Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Perkembangan Ejaan di Indonesia

Empuy, Eva (2011) menyatakan Bahasa Indonesia yang awalnya berakar dari bahasa
Melayu sudah memiliki aksara sejak beratus tahun yang lalu, yaitu aksara Arab Melayu. Di
Nusantara ini, bukan saja aksara Arab Melayu yang kita kenal. Kita juga mengenal aksara
Jawa, aksara Sunda, aksara Bugis, aksara Bali, aksara Lampung, aksara Kerinci, aksara
Rejang, dan aksara Batak. Aksara itu masing-masing memiliki nama, seperti aksara Kaganga
dan aksara Rencong (incung).
Ejaan yang diresmikan
a. Ejaan Van Ophuijsen
Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di daerah Melayu dan daerah-daerah yang
telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi, karena terjadi kontak budaya dengan dunia
Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di
sekolah-sekolah Melayu telah digunakan aksara latin secara tidak terpimpin. Oeh sebab itu,
pada tahun 1900, menurut (C.A. Mees dikutip Empuy, 2011) Van Ophuijsen, seorang ahli
bahasa dari Belanda mendapat perintah untuk merancang suatu ejaan yang dapai dipakai
dalam bahasa Melayu, terutama untuk kepentingan pengajaran.

Jika penyususnan ejaan itu tidak cepat-cepat dilakukan, dikhawatirkan bahwa sekolah-
sekolah tersebut akan menyusun dengan cara yang tidak terpimpin sehingga akan muncul
kekacauan dalam ejaan tersebut. Dalam menyusun ejaan tersebut, Van Ophuijsen dibantu
oleh dua orang pakar bahasa dari Melayu, yaitu Engkoe Nawawi Soetan Mamoer dan
Moehammad Thaib Soetan Ibrahim. Dengan menggabungkan dasar-dasar ejaan Latin dan
Ejaan Belanda, Van Ophuijsen dan teman-teman berhasil membuat ejaan bahasa Melayu,
yang ejaan tersebut lazim disebut sebagai Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan
pemakaiannya pada tahun 1901. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih lama
dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka. Huruf-huruf yang
mendukunng Ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai berikut:

Bunyi vokal A E i o u
Bunyi diftong ai Au Oi oe
Bunyi konsonan B P M g k ng
D T N dj tj nj
R S L j h w
Bunyi hamzah
Bunyi ain
Bunyi trema ..
Bunyi asing ch Sj Z
Dengan adanya ejaan tersebut, kita akan mendapatkan penulisan kata dalam bahasa
Melayu sebagai berikut: ajam, elang, ekor, itik, orang, oelar, petai, kerbau, amboi, kapal,
galah, tjerah, djala, tikar, darah, pasar, hilah, rasa, lipat, warna, soedah, habis, singa, njanji,
mana, tida, akal, mulai. Pemakaian angka dua menyakan perulangan tidak dibenarkan.
Pengulangan penyabutan sebuah kata harus dilakukan dengan menulis secara lengkap kata
tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen belum dikatakan berhasil karena mendapat kesulitan memelayukan
tulisan beberapa kata yang diambil dari bahasa Arab, serta mempunyai warna bunyi bahasa
yang khas.

b. Ejaan Republik (Ejaan Soewandi)


Pada tahun 1947 muncullah sebuah ejaan yang baru sebagai pengganti ejaan Van
Ophuijsen. Ejaan tersebut diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
Republik Indonesia, Dr. Soewandi, pada tanggal 19 Maret 1947 yang disebut sebagai Ejaan
Republik. Karena Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah Dr. Soewandi,
ejaan yang diresmikan itu disebut juga sebagai Ejaan Soewandi. Hal-hal yang menonjol
dalam Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik itu adalah sebagai berikut :
Huruf /oe/ diganti dengan /u/, seperti dalam kata berikut
Goeroe menjdi guru
Itoe menjadi itu
Oemoer menjadi umur
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan /k/, seperti dalam kata berikut
Tida menjadi tidak
Pa menjadi Pak
Malum menjadi maklum
Rayat menjadi rakyat
Angka dua boleh dipakai untuk menyatakan pengulangan, seperti kata berikut
Beramai-ramai menjadi be-ramai2
Anak-anak menjadi anak2
Berlari-larian menjadi ber-lari-2an
Berjalan-jalan menjadi ber-jalan2
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya, seperti berikut :
diluar (kata depan), dikebun (kata depan), ditulis (awalan), diantara (kata depan), disimpan
(awalan), dipimpin (awalan), dimuka (kata depan), ditimpa (awalan), disini (kata depan).
Tanda trema tidak dipakai lagi sehingga tidak ada perbedaan antar suku kata
dipotong, seperti kata berikut
Didjoempa menjadi didjumpai
Diharga menjadi dihargai
Moela menjadi mulai
Tanda aksen pada huruf e tidak dipakai lagi, seperti pada kata berikut
kor menjadi ekor
Hran mejadi heran
Mrah menjadi merah
Berbda menjadi berbeda
Di hadapan tj dan dj, bunyi sengau ny dituliskan sebagai n untuk mengindahkan cara
tulis
Menjtjuri menjdi mentjuri
Menjdjual menjadi mendjual
Ketika memotong kata-kata di ujung baris, awalan dan akhiran dianggap sebagai
suku-suku kata yang terpisah
Be-rangkat menjadi ber-angkat
Atu-ran menjadi atur-an
Huruf-huruf q, x, dan y tidak diatur pemakainnya dalam ejaan. Huruf c hanya dipakai
dalam hubungannya dengan huruf ch.

c. Ejaan Yang Disempurnakan


Pada tanggal 16 Agustus 1972, Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang lazim disingkat dengan EYD. Dengan
dasar itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang memuat berbagai patokan
pemakaian ejaan yang baru. Bersama buku tersebut, lahir pula sebuah buku yang berfungsi
sebagai pendukung buku yang pertama, yaitu buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Badan itu bernama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang sekarang bernama
Pusat Bahasa.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang
disempurnakan itu adalah sebagai berikut :
Huruf yang berubah fungsi adalah sebagai berikut
- /dj/ djalan menjadi /j/ jalan
- /j/ pajung menjadi /y/ payung
- /nj/ njanji menjadi /ny/ nyanyi
- /sj/ isjarat menjadi /sy/ isyarat
- /tj/ tjukup menjadi /c/ cukup
-/ch/ achir menjdi /kh/ akhir
Peresmian penggunaan huruh berikut yang sebelumnya belum resmi adalah :
- Pemakaian huruf /f/ dalam kata maaf, fakir
- Pemakaian huruf /v/ dalam kata universitas, valuta
- Pemakaian huruf /z/ dalam kata lezat, zeni
Huruf yang hanya dipakai dalam ilmu eksakta, adalah sebagai berikut
- Pemakaian huruf /q/ dalam rumus a:b = p:q
- Pemakaian huruf /x/ dalam istilah Sinar-X
Penulisan di- sebagai awalan dan penulisan di sebagai kata depan dilakukan seperti
berikut :
- Penulisan awalan di- diserangkaiakan dengan kata yang mengikutinya, seperti
dimakan, dijumpai.
-Penulisan kata depan di dipisahkan dengan kata yang emngikutinya, seperti di muka,
di pojok, di antara.

Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu terdapat pembicaraan yang lengkap,
yaitu :
1. pembicaraan tentang nama dan penulisan huruf,
2. pembicaraan tentang pemakaian huruf,
3. pembicaraan tentang penulisan kata,
4. pembicaraan tentang penulisan unsur serapan,
5. pembicaraan tentang pemakaian tanda baca.
Dengan lahirnya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan itu kini kita dapat
merasakan bahwa ejaan bahasa kita sudah tidak perlu diubah lagi. Jika ada hal-hal yang perlu
dimasukkan ke dalam ejaan yang selama ini tidak diatur dalam ejaan tersebut, cukup ejaan itu
direvisi dalam edisi berikutnya.

Ejaan yang tidak diresmikan


a. Ejaan Melindo
Pada akhir tahun 1950-an para penulis mulai pula merasakan kelemahan yang terdapat
pada Ejaan Republik itu. Ada kata-kata yang sangat mengganggu penulisan karena ada satu
bunyi bahas yang dilambangkan dengan dua huruf, seperti dj, tj, sj, ng, dan ch. Para pakar
bahasa menginginkan satu lamabang untuk satu bunyi. Gagasan tersebut dibawa ke dalam
pertemuan dua Negara, yaitu Indonensia dan Malaysia. Dari pertemuan itu, pada akhir tahun
1959 Sidang Perutusan Indonensia dan Melayu (Slametmulyana dan Syeh Nasir bin Ismail,
masing-masing berperanan sebagi ketua perutusan) menghasilkan konsep ejaan bersama yang
kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Konsep bersama itu memperlihatkan bahwa satu bunyi bahasa dilambangkan dengan satu
huruf. Salah satu lambing itu adalah huruf j sebagai pengganti dj, huruf c sebagai pengganti
huruf tj, huruf sebagai pengganti ng, dan huruf sebagai pengganti nj. Sebagai contoh :
Sejajar sebagai pengganti sedjadjar
Mencuci sebagai pengganti mentjutji
Meaa sebagai pengganti dari menganga
Berai sebagai pengganti berjanji
Ejaan Melindo tidak pernah diresmikan. Di samping terdapat beberapa kesukaran teknis
untuk menuliskan beberapa huruf, politik yang terjadi pada kedua negara antara Indonesia-
Malaysia tidak memungkinkan untuk meresmikan ejaan tersebut.

Empuy, Eva. 2011. Sejarah Ejaan, (Online),


(http://evaeempuy.blogspot.co.id/2011/02/karya-ilmiah_28.html,diakses pada tanggal 7
November 2016).

Anda mungkin juga menyukai