I
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN
A. Pendahuluan
Ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah perlambangan bunyi bahasa,
pemisahan, penggabungan, dan penulisannya dalam suatu bahasa
Ejaan dalam setiap bahasa ditetapkan berdasarkan konvensi. Oleh karena itu setiap bahasa
mempunyai ejaannya sendiri yang telah dibuat oleh suatu panitia yang anggota-anggotanya
sebagian terdiri atas para ahli bahasa, kemudian disahkan oleh pemerintah. Adapun ejaan
yang pernah digunakan:
1. Ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan
rancangan Ch. A. Van Ophuysen, Engku Nawawi gelar Soetan Ma’mur dan Muhammad
Taib Soetan Ibrahim. Ejaan tersebut berulang kali disempurnakan. Dalam ejaan bahasa
Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
2. Mr. Soewandi yang menjadi Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K
(1947), menetapkan dalam surat keputusannya tgl. 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A,
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang lebih sederhana
yang sering disebut ejaan Soewandi atau ejaan Republik.
3. Kongres Bahasa Indonesia kedua, yang diprakarsai Menteri Mr. Muhammad Yamin,
diadakan di Medan (1954). Kongres menetapkan supaya ada badan yang menyusun
peraturan ejaan bahasa Indonesia yang lebih praktis. Panitia diketuai oleh Dr. Prijono,
kemudian diganti oleh Katopo. Penunjukan Dr. Prijono oleh Menteri Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 4487/S,
berhasil merumuskan patokan-patokan baru setelah bekerja selama setahun.
4. Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia) adalah konsep ejaan bersama untuk merealisasikan
perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dengan Persekutuan Tanah Melayu
pada tahun 1959, yaitu usaha mempersamakan ejaan bahasa dari kedua bahasa. Karena
perkembangan politik yang berbeda antara kedua negara maka ejaan Melindo tidak dapat
diwujudkan.
5. Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa
Nasional dan pada tahun 1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Panitia Ejaan Bahasa
2
Indonesia diketuai oleh Drs. A. Moeliono disahkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dengan surat keputusan tanggal 19 September 1967,
No. 062/1967, menyusun konsep dan merangkum segala konsep ejaan sebelumnya.
Tim ahli bahasa “Koti”(Komando Operasio Tertinggi) dengan surat keputusannya
tanggal 21 Pebruari 1967, No. 001/II/1967 (Rujiati Mulyadi, Ketua), mengadakan
pembicaraan tentang ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta tahun 1966 dan di Kuala
Lumpur tahun 1967. Akhirnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Mashuri,SH) dan Menteri Pelajaran Malaysia (Hussein Onn) menyetujui rancangan ejaan
tersebut. Rancangan ejaan itu dilengkapi dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak tahun
1972 dengan surat Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, ejaan Bahasa Indonesia
dinyatakan berlaku pada tanggal 16 Agustus 1972 dengan nama Ejaan yang
Disempurnakan. Sedangkan motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah :
a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia.
1. Pemakaian huruf
a. Abjad, Vokal dan Konsonan
Abjad bahasa Indonesia menggunakan 26 huruf terdiri dari 5 huruf vokal (v),
yaitu a, i, u, e, o dan 21 huruf konsonan (k). Dalam bahasa Indonesia juga digunakan
gabungan konsonan (diagraf) sebanyak empat pasang;
kh seperti dalam kata khusus, akhir
ng seperti dalam kata ngilu, bangun
ny seperti dalam kata nyata, anyam
sy seperti dalam kata syair, asyik
Setiap pasangan itu menghasilkan satu fonem atau satu bunyi. Karena itu, kh,
ng, ny, sy, masing-masing dihitung sebagai satu k.
3
Contoh : khusus = k v k v k
Selain gabungan dua konsonan, ada pula gabungan dua vokal yang disebut diftong.
Diftong terjadi jika dua vokal yang berurutan (harus dalam satu suku kata)
menciptakan luncuran (bunyi yang berubah kualitasnya) yang berbeda dengan lafal
bunyi aslinya.
Contoh : Diftong ai dalam kata : bantai dilafalkan bantay
Diftong au dalam kata: kacau dilafalkan kacaw
Diftong oi dalam kata : amboi dilafalkan amboy
toilet dilafalkan toylet
Jika vokal berurutan ai, au, dan oi terdapat dalam kata yang pelafalannya persis sama
dengan huruf aslinya, vokal beruntun itu bukan diftong.
Contoh : mulai diucapkan mulai bukan mulay
namai diucapkan namai bukan namay
bau diucapkan bau bukan baw
doi diucapkan do’I bukan doy
Dalam membaca singkatan kata (termasuk singkatan kata asing selain akronim) yang
dibaca huruf demi huruf, jika penutur sedang berbahasa Indonesia, pelafalannya harus
sesuai dengan pelafalan huruf bahasa Indonesia.
Contoh : AC dilafalkan a-ce bukan a-se
TV dilafalkan te-ve bukan ti-fi
FBI dilafalkan ef-be-i bukan ef-bi-ai
b. Pemenggalan kata
1) Pemenggalan kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a) Jika ditengah kata ada huruf vokal yang beruntun, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua huruf vokal itu.
Contoh : di-a do-a ta-at
Jika vokal yang beruntun merupakan diftong, pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf vokal.
Contoh : pu-lau bukan pu-la-u
4
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan, pemenggalan dilakukan sebelum huruf
konsonan.
Contoh : ta-bu ka-wan ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan.
Contoh : ap-ril swas-ta han-dal
Tetapi untuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy tidak boleh dipisahkan.
Contoh : su-nyi ha-ngat makh-luk ma-sya-ra-kat
d) Jika di tengah kata ada tiga buah atau lebih huruf konsonan, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
Contoh : kon-struk-si ab-sorb-si kon-klu-si
2) Imbuhan yang berupa awalan dan akhiran, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata yang
diimbuhinya, dapat dipenggal.
Contoh : ba-ca-lah me-la-ri-kan pra-sa-ra-na
3) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah
pemenggalan kata butir 1).
Contoh : biodata bio-data atau bio-da-ta
introspeksi intro-speksi atau in-tro-spek-si
4) Khusus untuk kata yang mengandung sisipan (-el, -em, -er, -in) dapat dilakukan
dengan cara:
Kata dasar Kata turunan Pemenggalan (1) Pemenggalan (2)
tunjuk telunjuk telun-juk te-lun-juk
getar gemetar geme-tar ge-me-tar
c. Nama diri
Cara penulisan nama diri (nama orang, lembaga, tempat, jalan, sungai, gunung,
dan nama diri lainnya) harus mengikuti EYD, kecuali jika ada pertimbangan khusus
yang menyangkut segi adat, hukum, atau sejarah.
5
2. Penulisan huruf
a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh : Kami menggunakan produksi dalam negeri.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh : Adik bertanya, “Kapan kita ke Taman Safari?”
6
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh : Allah, Yang Maha Esa, hamba-Nya, Qur’an
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh : Haji Agus Salim, Nabi Ibrahim, Aji Alimuddin
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama
instansi, atau nama tempat.
Contoh : Presiden Soeharto, Menteri Pertanian, Gubernur Bali, Profesor Supono,
Sekretaris Jendral Deplu
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh : Siapakah nama gubernur kita?
Dia bercita-cita menjadi presiden.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh : Albar Maulana
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh : mesin diesel, 10 watt
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa. Perlu diingat, pada posisi tengah kalimat yang dituliskan dengan huruf
kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa,
sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasa dituliskan dengan huruf
kecil.
Contoh : … adalah Bahasa Indonesia (salah)
… adalah bahasa Indonesia (benar)
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa
yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh : keinggris-inggrisan
menjawakan bahasa Indonesia
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,hari raya, dan
peristiwa sejarah.
7
Contoh : tahun Saka, bulan Mei, hari Jumat, hari Raya, Perang Diponegoro
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama.
Contoh : Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Contoh : teluk Jakarta (salah)
Teluk Jakarta (benar)
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
menjadi unsur nama diri.
Contoh : Jangan membuang sampah ke sungai.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan
sebagai nama jenis.
Contoh : garam inggris, gula jawa
10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama
resmi badan/lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen
resmi.
Contoh : Departemen Pendidikan Nasional RI
Undang-Undang Dasar 1945
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi
lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh : Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan/lembaga.
Contoh : Perserikatan Bangsa-Bangsa
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata ( termasuk semua unsur
kata ulang sempurna) dalam penulisan buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
Contoh : Dia membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, paman, yang dipakai dalam penyapaan
dan pengacuan.
