisi
Diftong Posisi Awal Posisi Akhir
Tengah
ai ain malaikat pandai
au aula saudara harimau
oi - boikot amboi

E. Gabungan Huruf Konsonan


Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Posisi
Posisi Awal Posisi Akhir
Konsonan Tengah

27 |B a h a s a Indonesia
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata banyak -
sy syarat isyarat arasy
Catatan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain
ditulis sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus.

F. Huruf Kapital
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf
pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung.
Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Orang itu menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata
dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab
suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
Islam, Kristen, Hindu, Quran, Alkitab, Weda, Allah,
Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau
beri rahmat.
28 |B a h a s a I n d o n e s i a
4.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar
kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti
nama orang. Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak
diikuti nama orang.
Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini dia pergi naik haji.
Ilmunya belum seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti
kiai.

5.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama


jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau
nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama
orang tertentu.
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Jawa Tengah
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk
lengkapnya.
29 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu dipimpin Presiden.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu sudah direncanakan oleh Departemen.
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama
orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Misalnya:
Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap departemen terdapat seorang inspektur
jenderal.
6.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur
unsur nama orang.
Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika, Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah, Ampere
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
seperti pada de, van, dan der (dalam nama Belanda),
von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama
Portugal).
Misalnya:
J.J de Hollander, J.P. van Bruggen, H. van der Giessen
Otto von Bismarck, Vasco da Gama
c. Dalam nama orang tertentu, huruf kapital tidak dipakai
untuk menuliskan huruf pertama kata bin atau binti.
Misalnya:
Abdul Rahman bin Zaini, Ibrahim bin Adham
Siti Fatimah binti Salim, Zaitun binti Zainal

30 |B a h a s a Indonesia
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan
nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau
satuan ukuran.
Misalnya:
pascal second à Pas
J/K atau JK-1 ,à joule per Kelvin
N à Newton
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan
ukuran.
Misalnya:
mesin diesel, 10 volt, 5 ampere
7.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
bangsa Eskimo, suku Sunda, bahasa Indonesia
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk
dasar kata turunan.
Misalnya:
pengindonesiaan kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
8.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun,
bulan, hari, dan hari raya.
Misalnya:
tahun Hijriah , bulan Agustus
hari Jumat, hari Lebaran
tarikh Masehi, bulan Maulid
hari Galungan, hari Natal
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama peristiwa sejarah.
31 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama
peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan
bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang
dunia.
9.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama diri geografi.
Misalnya:
Banyuwangi Cirebon Eropa Asia Tenggara Amerika
Serikat Jawa Barat
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur unsur
nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
Misalnya:
Bukit Barisan Dataran Tinggi Dieng Jalan Diponegoro
Ngarai Sianok Selat Lombok Sungai Musi Teluk Benggala
Danau Toba Gunung Semeru Jazirah Arab Lembah Baliem
Pegunungan Jayawijaya Terusan Suez Tanjung Harapan
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri
atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya
menggambarkan kekhasan budaya.
Misalnya:
ukiran Jepara tari Melayu asinan Bogor pempek
Palembang sarung Mandar sate Mak Ajad
d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur
geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
Misalnya:
32 |B a h a s a Indonesia
berlayar ke teluk menyeberangi selat mandi di sungai
berenang di danau
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama
diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Misalnya:
nangka belanda kunci inggris
petai cina
pisang ambon
10.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur
nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,
kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
Misalnya:
Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57
Tahun 1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata
yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
Misalnya:
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah republik
menurut undang-undang yang berlaku
Catatan:
Jika yang dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga
resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan dokumen
resmi pemerintah dari negara tertentu, misalnya

33 |B a h a s a Indonesia
Indonesia, huruf awal kata itu ditulis dengan huruf
kapital.
Misalnya:
Pemberian gaji bulan ke 13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur
bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama
lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen
resmi, dan judul karangan.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata
(termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam
judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali
kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang
tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke
Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur
singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang
digunakan dengan nama diri.
Misalnya:
Dr. doktor S.H. sarjana hukum S.Kp. sarjana keperawatan

34 |B a h a s a Indonesia
S.E. sarjana ekonomi S.S. sarjana sastra M.A. master of
arts
M.Hum. magister humaniora Prof. Profesor K.H. kiai haji
Tn.Tuan Ny. nyonya Sdr.saudara
Catatan:
Gelar akademik dan sebutan lulusan perguruan tinggi,
termasuk singkatannya, diatur secara khusus dalam
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 036/U/1993.
14.a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,
saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan dalam
penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Besok Paman akan datang.
Surat Saudara sudah saya terima.
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
"Silakan duduk, Dik!" kata orang itu.
b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata
penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan
dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda
yang digunakan dalam penyapaan.
Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda telah kami terima dengan baik.
35 |B a h a s a Indonesia
16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata,
seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului
oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang
berkaitan dengan pernyataan lengkap itu. (Lihat contoh
pada I B, I C, I E, dan II F15).

G. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan
nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
tulisan.

Misalnya:
Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama
karangan Prapanca.
Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
Berita itu muncul dalam surat kabar Suara Merdeka.
Catatan:
Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan
dan dirujuk dalam tulisan tidak ditulis dengan huruf
miring, tetapi diapit dengan tanda petik.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, melainkan ditipu.
Bab ini tidak membicarakan pemakaian huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan
berlepas tangan.
3.a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan
kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
36 |B a h a s a Indonesia
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Orang tua harus bersikap tut wuri handayani terhadap
anak.
Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan dunia'.
b. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata
Indonesia.
Misalnya:
Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang
akan dicetak miring digarisbawahi.

H. Huruf Tebal
1. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan
judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar
lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran.
Misalnya:
Judul : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
: BAB I PENDAHULUAN
Bab : 1.1 Latar Belakang Masalah
Bagian bab 1.2 Tujuan

Daftar, indeks, dan lampiran


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR
LAMBANG DAFTAR PUSTAKA
INDEKS
LAMPIRAN

2. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk


menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata,

37 |B a h a s a Indonesia
kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan
huruf miring.
Misalnya:
Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu.
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
Seharusnya ditulis dengan huruf miring:
Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
Saya tidak mengambil bukumu.
Gabungan kata kerja sama ditulis terpisah.
3. Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk
menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan
lambang bilangan yang menyatakan polisemi.
Misalnya:
kalah v 1 tidak menang ...; 2 kehilangan atau merugi ...; 3
tidak lulus ...; 4 tidak menyamai
mengalah v mengaku kalah
mengalahkan v 1 menjadikan kalah ...; 2 menaklukkan ...;
3 menganggap kalah ...
terkalahkan v dapat dikalahkan ...
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau
kata yang akan dicetak dengan huruf tebal diberi garis
bawah ganda.

II. PENULISAN KATA


A. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu
kesatuan.
Misalnya:
Buku itu sangat menarik.
Ibu sangat mengharapkan keberhasilanmu.
38 |B a h a s a Indonesia
Kantor pajak penuh sesak.
Dia bertemu dengan kawannya di kantor pos.

B. Kata Turunan
1.a Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan bentuk dasarnya.
Misalnya:
Berjalan, dipermainkan, gemetar
Kemauan, lukisan, menengok, petani
b. Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika
ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar
yang bukan bahasa Indonesia.
Misalnya:
mem-PHK-kan, di-PTUN-kan, di-upgrade, me-recall
2. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E,
Butir 5.)
Misalnya:
bertepuk tangan, garis bawahi
menganak sungai, sebar luaskan
3. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata
mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur
gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E,
Butir 5.)
Misalnya:
Dilipatgandakan, menggarisbawahi,
Menyebarluaskan, penghancurleburan,
pertanggungjawaban

39 |B a h a s a Indonesia
4. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai
dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis
serangkai.
Misalnya:
Adipati dwiwarna paripurna
aerodinamika ekawarna poligami
antarkota ekstrakurikuler pramuniaga
antibiotik infrastruktur prasangka
anumerta inkonvensional purnawirawan
audiogram kosponsor saptakrida
awahama mahasiswa semiprofesional
bikarbonat mancanegara Subseksi
biokimia monoteisme Swadaya
caturtunggal multilateral Telepon
dasawarsa narapidana Transmigrasi
dekameter nonkolaborasi Tritunggal
demoralisasi pascasarjana Ultramodern
Catatan:
(1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf
awalnya huruf kapital, tanda hubung (-) digunakan
di antara kedua unsur itu.
Misalnya:
non-Indonesia, pan-Afrikanisme, pro-Barat
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan merujuk
kepada Tuhan yang diikuti oeh kata berimbuhan,
gabungan itu ditulis terpisah dan unsur unsurnya
dimulai dengan huruf kapital.

Misalnya:
Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Pengasih.
40 |B a h a s a Indonesia
Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha
Pengampun.
(3) Jika kata maha, sebagai unsur gabungan, merujuk
kepada Tuhan dan diikuti oleh kata dasar, kecuali
kata esa, gabungan itu ditulis serangkai.
Misalnya:
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup
kita.
Mudah mudahan Tuhan Yang Maha Esa
melindungi kita.
(4) Bentuk bentuk terikat dari bahasa asing yang
diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti pro,
kontra, dan anti, dapat digunakan sebagai bentuk
dasar.
Misalnya:
Sikap masyarakat yang pro lebih banyak daripada
yang kontra.
Mereka memperlihatkan sikap anti terhadap
kejahatan.
5. Kata tak sebagai unsur gabungan dalam peristilahan
ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang
mengikutinya, tetapi ditulis terpisah jika diikuti oleh
bentuk berimbuhan.
Misalnya:
taklaik terbang, taktembus cahaya
tak bersuara, tak terpisahkan

C. Bentuk Ulang
1. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda
hubung di antara unsur-unsurnya.
Misalnya:

41 |B a h a s a Indonesia
anak-anak mata-mata
berjalan-jalan menulis-nulis
biri-biri mondar-mandir
buku-buku ramah-tamah
hati-hati sayur-mayur
kuda-kuda serba-serbi
kupu-kupu terus-menerus
lauk-pauk tukar-menukar
Catatan:
(1) Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan
mengulang unsur pertama saja.
Misalnya:
surat kabar → surat-surat kabar
kapal barang → kapal-kapal barang
rak buku → rak-rak buku
(2) Bentuk ulang gabungan kata yang unsur keduanya
adjektiva ditulis dengan mengulang unsur pertama
atau unsur keduanya dengan makna yang berbeda.
Misalnya:
orang besar → orang-orang besar
orang besar-besar
gedung tinggi → gedung-gedung tinggi
gedung tinggi-tinggi
2. Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk
ulang.
Misalnya:
kekanak-kanakan, perundang-undangan,
melambai-lambaikan, dibesar-besarkan,
memata-matai
(Lihat keinggris-inggrisan Bab I, Huruf F, Butir 7.)
42 |B a h a s a I n d o n e s i a
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang
untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan
catatan rapat atau kuliah.

Misalnya:
Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang2
baru.
Kami mengundang orang2 yang berminat saja.
Mereka me-lihat2 pameran.
Yang ditampilkan dalam pameran itu adalah buku2
terbitan Jakarta.
Bajunya ke-merah2-an

D. Gabungan Kata
1. Unsur unsur gabungan kata yang lazim disebut kata
majemuk ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar model linear
kambing hitam orang tua
simpang empat persegi panjang
mata pelajaran rumah sakit umum
meja tulis kereta api cepat luar biasa
2. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan
pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda
hubung di antara unsur unsurnya untuk menegaskan
pertalian unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
anak-istri Ali anak istri-Ali
ibu-bapak kami ibu bapak-kami
buku-sejarah baru buku sejarah-baru
43 |B a h a s a Indonesia
3. Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis
serangkai.
Misalnya:
acapkali darmasiswa puspawarna
adakalanya darmawisata radioaktif
akhirulkalam dukacita saptamarga
alhamdulillah halalbihalal saputangan
Apalagi hulubalang saripati
astagfirullah kacamata sebagaimana
bagaimana kasatmata sediakala
barangkali kepada segitiga
Beasiswa kilometer sekalipun
belasungkawa manakala sukacita
Bilamana manasuka sukarela
Bismillah matahari sukaria
bumiputra padahal syahbandar
daripada peribahasa waralaba
darmabakti perilaku wiraswata

E. Suku Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai
berikut.
a. Jika di tengah kata ada huruf vokal yang berurutan,
pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf
vokal itu.
Misalnya:
bu-ah, ma-in, ni-at, sa-at
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal.
Misalnya:
pan-dai, au-la, sau-da-ra, am-boi

44 |B a h a s a Indonesia
c. Jika di tengah kata dasar ada huruf konsonan
(termasuk gabungan huruf konsonan) di antara
dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan
sebelum huruf konsonan itu.
Misalnya:
ba-pak, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir,
mu-sya-wa-rah
d. Jika di tengah kata dasar ada dua huruf konsonan
yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di
antara kedua huruf konsonan itu.
Misalnya:
Ap-ril, cap-lok, makh-luk, man-di, sang-gup, som-
bong, swas-ta
e. Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf konsonan
atau lebih yang masing-masing melambangkan satu
bunyi, pemenggalannya dilakukan di antara huruf
konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
Misalnya:
ul-tra, in-fra, ben-trok, in-stru-men
Catatan:
(1) Gabungan huruf konsonan yang
melambangkan satu bunyi tidak dipenggal.
Misalnya:
bang-krut, bang-sa, ba-nyak, ikh-las, kong-res,
makh-luk, masy-hur, sang-gup.
(2) Pemenggalan kata tidak boleh menyebabkan
munculnya satu huruf (vokal) di awal atau
akhir baris.
Misalnnya :
itu → i-tu

45 |B a h a s a Indonesia
setia → se-ti-a

2. Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau


partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan
imbuhan atau partikel itu.
Misalnya:
ber-jalan, mem-bantu, di-ambil, ter-bawa, per-buat,
makan-an, letak-kan, me-rasa-kan, pergi-lah, apa-kah,
per-buat-an, ke-kuat-an
Catatan:
(1) Pemenggalan kata berimbuhan yang bentuk
dasarnya mengalami perubahan dilakukan seperti
pada kata dasar.
Misalnya:
me-nu-tup, me-ma-kai, me-nya-pu, me-nge-cat,
pe-no-long, pe-mi-kir, pe-nga-rang, pe-nye-but,
pe-nge-tik
(2) Akhiran -i tidak dipisahkan pada pergantian baris.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
III, Huruf E, Butir 2.)
(3) Pemenggalan kata bersisipan dilakukan seperti
pada kata dasar.
Misalnya:
ge-lem-bung, ge-mu-ruh, ge-ri-gi, si-nam-bung,
te-lunjuk
(4) Pemenggalan tidak dilakukan pada suku kata
yang terdiri atas satu vokal.
Misalnya:
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah
disampaikan ....
Walaupun cuma cuma, mereka tidak mau ambil
makanan itu.
46 |B a h a s a I n d o n e s i a
3. Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan
salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan
unsur lain, pemenggalannya dilakukan di antara
unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu
dipenggal seperti pada kata dasar. (Lihat juga
keterangan tentang tanda hubung, Bab III, Huruf E,
Butir 2.)
Misalnya:
bio-grafi bi-o-gra-fi
bio-data bi-o-da-ta
foto-grafi fo-to-gra-fi
foto-kopi fo-to-ko-pi
intro-speksi in-tro-spek-si
intro-jeksi in-tro-jek-si
kilo-gram ki-lo-gram
kilo-meter ki-lo-me-ter
pasca-panen pas-ca-pa-nen
pasca-sarjana pas-ca-sar-ja-na

4. Nama orang, badan hukum, atau nama diri lain yang


terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir
baris di antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah).
Unsur nama yang berupa singkatan tidak dipisahkan.

F. Kata Depan
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang
mengikutinya, kecuali di dalam
gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata,
seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab II, Huruf D, Butir
3.)

47 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
Bermalam sajalah di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan bekerja di dalam gedung.
Dia berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan.
Mari kita berangkat ke kantor.
Saya pergi ke sana kemari mencarinya.
Ia datang dari Surabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari mana dia berasal.
Cincin itu terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang dicetak miring di dalam kalimat seperti di
bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada saya.
Dia masuk, lalu keluar lagi.
Bawa kemari gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.

G. Partikel
1. Partikel lah, kah, dan tah ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang tersirat dalam surat itu?
Siapakah gerangan dia?
Apatah gunanya bersedih hati?
2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang
mendahuluinya.
48 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya
dengan bijaksana.
Hendak pulang tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah
datang ke rumahku.
Jika Ayah membaca di teras, Adik pun membaca di
tempat itu.
Catatan:
Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki laki maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat
dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.
3. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu Rp50.000,00 per helai.
Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
Catatan:
Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan
huruf dituliskan serangkai dengan kata yang
mengikutinya. (Lihat Bab II, Huruf I, Butir 7.)

H. Singkatan dan Akronim


1. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu
huruf atau lebih.
49 |B a h a s a Indonesia
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau
pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap
singkatan itu.
Misalnya:
A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
H. Hamid Haji Hamid
Suman Hs. Suman Hasibuan
W.R. Supratman Wage Rudolf Supratman
M.B.A. master of business administration
M.Hum. magister humaniora
M.Si. magister sains
S.E. sarjana ekonomi
S.Sos sarjana sosial
S.Kom sarjana komunikasi
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
Bpk. bapak
Sdr. saudara
Kol. kolonel

b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan


ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama
dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal
kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik.
Misalnya:
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
PBB Perserikatan Bangsa Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia

50 |B a h a s a Indonesia
PT perseroan terbatas
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk

c.1) Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti


dengan tanda titik.
Misalnya:
jml. jumlah
kpd. kepada
tgl. tanggal
hlm. halaman
yg. yang
dl. dalam
No. nomor
2) Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf
diakhiri dengan tanda titik.
Misalnya:
dll. dan lain lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan atas
ybs. yang bersangkutan
Yth. Yang terhormat
Catatan:
Singkatan itu dapat digunakan untuk keperluan khusus,
seperti dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
d. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim
digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti
oleh tanda titik.

51 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian

e. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran,


timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan
titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kg kilogram
kVA kilovolt ampere
l liter
Rp rupiah
TNT trinitrotoluene

2. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang


diperlakukan sebagai sebuah kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal
unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf
kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
SIM surat izin mengemudi
52 |B a h a s a Indonesia
b. Akronim nama diri yang berupa singkatan dari
beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional
Iwapi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia
Kowani Kongres Wanita Indonesia
c. Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari
dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
pemilu pemilihan umum
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
radar radio detecting and ranging
Catatan:
Jika pembentukan akronim dianggap perlu,
hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut.
(1)Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah
suku kata yang lazim pada kata Indonesia (tidak
lebih dari tiga suku kata).
(2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan
keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang
sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang
lazim agar mudah diucapkan dan diingat.

53 |B a h a s a Indonesia
I. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka
dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam
tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab : 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C
(100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
1. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu
atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan
itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau
paparan.
Misalnya:
Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72 anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang
tidak setuju, dan 5 orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri
atas 50 bus, 100 minibus, dan 250 sedan.

2. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih


dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang
tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal
kalimat.
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia mengundang 250 orang peserta.
Bukan:
250 orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
3. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:

54 |B a h a s a Indonesia
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar
rupiah.
Dia mendapatkan bantuan Rp250 juta rupiah untuk
mengembangkan usahanya.
Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan
biaya Rp10 triliun.
4. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan
(d) jumlah.
Misalnya:
0,5 sentimeter tahun 1928
5 kilogram 17 Agustus 1945
4 meter persegi 1 jam 20 menit
10 liter pukul 15.00
Rp5.000,00 10 persen
US$3,50* 27 orang
£5,10*
¥100
2.000 rupiah
Catatan:
(1) Tanda titik pada contoh bertanda bintang (*)
merupakan tanda desimal.
(2) Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, £, dan
¥ tidak diakhiri dengan tanda titik dan tidak ada
spasi antara lambang itu dan angka yang
mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
5. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan,
rumah, apartemen, atau kamar.
Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No. 15

55 |B a h a s a Indonesia
Jalan Wijaya No. 14
Apartemen No. 5
Hotel Mahameru, Kamar 169
6. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau
ayat kitab suci.
Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
7. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai
berikut.
a. Bilangan utuh
Misalnya:
dua belas (12)
tiga puluh (30)
lima ribu (5000)

b. Bilangan pecahan
Misalnya:
setengah (1/2)
seperenam belas (1/16)
tiga perempat (3/4)
dua persepuluh (0,2) atau (2/10)
tiga dua pertiga (3 2/3)
satu persen (1%)
satu permil (1‰)
Catatan:
(1) Pada penulisan bilangan pecahan dengan mesin
tik, spasi digunakan di antara bilangan utuh dan
bilangan pecahan.

56 |B a h a s a Indonesia
(2) Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan
lambang bilangan dengan huruf yang dapat
menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
20 2/3 (dua puluh dua-pertiga)
22 30
/ (dua-puluh-dua pertiga puluh)
15
20 /17 (dua puluh lima-belas pertujuh belas)
2
150 /3 (seratus lima puluh dua-pertiga)
152
/3 (seratus-lima-puluh-dua pertiga)

8. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara


berikut.
Misalnya:
a. pada awal abad XX (angka Romawi kapital)
dalam kehidupan pada abad ke-20 ini (huruf dan
angka Arab pada awal abad kedua puluh (huruf)
b. kantor di tingkat II gedung itu (angka Romawi)
di tingkat ke-2 gedung itu (huruf dan angka Arab)
di tingkat kedua gedung itu (huruf)
9. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran an mengikuti
cara berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab III, Huruf E, Butir 5).
Misalnya:
lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
tahun 1950-an (tahun seribu sembilan ratus
lima puluhan)
uang 5.000-an (uang lima-ribuan)

10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf


sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi,
seperti akta dan kuitansi).
57 |B a h a s a I n d o n e s i a
Misalnya:
Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
11. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf,
penulisannya harus tepat.
Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50
(sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
Bukti pembelian barang seharga Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) ke atas harus dilampirkan pada
laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli uang dolar Amerika Serikat sebanyak
$5,000.00 (lima ribu dolar).
Catatan:
(1) Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan
jumlah. Angka
(2) Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran
bab (dalam terbitan atau produk perundang-
undangan) dan nomor jalan.
(3) Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran
halaman sebelum Bab I dalam naskah dan buku.

J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya


Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya; -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan
kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya sedang diperbaiki.
Catatan:
58 |B a h a s a Indonesia
Kata kata ganti itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan
tanda hubung apabila digabung dengan bentuk yang berupa
singkatan atau kata yang diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu, SIM-nya, STNK-ku

K. Kata si dan sang


Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi nasihat sang kakak.

Catatan:
Huruf awal si dan sang ditulis dengan huruf kapital jika
kata-kata itu diperlakukan sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan
musuhnya.

III. PEMAKAIAN TANDA BACA


A. Tanda Titik (.)
1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Catatan:
59 |B a h a s a Indonesia
Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang
unsur akhirnya sudah bertanda titik. (Lihat juga Bab III,
Huruf I.)
Misalnya:
Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
Dia mengatakan, "kaki saya sakit."
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
III. Departemen Pendidikan Nasional
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
B.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
1. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. .....
b.1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
2. Patokan Khusus
2.1 ...
2.2 ...
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu
merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau
huruf.
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya:
60 |B a h a s a Indonesia
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau
pukul 1, 35 menit, 20 detik)
Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah
satu cara berikut.
(1) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12
dapat dilengkapi dengan keterangan pagi, siang, sore,
atau malam.
Misalnya:
pukul 9.00 pagi
pukul 11.00 siang
pukul 5.00 sore
pukul 8.00 malam
(2) Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak
memerlukan keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
pukul 00.45
pukul 07.30
pukul 11.00
pukul 17.00
pukul 22.00
4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
5. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama
penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Misalnya:

61 |B a h a s a Indonesia
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan
Anton Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.
Weltevreden: Balai Poestaka.
Catatan:
Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung
pada lembaga yang bersangkutan.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000
orang.
Penduduk Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan
jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi,
tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD 1945)
Salah Asuhan
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan
alamat penerima surat, (b) nama dan alamat
pengirim surat, dan (c) di belakang tanggal surat.
Misalnya:
Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga
Jalan Cikini 71
62 |B a h a s a Indonesia
Jakarta
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
21 April 2008
(4) Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan
desimal dilakukan sebagai berikut.
Rp200.250,75 $ 50,000.50
8.750 m 8,750 m

6. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan (Lihat Bab


II, Huruf H.)

B. Tanda Koma (,)


1. Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu
perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat kilat khusus
memerlukan prangko.
Satu, dua, ... tiga!
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara
yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului
dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan
kecuali.
Misalnya:

63 |B a h a s a Indonesia
Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang
memilihnya.
Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya
suka membaca puisi
Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di
luar kota.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau ada undangan, saya akan datang.
Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak
membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus membaca banyak buku agar memiliki
wawasan yang luas.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan
penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal
kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian,
sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Misalnya:
Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia
memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.

64 |B a h a s a Indonesia
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar
kalau dia menjadi bintang pelajar
Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong
kepada siapapun.
Catatan:
Ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena
itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan
meskipun begitu, tidak dipakai pada awal paragraf.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru,
seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang
digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari
kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya, jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung
dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian
tanda petik, Bab III, Huruf J dan K.)
Misalnya:
Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
"Saya gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
7. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
65 |B a h a s a Indonesia
8. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b)
bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d)
nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan
Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
9. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama
yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional.
Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1.
Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H. Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia.
Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir
Alquran
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan
Benar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
10. Tanda koma dipakai di antara bagian bagian dalam
catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya:
Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm.
25.
Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat
Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta, W.J.S. Bahasa Indonesia untuk Karang-
mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
66 |B a h a s a Indonesia
11. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar
akademik yang mengikutinya untuk membedakannya
dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, S.H.
Siti Aminah, S.E., M.M.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A.
(Siti Khadijah Mas Agung).
12. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di
antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
Catatan:
Bandingkan dengan penggunaan tanda titik yang dimulai
dengan angka desimal atau di antara dolar dan sen.
13. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga
pemakaian tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki
yang makan sirih.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan,
mengikuti latihan paduan suara.
Catatan:

67 |B a h a s a Indonesia
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang
pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang lulus ujian akan mendapat ijazah.
14. Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah
baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang
terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan
bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
nusantara ini dalam pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Saudara.

C. Tanda Titik Koma (;)


1. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam kalimat majemuk setara.
Misalnya:
Hari sudah malam; anak anak masih membaca buku buku
yang baru dibeli ayahnya.
Ayah mengurus tanaman di kebun; Ibu menulis makalah
di ruang kerjanya; Adik membaca di teras depan; saya
sendiri asyik memetik gitar menyanyikan puisi-puisi
penyair kesayanganku.
2. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri
pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa
atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum
perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
Misalnya:
68 |B a h a s a Indonesia
Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga
ini:
(1) berkewarganegaraan Indonesia;
(2) berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
(3) berbadan sehat; bersedia ditempatkan di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua
kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap
bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.
Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan
kaos; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris,
dan bendahara; penyusunan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, dan program kerja; pendataan anggota,
dokumentasi, dan aset organisasi.

D. Tanda Titik Dua (:)


1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi,
meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan:
hidup atau mati.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau
pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

69 |B a h a s a Indonesia
Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan
Jurusan Ekonomi Perusahaan.
2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang
memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : Siti Aryani
Bendahara : Aulia Arimbi
b. Tempat : Ruang Sidang Nusantara
Pembawa Acara : Bambang S.
Hari, tanggal : Selasa, 28 Oktober 2008
Waktu : 09.00—10.30
3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
Misalnya:
Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
Amir : "Baik, Bu."
Ibu : "Jangan lupa. Letakkan baik baik!"
4. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan
halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan
anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan
penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga .
Jakarta: Pusat Bahasa

E. Tanda Hubung (-)

70 |B a h a s a Indonesia
1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang
terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
Di samping cara lama diterapkan juga ca-
ra baru ....
Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-ding yang
takretak.
2. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata
yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang
mendahuluinya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-ngukur kelapa.
Senjata ini merupakan sarana pertahan-an yang canggih.
3. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-
unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
4. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-
bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu.
Misalnya:
8-4-2008, p-a-n-i-t-i-a
5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a)
hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b)
penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi
dua-puluh ribuan (20 x 1.000)
tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan sosial (tanggung
jawab sosial dan kesetiakawanan sosial)
71 |B a h a s a Indonesia
Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara pertemuan
besok.
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-ribuan (1 x 20.000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf
kapital,
b. ke- dengan angka,
c. angka dengan -an,
d. kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
f. gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya:
se-Indonesia, peringkat ke-2, tahun 1950-an, hari-H,
sinar-X, mem-PHK-kan, ciptaan-Nya, atas rahmat-Mu,
Bandara Sukarno-Hatta, alat pandang-dengar
7. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, di-mark-up, pen-tackle-an

F. Tanda Pisah (–)


1. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata
atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
utama kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus
dipertahankan.
Keberhasilan itu–saya yakin–dapat dicapai kalau kita
mau berusaha keras.
72 |B a h a s a Indonesia
2. Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya
keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini
juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita
tentang alam semesta.
Gerakan Pengutamaan Bahasa Indonesia–amanat
Sumpah Pemuda–harus terus ditingkatkan.
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau
tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
Misalnya:
Tahun 1928–2008
Tanggal 5–10 April 2008
Jakarta–Bandung
Catatan:
Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan
keterangan tambahan pada akhir kalimat.
Misalnya:
(1) Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
(Bandingkan dengan Bab III, Huruf D, kaidah 1.)
(2) Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan
dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan
sesudahnya.

G. Tanda Tanya (?)


1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan dia berangkat?
Saudara tahu, bukan?

73 |B a h a s a Indonesia
2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

H. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
ataupun emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah indahnya taman laut ini!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Sampai hati benar dia meninggalkan istrinya!
Merdeka!

H. Tanda Elipsis (...)


1. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
Jika Saudara setuju dengan harga itu ..., pembayarannya
akan segera kami lakukan.
Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam
suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Pengetahuan dan pengalaman kita ... masih sangat
terbatas.
Catatan:
(1) Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
74 |B a h a s a Indonesia
(2) Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah
kalimat, perlu dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik
untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik
untuk menandai akhir kalimat.
(3) Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan
spasi.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan
cermat ....

I. Tanda Petik (" ")


1. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung
yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan
tertulis lain.
Misalnya:
Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. "
Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi. "
"Saya belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"
2. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi,
karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap
Bahasa Indonesia" dalam buku Bahasa Indonesia Menuju
Masyarakat Madani.
Bacalah "Penggunaan Tanda Baca" dalam buku Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
"Makalah "Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif"
menarik perhatian peserta seminar.
3. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang
kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
75 |B a h a s a Indonesia
Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat"
saja.
Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal
dengan nama "cutbrai".
Catatan:
(1) Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata dia, "Saya juga minta satu."
Dia bertanya, "Apakah saya boleh ikut?"
(2) Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat
ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit
kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus
pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri
tidak tahu sebabnya.
Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan "Si
Hitam".
(3) Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada
pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di
sebelah atas baris.
(4) Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti
idem atau sda. (sama dengan di atas) atau kelompok
kata di atasnya dalam penyajian yang berbentuk
daftar.
Misalnya:
zaman bukan jaman
asas " azas
plaza " plasa

76 |B a h a s a Indonesia
jadwal " jadual
bus " bis

K. Tanda Petik Tunggal (' ')


Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang
terdapat di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya dia, "Kaudengar bunyi 'kring kring' tadi?"
"Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu,
Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak
Hamdan.
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata
atau ungkapan.
Misalnya:
terpandai 'paling' pandai
retina 'dinding mata sebelah dalam'
mengambil langkah seribu 'lari pontang panting'
'sombong, angkuh'
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata
atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing (Lihat
pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)
Misalnya:
feed-back 'balikan'
dress rehearsal 'geladi bersih'
tadulako 'panglima'

L. Tanda Kurung (( ))

77 |B a h a s a Indonesia
1. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan
keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Dia tidak membawa SIM (surat izin mengemudi).
Catatan:
Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu
bentuk singkatnya.
Misalnya:
Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda
penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal
dalam berbagai keperluan.
2. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat
yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus
perkembangan baru pasar dalam negeri.
2. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata
yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi
kokain(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
3. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf
yang memerinci urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku,
(b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.

78 |B a h a s a Indonesia
Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan
melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan
(3) surat keterangan kesehatan.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi
angka atau huruf yang menyatakan perincian yang
disusun ke bawah.
Misalnya:
Kemarin kakak saya membeli
1) buku,
2) pensil, dan
3) tas sekolah.
Dia senang dengan mata pelajaran
a) fisika,
b) biologi, dan
c) kimia.

M. Tanda Kurung Siku ([ ])


1. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
Ulang tahun [hari kemerdekaan] Republik Indonesia
jatuh pada hari Selasa.
2. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan
dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:

79 |B a h a s a Indonesia
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan
di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu
dibentangkan di sini.

N. Tanda Garis Miring (/)


Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor
pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi
dalam dua tahun takwim atau tahun
Misalnya:
No. 7/PK/2008
Jalan Kramat III/10
tahun ajaran 2008/2009ajaran.
Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap,
dan ataupun.

Misalnya:
dikirimkan lewat 'dikirimkan lewat darat atau lewat
darat/laut laut'
harganya 'harganya Rp1.500,00 tiap lembar'
Rp1.500,00/lembar
tindakan penipuan 'tindakan penipuan dan
dan/atau penganiayaan penganiayaan, tindakan penipuan,
atau
tindakan penganiayaan'
Catatan:
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk
membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk
memudahkan pembacaan naskah.

