Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH EJAAN BAHASA

INDONESIA

BAHASA INDONESIA I
HAKIKAT
EJAAN

EJAAN VAN
OPHUIJSEN
MATERI
MATERI
SEJARAH
SEJARAH EJAAN
EJAAN
BAHASA
BAHASA INDONESIA
INDONESIA
EJAAN
REPUBLIK

EJAAN YANG
EJAAN BAHASA DISEMPURNAKAN
INDONESIA
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah
darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang
satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia. 
 Pada 28 Oktober 1928, beberapa perwakilan pemuda di
Nusantara yang berkumpul dalam Kongres Pemuda Kedua
 untuk mencetuskan ikrar Sumpah Pemuda yang menjadi
tonggak bersejarah dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Ikrar ini menegaskan cita-cita akan "Tanah air Indonesia",
"Bangsa Indonesia", dan "Bahasa Indonesia" yang akhirnya
baru terwujud 17 tahun kemudian pada 17-08-45.
Pertanyaan muncul...

 kenapa ejaan bahasa yang dituangkan pada Sumpah


Pemuda 87 tahun yang lalu bebeda dengan ejaan yang kita
gunakan sehari-hari sekarang?
 Dari mana asalnya ejaan yang tertuang di zaman Sumpah
Pemuda?
 Bagaimana ceritanya bahasa persatuan kita bisa
bertransformasi dari edjaan tempoe doeloe menjadi Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yang dipakai dalam kehidupan
Indonesia modern?
LATAR BELAKANG
HAKIKAT EJAAN
 Kata “ejaan” berasal bari bahasa arab hija’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an.

 Menurut KBBI (2008: 285) ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata,

kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
 Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata,

dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda

dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan

ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan

mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.

 Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan

keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada

ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu lintas

yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu yang ada,

terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur.


PRINSIP-PRINSIP YANG MENDASARI PERUBAHAN EJAAN DALAM BAHASA
INDONESIA

1. Prinsip kehematan (efisiensi), Bayangkan, kalau


menulis kalimat ini menggunakan ejaan jadul
(zaman doele): saya selalu galau jika
memikirkannya.
Jadinya seperti ini: saja selaloe galaoe djika
memiirkannja. Lebih efisien kalau kita pakai ejaan
yang sekarang, kan? Lagipula, ada beda antara
pengucapan dan penulisan.
 Prinsip Keluwesan
Keluwesan berarti kemampuan adaptasi terhadap
perkembangan zaman. Pada contoh sebelumnya,
terlihat dengan ejaan zaman sekarang, Kita lebih
luwes menulis dan mengucapkannya. “Kalau
begitu, huruf x bisa mewakili partikel –nya
seperti yang digunakan bahasa alay akhir-akhir
ini, dong?”
 Ya, masuk akal.
 Tapi tidak bisa masuk ke dalam

konteks bahasa baku kita.


 Kenapa tidak bisa?

Coba bayangkan,,,
nama tokoh kartun
X-men atau merk fotokopi Xerox
dibaca menjadi
nya-emen atau nya-ero-nya.
Jadi TIDAK UNIVERSAL!
3. Prinsip kepraktisan
Prinsip kepraktisan ini terkait
dengan penggunaan tanda diakritis.
TANDA DIAKRITIS adalah tanda di atas huruf,
yang biasanya dipakai di negara-negara yang
masih berbahasa tonal, seperti Mandarin, Jerman,
Ceko, Vietnam, Islandia, atau Spanyol.
ASAL MULA EJAAN BAHASA INDONESIA MENGALAMI STANDARDISASI

 Sebelum mempunyai tata bahasa baku dan resmi menggunakan


aksara latin, bahasa Melayu (sebagai cikal-bakal Bahasa Indonesia)
ditulis menggunakan aksara Jawi (arab gundul) selama beratus-ratus
tahun lamanya.
 Lalu, sejak bangsa Eropa datang ke Nusantara, barulah kita
mengenal aksara latin.
 Ejaan latin yang dipakai untuk bahasa Melayu pun sudah berubah
berkali-kali sesuai dengan kebijakan para penulis buku pada waktu
itu.
 Ternyata Nusantara yang diduduki Belanda punya gaya ejaan yang
berbeda dengan Semenanjung Melaya yang notabene dikolonisasi 
Inggris.
 Untuk mengatasinya, tahun 1897, seorang linguis kelahiran Batavia, yang
bernama A.A. Fokker mengusulkan agar ada penyeragaman ejaan di antara
dua wilayah ini. Hingga akhirnya, van Ophuijsen (sistem orthografi)
membakukan segalanya tentang Bahasa Melayu.
EJAAN VAN OPHUIJSEN (1901-1947)