8
b. Huruf Miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh : majalah Gatra
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh : Buatlah kalimat dalam bentuk positif.
3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh : Politik devide et impera digunakan oleh penjajah.
Negara itu telah mengalami beberapa kali kudeta ( dari coup d’etat).
3. Penulisan kata
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh : Kantor pos sangat ramai.
9
b. Kata Turunan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, dan akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh : bergerigi, gemetar ketetapan, sentuhan
2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh : diberi tahu, beri tahukan
3) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh : memberitahukan, ditandatangani
c. Kata Ulang
Bentuk kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh : anak-anak, berjalan-jalan, dibesar-besarkan
d. Gabungan Kata
1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Contoh : duta besar, terima kasih, orang tua, meja tulis.
2) Gabungan kata, temasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan salah
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur
yang berkaitan.
Contoh : alat pandang-dengar (audio-visual))
anak-istri saya (keluarga)
3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai karena hubungannya sudah sangat padu
sehingga tidak dirasakan lagi sebagai dua kata.
Contoh : acapkali, apabila, barangkali, beasiswa, dll.
4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Contoh : dasawarsa, adibusana, kacamata,swadaya, dll.
Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua
unsur kata itu dituliskan tanda hubung (-).
Contoh : non-Asia
e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kata aku dan engkau, ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
10
Contoh : aku bawa menjadi kubawa
engkau bawa menjadi kaubawa
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan
daripada.
Contoh : Ibu sedang ke pasar.
Ika berasal dari keluarga terpelajar.
Tinggallah bersama saya di sini.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut :
Ika lebih tinggi daripada Dini.
Kami percaya kepada Anda.
g. Kata Sandang si dan sang
Kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh : si kecil, sang diktator
h. Partikel
1) Partikel lah dan kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh : Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Siapakah gubernur kita?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh : Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.
Satu kali pun dia belum pernah kuliah.
Catatan :
Kelompok yang dianggap padu berikut ini ditulis serangkai, misalnya adapun,
andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Contoh : Walaupun hari hujan, ia datang juga.
Bagaimanapun kita harus tetap datang.
3) Partikel per yang berarti 0 demi 0, dan 0 tiap 0 ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Contoh : Mereka masuk ruang satu per satu.
11
4) Harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun
begitu, akan tetapi.
Contoh : Meskipun begitu, kita harus tetap berjaga-jaga.
5) Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat.
6) Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh : Kata ibu, “Saya berbahagia sekali”.
“Saya berbahagia sekali,” kata ibu, “karena kamu berhasil”.
7) Dipakai diantara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan
tanggal, dan (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh : Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Agama Islam, Unikarta,
Jalan Gunung Kombeng, Tenggarong, Kalimantan Timur.
8) Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh : Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan
Mulia, 2005), hlm.22.
16
9) Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Contoh : Finoza, S.S
10) Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh : Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti
pelajaran olah raga
11) Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada
awal kalimat.
Contoh : Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.
12) Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.
Contoh : “Dimana kamu tinggal ?” tanya Dita.
“Perhatikan tulisan ini!” kata Bu Guru.
B. Kata
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem;
atau gabungan huruf dengan morfem, baru dapat diakui sebagai kata bila bentuk itu
mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata
yang bermorfem tunggal dan kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal
disebut juga dengan kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar umumnya
berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan.
Kata sifat berbentuk tunggal dapat dipilah dan dihimpun ke dalam kelompok:
a. Keadaan/situasi ;misalnya aman, tenteram, gawat.
b. Warna.
c. Ukuran.
d. Perasaan/sikap
e. Cerapan/indera.
Sebagian besar kata sifat berimbuhan dibentuk dengan bantuan sufiks yang diserap
dari bahasa Inggris dan bahasa Arab yang menjadi produktif dalam bahasa Indonesia, yaitu
sufiks –al, -i, -iah, -if, -ik, -is, -er, dan –wi. Selain akhiran tersebut, ada dua kombinasi
afiks yang turut membentuk kata sifat, yaitu konfiks ke + an dan se + nya, dengan bentuk
dasar kata ulang (reduplikasi).
24
3. Adverbia (Kata Keterangan)
Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba,
adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat. Misalnya bunga itu sangat indah; kata sangat
adalah adverbia dan indah adalah adjektiva (KS).
C. Frasa
Adalah kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan belum membentuk
klausa atau kalimat. Pengertian kelompok kata bukanlah asal menyandingkan dua kata atau
lebih yang tidak mempunyai hubungan makna, tetapi harus yang membentuk makna baru.
Proses pembentukan frasa sama dengan kata mejemuk. Kelompok kata langit batik biru baju
bukanlah frasa karena rangkaian kata-kata itu tidak mempunyai kesatuan makna. Jika kata itu
diubah susunannya sehingga baju batik biru langit barulah dapat dinamakan frasa. Sama
halnya dengan kata, frasa juga dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, dan
keterangan di dalam kalimat.
26
Ciri frasa ada tiga : (1) konstruksinya tidak mempunyai predikat (nonpredikatif);
(2) proses pemaknaannya berbeda dengan idiom; dan (3) susunan katanya berpola tetap.
Kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan kalimat.
Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata yang menerangkan
perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku).
Contoh :
Frasa tidak sama dengan idiom walaupun keduanya berupa gabungan kata. Idiom
adalah dua kata atau lebih yang membentuk makna baru dan makna itu bergeser jauh dari
makna leksikal kata asal.
Contoh :
Kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek (S) dan
predikat (P) dan intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap dengan makna.
Intonasi final kalimat dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik, tanda tanya, atau
tanda seru.
A. Unsur Kalimat
Adalah jabatan kata atau peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel) dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya
terdiri atas dua unsur, yakni S dan P. Unsur lain (O, Pel, dan Ket) dapat wajib hadir atau tidak
wajib hadir dalam suatu kalimat. Pengisi S, P, O, Pel, Ket dalam kalimat tidak hanya berupa
kata, tetapi dapat juga berupa frasa.
Contoh S, P, O, Pel, Ket berbentuk frasa, yaitu pembawa acara yang kocak (itu) :
(S) Pembawa acara yang kocak itu // membeli // bunga.
S P O
(P) Indra // pembawa acara yang kocak.
S P
(O) Tika // menelpon // pembawa acara yang kocak itu.
S P O
(Pel) Pesulap itu // menjadi // pembawa acara yang kocak.
S P Pel
(Ket) Tika // pergi // dengan pembawa acara yang kocak itu.
S P Ket
1. Subjek
Adalah bagian kalimat yang menunjuk pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal, atau
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh
kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.
31
Contoh :
Ayahku sedang melukis.(f. benda)
Meja direktur besar. (f.benda)
Yang berbaju batik dosen saya. (klausa)
Membangun jalan layang sangat mahal. (f. verbal)
2. Predikat
Adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan
bagaimana S (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberi tahu
tindakan atau perbuatan S, predikat dapat pula menyatakan sifat, situasi, status, ciri, atau
jati diri S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah
sesuatu yang dimiliki S. Predikat dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas
verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal.
Contoh : Putrinya cantik jelita.
Kucingnya belang tiga.
Kota Jakarta dalam keadaan aman.
3. Objek
Adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu
verba yang menuntut wajib hadirnya O. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran
sufiks –kan dan –i serta prefiks meng-.
4. Pelengkap
Adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang
berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan
O juga sama, yaitu dapat berupa nominal atau klausa. Namun antara O dan Pel terdapat
perbedaan.
Contoh :
a. Ketua MPR membacakan Pancasila.
S P O
Kedua kalimat aktif yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh nomina Pancasila, jika
hendak dipasifkan, ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang menempatkan Pancasila
sebagai O, yaitu : Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.
S P O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindahkan ke depan menjadi S
dalam kalimat pasif. Contoh: Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol.
Selain diisi oleh frasa nominal, Pel dapat pula diisi oleh frasa adjektival dan frasa
preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang P. Kalau dalam
kalimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O.