O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (')

80 |B a h a s a Indonesia
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun.
Dia 'kan sudah kusurati. ('kan = bukan)
Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
1 Januari '08 ('08 = 1988)

IV. PENULISAN UNSUR SERAPAN


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap
unsur dari pelbagai bahasa, baik dari bahasa daerah maupun
dari bahasa asing, seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda,
Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur
serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
reshuffle, shuttle cock, dan de l'homme par l'homme.
Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih
mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa
Indonesia. Dalam hal itu, diusahakan ejaannya disesuaikan
dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga
agar bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan
dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu adalah
sebagai berikut.
a (ain Arab dengan a) menjadi 'a
'asr asar
sa'ah saat
manfa'ah manfaat
' (ain Arab) di akhir suku kata menjadi k
ra'yah rakyat
81 |B a h a s a Indonesia
ma'na makna
ruku' rukuk
aa (Belanda) menjadi a
paal pal
baal b al
octaaf oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe aerob
aerodinamics aerodinamika
ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
haemoglobin hemoglobin
haematite hematit
ai tetap ai
trailer trailer
caisson kaison
au tetap au
audiogram audiogram
autotroph autotrof
tautomer tautomer
hydraulic hidraulik
caustic kaustik
c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k
calomel kalomel
construction konstruksi
cubic kubik
coup kup
classification klasifikasi
crystal kristal
c di muka e, i, oe, dan y menjadi s
82 |B a h a s a Indonesia
central sentral
cent sen
cybernetics sibernetika
circulation sirkulasi
cylinder silinder
coelom selom
cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k
accomodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
accumulation akumulasi
acclamation aklamasi
cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k
saccharin sakarin
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
ch yang lafalnya s atau sy menjadi s
echelon eselon
machine mesin
ch yang lafalnya c menjadi c
chip Cip
voucher vocer

83 |B a h a s a Indonesia
China Cina
ck menjadi k
check cek
ticket tiket
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda sabda
çastra sastra
d (Arab) menjadi d
darurat darurat
fardu fardu
hadir hadir
e tetap e
effect efek
description deskripsi
synthesis sintesis
ea tetap ea
idealist idealis
habeas habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
systeem sistem
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
einsteinium einsteinium
eo tetap eo
stereo stereo
geometry geometri
zeolite zeolit
84 |B a h a s a Indonesia
eu tetap eu
neutron neutron
eugenol eugenol
europium europium
f (Arab) menjadi f
faqīr fakir
mafhum mafhum
saf saf
f tetap f
fanatic fanatik
factor faktor
fossil fosil
gh menjadi g
sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue ige
gigue gige
h (Arab) menjadi h
hakim hakim
tahmid tahmid
ruh roh
i pada awal suku kata di muka vokal tetap i
iambus iambus
ion ion
iota iota
ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i
politiek politik
riem rim
85 |B a h a s a Indonesia
ie tetap ie jika lafalnya bukan i
variety varietas
patient pasien
efficient efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus khusus
akhir akhir
ng tetap ng
contingent kontingen
congres kongres
linguistics linguistik
oe (oi Yunani) menjadi e
oestrogen estrogen
oenology enologi
foetus fetus
oo (Belanda) menjadi o
komfoor kompor
provoost provos
oo (Inggris) menjadi u
cartoon kartun
proof pruf
pool pul
oo (vokal ganda) tetap oo
zoology zoologi
coordination koordinasi
ou menjadi u jika lafalnya u
gouverneur gubernur
coupon kupon
86 |B a h a s a Indonesia
contour kontur
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectograph spektograf
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psychic psikis
psychosomatic psikosomatik
pt tetap pt
pterosaur pterosaur
pteridology pteridologi
ptyalin ptialin
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
equator ekuator
q (Arab) menjadi k
qalbu kalbu
haqiqah hakikah
haqq hak
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhombus rombus
rhythm ritme
rhetoric retorika
s (Arab) menjadi s
87 |B a h a s a Indonesia
salj salju
asiri asiri
hadis hadis
s (Arab) menjadi s
subh subuh
musibah musibah
khusus khusus
sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk
scandium skandium
scotopia skotopia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
scriptie skripsi
sc di muka e, i, dan y menjadi s
scenography senografi
scintillation sintilasi
scyphistoma sifistoma
sch di muka vokal menjadi sk
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme
t di muka i menjadi s jika lafalnya s
ratio rasio
actie aksi
patient pasien
t (Arab) menjadi t
ta'ah taat
mutlaq mutlak

88 |B a h a s a Indonesia
Lut Lut
th menjadi t
theocracy teokrasi
orthography ortografi
thiopental tiopental
thrombosis trombosis
methode (Belanda) metode
u tetap u
unit unit
nucleolus nukleolus
structure struktur
institute institut
ua tetap ua
dualisme dualisme
aquarium akuarium
ue tetap ue
suede sued
duet duet
ui tetap ui
equinox ekuinoks
conduite konduite
uo tetap uo
fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
89 |B a h a s a Indonesia
vitamin vitamin
television televisi
cavalry kavaleri
w (Arab) tetap w
jadwal jadwal
marwa marwa
taqwa takwa
x pada awal kata tetap x
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
x pada posisi lain menjadi ks
executive eksekutif
taxi taksi
exudation eksudasi
latex lateks
xc di muka e dan i menjadi ks
exception eksepsi
excess ekses
excision eksisi
excitation eksitasi
xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
exclusive eksklusif
y tetap y jika lafalnya y
yakitori yakitori

90 |B a h a s a Indonesia
yangonin yangonin
yen yen
yuan yuan
y menjadi i jika lafalnya i
yttrium itrium
dynamo dinamo
propyl propil
psychology psikologi
z tetap z
zenith zenit
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
zygote zigot
z (Arab) menjadi z
zalim zalim
hafiz hafiz
Konsonan ganda menjadi tunggal, kecuali kalau dapat
membingungkan.
Misalnya:
gabbro gabro
accu aki
effect efek
commission komisi
ferrum ferum
salfeggio salfegio
ummat umat
tammat tamat
Tetapi:
mass massa
91 |B a h a s a I n d o n e s i a
Catatan:
Unsur serapan yang sudah lazim dieja sesuai dengan
ejaan bahasa Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya:
bengkel, kabar, nalar, paham, perlu, sirsak
Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan
x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur
yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan
menurut kaidah yang dipaparkan di atas. Kedua huruf itu
dipergunakan dalam penggunaan tertentu saja, seperti
dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan
tersebut di atas, di bawah ini didaftarkan juga akhiran-
akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa
Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang
utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan
implementasi diserap secara utuh di samping kata
standar, efek, dan implemen.

-aat (Belanda) menjadi -at


advocaat advokat
-age menjadi -ase
percentage persentase
etalage etalase
-al (Inggris), -eel (Belanda), -aal (Belanda) menjadi -al
structural, structureel struktural
formal, formeel formal
normal, normaal normal
-ant menjadi -an

92 |B a h a s a Indonesia
accountant akuntan
informant informan
-archy, -archie (Belanda) menjadi -arki
anarchy, anarchie anarki
oligarchy, oligarchie oligarki
-ary, -air (Belanda) menjadi -er
complementary, komplementer
complementair
primary, primair primer
secondary, secundair sekunder

-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si


action, actie aksi
publication, publicatie publikasi
-eel (Belanda) menjadi -el
ideëel ideel
materieel materiel
moreel morel
-ein tetap -ein
casein kasein
protein protein
-i (Arab) tetap -i
haqiqi hakiki
insani insani
jasmani jasmani
-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (Belanda) menjadi -ik, -ika
logic, logica logika
phonetics, phonetiek fonetik
93 |B a h a s a Indonesia
physics, physica fisika
dialectics, dialektica dialektika
technique, techniek teknik

-ic, -isch (adjektiva Belanda) menjadi -ik


electronic, elektronisch elektronik
mechanic, mechanisch mekanik
ballistic, ballistisch balistik
-ical, -isch (Belanda) menjadi -is
economical, economisch ekonomis
practical, practisch praktis
logical, logisch logis
-ile, -iel menjadi -il
percentile, percentiel persentil
mobile, mobiel mobil
-ism, -isme (Belanda) menjadi -isme
modernism, modernisme modernisme
communism, communisme komunisme
-ist menjadi -is
publicist publisis
egoist egois
-ive, -ief (Belanda) menjadi -if
descriptive, descriptief deskriptif
demonstrative, demonstratif
demonstratief

-iyyah, -iyyat (Arab) menjadi -iah

94 |B a h a s a Indonesia
alamiyyah alamiah
aliyyah aliah
ilmiyyah ilmiah
-logue menjadi -log
catalogue catalog
dialogue dialog
-logy, -logie (Belanda) menjadi -logi
technology, technologie teknologi
physiology, physiologie fisiologi
analogy, analogie analogi
-loog (Belanda) menjadi -log
analoog analog
epiloog epilog
-oid, -oide (Belanda) menjadi -oid
hominoid, hominoide hominoid
anthropoid, anthropoide antropoid
-oir(e) menjadi -oar
trotoir trotoar
repertoire repertoar
-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir
director, directeur direktur
inspector, inspecteur inspektur
amateur amatir
formateur formatur
-or tetap -or
dictator Diktator
corrector Korektor
-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas
university, universiteit Universitas
95 |B a h a s a Indonesia
quality, kwaliteit Kualitas
-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur
structure, struktuur struktur
premature, prematuur prematur

BAB III
BENTUK DAN MAKNA

96 |B a h a s a Indonesia
Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarkat atau remaja yang
mengenal bahasa Indonesia secara benar. Kebanyakan dari
mereka menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa komunikasi.
Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarkat kita.
Masyarakat tidak bangga dengan bahasa resminya. Mereka lebih
bangga dengan bahasa yang telah mereka rusak sendiri.
Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang
baik lebih bangga dengan bahasa resmi kita, tidak dengan bahasa
gaul yang telah kita ciptakan sendiri tanpa menggunakan kaidah
EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang serius
bagi kita. Dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang
baik, mau mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik.
Satuan bentuk terkecil dalam bahasa adalah fonem dan
yang terbesar adalah karangan. Di antara satuan bentuk terkecil
dan terbesar itu terdapat deretan bentuk morfem, kata, frasa,
kalimat dan alinea. Ketujuh satuan bentuk bahasa itu diakui
eksistensinya jika mempunyai makna atau dapat mempengaruhi
makna. Dapat mempengaruhi makna maksudnya kehadirannya
dapat mengubah makna atau menciptakan makna baru.
Hubungan antara bentuk dan makna dapat diibaratkan sebagai
dua sisi mata uang, yang saling melengakapi. Karena bentuk yang
tidak bermakna atau tidak dapat mempengaruhi makna tidak
terdapat dalam tata satuan bentuk bahasa.

I. FONEM
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti
(bunyi dari huruf), sedangkan huruf adalah lambang bunyi
atau lambang fonem. Jadi, fonem sama denagn bunyi (untuk
97 |B a h a s a Indonesia
didengar), huruf adalah lambang ( untuk dilihat). Jumlah
huruf hanya ada 26, tetapi fonem bahasa Indonesia lebih dari
26 karena beberapa huruf ternyata mempunyai lebih dari satu
lafal bunyi.
Variasi pelafalan huruf e, o, dan k
Huruf Contoh pelafalan dalam kata Fonem e jahe, karate, sate
emas, lepas, pedas
enak, engsel, elok /e / /∂/ /o/ sekolah, organisasi, sosial beo,
solo (=sendiri), trio (=penyanyi) /o/ /o/k bak (tempat air),
botak, otak anak, enak, ternak /k/ /?/.

II. MORFEM
Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat
membedakan makna dan atau mempunyai makna. Morfem
dapat berupa imbuhan (misalnya –an, me-, me-kan),
klitika/partikel (misalnya –lah, -kah), dan kata dasar
(misalnya bawa, makan).
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna
dapat dilakukan dengan menggabungkan morfem dengan kata
yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan
menghasilkan makna baru, unsur yang digabungkan dengan
kata dasar itu adalah morfem.
Contoh:
makan + -an = makanan
me- + makan = memakan
Yang disebut partikel adalah unsur-unsur kecil dalam bahasa.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1998:342),
partikel -kah, -lah, -tah diakui sebagai klitika. Klitika tidak
sama dengan imbuhan.
Menurut bentuk dan maknanya, morfem ada dua macam:
1) Morfem bebas: morfem yang dapat berdiri sendiri dari
segi makna tanpa harus dihubungkan dengan morfem
98 |B a h a s a Indonesia
yang lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem
bebaS.
2) Morfem terikat: morfem yang tidak dapat dapat berdiri
sendiri dari satu makna. Maknanya baru jelas setelah
dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran, kombinasi awalan dan
akhiran), partikel -ku, -lah, -kah dan bentuk bentuk lain
yang tidak dapat berdiri sendiri termasuk morfem
terikat.

III. KATA
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat
berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata yang terbentuk
dari gabungan huruf atau gabungan morfem; atau gabungan
huruf dengan morfem, baru diakui sebagai kata bila
bentuknya mempunyai makna.
Dari segi bentuk, kata dibagi atas dua macam:
a) Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar).
Yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.
b) Kata yang bermorfem banyak
Yaitu kata yang sudah mendapat imbuhan.
Pembagian kelas atau jenis kata:
1) kata benda (nomina)
2) kata bilangan (numeralia)
3) kata kerja (verba)
4) kata sambung (konjungsi)
5) kata sifat (adjektiva)
6) kata sandang (artikel)
7) kata ganti (pronomina)
8) kata seru (interjeksi)
8) kata keterangan (adverbia)
9) kata depan (preposisi)
99 |B a h a s a Indonesia
10) kata kerja (verba)

1. Rumpun kata benda (nomina)


Adalah kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret
maupun abstrak). Kata benda berfungsi sebagai subjek, objek,
pelengkap, dan keterangan dalam kalimat.
Ciri kata benda:
1) Dapat diingkari dengan kata bukan.
Contoh: gula (bukan gula).
2) Dapat diikuti setelah gabungan kata yang + kata sifat
atau yang sangat + kata sifat.
Contoh: buku + yang mahal (KS).
Ada dua jenis kata yang juga mengacu kepada benda, yaitu:
Pronomina: kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina
lain.
Contoh: mana, kapan, Bu
Numeralia : kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya
orang, binatang, atau barang.
Contoh: tiga, puluhan.
Jadi, rumpun kata benda ada: 1) kata benda (nomina), 2) kata
ganti (pronomina), 3) kata bilangan (numeralia).
2. Kata Kerja (Verba)
Adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan,
proses, dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Umumnya
berfungsi sebagai predikat dalam kalimat.
Ciri-ciri kata kerja:
1) Dapat diberi aspek waktu, seperti akan,sedang, dan telah.
Contoh: (akan) mandi
2) Dapat diingkari dengan kata tidak
Contoh: (tidak) makan
3) Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + kata
benda /kata sifat.
100 |B a h a s a Indonesia
Contoh: tulis + dengan pena (KB) menulis + dengan cepat
(KS)
Selain bentuk di atas, ada bentuk verba yang lain, yaitu:
a) Verba reduplikasi atau verba berulang dengan dengan
atau tanpa pengimbuhan, misalnya makan-makan,
batuk-batuk.
b) Verba majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui
proses
penggabungan kata, namun bukan berupa idiom;
misalnya terjun payung, tatap muka.
c) Verba berpreposisi, yaitu verba intransitif yang selalu
diikuti oleh preposisi tertentu; misalnya tahu akan,
cinta pada.
3. Kata sifat (adjektiva)
Adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat
orang/binatang/suatu benda. Umumnya berfungsi sebagai
predikat, objek ,dan penjelas dalam kalimat. Dibedakan atas
dua macam, yaitu:
1) kata sifat berbentuk tunggal, dengan ciri-ciri:
a) Dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih,
kurang, dan paling: misalnya lebih baik.
b) Dapat diberi keterangan penguat seperti sangat, sekali;
misalnya sangat senang, sedikit sekali.
c) Dapat diingkari dengan kata ingkar tidak, misalnya tidak
benar.
2) kata sifat berimbuhan. Contoh: abadi, manusiawi, kekanak-
kanakan.
4. Kata keterangan (adverbia)
Adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva,
nomina predikatif, atau kalimat. Kalimat Saya ingin segera
melukis, kata segera adalah adverbia yang menerangkan
verba melukis.
101 |B a h a s a Indonesia
5. Rumpun kata tugas (partikel)
Adalah kumpulan kata dan partikel. Lebih tepat dinamakan
rumpun kata tugas, yang terdiri atas:
1) Kata depan (preposisi)
2) Adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata
benda, kata sifat atau kata kerja
untuk membentuk gabungan kata depan (frasa
preposional).
Contoh: di kantor, sejak kecil.
3) Kata sambung (konjungsi)
Adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua
kata atau dua kalimat. Contoh: - …antara hidup dan mati
(dalam kalimat)
- Situasi memang sudah membaik. Akan tetapi, kita harus
selalu siaga.
6. Kata seru (interjeksi)
Adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan
hati seperti rasa kagum, sedih, heran, dan jijik. Kata seru
dipakai di dalam kalimat seruan atau kalimat perintah
(imperatif).
Contoh: Aduh, gigiku sakit sekali!
Ayo, maju terus, pantang mundur!

7. Kata sandang (artikel)


Adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah orang atau
kata benda. Artikel ada tiga, yaitu:
(a) yang bermakna tunggal: sang putri
(b) yang bermakna jamak: para hakim
(c) yang bermakna netral: si hitam manis.
8. Partikel

102 |B a h a s a Indonesia
Bermakna unsur-unsur kecil dari suatu benda. Partikel yang
dibicarakan di sini adalah partikel yang berperan membentuk
kalimat tanya (interogatif) dan pernyataan, yaitu:
-kah: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
Berfungsi sebagi kalimat tanya yang membutuhkan jawaban.
-lah: Apalah dayaku tanpa bantuanmu?
Berfungsi sebagai kalimat tanya yang tidak membutuhkan
jawaban tetapi tetap diberi tanda tanya.
Dialah yang Maha Kuasa, kata lah dalam kalimat ini
menunjukkan partikel dan harus ditulis dengan huruf kecil.
Dialah yang makan, kata lah dalam kalimat ini menunjukkan
kata hubung dan harus ditulis dengan huruf besar.
-tah: Apatah dayaku tanpa engkau?
Kalimat pertanyaan yang tidak membutukan jawaban
(kalimat retoris). Partikel ini adalah serapan dari bahasa
Jawa.
pun: Karena dosen berhalangan, kuliah pun dibatalkan.
Setiap kalimat yang memerlukan jawaban harus diberi tanda
tanya.

IV. FRASA
Adalah kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan
belum membentuk klausa atau kalimat. Berfungsi sebagai
subjek, predikat, objek dan keterangan di dalam kalimat.
Ciri frasa:
(1) Kontruksinya tidak mempunyai predikat,
(2) Proses pemaknaannya berbeda dengan idiom,
(3) Susunan katanya berpola tetap.
Frasa tidak boleh mengandung predikat dan tidak sama
dengan idiom, karena cakupan makna makna yang dibentuk
oleh frasa masih di sekitar makna leksikal kata

103 |B a h a s a Indonesia
pembentuknya karena hakikatnya frasa adalah kata yang
diperluas dengan memberi keterangan.
Contoh: jumpa pers; berjumpa dengan pers.
Makna dan perubahannya&
Ada dua macama makna yang terpenting, yaitu:
1) Makna leksikal/makna denotasi/makna lugas adalah
makna kata secara lepas tanpa kaitan dengan kata yang
lain dalam sebuah struktur. Leksikal berasal dari leksikon
yang berarti kamus. Sehingga, makna leksikal ialah
makna yang tertera dalam kamus, misalnya kata belah
dapat bermakna celah, pecah menjadi dua, sisi dll. Makna
ini biasanya digunakan dalam surat-surat resmi, surat-
surat dagang, laporan dan tulisan ilmiah agar makna
menjadi pasti, sehingga tidak terjadi salah tafsir.
2) Makna gramatikal atau makna konotasi ialah makna yang
timbul akibat proses gramatikal. Disebut juga makna
struktural karena makna yang timbul bergantung pada
struktur tertentu sesuai dengan konteks dan situasi
dimana kata itu berada.
Contoh:
(1) lembah hitam (daerah /tempat mesum)
(2) kuhitamkan negeri ini (kutinggalkan untuk
selamanya)
Dalam kaitan dengan makna, ada istilah-istilah yang
perlu kita pahami,
a) Sinonim atau padan makna ialah ungkapan yang
maknanya hampir sama dengan ungkapan lain.
Contoh: nasib = takdir
b) Antonim atau lawan makna ialah ungkapan yang
maknanya kebalikan dari ungkapan lain.Contoh: baik
>< buruk. c)

104 |B a h a s a Indonesia
c) Homonim terjadi jika dua kata mempunyai bentuk
dan ucapan yang sama, tetapi maknanya berbeda.
Contoh: mengukur (dari kukur) dan mengukur (dari
ukur)
d) Homofon terjadi jika dua kata mempunyai ucapan
yang sama, tetapi makna dan bentuknya berbeda;
misalnya kata sangsi = ragu-ragu dan sanksi =
hukuman.
e) Homograf terjadi jika dua kata mempunyai bentuk
yang sama tetapi bunyi atau ucapan dan maknanya
berbeda; misalnya beruang = nama binatang,
beruang = mempunyai uang.
f) Hiponim terjadi jika makna sebuah ungkapan
merupakan bagian dari makna ungkapan yang lain.
Misalnya merah adalah hiponim dari kata berwarna.
Dan diantara perubahan makna yang penting, antara lain:
1) Meluas, jika cakupan makna sekarang lebih luas dari
makna yang lama. Misalnya kata putra-putri = anak-
anak raja (dahulu) = laki-laki dan wanita (sekarang).
2) Menyempit, jika cakupan makna dahulu lebih luas
dari makna yang sekarang. Misalnya kata sarjana =
semua cendekiawan (dahulu) = gelar akademis
(sekarang); 3) Amelioratif yaitu perubahan makna
yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
tinggi atau lebih baik nilainya dari makna lama. Kata
wanita nilainya lebih tinggi dari kata perempuan.
4) Peyoratif yaitu perubahan makna yang
mengakibatkan makna baru dirasa lebih rendah
nilainya dari makna lama. Dalam peyoratif, arti yang
baru dirasa lebih rendah nilainya dari arti yang lama.
Dan bertalian erat dengan sopan santun yang
dituntut dalam kehidupan bermasyarakat. Kata yang
105 |B a h a s a Indonesia
mulanya dipakai untuk menyembunyikan kata yang
dianggap kurang sopan, suatu waktu dapat dianggap
kurang sopan, sehingga harus diganti dengan kata
lain. Kata bunting dianggap tinggi pada zaman
dahulu, sekarang dirasa sebagai kata yang kasar dan
kurang sopan, lalu diganti dengan kata hamil atau
mengandung.
5) Sinestesia yaitu perubahan makna yang terjadi
karena pertukaran tanggapan dua indera yang
berlainan. Contoh: Mukanya masam.
6) Asosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena
persamaan sifat. Contoh: Beri dia amplop agar
urusan cepat beres.
7) Metafora adalah perubahan majna karena
persamaan sifat antara dua objek.
Conto: putri malam (untuk bulan).
8) Metonimi terjadi karena hubungan yang erat antara
kata-kata yang terlibat dalam dalam suatu
lingkungan makna yang sama dan dapat diklasifikasi
menurut tempat atau waktu, hubungan isi dan kulit,
hubungan antara sebab dan akibat.
Contoh: penemuan-penemuan yang sering disebut
menurut penemunya, seperti: Ohm, Ampere.
Satuan bentuk dalam bahasa Indonesia terdiri dari
beberapa macam, yaitu :
a) Fonem
b) Morfem
c) Kata
d) Frasa
e) Makna dan perubahannya

106 |B a h a s a Indonesia
Masing-masing dari mereka mempunyai fungsi yang
berbeda, tetapi saling berkaitan dan mendukung
terciptanya bahasa Indonesia yang baik.

BAB IV
DIKSI DAN GAYA BAHASA

107 |B a h a s a Indonesia
Bahasa terdiri atas beberapa tataran gramatikal antara lain kata,
frase, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah &
kalimat merupakan tataran tertinggi. Ketika Anda menulis, kata
merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Oleh
karena itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus
dipahami dengan baik, agar ide dan pesan seseorang dapat
mudah dimengerti. Dengan demikian, kata-kata yang digunakan
untuk berkomunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan
wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan
dengan sewenang-wenang. Akan tetapi, kata-kata tersebut harus
digunakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang benar.
Menulis merupakan kegiatan yang mampu menghasilkan
ide-ide dalam bentuk tulisan secara terus-menerus & teratur
(produktif) serta mampu mengungkapkan gambaran, maksud,
gagasan, perasaan (ekspresif). Oleh karena itu, ketrampilan
menulis / mengarang membutuhkan grafologi, struktur bahasa,
& kosa kata. Salah satu unsur penting dalam mengarang adalah
penguasaan kosa kata. Kosa kata merupakan bagian dari diksi.
Ketepatan diksi dalam suatu karangan merupakan hal yang tidak
dapat diabaikan karena ketidaktepatan penggunaan diksi pasti
akan menimbulkan ketidakjelasan makna.
Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang
untuk menggambarkan “cerita” mereka. Diksi bukan hanya
berarti pilih-memilih kata. Istilah ini bukan saja digunakan untuk
menyatakan gagasan / menceritakan suatu peristiwa tetapi juga
meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan.

108 |B a h a s a Indonesia
I. PENGERTIAN DIKSI (PILIHAN KATA)
Diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk
menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti
pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan
gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi
persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui
pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat,
seperti :
1) Ketepatan dalam pemilihan kata dalam
menyampaikan suatu gagasan.
2) Seorang pengarang harus mempunyai
kemampuan untuk membedakan secara
tepat nuansa-nuansa makna sesuai
dengan gagasan yang ingin disampaikan
dan kemampuan untuk menemukan
bentuk yang sesuai dengan situasi dan
nilai rasa bagi pembacanya.
3) Menguasai berbagai macam kosakata dan
mampu memanfaatkan kata-kata tersebut
menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif
dan mudah dimengerti.
Contoh Paragraf :
1) Hari ini Aku pergi ke pantai bersama dengan
teman-temanku. Udara disana sangat sejuk.
Kami bermain bola air sampai tak terasa hari
sudah sore. Kamipun pulang tak lama
kemudian.
2) Liburan kali ini Aku dan teman-teman
berencana untuk pergi ke pantai. Kami sangat
senang ketika hari itu tiba. Begitu sampai
109 |B a h a s a Indonesia
disana kami sudah disambut oleh semilir
angin yang tak henti-hentinya bertiup. Ombak
yang berkejar-kejaran juga seolah tak mau
kalah untuk menyambut kedatangan kami.
Kami menghabiskan waktu sepanjang hari
disana, kami pulang dengan hati senang.
Kedua paragraf diatas punya makna yang sama.
Tapi dalam pemilihan diksi pada contoh paragraph
kedua menjadi enak dibaca, tidak membosankan
bagi pembacanya.

II. SYARAT-YARAT DIKSI


A. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara
eksplisit. Makna wajar ini adalah makna yang sesuai
dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian
yang terkandung sebuah kata secara objektif. Sering juga
makna denotatif disebut makna konseptual. Kata makan
misalnya, bermakna memasukkan sesuatu kedalam mulut,
dikunyah, dan ditelan. Makna kata makan seperti ini adalah
makna denotatif.
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna
yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi,
dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Kata makan dalam makna konotatif dapat
berarti untung atau pukul.
Makna konotatif berbeda dari zaman ke zaman. Ia
tidak tetap. Kata kamar kecil mengacu kepada kamar yang
kecil (denotatif) tetapi kamar kecil berarti juga jamban
(konotatif). Dalam hal ini, kita kadang-kadang lupa apakah
suatu makna kata adalah makna denotatif atau konotatif.

110 |B a h a s a Indonesia
B. Makna Umum dan Khusus
Kata ikan memiliki acuan yang lebih luas daripada kata
mujair atau tawes. Ikan tidak hanya mujair atau tidak
seperti gurame, lele, sepat, tuna, baronang, nila, ikan koki
dan ikan mas. Sebaliknya, tawes pasti tergolong jenis ikan
demikian juga gurame, lele, sepat, tuna, dan baronang pasti
merupakan jenis ikan. Dalam hal ini kata acuannya lebih
luas disebut kata umum, seperti ikan, sedangkan kata yang
acuannya lebih khusus disebut kata khusus, seperti
gurame, lele, tawes, dan ikan mas.

C. Kata abstrak dan kata konkret.


Kata yang acuannya semakin mudah diserap pancaindra
disebut kata konkret, seperti meja, rumah, mobil, air,
cantik, hangat, wangi, suara. Jika acuan sebuah kata tidak
mudah diserap pancaindra, kata itu disebut kata abstrak,
seperti gagasan dan perdamaian. Kata abstrak digunakan
untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak
mampu membedakan secara halus gagasan yang sifat
teknis dan khusus. Akan tetapi, jika kata abstrak terlalu
diobral atau dihambur-hamburkan dalam suatu karangan.
Karangan tersebut dapat menjadi samar dan tidak cermat.

D. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya
mempunyai makna yang sama, tetapi bentuknya berlainan.
Kesinoniman kata tidaklah mutlak, hanya ada kesamaan
atau kemiripan. Kita ambil contoh cermat dan cerdik kedua
kata itu bersinonim, tetapi kedua kata tersebut tidak persis
sama benar.
Kesinoniman kata masih berhubungan dengan
masalah makna denotatif dan makna konotatif suatu kata.
111 |B a h a s a Indonesia
E. Kata Ilmiah dan kata popular
Kata ilmiah merupakan kata-kata logis dari bahasa asing
yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata-
kata ilmiah biasa digunakan oleh kaum terpelajar,
terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-
pertemuan resmi, serta diskusi-diskusi khusus.
Yang membedakan antara kata ilmiah dengan
kata populer adalah bila kata populer digunakan dalam
komunikasi sehari-hari. Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan, kata-kata ilmiah digunakan pada tulisan-
tulisan yang berbau pendidikan. Yang juga terdapat pada
penulisan artikel, karya tulis ilmiah, laporan ilmiah, skripsi,
tesis maupun desertasi.
Agar dapat memahami perbedaan antara kata
ilmiah dan kata populer, berikut daftarnya:
Kata Ilmiah Kata populer
Analogi Kiasan
Final Akhir
Diskriminasi perbedaan perlakuan
Prediksi Ramalan
Kontradiksi Pertentangan
Format Ukuran
Anarki Kekacauan
Biodata biografi singkat
Bibliografi daftar pustaka

III. PEMBENTUKAN KATA


Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan dari
luar bahasa Indonesia. Dari dalam bahasa Indonesia
terbentuk kosakata baru dengan dasar kata yang sudah ada,

112 |B a h a s a Indonesia
sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur
serapan.

A. Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata


Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan
pembentukan kata, yang sering kita temukan, baik dalam
bahasa lisan maupun bahasa tulis.
1) Penanggalan awalan meng-
2) Penanggalan awalan ber-
3) Peluluhan bunyi /c/
4) Penyengauan kata dasar
5) Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang tidak luluh
6) Awalan ke- yang kelirupemakaian akhiran –ir
7) Padanan yang tidak serasi
8) Pemakaian kata depan di, ke, dari, bagi, pada,,
daripada dan terhadap
9) Penggunaan kesimpulan, keputusan, penalaran, dan
pemukiman
10) Penggunaan kata yang hemat
11) Analogi
12) Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia

IV. DEFINISI
Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan
pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu. Dalam
membuat definisi hal yang perlu di perhatikan adalah tidak
boleh mengulang kata atau istilah yang kita definisikan.
Contoh definisi :
Majas personifikasi adalah kiasan yang
menggambarkan binatang, tumbuhan, dan benda-
benda mati seakan hidup selayaknya manusia, seolah

113 |B a h a s a Indonesia
punya maksud, sifat, perasaan dan kegiatan seperti
manusia.
Definisi terdiri dari :
1) Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata
dengan kata lain yang lebih umum di mengerti.
Umumnya di gunakan pada permulaan suatu
pembicaraan atau diskusi.
Definisi nominalis ada enam macam, yaitu : (1)
definisi sinonim, (2) definisi simbolik, (3) definisi
etimologik, (4) definisi semantik, (5) definisi
stipulatif, dan (6) definisi denotatif.
2) Definisi realis
Definisi realis adalah penjelasan tentang isi yang
terkandung dalam sebuah istilah, bukan hanya
menjelaskan tentang istilah. Definisi realis ada tiga
macam, yaitu :
a) Definisi esensial, yaitu penjelasan dengan cara
menguraikan perbedaan antara penjelasan dengan cara
menunjukkan bagian-bagian suatu benda (definisi
analitik) dengan penjelasan dengan cara menunjukkan isi
dari suatu term yang terdiri atas genus dan diferensia
(definisi konotatif).
b) Definisi diskriptif
yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-
sifat khusus yang menyertai hal tersebut dengan
penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana
sesuatu hal terjadi.

3) Definisi praktis

114 |B a h a s a Indonesia
Definisi praktis adalah penjelasan tentang sesuatu hal
yang di jelaskan dari segi kegunaan atau tujuan.
Dibedakan atas tiga macam.
a) Definisi operasional, yaitu penjelasan
dengan cara menegaskan langkah-langkah
pengujian serta menunjukkan bagaimana
hasil yang dapat di amati.
b) Definisi fungsional, yaitu penjelasan
sesuatu hal dengan cara menunjukkan
kegunaan dan tujuannya.
c) Definisi persuasif, yaitu penjelasan dengan
cara merumuskan suatu pernyataan yang
dapat mempengaruhi orang lain, bersifat
membujuk orang lain.