 Charles Adriaan van Ophuijsen (Solok, Sumatera Barat, 1856 -


Leiden, 19 Februari 1917) adalah seorang Belanda yang gemar
mempelajari bahasa berbagai suku di Hindia Belanda dan
merupakan Kepala Sekolah pertama Sma Negeri 2 Bukittinggi. Ia
bersama Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad
Taib Sutan Ibrahim menyusun ejaan baru untuk mengganti ejaan
bahasa Melayu pada 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama Ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui
pemerintah kolonial pada tahun 1901.
1. FAKTOR PEMICU HADIRNYA EJAAN VAN OPHUIJSEN

Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf Jawi (Arab
Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat, para
sarjana Belanda menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab karena
penulisan huruf vokal seperti e, i, o ditulis sama saja saat ingin menuliskan kata yang
memiliki vocal a dan u. Dicontohkan sebagai berikut.
2. CIRI-CIRI EJAAN VAN OPHUYSEN

Dalam merumuskan buku tersebut (1896), van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan 

Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pedoman tata bahasa ini selanjutnya dikenal dengan nama ejaan

van Ophuijsen dan diakui pemerintah kolonial tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

 Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri

dengan diftong seperti mulai dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti

dalam Soerabaïa.

 Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, saja, wajang, dsb.

 Huruf oe untuk menuliskan kata-kata doeloe, akoe, Soekarni, repoeblik (perhatikan gambar prangko

di atas), dsb.

 Tandadiakritis, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, jum’at,

ta’(dieja tak), pa’, (dieja pak), dsb.

 Huruf tj yang dieja c saat ejaan ini dihapuskan, seperti Tjikini, tjara, pertjaya, dsb.

 Huruh ch yang dieja kh, seperti chusus, achir, machloe’, dsb.


3. PRO-KONTRA EJAAN VAN OPHUYSEN
 Joss Wibisono, sejarawan, menyalahkan Ophuijsen sebagai pihak yang menjadikan derajat

bahasa Melayu Riau (Riouw Maleisch) lebih tinggi daripada Melayu pasar (laag Maleis) yang

memang digunakan secara meluas oleh khalayak di Nusantara dulu. Bagi Joss, Melayu Riau itu

mitos, dan hanya ditemui di karya sastra (yang nanti setelah dibakukan oleh Belanda kemudian

disebarluaskan melalui novel-novel terbitan Balai Pustaka).

 Meski ejaan Ophuysen sudah dihilangkan oleh pemerintah dulu, tetapi ejaan ini nyatanya tidak

benar-benar hilang. Tengok saja merek dagang: Bakoel Koffie (http://www.bakoelkoffie.com/)

yang ingin memunculkan kembali suasana tempo doeloe. Selain itu, Eka Kurniawan, seorang

sastrawan muda, pernah menelurkan kompilasi cerpen berjudul Cinta Tak Ada Mati (2005),

dengan memakai ejaan Ophuysen di salah satu cerpennya: Pengakoean Seorang Pemadat Indis.

Eka beralasan ingin tampil orisinal dengan ejaan ini dan berniat menggugah generasi muda

pada ejaan lama agar tidak enggan membaca tulisan-tulisan jadul.


EJAAN REPUBLIK (EJAAN SOEWANDI) – 1947-1972

 Ejaan ini disebut sebagai Ejaan


Soewandi karena diresmikan
tanggal 17 Maret 1947 oleh
Menteri, Pengajaran, Pendidikan,
dan Kebudayaan saat itu, yaitu
Raden Soeawandi, menggantikan
ejaan Ophuijsen. Sebenarnya
nama resminya adalah ejaan
Republik, namun lebih dikenal
dengan ejaan Soewandi.
1. FAKTOR PEMICU HADIRNYA EJAAN
SOEWANDI
Menteri yang sebenarnya ahli hukum dan merupakan
notaris pertama bumiputera ini, punya alasan
mencanangkan ejaan ini.
Faktor kebangsaan Indonesia yang sudah merdeka dan
ingin mengikis citra Belanda yang diwakili oleh ejaan
Ophuijsen membuat pentingnya adanya perubahan
ejaan di bahasa kita.
Apalagi, saat itu Belanda sedang tidak suka melihat
pencapaian kemerdekaan Indonesia, hingga datang
ke Indonesia dengan memboncengi sekutu (tahun
1947). Menjadikan semakin jelek saja impresi
Belanda yang terwakilkan dalam ejaan Ophuijsen.
2. CIRI-CIRI EJAAN SOEWANDI

 Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata dulu, aku, Sukarni,


republik, dsb.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, pada kata-
kata makmur, tak, pak.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada mobil2, ber-
jalan2, ke-barat2-an.
 Awalan di- dan kata depan di keduanya ditulis serangkai dengan kata
yang menyertainya. Alhasil, penulisan disekolah atau dijalan
disamakan dengan dijual atau diminum.
 Penghapusan tanda diakritis atau pembeda antara huruf vokal tengah /
yang disebut schwa oleh para linguis atau e ‘pepet’ disamakan dengan
e ‘taling’.
3. PRO KONTRA EJAAN REPUBLIK
perubahan ejaan ini mendapat pertentangan dari orang-
orang yang namanya menggunakan ejaan oe. Sebagian
tetap mempertahankan menggunakan ejaan Ophuijsen
untuk nama mereka meskipun ejaan Republik sudah
diberlakukan. Mungkin salah satu adalah Mr. Soewandi.
Belakangan, varian penulisan nama dua mantan presiden
kita, Soeharto (Suharto) dan Soekarno (Sukarno),
membuat salah satu komponen ejaan Ophuijsen
dimaklumkan untuk dimunculkan kembali
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
Ejaan ini diresmikan sejak 16 Agustus 1972 oleh Presiden Soeharto. Sejak itulah,
muncul perubahan signifikan pada ejaan kita hingga saat ini. Bayangkan, semua
kop surat+amplop, kartu nama, papan jalan, papan nama kantor dan toko, mulai
dari Sabang sampai Merauke diganti dan menyesuaikan diri.
Peresmian ejaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972.
Dengan dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku
kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang memuat berbagai patokan pemakaian ejaan yang baru.
Buku yang beredar yang memuat kaidah-kaidah ejaan tersebut direvisi dan
dilengkapi oleh suatu badan yang berada di bawah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, yang diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dengan dasar surat
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 12 Oktober 1972,
Nomor 156/P/1972.
Hasil kerja komisi tersebut adalah berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diberlakukan dengan
surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0196/1975.
Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi sebagai
pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan
Istilah.Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang
sekarang bernama Pusat Bahasa.
2. CIRI-CIRI EYD
Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
a.    /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
b.    /j/ pajung menjadi /y/ payung
c.    /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
d.    /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
e.    /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
f.     /ch/ achir menjdi /kh/ akhir
Peresmian penggunaan huruf berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
a.    pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
b.    pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
c.    pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut:
a.    pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
b.    pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
Penulisan di-, sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata  depan dilakukan seperti berikut :
a.  penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti dimakan,
dijumpai
b.  penulisan kata  depan di dipisahkan dengan kata yang mengikutinya, seperti di muka, di
pojok, di antara.
 Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang
lengkap, yaitu:
1.  pembicaraan tentang nama dan penulisan
huruf
2.  pembicaraan tentang pemakaian huruf
3.  pembicaraan tentang penulisan kata
4.  pembicaraan tentang penulisan unsur serapan
5.  pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.
3. PRO KONTRA EYD
 Pemberlakuan EyD bukan tanpa kritik. Bagi pengritik zaman Orba, EyD dianggap
sebagai produk Soeharto yang “sukses” mengatur cara pikir masyarakatnya. Jadi,
ketika aturan berbahasa sudah seragam dan terstandar, pemerintah akan mudah
mengatur masyarakatnya. Itulah yang menyebabkan indonesianis, Bennedict
Anderson, yang sangat anti-Soeharto menjadi oposisi EYD.

 Salah satu bentuk perlawanannya, ia tuangkan melalui tulisan bergaya ejaan


Suwandi. Menurutnya, pemberlakuan EYD adalah bentuk ketakutan Soeharto
terhadap pengaruh Soekarno kala itu. Memang, sejak Soeharto berkuasa, ada
kecenderungan segala bentuk ke-Soekarno-an dihilangkan. Ada juga sebagian
pengamat sejarah politik yang menduga, bahwa dengan membiasakan
masyarakat Indonesia baca-tulis dengan ejaan yang baru tanpa dj, tj, cha atau
nj akan membuat masyarakat malas membaca tulisan-tulisan era sebelum Orde
Baru.
Perbedaan ketiga jenis ejaan yang pernah dan
sedang berlaku dalam aspek penghurufan dapat
dilihat dalam tabel berikut :

Van Ophuysen Suwandi EYD


J j y
dj dj j
nj nj ny
sj sj sy
tj tj c
ch ch kh
Z Z z
f - f
- - v
oe U u
ee e e
EJAAN BAHASA INDONESIA
Penyempurnaan terhadap ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Penyempurnaan tersebut menghasilkan
naskah yang pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015
tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan, Dr. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) diganti de-ngan nama
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang penyempurnaan
naskahnya disusun oleh Pusat Pengembangan dan Pelin-dungan,
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
TERDAPAT TIGA PERBEDAAN ANTARA EYD DAN PUEBI

 Pertama, penambahan huruf vokal diftong. Di EYD, huruf


diftong hanya tiga yaitu ai, au, ao. Di EBI, huruf diftong
ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
 Kedua, penggunaan huruf kapital. Pada EYD tidak diatur
bahwa huruf kapital digunakan untuk menulis unsur julukan.
Dalam EBI, unsur julukan tidak diatur ditulis dengan awal
huruf kapital.
 Ketiga, penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf
tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul buku, bab, dan
semacamnya, mengkhususkan huruf, dan menulis lema atau
sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ke tiga dihapus.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai