Dosen Pengampu
Oleh
1
Rini Darmayanti, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Victory Inti Cipta, Surabaya, 2015, h. 11
2
Tim Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Balai Pustaka, Jakarta,
2005, h. 30
3
Ibid, h. 32
2
B. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan
adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran
dan bagaimana hubungan antar lambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam
suatu bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang
berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca.4
Ejaan biasa disebut juga adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan
bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan
tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja
adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu
sistem aturan yang jauh lebih luasdari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur
keseluruhan cara menuliskan bahasa. Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh
pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk tulisan terutama dalam
bahasa tulis.5
C. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Ejaan van Ophuijsen adalah ejaan pertama yang digunakan untuk menulis
bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dasar bahasa Indonesia. Ejaan ini
4
Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., Moeliono, A.M, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga,
Balai Pustaka Jakarta, 2011, h. 35
5
Suyanto, Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia, Ardana Media, Yogyakarta,
2011, h. 25
3
dinamai menurut nama Charles Adriaan van Ophuijsen, seorang guru dan ahli
bahasa Belanda yang menyusunnya bersama dengan Nawawi Soetan Makmoer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini diresmikan oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1901 dan digunakan hingga tahun 1947.
Ciri-ciri ejaan van Ophuijsen antara lain:
1) Menggunakan huruf v untuk melambangkan bunyi /f/, misalnya vader
(bapak), varen (berlayar), dan ver (jauh).
2) Menggunakan huruf oe untuk melambangkan bunyi /u/, misalnya
boekoe (buku), soedah (sudah), dan roemah (rumah).
3) Menggunakan huruf j untuk melambangkan bunyi /y/, misalnya djalan
(jalan), djadi (jadi), dan djarak (jarak).
4) Menggunakan huruf tj untuk melambangkan bunyi /c/, misalnya tjoba
(coba), tjanji (janji), dan tjoekoer (cukur).
5) Menggunakan huruf nj untuk melambangkan bunyi /ɲ/, misalnya banjak
(banyak), njonja (nyonya), dan renjong (renyong).
6) Menggunakan huruf ch untuk melambangkan bunyi /x/, misalnya achir
(akhir), boechat (bukit), dan tachir (takir).
7) Menggunakan huruf sj untuk melambangkan bunyi /ʃ/, misalnya asjar
(asyar), kasjoe (kasu), dan soesjilah (susila).
8) Menggunakan huruf e tanpa diakritik untuk melambangkan tiga bunyi
vokal yang berbeda, yaitu /e/, /ə/, dan /ε/, misalnya belanda (Belanda),
negeri (negeri), dan sedikit (sedikit).
2. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (1947 – 1972)
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi adalah ejaan kedua yang digunakan untuk
menulis bahasa Indonesia. Ejaan ini dinamai menurut nama Soewandi, seorang
menteri pendidikan dan kebudayaan pada masa pemerintahan Soekarno yang
mengesahkannya dan berlaku pada 19 Maret 1947.
Ejaan ini menggantikan ejaan warisan masa kolonial yang sebelumnya
digunakan, yaitu Ejaan Van Ophuijsen, yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Terdapat beberapa ciri penanda lingual dalam Ejaan Soewandi, yaitu: 6
1) Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’. Misalnya, kata ‘goeroe’ menjadi ‘guru’.
6
Agung Sudaryanti et.al, The Use of Indonesian/Malay Orthography in Tempo Doeloe Advertisement
and Its Implication for Indonesian Learning: Jurnal Transformatika, Vol. 2 No. 1, 2018 .h.4
4
2) Lalu ada juga bunyi hamzah atau bunyi sentak, yang sebelumnya
dinyatakan dengan tanda (‘), ditulis menjadi ‘k’. Misalnya pada kata-
kata tak, pak, dan maklum.
3) Selain itu, kata ulang boleh ditulisan dengan angka 2. Misalnya ubur-
ubur menjadi ubur2, bermain-main menjadi ber-main2, dan kebarat-
baratan menjadi ke-barat2-an.
4) Ada lagi awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’, dituliskan serangkai dengan
kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ yang menunjukkan kata
keterangan tempat, misalnya dirumah atau disawah.
5) Mengganti huruf ch dengan huruf kh, misalnya akhir (akhir), bukit
(bukit), dan takir (takir).
Ejaan ini muncul karena dilatarbelakangi adanya keinginan para cendekiawan
dan budayawan Indonesia yang hadir dalam Kongres Bahasa Indonesia I, untuk
melepaskan pengaruh kolonial Belanda terhadap bahasa Indonesia. Saat
itu, Soewandi selaku Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan
memutuskan untuk mengganti Ejaan van Ophuijsen. Ejaan pengganti itu disebut
Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik. Disebut Ejaan Republik
karena ejaan tersebut lahir setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
5
Selain itu, gabungan vokal (diftong) ai, au, dan oi, ditulis berdasarkan
pelafalannya yaitu menjadi ae, ao, dan oe., dengan contoh penggunaan sebagai
berikut :
EYD Ejaan Pembaharuan
Santai Santae
Gulai Gulae
Harimau Harimao
Kalau Kalao
Amboi Amboe
Sarung Sarung
Syarat Šarat
6
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kesussastraan (LBK)
(1967 – 1972)
Ejaan Baru atau Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, pendahulu
Pusat Bahasa) adalah ejaan bahasa Indonesia yang dikeluarkan pada tahun
1967. Ejaan ini adalah kelanjutan dari Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya
pun, selain dari panitia LBK, juga beranggotakan panitia dari Malaysia. Ciri-
ciri Ejaan Barua tau Ejaan LBK) antara lain:
1) Mengembalikan penggunaan huruf y untuk melambangkan bunyi /y/,
misalnya yalan (jalan), yadi (jadi), dan yarak (jarak).
2) Mengembalikan penggunaan huruf c untuk melambangkan bunyi /c/,
misalnya coba (coba), canji (janji), dan cucer (cukur).
3) Mengembalikan penggunaan huruf f untuk melambangkan bunyi /f/,
misalnya fader (bapak), faren (berlayar), dan fer (jauh).
4) Menghapus penggunaan huruf p untuk melambangkan bunyi /f/,
sehingga diganti dengan huruf f, misalnya bapak (bapak), berlayar
(berlayar), dan jauh (jauh).
7
7. Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) (2015 – 2022)
Ejaan Bahasa Indonesia atau EBI adalah ejaan ketujuh yang digunakan untuk
menulis bahasa Indonesia. Ejaan ini diresmikan oleh Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa pada tahun 2015 dan hingga tahun 2022. Ejaan Bahasa
Indonesia diatur berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(PERMENDIKBUD) RRepublik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005
Tidak banyak perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia dengan Ejaan yang
Disempurnakan edisi ketiga (revisi 2009). Perubahan-perubahan yang ada pada
Ejaan Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
1) ada huruf vokal, untuk pengucapan (pelafalan) kata yang benar
digunakan diakritik yang lebih rinci, yaitu
a) diakritik (é) dilafalkan [e] misalnya Anak-anak bermain di teras
(téras);
b) akritik (è) dilafalkan [Ɛ] misalnya Kami menonton film seri
(sèri);
c) diakritik (ê) dilafalkan [Ə] misalnya Pertandingan itu berakhir
seri (sêri).
2) Pada huruf konsonan terdapat catatan penggunaan huruf q dan x yang
lebih rinci, yaitu:
a) huruf q dan x khusus digunakan untuk nama diri dan keperluan
ilmu;
b) huruf x pada posisi awal kata diucapkan [s].