Anda di halaman 1dari 8

TUGAS BAHASA INDONESIA

SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA DAN BESERTA


CONTOH EJAANYA

Dosen Pengampu

Dra. I Gusti Ayu Putu Tuti Indrawati, M. Hum

Oleh

PUTU BAGUS REDIKA JANASUTA


NPM. 2304742010158

PROGRAM STUDI HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2023
SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA DAN BESERTA
CONTOH EJAANYA

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada


oranglain agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Pentingnya
Bahasa sebagai identitas manusia yang tidak bsa dilepaskan dari adanya suatu
pengakuan terhadap pemakaian Bahasa salam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia mempunyai sebuah alat yaitu Bahasa.
Dengan Bahasa itulah manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak mereka.
Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu aerupa, karena
belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasalah seorang manusia dapat
membuat terasa nyata dan terungkap.1
Dalam bahasa Indonesia, ejaan memiliki pengertian yang lebih luas, yaitu
berhubungan dengan ragam bahasa tulis. Ada berbagai macam pengertian yang
mencoba menjelaskan pengertian ejaan. Pengertian ejaan yang terdapat di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cara atau aturan menuliskan kata-kata
dalam huruf. Sedangkan di dalam Ensiklopedia Indonesia, ejaan adalah cara menulis
kata-kata menurut disiplin ilmu bahasa. Ejaan pada dasarnya adalah aturan
melambangkan bunyi bahasa menjadi huruf, kata, ataupun kalimat. Secara umum ejaan
dapat diartikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur penulisan bunyi bahasa
menjadi huruf, huruf menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Pada KBBI kalimat
memiliki arti sepatah kata atau sekelompok kata yang merupakan satuan yang
mengutarakan suatu pikiran atau perasaan.2
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi dalam pemakaian bahasa agar
tercipta keteraturan bentuk dalam bahasa tulis. Apabila sudah teratur, maka makna yang
ingin disampaikan akan jelas dan tidak akan terjadi kesalahan dalam memahami makna
tersebut. Ejaan yang benar harus selalu dipelajari, dimengerti, dan diterapkan dalam
pelajaran bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia dapat digunakan dengan benar. 3

1
Rini Darmayanti, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Victory Inti Cipta, Surabaya, 2015, h. 11
2
Tim Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Balai Pustaka, Jakarta,
2005, h. 30
3
Ibid, h. 32

2
B. Pengertian Ejaan

Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan
adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran
dan bagaimana hubungan antar lambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam
suatu bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang
berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca.4
Ejaan biasa disebut juga adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan
bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan
tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja
adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu
sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur
keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh
pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk tulisan terutama dalam
bahasa tulis.5
C. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia

1. Ejaan Van Ophuijsen (1901 – 1947)

Majalah Keboedajaän dan Masjarakat (1939) menggunakan


ejaan Van Ophuijsen yang masih memperlihatkan tanda
trema.

Ejaan van Ophuijsen adalah ejaan pertama yang digunakan untuk menulis
bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dasar bahasa Indonesia. Ejaan ini

4
Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., Moeliono, A.M, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga,
Balai Pustaka Jakarta, 2011, h. 35
5
Suyanto, Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia, Ardana Media, Yogyakarta,
2011, h. 25

3
dinamai menurut nama Charles Adriaan van Ophuijsen, seorang guru dan ahli
bahasa Belanda yang menyusunnya bersama dengan Nawawi Soetan Makmoer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini diresmikan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1901 dan digunakan hingga tahun 1947.
Ciri-ciri ejaan van Ophuijsen antara lain:
1) Menggunakan huruf v untuk melambangkan bunyi /f/, misalnya vader
(bapak), varen (berlayar), dan ver (jauh).
2) Menggunakan huruf oe untuk melambangkan bunyi /u/, misalnya
boekoe (buku), soedah (sudah), dan roemah (rumah).
3) Menggunakan huruf j untuk melambangkan bunyi /y/, misalnya djalan
(jalan), djadi (jadi), dan djarak (jarak).
4) Menggunakan huruf tj untuk melambangkan bunyi /c/, misalnya tjoba
(coba), tjanji (janji), dan tjoekoer (cukur).
5) Menggunakan huruf nj untuk melambangkan bunyi /ɲ/, misalnya banjak
(banyak), njonja (nyonya), dan renjong (renyong).
6) Menggunakan huruf ch untuk melambangkan bunyi /x/, misalnya achir
(akhir), boechat (bukit), dan tachir (takir).
7) Menggunakan huruf sj untuk melambangkan bunyi /ʃ/, misalnya asjar
(asyar), kasjoe (kasu), dan soesjilah (susila).
8) Menggunakan huruf e tanpa diakritik untuk melambangkan tiga bunyi
vokal yang berbeda, yaitu /e/, /ə/, dan /ε/, misalnya belanda (Belanda),
negeri (negeri), dan sedikit (sedikit).
2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947 – 1972)
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi adalah ejaan kedua yang digunakan untuk
menulis bahasa Indonesia. Ejaan ini dinamai menurut nama Soewandi, seorang
menteri pendidikan dan kebudayaan pada masa pemerintahan Soekarno yang
mengesahkannya dan berlaku pada 19 Maret 1947.
Ejaan ini menggantikan ejaan warisan masa kolonial yang sebelumnya
digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Terdapat beberapa ciri penanda lingual dalam Ejaan Soewandi, yaitu: 6
1) Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’. Misalnya, kata ‘goeroe’ menjadi ‘guru’.

