Anda di halaman 1dari 102

1

I
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN

A. Pendahuluan
Ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah perlambangan bunyi bahasa,
pemisahan, penggabungan, dan penulisannya dalam suatu bahasa
Ejaan dalam setiap bahasa ditetapkan berdasarkan konvensi. Oleh karena itu setiap bahasa
mempunyai ejaannya sendiri yang telah dibuat oleh suatu panitia yang anggota-anggotanya
sebagian terdiri atas para ahli bahasa, kemudian disahkan oleh pemerintah. Adapun ejaan
yang pernah digunakan:
1. Ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan
rancangan Ch. A. Van Ophuysen, Engku Nawawi gelar Soetan Ma’mur dan Muhammad
Taib Soetan Ibrahim. Ejaan tersebut berulang kali disempurnakan. Dalam ejaan bahasa
Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
2. Mr. Soewandi yang menjadi Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K
(1947), menetapkan dalam surat keputusannya tgl. 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A,
perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang lebih sederhana
yang sering disebut ejaan Soewandi atau ejaan Republik.
3. Kongres Bahasa Indonesia kedua, yang diprakarsai Menteri Mr. Muhammad Yamin,
diadakan di Medan (1954). Kongres menetapkan supaya ada badan yang menyusun
peraturan ejaan bahasa Indonesia yang lebih praktis. Panitia diketuai oleh Dr. Prijono,
kemudian diganti oleh Katopo. Penunjukan Dr. Prijono oleh Menteri Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 4487/S,
berhasil merumuskan patokan-patokan baru setelah bekerja selama setahun.
4. Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia) adalah konsep ejaan bersama untuk merealisasikan
perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dengan Persekutuan Tanah Melayu
pada tahun 1959, yaitu usaha mempersamakan ejaan bahasa dari kedua bahasa. Karena
perkembangan politik yang berbeda antara kedua negara maka ejaan Melindo tidak dapat
diwujudkan.
5. Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa
Nasional dan pada tahun 1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Panitia Ejaan Bahasa
2
Indonesia diketuai oleh Drs. A. Moeliono disahkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dengan surat keputusan tanggal 19 September 1967,
No. 062/1967, menyusun konsep dan merangkum segala konsep ejaan sebelumnya.
Tim ahli bahasa “Koti”(Komando Operasio Tertinggi) dengan surat keputusannya
tanggal 21 Pebruari 1967, No. 001/II/1967 (Rujiati Mulyadi, Ketua), mengadakan
pembicaraan tentang ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta tahun 1966 dan di Kuala
Lumpur tahun 1967. Akhirnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
(Mashuri,SH) dan Menteri Pelajaran Malaysia (Hussein Onn) menyetujui rancangan ejaan
tersebut. Rancangan ejaan itu dilengkapi dalam Seminar Bahasa Indonesia di Puncak tahun
1972 dengan surat Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972, ejaan Bahasa Indonesia
dinyatakan berlaku pada tanggal 16 Agustus 1972 dengan nama Ejaan yang
Disempurnakan. Sedangkan motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah :
a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
c. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia.

B. Ruang Lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD)


Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek, yaitu: pemakaian huruf, penulisan huruf,
penulisan kata, penulisan unsur serapan, pemakaian tanda baca.