5. Keterangan
Adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang
lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O dan Pel. Posisinya bersifat
33
manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frasa
nominal, adverbial, klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli
membagi keterangan atas sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998: 3660), yaitu:
Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum dari kulkas. (Ket. tempat)
Lia memotong roti dengan pisau (Ket. alat)
Anak yang baik itu rela berkorban demi orang tuanya. (Ket. tujuan)
Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati. (Ket. cara)
Amir pergi dengan teman-teman sekolahnya. (Ket. penyerta)
Mahasiswa hukum itu berdebat bagaikan pengacara. (Ket. similatif)
Karena malas belajar, mahasiswa itu tidak lulus. (Ket. penyebaban)
Murid-murid TK berpegangan satu sama lain. (Ket. kesalingan)
Rustam sekarang sedang belajar. (Ket. waktu)
Fungsi
Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan
Tipe
S P
a. Lina tersenyum
b. Lina, anak Pak Hadi, tersenyum manis.
c. Kenalan saya dosen filsafat.
d. Para pengungsi terlantar.
S P O
a. Tamu negara bertemu dengan tokoh LSM terkenal.\
b. Tika membawa buku.
35
3. Kalimat Dasar Tipe S-P-Pel
Kalimat ini mempunyai P yang memerlukan pendamping, yakni S (di sebelah kiri) dan
Pel (di sebelah kanan). Contoh:
S P Pel
a. Negara kita berlandaskan hukum.
b. Gamelan merupakan ciri kesenian tradisional.
S P Ket
a. Tika tinggal di Tenggarong.
b. Apel didatangkan dari Malang.
5. Kalimat Dasar Tipe S-P-O-Pel
S (di sebelah kiri), O dan Pel (di sebelah kanan)
S P O Pel
a. Yuni membelikan adiknya sepeda mini yang bagus.
b. Petani menanami sawahnya sayur-sayuran.
S P O Ket
a. Mereka memperlakukan saya dengan sopan.
b. Pemerintah menaikkan harga BBM mulai tanggal 1 Juni 2004.
36
KATA, FRASA, DAN KLAUSA SEBAGAI PEMBENTUKAN KALIMAT
Kalimat Kata Frasa Klausa
Kenalan saya dosen filsafat kenalan saya; kenalan saya dosen
S P dosen filsafat filsafat
Tamu negara bertemu dengan tamu negara; bertemu dengan tokoh
tokoh LSM terkenal. bertemu dengan; LSM terkenal
tokoh LSM
terkenal
Keputusan hakim sesuai keputusan sesuai dengan tuntutan
dengan tuntutan jaksa hakim; jaksa
sesuai dengan;
tuntutan jaksa
Pertengkaran itu terjadi tiga Terjadi pertengakaran terjadi tiga malam yang
malam yang lalu itu; lalu
tiga malam yang
lalu
Mahasiswa mengirimi jaksa mahasiswa; jaksa agung; mengirimi jaksa agung
agung ayam betina mengirimi Ayam betina ayam betina
Melani memasukkan Melani; bungkusan itu; Memasukkan bungkusan
bungkusan itu Memasukkan ke dalam mobil itu ke dalam mobil
ke dalam mobil.
C. Jenis Kalimat
Kalimat dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa jenis menurut (a) jumlah klausa
pembentuknya, (b) fungsi isinya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek
predikatnya.
1. Jenis kalimat menurut jumlah klausanya
a. Kalimat tunggal
Adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Kalimat tunggal hanya mengandung
unsur kalimat yang serba tunggal.
37
Contoh :
S P
Kami mahasiswa Unikarta.
Jawaban anak pintar itu sangat tepat.
Sapi-sapi sedang merumput.
Mobil orang kaya itu ada delapan.
b. Kalimat majemuk
Adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.
Contoh:
Erni mengonsep surat itu dan Rini mengetiknya.
Ida rajin membaca, baik sewaktu menjadi mahasiswa, maupun setelah bekerja.
Para peserta lomba sudah mulai datang, sedangkan panitia belum siap.
Kamu tinggal di sini, atau ikut dengan saya.
Ia berjalan menyusuri lorong, lalu membuka pintu, kemudian masuk mengendap-
endap.
4. konsesif Klausa bawahan memuat pernyataan yang walau (pun), meski (pun),
tidak akan mengubah apa yang dinyatakan sekalipun, biar (pun), kendati
dalam klausa utama (pun), sungguh (pun)
6. penyebaban Klausa bawahan menyatakan sebab atau sebab, karena, oleh karena
alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan
dalam klausa utama
Contoh:
Dia datang ketika kami sedang rapat.
Anda harus bekerja keras agar dapat berhasil.
Gelombang itu sangat dahsyat sehingga menghancurkan kota itu.
Petani berusaha meningkatkan panen dengan menggunakan bibit unggul.
Kota ini akan teratur andaikata masyarakatnya mempunyai disiplin yang tinggi.
A. Pengertian Alinea
Alenia atau paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi
alinea, yang perlu diperhatikan adalah adanya kesatuan dan kepaduan.
B. Struktur Alinea
Kalimat yang membangun alinea pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua
macam, yaitu (1) kalimat topik/kalimat pokok, dan (2) kalimat penjelas/pendukung. Kalimat
topik adalah kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama alinea. Adapun kalimat
penjelas/pendukung adalah kalimat yang berfungsi menjelaskan atau mendukung ide utama
alinea.
Ciri kalimat topik:
(1) mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan diuraikan lebih lanjut;
(2) merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri;
(3) mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat lain;
(4) dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambungan dan frasa transisi.
C. Persyaratan Alinea
1. Kesatuan Alinea
Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam alinea membicarakan satu gagasan (gagasan
tunggal).
44
Contoh:
Pekerjaan saya sehari-hari adalah guru bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak
hanya diajarkan di Indonesia, tetapi juga di mancanegara termasuk Amerika. Pernah
terlintas di benak saya, satu hari nanti mungkin saya akan menjadi guru bahasa Indonesia
di Amerika.
2. Kepaduan Alinea
Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam alinea itu kompak, saling berkaitan mendukung
gagasan tunggal alinea.
Contoh :
Salah satu presiden yang unik dan nyentrik di dunia ini adalah Presiden
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Beliau dapat terpilih menjadi presiden walaupun
mempunyai penglihatan yang tidak sempurna, bahkan dapat dikatakan nyaris buta.
Presiden keempat Republik Indonesia ini di awal masa jabatannya terlalu sering
melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga mengundang kritik pedas terutama dari
lawan politiknya. Kyai dari Jawa Timur ini juga sering mengeluarkan pernyataan yang
kontroversial dan inkonsisten. Akibatnya, mantan ketua PBNU ini sering diminta untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, suami Sinta Nuriah tetap pada prinsipnya
dan tidak bergeming menghadapi semua itu.
Selain dengan repetisi dan kata ganti, kepaduan dapat dijalin dengan kata atau frasa
penghubung. Dalam peranannya sebagai penghubung, ada beberapa kata dan frasa
penghubung yang dapat dipakai untuk berbagai maksud. Tabel di bawah ini memuat senarai
kata dan frasa tersebut lengkap dengan fungsinya masing-masing.
45
SENARAI KATA DAN FRASA PENGHUBUNG
SEBAGAI PENGAIT ALINEA
b) pertambahan berikutnya, demikian juga, kemudian, selain itu, lagi pula, lalu,
selanjutnya, tambahan lagi
c) perbandingan dalam hal yang sama, lain halnya dengan, sebaliknya, lebih
baik dari itu, berbeda dengan itu
e) tempat berdekatan dengan itu, di sini, di seberang sana, tak jauh dari
sana, di bawah, persis di depan …, di sepanjang …
D. Jenis Alenia
1. Menurut posisi kalimat topiknya
Kalimat yang berisi gagasan utama alinea adalah kalimat topik. Karena berisi
gagasan utama itulah keberadaan kalimat topik dan letak posisinya dalam alinea menjadi
penting
48
a. Alinea Deduktif yaitu alinea yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu,
lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan alinea (urutan
umum-khusus).
Contoh:
b. Alinea Induktif yaitu alinea yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah
diakhiri dengan pokok pembicaraan (urutan khusus-umum).
Contoh :
c. Alinea Deduktif-Induktif yaitu bila kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal
dan akhir alinea. Kalimat pada akhir alinea umumnya menegaskan kembali gagasan
utama yang terdapat pada awal alinea.
49
d. Alinea Penuh Kalimat Topik; seluruh kalimat yang membangun alinea sama
pentingnya sehingga tidak satupun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik.
Kondisi demikian itu biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena
kalimat yang satu dan yang lainnya sama-sama penting. Alinea semacam ini sering
dijumpai dalam uraian-uraian bersifat deskriftif dan naratif terutama dalam karangan
fiksi.