6
Agung Sudaryanti et.al, The Use of Indonesian/Malay Orthography in Tempo Doeloe Advertisement
and Its Implication for Indonesian Learning: Jurnal Transformatika, Vol. 2 No. 1, 2018 .h.4

4
2) Lalu ada juga bunyi hamzah atau bunyi sentak, yang sebelumnya
dinyatakan dengan tanda (‘), ditulis menjadi ‘k’. Misalnya pada kata-
kata tak, pak, dan maklum.
3) Selain itu, kata ulang boleh ditulisan dengan angka 2. Misalnya ubur-
ubur menjadi ubur2, bermain-main menjadi ber-main2, dan kebarat-
baratan menjadi ke-barat2-an.
4) Ada lagi awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’, dituliskan serangkai dengan
kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ yang menunjukkan kata
keterangan tempat, misalnya dirumah atau disawah.
5) Mengganti huruf ch dengan huruf kh, misalnya akhir (akhir), bukit
(bukit), dan takir (takir).
Ejaan ini muncul karena dilatarbelakangi adanya keinginan para cendekiawan
dan budayawan Indonesia yang hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia I, untuk
melepaskan pengaruh kolonial Belanda terhadap bahasa Indonesia. Saat
itu, Soewandi selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
memutuskan untuk mengganti Ejaan van Ophuijsen. Ejaan pengganti itu disebut
Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Disebut Ejaan Republik
karena ejaan tersebut lahir setelah kemerdekaan Republik Indonesia.

3. Ejaan Pembaharuan (1957 – Tidak Diberlakukan)


Ejaan Pembaharuan atau ejaan Dubovska adalah salah salah satu sistem
ejaan bahasa Indonesia yang dirancang oleh panitia yang diketuai oleh Parijono
dan E. Kartoppo dengan mengikut saran dari ahli Bahasa dari kebangsaan
Cekoslovakia bernama Ezorica Duvoska yang mengingikan ejaan baru
Bahasa Indonesia menikuti jejak pengalfabet dari ceko pada tahun 1957 sebagai
keputusan Kongres Bahasa Indonesia II, tetapi ejaan ini tidak pernah
dilaksanakan. Ciri-ciri ejaan Pembaharuan antara lain:
1) Gabungan konsonan dj diubah menjadi dž
2) Gabungan konsonan tj diubah menjadi č
3) Gabungan konsonan ng tetap menjadi ng
4) Gabungan konsonan nj diubah menjadi ň
5) Gabungan konsonan sj diubah menjadi š

5
Selain itu, gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan
pelafalannya yaitu menjadi ae, ao, dan oe., dengan contoh penggunaan sebagai
berikut :
EYD Ejaan Pembaharuan
Santai Santae

Gulai Gulae
Harimau Harimao

Kalau Kalao

Amboi Amboe

Sarung Sarung

Syarat Šarat

4. Ejaan Malindo (1959 – Tidak Diresmikan)


Ejaan Melindo adalah salah satu sistem ejaan latin yang termuat dalam
Pengumuman Bersama Edjaan Bahasa Melayu-Indonesia pada tahun 1959
sebagai hasil usaha dalam penyatuan sistem ejaan anatara Huruf latin di
Indonesia dengan Persukutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam
Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini
tidak pernah sampai diterapkan. Ciri-ciri ejaan Melindo antara lain:
1) Mengembalikan penggunaan huruf ny untuk melambangkan bunyi /ɲ/,
misalnya banyak (banyak), nyonya (nyonya), dan renyong (renyong).
2) Mengembalikan penggunaan huruf kh untuk melambangkan bunyi /x/,
misalnya akhir (akhir), bukit (bukit), dan takir (takir).
3) Mengganti huruf y dengan huruf j untuk melambangkan bunyi /y/,
misalnya jalan (jalan), jadi (jadi), dan jarak (jarak).
4) Mengganti huruf c dengan huruf k untuk melambangkan bunyi /c/,
misalnya koba (coba), kanji (janji), dan kucer (cukur).
5) Mengganti huruf f dengan huruf p untuk melambangkan bunyi /f/,
misalnya pader (bapak), paren (berlayar), dan per (jauh).