1. Pemakaian huruf
a. Abjad, Vokal dan Konsonan
Abjad bahasa Indonesia menggunakan 26 huruf terdiri dari 5 huruf vokal (v),
yaitu a, i, u, e, o dan 21 huruf konsonan (k). Dalam bahasa Indonesia juga digunakan
gabungan konsonan (diagraf) sebanyak empat pasang;
kh seperti dalam kata khusus, akhir
ng seperti dalam kata ngilu, bangun
ny seperti dalam kata nyata, anyam
sy seperti dalam kata syair, asyik
Setiap pasangan itu menghasilkan satu fonem atau satu bunyi. Karena itu, kh,
ng, ny, sy, masing-masing dihitung sebagai satu k.
3
Contoh : khusus = k v k v k
Selain gabungan dua konsonan, ada pula gabungan dua vokal yang disebut diftong.
Diftong terjadi jika dua vokal yang berurutan (harus dalam satu suku kata)
menciptakan luncuran (bunyi yang berubah kualitasnya) yang berbeda dengan lafal
bunyi aslinya.
Contoh : Diftong ai dalam kata : bantai dilafalkan bantay
Diftong au dalam kata: kacau dilafalkan kacaw
Diftong oi dalam kata : amboi dilafalkan amboy
toilet dilafalkan toylet
Jika vokal berurutan ai, au, dan oi terdapat dalam kata yang pelafalannya persis sama
dengan huruf aslinya, vokal beruntun itu bukan diftong.
Contoh : mulai diucapkan mulai bukan mulay
namai diucapkan namai bukan namay
bau diucapkan bau bukan baw
doi diucapkan do’I bukan doy
Dalam membaca singkatan kata (termasuk singkatan kata asing selain akronim) yang
dibaca huruf demi huruf, jika penutur sedang berbahasa Indonesia, pelafalannya harus
sesuai dengan pelafalan huruf bahasa Indonesia.
Contoh : AC dilafalkan a-ce bukan a-se
TV dilafalkan te-ve bukan ti-fi
FBI dilafalkan ef-be-i bukan ef-bi-ai

b. Pemenggalan kata
1) Pemenggalan kata dasar dilakukan sebagai berikut:
a) Jika ditengah kata ada huruf vokal yang beruntun, pemenggalannya dilakukan
di antara kedua huruf vokal itu.
Contoh : di-a do-a ta-at
Jika vokal yang beruntun merupakan diftong, pemenggalan kata tidak
dilakukan di antara kedua huruf vokal.
Contoh : pu-lau bukan pu-la-u
4
b) Jika di tengah kata ada huruf konsonan, pemenggalan dilakukan sebelum huruf
konsonan.
Contoh : ta-bu ka-wan ca-tur
c) Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan
dilakukan di antara kedua huruf konsonan.
Contoh : ap-ril swas-ta han-dal
Tetapi untuk gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy tidak boleh dipisahkan.
Contoh : su-nyi ha-ngat makh-luk ma-sya-ra-kat
d) Jika di tengah kata ada tiga buah atau lebih huruf konsonan, pemenggalan
dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang
kedua.
Contoh : kon-struk-si ab-sorb-si kon-klu-si
2) Imbuhan yang berupa awalan dan akhiran, termasuk awalan yang mengalami
perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata yang
diimbuhinya, dapat dipenggal.
Contoh : ba-ca-lah me-la-ri-kan pra-sa-ra-na
3) Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat
bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dapat dilakukan (1) di antara
unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah
pemenggalan kata butir 1).
Contoh : biodata bio-data atau bio-da-ta
introspeksi intro-speksi atau in-tro-spek-si

4) Khusus untuk kata yang mengandung sisipan (-el, -em, -er, -in) dapat dilakukan
dengan cara:
Kata dasar Kata turunan Pemenggalan (1) Pemenggalan (2)
tunjuk telunjuk telun-juk te-lun-juk
getar gemetar geme-tar ge-me-tar

c. Nama diri
Cara penulisan nama diri (nama orang, lembaga, tempat, jalan, sungai, gunung,
dan nama diri lainnya) harus mengikuti EYD, kecuali jika ada pertimbangan khusus
yang menyangkut segi adat, hukum, atau sejarah.
5

Contoh pemakaian biasa :


Rumahnya di jalan Pajajaran No. 5.
Ia berkantor di jalan Budi Utomo.
Contoh pemakaian dengan pertimbangan khusus :
Ayahku dosen Universitas Padjadjaran, Bandung.
Perkumpulan Boedi Oetomo didirikan pada tahun 1908.
Khusus tentang pemakaian huruf x berlaku ketentuan sebagai berikut :
1) Untuk penulisan nama unsur kimia, istilah ilmu pengetahuan, dan lambang dalam
matematika, lambang huruf yang dipakai adalah x.
Contoh : Xenon (nama unsur kimia)
Sinar-X (istilah ilmu pengetahuan)
x1,x2 (istilah dalam matematika)
2) Untuk penulisan kata-kata biasa yang bukan nama diri, lambang huruf yang
dipakai adalah ks.
Contoh : export ditulis ekspor
taxi ditulis taksi
Selain ketentuan di atas, untuk menulis nama orang berlaku ketentuan khusus.
Penulisan nama seseorang harus mengikuti kebiasaan orang yang empunya nama
kendatipun hasil penulisannya menyalahi semua ejaan, baik yang berlaku sekarang
maupun yang tidak berlaku lagi.
Contoh : dilafalkan : YUDI
Pnulisan : Yudi, Yoedie,yudy,yoedy
Judi, Judie, Judy, Judhy
Yudhi, Yudhie, Yoedhy, Yoedhie.

