Dosen Pengampuh : Disusun Oleh : Shely Yolanda Amanda Dira Kirana Gilang Ramadani Kelas/Prodi : 1 A Keperawatan
Stikes Bhakti Husada Kota Bengkulu
Pengertian Ejaan Ejaaan adalah aturan tulis menulis. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa ejaan adalah keseluruhan peraturan tentang bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antarlambang tersebut (pemisahan dan penggabungan dalam suatu bahasa). Secara teknis ejaan adalah aturan tulis-menulis dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan penulisan huruf, pemakaian huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Masalah ejaan adalah masalah tulis-menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam usaha memodernkan bahasa Indonesia, cara menulis atau aturan tulis- menulis dalam bahasa Indonesia sangat perlu diutamakan karena tulisan merupakan tempat pencurahan konsep pikir para penulis itu sendiri. Dalam hubungan itu, suatu komunikasi yang dilakukan dengan tulis-menulis (dalam arti komunikasi jarak jauh dengan surat, umpamanya) harus menerapkan ejaan. Oleh sebab itu, materi ejaan akan dipakai oleh semua sasaran pembina bahasa Indonesia. Bagi masyarakat umum, masalah ejaan barangkali saja masih berkutat pada masalah keniraksaraan sehingga masyarakat tersebut harus dibina dalam hal pengenalan aksara latin. Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia
Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa Melayu
sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga dan aksara Rencong (incung). 1. Ejaan yang diresmikan (Ejaan Van Ophuijsen) 1901-1947 Charles Adrian van Ophuijsen (Ch. A. van Ophuysen) merupakan tokoh penting dalam tonggak bahasa Indonesia. Seperti yang sudah kami sebutkan sebelumnya di atas, ejaan Ophuijsen lahir dari niat pemerintah kolonial Belanda untuk menengahi keberagaman variasi bahasa Melayu yang ada di Nusantara saat itu, sekaligus memudahkan Belanda menyebarkan kekuasaan di daerah kolonisasinya.
Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan van Ophuysen
Dulu, bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal BI ditulis menggunakan huruf Jawi (Arab Melayu atau Arab gundul). Meskipun bahasa ini tetap hidup di masyarakat, para sarjana Belanda menilai bahasa Melayu tidak cocok menggunakan huruf Arab karena penulisan huruf vokal seperti e, i, oditulis sama saja saat ingin menuliskan kata yang memiliki vocal a dan u. Sebenarnya bukan itu saja, salah satunya karena ancaman militansi umat Islam bagi kolonial Belanda membuat Belanda merasa perlu mengurangi pengaruh Islam-arab di Nusantara. 2. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) 1947-1972 Ejaan ini disebut sebagai Ejaan Soewandi karena diresmikan tanggal 17 Maret 1947 oleh Menteri, Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan saat itu, yaitu Raden Soeawandi, menggantikan ejaan Ophuijsen. Sebenarnya nama resminya adalah ejaan Republik, namun lebih dikenal dengan ejaan Soewandi. Ciri-ciri Ejaan Soewandi :
Ejaan Soewandi EYD
Suharto Suharto Rakyat Rakyat Bersenang2 Bersenang-senang 3. Ejaan Pembaharuan 1957
Faktor Pemicu Hadirnya Ejaan Pembaharuan
Ejaan ini bermula dari polemik yang terjadi pada Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan tahun 1954. Kongres kedua ini akhirnya diadakan setelah pertama kali diadakan di Solo tahun 1938. Yamin selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan dan pemrakarsa Kongres Bahasa Indonesia ke-2 mengatakan bahwa kongres ini merupakan bentuk rasa prihatinnya akan kondisi bahasa Indonesia saat itu yang masih belum mapan.
Ciri-ciri Ejaan Pembaharuan
Panitia ini diharapkan bisa membuat standar satu fonem dengan satu huruf misalnya (menyanyi : menjanji menjadi meñañi ; atau mengalah : mengalah menjadi meɳalah). Penyederhanaan ini sesuai dengan iktikad agar dibuat ejaan yang praktis saat dipakai dalam keseharian.Selain itu, isu tanda diakritis diputuskan agar kembali digunakan. Alhasil, k-e-ndaraan dengan é (seperti elo mengeja k-e-lainan) yang tadinya ditulis sama dengan k-e-mah, akhirnya ditulis berbeda. Untuk kata sjarat (syarat) dibedakan menjadi śarat. 4. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) 1959 Sejak Kongres bahasa tahun 1954 di Medan dan dihadiri oleh delegasi Malaysia, maka mulailah ada keinginan di antara dua penutur Bahasa Melayu ini untuk menyatukan ejaan. Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957 dan kita pun menandatangani kesepakatan untuk membicarakan ejaan bersama tahun 1959-nya. Sayangnya, karena situasi politik kita yang sedang memanas (Indonesia sedang condong ke poros Moskow - Peking - Pyongyang, sedangkan Malaysia yang Inggris), akhirnya ditangguhkan dulu pembahasannya. 5. Ejaan LBK 1966 Sebelum adanya EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang bernama Pusat Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan ini, sebenarnya estafet dari ikhtiar yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Anggota pelaksananya pun terdiri dari panitia ejaan dari Malaysia.Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dengan EYD, kecuali pada rincian kaidah-kaidah saja.
Ejaan LBK EYD
Fasih Fasih Pajak Pajak Ikhlas Ikhlas 6. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) 1972 Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan atau biasa disebut EYD, diberlakukan sejak penggunaannya diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 16 Augustus 1972. Pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ditetapkan oleh Mendikbud pada tanggal 31 Agustus 1975 dan dinyatakan dengan resmi berlaku diseluruh Indonesia dan disempurnakan lagi pada tahun 1987. Secara umum hal-hal yang diatur dalam EYD adalah sebagai berikut : 1. Pemakaian huruf 2. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring 3. Penulisan kata 4. Penulisan unsur serapan 5. Pemakaian tanda baca Kesimpulan Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Sehingga dengan beberapa ejaan yang ada sesuai dengan perkembangan ejaan di Indonesia, adapun kesimpulan yang dapat kami tarik adalah : Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan yang pertama muncul, ejaan ini dimunculkan untuk menjawab permasalahan-permasalahan pada masa itu, yaitu banyaknya muncul karya-karya sastra sesuai dengan aturan yang dibuat sendiri. Sehingga ketika dibaca oleh orang lain akan terjadi (gap) sehingga pesan pesan yang disampaikan penyair tidak dapat ditangkap oleh pembaca. Lalu sesuai dengan perkembangan jaman, munculah ejaan Republik yang digagas oleh Mr. Soewandi tujuannya untuk menyempurnakan ejaan Van Ophuysen yang dianggap masih terlalu runyam. Selanjutnya muncul ejaan Pembaharuan yang bertujuan untuk memperbaharui ejaan republik yang digagas oleh Katoppo dan Prijono, Namun ejaan ini juga masih diaggap kurang maksimal sehingga muncullah gerakan Persekutuan Panitia Kerja sama bahasa Melayu – Bahasa Indonesia, Ejaan ini untuk menyempurnakan ketegangan politik antara Indonesia dengan Malaysia.