6
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesussastraan (LBK)
(1967 – 1972)
Ejaan Baru atau Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, pendahulu
Pusat Bahasa) adalah ejaan bahasa Indonesia yang dikeluarkan pada tahun
1967. Ejaan ini adalah kelanjutan dari Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya
pun, selain dari panitia LBK, juga beranggotakan panitia dari Malaysia. Ciri-
ciri Ejaan Barua tau Ejaan LBK) antara lain:
1) Mengembalikan penggunaan huruf y untuk melambangkan bunyi /y/,
misalnya yalan (jalan), yadi (jadi), dan yarak (jarak).
2) Mengembalikan penggunaan huruf c untuk melambangkan bunyi /c/,
misalnya coba (coba), canji (janji), dan cucer (cukur).
3) Mengembalikan penggunaan huruf f untuk melambangkan bunyi /f/,
misalnya fader (bapak), faren (berlayar), dan fer (jauh).
4) Menghapus penggunaan huruf p untuk melambangkan bunyi /f/,
sehingga diganti dengan huruf f, misalnya bapak (bapak), berlayar
(berlayar), dan jauh (jauh).

6. Ejaan Bahasa Yang Disempurnakan (EYD) (1972 -2015 dan Kembali


gunakan tahun 2022)
Ejaan yang Disempurnakan atau EYD adalah ejaan keenam yang digunakan
untuk menulis bahasa Indonesia. Ejaan ini diresmikan oleh pemerintah
Indonesia pada tahun 1972 dan digunakan hingga tahun 2015 menggantikan
Ejaan Bar, sertakembali berlaku sejak tahun 2022 menggantikan Ejaan Bahasa
Indonesia menjadi EYD edisi ke 5.
Ciri-ciri dari Ejaan Yang Disempurnakan atau EYD antara lain:
1) Mengganti huruf y dengan huruf j untuk melambangkan bunyi /y/,
misalnya jalan (jalan), jadi (jadi), dan jarak (jarak).
2) Mengganti huruf c dengan huruf k untuk melambangkan bunyi /c/,
misalnya koba (coba), kanji (janji), dan kucer (cukur).
3) Mengganti huruf f dengan huruf p untuk melambangkan bunyi /f/,
misalnya pader (bapak), paren (berlayar), dan per (jauh).
4) Menggunakan diakritik aksen untuk membedakan bunyi vokal e yang
berbeda, yaitu /e/ ditulis é, /ə/ ditulis è, dan /ε/ ditulis e, misalnya
Belanda (Belanda), nègeri (negeri), dan sedikit (sedikit).

7
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015 – 2022)
Ejaan Bahasa Indonesia atau EBI adalah ejaan ketujuh yang digunakan untuk
menulis bahasa Indonesia. Ejaan ini diresmikan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa pada tahun 2015 dan hingga tahun 2022. Ejaan Bahasa
Indonesia diatur berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(PERMENDIKBUD) RRepublik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005
Tidak banyak perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia dengan Ejaan yang
Disempurnakan edisi ketiga (revisi 2009). Perubahan-perubahan yang ada pada
Ejaan Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
1) ada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar
digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu
a) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak bermain di teras
(téras);
b) akritik (è) dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton film seri
(sèri);
c) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir
seri (sêri).
2) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang
lebih rinci, yaitu:
a) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan
ilmu;
b) huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].

3) Pada huruf diftong terdapat tambahan yaitu diftong ei misalnya pada


akata eigendom, geiser, dan survei.
4) Pada huruf kapital aturan penggunaan lebih diringkas (pada PUEYD
terdapat 16 aturan sedangkan pada PUEBI terdapat 13 aturan) dengan
disertai catatan.
5) Pada huruf tebal terdapat pengurangan aturan sehingga hanya dua
aturan, yaitu menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring dan
menegaskan bagian karangan seperti judul buku, bab, atau subbab.
6) Aturan bentuk ulang dengan angka dua (2) dihapuskan.

Anda mungkin juga menyukai