2. Penulisan huruf
a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh : Kami menggunakan produksi dalam negeri.
2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh : Adik bertanya, “Kapan kita ke Taman Safari?”
6
3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan
nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh : Allah, Yang Maha Esa, hamba-Nya, Qur’an
4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh : Haji Agus Salim, Nabi Ibrahim, Aji Alimuddin
5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang
diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama
instansi, atau nama tempat.
Contoh : Presiden Soeharto, Menteri Pertanian, Gubernur Bali, Profesor Supono,
Sekretaris Jendral Deplu
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat
yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh : Siapakah nama gubernur kita?
Dia bercita-cita menjadi presiden.
6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh : Albar Maulana
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan
sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh : mesin diesel, 10 watt
7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa. Perlu diingat, pada posisi tengah kalimat yang dituliskan dengan huruf
kapital hanya huruf pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa,
sedangkan huruf pertama kata bangsa, suku, dan bahasa dituliskan dengan huruf
kecil.
Contoh : … adalah Bahasa Indonesia (salah)
… adalah bahasa Indonesia (benar)
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa
yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh : keinggris-inggrisan
menjawakan bahasa Indonesia
8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari,hari raya, dan
peristiwa sejarah.
7
Contoh : tahun Saka, bulan Mei, hari Jumat, hari Raya, Perang Diponegoro
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak
dipakai sebagai nama.
Contoh : Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.
9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi.
Contoh : teluk Jakarta (salah)
Teluk Jakarta (benar)
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak
menjadi unsur nama diri.
Contoh : Jangan membuang sampah ke sungai.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan
sebagai nama jenis.
Contoh : garam inggris, gula jawa
10) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama
resmi badan/lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen
resmi.
Contoh : Departemen Pendidikan Nasional RI
Undang-Undang Dasar 1945
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi
lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh : Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.
11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna
yang terdapat pada nama badan/lembaga.
Contoh : Perserikatan Bangsa-Bangsa
12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata ( termasuk semua unsur
kata ulang sempurna) dalam penulisan buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuk yang tidak
terletak pada posisi awal.
Contoh : Dia membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, paman, yang dipakai dalam penyapaan
dan pengacuan.
8

Contoh : “Kapan Bapak berangkat?” tanya Nining kepada ibu.


Surat Saudara sudah saya terima.
Para ibu mengadakan arisan di rumah Ibu Tika.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan
kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan.
Contoh : Kita semua harus menghormati bapak dan ibu.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat,
dan sapaan.
Contoh : Dr : doktor
Jend. : jenderal
15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh : Usulan Anda sudah kami terima.

b. Huruf Miring
1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Contoh : majalah Gatra
2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan
huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Contoh : Buatlah kalimat dalam bentuk positif.
3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau
ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Contoh : Politik devide et impera digunakan oleh penjajah.
Negara itu telah mengalami beberapa kali kudeta ( dari coup d’etat).