V. KATA SERAPAN
Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa asing
yang sudah sesuai dengan EYD. Kata serapan merupakan
bagian perkembangan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
telah banyak menyerap terutama dalam unsur kosa kata.
Bahasa asing yang masuk dan memberi pengaruh terhadap
kosa kata bahasa Indonesia antara lain dari bahasa
Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab, bahasa Inggris
dan ada juga dari bahasa Tionghoa. Analogi dan Anomali
kata serapan dalam bahasa Indonesia. Penyerapan kata ke
dalam bahasa Indonesia terdapat 2 unsur, yaitu:
a) Keteraturan bahasa (analogi) : dikatakan analogi apabila
kata tersebut memiliki bunyi yang sesuai antara ejaan
dengan pelafalannya.

115 |B a h a s a Indonesia
b) Penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa (anomali) :
dikatakan anomali apabila kata tersebut tidak sesuai
antara ejaan dan pelafalannya.

VI. ANALOGI
Karena analogi adalah keteraturan bahasa, tentu saja lebih
banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa
dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur
bahasa. Ada beberapa contoh kata yang sudah sesuai
dengan sistem fonologi, baik melalui proses penyesuaian
ataupun tidak, misalnya :

Indonesia Aslinya
aksi action(Inggris)
bait bait (Arab)
boling bowling (Inggris)
dansa dance (Inggris)
derajat darrajat (Arab)
ekologi ecology (Inggris)
fajar fajr (Arab)
insane insane (Arab)

Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke


dalam bahasa asing dapat dibagi dua golongan. Pertama
116 |B a h a s a Indonesia
unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke
dalam bahasa Indonesia. Unsur seperti ini di pakai
dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi penulisan dan
pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua
unsur pinjaman yang pengucapan dan tulisannya telah
di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.

VII. ANOMALI
Indonesia Aslinya

bank bank (Inggris)


Intern intern (Inggris)
qur’an qur’an (Arab)
jum’at jum’at (Arab)

Kata-kata di atas merupakan beberapa contoh kata


serapan dengan unsur anomali. Bila kita amati, maka
akan dapat di simpulkan bahwa lafal yang kita keluarkan
dari mulut dengan ejaan yang tertera, tidak sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Hal yang tidak sesuai
adalah : bank=(nk), jum’at=(’).
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia secara utuh tanpa mengalami perubahan
penulisan memiliki kemungkinan untuk di baca
bagaimana aslinya, sehingga timbul anomali dalam
fonologi. Contoh :
Indonesia Aslinya
Expose Expose
Export Export
exodus Exodus

117 |B a h a s a Indonesia
Kata kadang-kadang tidak hanya terdiri dari satu
morfem, ada juga yang terdiri dari dua morfem atau lebih.
Sehingga penyerapannya dilakukan secara utuh. Misalnya :
Indonesia Aslinya
Federalisme federalism (Inggris)
Bilingual bilingual (Inggris)
Dedikasi dedication (Inggris)
Edukasi education (Inggris)

Kreatifitas dalam memilih kata merupakan kunci


utama bagi seorang pengarang maupun untuk penulisan
gagasan serta ungkapan.
Penguasaan dalam mengolah kata juga menjadi
faktor penting untuk menghasilkan tulisan yang indah
dan enak di baca. sehingga makna dengan tepat pada
setiap pilihan kata yang ingin disampaikan.

Catatan :
1) Diksi adalah kemampuan penulis untuk
mendapatkan kata agar dalam pembacaan dan
pengertiannya tepat.
2) Kata ilmiah adalah kata-kata logis dari bahasa asing
yang bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
3) Pembentukan kata atau istilah adalah kata yang
mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau
sifat yang khas dalam bidang tertentu.
4) Definisi adalah suatu pernyataan yang menerangkan
pengertian suatu hal atau konsep istilah tertentu.
5) Kata serapan adalah kata yang di adopsi dari bahasa
asing yang sudah sesuai dengan EYD.

118 |B a h a s a Indonesia
VIII. GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau
pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan
dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai
semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh
penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.

A. GAYA BAHASA PENEGASAN


1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang
maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Dalam bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di
luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan
kata-kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang
menentukan, tetapi kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa
hal berturut-turut, makin lama makin rendah
tingkatannya.
Contoh :
Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang
cucunya tak luput dari penyakit keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa
119 |B a h a s a Indonesia
hal berturut-turut, makin lama makin tinggi
tingkatannya.
Contoh :
Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke
ibu kota, hari proklamasi ini dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu
untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini
diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki
oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman
rumah Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa
hal berturut-turut tanpa menggunakan kata
penghubung.
Contoh :
Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat
kantor semua dapat anda beli di toko itu.
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat
berturut-turut dengan menggunakan kata
penghubung (kebalikan asindeton).

Contoh :
Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di
beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat
tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau
subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah
120 |B a h a s a Indonesia
diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
“Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan
untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata
pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan
kurang sopan.
Contoh :
Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang
mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan
dinonaktifkan.
9. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal
dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.

Contoh :
Suaranya mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-
kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah
kalimat.
Contoh :
Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu
dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi,
yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek.
Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan
121 |B a h a s a Indonesia
pada predikatnya.
Contoh :
Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk
mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata
pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata
yang dianggap salah).
Contoh :
Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara
pulang. Eh, maaf, silakan saudara-saudara mencicipi
hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau
sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda
untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal,
penyebutan yang didasarkan pada merek dagang,
nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Ayah pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang
Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus
terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal
dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut
epifora.
Contoh Anafora :
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
122 |B a h a s a Indonesia
Contoh Epifora :
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata
yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah
terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri,
bahwa Tono berkelahi di tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan
ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata
semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya
merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan
gila harta benda.
Contoh :
”Pagi-pagi Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika
mentari membuka lembaran hari, anak sulung Pak
Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah
kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa
jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan
berbentuk prosa.
Contoh :
Harapan kita memang demikian, dan demikian pula
harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!

123 |B a h a s a Indonesia
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat
tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars
pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian
untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro
parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan
untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga
batang hidungnya.
Contoh Totem pro parte :
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final
perebutan Piala Thomas.
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata
yang sama artinya dalam satu kalimat
Contoh :
Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.

B. GAYA BAHASA PEMBANDINGAN


1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua
buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara
124 |B a h a s a Indonesia
menyeluruh.
Contoh :
Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra
kehidupan ini, kamu berdua akan sanggup menghadapi
badai dan gelombang.
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu
dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau
yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari
yang dimaksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk
membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok
saya.
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal
yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi
musuh.
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-
benda hidup selain manusia dibandingkan dengan
manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti
manusia.
Contoh :
Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera
masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.

125 |B a h a s a Indonesia
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-
kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka,
ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan
menjadi lebih jelas.
Contoh :
Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-
lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu.
Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas
pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras;
kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang
maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Contoh :
Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.

C. GAYA BAHASA PENENTANGAN


1. Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan
yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu.
Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada
suatu zaman.
Contoh :
Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan
Sriwijaya dengan peluru kendali jarak menengah.
126 |B a h a s a Indonesia
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa
yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan
yang kemudian.
Contoh :
Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya
jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik.
3. Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan
dan penjelasan.
Contoh :
Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi
berandal karena tidak ada perhatian dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena
kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat
nilai paling tinggi.
4. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang
bertentangan, yang membentuk satu kalimat.
Contoh :
Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan
pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.

D. GAYA BAHASA SINDIRAN


1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan
yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Contoh :
la menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan
127 |B a h a s a Indonesia
kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud
pembicara.
Contoh :
”Eh, manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang
kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk
menyatakan amarah.

Contoh :
”Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja
tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih
kasar.
Contoh :
”Hai, harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”

128 |B a h a s a Indonesia
BAB V
KALIMAT EFEKTIF

I. PENGERTIAN KALIMAT EFEKTIF


Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami oleh
pendengar/pembaca secara tepat pula. Kalau gagasan yang
disampaikan sudah tepat, pendengar/pembaca dapat
memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan lengkap
seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau pembicaranya.
Akan tetapi, kadang-kadang harapan itu tidak tercapai.
Misalnya, ada sebagian lawan bicara atau pembaca tidak
memahami apa maksud yang diucapkan atau yang dituliskan.
Menurut Nazar (1991, 44:52) ketidakefektifan kalimat
dikelompokkan menjadi (1) ketidaklengkapan unsur kalimat,
(2) kalimat dipengaruhi bahasa Inggris, (3) kalimat

129 |B a h a s a Indonesia
mengandung makna ganda, (4) kalimat bermakna tidak logis,
(5) kalimat mengandung gejala pleonasme, dan (6) kalimat
dengan struktur rancu.

II. SYARAT-SYARAT KALIMAT EFEKTIF


1) secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2) mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara
pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan
pembaca atau penulisnya.

III. CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF


A. Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal
yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O),
keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki
keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.
Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).
Tidak Menjamakkan Subjek
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke
perpustakaan
(tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan
(efektif)

B. Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata


Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi
kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu
mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
130 |B a h a s a Indonesia
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal
itu mendapatkan hadiah (efektif).

C. Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah
hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk
lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi
kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata
yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk
itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk
dapat melakukan penghematan, yaitu:
1) Menghilangkan pengulangan subjek.
2) Menghindarkan pemakaian superordinat pada
hiponimi kata.
3) Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
4) Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di
rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di
rumahku. (efektif)
Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

D. Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan
mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan
yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat
harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini.
(tidak efektif)
131 |B a h a s a Indonesia
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini.
(efektif)

E. Kesatuan atau Kepaduan


Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah
kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga
informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
1) Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak
mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
2) Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek +
agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat
yang berpredikat pasif persona.
3) Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah
kata seperti daripada atau tentang antara predikat
kata kerja dan objek penderita.
Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian
kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan
rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota
yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)
Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik.
(tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)

F. Keparalelan atau Kesajajaran


Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk
kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu.
Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga
menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan
132 |B a h a s a Indonesia
kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya
harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.
Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir
jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke
pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir
jalan. (efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes.
(tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes.
(efektif)

G. Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan
penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk
membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada
beberapa cara, yaitu:
1) Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat
(di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita
bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat
membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun
bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada
pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun
bangsa dan negaranya. (ketegasan)
2) Membuat urutan kata yang bertahap.
133 |B a h a s a Indonesia
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta
rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta
rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak
terlantar. (benar)
3) Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat
mengharukan.
4) Melakukan pertentangan terhadap ide yang
ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.
5) Mempergunakan partikel penekanan (penegasan),
seperti: partikel–lah, -pun, dan –kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas ini.

IV. SEBAB KALIMAT TIDAK EFEKTIF


A. Ketidaklengkapan Unsur Kalimat
Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya bahwa
kalimat efektif harus memiliki unsur-unsur yang lengkap
dan eksplisit. Untuk itu, kalimat efektif sekurang-
kurangnya harus mengandung unsur subjek dan
predikat. Jika salah satu unsur atau kedua unsur itu tidak
terdapat dalam kalimat, tentu saja kalimat ini tidak
lengkap. Adakalanya suatu kalimat membutuhkan objek
dan keterangan, tetapi karena kelalaian penulis, salah
134 |B a h a s a Indonesia
satu atau kedua unsur ini terlupakan. Untuk lebih
jelasnya perhatikan contoh berikut.
(1) Dalam penelitian ini menggunakan metode
deskriptif.
(2) Masalah yang dibahas dalam penenelitian ini.
(3) Untuk membuat sebuah penelitian harus menguasai
metodologi penelitian.
(4) Bahasa Indonesia yang berasal dari Melayu.
(5) Dalam rapat pengurus kemarin sudah memutuskan.
(6) Sehingga masalah itu dapat diatasi dengan baik.
Kalau kita perhatikan kalimat di atas terlihat bahwa
kalimat (1) tidak memiliki subjek karena didahului oleh
kata depan dalam; kalimat (2) dan (4) tidak memiliki
predikat hanya memiliki subjek saja; kalimat (3) tidak
memiliki subjek; kalimat (5) tidak memiliki subjek dan
objek; kalimat (6) tidak memiliki subjek dan predikat
karena hanya terdiri atas keterangan yang merupakan
anak kalimat yang berfungsi sebagai keterangan. Agar
kalimat-kalimat di atas menjadi lengkap, kita harus
menghilangkan bagian-bagian yang berlebih dan
menambah bagian-bagian yang kurang sebagaimana
terlihat pada contoh berikut.
(1a) Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
(1b) Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
deskriptif.
(2) Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah
jenis dan makna konotasi teka-teki dalam bahasa
Minangkabau.
(3) Untuk membuat sebuah penelitian kita harus
menguasai metodologi penelitian.
(4) Bahasa Indonesia berasal dari Melayu.

135 |B a h a s a Indonesia
(5) Dalam rapat pengurus kemarin kita sudah
memutuskan program baru.
(6) Kita harus berusaha keras sehingga masalah itu
dapat diatasi dengan baik.

B. Kalimat Dipengaruhi Bahasa Inggris


Dalam karangan ilmiah sering dijumpai pemakaian
bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di dalam mana, dari
mana, dan yang mana sebagai penghubung. Menurut
Ramlan (1994:35-37) penggunaan bentuk-bentuk
tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris. Bentuk di mana sejajar
dengan penggunaan where, dalam mana dan di dalam
mana sejajar dengan pemakaian in which, dan yang mana
sejajar dengan which. Dikatakan dipengaruhi oleh bahasa
Inggris karena dalam bahasa Inggris bentuk-bentuk itu
lazim digunakan sebagai penghubung sebagaimana
terlihat pada contoh berikut.
(7) The house where he live very large.
(8) Karmila opened the album in which he had kept her
new photogragraph.
(9) If I have no class, I stay at the small building from
where the sound of gamelan can be heard smoothly
(10) The tourism sector which is the economical back
bone of country must always be intensified.
Pemakaian bentuk-bentuk di mana, dalam mana, di
dalam mana, dari mana, dan yang mana sering ditemui
dalam tulisan seperti yang terlihat pada data berikut.
(11) Kantor di mana dia bekerja tidak jauh dari
rumahnya.
(12) Kita akan teringat peristiwa 56 tahun yang lalu di
mana waktu itu bangsa Indonesia telah berikrar.
136 |B a h a s a Indonesia
(13) Rumah yang di depan mana terdapat kios kecil
kemarin terbakar.
(14) Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang
punggung perekonomian negara harus senantiasa
ditingkatkan.
(15) Mereka tinggal jauh dari kota dari mana
lingkungannya masih asri.
Bentuk-bentuk di mana, di depan mana, dari mana, yang
mana, dan dari mana dalam bahasa Indonesia dipakai
untuk menandai kalimat tanya. Bentuk di mana dan dari
mana dipakai untuk menyatakan ‘tempat’, yaitu ‘tempat
berada’ dan ‘tempat asal’, sedangkan yang mana untuk
menyatakan pilihan. Jadi, kalimat (11-15) di atas
seharusnya diubah menjadi:
(11) Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
(12) Kita akan teringat peristiwa 56 tahun yang lalu yang
waktu itu bangsa Indonesia telah berikrar.
(13) Rumah yang di depan kios kecil kemarin terbakar.
(14) Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung
perekonomian negara harus senantiasa
ditingkatkan.
(15) Mereka tinggal jauh dari kota yang lingkungannya
masih asri.

C. Kalimat Mengandung Makna Ganda


Agar kalimat tidak menimbulkan tafsir ganda, kalimat itu
harus dibuat selengkap mungkin atau memanfaatkan
tanda baca tertentu. Untuk lebih jelasnya perhatikan data
berikut.
(16) Dari keterangan masyarakat daerah itu belum
pernah diteliti.
(17) Lukisan Basuki Abdullah sangat terkenal.
137 |B a h a s a Indonesia
Pada kalimat (16) di atas terdapat dua kemungkinan hal
yang belum pernah diteliti yaitu masyarakat di daerah itu
atau daerahnya. Agar konsep yang diungkapkan kalimat
itu jelas, tanda koma harus digunakan sesuai dengan
konsep yang dimaksudkan. Kalimat(16) tersebut dapat
ditulis sebagai berikut.
(16a) Dari keterangan (yang diperoleh), masyarakat
daerah itu belum pernah diteliti.
(16b) Dari keterangan masyarakat, daerah itu belum
pernah diteliti.
Pada kalimat (17) terdapat tiga kemungkinan ide yang
dikemukakan, yaitu yang sangat terkenal adalah lukisan
karya Basuki Abdullah atau lukisan diri Basuki Abdullah
atau lukisan milik Basuki Abdullah seperti yang terlihat
data data (17a), (17b), dan (17c) berikut.
(17a) Lukisan karya Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17b) Lukisan diri Basuki Abdullah sangat terkenal.
(17c) Lukisan milik Basuki Abdullah sangat terkenal.
Pemakaian tanda hubung juga dapat digunakan untuk
memperjelas ide-ide yang diungkapkan pada frase
pemilikan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan berikut.
(18) Ani baru saja membeli buku sejarah baru.
Kalimat (18) di atas mengandung ketaksaan yaitu yang
baru itu buku sejarahnyakah atau sejarahnya yang baru.
Untuk menghindari ketaksaan makna, digunakan tanda
hubung agar konsep yang diungkapkan jelas sesuai
dengan yang dimaksudkan. Kalimat (18a) yang baru
adalah buku sejarahnya, sedangkan kalimat (18b) yang
baru adalah sejarahnya.
(18c) Ani baru saja membeli buku-sejarah baru.
(18d) Ani baru saja membeli buku sejarah-baru.

138 |B a h a s a Indonesia
D. Kalimat Bermakna Tidak Logis
Kalimat efektif harus dapat diterima oleh akal sehat atau
bersifat logis. Kalima berikut tergolong kalimat yang
tidak logis.
(19) Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah
selesailah makalah ini.
Kalau kita perhatikan secara sepintas kalimat (19) di atas
tampaknya tidak salah. Akan tetapi, apabila diperhatikan
lebih seksama ternyata tidak masuk akal. Seseorang
untuk menyelesaikan sebuah makalah harus bekerja dulu
dan tidak mungkin makalah itu akan dapat selesai hanya
dengan membaca alhamdulillah. Jadi, supaya kalimat itu
dapat diterima, kalimat itu dapat diubah menjadi:
(18) Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke
hadirat Allah Yang
(19) Mahakuasa karena dengan izin-Nya jualah
makalah ini dapat diselesaikan.

E. Kalimat Mengandung Pleonasme


Kalimat pleonasme adalah kalimat yang tidak ekonomis
atau mubazir karena adaterdapat kata-kata yang
sebetulnya tidak perlu digunakan. Menurut Badudu
(1983:29) timbulnya gejala pleonasme disebabkan oleh
(1) dua kata atau lebih yang sama maknanya dipakai
sekaligus dalam suatu ungkapan, (2) dalam suatu
ungkapan yang terdiri atas dua patah kata, kata kedua
sebenarnya tidak diperlukan lagi sebab maknanya sudah
terkandung dalam kata yang pertama, dan (3) bentuk
kata yang dipakai mengandung makna yang sama dengan
kata kata lain yang dipakai bersama-sama dalam
ungkapan itu.
139 |B a h a s a Indonesia
Contoh-contoh pemakaian bentuk mubazir dapat dilihat
berikut ini.
(20) Firmarina meneliti tentang teka-teki bahasa
Minangkabau.
(21) Banyak pemikiran-pemikiran yang dilontarkan
dalam pertemuan tersebut.
(22) Pembangunan daripada waduk itu menjadi sisa-sia
pada musim kemarau panjang ini.
(23) Air sumur yang digunakan penduduk tidak sehat
untuk digunakan.
(24) Jika dapat ditemukan beberapa data lagi, maka
gejala penyimpangan perilaku itu dapat disimpulkan.
Pada kalimat (20) kata tentang (preposisi lainnya)
yang terletak antara predikat dan objek tidak boleh
digunakan karena objek harus berada langsung di
belakang predikat. Pada kalimat (21) kata pemikiran
tidak perlu diulang karena bentuk jamak sudah
dinyatakan dengan menggunakan kata banyak. Atau
dengan kata lain, kata banyak dapat juga dihilangkan.
Pada kalimat (22) kata daripada tidak perlu digunakan
karena antara unsur-unsur frase pemilikan tidak
diperlukan preposisi. Pada kalimat (23) terdapat
pengulangan keterangan ‘yang digunakan’. Pengulangan
ini tidak perlu. Pada kalimat (24) terdapat dua buah
konjungsi yaitu jika dan maka.Dengan adanya dua
konjungsi ini, tidakdiketahui unsur mana sebagai induk
kalimat dan unsur mana sebagai anak kalimat.
Dengan demikian kedua unsur itu merupakan anak
kalimat. Jadi, kalimat (24) tidak mempunyai induk
kalimat. Kalau begitu, satu konjungsi harus dihilangkan
supaya satu dari dua unsur itu menjadi induk kalimat.

140 |B a h a s a Indonesia
Jadi, kalimat-kalimat (20-24) dapat diubah menjadi
kalimat efektif sebagaimana terlihat pada data berikut.
(20) Firmarina meneliti teka-teki bahasa Minangkabau.
(21a) Banyak pemikiran-pemikiran baru dilontarkan
dalam pertemuan tersebut.
(21b) Pemikiran-pemikiran baru dilontarkan dalam
pertemuan tersebut.
(22) Pembangunan waduk itu menjadi sisa-sia pada
musim kemarau panjang ini.
(23) Air sungai yang digunakan penduduk tidak sehat.
(24) Jika dapat ditemukan beberapa data lagi, gejala
penyimpangan perilakuitu dapat disimpulkan.
Berikut ini akan dicontohkan kalimat pleonasme
yang terdiri atas dua kata atau lebih yang mempunyai
makna yang hampir sama.
(25) Kita harus bekerja keras agar supaya tugas ini dapat
berhasil.
Kalimat (25) akan efektif jika diubah menjadi:
(25a) Kita harus bekerja keras supaya tugas ini dapat
berhasil.
(25b) Kita harus bekerja keras agar tugas ini dapat
berhasil.

F. Kalimat dengan Struktur Rancu


Kalimat rancu adalah kalimat yang kacau susunannya.
Menurut Badudu (1983:21) timbulnya kalimat rancu
disebabkan oleh (1)
pemakai bahasa tidak mengusai benar struktur bahasa
Indonesia yang baku, yang baik dan benar, (2) Pemakai
bahasa tidak memiliki cita rasa bahasa yang baik sehingga
tidak dapat merasakan kesalahan bahasa yang dibuatnya,

141 |B a h a s a Indonesia
(3) dapat juga kesalahan itu terjadi tidak dengan sengaja.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.
(26)Dalam masyarakat Minangkabau mengenal sistem
matriakat.
(27) Mahasiswa dilarang tidak boleh memakai sandal
kuliah.
(28) Dia selalu mengenyampingkan masalah itu.
Kalimat (26) di atas disebut kalimat rancu karena kalimat
tersebut tidak mempunyai subjek. Kalimat (26) tersebut
dapat diperbaiki menjadi kalimat aktif (26a) dan kalimat
pasif (26b). Sementara itu, kalimat (27) terjadi kerancuan
karena pemakaian kata dilarang dan tidak boleh
disatukan pemakaiannya. Kedua kata tersebut sama
maknanya. Jadi, kalimat (27) dapat diperbaiki menjadi
kalimat (27a) dan (27b). Pada kalimat (28) kerancuan
terjadi pada pembentukan kata dan kalimat tersebut
dapat diperbaiki menjadi kalimat (28a).
(26a) Masyarakat Minangkabau mengenal sistem
matriakat.
(26b) Dalam masyarakat Minangkabau dikenal sistem
matriakat.
(27a) Mahasiswa dilarang memakai sandal kuliah.
(27b) Mahasiswa tidak boleh memakai sandal kuliah.
(28a) Dia selalu mengesampingkan masalah itu.
Di samping itu, juga terdapat bentukan kalimat
yang tidak tersusun secara sejajar. Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh berikut.
(29) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi
pimpinan belum menyetujui.
Ketidaksejajaran bentuk pada kalimat di atas
disebabkan oleh penggunaan bentuk kata kerja pasif
diusulkan yang dikontraskan dengan bentuk aktif
142 |B a h a s a Indonesia
menyetujui. Agar menjadi sejajar, bentuk pertama
menggunakan bentuk pasif, hendaknya bagian kedua pun
menggunakan bentuk pasif. Sebaliknya, jika yang
pertama aktif, bagian kedua pun aktif. Dengan demikian,
kalimat tersebut akan memiliki kesejajaran jika bentuk
kata kerja diseragamkan menjadi seperti di bawah ini.
(29a) Program kerja ini sudah lama diusulkan, tetapi
belum disetujui pimpinan.
(29b) Kami sudah lama mengusulkan program ini, tetapi
pimpinan belum menyetujuinya.

143 |B a h a s a Indonesia
BAB VI
PARAGRAF (ALINEA)

I. PENGERTIAN PARAGRAF (ALINEA)


Paragraf adalah suatu bagian dari sebuah karangan atau karya
ilmiah yang  cara penulisannya harus dimulai dengan baris
baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf
dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama
masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa spasi.
Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti
paragraf pertama.
Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah
pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf
tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-
kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan
kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk
membentuk sebuah gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan
sebagai sebuah karangan yang paling pendek (singkat).
Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana
suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan
membaca tulisan atau buku kalau tidak ada paragraf. Kitapun
susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain.
Dengan adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar
144 |B a h a s a Indonesia
sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan
yang terkandung dalam paragraf itu.

II. SYARAT-SYARAT SEBUAH PARAGRAF


Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting
a) Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga
diletakkan pada
bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok
adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari
sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang
nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya
dalam bentuk kalimat penjelas.

b) Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan
penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat
pokok suatu paragraf.

III. BAGIAN-BAGIAN PARAGRAF


a) Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan
untuk merangkai keseluruhan tulisan,
b) Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan
berhubungan dengan wajar.

IV. KERANGKA PARAGRAF


a) Dimulai dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan
utama paragraf.
b) Memberikan detil pendukung untuk mendukung gagasan
utama.

145 |B a h a s a Indonesia
c) Diakhiri kalimat penutup yang menyatakan kembali
gagasan utama

V. JENIS-JENIS PARAGRAF
A. Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
Keraf (1980:63-66) memberikan penjelasan tentang jenis
paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut.
1) Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang
membuka atau menghantar karangan itu, atau
menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu.
Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus
menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup
menyiapkan pikiran pembaca kepada apa yag sedang
diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena
paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan
kebosanan pembaca.

2) Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang
terdapat di antara paragraf pembuka dan paragraf
penutup.
Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan
terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh Sebab itu
dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus
diperhatikan agar hubungan antara satu paragraf dengan
paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara
logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari
jenis karangannya. Dalam karangan-karangan yang
bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf
itu harus disusun berdasarkan suatu perkembangan yang
146 |B a h a s a Indonesia
logis. Bila uraian itu mengandung pertentangan
pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai
dasar atau landasan untuk kemudian melangkah kepada
paragraf-paragraf yang menekankan pendapat
pengarang.

3) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan
untuk mengakhiri karangan atau bagian karangan.
Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan
pendapat dari apa yang telah diuraikan dalam paragraf-
paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah
karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf
penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti
terlalu pendek. Hal yang paling esensial adalah bahwa
paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang
bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat
menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.

B. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama


Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf.
Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini
berpijak pada pendapat Sirai, dan kawan-kawan(1985:70-
71) yang mengemukakan empat cara meletakkan kalimat
utama dalam paragraf.
1) Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan
pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan
kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan
kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan
147 |B a h a s a Indonesia
dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke
yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal
paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok
tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf
semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif,
yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

2) Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-
enjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup
dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan
dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang
khusus ke hal yang umum.

3) Paragraf Gabungan atau Campuran


Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian
awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir
berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama.
Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas
ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini
tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
Contoh paragraf campuran seperti dikemukakan oleh
Keraf (1989:73):
Sifat kodrati bahasa yang lain yang perlu dicatat di sini
ialah bahwasanya tiap bahasa mempunyai sistem.
Ungkapan yang khusus pula, masing-masing lepas
terpisah dan tidak bergantung dari yang lain. Sistem
ungkapan tiap bahasa dan sistem makna tiap bahasa
dibatasi oleh kerangka alam pikiran bangsa yang
memiliki bahasa itu kerangka pikiran yang saya sebut di
atas. Oleh karena itu janganlah kecewa apabila bahasa
148 |B a h a s a Indonesia
Indonesia tidak membedakan jamak dan tunggal, tidak
mengenal kata dalam sistem kata kerjanya, gugus fonem
juga tertentu polanya, dan sebagainya. Bahasa Inggris
tidak mengenal “unggah-ungguh”. Bahasa Zulu tidak
mempunyai kata yang berarti “lembu”, tetapi ada kata
yang berarti “lembu putih”, “lembu merah”, dan
sebagainya. Secara teknis para linguis mengatakan bahwa
tiap bahasa mempunyai sistem fonologi, sistem
gramatikal, serta pola semantik yang khusus.

4) Paragraf Tanpa Kalimat Utama


Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti
pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang
membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa
digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau
deskripsi.
Contoh paragraf tanpa kalimat utama:
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni
1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang
menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak
kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit
seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam
menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa
Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk
cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul
ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan
terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya. (Intisari,
Feb.1996 dalam Keraf, 1980:74)
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam
paragraf di atas, karena seluruh paragraf bersifat
deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih
penting dari yang lain. Semuanya sama penting, dan
149 |B a h a s a Indonesia
bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf
tersebut.
 
5) Paragraf Induktif
Paragraf induktif adalah paragraf yang dimulai dengan
menyebutkan peristiwa-peristiwa yang khusus, untuk
menuju kepada kesimpulan umum, yang mencakup
semua peristiwa khusus di atas.
A. Ciri-ciri Paragraf Induktif :
Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa-peristiwa
khusus
1) Menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa-
peristiwa khusus
2) Kesimpulan terdapat di akhir paragraf
3) Menemukan Kalimat Utama, Gagasan Utama,
Kalimat Penjelas
4) Kalimat utama paragraf induktif terletak di akhir
paragraf
5) Gagasan Utama terdapat pada kalimat utama
6) Kalimat penjelas terletak sebelum kalimat utama,
yakni yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa
khusus
7) Kalimat penjelas merupakan kalimat yang
mendukung gagasa utama

B. Jenis Paragraf Induktif :


1) Generalisasi
2) Analogi
3) Klasifikasi
4) Perbandingan
5) Sebab akibat :
1) Sebab-akibat
150 |B a h a s a Indonesia
2) Akibat-sebab
3) Sebab-akibat1-akibat2
a) Paragraf Generalisasi
Generalisasi adalah penalaran induktif dengan
cara menarik kesimpulan secara umum
berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau
peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup
dan dapat mewakili
Contoh : Setelah karangan anak-anak kelas 3
diperiksa, ternyata Ali, toto, Alex, dan Burhan
mendapat nilai 8. Anak-anak yang lain mendapat
7. Hanya Maman yang 6, dan tidak seorang pun
mendapat nilai kurang. Boleh dikatakan, anak
kelas 3 cukup pandai mengarang.
 
b) Paragraf Analogi
Analogi adalah penalaran induktif dengan
membandingkan dua hal yang banyak
persamaannya. Berdasarkan persamaan kedua
hal tersebut, Anda dapat menarik kesimpulan.
Contoh : Sifat manusia ibarat padi yang terhampar
di sawah yang luas. Ketika manusia itu meraih
kepandaian, kebesaran, dan kekayaan, sifatnya
akan menjadi rendah hati dan dermawan. Begitu
pula dengan padi yang semakin berisi, ia akan
semakin merunduk. Apabila padi itu kosong, ia
akan berdiri tegak.
Demikian pula dengan manusia yang tidak
berilmu dan tidak berperasaan, ia akan sombong
dan garang. Oleh karena itu, kita sebagai manusia
apabila diberi kepandaian dan kelebihan,
bersikaplah seperti padi yang selalu merunduk.
151 |B a h a s a Indonesia
 
c) Paragraf Sebab-Akibat
Paragraf hubungan sebab akibat adalah paragraf
yang dimulai dengan mengemukakan fakta
khusus yang menjadi sebab, dan sampai pada
simpulan yang menjadi akibat.
Contoh : Kemarau tahun ini cukup panjang.
Sebelumnya, pohon-pohon di hutan sebagi
penyerap air banyak yang ditebang. Di samping
itu, irigasi di desa ini tidak lancar. Ditambah lagi
dengan harga pupuk yang semakin mahal dan
kurangnya pengetahuan para petani dalam
menggarap lahan pertaniannya. Oleh karena itu,
tidak mengherankan panen di desa ini selalu
gagal.

d) Paragraf Akibat-Sebab
Paragraf hubungan akibat sebab adalah paragraf
yang dimulai dengan fakta khusus yang menjadi
akibat, kemudian fakta itu dianalisis untuk
diambil kesimpulan.
Contoh : Hasil panen para petani di Desa Cikaret
hampir setiap musim tidak memuaskan. Banyak
tanaman yang mati sebelum berbuah karena
diserang hama. Banyak pula tanaman yang tidak
berhasil tumbuh dengan baik.
Bukan itu saja, pengairan pun tidak berjalan
dengan lancar dan penataan letak tanaman tidak
sesuai dengan aturannya. Semua itu merupakan
akibat dari kurangnya pengetahuan para petani
dalam pengolahan pertanian.

152 |B a h a s a Indonesia
e) Paragraf Sebab-Akibat1-Akibat2
Dalam paragraf hubungan sebab akibat 1 akibat 2,
suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian
akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab
yang menimbulkan akibat kedua. Demikian
seterusnya hingga timbul beberapa akibat.
Contoh : Baru-baru ini petani Cimanuk gagal
panen karena tanaman padi mereka diserang
hama wereng. Peristiwa ini menelan kerugian
ratusan juta rupiah. Selain itu, distribusi beras ke
kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung
terganggu. Pasokan beras di pasar tradisional pun
semakin lama semakin menipis sehingga
masyarakat kesulitan mendapatkan beras. Hal ini
mendorong pemerintah untuk melakukan impor
beras dari negara tetangga dengan harapan
masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan
pangannya selama menunggu hasil panen
berikutnya.

C. Jenis Paragraf Berdasarkan Isinya


1) Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan
sesuatu dengan jelas dan terperinci. Paragraf deskrispi
bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran
terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga
pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar,
membaca, atau merasakan hal yang dideskripsikan.
Contoh : keadaan banjir, suasana di pasar
Menandai Ciri-ciri Paragraf Deskripsi
Bacalah dua kutipan di bawah ini!
KUTIPAN 1

153 |B a h a s a Indonesia
Malam itu, indah sekali. Di langit, bintang –
bintang berkelip – kelip memancarkan
cahaya. Hawa dingin menusuk kulit. Sesekali
terdengar suara jangkrik, burung malam, dan
kelelawar mengusik sepinya malam. Angin
berhembus pelan dan tenang.
KUTIPAN 2
Kamar itu, menurut penglihatan saya,
sangatlah besar dan bagus. Sebuah tempat
tidur besi besar dengan kasur, bantal, guling,
dan kelambu yang serba putih, berenda dan
berbunga putih, berada di kamar dekat
dinding sebelah utara. Kemudian, satu
cermin oval besar tergantung di dinding
selatan. Di kamar itu juga ada lemari pakaian
yang amat besar terbuat dari kayu jati.
Lemari kokoh itu tepat berada di samping
pintu kamar

Kedua kutipan tersebut adalah contoh paragraf deskripsi.


Paragraf deskripsi mempunyai ciri-ciri yang khas, yaitu
bertujuan untuk melukiskan suatu objek.
Dalam paragraf deskripsi, hal-hal yang menyentuh
pancaindera (penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecapan, atau perabaan) dijelaskan secara terperinci.
Inilah ciri-ciri paragraf deskripsi yang menonjol, seperti
dalam kutipan 1.
Ciri yang kedua adalah penyajian urutan ruang.
Penggambaran atau pelukisan berupa perincian disusun
secara berurutan; mungkin dari kanan ke kiri, dari atas
ke bawah, dari depan ke belakang, dan sebagainya,
seperti dalam kutipan 2.
Ciri deskripsi dalam penggambaran benda atau manusia
didapat dengan mengamati bentuk, warna, dan keadaan
objek secara detil/terperinci menurut penangkapan si
penulis.

154 |B a h a s a Indonesia
….seorang gadis berpakaian hitam…..
….tiga lelaki tanpa alas kaki….
Dalam paragraf deskripsi, unsur perasaan lebih tajam
daripada pikiran.
….bersama terpaan angin yang lembut…..

2) Paragraf Eksposisi
Menulis eksposisi sangat besar manfaatnya. Mengapa?
Sebagian besar masyarakat menyadari pentingnya
sebuah informasi.
Eksposisi merupakan sebuah paparan atau penjelasan.
Jika ada paragraf yang menjawab pertanyaan apakah itu?
Dari mana asalnya? Paragraf tersebut merupakan sebuah
paragraf eksposisi. Eksposisi adalah karangan yang
menyajikan sejumlah pengetahuan atau informasi.
Tujuannya, pembaca mendapat pengetahuan atau
informasi yang sejelas – jelasnya.
Contoh : laporan
Dalam paragraf eksposisi, ada beberapa jenis
pengembangan, yaitu (1) eksposisi definisi, (2) eksposisi
proses, (3) eksposisi klasifikasi, (4) eksposisi ilustrasi
(contoh), (5) eksposisi perbandingan & pertentangan,
dan (6) eksposisi laporan.
Mengenali Contoh-contoh Paragraf Eksposisi
PARAGRAF 1
Ozone therapy adalah pengobatan suatu
penyakit dengan cara memasukkan
oksigen ,urni dan ozon berenergi tinggi ke
dalam tubuh melalui darah. Ozone therapy
merupakan terapi yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan
penyakit yang kita derita maupun sebagai
pencegah penyakit.
PARAGRAF 2
Pemerintah akan memberikan bantuan
pembangunan rumah atau bangunan kepada

155 |B a h a s a Indonesia
korban gempa. Bantuan pembangunan
rumah atau bangunan tersebut disesuaikan
dengan tingkat kerusakannya. Warga yang
rumahnya rusak ringan mendapat bantuan
sekitar 10 juta. Warga yang rumahnya rusak
sedang mendapat bantuan sekitar 20 juta.
Warga yang rumahnya rusak berat mendapat
bantuan sekitar 30 juta. Calon penerima
bantuan tersebut ditentukan oleh aparat
desa setempat dengan pengawasan dari
pihak LSM.
PARAGRAF 3
Sampai hari ke-8, bantuan untuk para korban
gempa Yogyakarta belum merata. Hal ini
terlihat di beberapa wilayah Bantul dan Jetis.
Misalnya, di Desa Piyungan. Sampai saat ini,
warga Desa Piyungan hanya makan singkong.
Mereka mengambilnya dari beberapa kebun
warga. Jika ada warga yang makan nasi, itu
adalah sisa-sisa beras yang mereka
kumpulkan di balik reruntuhan bangunan.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa
bantuan pemerintah kurang merata.

Topik – topik yang Dapat Dikembangkan Menjadi


Paragraf Eksposisi
Tujuan paragraf eksposisi adalah memaparkan atau
menjelaskan sesuatu agar pengetahuan pembaca
bertambah. Oleh karena itu, topik-topik yang
dikembangkan dalam paragraf eksposisi berkaitan
dengan penyampaian informasi. Berikut ini contoh –
contoh topik yang dapat dikembangkan menjadi sebuah
paragraf eksposisi.
1. Manfaat menjadi orang kreatif
2. Bagaimana proses penyaluran bantuan langsung?
3. Konsep bantuan langsung tunai.

156 |B a h a s a Indonesia
4. Faktor – faktor penyebab mewabahnya penyakit flu
burung.

3) Paragraf Argumentasi
Paragraf Argumentasi adalah paragraf atau karangan
yang membuktikan kebenaran tentang sesuatu.
Untuk memperkuat ide atau pendapatnya penulis wacana
argumetasi menyertakan data-data pendukung.
Tujuannya, pembaca menjadi yakin atas kebenaran yang
disampaikan penulis.
Dalam paragraf argumentasi, biasanya ditemukan
beberapa ciri yang mudah dikenali. Ciri- ciri tersebut
misalnya (1) ada pernyataan, ide, atau pendapat yang
dikemukakan penulisnya; (2) alasan, data, atau fakta
yang mendukung; (3) pembenaran berdasarkan data dan
fakta yang disampaikan. Data dan fakta yang digunakan
untuk menyusun wacana atau paragraf argumentasi
dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi,
penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan.
Pada akhir paragraf atau karangan, perlu disajikan
kesimpulan. Kesimpulan ini yang membedakan
argumentasi dari eksposisi.
PARAGRAF 1
Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat
ia lakukan secara sempurna. Tembakan kaki
kanan dan kiri tepat arahnya dan keras.
Sundulan kepalanya sering memperdayakan
kiper lawan. Bola seolah-olah menurut
kehendaknya. Larinya cepat bagaikan kijang.
Lawan sukar mengambil bola dari kakinya.
Operan bolanya tepat dan terarah. Amin
benar-benar pemain bola jempolan (Tarigan
1981 : 28).
PARAGRAF 2
Mempertahankan kesuburan tanah
merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap
157 |B a h a s a Indonesia
usaha pertanian. Selama tanaman dalam
proses menghasilkan, kesuburan tanah ini
akan berkurang. Padahal kesuburan tanah
wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan
dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya.
Teladan terbaik tentang cara menggunakan
tanah dan cara menjaga kesuburannya, dapat
kita peroleh pada hutan yang belum digarap
petani.
Tujuan yang ingin dicapai melalui pemaparan
argumentasi ini, antara lain :
1. melontarkan pandangan / pendirian
2. mendorong atau mencegah suatu tindakan
3. mengubah tingkah laku pembaca
4. menarik simpati
Contoh : laporan penelitian ilmiah, karya tulis

4) Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu
peristiwa atau kejadian. Dalam karangan atau paragraf
narasi terdapat alur cerita, tokoh, setting, dan konflik.
Paragraf naratif tidak memiliki kalimat utama.
Perhatikan contoh berikut!
Kemudian mobil meluncur kembali, Nyonya
Marta tampak bersandar lesu. Tangannya
dibalut dan terikat ke leher. Mobil berhenti di
depan rumah. Lalu bawahan suaminya
beserta istri-istri mereka pada keluar rumah
menyongsong. Tuan Hasan memapah
istrinya yang sakit. Sementara bawahan Tuan
Hasan saling berlomba menyambut
kedatangan Nyonya Marta.
Paragraf naratif disusun dengan merangkaikan peristiwa-
peristiwa yang berurutan atau secara kronologis.
Tujuannya, pembaca diharapkan seolah-olah mengalami
sendiri peristiwa yang diceritakan.

158 |B a h a s a Indonesia
Contoh : novel, cerpen, drama
Paragraf narasi dibedakan atas dua jenis, yaitu narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. Paragraf narasi
ekspositoris berisikan rangkaian perbuatan yang
disampaikan secara informatif sehingga pembaca
mengetahui peristiwa tersebut secara tepat.
Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain
bagus. Mula-mula ia menyodorkan sebuah
kontramelodi yang hebat, lalu bergantian
dengan klarinet, meniupkan garis melodi
utamanya. Ramin dan tujuh kawannya
berbaris seperti serdadu masuk ke tangsi,
mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan
menyunting Mulyati, gadis yang rumahnya di
Perumahan Kampung Meruyung. Mereka
membawakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa
tepat untuk mengantar Ahmad, sang
pengantin….
Sumber : Tempo, 20 Februari 2005
Paragraf narasi sugestif adalah paragraf yang berisi
rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa
seehingga merangsang daya khayal pembaca, tentang
peristiwa tersebut.
Patih Pranggulang menghunus pedangnya.
Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke
tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum
mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh,
sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar,
pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang
memungut pedang itu dan membacokkan
lagi ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih
Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi,
semuanya gagal.
Sumber : Terampil Menulis Paragraf, 2004 :
66

159 |B a h a s a Indonesia
5) Paragraf Persuasi
Paragraf Persuasi merupakan paragraf yang berisi
imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan oleh penulisnya. Oleh
karena itu, biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta
sehingga meyakinkan dan dapat mempengaruhi
pembaca.
Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah
pendekatan emotif yang berusaha membangkitkan dan
merangsang emosi.
Contoh : (1) propaganda kelompok / golongan,
kampanye, (2) iklan dalam media massa, (2) selebaran,
dsb.

Sistem pendidikan di Indonesia yang


dikembangkan sekarang ini masih belum
memenuhi harapan. Hal ini dapat terlihat
dari keterampilan membaca siswa kelas IV
SD di Indonesia yang berada pada peringkat
terendah di Asia Timur setelah Philipina,
Thailand, Singapura, dan Hongkong. Selain
itu, berdasarkan penelitian, rata-rata nilai tes
siswa SD kelas VI untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPA dari
tahun ke tahun semakin menurun. Anak-
anak di Indonesia hanya dapat menguasai
30% materi bacaan. Kenyataan ini disajikan
bukan untuk mencari kesalahan penentu
kebijakan, pelaksana pendidikan, dan
keadaan yang sedang melanda bangsa, tapi
semata-mata agar kita menyadari sistem
pendidikan kita mengalami krisis. Oleh
karena itu, semua pihak perlu
menyelamatkan generasi mendatang. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan
memperbaiki sistem pendidikan nasional.

160 |B a h a s a Indonesia
Sumber : Kompas, 10 November 2001
dengan pengubahan seperlunya

BAB VII
KARANGAN

I. DEFINISI KARANGAN
Karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang
untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui
bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.

II. JENIS-JENIS KARANGAN


Sebagaimana sudah lazim dipahami dalam berbagai
kesempatan pembelajaran, diskusi, seminar dan sebagaianya
bahwa karangan secara umum dibagi menjadi lima (5)

161 |B a h a s a Indonesia
bentuk, 1) narasi, 2)deskripsi, 3)eksposisi, 4) argumentasi,
dan 5) persuasi. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-
masing bentuk tersebut.
A. Karangan Narasi
Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada
narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu
urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang
menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian,
tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah
narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu
disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang
dipaparkan berdasarkan plot atau alur.
Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Narasi yang berisi
fakta disebut narasi ekspositoris, sedangkan narasi yang
berisi fiksi disebut narasi sugestif. Contoh narasi
ekspositoris adalah biografi, autobiografi, atau kisah
pengalaman. Sedangkan contoh narasi sugestif adalah
novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
Pola narasi secara sederhana berbentuk susunan dengan
urutan awal – tengah – akhir.
1) Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu
memperkenalkan suasana dan tokoh. Bagian awal
harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca.
2) Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan
suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks
cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks,
secara berangsur-angsur cerita akan mereda.
3) Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara
pengungkapan bermacam-macam. Ada yang
menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat,
ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita
dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya
sendiri.

162 |B a h a s a Indonesia
Langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk
fiksi) cenderung dilakukan melalui proses kreatif,
dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali
ide. Oleh karena itu, cerita dirangkai dengan
menggunakan "rumus" 5 W + 1 H, yang dapat
disingkat menjadi “ADIK SIMBA”.
1) (What) Apa yang akan diceritakan,
2) (Where) Di mana seting/lokasi ceritanya,
3) (When) Kapan peristiwa-peristiwa berlangsung,
4) (Who) Siapa pelaku ceritanya,
5) (Why) Mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi,
dan
6) (How) Bagaimana cerita itu dipaparkan.
Contoh :
Soekarno mengucapkan pidato tentang dasar-
dasar Indonesia merdeka yang dinamakan
Pancasila pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni
1945. Soekarno bersama Mohammad Hatta
sebagai wakil bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.Ia ditangkap Belanda
dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948.
Soekarno dikembalikan ke Yogya dan dipulihkan
kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun
1949.

B. Karangan Deskripsi
Karangan jenis ini berisi gambaran mengenai suatu
hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan hal tersebut.
Karangan deskripsi memiliki ciri-ciri seperti:
1) menggambarkan sesuatu
2) penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya
dengan melibatkan kesan indera,

163 |B a h a s a Indonesia
3) membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri
atau mengalami sendiri.
Pola pengembangan paragraf deskripsi:
1) Paragraf Deskripsi Spasial, paragraf ini
menggambarkan objek kusus ruangan, benda atau
tempat.
2) Paragraf Deskripsi Subjektif, paragraf ini
menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan
perasaan penulis.
3) Paragraf Deskripsi Objektif, paragraf ini
menggambarkan objek dengan apa adanya atau
sebenarnya.
Langkah menyusun deskripsi:
1) Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan
2) Tentukan tujuan
3) Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang
akan dideskripsikan
4) Menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik
(menyusun kerangka karangan)
5) Menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi
yang sesuai dengan tema yang ditentukan
Contoh :
Tepat pukul 06.00 aku terbangun, diiringi dengan
suara-suara ayam yang berkokok seolah menyanyi
sambil membangunkan orang-orang yang masih
tidur. serta dapat ku lihat burung-burung yang
berterbangan meninggalkan sarangnya untuk
mencari makan. Dari timur sang surya menyapaku
dengan malu-malu untuk menampakkan cahayanya.
Aku berjalan ke halaman depan rumah tepat
dihadapan ku ada sebuah jalan besar untuk berlalu
lintas dari kejauhan tampak sawah-sawah milik
164 |B a h a s a Indonesia
petani yang ditanami padi masih berwarna hijau
terlihat sangat sejuk, indah, dan damai. Dari
kejauhan pula terlihat seorang petani yang sedang
membajak sawahnya yang belum ditanami
tumbuhan, dan ada juga petani yang sedang mencari
rumput untuk makan binatang peliharaannya seperti
kambing, sapi, dan kerbau. Didesaku rata-rata
penduduknya sebagai petani.
Pagi ini terlihat sangat sibuk, di jalan" terlihat ibu-
ibu yang sedang berjalan menuju pasar untuk
berjualan sayur. Tetanggaku seorang peternak bebek
yang juga tidak kalah sibuknya dengan orang". Pagi-
pagi sekali dia berjalan menggiring bebeknya
kerawah dekat sawah untuk mencari makan, bebek
yang pintar berbaris dengan rapi pengembalanya.
Sungguh pemandangan yang sangat menarik dilihat
ketika kita bangun tidur.
Di halaman rumah kakekku yang menghadap
ketimur terdapat pohon-pohon yang rindang, ada
pohon mangga yang berbuah sangat lebat, disamping
kiri potehon mangga dapat pula pohon jambu air
yang belum berbuah karena belum musimnya. Dan
disebelah kanan rumah ada pohon rambutan yang
buahnya sangat manis rasanya. sungguh
pemandangan yang sangat indah yang sangat asri
dan damai ini adalah tempat tinggal kakek ku dan
tempat kelahiran ku. Desa yang bernama
NAMBAHDADI ini adalah tempat yang paling aku
kunjungi saat liburan. Selain bisa bertemu kakek dan
nenek aku juga bias melihat pemandangan yang
indah nan damai.

165 |B a h a s a Indonesia
C. Karangan Eksposisi
Karangan eksposisi ini dapat dijelaskan dengan cara
MAJALAH SIANTAR yang kemudian berisi uraian atau
penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi
informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan
grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang
eksposisi ditemukan hanya berisi uraian tentang
langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim
disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
1) Menentukan topik/tema
2) Menetapkan tujuan
3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber
4) Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik
yang dipilih
5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan
eksposisi.
Contoh topik yang tepat untuk eksposisi:
1) Manfaat kegiatan ekstrakurikuler
2) Peranan majalah dinding di sekolah
3) Sekolah kejuruan sebagai penghasil tenaga terampil.
Contoh (1) :
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua
bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam
bidang akuntasi, pekerjan akuntan berupa
pengolahan data untuk menghasilkan informasi
keuangan, juga perencanaan sistem informasi
akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan
informasi keuangan.
Dalam bidang auditing pekerjaan akuntan berupa
pemeriksaan laporan keuangan secara objektif untuk
menilai kewajaran informasi yang tercantum dalam
laporan tersebut.
Contoh (2) paparan :
166 |B a h a s a Indonesia
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua
bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing.
Dalam bidang akuntasi, pekerjan akuntan berupa
pengolahan data untuk menghasilkan informasi
keuangan, juga perencanaan sistem informasi
akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan
informasi keuangan. Dalam bidang auditing
pekerjaan akuntan berupa pemeriksaan laporan
keuangan secara objektif untuk menilai
kewajaran informasi yang tercantum dalam
laporan tersebut.

D. Karangan Argumentasi
Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu
pendapat/kesimpulan dengan data/fakta sebagai
alasan/bukti. Dalam argumentasi pengarang
mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca.
Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan
sebagai penyokong opini tersebut.
Langkah menyusun argumentasi:
1) Menentukan topik/tema
2) Menetapkan tujuan
3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber
4) Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik
yang dipilih
5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan
argumentasi

Contoh tema/topik yang tepat untuk argumentasi :


1) Disiplin kunci sukses berwirausaha,
2) Teknologi komunikasi harus segera dikuasai,
3) Sekolah Menengah Kejuruan sebagai aset bangsa yang
potensial.
Contoh:

167 |B a h a s a Indonesia
Jiwa kepahlawanan harus senantiasa dipupuk dan
dikembangkan karena dengan jiwa kepahlawanan,
pembangunan di negara kita dapat berjalan dengan
sukses. Jiwa kepahlawanan akan berkembang
menjadi nilai-nilai dan sifat kepribadian yang luhur,
berjiwa besar, bertanggung jawab, berdedikasi, loyal,
tangguh, dan cinta terhadap sesama. Semua sifat ini
sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan
di berbagai bidang.

E. Karangan Persuasi
Karangan ini bertujuan memengaruhi pembaca untuk
berbuat sesuatu atau karangan yang besifat mengajak.
Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap
motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca
sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam
karangannya.
Langkah menyusun persuasi:
1) Menentukan topik/tema
2) Merumuskan tujuan
3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber
4) Menyusun kerangka karangan
5) Mengembangkan kerangka karangan menjadi
karangan persuasi
Contoh tema/topik yang tepat untuk persuasi:
1) Katakan tidak pada NARKOBA,
2) Hemat energi demi generasi mendatang,
3) Hutan sahabat kita,
4) Hidup sehat tanpa rokok,
5) Membaca memperluas cakrawala.
Contoh :
Salah satu penyakit yang perlu kita waspadai di
musim hujan ini adalah infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA). Untuk mencegah ISPA, kita perlu
mengonsumsi makanan yang bergizi, minum vitamin
168 |B a h a s a Indonesia
dan antioksidan. Selain itu, kita perlu istirahat yang
cukup, tidak merokok, dan rutin berolah raga, karena
semua itu perlu proses dan cara yang berlanjut.

Dalam bentuk yang lain, karangan dalam konteks akademis


khususnya di perguruan tinggi, karangan dapat dibagi
menjadi tiga (3) jenis, antara lain : 1) karangan ilmiah, 2)
karangan semi ilmiah, dan 3) karangan nonilmiah. Berikut
adalah penjelasan dari bentuk karangan dalam konteks
akademis di perguruan tinggi.
A. Karangan Ilmiah
Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang
menyajikan fakta dan ditulis menurut metodolog
penulisan yang baik dan benar. Adapun jenis karangan
ilmiah yaitu:
1) Makalah: karya tulis yang menyajikan suatu masalah
yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan
yang bersifat empiris-objektif (menurut bahasa,
makalah berasal dari bahasa Arab yang berarti
karangan).
2) Kertas kerja: makalah yang memiliki tingkat analisis
lebih serius, biasanya disajikan dalam lokakarya.
3) Skripsi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan
pendapat penulis berdasar pendapat orang lain.
4) Tesis: karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam
daripada skripsi.
5) Disertasi: karya tulis ilmiah yang mengemukakan
suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis
berdasar data dan fakta yang sahih dengan analisi
yang terinci.
Karakteristik karya tulis ilmiah:

169 |B a h a s a Indonesia
1) Isi kajian pada lingkup ilmu pengetahuan dan
merupakan pembahasan suatu hasil penelitian.
2) Sosok tampilan mengikuti aturan penulisan ilmiah,
bersifat metodis dan sistematis.
3) Dijiwai langkah sesuai dengan prosedur berpikir
ilmiah dan menggunakan laras ilmiah.
Syarat- Syarat Karya Kulis lmiah:
1) APIK (Asli, Penting, Ilmiah, Konsisten).
2) Bentuk/jenis karya tulis jelas.
3) Lengkap.
4) Pengesahan jelas.
5) Waktu Pembuatan logis.

B. Karangan Semi Ilmiah


Semi Ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang
menyajikan fakta umum dan menurut metodologi
panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa
konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya tekhnis
dan didukung dengan fakta umum yang dapat dibuktikan
benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang
menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan
penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak
sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-
analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah.
Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena
jenis Semi Ilmiah memang masih banyak
digunakan,misalnya dalam komik, anekdot, dongeng,
hikayat, novel dan roman. Karakteristiknya berada
diantara ilmiah dan non ilmiah.
Contoh : editorial,opini,reportase,dan artikel.

C. Karangan Nonilmiah
170 |B a h a s a Indonesia
Nonilmiah (Fiksi) adalah karangan ilmu pengetahuan
yang menyajikan fakta pribadi dan ditulis menurut
metodologi penulisan yang baik dan benar. Satu ciri yang
pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa
kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik
penulisannya juga tidak boleh dibuat sembarangan,
unsur-unsur seperti penokohan, plot, konfliks, klimaks,
setting.

III. LANGKAH-LANGKAH MENYUSUN KARANGAN


A. Menentukan Tema dan Judul
Sebelum anda mau melangkah, pertama kali dipikirkan
adalah mau kemana kita berjalan? lalu bila menulis, apa
yang akan kita tulis? Tema adalah pokok persoalan,
permasalahan, atau pokok pembicaraan yang mendasari
suatu karangan. Sedangkan yang dimaksud dengan judul
adalah kepala karangan. Kalau tema cakupannya lebih
besar dan menyangkut pada persoalan yang diangkat
sedangkan judul lebih pada penjelasan awal (penunjuk
singkat) isi karangan yang akan ditulis.
Tema sangat terpengaruh terhadap wawasan penulis.
Semakin banyak penulis membiasakan membaca buku,
semakin banyak aktifitas menulis akan memperlancar
penulis memperoleh tema.
Namun, bagi pemula perlu memperhatikan beberapa hal
penting agar tema yang diangkat mudah dikembangkan.
diantaranya :
1) Jangan mengambil tema yang bahasannya terlalu luas.
2) Pilih tema yang kita sukai dan kita yakini dapat kita
kembangkan.
3) Pilih tema yang sumber atau bahan-bahannya dapat
dengan mudah kita peroleh.
Terkadang memang dalam menentukan tema tidak
selamanya selalu sesuai dengan syarat-syarat diatas.
Contohnya saat lomba mengarang, tema sudah

171 |B a h a s a Indonesia
disediakan sebelumnya dan kita hanya bisa
memakainya.Ketika tema sudah didapatkan, perlu
diuraikan atau membahas tema menjadi suatu bentuk
karangan yang terarah dan sistematis. Salah satu caranya
dengan menentukan judul karangan. Judul yang baik
adalah judul yang dapat menyiratkan isi keseluruhan
karangan kita.

B. Mengumpulkan Bahan
Setelah punya tujuan, dan mau melangkah, lalu apa bekal
anda? Sebelum melanjutkan menulis, perlu ada bahan
yang menjadi bekal dalam menunjukkan eksistensi
tulisan. Bagaimana ide, dan inovasi dapat diperhatikan
kalau tidak ada hal yang menjadi bahan ide tersebut
muncul. Buat apa ide muluk-muluk kalau tidak
diperlukan. Perlu ada dasar bekal dalam melanjutkan
penulisan.
Untuk membiasakan, kumpulkanlah kliping-kliping
masalah tertentu (biasanya yang menarik penulis) dalam
berbagai bidang dengan rapi. Hal ini perlu dibiasakan
calon penulis agar ketika dibutuhkan dalam tulisan,
penulis dapat membuka kembali kliping yang tersimpan
sesuai bidangnya. Banyak cara mengumpulkannya,
masing-masing penulis mempunyai cara sesuai juga
dengan tujuan tulisannya.

C. Menyeleksi Bahan
Setelah ada bekal, dan mulai berjalan, tapi bekal mana
yang akan dibawa? agar tidak terlalu bias dan abstrak,
perlu dipilih bahan-bahan yang sesuai dengan tema
pembahasan. Polanya melalui klarifikasi tingkat urgensi
bahan yang telah dikumpulkan dengan teliti dan
sistematis. berikut ini petunjuk-petunjuknya:
1) Catat hal penting semampunya.
2) Jadikan membaca sebagai kebutuhan

172 |B a h a s a Indonesia
3) Banyak diskusi, dan mengikuti kegiatan-kegiatan
ilmiah.

D. Membuat Kerangka Karangan


Bekal ada, terpilih lagi, terus melangkah yang mana dulu?
Perlu kita susun selangkah demi selangkah agar tujuan
awal kita dalam menulis tidak hilang atau melebar
ditengah jalan. Kerangka karangan menguraikan tiap
topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih
fokus dan terukur.
Kerangka karangan belum tentu sama dengan daftar isi,
atau uraian per bab. Kerangka ini merupakan catatan
kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan
untuk mencapai tahap yang sempurna.
Kerangka karangan adalah rencana penulisan yang
memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan
ditulis, dan merupakan rangkaian ide-ide yang disusun
secara sistematis, logis, jelas, terstruktur, dan teratur.
Kerangka karangan dibuat untuk mempermudah
penulisan agar tetap terarah dan tidak keluar dari topik
atau tema yang dituju. Pembuatan kerangka karangan ini
sangat penting, terutama bagi penulis pemula, agar
tulisan tidak kaku dan penulis tidak bingung dalam
melanjutkan tulisannya.
1) Manfaat kerangka karangan
a) Untuk menyusun karangan secara teratur.
b) Mempermudah pembahasan tulisan.
c) Menghindari isi tulisan keluar dari tujuan awal.
d) Menghindari penggarapan sebuah topik sampai
dua kali atau lebih.
e) Memudahkan penulis mencari materi tambahan.
f) Menjamin penulis bersifat konseptual, menyeluruh,
dan terarah.

173 |B a h a s a Indonesia
g) Memudahkan penulis mencapai klimaks yang
berbeda-beda.
Dengan adanya kerangka karangan, penulis bisa
langsung menyusun tulisannya sesuai butir-butir
bahasan yang ada dalam kerangka karangannya.
Kerangka karangan merupakan miniatur dari sebuah
karangan. Dalam bentuk ini, karangan tersebut dapat
diteliti, dianalisi, dan dipertimbangkan secara
menyeluruh.
2) Syarat-syarat kerangka karangan yang baik
a) Pengungkapan maksudnya harus jelas.
b) Tiap unit dalam kerangka karangan hanya
mengandung satu gagasan.
c) Pokok-pokok dalam kerangka karangan harus
disusun secara logis.
d) Harus menggunakan pasangan simbol yang
konsisten.
3) Berikut fungsi kerangka karangan :
a) Memudahkan pengelolaan susunan karangan agar
teratur dan sistematik.
b) Memudahkan penulis dalam menguraikan setiap
permasalahan.
c) Membantu menyeleksi materi yang penting
maupun yang tidak penting
4) Tahapan dalam menyusun kerangka karangan :
a) Mencatat gagasan. Alat yang mudah digunakan
adalah pohon pikiran (diagram yang menjelaskan
gagasan2 yang timbul)
b) Mengatur urutan gagasan.
c) Memeriksa kembali yang telah diatur dalam bab
dan subbab
d) Membuat kerangka yang terperinci dan lengkap
Kerangka karangan yang baik adalah kerangka yang urut
dan logis. Bila terdapat ide yang bersilangan, akan
174 |B a h a s a Indonesia
mempersulit proses pengembangan karangan. (karangan
tidak mengalir)

E. Mengembangkan kerangka karangan


Proses pengembangan karangan tergantung sepenuhnya
pada penguasaan kita terhadap materi yang hendak kita
tulis. Jika benar-benar memahami materi dengan baik,
permasalahan dapat diangkat dengan kreatif, mengalir
dan nyata. Terbukti pula kekuatan bahan materi yang kita
kumpulkan dalam menyediakan wawasan untuk
mengembangkan karangan.
Pengembangan karangan juga jangan sampai menumpuk
dengan pokok permasalahan yang lain. Untuk itu
pengembangannya harus sistematis, dan terarah. Alur
pengembangan juga harus disusun secara teliti dan
cermat. Semakin sistematis, logis dan relevan pada tema
yang ditentukan, semakin berbobot pula tulisan yang
dihasilkan.

F. Macam-macam Susunan Kerangka Karangan


1) Alamiah
Suatu urutan unit-unit kerangka karangan sesuai
dengan keadaan nyata di alam. Oleh karena itu,
susunan alamiah dibagi menjadi tiga bagian utama,
yaitu :
a) Berdasar urutan ruang.
Topik yang diuraikan berkaitan erat dengan
ruang / tempat : dari kiri ke kanan, dari timur ke
barat, urutan geografis.
Contoh
Topik : Banjir.
Tujuan : Untuk mengetahui lokasi banjir.
Tema : Beberapa lokasi banjir di dunia.