Contoh :
c. Alinea Penutup, berisi simpulan bagian karangan (subbab, bab) atau simpulan
seluruh karangan. Alinea ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis
agar lebih jelas. Mengingat alinea penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan
atau bagian karangan, penyajiannya harus memperhatikan hal berikut:
(1) sebagai bagian penutup, alinea ini tidak boleh terlalu panjang;
(2) isi alinea harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cerminan
inti seluruh uraian;
(3) sebagai bagian yang paling akhir dibaca, hendaknya alinea ini dapat menimbulkan
kesan yang mendalam bagi pembacanya.
51
Contoh:
PENGERTIAN SURAT
E. Pengembangan Alinea
1. Metode Definisi
Yang dimaksud dengan definisi adalah usaha penulis untuk menerangkan
pengertian/konsep istilah tertentu. Untuk dapat merumuskan definisi yang jelas, penulis
hendaknya memperhatikan klasifikasi konsep dan penentuan ciri khas konsep tersebut.
Dalam membuat definisi tidak boleh mengulang kata atau istilah yang didefinisikan di
dalam teks definisi (misalnya: membuat definisi kebudayaan tidak boleh sbb.: “ Yang
dimaksud dengan kebudayaan adalah kebudayaan …”).
Contoh cara membuat definisi dalam bentuk alinea :
Istilah organisasi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa Latin
organizare yang berarti ‘membentuk sebagian atau menjadi keseluruhan dari bagian-
bagian yang satu dan unsur yang lainnya saling bergantung atau terkoordinasi’. Jadi,
secara harfiah organisasi itu berarti ‘paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya
52
saling bergantung’. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga
yang menamakan sarana.
(Dari buku Komunikasi dan Praktek oleh Onong Uchjana Effendy)
2. Metode Proses
Isi alinea menguraikan suatu proses yang merupakan suatu urutan tindakan atau
perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Bila urutan atau tahap-tahap
kejadian berlangsung dalam waktu yang berbeda, penulis harus menyusunnya secara
runtut (kronologis).
Contoh:
3. Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrasi selalu ditampilkan dan terurai secara
rinci yang berbentuk alinea.
Contoh:
Ini seperti acara pesta kesenian sekolah di Indonesia. Lagu-lagu diperdengarkan,
mulai dari “Bintang Kecil” hingga “Indonesia Raya”. Alat musik tradisional semacam
angklung dan talempong pun terdengar. Busana yang dikenakan juga busana dari Sabang
sampai Merauke; ada yang mengenakan pakaian adat Bali, Minang, atau Jawa. Dengan
gerakan lentur dan lucu, para penari seusia SD itu memperlihatkan keterampilan
membawakan tari Panembahan, Indang, hingga tari Merak. Tetapi ada yang
membedakannya dengan pesta di sekolah Indonesia. Para penarinya tidak berkulit sawo
matang karena mereka bocah bule dengan mata biru atau coklat dan berambut pirang.
53
Mereka para murid SD Benalla East, kira-kira 120 km dari Melbourn, Australia. Para
murid sekolah itu tertarik belajar bahasa Indonesia, termasuk keseniannya.
(Dari “Melihat Bule Belajar Bahasa Indonesia)
4. Metode Sebab-Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk menerangkan
suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya, atau sebaliknya. Faktor yang terpenting
dalam metode kausalitas ini adalah kejelasan dan kelogisan. Artinya, hubungan kejadian
dan penyebabnya harus terungkap jelas dan informasinya sesuai dengan jalan pikiran
manusia. Metode kausalitas umumnya tampil di tengah karangan yang berisi pembahasan
atau analisis. Sifat alineanya argumentatif murni atau dikombinasikan dengan deskriftif
atau ekspositoris.
Contoh :
(Kompas, 8/10/1997)
5. Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusus dan khusus-umum paling banyak dipakai untuk
mengembangkan gagasan alinea agar tampak teratur. Bagi penulis pemula belajar
menyusun alinea dengan metode ini adalah yang paling disarankan. Pertimbangannya,
disamping mengembangkan urutan umum-khusus relatif lebih gampang, juga karena
54
model inilah yang paling banyak dipakai dalam karangan ilmiah dan tulisan ekpositoris
seperti artikel dalam media massa.
Contoh :
Ilmu dikembangkan oleh menusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam
kehidupannya yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran itu dapat berupa asas-asas yang
bersangkutan. Dengan memiliki pengetahuan yang bersifat ilmiah dan mencapai
kebenaran ilmiah, manusia dapat menerangkan secara tepat berbagai hal yang
dijumpainya, mempunyai gambaran yang cukup cermat mengenai aneka peristiwa yang
akan terjadi, dan bahkan untuk sebagian orang menguasai alam bagi kemanfaatan dirinya.
Dari kedua topik itu dapat lahir beberapa judul. Jika akan memilih topik, masalah yang
dipilih terutama sesuatu yang menarik perhatian pengarang. Sebelum mengangkat sesuatu
masalah menjadi topik tulisan, pengarang harus benar-benar mengetahui pokok persoalannya.
Agar pembicaraan pengarang tidak melebar, hendaknya topik dipersempit atau dibatasi agar
terfokus sesuai dengan rencana dan maksud pengarang.
Untuk mempersempit pokok pembicaraan ada beberapa cara yang lazim dilakukan.
Cara pertama adalah dengan memecah pokok pembicaraan menjadi bagian-bagian yang
makin kecil yang disebut subtopik. Cara kedua ialah dengan menulis pokok umum dan
membuat daftar aspek khusus apa saja dari pokok itu secara berurutan ke bawah. Dari daftar
ini dapat dipilih salah satu aspek untuk dijadikan topik karangan.
Cara ketiga dapat dilakukan dengan mengajukan lima pertanyaan berikut mengenai
pokok pembicaraan: apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana. Pokok pembicaraan
ditulis di atas, lalu di bawahnya disediakan kolom-kolom untuk menjawab kelima pertanyaan
itu. Dengan cara itu akan diperoleh satu aspek untuk diangkat menjadi pokok permasalahan
yang akan ditulis.
57
Dalam pemilihan topik untuk karangan ilmiah, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan:
a) ada manfaatnya untuk perkembangan ilmu atau profesi
b) cukup menarik untuk dibahas
c) dikenal dengan baik
d) bahannya mudah diperoleh
e) tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit
Contoh berikut ini adalah hasil cara pertama dan cara kedua mempersempit atau
membatasi topik supaya lebih spesifik dari topik sebelumnya (model piramid terbalik).
a. Menurut tempat: negara tertentu lebih khusus daripada dunia; Jakarta lebih terbatas
daripada Pulau Jawa. Topik “Pulau Jawa Sebelum Indonesia Merdeka” dapat dipersempit
lagi menjadi “Jakarta Sebelum Indonesia Merdeka”.
b. Menurut waktu/periode/zaman: “Kebudayaan Indonesia” dapat dikhususkan menjadi
“Seni Tari Jawa Modern”.
c. Menurut hubungan sebab-akibat: “Dekadensi Moral di Kalangan Muda-mudi” dapat
dikhususkan menjadi “Pokok Pangkal Timbulnya Krisis Moral di Kalangan Muda-mudi”.
d. Menurut pembagian bidang kehidupan manusia: politik, sosial, ekonomi, kebudayaan,
agama, kesenian, dan sebagainya. Karangan tentang “Usaha-usaha Pemerintah dalam
Bidang Ekonomi” dapat dikhususkan lagi menjadi “Kebijaksanaan Deregulasi di Bidang
Ekonomi pada Era Reformasi”.
e. Menurut aspek khusus-umum: “Pengaruh Siaran Televisi terhadap Masyarakat Jawa
Timur” dapat dipersempit menjadi “Pengaruh Siaran Televisi terhadap Kaum Tani di
Jawa Timur”.
f. Menurut objek material dan objek formal. Objek material ialah bahan yang
dibicarakan; objek formal ialah sudut dari mana bahan itu akan kita tinjau, misalnya
“Perekonomian Indonesia (objek material) Ditinjau dari Sudut Mekanisme Pasar” (objek
formal). “Kepemimpinan Ditinjau dari Sudut Pembentukan Kader-kader Baru”,
“Keluarga Berencana Ditinjau dari Segi Agama”.
58
B. Kerangka (Outline) Karangan
Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan.
Fungsi utama kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan-gagasan yang
ada. Melalui kerangka karangan, pengarang dapat melihat kekuatan dan kelemahan dalam
perencanaan karangannya.
Kerangka karangan mengandung rencana kerja meyusun karangan. Kerangka akan
mengarahkan penulis menggarap karangan secara teratur serta membantu penulis
membedakan ide-ide utama dari ide-ide tambahan.
