Bahasa Indonesia
Nama Dosen :
I Gusti Agung Diah, S.Pd., M.Pd
OM SWASTYASTU
Pertemuan ke IV
Pokok Bahasan :
Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Ejaan merupakan hal penting dalam pemakaian bahasa, terutama dalam ragam
bahasa tulis. Penulisan huruf, penulisan kata, sinonim, akronim, angka, dan lambang
bilangan serta penggunaan tanda baca termasuk ke dalam ejaan. Seiring berjalannya
waktu, Indonesia memiliki beberapa perubahan ejaan dari waktu ke waktu. Ejaan Bahasa
Indonesia (disingkat EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Nah, sebelum EBI
berlaku, kita memiliki beberapa jenis ejaan
Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Suwandi, Ejaan Pembaruan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK
(Lembaga Bahasa dan Kesusastraan), dan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
merupakan akhir dari sejarah ejaan bahasa indonesia yang berisi kaidah aturan ejaan yang
dipakai pada saat ini.
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan pertama yang dimiliki oleh bahasa Indonesia . Ejaan ini
ditetapkan tahun 1901. Perancang ejaan Van Ophuysen adalah orang Belanda yakni Charles Van
Ophusyen dengan dibantu Tengku Nawawi yang bergelar Soetan Ma’moer dan M. Taib Soetan
Ibrahim. Ejaan ini menggunakan huruf latin dan bunyinya hampir sama dengan tuturan Belanda.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh
orang Belanda, yaitu menggunakan huruf latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda,
antara lain:
1) huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada kata jang, pajah, sajang.
2) huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali
diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’).
3) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada
kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut
dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi
a) Huruf oe diganti dengan u.
Contohnya dalam ejaan Van Ophuysen penulisannya ‘satoe’,
dalam ejaan Republik menjadi ‘satu’.
b) Huruf Hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan huruf K.
Contohnya: maklum, pak, tak, rakjat.
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
Contohnya: kupu2, main2.
d) Awalan di dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya. Kata depan ‘di’ pada
contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan
‘di-‘ pada dibeli, dimakan.
3. Ejaan Melindo
Ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Sidang perutusan Indonesia dan Melayu
(Slamet Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep ejaan bersama yang
kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). karena perkembangan
politik selama tahun-tahun berikutnya maka diurungkan peresmian ejaan tersebut.
Ejaan ini berlaku sejak 23 Mei 1972 hingga 2015, atas kerja sama dua negara yakni
Malaysia dan Indonesia yang masing-masing diwakili oleh para menteri pendidikan kedua
negara tersebut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku yang berjudul
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang tercatat pada tanggal 12
Oktober 1972. Pemberlakuan Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah ditetapkan atas dasar keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor
0196/U/1975.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat
Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan
Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis
oleh Ejaan Melindo. Para pelaksananyapun disamping terdiri dari
panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu
berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama
Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan No. 062/67, tanggal 19 September 1967.
Ejaan Baru di Malaysia disebut Ejaan Rumi Bersama (ERB)
sementara Indonesia menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD).
EYD mengalami dua kali revisi, yakni pada tahun 1987 dan 2009.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
1. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
2. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
3. Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di”
pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara “di-” pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
4. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2. Penulisan kata.
3. Penulisan tanda baca.
4. Penulisan singkatan dan akronim.
5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
6. Penulisan unsur serapan.
1. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Contoh : Saya
membaca buku. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Contoh : Adik
bertanya, “ Kenapa kita pulang ?”. Huruf kapital dipakai sebagi huruf pertama dalam ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Contoh :
Tuhan merahmati hamba- Nya.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan
yang di ikuti nama orang. Contoh : Sultan Hasanuddin, Haji Agus Salim, Nabi Sulaiman, Dia baru
saja diangkat menjadi Sultan.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh : Presiden Soekarno, Wakil Presiden Adam Malik.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama sebagi nama orang. Contoh : Muhammad
Maulana Rizki, Syarifah Masitoh
5. Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa. Contoh : bangsa Indonesia, suku Melayu, bahasa Arab.
6. Huruf kapital yang dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari raya dan
peristiwa sejarah. Contoh : tahun Masehi, bulan Januari, hari Selasa, hari Lebaran,
Proklamasi Kemerdekaan.
7. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama khas dalam Geografi. Contoh ; Peta Sumatra,
Danau Toba, Sungai Musi.
8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama badan resmi, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan serta nama dokumen resmi Contoh: Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Departemen Luar Negeri, Undang – Undang Dasar Republik Indonesia.
9. Huruf Kapital dipakai sebagai Huruf pertama nama semua kata didalam
nama buku, majalah, surat kabar, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari,
untuk, dan, yang untuk, yang tidak terletak pada posisi awal. Contoh: Dari
Gajah Mada ke Jalan Gatot Subroto, Gaul, Analisa
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam singkatan nama gelar,
pangkat, dan sapaan. Contoh: a.di depan nama : – Dr. Doktor Prof. Profesor
b.di belakang nama: -M.A. Master of Arts
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik dan paman yang dipakai
sebagai ganti sapaan. Contoh : Apakah Ibu jadi ke Belawan besok?
b) Huruf Miring
Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah,
dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Contoh : Majalah Bahasa dan
Kesusastraan. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata atau kelompok kata. Contoh: Huruf pertama
kata ajeg ialah a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata
nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring
diberi garis dibawahnya.
Contoh: Weltarschauung diterjemahkan menjadi “ pandangan hidup”.
OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM