Anda di halaman 1dari 10

Ejaan

1. Ejaan Van Ophuiyen, 1901 - 1947

Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk
bahasa Indonesia. Ejaan ini diterbitkan pada tahun 1901 Dalam Kitab Logat Melayu. Charles
Adrian van Ophuijsen adalah tokoh penting dibalik pengembangan ejaan ini, Dibantu oleh
Muhammad Taib Said Sutan Ibrahim Dan Engku Nawawi gelar Sutan Makmur. Ejaan van
Ophuijsen ini banyak dipengaruhi oleh ejaan Belanda, Sebab pada saat itu Indonesia masih
dijajah oleh Belanda.

 huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
 huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali
di ftong 'au' tetap ditulis 'au').
 Tanda dia kritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah,
seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
 Huruf hidup yang diberi aksen trema atau dwititik diatas nya seperti ä, ë, ï dan ö,
menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan di ftong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini

Ciri-Ciri Ejaan van Ophuysen

Dalam merumuskan buku tersebut (1896), van Ophuijsen dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pedoman tata bahasa ini selanjutnya dikenal dengan
nama ejaan van Ophuijsen dan diakui pemerintah colonial tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini
yaitu:

 Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus
disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk
menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
 Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, saja, wajang, dsb.
 Huruf oe untukmenuliskan kata-kata doeloe, akoe, Soekarni, repoeblik
(perhatikangambarprangko di atas), dsb.
 Tandadiakritis, sepertikomaaindantandatrema, untukmenuliskan kata-kata ma’moer,
jum’at, ta’(dieja tak), pa’, (dieja pak), dsb.
 Huruf tj yang dieja c saatejaaninidihapuskan, seperti Tjikini, tjara, pertjaya, dsb.
 Huruh ch yang dieja kh, sepertichusus, achir, machloe’, dsb.

2. Ejaan Suwandi

Ejaan Republik adalah ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret
1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan Soewandi, yang menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kala itu. Ejaan ini menggantikan ejaan yang sebelumnya digunakan, yaitu Ejaan
Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

Munculnya Ejaan Soewandi

 Sebagai sarjana Hukum lulusan tahun 1923, Pak Suwandi termasuk salah satu orang
terdidik di masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia. Waktu itu, masih sangat
jarang orang yang bersekolah dan terdidik.
 Semasa hidupnya, Pak Suwandi dikenang atas gagasannya tentang pemakaian bahasa
Indonesia. Beliau adalah penggagas Ejaan Soewandi.
 Sebagai ketentuan ejaan Bahasa Indonesa, Ejan Soewandi diberlakukan pada 17 Maret
1947.
 Saat itu, ejaan itu muncul menggantikan Ejaan Van Ophuijsen, yang sudah digunakan
sejak 1901.

Ejaan Soewandi pada Masa Itu

Beberapa contoh ejaan yang membedakan Ejaan Soewandi dengan Ejaan Van Ophuijsen adalah :

 Huruf ‘oe’ menjadi ‘u’. Misalnya, kata ‘goeroe’ menjadi ‘guru’. Lalu ada juga bunyi
hamzah atau bunyi sentak, yang sebelumnya dinyatakan dengan tanda (‘), ditulis menjadi
‘k’. Misalnya pada kata-kata tak, pak, dan maklum.
 Selain itu, kata ulang boleh ditulisan dengan angka 2. Misalnya ubur-ubur menjadi ubur2,
bermain-main menjadi ber-main2, dan kebarat-baratan menjadi ke-barat2-an.
 Ada lagi awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’, dituliskan serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ yang menunjukkan kata keterangan tempat, misalnya
dirumah atau disawah.
 Kata itu tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-‘ yang menunjukkan kata kerja seperti pada
kata dibeli atau dimakan.
 Kedua imbuhan ‘di-‘ ini sama-sama disambung dengan kata yang mengikutinya.

3. Ejaan Melindo

Ejaan Melindo merupakan bentuk penggabungan aturan penggunaan huruf Latin di Indonesia
dan aturan penggunaan huruf latin oleh Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1959. Hal ini
bermula dari peristiwa Kongres Bahasa Indonesia Kedua yang dilaksanakan tahun 1954 di
Medan. Malaysia sebagai salah satu delegasi yang hadir memiliki keinginan untuk menyatukan
ejaan. Keinginan ini semakin kuat sejak Malaysia merdeka tahun 1957.

Kedua pemerintah (Indonesia dan Malaysia) menandatangani kesepakatan untuk merumuskan


aturan ejaan yang dapat dipakai bersama. Kesepakatan itu terjadi pada tahun 1959.

 Gabungan konsonan 'tj' pada kata 'tjara', diganti dengan sehingga ditulis 'cara'
 Gabungan konsonan 'nj' pada kata 'njanji', ditulis dengan huruf 'nc', sehingga menjadi
huruf yang baru
 Kata 'menyapu' akan ditulis 'meņapu'
 Gabungan 'sy' pada kata 'syair' ditulis menjadi 'Šyair'
 Gabungan 'ng' pada kata 'ngopi' ditulis menjadi 'nopi'
 Diftong 'oi' seperti pada kata 'koboi' ditulis menjadi 'koboy'

4. EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

Ejaan Yang disempurnakan (EYD) diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto
pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan Yang Disempurnakan merupakan hasil penyempurnaan
dari beberapa ejaan yang di susun sebelumnya,terutama ejaan republik yang di padukan pula
dengan konsep konsep ejaan pembaharuan,ejaan melindo dan ejaan baru.Ejaan yang
Disempurnakan atau EYD merupakan sistem ejaan yang resmi di Indonesia. EYD mengatur
tentang pemakaian huruf, penulisan unsur serapan, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca.

Ciri2 EYD :

1.Kata ulang ditulis satu cara, yaitu dengan tanda hubung, misalnya: laki-laki, kecuali menulis
cepat/ringkasan pribadi.

2. Kata majemuk ditulis tanpa tanda hubung, misalnya: duta besar, tata usaha, dll

3. Gabungan kata yang sudah dianggap satu kata ( senyawa ) ditulis serangkai, misalnya:
matahari.
4. Kata ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yamg diikutinya, misalnya:
bukumu, bajumu, dll.

5. Partikel pun terpisah dari kata yang mendahuluinya, kecuali yang sudah menjadi kelompok
kata, misalnya: siapa pun, dan sungguhpun.

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:

1.Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.

2.Penulisan kata.

3.Penulisan tanda baca.

4.Penulisan singkatan dan akronim.

5.Penulisan angka dan lambang bilangan.

6.Penulisan unsur serapan.

Perubahan Bentuk EYD

Ejaan dalam konteks Bahasa Indonesia sendiri mengalami perubahan beberapa kali sejak
seratus tahun ini. Motif yang mendasari perubahan ejaan itu umumnya karena alasan politik.
Tapi, sebelum kita masuk ke cerita pengaruh-pengaruh politik apa saja yang memotori
perubahan tersebut, ada baiknya kita perlu tahu dulu nih prinsip aja sih yang biasanya digunakan
para ahli bahasa dalam melakukan perubahan ejaan.

EYD (Ejaan yang Disempurnakan) diganti menjadi PUEBI (Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia). Perubahan ini telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri dan Kebudayaan
(Permendikbud) RI Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
Latar belakang dari perubahan ini antara lain karena:

1. Adanya Kemajuan dalam Berbagai Ilmu

Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang semakin maju, membuat penggunaan bahasa
Indonesia dalam berbagai hal yang semakin meluas baik secara lisan maupun lisan. Ini yang
menjadi salah satu alasan kenapa perlunya perubahan pada ejaan bahasa Indonesia.

2. Memantapkan Fungsi Bahasa Indonesia

Ejaan bahasa Indonesia perlu disempurnakan untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa Negara.

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

1. "tj" menjadi "c": tjutji → cuci

2. "dj" menjadi "j": djarak → jarak

3. "j" menjadi "y": sajang → sayang

4. "nj" menjadi "ny": njamuk → nyamuk

5. "sj" menjadi "sy": sjarat → syarat

6. "ch" menjadi "kh": achir → akhir


Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

 Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
 Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan,
misalnya pada kata furqan, dan xenon.
 Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh
di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli
atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
 Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan
sebagai penanda perulangan

5. Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan ialah tata cara menuliskan bunyi, kata, atau kalimat dalam bentuk tulisan (huruf) dan
tanda baca.

Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50
Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan
yang Disempurnakan

Ciri2 dan Bentuk Perubahan

 Penambahan Vokal Diftong ei


 Sebelumnya, kita hanya mengenal tiga vokal diftong dalam bahasa Indonesia, yaitu ai,
au, dan oi. Tetapi dengan diberlakukannya EBI, vocal diftong dalam bahasa Indonesia
bertambah satu, yakni ei.

Misalnya adalah survei dan geiser.

 Dihapuskannya Fungsi Huruf Tebal untuk Menuliskan Lema atau Sublema dalam Kamus

Pada EYD, ketika kita menuliskan lema atau kata/frasa masukan di luar definisi atau
penjelasan lain yang diberikan dalam entri, kita harus menuliskannya dengan huruf tebal. Tetapi
dengan diberlakukannya EBI, fungsi tersebut dihapuskan.

Kini fungsi huruf tebal menurut Ejaan Bahasa Indonesia hanya ada dua, yaitu

1. menuliskan judul buku, bab, atau semacamnya; dan


2. mengkhususkan huruf.

Ragam Bahasa

Dialek berasal dari bahasa Yunani; dialektos. Dialek merupakan varian dari sebuah bahasa
menurut pemakai bahasa itu sendiri. Dialek biasanya digolongkan berdasarkan geografi, namun
bisa berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial. Sebuah Dialek dibedakan berdasarkan
kosakata, tata bahasa dan pengucapan (fonologi, termasuk prosodi). Jika pembedaan Dialek
hanya berdasarkan pengucapan, maka istilah yang tepat adalah akses, bukan dialek.
Ciri utama sebuah dialek adalah perbedaan dalam kesatuan serta kesatuan dalam perbedaan.
Selain itu, terdapat dua ciri lain yang melekat pada dialek, antara lain :

1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda yang memiliki ciri-
ciri umum dan masing-masing lebih mirip dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari
bahasa yang sama;
2. Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.

Dialek Banyumas dapat kita katakan dialek karena pada dasarnya variasi ini merupakan
bagian dari bahasa jawa, tetapi memilki variasi dalam pengucapkan kata atau frasa tertentu.
Misal orang Banyumas akan mengatakan “langka” untuk “ora ono” artinya “tidak ada”, “gutul”
untuk “teko” artinya “tiba”, “rika” untuk “kowe” artinya “kamu
Berdasarkan pemakaian bahasa, dialek dibedakan menjadi 4 macam seperti di bawah ini :

1. Dialek regional
Dialek regional merupakan varian bahasa yang dipakai di daerah tertentu. Misalnya,
bahasa Indonesia dialek Ambon, dialek Jakarta dialek Medan.
2. Dialek sosial
Dialek sosial adalah dialek yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu atau yang
menandai strata sosial tertentu. Misalnya, dialek remaja.
3. Dialek temporal
Dialek temporal yaitu dialek yang dipakai pada kurun waktu tertentu. Misalnya, dialek
Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek
Idiolek, keseluruhan ciri bahasa seseorang yang khas pribadi dalam lafal, tata bahasa,
atau pilihan dan kekayaan kata. Idiolek merupakan ujaran yang timbul dan hanya dipakai
oleh seseorang yang bisa saja berbeda dengan orang lain sehingga menjadi ciri khas
orang tersebut. Ideolek ini dipengarhuhi oleh latar belakang penutur.

Contoh: Orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi atau akademisi akan sering
mengatakan “perspektif” saat dia berbicara, dan kata atau frasa tersebut timbul karena
kebiasanya menggunakan kata tersebut. 

Sedangkan ragam bahasa merupakan varian dari sebuah bahasa menurut pemakaian. Di
dalam masyarakat terdapat berbagai macam ragam bahasa yang digunakan oleh berbagai
kelompok masyarakat dan suku bangsa.
Adapun berbagai macam ragam bahasa atau dialek yang berkembang di masyarakat tersebut
dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, antara lain sebagai berikut.

1. Ragam bahasa yang digunakan oleh seseorang yang berbeda ragam bahasanya dengan
orang lain yang disebut idiolek. Misalnya, ragam bahasa yang digunakan oleh orang dari
suku Sunda akan berbeda dengan bahasa serta dialek yang digunakan seseorang dari suku
Ambon.
2. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat di suatu wilayah
tertentu yang membedakannya dari bahasa yang dipakai oleh sekelompok anggota
masyarakat di wilayah lainnya yang disebut dialek. Misalnya, bahasa Indonesia dialek
Minang yang diucapkan oleh orang di daerah Padang akan berbeda dengan bahasa
Indonesia dialek Jawa yang diucapkan oleh orang di daerah Solo.
3. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan tertentu
yang berbeda dari suatu bahasa atau dialek yang digunakan oleh sekelompok masyarakat
di suatu lingkungan ocial lainnya. Misalnya, ragam bahasa atau dialek yang digunakan
oleh orang-orang di lingkungan pasar akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek
yang digunakan oleh orang-orang di kantor atau sekolah.
4. Ragam bahasa yang dipergunakan oleh sekelompok masyarakat di suatu lingkungan kelas
ocial tertentu akan berbeda dengan ragam bahasa atau dialek yang digunakan oleh
sekelompok masyarakat di lingkungan kelas ocial lainnya. Misalnya, bahasa atau dialek
yang dipergunakan oleh orang-orang dari lingkungan kelas ocial yang tinggi akan
berbeda dari bahasa atau dialek yang digunakan oleh orang-orang dari kelompok kelas
ocial menengah atau kelas ocial rendah
Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah sebuah kalimat yang tersusun berdasarkan oleh kaidah-kaidah
yang berlaku, seperti unsur-unsur penting yang harus dimiliki pada setiap kalimat (subjek dan
predikat); melihat ejaan yang disempurnakan; dan cara memilih kata (diksi) yang tepat pada
kalimat tersebut.

Ciri2 Kalimat Efektif ;

1. Kalimat yang memakai diksi dan pemilihan kata yang tepat.


2. Memiliki unsur pokok yang harus di muat pada kalimat, minimal harus mengandung
subjek dan predikat.
3. Harus taat dengan kaidah penulisan kalimat yang tercantum didalam EYD yang berlaku.
4. Menekankan ide pokok pada kalimat.
5. Kalimat yang mengacu kepada penghematan penggunaan kata.
6. Menggunakan kesejajaran bentuk bahasa pada kalimat yang dipakai.
7. Kalimat ini juga mempunyai variasi struktur kalimat.
8. Mempunyai kesetaraan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis.
9. Harus mewujudkan koherensi yang baik dan kompak.
10. Memperhatikan paralisme pada kalimat yang di tulis.
11. Merupakan sebuah komunikasi yang berharkat
12. Diwarnai kehematan kata.
13. Harus berdasarkan pada pilihan kata yang baik.

Contoh Kalimat Efektif :

 Seluruh karyawan dikenakan peraturan yang sama


 Pekerjaan ini akan memberikan banyak manfaat untuk masyarakat
 Karena harga BBM terus naik, rakyat menjadi sengsara
 Tugas penelitian adalah menganalisis dan menyajikan hasil analisis
 Para wanita harus berhati – hati jika pulang malam

Paragraf

Paragraf atau sebutan lainnya alinea adalah kumpulan dari beberapa kalimat yang saling
berhubungan satu sama lain. Di dalam suatu paragraf terdiri dari beberapa bentuk kalimat, yaitu:
kalimat pengenal, kalimat utama, kalimat penjelas dan kalimat penutup. Yang mana dari
gabungan kalimat - kalimat itu akan membentuk suatu gagasan pokok / pikiran utama dari
penulis.

Definisi paragraf juga dapat diartikan sebagai kumpulan dari kesatuan pikiran yang
kedudukannya lebih tinggi serta lebih luas dari pada kalimat. Paragraf juga dapat disebut sebagai
karangan yang singkat. Kalimat pokok atau kalimat utama pada paragraf adalah kalimat yang
berisi masalah atau kesimpulan utama sebuah paragraf.

Sementara arti paragraf menurut KBBI adalah bagian bab dalam suatu karangan,
biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru.

Ciri2 Paragraf :

1. Letak baris pertama agak menjorok ke dalam, biasanya mencapai lima ketukan spasi untuk
jenis karangan yang biasa. Sedangkan untuk karangan ilmiah seperti : Makalah, Skripsi dan
Tesis, letaknya berjarak 8 spasi.
2. Memakai pikiran utama yang dinyatakan dalam kalimat topik.

3. Memakai pikiran penjelas yang dinyatakan dalam kalimat penjelas.

4. Memiliki satu kalimat topik utama saja dalam sebuah paragraf.

5. Sementara yang lainnya merupakan kalimat penjelas yang berfungsi menguraikan dan
menjelaskan pikiran utama yang terdapat dalam kalimat topik.

6. Di awali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).

7. Memenuhi beberapa syarat paragraf yang baik, yaitu: kesatuan ( kohesi ), kepaduan
(koherensi), kelengkapan, kevariasian

JENIS PARAGRAF BERDASARKAN LETAK KALIMAT UTAMA DIBEDAKAN


MENJADI 4, YAITU:

1. Paragraf Deduktif

Paragraf deduktif atau deduksi merupakan paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal
paragraf.

Contoh:

Lahan pertanian di Pulau Jawa semakin menyempit. Hal ini dikarenakan jumlah
penduduk yang semakin lama semakin bertambah. Populasi penduduk yang bertambah
mengakibatkan pembangunan semakin banyak. Pembangunan rumah tinggal maupun tempat
usaha menggusur lahan pertanian. Sekarang banyak ditemui, sawah-sawah yang bukan
ditanami padi, melainkan ditanami tembok-tembok beton perumahan.

Paragraf di atas termasuk paragraf deduktif karena kalimat utama terletak di awal paragraf, yakni
“Lahan pertanian di Pulau Jawa semakin menyempit”.

2. Paragraf Interaktif

Paragraf ineratif merupakan paragraf dengan kalimat utama terletak di tengah-tengah paragraf.

 Contoh:

Kekurangan mengonsumsi sayuran hijau bisa menyebabkan tubuh lesu karena


kekurangan vitamin. Daya tahan tubuh pun berkurangan karena hal tersebut. Jika demikian,
penyakit bisa dengan mudah masuk menyerang tubuh. Kurang mengonsumsi sayuran hijau bisa
berisiko negatif bagi tubuh. Serat dalam sayuran hijau dapat memperlancar metabolisme tubuh.
Tidak sedikit orang sembelit karena kurang mengonsumsi sayuran hijau.

Paragraf di atas termasuk paragraf ineratif karena kalimat utama terletak di tengah
paragraf, yakni “Kurang mengonsumsi sayuran hijau bisa berisiko negatif bagi tubuh”.

3. Paragraf Induktif

Paragraf induktif merupakan paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf.

 Contoh:

Siswa sering tidak konsentrasi saat belajar di dalam kelas. Kondisi ruangan yang
tidak nyaman turut memengaruhi proses pembelajaran di kelas. Kemampuan guru
menyampaikan materi yang kurang profesional pun menyebabkan siswa malas mengikuti
pembelajaran. Kurangnya kesadaran belajar mandiri pada siswa juga turut memperparah tidak
tercapainya tujuan pembelajaran. Itulah beberapa penyebab nilai siswa turun di sekolah ini.
Paragraf di atas termasuk paragraf induktif karena kalimat utama terletak di akhir
paragraf, yakni “Itulah beberapa penyebab nilai siswa turun di sekolah ini”.

4. Paragraf Campuran

Paragraf campuran merupakan paragraf yang kalimat utamanya ada di dua bagian. Biasanya
kalimat utama paragraf dengan jenis ini diletakkan di bagian awal dan akhir paragraf.
Sebenarnya dua kalimat utama di dua bagian itu sama, tetapi disajikan dengan kata-kata yang
berbeda untuk penekanan inti masalah.

 Contoh:
Siswa mesti rajin membaca buku. Dengan rajin membaca buku, pengetahuan siswa akan
semakin banyak. Semakin banyak informasi yang diserap siswa, maka dia akan lebih mudah
dalam menerima pembelajaran. Dengan banyak membaca, siswa juga kaya kosa kata bahasa.
Jadi, sudah seharusnya sekarang siswa rajin membaca buku.

Paragraf di atas termasuk paragraf campuran karena kalimat utama terletak di awal dan akhir
paragraf, yakni “Siswa mesti rajin membaca buku” dan “Jadi, sudah seharusnya sekarang
siswa rajin membaca buku”.

Jenis Paragraf Berdasarkan Pola Pengembangan

1. Pola Klimaks-Antiklimaks

Klimaks adalah perincian gagasan dari gagasan yang paling bawah atau rendah menuju gagasan
yang paling tinggi kedudukan atau kepentingannya. Kebalikannya adalah antiklimaks.

Contoh :

Hari kemerdekaan Indonesia dirayakan di seluruh penjuru Indonesia. Di kota-kota besar, orang-
orangmerayakannya dengan hal-hal yang sangat mewah dan meriah. Mereka biasanya
mengadakanpertunjukan musik, pertunjukan kembang api, dan perhelatan akbar lainnya.
Sedangkan, di daerah-daerah kabupaten atau kota lainnya, orang-orang biasanya mengadakan
perlombaan tingkat kotaatau kabupaten dan kemudian diakhiri dengan pertunjukan musik lokal

2. Pola Sudut Pandang

Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan tempat atau posisi
seorang penulis dalam melihat sesuatu.

Contoh :

Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing diatas jalan. Menegakkan
dirinya sambil menguasai ke muka dan ia pun berdiri tiada bergerak sebagai pohon diantara
pohon-pohon yang lain. Oleh isyarat yang lebih terang dari perkataan itu maju sekian temannya
sejajar dengan dia.

3. Pola Perbandingan dan Pertentangan

Perbandingan adalah upaya mengamati persamaan yang dimiliki oleh dua benda atau lebih,
sedangkan pertentangan lebih banyak menonjolkan perbedaan yang ada pada dua benda atau
lebih.

Contoh :

Pemerintah telah menyediakan listrik dengan tarif yang murah. Setiap orang dapat menjadi
pelanggan dengan tidak banyak mengeluarkan biaya. Berbeda halnya dengan petromaks.
Meskipun sama-sama membutuhkan bahan bakar, tetapi energi yang dihasilkan petromaks
sangat kecil jika dibandingkan dengan pembangkit listrik biasa. Petromaks hanya digunakan di
desa-desa, sedangkan listrik terdapat di kota-kota.

4. Pola Analogi

Analogi adalah bentuk pengungkapan suatu objek yang dijelaskan dengan objek lain yang
memiliki kesamaan atau kemiripan.

Contoh :

Memilih jurusan kuliah yang tepat adalah sesuatu yang gampang-gampang susah seperti halnya
dalam memilih pasangan hidup. Butuh perhitungan yang matang dan kesadaran akan minat dan
kemampuan diri adalah kunci dalam memilih jurusan. Dua hal tersebut mesti diterapkan oleh
para calon mahasiswa agar terlepas dari keruwetan memilih jurusan kuliah yang ruwetnya sama
seperti mencari pasangan hidup.

5. Pola Contoh

Sebuah gagasan bisa menjadi jelas jika diperkuat dengan beberapa contoh atau ilustrasi. Contoh
itu dapat pula diuraikan dalam sebuah narasi atau deskripsi yang kuat.

Contoh :

Sampai hari ke-8, bantuan untuk para korban gempa Yogyakarta belum merata. Hal ini terlihat di
beberapa wilayah Bantul dan Jetis. Misalnya, di Desa Piyungan. Sampai saat ini, warga Desa
Piyungan hanya makan singkong. Mereka mengambilnya dari beberapa kebun warga. Jika ada
warga yang makan nasi, itu adalah sisa-sisa beras yang mereka kumpulkan dibalik reruntuhan
bangunan. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa bantuan pemerintah kurang merata.

6. Pola Klausalitas
Dalam pola ini sebab bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai rincian
pengembangannya. Namun demikian, susunan tersebut biasanya juga terbalik. Akibat dapat
berperan sebagai gagasan utama, sedangkan sebab menjadi rincian pengembangannya.

a. Pola Sebab – Akibat

Contoh :

Gelombang cinta memiliki daun yang bergelombang, harga gelombang cinta juga tinggi. Tidak
hanya itu, kepopuleran gelombang cinta membuat orang ingin memilikinya. Tidak heran banyak
orang ingin membudidayakan gelombang cinta.

b. Pola Akibat-Sebab

Contoh :

Para pembeli gelombang cinta terpaksa berdesak-desakan di luar took. Mereka juga berdesak-
desakan di dalam took. Mereka ada yang duduk, ada yang berdiri, ada pula yang antre. Bahkan,
ada yang duduk beralaskan Koran. Mereka rela mengantre karena harga gelombang cinta di took
itu sangat murah.

7. Pola Generalisasi

Generalisasi adalah penalaran dengan cara menarik kesimpulan secara umum berdasarkan
sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup dan dapat
mewakili.

a. Pola Umum -Khusus

Contoh :
Pada waktu menulis surat kita harus tenang. Kalau sedang sedih, bingung, kesal, atau marah kita
jangan menulis surat. Kesedihan, kebingungan, kekesalan, dan kemarahan itu akan tergambar
dalam surat kita. Mungkin akan tertulis kata-kata yang kurang terpikir, terburu nafsu, dan dapat
merusak suasana.

b. Pola Khusus - Umum

Contoh :

Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan bermacam-macam pikiran dan perasaan kepada
sesama manusia. Dengan bahasa pula, manusia dapat mewarisi dan mewariskan semua
pengalaman dan pengetahuannya. Seandainya manusia tidak berbahasa, alangkah sunyinya dunia
ini. Memang bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

8. Pola Klasifikasi

Berbeda dari analisis atau uraian, pengembangan ini berusaha mengelompok-kan berbagai hal
yang dianggap memiliki kesamaan ke dalam satu kategori. Dengan demikian, hubungan di antara
berbagai hal itu menjadi jelas.

9. Pola Definisi Luas

Paragraf seperti ini biasanya menguraikan sebuah gagasan yang abstrak atau istilah yang
menimbulkan kontroversi yang membutuhkan penjelasan.

Contoh :

Navigasi merupakan fitur pencarian yang terletak di bagian blog. Fitur ini mempunyai fungsi
yang dapat membuat pembaca bisa menemukan tema atau judul tulisan yang hendak dibaca oleh
pembaca di dalam blog tersebut.

10. Pola umum-khusus (deduktif)

Diawali dengan pernyataan yang sifatnya umum. Ditandai dengan kata-kata ‘umumnya’,
‘banyak’. Pernyataan tersebut kemudian dijelaskan dengan pernyataan berikutnya yang lebih
khusus.

Contoh:

Memiliki server sendiri memiliki banyak keuntungan. Salah satunya kita dapat
memanfaatkannya secara maksimal. Meskipun demikian biaya yang dikeluarkan jauh lebih
besar. Biaya untuk hardware saja sudah di atas Rp 10 juta, belum lagi biaya perbulan. Selain itu
kita juga membutuhkan tenaga professional untuk menjadi operatornya.

11. Pola khusus-umum (induktif)

Merupakan kebalikan dari pola deduktif.

Contoh:

Sebagian besar orang tampak berjejer di pinggir jalan masuk. Sebagian lagi duduk santai di atas
motor dan mobil yang diparkir seenaknya di kiri dan kanan jalan masuk. Kawasan bandara sore
ini memang benar-benar telah dibanjiri lautan manusia.

https://www.kompasiana.com/ghoziabdulaziz/54f91b2ba33311ed068b4725/pertumbuhan-
penduduk-dan-pembangunan-ekonomi-pada-standar-kehidupan

Anda mungkin juga menyukai