Kerangka karangan dapat mengalami perubahan terus-menerus untuk mencapai suatu
bentuk yang lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana,
tetapi dapat juga mendetail. Kerangka yang belum final disebut outline sementara, sedangkan
kerangka yang sudah tersusun rapi dan lengkap disebut outline final.
Dalam proses penyusunan karangan ada tahapan yang harus dijalani, yaitu memilih
topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan, dan menulis karangan itu sendiri.
Pengaturan gagasan itulah yang dapat diumpamakan sebagai kerangka.
Secara terinci kerangka karangan dapat membantu pengarang/penulis dalam hal-hal
sebagai berikut:
a) Kerangka karangan akan mempermudah pengarang menuliskan karangannya dan dapat
mencegah pengarang mengolah suatu ide sampai dua kali, serta mencegah pengarang
keluar dari sasaran yang sudah ditetapkan.
b) Kerangka karangan akan membantu pengarang mengatur atau menempatkan klimaks
yang berbeda-beda di dalam karangannya.
c) Bila kerangka karangan telah rapi tersusun, berarti separuh karangan sudah “selesai”
karena semua ide sudah dikumpul, dirinci, dan diruntun dengan teratur. Pengarang tinggal
menyusun kalimat-kalimatnya saja untuk “membunyikan” ide dan gagasannya.
d) Kerangka karangan merupakan miniatur dari keseluruhan karangan. Melalui kerangka
karangan pembaca dapat melihat intisari ide serta struktur karangan.
II. Banjir di ……
Berdasarkan kerangka di atas dapat dibuat karangan singkat yang terdiri atas satu
alenia :
Rabindranath Tagore, pujangga tanah Hindustan lahir pada tanggal 7 Mei
1861. Ia putra keluarga Brahmin, pencinta seni, taat beragama, pembaru
masyarakat, dan kaya. Tahun 1877 ia belajar ilmu hukum ke Inggris, tetapi segera
kembali ke India untuk mengurusi tanah ayahnya serta terjun dalam pergerakan
sosial, disamping menulis nyanyian, sajak, cerpen, dan drama. Tahun 1913 ia
mendapat Hadiah Nobel di bidang kesusastraan atas karyanya Gitanjali. Setelah
usianya mencapai delapan puluh tahun, tepatnya pada tanggal 7 Agustus 1941,
beliau meninggal dunia.
(Urutan Sebab-Akibat)
Topik: Pemukiman Tanah Tinggi Terbakar
1. Kebakaran di Tanah Tinggi
2. Penyebab Kebakaran
62
3. Kerugian yang Diderita Masyarakat dan Pemerintah
4. Rencana Rehabilitasi Fisik
(Urutan Umum-Khusus)
Topik: Komunikasi Lisan
I. Komunikasi dan Bahasa
II. Komunikasi Lisan dan Perangkatnya
A. Kemampuan Kebahasaan
1. Olah Vokal
2. Volume dan Nada Suara
B. Kemampuan Akting
1. Mimik Muka
2. Gerakan Anggota Tubuh
III. Praktik Komunikasi Lisan
IV. ...
63
VI
KUTIPAN DAN SUMBER KUTIPAN
1. Teknik penulisan kutipan, catatan pustaka, catatan kaki, dan daftar pustaka/bibliografi
a. Kutipan
Ada dua macam kutipan, yaitu kutipan langsung dan kutipan tak langsung.
1) Kutipan langsung sama benar dengan sumber asli yang dikutip di dalam hal
penulisan kata, susunan kata dan kalimat, ejaan, dan pungtuasinya.
a) Kutipan ditulis dengan menggunakan “dua tanda petik” jika kutipan itu
merupakan kutipan pertama atau langsung dikutip dari penulisnya.
Contoh:
Durkheim (1968:17) menyimpulkan “angka bunuh diri dalam tiap masyarakat
dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan”.
b) Jika kutipan itu diambil dari kutipan, maka kutipan tersebut ditulis dengan
menggunakan ‘satu tanda petik’.
Contoh:
Menurut Parsons (Turner, 1978:51) analisis fungsional mencakup aspek
‘adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, pemeliharaan pola dan pengendalian
ketegangan’.
c) Jika bagian yang dikutip terdiri atas lima baris atau lebih, maka kutipan ditulis
tanpa tanda kutip dan ditik dengan jarak satu spasi dan menjorok masuk lima
ketukan dari margin kiri, sama dengan paragraf baru.
Contoh:
Mari kita perhatikan pendapat Foster (1974:268) berikut.
Kalimat Elips
Kalimat elips adalah kutipan langsung yang sebagian kalimat kutipan tersebut
ada yang dibuang, mungkin bagian akhir, atau bagian awal, atau bagian awal
dan akhir, atau bagian tengah. Pembuangan ini ditandai dengan tiga buah titik.
Contoh:
Ahmad Amin berpendapat,”Akhlak adalah esensi dari pendidikan Islam
….”2
2) Kutipan tak langsung adalah kutipan yang mengangkat gagasannya saja yang
kemudian diungkapkan dengan kata-kata dan gaya pengutip sendiri. Cara
menuliskan kutipan ini diintegrasikan ke dalam teks, tanpa diapit oleh dua tanda
kutip rangkap.
Contoh:
Surachmad (1977:66) mengatakan bahwa metode penyajian grafik kini
telah menjadi suatu alat komunikasi.
Hukum yang didapati oleh seseorang dengan jalan ijtihad dinamakan
mazhab (Rasjid, 1954)
Jika sumber kutipan berbahasa asing, bagian yang dikutip diterjemahkan secara
bebas ke dalam bahasa Indonesia sebagai kutipan tak langsung. Jika terpaksa
harus dikutip langsung, pernyataan didalam bahasa asing itu dikutip sesuai dengan
aslinya dan dicetak miring jika digunakan komputer.
Contoh:
Pengaruh sastra di dalam kehidupan manusia seperti terlihat di dalam
pernyataan William (1977:2), “The analogy between women and the earth as
sources of life has always inspired the myths and poems of men….”
b. Rujukan
Ada tiga alternatif dalam membuat rujukan yaitu:
1) Catatan Dalam (In Note)
a) Catatan dalam (in note) yang dimaksudkan adalah catatan yang ditulis pada
bagian dalam halaman teks yang menyatakan sumber kutipan, baik berupa
66
buku, ayat al Quran, teks Hadis, surat kabar, majalah, jurnal, kamus,
ensiklopedi, hasil wawancara, program CD, internet dan lain-lain.
b) Cara penulisan catatan dalam (in note) adalah dengan menyebutkan nama
lengkap penulis (tanpa pangkat dan/atau gelar), koma, tahun penerbitan, titik
dua, dan nomor halaman dari sumber yang dirujuk yang diletakkan di antara
tanda kurung. Jika ada 2 penulis, keduanya disebutkan secara lengkap.
Sedangkan jika penulisnya lebih dari 2 orang, hanya penulis pertama yang
disebutkan diikuti dengan dkk. Jika sumber kutipan yang dirujuk tidak
memuat nama penulis, maka sebagai gantinya adalah nama badan atau
lembaga yang menerbitkan.
Contoh 1:
Fahmy Zamzam (1990:186) menyimpulkan, “ada hubungan yang erat
antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”.
Contoh 2:
Penelitian tersebut menyimpulkan, “ada hubungan yang erat antara
faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar” (Fahmi Zamzam, 1990:186)
Contoh 3:
Penelitian tersebut menyimpulkan, “ada hubungan yang erat antara
faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar” (Fahmi Zamzam, dkk,
1990:186)
7) Jika pustaka tidak mempunyai tahun terbit, dituliskan Tanpa Tahun (huruf kapital
pada awal kata) di dalam kurung sesudah penyebutan nama pengarang. Tulisan
Tanpa Tahun tidak digarisbawahi dan tidak dicetak miring.
Contoh:
…dana moneter internasional (Wardhana, Tanpa Tahun:117).
4
Al-Mawardi, Qawanin al-Wizarah wa Siyasah al-Mulk, kata pengantar
Ridwan al-Sayyid, (Bairut); Dar al-Tali’ah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1979),
Cet. I, hlm.137-139.
6
Ali Sarihati, Tugas Cendekiawan Muslim, alih bahasa dan Kata
Pengantar M. Amien Rais (Yogyakarta: Shalahuddin Press, t.t.), hlm. 4.
7
M.H. Mansor, Kesimpulan Djawaban Masalah Lima dari Beberapa
‘Alim ‘Oelama kepada H.B. Moehammadijah (Djajakarta: Hoofdcomite
Conggres Muhammadijah, 1942), Cet. 1, hlm.11.
9
Hasan Ibrahim Hasan, dkk., al-Nuzum al-Islamiyah, (Kairo: Lajnah al-
Ta’lif wa al Tarjamah wa al-Nasyr, 1953), hlm. 51.
71
d) Penyusun adalah editor
Apabila penyusun adalah editor, maka dalam catatan kaki sesudah nama
penyusun yang sekaligus editor itu ditulis ed. (singkatan dari editor) dalam
tanda kurung.
Contoh:
10
Nurcholis Madjid (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, diterbitkan untuk
Yayasan Obor (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 3016.
12
Chidir Ali, (Pengh.), Yurisprudensi Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Bandung: P.T. Alma’arif, 1979), Cet. I, hlm. 63.
h) Buku terjemahan
Apabila sumber rujukan adalah buku terjemahan, maka dalam catatan kaki
disebutkan pengarang asli, judul terjemahan, penerjemah, dan seterusnya.
72
Jika judul asli tidak diterjemahkan, disebutkan judul asli, dan bila diinginkan
menyebutkan bahasa asli atau judul asli bersama judul terjemahan dapat
dilakukan seperti contoh sebagai berikut:
15
Malik Ibn Nabi, al-Zahirah al-Quraniyyah, (Le Phenomen Coranique),
alih bahasa A.S. Syahin. (Kairo: Maktabah al-‘Urubah, 1961), Cet. 2, hlm.
160.
16
Al-Syafi’I, Ar-Risalah, alih bahasa Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1985), Cet. I, hlm. 25.
j) Buku saduran
Dalam catatan kaki disebutkan pengarang asli, judul buku dan penyadur. Jika
tidak ada pengarang asli, disebutkan nama penyadur yang diikuti oleh
singkatan peny. dalam tanda kurung.
Contoh:
18
Lily Rosyidi (peny.), Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu? (Bandung:
Remaja Karya CV, 1984), Cet. I, hlm. 46.
dalam Altaf Ganhar (Ed.) Tantangan Islam, alih bahasa Anas Mahjuddin
(Bandung: Pustaka, 1982), Cet. I, hlm. 154.
Contoh:
The Encyclopaedia of Islam, Edisi baru, 778, artikel “al-Farabi”, oleh
25
R. Walzer.
26
Concise Encyclopedia of Arabic Civilization, Stephan dan Nandy
Ranart (Amsterdam: Djambatan, 1959), hlm. 480, artikel “Shafi’ie,al”.
28
The Encyclopaedia of Philosophy, diedit oleh Paul Edward, Vol. VI;
338, artikel “Politica Philosophy, History of”, oleh Standley I, Been.
74
n) Khusus kitab hadis
Apabila mengutip hadis-hadis untuk kepentingan argumentasi atau dasar
pemikiran, maka rujukan harus dilakukan kepada sumber-sumber hadis yang
asli yang meliputi tiga tingkat: (1) Kitab-kitab hadis tingkat pertama yang
disusun oleh ahli-ahli hadis dengan membawakan sanad lengkap yang
langsung mereka terima dari guru-guru mereka seperti kitab-kitab sahih, sunan
dan semacamnya; (2) Kitab-kitab hadis tingkat kedua, yaitu yang menghimpun
atau mensyarah kitab tingkat pertama, seperti Nush al-Rayah, Fath al-Bari, dan
semacamnya; dan (3) Kitab-kitab non Hadis yang membawakan sanad lengkap
yang tidak diambil dari kitab lain, tetapi langsung diterima oleh para
penyusunnya dari guru-guru mereka, yaitu kitab-kitab tafsir, seperti Tafsir al-
Tabari, Fiqh, seperti al-Umm; Ushul seperti al-Risalah; tarikh dan biografi,
seperti Tarikh Bagdad dan Hilyah al-Auliyah. Ini dengan catatan jika hadis
bersangkutan tidak terdapat dalam kitab tingkat pertama.
Cara menuliskan catatan kakinya pada dasarnya sama dengan buku pada
umumnya, hanya saja ditambah:
(1) Judul kitab dan atau bab dari mana hadis bersangkutan diambil, diletakkan
sesudah judul kitab hadis dan tanda koma serta dalam tanda petik.
(2) Nomor hadis (jika ada), ditempatkan sesudah nomor halaman dengan
dipisahkan oleh tanda koma.
(3) Sesudah titik disebutkan nilai hadis dan nama perawi dan atau perawi awal
(jika belum disebutkan atau diketahui sebelumnya).
(4) Titik.
Contoh :
M.F. Abd. Al-Baqi (Pengh.), al-Lu’lu’ wa al Marjan fi ma Ittafaqa
29
‘alaih al-Syaikhan, “5. Bab Istihhab al-Salam ‘ala al-Shibgan”, (Kairo: Isa al-
Babi al-Halabi wa Syurakah, 1949 m/1368 H), III:68 hadits no. 1401.
Muttafaq ‘alaih ; Bukhari mentakhrijnya dalam “Kitab al-Isti’dzan”, “Bab al-
Taslim ‘ala al-Syibyan “ oleh hadits Anas Ibn Malik.
30
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, “8. Kitab al-Zakah”. 16. Bab ma Tajibu
fih al-Zakah min al-Amwal”, edisi M/F. Abd. Al Baqi, (Mesir: Isa al-Babi al-
Habibi wa Syurakah, 1956 M/1376 H), I: 580, hadis no. 1815. hadis dari ‘Amr
Ibnu Syu’ab dari ayahnya dari kakeknya, sanadnya dlaif karena di dalamnya
terdapat Muhammad Ibnu Abdullah al-Khazzaji. Kata Imam Ahmad : “orang-
orang meninggalkan hadisnya”.
75
31
Al-Syafi’I, al-Risalah, (untuk sumber tingkat ketiga ini tidak perlu
disebutkan bab), edisi A.M. Syakir (ttp.:t.t.), hal. 93, paragraf no.306. hadis ini
manshur di kalangan ulama dan dikuatkan maknanya oleh hadis lain,
diriwayatkan dari al-Muththalib.
Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1959 M/1378 H), VII : 201 dst. Hadis
Shahih, riwayat Bukhari dari Malik Ibnu Sa’sa’ah.
Kedaulatan Rakyat, No. 112, Tahun XLIII (19 Januari, 1988), hlm. 8, kolom
8.
……… (sda)
b) Makalah
Apabila mengutip makalah, cara penulisan catatan kakinya sebagai berikut:
Contoh:
Imam Syafi’ie, “Reformasi UUD 1945 Transformasi Total Menuju
38
5) Mengutip Kutipan
Apabila mengutip kutipan orang lain, maka harus dijelaskan nama orang yang
mengutip itu dalam teks atau dalam catatan kaki.
Contoh:
Dalam teks:
______ Sedangkan menurut ahli hukum Jerman, Bahr, sebagaimana dikutip oleh
Dr. A.W. Yahya, penggantian tempat dalam perikatan itu adalah mustahil secara
hukum (Juristisch Unmoglich).
Contoh (1) :
44
A.W. Yahya, Hawalah al-Dain, disertasi doktor Universitas Kairo
(Kairo: Maktabah al-Qahirah al-Haditsah, 1960), hlm.63.
Contoh (2) :
45
Dikutip dalam A.W. Yahya dalam karyanya Hawalah al-Dain, disertasi
doktor Universitas Kairo (Kairo: Maktabah al-Qahirah al-Hadisah, 1960), hlm. 63.
b) Wawancara
Kutipan dari wawancara dicatat dalam catatan kaki:
(a) nama orang yang diwawancarai
(b) tempat dan tanggal wawancara
78
Contoh:
47
Wawancara dengan B.M. Sam di Bandung, tanggal 1 Januari 1988.
c) Observasi
Data hasil observasi dicatat dalam catatan kaki sebagai berikut:
(a) nama kegiatan (observasi)
(b) obyek yang diobservasi dan tempatnya
(c) tanggal observasi
contoh:
48
Observasi kehidupan orang Sampan di Pulau Buluh, 3 Maret 1987.
7) Mengutip ulang
a) Berturut-turut
Apabila mengutip ulang sumber yang terakhir dikutip (tanpa diselingi oleh
sumber lain), dalam catatan kaki ditulis ibid, dengan digaris bawah atau
dicetak miring, jika halaman berbeda ditambah hal.
Contoh:
M. Syarif Ahmad, Fikrah Al-Qanun al-Tabi’i ‘indu al-Muslimin:
49
54
Nasution, Teknologi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1982), Edisi I,
hlm. 115.
79
55
Winarno Surakhmad, Metodologi …, hlm. 75.
c. Daftar pustaka
Daftar Pustaka sebagai tajuk diketik dengan huruf kapital semua (DAFTAR
PUSTAKA), diletakkan di tengah sehingga jarak dari margin kiri dan margin kanan
seimbang. Tajuk ini tidak diberi garis bawah.
Buku, majalah, atau surat kabar yang hendak dicantumkan di dalam daftar pustaka
disusun menurut abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan jika
tidak ada nama pengarang. Jika nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan tidak
ada, penyusunan daftar pustaka didasarkan pada kata pertama judul. Daftar pustaka
tidak diberi nomor urut. Semua sumber acuan yang disebutkan di dalam catatan
pustaka harus dicantumkan di dalam daftar pustaka. Catatan kuliah tidak dibenarkan
sebagai sumber acuan, kecuali diktat yang diterbitkan secara resmi.
Jika data sumber acuan tidak termuat di dalam satu baris, digunakan baris kedua dan
seterusnya. Baris-baris tambahan ini menjorok ke dalam sepuluh ketukan dari margin
kiri. Jarak antar baris untuk satu sumber acuan 1 spasi, sedangkan antara acuan satu
dengan yang lainnya menggunakan 2 spasi.
1) Buku sebagai Sumber Acuan
Urutan penyebutan keterangan tentang buku adalah sebagai berikut:
a) nama pengarang,
b) tahun terbit,
c) judul buku,
d) tempat terbit, dan
e) nama penerbit.
Tiap-tiap penyebutan keterangan,kecuali penyebutan tempat terbit, diakhiri
dengan tanda titik. Sesudah tempat terbit diberi tanda titik dua.
Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang, melainkan nama lembaga yang
menerbitkan, urutan penyebutan di dalam daftar pustaka menjadi sebagai berikut:
a) nama lembaga/badan/instansi yang menerbitkan,
b) tahun terbit,
c) judul terbitan, dan
81
d) tempat terbit.
Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang dan nama lembaga yang
menerbitkan, urutan penyebutannya adalah sebagai berikut:
a) kata pertama judul buku/karangan,
b) tahun terbit,
c) judul buku/karangan (lengkap)
d) tempat terbit, dan
e) nama penerbit.
(3) Jika di dalam buku yang diacu itu nama yang tercantum nama editor,
penulisannya dilakukan dengan menambahkan singkatan Ed. dibelakang
82
nama. Singkatan Ed., yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik, tidak digarisbawahi dan tidak dicetak miring,
ditempatkan di dalam tanda kurung dengan jarak satu ketukan dari nama
editor.
Contoh: Zain, Aswan (Ed).
Koentjaraningrat (Ed).
(4) Jika pengarang terdiri dari dua orang, nama pengarang pertama ditulis
sesuai dengan ketentuan butir 2)., yaitu dituliskan nama akhir lebih dahulu,
sedangkan nama pengarang kedua dituliskan menurut urutan biasa. Di
antara kedua nama pengarang itu digunakan kata penghubung dan (tidak
digarisbawahi dan tidak dicetak miring).
Contoh: Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.
(5) Jika pengarang terdiri dari tiga orang atau lebih, ditulis nama pengarang
yang pertama saja sesuai dengan ketentuan butir 2)., lalu ditambahkan
singkatan dkk. (bentuk lengkapnya dan kawan-kawan) yang tidak
digarisbawahi dan tidak dicetak miring.
Contoh: Djamarah, Syaiful Bahri dkk.
(4) Jika buku yang dijadikan bahan pustaka itu tidak menyebutkan tahun
terbitnya, di dalam penyusunan daftar pustaka disebut Tanpa Tahun.
Kedua kata ini diawali dengan huruf kapital dan tidak digarisbawahi serta
tidak dicetak miring.
Contoh: Johan (Ed.). Tanpa Tahun.
Suharja, Bambang. Tanpa Tahun.
(6) Penulisan judul artikel yang dimuat di dalam buku antologi (kumpulan
karangan), surat kabar, atau majalah dilakukan seperti pada butir (2) di
atas.
Contoh: Surachmad, Winarno. 1977. “Metode Penyajian Grafis”.
Ali, Hasan. 1977. “Pengembangan Koperasi Pedesaan”.
(7) Unsur-unsur keterangan, seperti jilid dan edisi, ditempatkan sesudah judul.
Keterangan itu ditulis dengan huruf kapital pada awal kata kecuali kata
tugas dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh:
Mochtar, Isa. 1983. Pengantar Ekonomi. Cetakan Kedua.
Syukur, Abdul. 1996. Cara Belajar Efektif. Jilid I.
Schimmel, Annemarie. 1986. Dimensi Mistik dalam Islam. Terje-
mahan oleh Sapardi Djoko Damono dkk. dari Mystical
Dimension of Islam (1975).
Contoh:
Koentjaraningrat (Ed.). 1980. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia.
Tiap-tiap penyebutan keterangan nama pengarang, tahun terbit, dan judul artikel
diakhiri dengan tanda titik. Nama majalah dan tahun terbit dipisahkan oleh satu
ketukan, sedangkan nomor majalah ditempatkan di dalam tanda kurung. Nomor
halaman dipisahkan dengan tanda titik dua dari nomor majalah.
Kramers, J.W. 1931. “Geography and Commerce”. Dalam Thomas Arnold dan
Alfred Guillame (Ed.). 1931. The Legacy of Islam. London: Oxford
University Press.
5) Lampiran
Lampiran adalah bagian suatu karya ilmiah yang merupakan keterangan atau
informasi tambahan yang dianggap perlu untuk menunjang kelengkapan karya
ilmiah. Keterangan yang dapat dilampirkan tergantung pada jenis, sifat, dan tujuan
karya ilmiah itu. Misalnya kuesioner atau tes yang dipakai untuk mengumpulkan
88
data, peta lokasi penelitian, tabel, bagan, atau gambar yang tidak dapat
dimasukkan di dalam uraian karena terlalu mengganggu penyajian.
89
VII
KARYA ILMIAH
1. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam
ruang lingkup suatu perkuliahan.
a. Karakteristik makalah:
1) Merupakan hasil kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan
lapangan yang sesuai dengan cakupan permasalahan suatu perkuliahan.
91
2) Mendemonstrasikan pemahaman mahasiswa tentang permasalahan teoritik yang
dikaji atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip atau
teori yang berhubungan dengan perkuliahan.
3) Menunjukkan kemampuan terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan.
4) Mendemonstrasikan kemampuan meramu berbagai sumber informasi dalam satu
kesatuan sintesis yang utuh.
b. Jenis makalah:
1) Makalah biasa (Ordinary paper)
Dibuat oleh mahasiswa program Diploma dan S1 maupun mahasiswa S2 dan S3,
untuk menunjukkan pemahamannya terhadap permasalahan yang dibahas. Dalam
makalah ini secara deskriptif, mahasiswa diperkenankan mengemukakan berbagai
aliran atau pandangan yang ada tentang masalah yang dikaji. Ia juga boleh
memberikan pendapat baik berupa kritik atau saran mengenai aliran atau pendapat
yang dikemukakan, tetapi tidak perlu memihak salah satu aliran atau pendapat
tersebut.
2) Makalah posisi (Position paper)
Mahasiswa S2 dan S3 diwajibkan membuat makalah untuk menunjukkan posisi
teoritiknya dalam suatu kajian. Untuk jenis ini mahasiswa tidak hanya diminta
menunjukkan penguasaan pengetahuan tertentu tapi juga dipersyaratkan untuk
menunjukkan di pihak mana ia berdiri. Kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi
merupakan kemampuan mutlak yang harus dikuasai.
c. Sistematika makalah:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (Jika ada)
DAFTAR GAMBAR (Jika ada)
DAFTAR LAMPIRAN
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
92
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk memberikan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan.
BAB III PEMBAHASAN
Mendemonstrasikan kemampuannya dalam mcnjawab masalah yang
diajukan.
BAR IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kcsimpulan adalah makna yang dibcrikan pcnulis tcrhadap hasil uraian
yang tclah dilakukannya dalam bagian isi. Dalam mengambil kesimpulan
tcrscbut pcnulis tcntu saja harus kcmbali ke permasalahan yang telah
diajukan dalam bagian pendahuluan.