175 |B a h a s a Indonesia
I.BANJIR YANG TERJADI DI LUAR INDONESIA
A. Banjir di Asia
1. Banjir di China.
2. Banjir di Taiwan.
B. Banjir di Eropa
1. Banjir di Belanda.
2. Banjir di Inggris.
II. BANJIR YANG TERJADI DI INDONESIA.
A. Banjir di Pulau Jawa
1. Banjir di DKI Jakarta.
2. Banjir di Pacitan.
B. Banjir di luar Pulau Jawa
1. Banjir di Papua Barat.
2. Banjir di Padang.

b) Urutan waktu.
Bahan-bahan ditulis berdasar tahap kejadian.
Setipa peristiwa hanya menjadi penting dalam
hubungannya dengan yang lain.
Contoh :
Topik : masyarakat
Tujuan : untuk mengetahui perkembangan
masyarakat
Tema : Perkembangan masyarakat  dari jaman ke
jaman.
I. MASYARAKAT PEMBURU DAN PERAMU
A. Masyarakat Pemburu dan Peramu di Dunia
B. Masyarakat Pemburu dan Peramu di
Indonesia
1. Di Irian
2. Di Kepulauan Mentawai
II. MASYARAKAT PETANI DAN PETERNAK
176 |B a h a s a Indonesia
A. Masyarakat Petani  dan Peramu di Dunia
B. Masyarakat Petani dan Peternak di
Indonesia
1. Masyarakat petani di Pulau Jawa
2. Masyarakat peternak di Nusa
TenggaraTimur
III. MASYARAKAT INDUSTRI
A. Masyarakat Industri Modern
B. Masyarakat Industri Canggih
c) Urutan topik yang ada.
Bagian-bagian diterangkan tanpa memasalahkan
mana yang penting. Misal, laporan keuangan :
pemasukan dan pengeluaran, bagian-bagian
dalam sebuah lembaga, dll.
Contoh :
Topik : Hutan
Tujuan : Untuk mengetahui pemanfaatan hutan
Tema : Pemanfaatan hutan.
I. MANFAAT HUTAN SECARA ALAMIAH
A. Mencegah Erosi
B. Mengurangi Polusi
1. Polusi Udara
2. Polusi Suara
C. Sebagai Hutan Lindung
II. MANFAAT HUTAN SECARA EKONOMIS
A. Hutan Tanaman Industri
B. Hutan untuk Rekreasi
C. Hutan untuk Penelitian
Untuk pola berdasar urutan topik yang ada,
penulis tidak perlu
memperhatikan  mana yang akan didahulukan.
2) Logis
177 |B a h a s a Indonesia
Merupakan unit-unit karangan berurutan sesuai
pendekatan logika / pola pikir manusia. Untuk
susunan logis, dibagi berdasarkan :
a) Klimaks-Anti klimaks.
Anggapan bahwa posisi tertentu dari sebuah
rangkaian merupakan posisi yang paling penting.
Terdiri dari dua hal :
1. Urutan klimaks = yang penting di akhir.
2. Urutan antiklimaks = yang penting di awal.
Model ini hanya efektif untuk menguraikan
sesuatu yang berhubungan dengan hirarki
misalnya urutan pemerintahan.
Contoh :
Topik : Banjir
Tujuan : Untuk mengetahui akibat banjir
Tema : Banjir dan akibatnya
I. MUSIM PENGHUJAN MULAI
II.PENGGUNDULAN HUTAN
III. EROSI DI MANA-MANA
IV. PENDANGKALAN SUNGAI
V. MUSIBAH BANJIR
VI. PENDERITAAN MASYARAKAT
b) Umum-Khusus.
Umum  – khusus : Hal besar diperinci ke  hal- hal
yang lebih kecil atau bagian-bagiannya.
Misalnya uraian tentang Indonesia, lalu  suku-
suku dan kebudayaannya.
Khusus  – Umum : Sebaliknya.
Contoh
Topik : Pendidikan
Tujuan : Untuk mengetahui pendidikan di
masyarakat
178 |B a h a s a Indonesia
Tema : Pendidikan di masyarakat
I. PENDIDIKAN DALAM LINGKUNGAN
MASYARAKAT SECARA UMUM
II. PENDIDIKAN DALAM MASYARAKAT
PERKOTAAN
III. PENDIDIKAN DI MASYARAKAT PEDESAAN
IV. PENDIDIKAN PADA GENERASI MUDA
c) Sebab-Akibat.
- Sebab ke  akibat : masalah utama sebagai sebab,
diikuti perincian akan akibat-akibat yang
mungkin  terjadi.
Misal ; penulisan sejarah, berbagai  persoalan
sosial : kerusakan hutan, perubahan  cuaca global.
- Akibat ke 
sebab : masalah tertentu sebagai akibat, diikuti
perincian sebab-sebab yang  menimbulkannya.
Misal : Krisis multidimensi di  Indonesia.
Contoh
Topik :  Premanisme di Jakarta
I.PERTUMBUHAN EKONOMI YANG TERSENDAT
II. INDUSTRI TUTUP KARENA BAHAN BAKAR
LANGKA
III. LAPANGAN KERJA MENCIUT
IV. MENCARI UANG DENGAN CARA MUDAH
d) Proses.
Dimulai dari penyajian masalah sampai penulisan k
esimpulan umum atau 
solusi. Contoh: Banjir di Jakarta, 
penyebabnya dan alternatif penyelesaiannya.

G. Sistem Penomoran pada Kerangka Karangan


Ada dua cara :
179 |B a h a s a Indonesia
1) Sistem Campuran Huruf dan Angka.
I . Angka Romawi Besar untuk BAB
A. Huruf Romawi Besar untuk Sub Bab
1. Angka Arab besar
a. Huruf Romawi Kecil
i. Angka Romawi Kecil
(a) Huruf Romawi Kecil Berkurung
(1) Angka Arab Berkurung
Contoh :
I. Pendahuluan
II. Tingkat Ekonomi dan Fertilitas di Indonesia
A. Bukti-Bukti dari Sensus 2000
B. Bukti-Bukti dari Survei Fertilitas-Mortalitas
1995
C. Studi Kasus di Lampung
1. Pengukuran Fertilitas
2. Penyebab Perbedaan fertilitas
a. Retaknya Perkawinan
b. Abstinensi Setelah Melahirkan
c. Perbedaan Fekunditas
III. Kesimpulan
2) Sistem Angka Arab (dengan digit).
1.
1.1
1.1.1
2.
2.1
2.1.1
dst.
Contoh :
1. Pendahuluan
2. Tingkat Ekonomi dan Fertilitas di Indonesia
180 |B a h a s a Indonesia
2.1. Bukti-Bukti dari Sensus 2000
2.2. Bukti-Bukti dari Survei Fertilitas-Mortalitas
1995
2.3. Studi Kasus di Lampung
2.3.1. Pengukuran Fertilitas
2.3.2. Penyebab Perbedaan fertilitas
2.3.2.1. Retaknya Perkawinan
2.3.2.2. Abstinensi Setelah Melahirkan
2.3.2.3. Perbedaan Fekunditas
3. Kesimpulan
 

BAB VIII
TEMA, TOPIK, DAN JUDUL

181 |B a h a s a Indonesia
Tema, topik, dan judul merupakan salah satu unsur terpenting
dalam membuat karya ilmiah. Antara tema, topik, dan judul itu
berbeda. Topik dan tema harus ditentukan sebelum mulai
menulis. Sedangkan judul tidak selalu demikian. Terkadang topik
juga langsung di jadikan judul.
Dalam makalah ini akan penulis sajikan pengertian atau definisi
masing-masing dari topik, tema, dan judul. Serta perbedaan
tema, topik, dan judul.

I. PENGERTIAN TEMA
Tema adalah sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang
telah ditempatkan. Kata “tema” berasal dari bahasa Yunani
tithenai yang berarti menempatkan atau meletakkan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia tema disebut sebagai pokok
pikiran, dasar cerita.
Secara khusus, dalam karangan-mengarang, pengertian
tema dapat dilihat dari dua sudut, yaitu dari sudut karangan
yang telah selesai dan dari sudut proses penyusunan sebuah
karangan. Dilihat dari sudut sebuah karangan yang sudah
selesai, tema dapat diartikan sebagai amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya.
Tema merupakan suatu gagasan pokok atau ide pikiran
dalam membuat suatu tulisan. Di setiap tulisan pastilah
mempunyai sebuah tema, karena dalam sebuah penulisan
dianjurkan harus memikirkan tema apa yang akan dibuat.
Dalam menulis cerpen, puisi, novel, karya tulis, dan berbagai

182 |B a h a s a Indonesia
macam jenis tulisan haruslah memiliki sebuah tema. Jadi jika
diandaikan seperti sebuah rumah, tema adalah atapnya. Tema
juga hal yang paling utama dilihat oleh para pembaca sebuah
tulisan. Jika temanya menarik, maka akan memberikan nilai
lebih pada tulisan tersebut.

A. Syarat-syarat memilih tema yang baik antara lain:


1) Tema menarik perhatian penulis.
Dapat membuat seorang penulis berusaha terus-menerus
untuk membuat tulisan atau karangan yang berkaitan
dengan tema tersebut.
Tema dikenal/diketahui dengan baik.
Maksudnya pengetahuan umum yang berhubungan dengan
tema tersebut sudah dimilki oleh penulis supaya lebih
mudah dalam penulisan tulisan/karangan.
2) Bahan-bahannya dapat diperoleh.
Sebuah tema yang baik harus dapat dipikirkan apakah
bahannya cukup tersedia di sekitar kita atau tidak. Bila
cukup tersedia, hal ini memungkinkan penulis untuk dapat
memperolehnya kemudian mempelajari dan menguasai
sepenuhnya.
3) Tema dibatasi ruang lingkupnya.
Tema yang terlampau umum dan luas yang mungkin belum
cukup kemampuannya untuk menggarapnya akan lebih
bijaksana kalau dibatasi ruang lingkupnya.

B. Tema dapat dikesankan melalui:


1) Perwatakan watak-watak dalam sesebuah cerita.
2) Peristiwa, kisah, suasana dan unsur lain seperti nilai-nilai
kemanusian dan kemasyarakatan yang terdapat dalam
cerita.

183 |B a h a s a Indonesia
3) Persoalan-persoalan yang disungguhkan dan kemudian
mendapatkan pokok persoalannya secara keseluruhan.
4) Plot cerita.

II. PENGERTIAN TOPIK


Pengertian topik adalah berasal dari bahasa Yunani “topoi”
yang berarti tempat, dalam tulis menulis bebarti pokok
pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan
suatu artikel.[5] Topik atau masalah adalah pokok
pembicaraan. Menurut Kridalaksana topik adalah (1) bagian
kalimat yang diutamakan dari beberapa hal yang
mengikutinya ; kerangka yang bersangkutan dengan ruang,
waktu, dan benda. Keraf mengatakan, penulis lebih baik
menulis hal-hal yang sifatnya menarik bagi penulis sendiri
dengan pokok persoalan yang benar-benar diketahui dan
dipahami daripada menulis pokok-pokok yang tidak menarik
atau tidak diketahui.

A. Pertimbangan Memilih Topik


Untuk menghasilkan sebuah karangan yang baik, pengarang
harus memilih topik yang menarik hatinya. Manurut Arifin,
berikut hal-hal yang dipertimbangkan dalam memilih topik.
1) Topik yang dipilih harus berada di sekitar penulis, baik
disekitar pengalaman penulis maupun disekitar
pengetahuan penulis.
2) Topik yang dipilih hendaknya yang menarik perhatian
penulis
3) Topik yang dipilih berpusat pada suatu segi lingkup yang
sempit dan terbatas.
4) Topik yang dipilih memiliki data dan fakta yang objektif,
bukan subjektif seperti angan-angan.

184 |B a h a s a Indonesia
5) Topik yang dipilih harus diketahui prinsip-prinsip
ilmiahnya walaupun serba sedikit. Artinya, topik yang
dipilih janganlah terlalu baru bagi penulis.
6) Topik yang dipilih harus memiliki acuan berupa bahan
kepustakaan yang akan memberikan informasi tentang
pokok persoalan yang akan ditulis.

B. Pembatasan Topik
Topik yang akan diangkat dalam permasalahan haru dibatasi
sampai tahap yang paling sempit dan terbatas agar
pembatasanny tidak terlalu luas dan terarah.
Cara mempersempit itu seperti disebutkan “Cipta Lika
Caraka” dapat dilakukan sebagai berikut.
1) Menurut tempat
Contoh, Indonesia lebih khusus daripada dunia, pulau jawa
lebih khusus daripada tanah air Indonesia, dan sebagainya.
2) Menurut waktu/ periode zaman
Contoh, “Perkembangan Islam” bisa dibatasi “
Perkembangan Islam di Masa Nabi Muhammad SAW”
3) Menurut Hubungan Kausal
Contoh, “Perkembangan Islam” dapat dikhususkan
pembahasannya menjadi “Sebabnya Islam Tersiar”
1) Menurut pembagian bidang kehidupan manusia (politik,
sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, ilmu pengetahuan,
kesenian)
Contoh, Topi “ Pembangunan di Indonesia” dapat dibatasi
menjadi “ Pembangunan Politik Masa Orde Baru”
2) Menurut aspek umum-khusus
Contoh, Topik “ Pengaruh Kebijaksanaan 15 November
1978 Terhadap Masyarakat” dapat dikhususkan menjadi
“ Pengaruh Kebijaksanaan 1978 Terhadap Usaha
Kerajinan Rotan di Amuntai”
185 |B a h a s a Indonesia
3) Menurut objek material dan objek formal
Objek material ialah bahan yang dibicarakan, sebagai
objek formal ialah dari sudut mana bahan itu ditinjau.
Contih: “Perkembangan Pers di Indonesia di Tinjau dari
Segi Kebebasannya. Perkembangan Pers di Indonesia
sebagai objek material, dan di Tinjau dari Segi
Kebebasannya adalah objek material.

III. PENGERTIAN JUDUL


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, judul di definisikan
sebagai (1) nama yang dipakai untuk nama buku atau bab
dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau
maksud buku dalam bab itu; (2) kepala karangan judul dalam
suatu karya ilmiah harus berbentuk frasa, bukan kalimat atau
kata.
Pengertian lain tentang judul, sebagai berikut.
1) Judul adalah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam
buku, kepala berita, dan lain-lain; identitas atau cermin
dari jiwa seluruh karya tulis, bersipat menjelaskan diri dan
yang manarik perhatian dan adakalanya menentukan
wilayah (lokasi).
2) Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan.
3) Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat
suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan.
4) Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan
menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima
kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.

A. Judul terbagi menjadi dua :


1) Judul langsung
Judul yang erat kaitannya dengan bagian utama berita,
sehingga hubugannya dengan bagian utama nampak jelas.
186 |B a h a s a Indonesia
2) Judul tak langsung :
Judul yang tidak langsung hubungannya dengan bagian
utama berita tapi tetap menjiwai seluruh isi karangan atau
berita.

B. Pertimbangan Memilih Judul


Judul adalah kepala karangan. Jadi judul harus sesuai dengan
uraian dan untaian kalimat yang ada dibawahnya. Jangan
sampai antara judul dan isi terdapat perbedaan atau tidak
relevan karena judul diibaratkan seperti kepala dan isi
sebagai tubuhnya. Pada umumnya judul dibuat sebelum
menuliskan isi. Akan tetapi, ada juga yang lebih suka menulis
kalimat terlebih dahulu, baru kemudian memikirkan apa judul
yang sesuai dengan tulisan itu.

C. Aturan Pemilihan Judul


Berikut beberapa aturan pemilihan judul :
1) Harus relevan, yaitu harus mempunyai pertalian dengan
temanya, atau ada pertalian dengan beberapa bagian
penting dari tema tersebut.
2) Harus provokatif, yaitu harus menarik dengan sedemikian
rupa sehingga menimbulkan keinginan tahu dari tiap
pembaca terhadap isi buku atau karangan.
3) Harus singkat, yaitu tidak boleh mengambil bentuk kalimat
atau frasa yang panjang, tetapi harus berbentuk kata atau
rangklaian kata yang singkat. Usahakan judul tidak lebih
dari lima kata.

D. Perbedaan Tema, Topik, dan Judul


Perbedaan antara Tema, Topik, dan Judul ialah,
1) Tema merupakan pokok pemikiran, ide atau gagasan
tertentu yang akan disampaikan oleh penulis melalui
187 |B a h a s a Indonesia
karangannya.Dan tema juga merupakan dasar cerita
(yang dipercakapkan-dsb), yang dipakai sebagai dasar
mengarang, mengubah sajak,dsb.
2) Topik merupakan pokok pembicaraan dalam diskusi,
ceramah, karangan, dsb. Topik juga merupakan ide
sentral yang mengikat keseluruhan uraian, deskripsi,
penjelasan, dan seluruh pembuktian.
3) Judul merupakan kepala karangan (cerita,drama,dsb)
atau perincian atau penjabaran dari topik dan judul
dapat juga merupakan nama yang dipakai untuk buku
atau bab dalam buku yang menyiratkan secara pendek isi
buku atau bab.

Sebagai salah satu unsur terpenting dalam membuat


karya ilmiah, tema, topik, dan judul merupakan hal yang harus
diperhatikan dalam membuat karya tulis. Karena, tema, topik,
dan judul merupakan sesuatu yang mendasar.
Tema merupakan pokok pemikiran, ide atau gagasan
tertentu yang akan disampaikan oleh penulis melalui
karangannya.Dan tema juga merupakan dasar cerita (yang
dipercakapkan-dsb), yang dipakai sebagai dasar mengarang,
mengubah sajak,dsb.
Topik merupakan pokok pembicaraan dalam diskusi,
ceramah, karangan, dsb. Topik juga merupakan ide sentral yang
mengikat keseluruhan uraian, deskripsi, penjelasan, dan seluruh
pembuktian.
Judul merupakan kepala karangan (cerita,drama,dsb)
atau perincian atau penjabaran dari topik dan judul dapat juga
merupakan nama yang dipakai untuk buku atau bab dalam buku
yang menyiratkan secara pendek isi buku atau bab.
Dengan memahami dan menguasai berbagai kaidah
penulisan tema, topik, dan judul. Diharapkan pembaca dapat
188 |B a h a s a Indonesia
membuat tema, topik, dan judul yang baik dan benar. Setidaknya
dengan memahami pembahasan makalah penulis kali ini,
pembaca menjadi paham bagaimana cara membuat tema, topik,
dan judul dengan baik dan sisitematis dan mengerti apa saja
syarat-syarat penyusunan tema, topik, dan judul agar didapat
suatu karya yang baik dan benar, serta menghindari kekeliruan
penentuan.
Para dosen, guru, atau mahasiswa yang senantiasa
bergerak dengan tulisan atau karya ilmiah, sangat besar
peranannya dalam pembinaan pembuatan karya ilmiah
khususnya dalam penentuan tema, topik, dan judul. Oleh karena
itu, sangat masuk akal jika para doseen, guru, atau mahasisiwa
perlu rajin membaca sebagai modal dasar bagi seorang penulis.
Selain itu, kemauan, motivasi, dan kemampuan menulis
merupakan modal dasar yang mutlak dimiliki oleh seseorang
dalam menulis karya ilmiah.
Bagi  pemula, untuk membuat suatu karya ilmiah
diperlukan kejelian untuk menentukan tema, topik, dan judul.
Sebaiknya dalam  mengambil tema, topik, dan judul yang sesuai
dengna materi yang dikuasai. Agar tidak terjadi kekeliruan dalam
pembahasan karya ilmiah atau karangan. Selanjutnya, teruslah
mencipta dan jangan lelah untuk terus belajar serta perhatikan
hal-hal yang penting dalam penulisan atau penentuan tema,
topik, dan judul.

189 |B a h a s a Indonesia
BAB IX
NOTASI ILMIAH

Penyusunan sebuah karya ilmiah memerlukan ketelitian dan


kecermatan. Ketelitian dan kecermatan diperlukan
terutamadalam mengutip teori atau pernyataan-pernyataan dan
pendapat-pendapat para ahli atau siapa saja yang kompeten.
Seseorang bisa mengutip dari buku, majalah, surat kabar, buletin
adalah sumber-sumber tertulis lainnya, teori, pernyataan adalah
pendapat itu merupakan hasil studi pustaka yang kita gunakan
untuk menegaskan, membuktikan dan memperkuat pembahasan
masalah yang diuraikan dalam karya tulis yang disusun.
Pencatatan sumber-sumber tertulis itu dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu kutipan, ringkasan dan paraf rasa. Apabila
mengutip sebagian dari pendapat penulis, yang dianggap dapat
menunjang karya tulis, maka dapat dilakukan dengan cara
pertama, yaitu cara kutipan. Apabila ingin mengambil inti bagian

190 |B a h a s a Indonesia
cara yang kedua adalah pustaka yang dibaca, dapat dilakukan
cara yang kedua yaitu ringkasan. Cara ketiga, cara paraf rasa
dilakukan bila ingin menuliskan kembali pendapat atau
pandangan penulis dengan bahasa sendiri.
Namun dari ketiga cara penulisan di atas, pada
kesempatan ini akan dibahas penulisan sumber dengan cara
pertama, yaitu kutipan. Kutipan dari sumber tertulis harus
dinyatakan secara tertulis dalam karya tulis. Pernyataan tersurat
itu dapat berupa catatan pustaka pada teks, catatan kaki dibawah
teks, dan daftar pustaka pada bagian akhir karya tulis.
Pernyataan tersurat itu merupakan bukti bahwa seseorang tidak
melakukan plagiat terhadap tulisan orang lain dan tidak
melanggar hak cipta orang lain.

I. TEKNIK NOTASI ILMIAH


Dalam bagian ini akan menguraikan hal-hal yang bersifat
pokok dari salah satu teknik notasi ilmiah yang
mempergunakan catatan kaki. Tidak semua aspek dari
teknik notasi ilmiah tersebut akan dibahas di sini melainkan
bagian-bagian yang penting saja. Diharapkan dengan
menguasai aspek-aspek yang bersifat esensial maka
seseorang akan mampu mengkomunikasikan gagasannya
secara ilmiah, atau paling tidak mampu memahami sebuah
karya ilmiah.  
A.  Kutipan
Karya ilmiah dapat mengutip pendapat, konsep dan teori
dari sumber lain dengan menyebutkan sumbernya sesuai
dengan notasi yang diacu oleh penulis. Ada dua cara
mengutip pendapat, konsep dan teori yaitu kutipan
langsung dan tak langsung.
1) Kutipan Langsung

191 |B a h a s a Indonesia
Kutipan langsung adalah pengambilan bagian tertentu
dari tulisan orang lain tanpa melakukan perubahan ke
dalam tulisan kita.
Syarat kutipan langsung adalah sebagai berikut:
a) Tidak boleh melakukan perubahan terhadap teks
asli yang dikutip
b) Menggunakan tiga titik berspasi [. . . ] jika ada
bagian yang dikutip dihilangkan
c) Menyebutkan sumber sesuai dengan teknik notasi
yang digunakan.
d) Bila kutipan langsung pendek (tidak lebih empat
baris) dilakukan dengan cara:
 Integrasikan langsung dalam tubuh teks
 Diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks
 Diapit oleh tanda kutip
Bila kutipan langsung panjang (lebih dari empat
baris) dilakukan dengan cara:
 Dipisahkan dengan spasi (jarak
antarbaris) lebih dari teks
 Diberi jarak rapat antarbaris dalam
kutipan
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan
memantau dan  mengendalikan  perasaan  sendiri 
dan  orang lain, serta menggunakan  perasaan-
perasaan itu untuk “memandu pikiran dan
tindakan”.1

1
Joseph LeDoux, The Emotional Brain (New York:
Simon & Schuster, 1996), h. 143.

Contoh Kutipan Langsung Pendek (kurang dari tiga


baris)
192 |B a h a s a I n d o n e s i a
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan
memantau dan  mengendalikan perasaan  sendiri 
dan  orang lain.1

1
Joseph LeDoux, The Emotional Brain (New York:
Simon & Schuster, 1996), h. 143.
 
Contoh Kutipan Langsung Panjang lebih dari tiga
baris
Mayer dan Salovey mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai berikut:
Emotional intelligence involves the ability to perceive
accurately, appraise, and express emotion; the ability
to understand emotion and emotional knowledg; and
ability to regulate emotions to promote emotional and
intellectual growth.1

1
Peter Salovey & D.J. Sulyster,  Emotional
Develompment and Emotional Inteligence (New York:
Basic Books, 1997), hal. 10.

                 2) Kutipan Tak Langsung


Kutipan tak lansung adalah kutipan yang menuliskan
kembali dengan kata-kata sendiri. Kutipan ini dapat
dibuat panjang atau pendek dengan cara
mengintegrasikan dalam teks, tidak diapit dengan kata
kutip dan menyebutkan sumbernya sesuai dengan
teknik notasi yang dijadikan pedoman dalam menulis
karya ilmiah.
Modernisasi sangat berkaitan dengan

193 |B a h a s a Indonesia
perkembangan ilmu pengetahuan, yang merupakan
salah satu dari ketiga kesatuan kebudayaan modern,
yaitu perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan ekonomi kapitalis, dan
berkembangnya masyarakat borjuis. .1

1
Slamet Sutrisno, “Budaya Keilmuan dan Situasinya
di Indonesia”   Moedjanto et al. (ed.) Tantangan
Kemanusiaan Universal (Yogyakarta: Kanisius,
1993), hal 145

Contoh Kutipan Tak Langsung


Modernisasi sangat berkaitan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, yang merupakan salah satu dari
ketiga kesatuan kebudayaan modern, yaitu
perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan
ekonomi kapitalis, dan berkembangnya masyarakat
borjuis. 1

1
Slamet Sutrisno, “Budaya Keilmuan dan Situasinya di Indonesia”
Moedjanto et al. (ed.) Tantangan Kemanusiaan Universal
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), hal 145

Tanda catatan kaki diletakkan di ujung kalimat yang


kita kutip dengan mempergunakan angka Arab yang
naik diketik setengah spasi. Atau bisa juga 
mempergunakan lambang tertentu dengan catatan
bahwa lambang yang sama dapat diulangi dalam
halaman yang berbeda, namun lambang yang
berbeda harus dipergunakan untuk tiap catatan kaki
dalam halaman yang sama. Catatan kaki dengan
194 |B a h a s a Indonesia
mempergunakan angka diberi nomor mulai dari
angka 1 sampai habis catatan kaki dalam satu bab.
Untuk bab baru catatan kaki dimulai lagi dengan
angka 1 dan seterusnya.
Dalam satu kalimat dapat mengutip lebih dari satu
kutipan. Setiap pernyataan atau konsep yang dikutip
diberi tanda kutip. Semua tanda kutip disebutkan
sumbernya pada catatan kaki.

Contoh kutipan lebih dari satu kutipan dalam satu


kalimat.
Emosi adalah persepsi mental  yang merupakan
umpan balik dari stimulus1,bila ditinjau dari sudut
pandang biologi emosi adalah  ekspresi dan
perasaan.yang ada pada cortex 2,  sedangkan emosi
dari konteks sosial adalah perasaan pribadi dan
pendekatan perilaku sebagai bawaan3

1
Joseph LeDoux, The Emotional Brain (New York:
Simon & Schuster, 1996), h. 143.
2
K.T. Strangman, The Psychology of Emotion (New
York: Chichester, John Wiley &  Sons, 1996), h. 143.
3
Peter Salovey & D.J. Sulyster, Emotional
Develompment and Emotional  Inteligence(New
York: Basic Books, 1997), h. 13

Sekiranya kalimat di atas yang menggunakan tiga


kutipan dalam satu kalimat disusun menjadi  tiga
buah kalimat yang masing-masing mengandung satu
kutipan maka tanda catatan kaki ditulis sesudah
tanda baca penutup: 

195 |B a h a s a Indonesia
Menurut LeDoux, emosi adalah persepsi mental 
yang merupakan umpan balik dari stimulus. 1
Berbeda dengan pendapat Strangman, bahwa emosi
ditinjau dari sudut pandang biologi adalah  ekspresi
dan perasaan. Dalam hal ini ekspresi berada pada
hypothalamus, sedangkan perasaan pada ncortex.2
Salovey & Sulyster mendefinisikan emosi dari
konteks sosial adalah perasaan pribadi dan
pendekatan perilaku, emosi dipandang sebagai
bawaan. 3

1
Joseph LeDoux, The Emotional Brain (New York:
Simon & Schuster, 1996), h. 143.
2
K.T. Strangman, The Psychology of Emotion (New
York: Chichester, John Wiley  &  Sons, 1996), h. 143.
3
Peter Salovey & D.J. Sulyster, Emotional
Develompment and Emotional Inteligence (New
York: Basic Books, 1997), h. h. 13
 
B. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah penyebutan sumber yang dijadikan
kutipan. Fungsi catatan kaki adalah memberikan
penghargaan terhadap sumber yang dikutip dan aspek
ligalitas untuk izin penggunaan karya tulis yang dikutip,
serta yang terpenting adalah etika akademik dalam
masyarakat ilmiah sebagai wujud kejujuran penulis.
Kalimat yang dikutip tersebut harus dituliskan
sumbernya secara tersurat dalam catatan kaki. Kutipan
yang diambil dari halaman tertentu harus disebutkan
halamannya dengan singkatan hal, h, dan atau p, 
umpamanya, hal. 143., h.143. atau p.143. Sekiranya 
kutipan itu disarikan dari beberapa halaman maka
196 |B a h a s a Indonesia
dituliskan halaman-halaman yang dimaksud,
umpamanya, hal. 143., hh. 6-10. atau pp. 6-10.

Contoh:
1
Dali S. Naga, Pengantar Teori Sekor pada
Pengukuran Pendidikan (Jakarta: Besbats, 1992), h.
306.
2
R. I. Arends, Learning to Teach (Singapore: McGraw-
Hill Book Company, 1989), hh.12-16.

Catatan kaki ditulis dalam satu spasi dan dimulai


langsung dari pinggir, atau dapat juga dimulai
setelah beberapa ketukan ketik dari pinggir, asalkan
dilakukan secara konsisten. Nama pengarang yang
jumlahnya sampai tiga orang dituliskan lengkap
sedangkan jumlah pengarang lebih dari tiga orang
hanya dituliskan nama pengarang pertama ditambah
kata et al.(et alii, artinya, dan kawan-kawan).

Contoh :
3
David L. Goetsch dan Stanley B. Davis, Quality
Management: Introduction to Total Quality
Management for Production, Processing, and Service
(New Jersey:  Prentice-Hall, Inc., 2000), h. 35.
4
Ronald K. Hambleton, H. Swaminathan dan H. Jane
Rogers, Fundamentals of Item  Response Theory 
(London: Sage  Publications, 1991), hh.12-13.

5
John A. R. Wilson et al., Psychological Foundation of
Learning and Teaching(New York: McGraw-Hill Book
Company, 2004), h. 406.

197 |B a h a s a Indonesia
Jika nama pengarangnya tidak ada maka langsung
saja nama bukunya dituliskan atau dituliskan Anon.
(Anonymous) di depan nama buku tersebut. Sebuah
buku yang diterjemahkan harus ditulis baik
pengarang maupun penterjemah buku, sedangkan
sebuah kumpulan karangan cukup disebutkan nama
editornya sebagai berikut:
6
Rencana Strategi Pendidikan(Jakarta:Kementerian
Pendidikan Nasional, 2010).
7
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem  Pendidikan Nasional Pasal 2, ayat 1.
8
Peter Lauster, Tes Kepribadian terjemahan D.H. Gulo 
(Jakarta: Gramedia: 2007), h. 27.
9
K.R. Rose danG. Kasper (Eds). Pragmatics in
Language Teaching (Cambridge: Cambridge
University Press: 2010), h.13.

Sebuah makalah yang dipublikasikan dalam majalah,


koran, kumpulan karangan atau dituliskan dalam
forum ilmiah dituliskan dalam tanda kutip disertai
informasi mengenai makalah tersebut:
10
Defri Werdiono,“Upaya Menyelamatkan Gambut,”
Kompas, 10 Agustus 2010, h.16.
11
Douglas Koch dan Mark Sanders, “The Effects of
Solid Modeling and Visualization on Technical
Problem Solving,” Journal of Technology Education,
Vol. 22 (2),Spring2011, hh. 1-5.
12
H. Diessel dan M. Tomasello, “Why Complement
Clauses Do Not Include a That-Coplementizer in Early
Child Language“Proceedings of the Berkeley
Linguistic Society, 2009, h. 14.

198 |B a h a s a Indonesia
13
Jujun S. Suriasumantri,  “Pembangunan Sosial
Budaya Secara Terpadu” dalam  Masalah Sosial
Budaya Tahun 2000: Sebuah Bunga Rampai  (Eds)
Soedjatmoko et. al. (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1986),hh. 10-15.

Pengulangan kutipan dengan sumber yang sama


dilakukan dengan memakai notasi op. cit.(opere
citato, artinya, dalam karya yang telah dikutip) dan
loc. cit. (loco citato, artinya, dalam tempat yang telah
dikutip) dan ibid. (ibidem, artinya, dalam tempat
yang sama). Pengulangan kutipan dengan sumber
yang sama dilakukan dengan pengulangan nama
pengarang tidak ditulis lengkap melainkan cukup
nama familinya saja. Sekiranya pengulangan
dilakukan dengan tidak diselang oleh pengarang lain
maka dipergunakan notasi ibid.seperti tampak dalam
contoh berikut:

14
Ibid., h. 131.
15
Ibid.

Artinya, dalam catatan kaki nomor 14  kita


mengulangi kutipan dari karangan JujunS.
Suriasumantri seperti tercantum dalam catatan kaki
nomor 13 dengan nomor halaman yang berbeda.
Sementara dalam catatan kaki nomor 15, kita
mengulangi kutipan dari karangan JujunS.
Suriasumantri seperti tercantum dalam catatan kaki
nomor 13 dan tidak diselang oleh pengarang lain
dengan nomor halaman yang sama.

199 |B a h a s a Indonesia
Sekiranya kita mengulang karangan H. Diessel & M.
Tomasello dalam catatan kaki nomor 12 yang
terhalang oleh karangan Jujun S. Suriasumantri maka
kita tidak lagi menggunakan ibid.melainkan loc. cit.
seperti contoh di bawah ini:
15
Diessel dan Tomasello, loc. cit.
Ulangan halaman yang berbeda dan telah diselang
oleh pengarang lain ditulis dengan mempergunakan
op. cit. sebagai berikut:

16
Diessel dan Tomasello, op.cit.,h.7.

Sekiranya dalam kutipan yang dipergunakan


terdapat seorang pengarang yang menulis beberapa
karangan maka penggunaan loc. cit.atau op. cit.akan
membingungkan. Oleh sebab itu sebagai
penggantinya dituliskan nama karangannya. Bila
judul itu panjang maka dapat dilakukan 
penyingkatan selama  hal  itu mampu  mewakili
judul karangan yang dimaksud.
Contoh :
17
Diessel dan Tomasello, Why complement clauses, h.
9.
Kadang-kadang kita ingin mengutip sebuah
pernyataan yang telah dikutip dalam karangan orang
lain. Untuk itu maka kedua sumber itu dituliskan
sebagai berikut:

Guilford di dalam Howard Gardner, Frames  of


18

Mind   (New York: Basic Books. Inc.  Publisher,


1983),  hh. 73-75.

200 |B a h a s a Indonesia
Semua kutipan tersebut di atas, baik yang dikutip
langsung maupun tidak langsung, sumbernya
kemudian disertakan dalam daftar pustaka. Hal ini
kita kecualikan untuk kutipan yang didapatkan dari
sumber kedua sebagaimana tampak dalam catatan
kaki nomor 18. Dalam catatan kaki nama pengarang
dituliskan lengkap dengan tidak mengalami
perubahan apa-apa, umpamanya, J. LeDoux ditulis
lengkap Joseph LeDoux sedangkan dalam daftar
pustaka nama pengarang disusun berdasarkan
urutan abjad nama huruf awal nama familinya,
yakni, LeDoux, Joseph.

201 |B a h a s a Indonesia
BAB X
SUMBER ACUAN DAN
DAFTAR PUSTAKA

I. PENGERTIAN DAFTAR ACUAN DAN DAFTAR PUSTAKA


Daftar acuan berisi informasi yang diacu dari sumber lain
yang dimanfaatkan dalam penelitian, dan dikutip baik
esensinya maupun statement lengkapnya dalam teks
penulisan tesis/disertasi atau laporan penelitian. Penulis dari
sumber informasi yang diacu ini harus tercatat dalam Daftar
Acuan pada halaman terakhir dari penulisannya. Daftar acuan
ini hanya terdapat dalam laporan penelitian, skripsi, tesis
maupun disertasi.
Sedangkan Daftar Pustaka adalah daftar bacaan yang
disarankan untuk dibaca dan tidak diacu dalam tulisan , baik
dalam tesis/disertasi/laporan, tetapi sekedar untuk
memperluas wawasan bagi mereka yang ingin mengetahuinya
lebih lanjut. Daftar Pustaka tidak disarankan dalam penulisan
laporan penelitian, skripsi, tesis dan disertasi. Maksudnya
tentu agar penelitian, skripsi, tesis dan disertasi
memanfaatkan sumber informasi yang telah ada atau
penelitian yang telah dilakukan orang lain untuk

202 |B a h a s a Indonesia
dikembangkan sebagai inspirasi penelitian baru atau
membangun suatu informasi baru.
Pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah sudah dibakukan
tersajinya daftar acuan yang dipakai dalam menyusun naskah
karangan. Daftar acuan merupakan daftar yang berisi buku,
makalah, artikel, atau bahan lainnya yang dikutip, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bahan-bahan yang dibaca,
tetapi tidak dikutip tidak dicantumkan dalam daftar acuan,
sedangkan  semua sumber yang dikutip secara langsung
ataupun tidak langsung dalam teks harus dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Pada umumnya, unsur yang ditulis dalam daftar acuan
secara berturut-turut meliputi (1) nama penulis ditulis
dengan urutan: nama akhir, nama awal, dan nama tengah,
tanpa gelar akademik, (2) tahun penerbitan, (3) judul,
termasuk anak judul (subjudul), (4) kota tempat penerbitan,
dan (5) nama penerbit, halaman  (volume dan nomor
halaman untuk jurnal). Unsur-unsur tersebut dapat bervariasi
bergantung jenis sumber pustakanya.

1. Acuan dari Buku


Buku yang berisi satu karangan dan ditulis oleh  satu atau
lebih dari satu orang
Penulisan acuan disusun sebagai berikut: Nama penulis
ditulis di depan diikuti dengan tahun penerbitan. Judul
buku dicetak miring, dengan huruf besar pada awal
setiap kata, kecuali kata hubung. Edisi atau jilid/cetakan
dalam kurung (jika ada). Tempat penerbitan dan nama
penerbit dipisahkan dengan titik dua (:)
Contoh:
Faizal, S. 1992. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-
Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.
203 |B a h a s a Indonesia
Frankle, R. T. & Owen, A. Y. 1978. Nutrition in the
Community: The Art of  Delivering Services. Saint
Louis: The C.V. Mosby Company.
Rifai, M. A. 2001. Pegangan Gaya Penulisan,
Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah 
 Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Strunk, W. Jr. & White, E. B. 1979. The Elementry of  Style
(3rd ed.). New York: Macmillan.
Tiro, M. A. 2000. Analisis Regresi dengan Data Kategori.
Makassar: Makassar State University Press.
Beberapa buku dengan penulis yang sama dan
diterbitkan dalam tahun yang sama
Nama penulis ditulis di depan, data tahun penerbitan
diikuti oleh lambang a, b, c, dan  seterusnya, yang
urutannya ditentukan secara kronologis atau
berdarsarkan abjad judul buku-bukunya.
Contoh:
Cornet, L. & Weeks, K. 1985a. Career Ladder Plans:
Trends and Emerging Issues. Atlanta, GA: Career
Ladder Clearinghouse.
Cornet, L. & Weeks, K. 1985b. Planning Career Ladders:
Lessons from the States. Atlanta, GA: Career
Ladder Clearinghouse.
2. Buku yang berisi kumpulan artikel (Ada editornya)
Penulisan acuan sama dengan penulisan acuan dari buku
ditambah  dengan tulisan (Ed.) jika ada satu
editor dan (Eds.) jika editornya lebih dari satu, di
antara nama penulis dan tahun penerbitan.
Contoh:

204 |B a h a s a Indonesia
Letheridge, S. & Cannon, C.R. (Eds.). 1980. Bilingual
Education: Teaching English As A
Second Language. New York: Praeger.
Aminuddin (Ed.). 1990. Pengembangan Penelitian
Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra.
Malang: HISKI Komisariat Malang dan YA3.

Buku dari kumpulan artikel atau bunga rampai (Ada


editornya)
Nama penulis artikel ditulis di depan diikuti dengan
tahun penerbitan. Judul artikel ditulis tanpa cetak miring.
Diikuti kata “Dalam” kemudian nama editor ditulis
seperti menulis nama biasa, dengan menyingkat nama
depan dan nama tengah (kalau ada), diberi keterangan
(Ed.) bila hanya satu editor, dan (Eds.) bila lebih dari satu
editor. Judul buku kumpulannya dicetak miring, disusul
tempat penerbitan dan nama penerbit. Kalau eitornya
juga sebagai penulis salah satu artikel yang diacu, maka
penulisan namanya juga dua kali.
Contoh:
Bridsal, N. & McGreevey, W. P. 1983. Women, Poverty, and
Development. In M. Buvinic, M. A. 
       Lycette. & W. P. McGreevey (Eds.), Women and Poverty in
the Third World. Baltimore: The Johns Hopkins
University Press.
Karyadi, M. A. 1996. Pengembangan  Tempe di Lima
Benua. Dalam Sapuan & Soetrisno  (Eds.). Bunga
Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe
Indonesia.
Soekarnoputri, R. 1991. Peranan Wanita dalam
Kehidupan Politik di Indonesia.  Dalam M. G. Tan

205 |B a h a s a Indonesia
(Ed.), Perempuan Indonesia: Pemimpin Masa
Depan? Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

3. Acuan dari Artikel dalam Jurnal


Nama penulis ditulis paling depan diikuti tahun
penerbitan dan judul artikel yang ditulis dengan cetak
biasa, dan huruf besar pada setiap awal kata. Nama jurnal
ditulis dengan cetak miring, dan huruf awal dari setiap
katanya ditulis dengan huruf besar kecuali kata hubung.
Bagian akhir ditulis berturut-turut  tahun ke berapa atau
volume (kalau ada), nomor berapa (dalam kurung), dan
nomor halaman dari artikel tersebut.
Contoh:
Ahmad, S. 1994. Peranan Ibu dalam Mempersiapkan
Generasi Pembangunan Abad XXI.  Bungawellu:
Jurnal Kajian Wanita,1(1), 1 - 22.
Caliendo, M. A. & Sanjur, D. 1978. The Dietary Status of
Preschool Children: An Ecological Approach.
Journal  of  Nutrition Education,10 (2), 69 - 72.
Hanafi, A. 1989. Partisipasi dalam Siaran Pedesaan dan
Pengadopsian Inovasi. Forum Penelitian. 1(1), 33-
47).

4. Acuan dari Internet


a) Artikel dalam jurnal
Nama penulis ditulis seperti acuan dari jurnal cetak,
diikuti secara berturut-turut oleh tahun, judul artikel,
nama jurnal dicetak miring dengan diberi keterangan
dalam kurung (Online), volume dan nomor, dan

206 |B a h a s a Indonesia
diakhiri dengan alamat sumber acuan disertai dengan
keterangan kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Griffith, A. I. 1995. Coordinating Family and School:
Mothering for Schooling. Education
Policy Analysis Archives, (Online), Vol. 3, No.1
(http://olam.ed.asu.edu/epaa/, Diakses
12 Februari 1997).
Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan
Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan,
(Online), jilid 5, No. 4, (http://www.malang.ac.id,
Diakses 20 Januari 2000).
b) Karya Individual
Nama penulis ditulis seperti acuan  dari bahan cetak,
diikuti secara berturut-turut oleh tahun, judul karya
dicetak miring dengan diberi keterangan dalam
kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat sumber
acuan disertai dengan keterangan kapan diakses, di
antara tanda kurung.
Contoh:
Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM
Online Journals, 1990-95: The Calm before the
Storm
(Online),(http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/s
urvey.html, Diakses 1Juni 1996).

c) Bahan Diskusi
Nama penulis ditulis seperti acuan dari bahan cetak,
diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan,
tahun, topik bahan diskusi, nama bahan diskusi
dicetak miring, dengan diberi keterangan dalam
207 |B a h a s a Indonesia
kurung (Online), dan diakhiri dengan alamat e-mail
sumber acuan tersebut disertai dengan keterangan
kapan diakses, di antara tanda kurung.
Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing
Internet Sites. NETTRAIN Discussion List,
(Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu,
Diakses 22 November 1995).
d) E-mail Pribadi
Nama pengirim (jika ada) ditulis paling depan disertai
keterangan dalam kurung (alamat e-mail pengirim),
diikuti secara berturut-turut oleh tanggal, bulan,
tahun, topik isi bahan (dicetak miring), nama yang
dikirimi disertai keterangan dalam kurung (alamat e-
mail yang dikirimi).
Contoh:
Davis, A. (a.davis@uwts.edu.au). 10 Juni 1996.
Learning to Use Web Authoring Tools. E-mail 
kepada Alison Hunter (huntera@usq.edu.au).
Naga, Dali. S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 1997.
Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali  Saukah
(jippsi@mlg.ywcn.or.id).
5. Acuan Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM
Penulisannya pada daftar acuan sama dengan acuan
dari artikel dalam jurnal cetak ditambah dengan
penyebutan CD-Romnya dalam kurung.
Contoh:
Krashen, S., Long, M. & Scaecella, R. 1979. Age, Rate and
Eventual Attainment in Second Language
Acquisition. TESOL Quarterly, 13:573-82 (CD-
ROM Quarterly-Digital, 1997).
6. Acuan dari Karya Terjemahan.
208 |B a h a s a Indonesia
Nama penulis asli ditulis paling depan, diikuti tahun
penerbitan karya asli (kalau tahun tidak tercantum
ditulis "tanpa tahun", judul terjemahan, nama
penerjemah, tahun terjemahan, tempat penerbitan dan
nama penerbit terjemahan.
Contoh:
Berg, A. & Muscat, R. 1975. Faktor Gizi. Terjemahan oleh
Sediaoetama, A. D. 1987. Jakarta: Bhratara Karya.
Boserup, E. 1970. Peranan Wanita dalam Perkembangan
Ekonomi. Terjemahan oleh Joebhaar,M. & Sunarto.
1984. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
7. Acuan dari Skripsi, Tesis, atau Disertasi
Nama penyusun paling awal, diikuti tahun yang
tercantum pada sampul, judul skripsi atau disertasi
dicetak biasa diikuti dengan pernyataan  Skripsi, Tesis
atau Disertasi dicetak miring, kemudian pernyataan 
Tidak diterbitkan.  Nama kota tempat perguruan tinggi,
dan nama fakultas serta nama perguruan tinggi.
Contoh:
Bangkona, D. 1989.  Women in Development: Their
Roles in Agricultural Production and Family
Nutrition in South Sulawesi Indonesia.
Dissertation. Unpublished. Pullman,
Washington: Washington State University.
Pangaribuan, T. 1992.  Perkembangan Kompetensi
Kewacanaan Pembelajar Bahasa Inggris di LPTK.
Disertasi. Tidak diterbitkan. Malang: Program
Pascasarjana IKIP Malang.
Tiro, M. A. 1991. Edgeworth Expansion  and Bootstrap
Approximation for M-Estimators of Linear
Regression Parameters with Increasing

209 |B a h a s a Indonesia
Dimensions. Dissertation. Unpublished. Ames,
Iowa: Iowa State University.
8. Acuan dari Buletin
Nama penulis diikuti tahun penerbitan, judul artikel,
kemudian nama Buletin
dicetak miring, dan nomor terbitan, tahun keberapa,
dan halaman artikel.

Contoh:
Suyono, H. 1994. Membangun Keluarga Sejahtera Ikut
Mengentaskan Kemiskinan. Buletin
KB Nasional,  No. 2 . Tahun I, 3 - 4.
9. Acuan dari Laporan
Nama laporan ditulis paling awal, diikuti tahun, judul 
artikel, kota penerbitan,
nama lembaga yang menerbitkan (mengeluarkan
laporan).
Contoh:
Population Report. 1995. More Evidence in the Cancer
Debate. Baltimore, MD: The Johns Hopkins
School of Hygiene and Public Health, Population
Information Programs, Center for
Communication Programs.
10. Acuan dari Prosiding/Risalah
Penulisan identitas acuan dimulai dengan nama penulis,
diikuti tahun, judul artikel. Diikuti kata "Dalam"
kemudian nama penyunting atau editor (kalau ada),
nama prosiding/ risalah dicetak miring, nomor halaman
artikel  dalam kurung, kota tempat berlangsungnya

210 |B a h a s a Indonesia
kegiatan, dan lembaga penyelenggara kegiatan  (atau
kota penerbitan dan nama penerbit).
Contoh:
Achir, Y. A. & Wirosuhardjo, K. 1995.  Pengembangan
Sikap Menyukai Makanan Tradisional Melalui
Pendidikan. Dalam F. G. Winarno., N. L.
Puspitasari. & F. Kusnandar, (Eds.)  Prosiding
Widyakarya Nasional Khasiat Makanan
Tradisional (259-264). Jakarta: Kantor Menteri
Negara Urusan Pangan RI.
Nampiah & Rifai, M. A. 1988. Species of Alternaria in
Agricultural Centers in Java. Dalam M. A. Rifai.,
M. Machmud., A. H. Sastraatmadja., S. S.
Tjitrosono., R. C. Umaly & O. S. Damanpura. 
(Eds.). Proceedings of the Symposium on Crop
Pathogens and Nematodes (213-215). Bogor:
BIOTROP.
Nontji., Erwindo., F. Jalal., D. Fardias  & T. S. Fallah 
(Eds.). Risalah Widyakarya Pangan dan Gizi V
(396-408). Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia.
11. Acuan dari Makalah yang Disajikan dalam Seminar,
Penataran, Lokakarya
Nama penyusun ditulis paling awal, diikuti tahun
penyajian, judul makalah, diikuti pernyataan Makalah
disajikan dalam (nama pertemuan dicetak miring),
lembaga penyelenggara, tempat, dan tanggal
penyelenggaraan.
Contoh:
Hasan, M. Z. 1996,  Perkembangan Penelitian dalam
Bidang Pendidikan. Makalah disajikan dalam

211 |B a h a s a Indonesia
Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia III ,
IKIP Ujung Pandang, Ujung Pandang, 4 - 7 Maret.
Suhardjo. 1992. Pengorganisasian Pengajaran Berdasar
Teori Elaborasi. Makalah disajikan dalam
Seminar Nasional Teknologi Pendidikan dan
Kongres II Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan
Indonesia. IKIP Malang, Malang, 17 - 19
November.
12. Acuan dari Surat Kabar 
a) Artikel/Karangan dengan Nama Penulis
Nama penulis diikuti tanggal, bulan, dan tahun
penerbitan. Judul artikel ditulis dengan cetak
biasa. Nama surat kabar dicetak miring, diakhiri
dengan halaman artikel.
Contoh:
Burhamzah, I. 9 Maret, 1996. Modernisasi
Pertanian. Fajar, 6.
Winarno, B. 30 April, 2002. Reposisi Birokrasi di
Era Globalisasi dan Liberalisasi Ekonomi.
Kompas, 4.
b) Artikel Tanpa Nama Penulis
Nama surat kabar ditulis paling awal, diikuti
tanggal, bulan dan tahun, kemudian judul
karangan ditulis miring dengan huruf besar-kecil
dan diikuti dengan nomor halaman.
Contoh:
Fajar. 3 Maret, 1996. Ibu Perokok dan Peminum
Pengaruhi Kecerdasan Anak, 9.
Kompas. 28 Mei, 2002. Terapi bagi Sinusitis, 2.

c) Tulisan Bersambung ke Halaman Lain


212 |B a h a s a Indonesia
Cara penulisan identitas acuan sama dengan
artikel pada satu halaman, hanya saja pada bagian
akhir dicantumkan halaman di mana artikel mulai
dimuat, tanda koma, kemudian  nomor halaman
sambungannya.
Contoh:
Asy'Arie. 28 Mei, 2002. Memecah Kebekuan
Pendidikan dalam Gundukan Es Politik
Kekuasaan. Kompas, 4, 5.
Nursyahbani, 19 Maret, 1996. Kaum Wanita
Masih Dilemahkan. Fajar, 1, 2.
13. Acuan dari Kumpulan Abstrak
Nama penulis ditulis paling awal, disusul tahun
penerbitan, judul artikel, kemudian kata Dalam (bila
ada editor) nama editor (Ed.), nama kumpulan
Abstrak dicetak miring, kota penerbitan: Lembaga
yang menerbitkan.
Contoh:
Ater, E. C. & Khan, S. 1988. Gender Role Analysis in
Rural Household In Punjab Province, Pakistan. In
H. C. Brittin (Ed.). Research Abstracts of the IFHE
XVI World Congress. July 24 - 29th 1988.
Minneapolis Minnesota:  University of Minnesota.
Soembodo, B. 1989. Keadaan Sosial Ekonomi Migran
di Kota Surabaya. Dalam Puruhito (Ed.).
Kumpulan Abstrak Penelitian Universitas
Airlangga Tahun 1984 - 1987. Surabaya: Lembaga
Penelitian Universitas Airlangga.
14. Acuan dari Dokumen Resmi Pemerintah tanpa nama
Penulis
a) Dokumen yang Diterbitkan oleh suatu Penerbit
Tanpa Lembaga
213 |B a h a s a Indonesia
Judul atau nama dokumen ditulis paling awal
dengan cetak miring, diikuti tahun penerbitan
dokumen, kota penerbit, dan nama penerbit.
Contoh:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. 1990. Jakarta: PT Armas Duta
Jaya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
1989. Jakarta: PT Kresiasi Jaya Utama.
b) Dokumen yang Ditulis Atas Nama Lembaga dengan
atau Tanpa Penerbit
Nama lembaga penanggungjawab ditulis paling
awal, diikuti dengan tahun, judul karangan yang
dicetak miring, nama tempat penerbitan, dan
nama lembaga yang bertanggungjawab atas
penerbitan karangan tersebut, atau nama penerbit
(kalau ada)
Contoh:
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
1992. Undang-Undang  Republik Indonesia 
Nomor 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan  Keluarga Sejahtera. Jakarta:
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional.
Department of Information Republic of Indonesia.
1984. The Women of Indonesia. Jakarta:
Department of Information.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Peraturan Pemerintah Republik

214 |B a h a s a Indonesia
Indonesia Nomor 30 Tahun 1991 tentang
Pendidikan Tinggi. Jakarta: Balai Pustaka.

BAB XI
RESENSI BUKU

II. PENGERTIAN RESENSI


Kata “Resensi” berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja
“revidere” atau “recensere” yang memilik arti melihat

215 |B a h a s a Indonesia
kembali, menimbang atau menilai. Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan istilah review, sedangkan dalam bahasa
Belanda dikenal dengan istilah recensie. Tiga istilah tersebut
mengacu pada hal yang sama, yakni mengulas sebuah buku.
Menurut “Kamus Istilah Sastra” yang ditulis oleh Panuti
Sudjiman (1984), Resensi adalah hasil pembahasan dan
penilaian yang pendek tentang suatu karya tulis. Konteks ini
memberi arti penilaian, mengungkap secara sekilas,
membahas, atau mengkritik buku.
Resensi merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik
yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memberi
pertimbangan kepada pembaca mengenai sebuah buku yang
baru diterbitkan. Secara sederhana, resensi dapat dianggap
sebagai bentuk tulisan yang merupakan perpaduan antara
ringkasan dan ikhtisar berisi penilaian, ringkasan isi buku,
pembahasan, atau kritik terhadap buku tersebut. Bentuk
tulisan ini bergerak di subyektivitas peresensinya dengan
bekal pengetahuan yang dimilikinya tentang bidang itu.
WJS. Poerwadarminta (dalam Romli, 2003:75)
mengemukakan bahwa resensi secara bahasa sebagai
pertimbangan atau perbincangan tentang sebuah buku yang
menilai kelebihan atau kekurangan buku tersebut, menarik-
tidaknya tema dan isi buku, kritikan, dan memberi dorongan
kepada khalayak tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca
dan dimiliki atau dibeli. Perbincangan buku tersebut dimuat
di surat kabar atau majalah.
Saryono (1997:56) menjelaskan Pengertian Resensi
sebagai sebuah tulisan berupa esai dan bukan merupakan
bagian suatu ulasan yang lebih besar mengenai sebuah buku.
Isinya adalah laporan, ulasan, dan pertimbangan baik-
buruknya, kuat-lemahnya, bermanfaat-tidaknya , benar-
salahnya, argumentatif- tidaknya buku tersebut. Tulisan
tersebut didukung dengan ilustrasi buku yang diresensi, baik
berupa foto buku atau foto copi sampul buku.
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa resensi
merupakan salah satu upaya menghargai tulisan atau karya

216 |B a h a s a Indonesia
orang lain dengan cam memberikan komentar secara objektif.
Di dalam hal ini hams dihindari sejauh mungkin sifat
subjektivitas penulis resensi terhadap bahan yang akan
diresensi atau rasa senang dan tidak senang terhadap
seseorang. Selain itu, penulis resensi hams memiliki wawasan
yang cukup tentang bahan yang akan diresensi.
Menulis resensi adalah salah satu upaya
memperkenalkan suatu buku kepada orang lain yang belum
membaca buku tersebut sehingga setelah membaca resensi,
orang tersebut tergerak hatinya untuk membaca karya orang
lain. Dengan demikian, tujuan meresensi menjadi meluas, di
antaranya sebagai alat promosi suatu karya kepada khalayak
yang belum mengetahui karya tersebut. Saat ini, selain resensi
buku dikenal juga resensi film, resensi drama, resensi musik
atau kaset dan sebagainya.
Resensi memang dimaksudkan untuk memberitahukan
kepada khalayak pembaca tentang kehadiran sebuah buku
baru dan segi waktu penerbitan maupun temanya. Namun itu
tidak berarti buku lama tidak layak untuk diresensi. Buku
lama yang isi atau temanya masih atau kembali menjadi
relevan dengan situasi aktual saat ini, juga sangat baik untuk
diresensi. Sebagai contoh, Anda dapat meresensi novel Layar
Terkembang, meskipun novel itu diterbitkan tahun 1930-an.
Novel tersebut bertema perjuangan wanita untuk
menyejajarkan diri dengan laki-laki dalam berkarier yang saat
ini sedang gencar-gencarnya dibicarakan ma-syarakat di era
global.
ApabilaAnda ingin meresensi buku terbitan lama yang
relevan untuk kebutuhan pembaca saat ini tentunya bukan
untuk mengajak para pembaca resensi agar mau membeli
buku yang diresensi karena buku itu sudah tidak tersedia di
toko buku. Tujuan penulisan resensi itu tentunya lebih pada
upaya membangkitkan semangat dan memperluas
pengetahuan pembaca resensi.

III. TUJUAN MERESENSI

217 |B a h a s a Indonesia
Tujuan resensi adalah memberi informasi kepada
masyarakat akan kehadiran suatu buku, apakah ada hal yang
baru dan penting atau hanya sekadar mengubah buku yang
sudah ada. Kelebihan dan kekurangan buku adalah objek
resensi, tetapi pengungkapannya haruslah merupakan
penilaian objektif dan bukan menurut selera pribadi si
pembuat resensi. Umumnya, di akhir ringkasan terdapat
nilai-nilai yang dapat diambil hikmahnya.
Pembuat resensi disebut resensator. Sebelum membuat
resensi, resensator harus membaca buku itu terlebih dahulu.
Sebaiknya, resensator memiliki pengetahuan yang memadai,
terutama yang berhubungan dengan isi buku yang akan
diresensi.

IV. SYARAT MERESENSI


Ada beberapa syarat untuk meresensi (membuat resensi)
buku.
1) Ada data buku, meliputi nama pengarang, penerbit, tahun
terbit, dan tebal buku.
2) Pendahuluannya berisi perbandingan dengan karya
sebelumnya, biografi pengarang, atau hal yang
berhubungan dengan tema atau isi.
3) Ada ulasan singkat terhadap buku tersebut.
4) Harus bermanfaat dan kepada siapa manfaat itu
ditujukan.

IV. KAIDAH MENULIS RESENSI


Sering penulis tidak tahu bagaimana memulai dengan
resensi. Akan sangat bermanfaat bila penulis mulai dengan
latar belakang buku tersebut. Pada latar belakang ini penulis
memulai dengan tema yang kemudian diikuti dengan
deskripsi singkat isi buku.
1) Yang dideskripsikan tidak hanya isi saja tetapi juga
menyangkut badan mana yang menerbitkan buku, kapan
diterbitkan, ketebalan buku, harga, nama pengarang ,
218 |B a h a s a Indonesia
ketenarannya, buku mana saja yang pernah ditulisnya,
atau mengapa ia menulis buku itu.
2) Macam atau Jenis Buku
Penulis resensi harus bisa menunjukkan kepada
pembaca, buku yang baru diterbitkan itu berjenis apa?
Misalkan termasuk buku cerita detektif , cerita
percintaan? buku pengetahuan bahsakah? dan
sebagainya.
3) Keunggulan Buku
Mengenai keunggulan buku penulis resensi pertama-
tama mempersoalkan organisasinya. Yang dimaksud
organisasi adalah kerangka karangan, apakah
antarbagian kerangka telah memiliki hubungan yang
jelas, urut dari yang mudah ke yang sulit, dari yang
sederhana ke yang kompleks dan seterusnya. Yang kedua
penulis menelaah isinya. Apakah isi buku itu lebih detail
dari penulis lain, masuk akalkah isinya? dsb. Yang ketiga
adalah masalah bahasa.
Ragam bahasa apa yang digunakan? Mudah
dicernakah bagi pelajar, atau bagi semua kalangan?
Berbelit-belitkan ? Bahasa yang baik dilihat dari struktur
kalimatnya, hubungan antarkalimatnya, serta pilihan kata
yang digunakan. Yang terakhir yang disoroti adalah
perwajahan (lay out). Perwajahan berkaitan dengan buku
secara fisik, pencetakannya, penjilidannya mudah lepas
atau tidak, banyak salah cetakkah? gambar cover sesuai
dengan isi? . Hal-hal ini bila ditujukan pada tulisan
nonfiksi. Jika yang disoroti buku fiksi maka yang diulas
dari sisi unsur intrinsik dan ekstrinsik dari buku
tersebut. misalnya apa temanya, apakah temanya
merupakan temuan baru, sesuai dengan permasalahan
yang ada di masyarakat saat ini?, menarikkah masalah
219 |B a h a s a Indonesia
yang diangkat?, bagaimna alurnya? konflik-konfliknya
menarik bagaimana latarnya, perwatakannya, sudut
pandangnya?, gaya ceritanya, dan sebagainya.

4) Nilai buku
Maksud dari nilai sebuah karya tidak berkaitan dengan
baik buruknya, melainkan berkaitan dengan manfaat
buku tersebut bagi pembaca. Setelah membaca buku
tersebut apakah pembaca merasa wawasan tentang
kehidupan bertambah? Ataukah hidupnya lebih
bijaksana, apakah pengetahuan buku tersebut berguna
untuk tugas-tugasnya dan lain sebagainya.

V. JENIS RESENSI BUKU


Ada yang berpendapat bahwa minimal ada tiga jenis resensi
buku :
1) Informatif, maksudnya, isi dari resensi hanya secara
singkat dan umum dalam menyampaikan keseluruhan isi
buku.
2) Deskriptif, maksudnya, ulasan bersifat detail pada tiap
bagian/bab.
3) Kritis, maksudnya, resensi berbentuk ulasan detail
dengan metodologi ilmu pengetahuan tertentu. Isi dari
resensi biasanya kritis dan objektif dalam menilai isi
buku.

VI. UNSUR-UNSUR RESENSI


Daniel Samad (1997: 7-8) menyebutkan unsur-unsur
resensi adalah sebagai berikut:
1) Membuat judul resensi

220 |B a h a s a Indonesia
Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai
seluruh tulisan atau inti tulisan, tidakharus ditetapkan
terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah resensi
selesai. Yang perlu diingat, judul resensi selaras dengan
keseluruhan isi resensi.
2) Menyusun data buku
Data buku biasanya disusun sebagai berikut:
3) judul buku (Apakah buku itu termasuk buku hasil
terjemahan. Kalau demikian, tuliskan judul aslinya.);
4) pengarang (Kalau ada, tulislah juga penerjemah, editor,
atau penyunting seperti yang tertera pada buku.);
5) penerbit;
6) tahun terbit beserta cetakannya (cetakan ke berapa);
7) tebal buku;
8) harga buku (jika diperlukan).

A. Membuat pembukaan
Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut ini:
1) memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya berbentuk
apa saja, dan prestasi apa saja yang diperoleh;
2) membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis,
baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain;
3) memaparkan kekhasan atau sosok pengarang;
4) memaparkan keunikan buku;
5) merumuskan tema buku;
6) mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku;
7) mengungkapkan kesan terhadap buku;
8) memperkenalkan penerbit;
9) mengajukan pertanyaan;
10) membuka dialog.

B. Tubuh atau isi pernyataan resensi buku


221 |B a h a s a Indonesia
Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal di
bawah ini:
1) sinopsis atau isi buku secara bernas dan kronologis;
2) ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya;
3) keunggulan buku;
4) kelemahan buku;
5) rumusan kerangka buku;
6) tinjauan bahasa (mudah atau berbelit-belit);
7) adanya kesalahan cetak.

C. Penutup Resensi
Bagian penutup, biasanya berisi buku itu penting untuk siapa
dan mengapa.

D. Contoh – contoh Resensi

Judul : Metamorfosis 
Judul Asli : Die Verwandlung
Penulis : Franz Kafka
Penerjemah : Juni Liem
Penerbit : Homerian Pustaka
Cetakan : I, Des 2008 
Tebal : 154 hlm

222 |B a h a s a Indonesia
”Suatu pagi Gregor Samsa terbangun dari mimpi buruknya, ia
menemukan dirinyatelah berubah menjadi seekor kutu besar
yang menakutkan.”Demikian kalimat pembuka dari
Metamorfosis (1915), sebuah novella muram yangditulis oleh
Franz Kafka (1883-1924) salah satu penulis asal Jerman yang
palingberpengaruh dalam abad ke 20 . Tiba-tiba saja Gregor
Samsa terputus hubungandengan masa lalunya sebagai manusia.
Sesuatu yang diluar nalar terjadi padahidupnya. Bukan mimpi
melainkan kenyataan. Walau cara berpikirnya masihmanusia,
namun fisiknya berubah bentuk menjadi seekor kutu
besar.Sebelum berubah wujud Gregor Samsa adalah seorang
salesman kain yangmerupakan tulang punggung keluarganya. Ia
tinggal bersama kedua orang tuanya,dan Gretta, adik
kandungnya. Karenanya ketika ia berubah wujud, ia tak dapat
lagibekerja sehingga kondisi keuangan keluarganya menjadi
terganggu. Tak hanya ituGregor menjadi terasing di tengah
keluarganya sendiri. Ia menjadi tersisihkan,terpenjara dalam
kamarnya sendiri. Ia kini menjadi obyek yang memalukan
bagikeluarganya.
Bahkan ayahnya sendiri selalu memandangnya dengan
jijik bahkanberusaha untuk membunuhnya.Bisa dibayangkan
bagaimana perubahan wujud itu membuat Gregor tertekan,ruang
gerak dan perilakukanya menjadi seperti seekor serangga,
merayap didinding, di langit-langit, sembunyi disela-sela perabot
kamar, kebiasaanmakannyapun mulai berubah, ia kini lebih
menyukai makanan-makanan sisadibanding makanan segar.
Walau ia bisa mendengar dan memahami apa yangdiatakan
keluarganya, ia tak mampu lagi berkomunikasi dengan
keluarganya. Takada yang mempedulikannya lagi kecuali Gretta
dan ibunya yang masihmemperhatikannya dengan memberi
makan dan memindahkan beberapa perabotkamarnya agar
Gregor lebih leluasa bergerak.Sebulan sudah Gregor berubah
223 |B a h a s a Indonesia
wujud dan terpenjara dalam kamarnya. KarenaGregor tak bisa
bekerja, maka ketika keluaranya kehabisan uang,
merekamemutuskan untuk menyewakan beberapa kamar di
apartemen mereka pada tigaorang lelaki. Semenjak itu
kehidupan keluarga Gregor menjadi layaknya pembantu
karena mereka harus menyediakan makanan dan beberapa
keperluan dari penyewakamar.Namun sayangnya ketenangan
ketiga penyewa kamar keluarga Gregor terusikketika sebuah
peristiwa membuat Gregor tergerak untuk keluar dari kamarnya
danfisiknya terlihat oleh ketiga pria tersebut. Hal ini membuat
mereka menjadiketakutan dan mumutuskan untuk tak lagi
menyewa kamar keluarga Gregor.Kejadian ini tentu saja
membuat ayah Gregor geram dan berniat membunuhnya,dengan
melempar Gregor dengan apel. Salah satu apel bersarang dalam
tubuhnyahingga membusuk dan membuat Gregor menderita
kesakitan. Ia kembali terkurungdalam kamarnya.
Peristiwa ini pula merupakan titik balik bagi keluarga
Gregoruntuk segera melupakan bahwa Gregor sebenarnya masih
hidup, hal ini terungkapseperti yang dikatakan Gretta pada
ayahnya :“Ayah harus dapat melupakan bahwa ide bahwa itu
adalah Gregor..Bagaimanamungkin itu Gregor? Jika itu adalah
Gregor, ia harus melihat dari dahulu bahwa takdapat manusia
hidup dengan binatang seperti itu…Kita tak mempunyai
saudaralaki-laki lagi, tapi kita dapat mengingat dia di dalam
hidup kita dengan hormat.”(hal 137).Dilupakan oleh keluarganya
sendiri membuat hati Gregor semakin pedih, Sebagaimanusia ia
telah mati. Dan Gregor dengan sisa-sisa kekuatannya
mencobabertahan, namun sampai berapa lama Gregor si kutu
besar itu mampu bertahansendirian tanpa seorangpun yang
mempedulikannya ?Metamorfosis banyak dianggap sebagai kisah
yang simbolik dengan berbagaiinterpretasi. Soal menjadi mahluk
apa sebenarnya si Gregor ini sendiri menjadibanyak perdebatan,
224 |B a h a s a Indonesia
ada yang mengatakan kecoak, serangga, kutu, dll. MemangKafka
sendiri tak memberikan deskripsi detail seperti apa wujud
Gregor yang telahberubah. Bahkan untuk keperluan sampul
bukunya pun ia menyurati padapenerbitnya bahwa mahluk
tersebut tidak untuk digambar.Lalu bagaimana pula dengan
penjelasan logis mengapa Gregor bisa berubah wujud?Kafka
memang tak sedang membuat kisah fiksi ilmiah, jadi jangan
harap kita akanmenemukan jawaban atas perubahan wujud
Gregor. Dalam novelnya ini Kafkatampak lebih mengutamakan
penggambarkan kondisi psikologis yang dialamiGregor
dibanding menjelaskan mengapa kejadian aneh ini bisa terjadi.
SastrawanRusia Vladimir Nabakov, penulis novel "Lolita", juga
mengatakan, "Barang siapamelihat `Metamorfosa` lebih dari
sekedar fantasi ilmu serangga, aku anggappembaca itu telah
berhasil."Nah, jadi apa yang bisa kita peroleh dari novel pendek
ini ? Tentunya pembaca memiliki interpretasi masing-masing
dari apa yang dibacanya. Dalam MetamorfosisKafka
menggambarkan betapa egoisnya manusia sekalipun itu berada
dalam lingkungan keluarga sendiri. Ketika Gregor berubah
wujud, begitu cepatkeluarganya melupakan jasa Gregor yang
telah menjadi tulang punggungperekonomian keluarganya.
Gregor kini dianggapnya sebagai parasit dalamkeluarga, padahal
sebelumnya keluarga Gregorlah yang menjadi parasit
dalamhidup Gregor. Kafka juga berbicara mengenai bagaimana
kedekatan dan cinta dari orang-orangyang kita sayangi bisa
berubah ketika kita mengalami ‘perubahan’. Memang
Kafkamemberikan contoh esktrim dengan mengubah Gregor
menjadi binatang. Namundalam kenyataannya mungkin suatu
saat kita mengalami perubahan dalamkehidupan yang
diakibatkan karena kehilangan pekerjaan, kegagalan dalam
karier,kejatuhan dalam dosa, dan lain-lain. Hal itulah yang
membuat kita menjadi sepertiGregor. Dari sosok yang
225 |B a h a s a Indonesia
diandalkan, dibutuhkan, dan tiba-tiba menjadi pribadi
yangdiasingkan, dibenci, karena tak lagi sesuai dengan harapan
orang-orang yangsebelumnya mengasihi kita.Kisah Gregor dalam
Metamorfosis (Die Verwandlung dalam bahasa Jerman),
adalahnovella karya Franz Kafka yang paling terkenal selain The
Trial dan The Castle.Kalau tidak salah Metamorfosis pernah dua
kali diterjemahkan di Indonesia oleh duapenerbit yang berbeda
(Bentang Pustaka dan Aksara). Dan kini novella
iniditerjemahkan dan diterbitkan oleh Homerian Pustaka dengan
cover yangmenawan. Namun sayangnya ada yang tak konsisten
antara terjemahan dengancover, pada isi buku ini wujud Gregor
diterjemahkan sebagai kutu besar, sedangkandi ilustrasi cover
terjemahannya yang Nampak adalah wujud kecoak.Dari segi
terjemahannya, di halaman-halaman awal hingga pertengahan
saya takmenemui kesulitan untuk memahami novella ini, namun
di bagian-bagianberikutnya saya mulai sulit untuk memahami
apa yang dimaksud dalam kalimat-kalimatnya. Setelah saya
konfirmasikan ke beberapa kawan yang telahmembacanya,
ternyata merekapun mengalami hal yang sama. Mungkin di
cetakan-cetakan berikutnya karya ini bisa diedit lagi agar
terjemahannya lebih mudahdipahami dan enak dibaca.

226 |B a h a s a Indonesia
Judul Buku : My Valentine
Penulis : Hanna Al – Ithriyah
Terbit : Gema Insani
Cetakan : 1, Dzulqa’idah 1427 H / November 2006 M
Tebal : 192 halaman

Hanna Al – Ithriyah, penulis muda berbakat ini masih bersekolah di


madrasahaliah ( P1 ) Annuqayah, Sumenep, Madura,. Lahir di Sumenep, 22
desember 1985, karyanya yang berjudul “ Selaka Rindu Dinda “ berhasil
memperoleh juarahiburan pertama pada lomba SMCI Gema Insani dan di
bukukan dalam antologicerpen pemenang sayembaya yang judulnya diambil
dari judul cerpennya, “Selaka Rindu Dinda “.Kali ini, Hanna Al – Ithriyah
kembali meluncurkan buku kumpulan cerpenkaryanya yang berjudul “ My
Valentine “ yang berisi sebelas cerita dengankarakteristik yang berbeda di
setiap ceritanya.Kumpulan cerpen “ My Valentine “ secara tidak langsung
membuat ketertarikaningin membacanya. Yang paling mempengruhi itu
adalah judulnya, yang sudahfamiliyar dengan remaja-remaja. Banyak orang
yang salah memprediksikan isibuku ini, karena mereka melihat dari
judulnya, padahal isinya sangat berbedadengan yang mereka prediksikan.
Selain itu bahasanya sangat mudahdimengerti walaupun ada sebagian kata
yang memakai bahasa arab dan maduratetapi di akhir cerita di berikan
keterangannya.Diantaranya sebelas cerita, ada 3 cerita yang terlihat paling
menyentuh hati danmengharukan. Ketiga cerita itu adalah “ Dialog Alam
Barzah “, “ H Minus 7 ( MyValentine )”, “ Donat “. Ketiga cerita ini mengandung
makna yang sangat dalam.Bisa dilihat dari cerita “ Dialog Alam Barzah “
menceritakan tentang amalanseseorang yang tidak menjamin masuk surga
yaitu menceritakan di 24 orang hamba Allah , yang salah satu dari mereka
adalah ahli ibadah, ternyata seorangahli ibadah tidak menjamin dia akan
masuk surga karena orang tersebut belumbisa menghindari penyakit
hati.Ternyata yang masuk surga adalah orang yang selalu menjaga agar
hatinyaselalu bersih dari penyakit hati. Dalam cerita ini bahasa yang
digunakan sangatmudah dimengerti seakan-akan kita menyaksikan
227 |B a h a s a Indonesia
langsung kejadian tersebut.Dicerita yang kedua bahasa yang di digunakan
yaitu bahasa gaul anak remajasekarang yang berjudul “ H Minus 7 ( My
Valentine ) “ isinya menceritakanseorang anak muda yang bernama Boy.
Anak muda ini sedang mencaripasangan untuk merayakan hari valentine,
ternyata cewek-cewek di sekolahnyasudah mempunyai gandengan. Yang
belum hanya anak Rohis. Tentunya itumemperkenalkan seorang akhwat itu
dan temannya memberi saran untuksecepatnya mengirim sebuah kado dan
sekotak coklat. Boy mengikuti sarantemannya itu. Setelah itu Boy mendapat
bingkisan itu kembali dan didalamnyaterdapat securik kertas yang
didalamnya berisi penolakan menerima bingkisanValentine itu. Akhwat itu
menolak ajakan dan pemberian bingkisan itu, laluakhwat itu menjelaskan
alasannya dan memberi pesan yang sangat menyentuhhati sehingga bisa
membuat Boy kembali mendekat kepada Allah SWT.Dicerita yang ketiga “
DONAT “ isinya kita ambil hikmah yang sangat besar karena ceritanya sangat
menyentuh hati, sampai bisa membuat menangispembacanya dan sangat
membuat penasaran karena judulnya seperti komedi.Didalamnya
menceritakan sebuah keluarga yang harmonis, seorang ibu yangmempunyai
dua orang anak yang bernama Yuli dan Ipit. Ipit anak yang palingkecil, dia
sangat suka makan donat. Sehari saja dia makan donat dia pasti mayur dan
bertingkah tidak karuan. Suatu hari dia masuk rumah sakit, ternyata
diamengidap penyakit turunan dari ayahnya yaitu penyakit diabetes. Tidak
berapalama Ipit meninggal dunia, ibunya dan kakanya sangat
menghawatirkan. Ceritaitu sangat mengharukan dibanding cerita yang lain.
Kesimpulan cerpen ini sangat bagus karena bisa membuat
pembacanyapenasaran dan semua makna ceritanya sangat mendalam,
banyak sekali hikmahyang bisa kita ambil di buku itu, bahasanya tidak
berbeli-belit tapi sangat mudahdi mengerti.Setelah membaca buku
kumpulan cerpen “ My Valentine ‘ karya Hanna Al-Ithriyah, sangat
berdampak positif terhadap pembacanya dan banyak sekalihikmah yang
bisa diambil, selain itu bisa menjadikan kita sadar dalam dalammenjalani
hidup ini. Kelebihan yang paling menonjol didalam buku ini adalah judulnya
yang sangat bagus karena judul itu seperti mendeskripsikan isinyacerita
228 |B a h a s a Indonesia
yang bukan islami, tetapi kenyataanya isinya itu sangat islami.Kumpulan
cerpen ini mempunyai beberapa kekurangan yaitu alur ceritanyakurang
mengerti dan jalan semua ceritanya terlalu lambat.

BAB XII
DASAR-DASAR KARYA SASTRA
INDONESIA

229 |B a h a s a Indonesia
A. SEJARAH SASTRA INDONESIA
Sastra lahir dari proses kegelisahan sastrawan atas kondisi
masyarakat dan terjadinya ketegangan atas kebudayaannya.
Sastra sering juga ditempatkan sebagai potret sosial. Ia
mengungkapkan kondisi masyarakat pada masa tertentu. Ia
dipandang juga memancarkan semangat zamannya. Dari
sanalah, sastra memberi pemahaman yang khas atas situasi
sosial, kepercayaan, ideologi, dan harapan-harapan individu
yang sesungguhnya merepresentasikan kebudayaan
bangsanya. Dalam konteks itulah, mempelajari sastra suatu
bangsa pada hakikatnya tidak berbeda dengan usaha
memahami kebudayaan bangsa yang bersangkutan. Dengan
perkataan lain, mempelajari kebudayaan suatu bangsa tidak
akan lengkap jika keberadaan kesusastraan bangsa yang
bersangkutan diabaikan. Di situlah kedudukan kesusastraan
dalam kebudayaan sebuah bangsa. Ia tidak hanya
merepresentasikan kondisi sosial yang terjadi pada zaman
tertentu, tetapi juga menyerupai pantulan perkembangan
pemikiran dan kebudayaan masyarakatnya.
Kesusastraan Indonesia merupakan potret sosial
budaya masyarakat Indonesia. Ia berkaitan dengan
perjalanan sejarah. Ia merupakan refleksi kegelisahan
kultural dan sekaligus juga merupakan manifestasi
pemikiran bangsa Indonesia. Periksa saja perjalanan
kesusastraan Indonesia sejak kelahirannya sampai kini.
Pada zaman Balai Pustaka (1920—1933), misalnya,
kita melihat, karya-karya sastra yang muncul pada saat itu
masih menunjukkan keterikatakannya pada problem kultural
ketika bangsa Indonesiaberhadapan dengan kebudayaan

230 |B a h a s a Indonesia
Barat. Tarik-menarik antara tradisi dan pengaruh Barat
dimanifestasikan dalam bentuk tokoh-tokoh rekaan yang
mewakili golongan tua (tradisional) dan golongan muda
(modern). Tarik-menarik itu juga tampak dari tema-tema
yang diangkat dalam karya sastra pada masa itu. Problem
adat yang berkaitan dengan masalah perkawinan dan
kedudukan perempuan hampir mendominasi
novel Indonesia pada zaman itu.
Dalam puisi, problem kultural itu tercermin dari
masih kuatnya keterikatan pada bentuk kesusastraan
tradisional, seperti pantun atau syair. Meskipun Muhammad
Yamin memperkenalkan bentuk soneta (Barat) dalam
puisinya, ia sebenarnya masih menggunakan pola pantun
dalam persamaan persajakan (bunyi) setiap lariknya.
Sementara itu, dilihat dari tema-tema yang diangkatnya,
tampak ada usaha merumuskan sebuah konsep kebangsaan,
meskipun yang dikatakan Muhammad Yamin masih dalam
lingkup Pulau Sumatera.
Dalam bidang drama, Rustam Effendi dalam
Bebasari (1926) secara simbolik menawarkan perlawanan
kepada bangsa asing (Belanda). Penculikan Sita (Ibu Pertiwi)
oleh Rahwana (kolonial) pada akhirnya harus dimenangkan
oleh perjuangan gigih seorang Rama (pemuda Indonesia).
Jadi, secara simbolik, drama ini sudah mempersoalkan
konsep kebangsaan dan pentingnya perjuangan melawan
penjajah.
Sementara itu, di pihak yang lain, secara ideologis, karya
sastra, terutama novel-novel yang diterbitkan Balai Pustaka
memperlihatkan betapa novel-novel yang diterbitkan
lembaga itu sejalan dengan ideologi pemerintah kolonial
Belanda. Balai Pustaka sebagai lembaga penerbitan yang
dikelola pemerintah kolonial Belanda, tentu saja mempunyai
231 |B a h a s a Indonesia
kepentingan ideologis. Oleh karena itu sangat wajar jika
novel-novel yang diterbitkan Balai Pustaka mengusung
kepentingan ideologi kolonial.
Pada zaman Pujangga Baru (1933—1942), tarik-
menarik antara Barat dan Timur tampak tidak hanya pada
perdebatan Polemik Kebudayaan, tetapi juga dalam usaha
mereka menerjemahkan gagasan itu dalam karya-karyanya.
Maka kita dapat melihat puisi-puisi Amir Hamzah cenderung
mengungkapkan nafas sufisme dan kosa kata Melayu kuno
(Timur). Ia juga banyak menerjemahkan khazanah
kesusastraan Timur, khasnya India.
Baghawad Gita dan beberapa terjemahan puisi
Tiongkok adalah satu contoh usahanya memperkenalkan
khazanah kesusastraan Timur itu. Berbeda dengan Amir
Hamzah, Sutan Takdir Alisjahbana berteriak lantang
menganjurkan agar bangsa Indonesia meniru dan
berorientasi ke Barat. Hanya dengan itu, menurutnya,
bangsa Indonesia akan mencapai kemajuan. Salah satu novel
Sutan Takdir Alisjahbana yang tampak mengusung
gagasannya mengenai semangat Barat adalah Layar
Terkembang.
Pada masa itu, puisi Indonesia sudah mulai jauh
meninggalkan gaya pengucapan pantun atau syair. Masuknya
pengaruh romantisisme Barat –melalui Angkatan `80 (De
Tachtiger Beweging) Belanda— diterima dengan segala
penyesuaiannya. Puisi tidak hanya menjadi alat mengangkat
dunia ideal, tetapi juga menjadi sarana penyadaran akan
kebesaran masa lalu. Romantisisme Pujangga Baru lahir
bukan karena kegelisahan atas merosotnya nilai-nilai rohani,
spiritualitas, dan terjadinya eksplorasi kekayaan alam,
melainkan sekadar mencari bentuk pengucapan baru dalam
puisi IndonesiA.
232 |B a h a s a Indonesia
Perubahan drastis dalam kehidupan sosial, budaya,
dan politik diIndonesia, terjadi selepas bala tentara Jepang
masuk menggantikan kekuasaan pemerintah kolonial
Belanda. Dalam masa pemerintahan pendudukan Jepang
(Maret 1942—Agustus 1945), segala potensi diarahkan untuk
kepentingan perang. Maka, kesusastraan pun dijadikan alat
propaganda pemerintah pendudukan Jepang untuk
mengobarkan semangat Asia Timur Raya.
Kehidupan kesusastraan Indonesia pada masa itu
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik, ekonomi.
Ambruknya kehidupan ekonomi pada masa itu yang
menempatkannya berada pada titik terendah, ikut pula
mempengaruhi kerja kreatif para sastrawan. Maka membuat
karya yang lebih cepat mendapatkan uang menjadi pilihan
yang lebih rasional. Itulah sebabnya, ragam puisi dan cerpen
pada zaman Jepang itu jauh lebih banyak dibandingkan novel.
Demikian juga penulisan naskah drama menempati posisi
yang sangat baik mengingat propaganda melalui pementasan
sandiwara (drama) dianggap lebih efektif. Itulah sebabnya,
pemerintah pendudukan Jepang menyediakan banyak
panggung atau gedung pementasan sebagai sarana
penyebarluasan propaganda melalui pementasan-pementasan
drama.
Selepas Proklamasi, 17 Agustus 1945, kesadaran
akan semangat kebangsaan dan pentingnya menyongsong
dunia baru, menjadi semacam trend yang kemudian
diwujudkan ke dalam karya-karya sastra yang terbit pada
masa itu. Chairil Anwar muncul dengan puisi-puisinya yang
penuh vitalitas, bersemangat, dan menggelora. Bersama
Asrul Sani dan Rivai Apin, Chairil Anwar menerbitkan Tiga
Menguak Takdir (1949) yang menunjukkan penolakan
terhadap semangat Pujangga Baru. Menguak Takdir dapat
233 |B a h a s a Indonesia
dimaknai sebagai pisau bermata dua: (1) mengusung
semangat perjuangan, bahwa nasib bangsa sangat
bergantung pada usaha untuk tidak menyerah pada keadaan,
pada nasib, pada takdir. (2) menolak segala gagasan yang
dianjurkan Sutan Takdir Alisjahbana, yaitu (i) kebudayaan
bangsa harus ditentukan bukan oleh Timur—Barat,
melainkan oleh diri sendiri. “Kami adalah ahli waris yang sah
dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan
dengan cara kami sendiri,” (ii) bentuk pengucapan dalam
puisi tidak perlu lagi dengan bahasa yang mendayu-dayu dan
berbunga-bunga, tetapi dengan bahasa sehari-hari yang lugas
dan langsung. Chairil Anwar yang menjadi tokoh kunci
Angkatan 45 seperti meninggalkan jejak yang begitu kuat
dalam peta puisiIndonesia. Pengaruhnya terus bergulir
sampai periode berikutnya.
Dalam bidang prosa –novel dan cerpen—pengalaman
pahit zaman Jepang dan trauma kegetiran perang
kemerdekaan (1945—1949) telah menjadi sumber ilham
bagi prosais Indonesia. Maka, Idrus mengangkat kegetiran
pada zaman Jepang, Pramoedya Ananta Toer mengeksplorasi
pengalamannya semasa menjadi gerilyawan dan berjuang
melawan tentara Belanda. Demikian juga Mochtar Lubis,
Balfas, Toha Mohtar, Subagio Sastrowardojo, Nugroho
Notosusasto, dan beberapa novelis Indonesia lainnya yang
dibesarkan dalam gejolak revolusi, mengangkat pengalaman
perang sebagai tragedi kemanusiaan yang amat getir, dan di
pihak lain digunakan juga sebagai alat untuk menumbuhkan
semangat kebangsaan.
Memasuki dasawarsa tahun 1950-an
kesusastraan Indonesiaberada dalam situasi yang amat
semarak. Selain tentang kisah peperangan, juga muncul
semangat kedaerahan dan nafas filsafat eksistensialisme.
234 |B a h a s a Indonesia
Sitor Situmorang, Nasjah Djamin, dan teristimewa Iwan
Simatupang adalah beberapa nama yang sangat bersemangat
memasukkan filsafat eksistensialisme ke dalam karya-
karyanya. Iwan Simatupang kemudian menjadi sastrawan
penting ketika novel-novelnya diterbitkan selepas peristiwa
tragedi 30 September 1965.
Masa suram kesusastraan Indonesia dan umumnya
kehidupan kebudayaan Indonesia terjadi pada paroh
pertama dasawarsa tahun 1960-an (1961—1965). Ketika itu,
slogan “Politik adalah Panglima” telah menempatkan
kehidupan politik di atas segala-galanya. Kesusastraan dan
kebudayaan kemudian digunakan sebagai alat perjuangan
politik. Pro dan kontra pun terjadi. Terbelahlah
sastrawan Indonesia ke dalam beberapa kubu yang
mengerucut menjadi dua kubu besar, yaitu golongan
sastrawan yang mengusung semangat humanisme universal
dan golongan sastrawan yang mengusung sastra dan
kebudayaan sebagai alat perjuangan politik dengan
penekanan pada sastra yang berpihak pada rakyat. Kelompok
pertama mendeklarasikan sikapnya melalui apa yang disebut
“Manifes Kebudayaan” dan kelompok kedua tergabung dalam
Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang berporos pada
Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kehidupan kesusastraan dan kebudayaan dalam
masa lima tahun itu benar-benar memasuki situasi yang
buruk. Perbedaan pendapat dan ideologi menjadi
pertentangan fisik dan serangkaian teror. Pelarangan Manifes
Kebudayaan oleh Presiden Soekarno menandai tersingkirnya
kelompok Manifes dalam berbagai aspek kehidupan
kebudayaan, meskipun mereka terus bergerak melakukan
perlawanan.

235 |B a h a s a Indonesia
Pecahnya peristiwa 30 September 1965 yang memicu
gelombang demonstrasi pelajar dan mahasiswa sekaligus
menghancurkan dominasi PKI dalam kehidupan politik
nasional. Lekra sebagai underbouw PKI tentu saja ikut
menjadi korban. Kelompok sastrawan pendukung Manifes
Kebudayaan seperti keluar dari lubang kematian.
Mereka kemudian mengusung karya-karya protes.
Taufiq Ismail sebagai tokoh kunci gerakan ini menyuarakan
semangat perlawanannya melalui puisi. Penyair lain, seperti
Bur Rasuanto, Slamet Sukirnanto, Wahid Situmeang, adalah
beberapa sastrawan yang ikut menyuarakan semangat
perlawanan itu. H.B. Jassin kemudian menyebut gerakan para
sastrawan itu sebagai Angkatan 66.
Gelombang demonstrasi pelajar dan mahasiswa itu
berhasil mencapai perjuangannya dengan pembubaran PKI
dan kemudian berdampak pada kejatuhan Presiden
Soekarno. Praktis PKI beserta para pendukungnya, berada
dalam posisi sebagai pecundang. Kalah dalam perjuangan
politiknya. Dan Pemerintah yang menyebut dirinya sebagai
Orde Baru melakukan pembersihan. Sastrawan yang
tergabung dalam Lekra dengan sendirinya menjadi pihak
yang kalah. Mereka ditangkap, dipenjara, dan tokoh-tokoh
pentingnya dibuang ke Pulau Buru.
Babak baru muncul dalam perjalanan
kesusastraan Indonesia. Trauma terhadap campur tangan
politik dalam kebudayaan, khususnya kesusastraan, telah
memberi kesadaran, bahwa kesusastraan, kesenian, dan
secara keseluruhan, kebudayaan, tidak boleh dimasuki
kepentingan politik. Kehidupan kebudayaan harus
dipisahkan dari kehidupan politik. Tak ada tempat lagi bagi
politik untuk masuk dan mengganggu kehidupan
kesusastraan. Anggapan bahwa muatan politik hanya akan
236 |B a h a s a Indonesia
mengganggu estetika berkesenian menjadi semacam label
penting dalam kehidupan kesenian dan lebih khusus lagi,
kesusastraan Indonesia. Lalu, bagaimana pengaruhnya
terhadap kesusastraan Indonesia ketika politik dianggap
tidak berhak lagi memasuki wilayah kesenian dan
kesusastraan.
Selepas tahun 1965 dan terutama memasuki
pertengahan dasawarsa 1970-an,
sastrawan Indonesia seolah-olah memperoleh saluran
kebebasan yang lebih luas. Di pihak lain, mereka menolak
campur tangan politik. Maka, usaha mengeksploitasi estetika
yang berada jauh di luar politik adalah penggalian pada
tradisi, pada sumber kekayaan khazanah kesusastraan
sendiri. Di sinilah, kisah-kisah dunia jungkir-balik dalam
dongeng-dongeng rakyat menjadi salah satu sumber
kreativitas mereka. Selain itu, unsur-unsur mistik Islam—
Jawa, sufisme, dan khazanah puisi rakyat, disadari sebagai
kekayaan tradisi yang dapat dikemas atau diselusupkan ke
dalam bentuk puisi yang lebih modern. Sutardji Calzoum
Bachri, misalnya, berhasil memanfaatkan mantera untuk
kepentingan estetika puisinya yang mengandalkan
kemerduan bunyi. Melalui kredonya yang menolak makna
dalam kata, Sutardji menjadi salah satu tokoh kunci
penyair Indonesia dasawarsa itu. Arifin C. Noer –dalam
drama—berhasil pula memanfaatkan dongeng-dongeng dan
teater rakyat, seperti ketoprak dan tanjidor, menjadi unsur
penting dalam dramanya. Sementara itu, Kuntowijoyo yang
lahir dan dibesarkan dalam tradisi kejawen, tetapi menyerap
juga pengaruh tasawuf dan filsafat Barat (eksistensialisme),
berhasil melahirkan sebuah novel, Khotbah di Atas Bukit,
yang memperlihatkan percampuran pengaruh-pengaruh itu.

237 |B a h a s a Indonesia
Dasawarsa 1970-an –yang kemudian disebut sebagai
Angkatan 70-an— adalah masa berlahirannya karya-karya
eksperimentasi. Iwan Simatupang lewat empat novelnya,
Merahnya Merah, Ziarah, Kering, dan Kooong, tampil sebagai
salah seorang maestro novel kontemporer Indonesia.
Sejumlah nama lain, tentu saja masih panjang berderet.
Tetapi secara umum, mereka mempunyai semangat yang
sama, yaitu “kembali ke akar, kembali ke sumber.”
Memasuki dasawarsa 1980-an sampai pertengahan
1990-an, kesusastraan Indonesia seperti bergulir tanpa
gejolak menghebohkan, tanpa hiruk-pikuk. Sejumlah karya
memang masih tetap lahir dengan daya kejut yang cukup
kuat. Ahmad Tohari lewat trilogi novel Ronggeng Dukuh
Paruk, menyadarkan kita akan dunia wong cilik dan orang-
orang yang terpinggirkan. Umar Kayam dalam Para Priyayi
mengukuhkan kekayaan kultur Jawa. Kejutan lain muncul
ketika Pramoedya Ananta Toer memperkenalkan
tetraloginya, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak
Langkah, dan Rumah Kaca. Keempat novel yang dikatakannya
sebagai novel Pulau Buru itu konon ditulis Pram saat ia
berada dalam tahanan di Pulau Buru.
Kejutan lain yang juga penting terjadi menjelang
berakhir abad ke-20. Ayu Utami melalui novelnya, Saman
(1998) mengejutkan banyak pihak terutama keberaniannya
dalam mengungkapkan persoalan seks. Selepas itu,
bermunculan sastrawan wanita yang dalam beberapa hal
justru lebih berani dibandingkan Ayu Utami. Sebutlah
misalnya, Dinar Rahayu (Ode untuk Leopold, 2002), Djenar
Maesa Ayu (Mereka Bilang, Saya Monyet! 2003, dan Jangan
Main-Main (dengan Kelaminmu) 2004), Maya Wulan
(Swastika, 2004).

238 |B a h a s a Indonesia
Jauh sebelum Ayu Utami, sejumlah sastrawan wanita
sesungguhnya telah menunjukkan prestasi yang cukup
penting, seperti Nh Dini, Titis Basino, Marianne Katoppo,
Leila Chudori, Ratna Indraswari, Abidah El-Khalieqy, Helvy
Tiana Rosa, atau Dorothea Rosa Herliani. Meskipun begitu,
kemunculannya makin semarak justru selepas Ayu Utami itu.
Boleh jadi, kondisi itu dimungkinkan oleh runtuhnya
kekuasaan Orde Baru yang ketika itu banyak melakukan
represi. Maka, begitu ada saluran pembebasan, berlahiranlah
pengarang-pengarang wanita dengan keberanian dan
kekuatannya masing-masing. Tercatat, beberapa di
antaranya, Fira Basuki, Anggie D. Widowati, Naning Pranoto,
Ana Maryam, Weka Gunawan, Agnes Jesicca, Ani
Sekarningsih, Ratih Kumala, Asma Nadia, Nukila Amal dan
Dewi Sartika.
Yang menarik dari sejumlah karya yang ditulis para
pengarang wanita ini adalah usahanya untuk tidak lagi
terikat oleh problem domestik. Karya-karya mereka tidak
lagi berbicara tentang problem rumah tangga –suami-istri,
melainkan problem seorang perempuan dalam berhubungan
dengan masyarakat kosmopolitan. Maka, di sana, tokoh-
tokoh wanita yang menjadi pelaku utamanya, seenaknya
bergentayangan ke mancanegara atau berhubungan dengan
masyarakat dunia.

II. KARYA SASTRA


A. Karya Sastra Bentuk Prosa
Karangan prosa ialah karangan yang bersifat
menerangjelaskan secara terurai mengenai suatu
masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada
dasarnya karya bentuk prosa ada dua macam, yakni
karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang
239 |B a h a s a Indonesia
bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan
karya sastra yang kreatif imajinatif, sedangkan karya
sastra yang bukan astra ialah karya sastra yang
nonimajinatif.

B. Macam Karya Sastra Bentuk Prosa


Dalam khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam
kelompok karya sastra menurut temanya, yakni karya
sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku
bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra
prosa lama dan karya sastra prosa baru.
Perbedaan prosa lama dan prosa baru menurut Dr. J. S.
Badudu adalah:
a. Prosa lama:
Prosa lama adalah karya sastra daerah yang belum
mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan
barat. Dalam hubungannya dengan kesusastraan
Indonesia maka objek pembicaraan sastra lama ialah
sastra prosa daerah Melayu yang mendapat pengaruh
barat. Hal ini disebabkan oleh hubungannya yang
sangat erat dengan sastra Indonesia.  Karya sastra
prosa lama yang mula-mula timbul disampaikan
secara lisan. Disebabkan karena belum dikenalnya
bentuk tulisan. Dikenal bentuk tulisan setelah agama
dan kebudayaan Islam masuk ke Indonesia,
masyarakat Melayu mengenal tulisan. Sejak itulah
sastra tulisan mulai dikenal dan sejak itu pulalah
babak-babak sastra pertama dalam rentetan sejarah
sastra Indonesia mulai ada.
Bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:

240 |B a h a s a Indonesia
1) Mite adalah dongeng yang banyak mengandung
unsur-unsur ajaib dan ditokohi oleh dewa, roh
halus, atau peri. Contoh Nyi Roro Kidul.
2) Legenda adalah dongeng yang dihubungkan
dengan terjadinya suatu tempat. Contoh:
Sangkuriang, SI Malin Kundang.
3) Fabel adalah dongeng yang pelaku utamanya
adalah binatang. Contoh: Kancil
4) Hikayat adalah suatu bentuk prosa lama yang
ceritanya berisi kehidupan raja-raja dan sekitarnya
serta kehidupan para dewa. Contoh: Hikayat Hang
Tuah.
5) Dongeng adalah suatu cerita yang bersifat khayal.
Contoh: Cerita Pak Belalang.
6) Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya
terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-
pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam.
Adapun ciri-ciri prosa lama antara lain :
1) Cenderung bersifat stastis, sesuai dengan keadaan
masyarakat lama yang mengalami perubahan
secara lambat.
2) Istanasentris ( ceritanya sekitar kerajaan, istana,
keluarga raja, bersifat
feodal).
3) Hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau
dongeng. Pembaca
dibawa ke dalam khayal dan fantasi.
4) Dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu dan Arab.
5) Ceritanya sering bersifat anonim (tanpa nama)
6) Milik bersama

b. Prosa Baru:
241 |B a h a s a Indonesia
Prosa baru adalah karangan prosa yang timbul setelah
mendapat pengaruh sastra atau budaya Barat. Prosa
baru timbul sejak pengaruh Pers masuk ke Indonesia
yakni sekitar permulaan abad ke-20. Contoh: Nyai
Dasima karangan G. Fransis, Siti mariah karangan H.
Moekti.
Berdasarkan isi atau sifatnya prosa baru dapat
digolongkan menjadi:
1) Roman adalah cerita yang mengisahkan pelaku
utama dari kecil sampai mati, mengungkap
adat/aspek kehidupan suatu masyarakat secara
mendetail/menyeluruh, alur bercabang-cabang,
banyak digresi (pelanturan). Roman terbentuk dari
pengembangan atas seluruh segi kehidupan pelaku
dalam cerita tersebut. Contoh: karangan Sutan
Takdir Alisjahbana: Kalah dan Manang, Grota
Azzura, Layar Terkembang, dan Dian yang Tak
Kunjung Padam .
2) Riwayat adalah suatu karangan prosa yang berisi
pengalaman-pengalaman hidup pengarang sendiri
(otobiografi) atau bisa juga pengalaman hidup
orang sejak kecil hingga dewasa atau bahkan
sampai meninggal dunia. Contoh: Soeharto Anak
Desa atau Prof. Dr. B.I Habibie atau  Ki hajar
Dewantara.  
3) Otobiografi adalah karya yang berisi daftar riwayat
diri sendiri.
4) Antologi adalah buku yang berisi kumpulan karya
terplih beberapa orang. Contoh Laut Biru Langit
Biru karya Ayip Rosyidi
5) Kisah adalah riwayat perjalanan seseorang yang
berarti cerita rentetan kejadian kemudian
242 |B a h a s a Indonesia
mendapat perluasan makna sehingga dapat juga
berarti cerita. Contoh: Melawat ke Jabar –
Adinegoro, Catatan di Sumatera – M. Rajab.
6) Cerpen adalah suatu karangan prosa yang berisi
sebuah peristiwa kehidupan manusia, pelaku,
tokoh dalam cerita tersebut. Contoh: Tamasya
dengan Perahu Bugis karangan Usman. Corat-coret
di Bawah Tanah karangan Idrus.
7) Novel adalah suatu karangan prosa yang bersifat
cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar
biasa dan kehidupan orang-orang. Contoh:
Roromendut karangan YB. Mangunwijaya.
8) Kritik adalah karya yang menguraikan
pertimbangan baik-buruk  suatu hasil karya dengan
memberi alasan-alasan tentang isi dan bentuk
dengan kriteria tertentu yangs ifatnya objektif dan
menghakimi.
9) Resensi adalah pembicaraan/pertimbangan/ulasan
suatu karya (buku, film, drama, dll.). Isinya bersifat
memaparkan agar pembaca mengetahui karya
tersebut dari ebrbagai aspek seperti tema, alur,
perwatakan, dialog, dll, sering juga disertai dengan
penilaian dan saran tentang perlu tidaknya karya
tersebut dibaca atau dinikmati.
10) Esei adalah ulasan/kupasan suatu masalah secara
sepintas lalu berdasarkan pandangan pribadi
penulisnya. Isinya bisa berupa hikmah hidup,
tanggapan, renungan, ataupun komentar tentang
budaya, seni, fenomena sosial, politik, pementasan
drama, film, dll. menurut selera pribadi penulis
sehingga bersifat sangat subjektif  atau sangat
pribadi.
243 |B a h a s a Indonesia
Karakteristik prosa baru antara lain, meliputi :
1) Prosa baru bersifat dinamis (senantiasa berubah
sesuai dengan perkembangan masyarakat).
2) Masyarakatnya sentris ( cerita mengambil bahan
dari kehidupan masyarakat sehari-hari).
3) Bentuknya roman, cerpen, novel, kisah, drama.
Berjejak di dunia yang nyata, berdasarkan
kebenaran dan kenyataan.
4) Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan Barat
5) Dipengaruhi siapa pengarangnya karena
dinyatakan dengan jelas
6) Tertulis

B.  Karya Sastra Bentuk Puisi


Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma,
ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat.
Unsur-unsur intrinsik puisi adalah
1) tema adalah tentang apa puisi itu berbicara
2) amanat adalah apa yang dinasihatkan kepada pembaca
3) rima adalah persamaan-persamaan bunyi
4) ritma adalah perhentian-perhentian/tekanan-tekanan
yang teratur
5) metrum/irama adalah turun naik lagu secara beraturan
yang dibentuk oleh persamaan jumlah kata/suku tiap
baris
6) majas/gaya bahasa adalah permainan bahasa untuk efek
estetis maupun maksimalisasi ekspresi
7) kesan adalah perasaan yang diungkapkan lewat puisi
(sedih, haru, mencekam, berapi-api, dll.)
8) diksi adalah pilihan kata/ungkapan
9) tipografi adalah perwajahan/bentuk puisi

244 |B a h a s a Indonesia
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan
puisi baru.
a. puisi lama
Ciri puisi lama:
1) merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama
pengarangnya
2) disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan
sastra lisan
3) sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris
tiap bait, jumlah suku kata maupun rima
Yang termasuk puisi lama adalah
1) mantra adalah ucapan-ucapan yangd ianggap
memiliki kekuatan gaib
2) pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b,
tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata,
2 baris awal sebagai sampiran,  2 baris berikutnya
sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri
dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-
teki, jenaka.
3) karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi
pendek
4) seloka adlah pantun berkait.
5) gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2
baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
6) syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan
ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
atau cerita.
7) talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri
dari 6, 8, ataupun 10 baris

b. puisi baru

245 |B a h a s a Indonesia
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama
baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun
rima.Menurut isinya, puisi dibedakan atas
1) balada adalah puisi berisi kisah/cerita
2) himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air,
atau pahlawan
3) ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang ebrjasa
4) epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran
hidup
5) romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan
cinta kasih
6) elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
7) satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik

Membaca Puisi
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
membaca puisi antara lain:
1) jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi,
performance-art, dll.,
2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema:
perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian,
ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan,
kemanusiaan, dll.,
3) pemahaman puisi yang utuh,
4) pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, meliputi poetry
reading, deklamasi, dan teaterikal,
5) tempat acara: indoor atau outdoor,
6) audien,
7) kualitas komunikasi,
8) totalitas performansi: penghayatan, ekspresi( gerak
dan mimik),

246 |B a h a s a Indonesia
9) kualitas vokal, meliputi volume suara, irama (tekanan
dinamik, tekanan nada, tekanan tempo),
10) kesesuaian gerak,
11) jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal,
maka harus memperhatikan:
a)   pemilihan kostum yang tepat,
b)   penggunaan properti yang efektif dan efisien,
c)   setting yang sesuai dan mendukung tema puisi,
d)   musik yang sebagai musik pengiring puisi atau
sebagai musikalisasi puisi

C.  Drama/Film
Drama atau film merupakan karya yang terdiri atas aspek
sastra dan asepk pementasan. Aspek sastra drama berupa
naskah drama, dan aspek sastra film berupa skenario. Unsur
instrinsik keduanya terdiri dari tema, amanat/pesan,
plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik, dialog, tata
artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung,
aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting
(penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para
pemain).

D.  Periodisasi Sastra Indonesia


Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu terhadap
perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu.
Maksudnya tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu
yang berbeda dengan periode yang lain.
1.   Zaman Sastra Melayu Lama
Zaman ini melahirkan karya sastra berupa mantra, syair,
pantun, hikayat, dongeng, dan bentuk yang lain.
2.   Zaman Peralihan

247 |B a h a s a Indonesia
Zaman ini dikenal tokoh Abdullah bin Abdulkadir Munsyi.
Karyanya dianggap bercorak baru karena tidak lagi berisi
tentang istana danraja-raja, tetapi tentang kehidupan
manusia dan masyarakat yang nyata, misalnya Hikayat
Abdullah (otobiografi), Syair Perihal Singapura Dimakan
Api, Kisah Pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah.
Pembaharuan yang ia lakukan tidak hanya dalam segi isi,
tetapi juga bahasa. Ia tidak lagi menggunakan bahasa
Melayu yang kearab-araban.
3.  Zaman Sastra Indonesia
a) Angkatan Balai Pustaka (Angkatan 20-an)
Ciri umum angkatan ini adalah tema berkisari
tentang konflik adat antara kaum tua dengan kaum
muda, kasih tak sampai, dan kawin paksa, bahan
ceritanya dari Minangkabau, bahasa yang dipakai
adalah bahasa Melayu, bercorak aliran romantik
sentimental.
Tokohnya adalah Marah Rusli (roman Siti Nurbaya),
Merari Siregar (roman Azab dan Sengsara), Nur
Sutan Iskandar (novel Apa dayaku Karena Aku
Seorang Perempuan), Hamka (roman Di Bawah
Lindungan Ka’bah), Tulis Sutan Sati (novel Sengsara
Membawa Nikmat), Hamidah (novel Kehilangan
Mestika), Abdul Muis (roman Salah Asuhan), M
Kasim (kumpulan cerpen Teman Duduk).

b) Angkatan Pujangga Baru (Angkatan 30-an)


Cirinya adalah 1) bahasa yang dipakai adalah bahasa
Indonesia modern, 2) temanya tidak hanya tentang
adat atau kawin paksa, tetapi mencakup masalah
yang kompleks, seperti emansipasi wanita,
kehidupan kaum intelek, dan sebagainya, 3) bentuk
248 |B a h a s a Indonesia
puisinya adalah puisi bebas, mementingkan
keindahan bahasa, dan mulai digemari bentuk baru
yang disebut soneta, yaitu puisi dari Italia yang
terdiri dari 14 baris, 4) pengaruh barat terasa sekali,
terutama dari Angkatan ’80 Belanda, 5)aliran yang
dianut adalah romantik idealisme, dan  6) setting
yang menonjol adalah masyarakat penjajahan.
Tokohnya adalah STA Syhabana (novel Layar
Terkembang, roman Dian Tak Kunjung Padam), Amir
Hamzah (kumpulan puisi Nyanyi Sunyi, Buah Rindu,
Setanggi Timur), Armin Pane (novel Belenggu),
Sanusi Pane (drama Manusia Baru), M. Yamin (drama
Ken Arok dan Ken Dedes), Rustam Efendi (drama
Bebasari), Y.E. Tatengkeng (kumpulan puisi Rindu
Dendam), Hamka (roman Tenggelamnya Kapa nVan
Der Wijck).

c)  Angkatan ’45
Ciri umumnya adalah bentuk prosa maupun puisinya
lebih bebas, prosanya bercorak realisme, puisinya
bercorak ekspresionisme, tema dan setting yang
menonjol adalah revolusi, lebih mementingkan isi
daripada keindahan bahasa, dan jarang menghasilkan
roman seperti angkatan sebelumnya.
Tokohnya Chairil Anwar (kumpulan puisi Deru Capur
Debu, kumpulan puisi bersama Rivai Apin dan Asrul
Sani Tiga Menguak Takdir), Achdiat Kartamiharja
(novel Atheis), Idrus (novel Surabaya, Aki), Mochtar
Lubis (kumpulan drama Sedih dan Gembira),
Pramduya Ananta Toer (novel Keluarga Gerilya), Utuy
Tatang Sontani (novel sejarah Tambera).

249 |B a h a s a Indonesia
d) Angkatan ’66
Ciri umumnya adalah tema yang menonjol adalah
protes sosial dan politik, menggunakan kalimat-
kalimat panjang mendekati bentuk prosa.
Tokohnya adalah W.S. Rendra (kumpulan puisi Blues
untuk Bnie, kumpulan puisi Ballada Orang-Orang
Tercinta), Taufiq Ismail (kumpulan puisi Tirani,
kumpulan puisi Benteng), N.H. Dini (novel Pada
Sebuah Kapal), A.A. Navis (novel Kemarau), Toha
Mohtar (novel Pulang), Mangunwijaya (novel
Burung-burung Manyar), Iwan Simatupang (novel
Ziarah), Mochtar Lubis (novel Harimau-Harimau),
Mariannge Katoppo (novel Raumannen).

III. Identifikasi Moral, Estetika, Sosial, Budaya Karya Sastra


1.  Identifikasi Moral
Sebuah karya umumnya membawa pesan moral. Pesan
moral dapat disampaikan oleh pengarang secara               
langsung maupun tidak langsung. Dalam karya satra,
pesan moral dapat diketahui dari perilaku tokoh-        
tokohnya atau komentar langsung pengarangnya lewat
karya itu.

2.  Identifikasi Estetika atau Nilai Keindahan


Sebuah karya sastra mempunyai aspek-aspek keindahan
yang melekat pada karya sastra itu. Sebuah puisi,            
misalnya: dapat diamati aspek persamaan bunyi, pilihan
kata, dan lain-lain. Dalam cerpen dapat diamati pilihan
gaya bahasanya.

3.   Identifikasi Sosial Budaya


250 |B a h a s a Indonesia
Suatu karya sastra akan mencerminkan aspek sosial
budaya suatu daerah tertentu. Hal ini berkaitan dengan
warna daerah. Sebuah novel misalnya, warna daerah
memiliki corak tersendiri yang membedakannya dengan
yang lain. Beberapa karya sastra yang mengungkapkan
aspek sosial budaya:
a.  Pembayaran karya Sunansari Ecip mengungkapkan
kehidupan di Sulawesi Selatan.
b.   Bako Karya Darman Moenir mengungkapkan
kehidupan Suku Minangkabau di Sumatera Barat.
 
IV. Nilai dalam Karya Sastra
Nilai adalah sesuatu yang indah. Keindahan suatu nilai itu
tergantung pada orang yang menggunakannya. Apakah nilai
itu difungsikan dengan baik dan benar seperti nillai
kebenaran, nilai moral, nilai kemanusiaan, nilai pendidikan,
dan nilai religius. Sebaliknya nilai itu tidak akan berguna bila
digunakan pada arah yang negatif.
Nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan dan sesuatu yang
menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya : etika
dan berhubungan erat (KBBI,2003:78).
Pendapat lain tentang nilai dikemukakan oleh Kaelan
(2002:106) yang menyebutkan nilai (value) adalah sebagai
sesuatu yang berharga dan diperjuangkan karena berguna
(nilai pragmatis) benar (nilai logika),indah (nilai estetis)
baik (nilai moral)dan diyakini (nilai religius)
Menurut Notonogoro sebagaimana yang dikutip
(Budiyanto,2004) dalam Kaelan (2002:107) membagi nilai
menjadi tiga bagian yaitu :

251 |B a h a s a Indonesia
a) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
kebutuhan fisik manusia, seperti : pangan, sandang,
perumahan, kendaraan dan lain sebagainnya.
b) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk dapat mengadakan kegiatan, seperti :
buku dan alat tulis bagi mahasiswa, palu bagi hakim.
c) Nilai kerohaniaan, yaitu segala sesuatu yang berguna
bagi rohani (batin) manusia.
Nilai kerohaniaan dapat dibedakan lagi menjadi empat
macam :
1) Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber dari
unsur akal manusia (rasio, budi, dan cipta).
2) Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber dari
unsur rasa manusia (Perasaaan, estetika, dan intuisi)
.
3) Nilai moral / kebaikan yaitu nilai yang bersmber dari
unsur kehendak atau kemauan manusia (karsa dan
etika)
4) Nilai religius merupakan nilai ketuhanan yang
bersumber dari keyakinan / kepercayaan terhadap
Tuhan .
Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin
(Kaelan, 2002: 92).
Menurut Muhammad (2005:81-82) menjelaskan
bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap bernilai
apabila arah pilihan ditujukan pada yang baik, yang
menarik dan yang diperbolehkan karena ada
manfaat bagi manusia dan inilah yang diinginkan
oleh manusia dalam hidup bermanfaat.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
ahwa nilai merupakan sesuatu berharga dan di
252 |B a h a s a Indonesia
yakini oleh seseorang atau masyarakat sebagai
acuan dalam bertindak. Nilai bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin jika
difungsikan dengan baik dan benar.
Adapun nilai-nilai itu adalah nilai pragmatis nilai
logika, nilai estetis, nilai moral, nilai religius dan juga
nilai etika.

V. Etika dalam Karya Sastra


Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos artinya adat
kebiasaan, akhlak yang baik, bentuk jamaknya etha. Dari
bentuk jamak ini dibentuk istilah bahasa Inggris Ethics yang
kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi Etika,
yaitu ilmu tentang kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik
itu berupa perilaku, yaitu terbiasa berbuat baik. (Muhammad,
2005:66).
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi
menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan belbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku
bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus
membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan
belbagai aspek kehidupan manusia.( Suseno,1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang
membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain
dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus (Kaelan, 2002:86).
253 |B a h a s a Indonesia
Etika atau moral dalam karya sastra biasanya
mencerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran
dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Ia
merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah
kahidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun
dalam pergaulan (Nurgiyantoro, 2002:321).
Dengan demikian nilai-nilai etika itu merupakan
nilai yang menyangkut kelakuan dan perbuatan manusia yang
sesuai dengan atau menghargai martabat manusia. Apabila
kelakuan dan perbuatan tidak sesuai dengan atau
merendahkan martabat manusia, yang timbul adalah
“masalah kemanusiaan”.
Ada dua jenis hubungan dalam kehidupan manusia,
yaitu hubungan manusia dengan Tuhan sang pencipta dan
hubungan sesama manusia dalam hidup bermasyarakat.
Manusia dibekali dengan etika atau moral yang mengandung
sifat baik, benar, jujur, dan adil dalam besikap dan berbuat
terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain dalam
masyarakat. Etika atau moral kodrat adalah kebiasaan
berperilaku atau berbuat baik, dan benar bermanfaat bagi
semua orang karena kodrat manusia sebagai mahluk ciptaan
Tuhan yang paling sempurna. Apa yang dilakukan dan
diharapkan hasilnya adalah nilai kebaikan, dan nilai
kebenaran, nilai kemanfaatan bagi diri sendiri dan bagi orang
lain masyarakat (Muhammad, 2006:71)
a) Nilai Etika yang berhubungan dengan Agama
Nilai etika yang berhubungan dengan agama ini bersifat
universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif
segala sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia atas
segala lainnya. Maka nilai tersebut bersifat mutlak karena
254 |B a h a s a Indonesia
hakikat Tuhan adalah kuasa prima (sebab pertama),
sehingga segala sesuatu diciptakan (berasal dari Tuhan).
Demikian juga jikalau berkaitan dengan hakikat manusia,
maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat
manusia, sehingga jikalau dijabarkan dalam norma
hukum, maka diistilahkan sebagai hak dasar (hak asasi)
(Kaelan, 2002:91).
Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya
adalah wahyu dari Tuhan. Sedangkan Kebudayaan
sumbernya dari manusia, jadi agama tidak dapat
dimasukkan kedalam lingkungan kebudayaan selama
budaya berpendapat bahwa Tuhan itu dapat dimasukan
kedalam hasil ciptaan manusia.
Agama adalah bukan produk manusia, tidak
berasal dari manusia, tetapi dari Tuhan. Tuhan mengutus
Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat. Dengan
perantara malaikat, Tuhan mewahyukan firman-firman-
Nya di dalam kitab suci kepada pesuruh-Nya. Isi kitab suci
itu berasal dari Tuhan, disampaikan oleh malaikat,
diucapkan oleh Rasul, sehingga dapat ditangkap,
diketahui, dipahami dan selanjutnya diamalkan oleh umat.
Jadi jelas agama bukan bagian dari kebudayaan
tetapi berasal dari Tuhan. Kebudayaan menurut Islam
adalah mengatur hubungan manusia dengan manusia dan
alam nyata juga mengatur hubungan manusia dengan
alam gaib, terutama dengan yang Maha Esa. (Prasetya,
dkk, 2004:47-48).
b) Nilai Etika yang berhubungan dengan Kehidupan
Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam
kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, alas, atau
motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik
255 |B a h a s a Indonesia
disadari maupun tidak. Agar nilai kehidupan tersebut
menjadi lebih berguna dalam menutup sikap dan tingkah
laku manusia, maka perlu lebih dikonkritkan lagi serta
diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga
memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam
tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih
konkrit dan nilai tersebut adalah merupakan suatu norma
(Kaelan, 2002:92).
Dalam kehidupan manusia secara alamiah,
jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai individu
maupun mahluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan,
karena terjadi pembenturan kepentingan diantara
mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadi
anarkhisme dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah
manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang
mampu menjamin hak-haknya, dan masyarakat itulah
yang disebut negara. Oleh karena itu, berdasarkan sifat
kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk
sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan
hukum dan negara. Dalam hubungan dengan sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial,
dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan
kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa
berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pendekatan etika
senantiasa berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam
hubungannya dengan kehidupan masyarakat seara
keseluruhan (Kaelan, 2002:98-99).

256 |B a h a s a Indonesia
BAB XIII
TEKNIS PENULISAN SURAT

Surat resmi atau disebut juga surat dinas ditulis untuk keperluan
komunikasi antara kantor yang satu dan kantor yang lain atau
antar organisasi. Surat dinas dibuat oleh seseorang yang
berkedudukan sebagai pejabat instansi pemerintah sehingga
surat ini disebut juga surat jabatan.  Surat merupakan alat
komunikasi tertulis,  karena itu surat harus bebas dari salah
tafsir. Agar tidak menimbulkan salah tafsir, bentuk dan bahas
surat harus mengikuti ragam yang telah dibakukan.
Surat resmi memiliki bagian-bagian yang tetap, yaitu :
A. Kepala surat

257 |B a h a s a Indonesia
Kepala surat yang ditulis lengkap memuat informasi yang
terdiri atas :
1) nama instansi,
2) alamat lengkap,
3) nomor telepon,
4) nomor kotak pos, dan
5) lambang atau logo.
Dalam penulisan kepala surat hal-hal berikut perlu
diperhatikan.
1) Nama instansi tidak disingkat, misalnya Osis, tetapi
Organisasi Sekolah Intra Sekolah
2) Kata jalan tidak disingkat dengan Jl. atau Jln., tetapi
Jalan dengan J kapital.
3) Kata telepon hendaknya ditulis dengan cermat, telepon;
bukan tilpun, telpun, dan tidak disingkat menjadi Telp
atau Tlp.
4) Kata kotak pos hendaklah ditulis dengan cermat, yaitu
Kotak Pos;  jangan disingkat menjadi Kotpos. Jangan
pula kamu gunakan P.O. Box atau Post Office Box.
5) Kata telepon dan kotak pos diikuti oleh nomor tanpa
diantarai dengan tanda titik dua (:), sedangkan nomor-
nomor yang mengikutinya ditulis dengan tanpa tanda
titik atau spasi pada setiap hitungan tiga angka karena
bukan merupakan

B. Tanggal penulisan surat


Tanggal surat ditulis lengkap, yaitu tanggal ditulis dengan
angka, bulan ditulis dengan huruf yang diawali huruf kapital,
dan tahun ditulis dengan angka. Sebelum tanggal tidak

258 |B a h a s a Indonesia
dicantumkan nama kota, karena nama kota sudah ada pada
kepala surat. Setelah tanggal tidak ada tanda baca.
Berikut contoh penulisan tanggal yang salah
Surabaya : 16 Januari 2008
Surabaya, 16 Januari 2008
16 -01-2008
16 Jan 2008
C. Nomor, lampiran, dan hal surat
Kata nomor, lampiran, dan hal ditulis dengan diawali huruf
kapital dan diikuti dengan tanda titik dua (:) yang ditulis
secara estetik sesuai dengan panjang ketiga kata tersebut.
Kata nomor dan lampiran dapat disingkat secara taat asas
dengan No. dan Lamp.

Penulisan Nomor Yang Salah Penulisan Nomor Yang Benar


Nomer: 110/U/OSIS/2007,- Nomor: 110/U/OSIS/2007
No: 110/U/OSIS/2007, No: 110 / U /OSIS / 2007
Nomor: 110/U/OSIS/2007 Nomor: 110.U.OSIS.2007

Kata Lampiran atau Lamp. diikuti tanda titik dua (:) dan
disertai jumlah barang yang dilampirkan. Jumlah barang
ditulis dengan huruf, bukan dengan angka, dan tidak diakhiri
dengan tanda baca. Awal kata yang menyatakan jumlah
ditulis dengan huruf kapital.
Penulisan Lampiran Yang Penulisan Lampiran Yang
TIDAK  Dianjurkan dianjurkan
Lampiran: 1 berkas Lampiran: Satu berkas
Lamp: 1 (Satu) berkas Lamp: Satu berkas

Kata hal diikuti oleh tanda titik dua dan disertai dengan
pokok surat yang diawali dengan huruf kapital tanpa diberi
garis bawah dan tidak diakhiri tanda baca. Pokok surat
259 |B a h a s a Indonesia
hendaknya dapat menggambarkan pesan yang ada pada isi
surat.

Penulisan Hal Yang Tidak Penulisan Hal Yang


Dianjurkan dianjurkan
Hal : Permohonan Izin Hal : Permohonan izin
mengadakan studi banding
Hal : Perpanjangan Izin Hal : Perpanjangan izin
Penelitian penelitian
Hal : Permintaan data lomba Hal : Permintaan data lomba
desa desa 2008
2008
Hal : Petunjuk Pembinaan Hal : Petunjuk pembinaan
Desa desa tertinggal
Tertinggal

D. Alamat tujuan
Dalam menuliskan alamat surat, hal-hal berikut perlu
diperhatikan.
1) Penulisan nama penerima surat harus cermat dan
lengkap sesuai dengan kebiasaan si pemilik nama
menulis namanya.
2) Nama diri penerima surat ditulis dengan huruf kapital
pada awal setiap unsurnya, bukan huruf kapital semua.
3) Penulisan alamat surat juga harus cermat, lengkap, dan
informatif.
4) Untuk menyatakan yang terhormat pada awal nama
penerima surat cukup ditulis Yth. Dengan huruf awal
huruf kapital disertai dengan tanda titik. Penggunaan

260 |B a h a s a Indonesia
kata kepada sebelum nama diri tidak diperlukan karena
kepada merupakan kata penghubung antar bagian
kalimat yang menyatakan arah. Alamat pengirim juga
tidak perlu memakai kata dari yang menyatakan asal.
5) Kata Saudara ditulis dengan disingkat, Sdr., sedangkan
kata Bapak dan Ibu ditulis lengkap, tanpa disingkat.
6) Jika nama orang yang dituju bergelar akademik sebelum
namanya, seperti Dr., dr., atau Drs., atau memiliki pangkat
seperti kolonel atau kapten, kata sapaan Bapak, Ibu, Sdr
tidak digunakan.
7) Jika yang dituju nama jabatan seseorang, kata sapaan
tidak digunakan agar tidak berhimpit dengan gelar,
pangkat, atau jabatan.
8) Kata jalan pada alamat surat tidak disingkat. Alamat yang
lebih sempit dengan alamat yang lebih luas tingkatannya
diantarai dengan tanda koma.
9) Nama alamat yang dituju hendaklah nama orang yang
disertai dengan nama jabatannya, atau nama jabatannya
saja, dan bukan nama instansinya.

Penulisan Alamat yang Tidak Penulisan Alamat yang


Dianjurkan Dianjurkan
KEPADA
Yth. Bpak. Biro Tata Usaha Yth,
Kantor Pemda Tingkat I Jatim Kepala Kantor Pemerintah
Jln. Pahlawan Nomor 2 DaerahTingkat I
SURABAYA Propinsi Jawa Timur
Jalan Pahlawan 2
Surabaya

E. Salam pembuka dan penutup


Contoh salam pembuka adalah sebagai berikut:

261 |B a h a s a Indonesia
Salam sejahtera,
Saudara…,
Ibu… yang terhormat,
Di samping itu ada salam yang bersifat khusus,
Assalaamu’alaikum W.W.,
Salam Pramuka,
Salam Perjuangan,
Merdeka,
Salam penutup yang lazim adalah sebagai berikut.
Hormat saya,
Hormat kami,
Salam takzim,
Wassalam,

F. Isi surat (tubuh surat)


Secara garis besar, isi surat dapat dikelompokkan menjadi
bagian pembuka, bagian isi, dan bagian penutup.
Contoh bagian pembuka :
1) Pada tanggal 5 Februari 2007 kami akan
menyelenggarakan lomba pembacaan puisi. Tujuan
lomba adalah ….
2) Pernyataan Saudara yang tertera pada surat Saudara
tanggal 25 Januari 2007, No. 29/Pr./H/I/2007 akan kami
jawab sebagai berikut.
Contoh bagian penutup
1) Atas perhatian Saudara kami sampaikan terima kasih.
2) Demikian permohonan kami. Atas perhatian dan perkenan
Bapak, kami menyampaikan terima kasih.

Contoh penulisan paragraf penutup yang tidak dianjurkan:


1) Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih.
2) Demikian harap maklum.
262 |B a h a s a Indonesia
3) Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya, dihaturkan
beribu-ribu terima kasih.
G. Pengirim surat (tanda tangan, nama terang, dan jabatan)
Penulisan pengirim surat perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1) Nama tidak perlu ditulis dengan huruf kapital seluruhnya,
cukup ditulis dengan huruf kapital pada huruf pertama tiap
unsurnya.
2) Nama tidak perlu diberi tanda kurung, digarisbawahi, dan
tidak perlu diakhiri dengan tanda baca.

Contoh penulisan nama pengirim surat.


Penulisan Alamat yang Tidak Penulisan Alamat yang
Dianjurkan Dianjurkan

KEPADA
Yth. Bpak. Drs. Sukoco Yth. Bapak Sukoco Joyonegoro
Joyonegoro Kepala Biro Kepala Biro Tata Usaha
Tata Usaha Pemerintah Propinsi Jawa
       Kantor Pemda Tingkat I Timur
Jatim Jalan Pahlawan 2 Surabaya
       Jln. Pahlawan Nomor 2
SURABAYA 2. Deby Sukamdani Ketua OSIS

2. Deby Sukamdani Ketua OSIS


KETUA OSIS

H. Tembusan (jika diperlukan)


Ketentuan penulisan tembusan adalah sebagai berikut:
1) Jika tembusan lebih dari satu, diberikan nomor urut
tembusan.
263 |B a h a s a I n d o n e s i a
2) Pihak yang diberi tembusan hendaknya nama jabatan
atau nama orang, bukan nama instansi.
3) Dalam tembusan tidak perlu diberikan Kepada Yth
atau Yth.
4) Dalam tembusan tidak perlu ada ungkapan, untuk
laporan, untuk diperhatikan, untuk bahan pertimbangan,
atau ungkapan lain yang mengikat.
5) Dalam tembusan tidak perlu ada ungkapan arsip atau
pertinggal karena setiap surat resmi pasti ada tembusan.

Penulisan Alamat yang Tidak Penulisan Alamat yang


Dianjurkan Dianjurkan
Tembusan Tembusan
1. Kepala Sekolah sebagai laporan. 1. Kepala Sekolah
2. Pembina OSIS sebagai 2. Pembina OSIS
pertimbangan. 3. Ketua OSIS
3.Ketua OSIS sebagai bahan
pertanggungjawaban.

Contoh-contoh Surat Dinas :

264 |B a h a s a Indonesia
265 |B a h a s a Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
266 |B a h a s a Indonesia
Ahmadi, Muhsin, dkk. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa
Indonesia. Malang; Yayasan Asih Asah Asuh.
Akhadiah, Sabarti., Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H.
1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia .
Jakarta: Erlangga.
American Psychological Assosiation. 2001. Publication Manual of
The American Psychological Assosiation. Ed. Ke-5.
Washington. D.C.
Budi Karyanto, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi,
(Pekalongan:STAIN Pekalongan Press, 2009), hal. 70
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Buku Praktis Bahasa
Indonesia 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Buku Praktis Bahasa
Indonesia 2. Jakarta: Pusat Bahasa.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Finoza, Lamuddin, 2006, Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Insan Media.
Cahyani, Isah. Bahasa Indonesia. Jakarta: DirjenPendis Depag RI
Keraf, Gorys, 1996, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia
Karyanto, Umum Budi. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Pekalongan: STAIN Pekalongan Press.
Lubis, A. Hamid Hasan. Tanpa Tahun. Glasorium Bahasa dan
Sastra. Bandung: Angkasa.
Moeliono, Anton M. 1982 “ Diksi atau Pilihan Kata: Suatu
Spesifikasi di dalam kosa kata” Dalam Majalah Pembinaan
Bahasa Indonesia. Jilid III. Nomor 3. Jakarta: Bharata.
Pokja Akademik UIN Suka Yogyakarta, 2005. Bahasa Indonesia.
Yogyakarta. UIN Suka Press.

267 |B a h a s a Indonesia
Ramlan, M, I Dewa Putu Wijana, Yohanes Tri Mastoyo, dan
Sunarso. 1990. Bahasa Indonesia, yang Salah dan yang
Benar. Yogyakarta, Andi Offset.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka,
Catatan Kaki untuk Karya Ilmiah dan Terbitan Ilmiah.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Tim Bahasa Indonesia 3, 2001. Bahasa Indonesia 3. Jakarta:
Galaxy Puspa Mega
Widagdo, Djoko. 1997. Bahasa Indonesia Pengantar Kemahiran
Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi , Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Widyamartaya, A. 1980. Kreatif Berwicara. Yogyakarta: Kanisius.
Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: pt Gramedia Mediasarana
Indonesia (Grasindo).
Yukfuk, Topik, Tema, Judul.
(http//yukfuk.wordpress.com/2011/06/11, (diakses 11
Juni 2011)

268 |B a h a s a Indonesia

Anda mungkin juga menyukai