B. Saran
Saran yang diajukan hendaknya sclalu bersumber pada kesimpulan.
Artinya, saran hendaknya tidak keluar dari kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
Contoh cover makalah:
JUDUL MAKALAH
(Anak Judul ) ji ka ada
Makalah
Dosen Pengampu
………………………………..
Oleh
Nama Penulis
NPM. …………………..
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ii
DAFTAR TABEL (Jika ada) ……………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR (Jika ada) ……………………………………………... iv
DAFTAR LAMPIRAN (Jika ada) …………………………………………… v
2. Laporan buku
Laporan buku atau laporan bab pada dasarnya adalah karya ilmiah yang
mendemonstrasikan pemahaman mahasiswa terhadap isi buku atau bab yang dilaporkan,
mendemonstrasikan kemampuan analisis dan evaluatif.
Dalam laporan tersebut mahasiswa diharuskan merumuskan isi pokok pemikiran dari
buku atau bab yang bersangkutan, serta komentar terhadap isi buku yang dilaporkan.
Cara membuat laporan buku:
a. Membaca buku atau artikel yang akan dilaporkan secara keseluruhan dengan berhati-
hati dan cermat atau dengan kegiatan membaca pemahaman.
b. Setiap memperoleh bagian-bagian yang penting dan pokok pikiran ditulis terlebih
dahulu agar memudahkan di dalam membuat ringkasan.
c. Jika terdapat kata-kata yang tidak jelas atau tidak dipahami, segera lihat dalam kamus
agar diperoleh pengertiannya.
d. Penulisan ringkasan bertolak dari pandangan pengarang, bukan hasil interpretasi.
e. Pada ringkasan, kata-kata yang digunakan kata-kata sendiri, bukan kata-kata
pengarang yagn dikutip dari buku tersebut.
f. Hindari sekecil mungkin memberikan penambahan pendapat-pendapat kita dalam
bagian ringkasan.
g. Memberikan penilaian terhadap keunggulan atau kelemahan buku tersebut secara
objektif.
2. Jenis Huruf
Makalah harus ditulis dengan komputer dan hendaknya menggunakan program
Windows dengan jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12 untuk isi naskah dan
subjudul, ukuran font 16-bold untuk judul dan ukuran font 10 untuk catatan kaki bagi yang
berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris. Untuk jenis huruf Tradisional Arabics, ukuran
font 16 untuk isi naskah.
Bentuk huruf normal/biasa digunakan untuk menulis:
teks induk
abstrak
kata-kata kunci
tabel
gambar
bagan
catatan
Huruf dengan garis bawah (underline) tidak boleh digunakan kecuali dalam hal-hal yang
amat khusus. Penulisan yang menggunakan komputer dengan jenis huruf Time New Roman garis
bawah diganti dengan huruf cetak miring.
3. Spasi
a. Jarak antarbaris adalah 2 spasi.
b. Jarak antara penunjuk bab (misalnya BAB I) dengan judul bab (misalnya
PENDAHULUAN) adalah 2 spasi.
c. Jarak judul bab dengan baris pertama teks atau antara judul bab dengan judul
subbab adalah 4 spasi
d. Jarak antara judul subbab dengan baris pertama teks adalah 2 spasi
e. Jarak antara teks dengan judul subbab berikutnya adalah 4 spasi
f. Jarak antara teks dengan tabel, gambar, grafik, atau diagram adalah 3 spasi
g. Jarak antarparagraf adalah 2 spasi
h. Jarak antarbaris judul bab atau judul subbab apabila lebih dari 1 baris adalah 1 spasi.
i. Spasi antarkata dalam kalimat teks tidak boleh terlalu renggang. Spasi antarkata
yang dibolehkan maksimal sama dengan ukuran satu huruf.
j. Permulaan bab selalu pada halaman baru.
98
4. Paragraf dan Sistem Penomoran
a. Paragraf dimulai 1,2 cm dari batas awal margin yang telah ditetapkan.
b. Sistem penomoran menggunakan kombinasi antara angka Romawi, huruf Latin dan
angka Arab.
c. Urutan penomoran adalah: bab diberi nomor dengan angka Romawi besar, subbab
diberi nomor dengan huruf kapital, anak subbab diberi nomor dengan angka Arab,
dan seterusnya.
d. Bagian awal makalah (terhitung mulai halaman judul) diberi nomor halaman dengan
angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, dst) di tengah pada bagian bawah.
e. Bagian isi makalah diberi nomor halaman dengan angka Arab (1, 2, 3, dst) di sudut
kanan pada bagian atas, kecuali nomor halaman setiap awal bab ditulis di tengah pada
bagian bawah halaman.
f. Bagian akhir makalah diberi nomor halaman dengan angka Arab di sudut kanan/kiri
(bahasa Arab) pada bagian atas melanjutkan nomor halaman sebelumnya.
g. Setiap bilangan dalam teks hendaknya ditulis dengan angka, kecuali pada permulaan
kalimat.
2. Judul Tabel
Judul tabel diketik seluruhnya dengan huruf kapital atau huruf kapital hanya untuk setiap huruf
pertama dari setiap kata judul tabel kecuali kata depan. Judul tabel diketik di bawah kata TABEL
dengan jarak 2 spasi. Judul tabel yang panjang dan memakai lebih dari satu baris harus
diketik sedemikian rupa sehingga membentuk piramid terbalik dengan jarak antara
baris yang satu dengan yang lainnya satu spasi.
5. Sumber Tabel
Apabila tabel diambil dari sumber tabel pada instansi,lembaga, kantor atau buku tertentu, maka
di sebelah kiri tabel ditulis perkataan "Sumber" dengan jarak satu spasi dari tabel yang ada
di atasnya. Setelah perkataan "Sumber" dibubuhi tanda titik dua yang diikuti dengan nama
lembaga/asal yang menyimpan tabel bersangkutan.
6. Penempatan Tabel
Tabel harus diletakkan sesudah teks yang membicarakan/berhubungan dengan tabel
bersangkutan; oleh karena itu tabel sedapat mungkin diletakkan pada halaman yang
sama dengan teks yang membahas hal bersangkutan.
Contoh :
TABEL 4.1
Jumlah
No Lama Bckerja Persen
(Orang)
4-6 Jam 10 34
7-8 Jam 20 64
Jumlah 30 100
Sumber: Hayatun Nisa Amelia, Mei 2005:40
Penyajian Gambar
Yang termasuk gambar adalah gambar, grafik, foto, peta, lukisan, karikatur, dan diagram.
1. Perkataan Gambar
Perkataan "GAMBAR" diketik seluruhnya dengan huruf kapital tanpa garis bawah dan
tanpa diakhiri tanda baca. Perkataan “gambar” diletakkan di tengah-tengah halaman.
2. Judul Gambar
Judul gambar diketik seluruhnya dengan huruf kapital atau huruf kapital hanya untuk
101
setiap huruf pertama dari setiap kata judul tabel kecuali kata depan. Judul gambar diketik
di bawah kata GAMBAR dengan jarak dua spasi. Judul gambar yang panjang memakai
lebih dari satu baris harus diketik sedemikian rupa sehingga membentuk piramid
terbalik dengan jarak antara baris yang satu dengan yang lainnya satu spasi.
4. Sumber Gambar
Apabila gambar diambil dari sumber gambar pada instansi, lembaga, kantor atau buku
tertentu, maka di sebelah kiri gambar ditulis perkataan "sumber" dengan jarak satu
spasi dari gambar yang ada di atasnya. Setelah perkataan "Sumber" dibubuhi tanda
titik dua yang diikuti dengan nama lembaga/asal yang menyimpan gambar itu
bersangkutan.
5. Penempatan Gambar
Gambar harus diletakkan sesudah teks yang membicarakan/ berhubungan dengan gambar
bersangkutan. Oleh karena itu gambar sedapat mungkin diletakkan pada halaman yang
sama dengan teks yang membahas hal bersangkutan.
102
Contoh:
GAMBAR 2.1
Kependudukan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk., 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Keraf, Gorys. 1970. Komposisi: Sebuah Penantar Kemahiran Bahasa, Jakarta, Nusa Indah.
M.K., Sabarti Akhadiah dkk. 1991. Materi Pokok: Bahasa Indonesia (Modul 1-6). Jakarta:
Universitas Terbuka Depdikbud.
M.K., Sabarti Akhadiah dkk. 1997. Materi Pokok: Menulis (Modul 1-6), Jakarta: Universitas
Terbuka Depdikbud.