3. Penulisan kata
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh : Kantor pos sangat ramai.
9
b. Kata Turunan
1) Imbuhan (awalan, sisipan, dan akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh : bergerigi, gemetar ketetapan, sentuhan
2) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai
dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
Contoh : diberi tahu, beri tahukan
3) Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus,
unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
Contoh : memberitahukan, ditandatangani
c. Kata Ulang
Bentuk kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Contoh : anak-anak, berjalan-jalan, dibesar-besarkan
d. Gabungan Kata
1) Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-
unsurnya ditulis terpisah.
Contoh : duta besar, terima kasih, orang tua, meja tulis.
2) Gabungan kata, temasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan salah
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur
yang berkaitan.
Contoh : alat pandang-dengar (audio-visual))
anak-istri saya (keluarga)
3) Gabungan kata berikut ditulis serangkai karena hubungannya sudah sangat padu
sehingga tidak dirasakan lagi sebagai dua kata.
Contoh : acapkali, apabila, barangkali, beasiswa, dll.
4) Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi gabungan
kata itu ditulis serangkai.
Contoh : dasawarsa, adibusana, kacamata,swadaya, dll.
Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara kedua
unsur kata itu dituliskan tanda hubung (-).
Contoh : non-Asia
e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau sebagai bentuk singkat kata aku dan engkau, ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
10
Contoh : aku bawa menjadi kubawa
engkau bawa menjadi kaubawa
f. Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di
dalam gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan
daripada.
Contoh : Ibu sedang ke pasar.
Ika berasal dari keluarga terpelajar.
Tinggallah bersama saya di sini.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut :
Ika lebih tinggi daripada Dini.
Kami percaya kepada Anda.
g. Kata Sandang si dan sang
Kata sandang si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh : si kecil, sang diktator

h. Partikel
1) Partikel lah dan kah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh : Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Siapakah gubernur kita?
2) Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Contoh : Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.
Satu kali pun dia belum pernah kuliah.
Catatan :
Kelompok yang dianggap padu berikut ini ditulis serangkai, misalnya adapun,
andaipun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,
sekalipun, sungguhpun, walaupun.
Contoh : Walaupun hari hujan, ia datang juga.
Bagaimanapun kita harus tetap datang.
3) Partikel per yang berarti 0 demi 0, dan 0 tiap 0 ditulis terpisah dari bagian kalimat
yang mendahului atau mengikutinya.
Contoh : Mereka masuk ruang satu per satu.
11

i. Singkatan dan Akronim


1) Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Setiap menyingkat satu kata diipakai satu tanda titik.
Contoh : nomor disingkat no.
ibidem disingkat ibid.
b. Bila menyingkat dua kata dipakai dua titik.
Contoh : atas nama disingkat a.n.
loco citato disingkat loc.cit.
Akan tetapi, singkatan nama diri yang terbentuk dari gabungan huruf awal kata
yang disingkat, ditulis tanpa titik.
Contoh : Perseroan Terbatas disingkat PT
Amerika Serikat disingkat AS
c. Bila menyingkat tiga kata lebih, pada akhir singkatannya dipakai satu tanda
titik.
Contoh : dan kawan-kawan disingkat dkk.
Tetapi apabila singkatan nama diri yang terbentuk dari gabungan huruf awal
kata yang disingkat, ditulis tanpa titik.
Contoh : BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
d. Penulisan lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan , dan
mata uang tidak diikuti titik.
Contoh : kg kilogram
Rp 5.000,- lima ribu rupiah
2) Akronim adalah singkatan berupa gabungan huruf awal kata atau gabungan suku
kata dari deret kata yang disingkat. Akronim dibaca dan diperlakukan sebagai
kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata yang
disingkat, ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Contoh : FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)
b. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan
suku kata dari deret kata, huruf awalnya ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diakhiri oleh tanda titik.
Contoh : Kadin (Kamar Dagang dan Industri)
12
c. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata,
ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang disingkat,
seluruhnya ditulis dengan huruf kecil dan tidak diakhiri oleh tanda titik.
Contoh : rudal peluru kendali

j. Angka dan Lambang Bilangan


1) Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan nomor. Dalam tulisan lazim
digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Contoh : Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII. VII, XI, X,
L (50), C (100), D (500), M (1000)
2) Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (ii)
satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
Contoh : 9 meter, 10 detik, dsb.
3) Angka dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar
pada alamat.
Contoh : Jalan Gunung Semeru RT III No. 8
4) Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Contoh : Surat Annisa: 9,
Bab II, ayat 3, pasal 2, hal. 34
5) Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh
Contoh : dua puluh dua 22
b. Bilangan pecahan
Contoh : tiga perempat ¾
6) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut :
Contoh : lihat Bab II, Pasal 5 dalam bab ke-2 buku itu
Daerah tingkat II itu memperoleh peringkat kedua dalam lomba.
7) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan
kalimat diubah sehingga susunan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau
dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
13
Contoh : Lima puluh orang tewas dalam bencana itu
Bukan 50 orang tewas dalam bencana itu.
Tim penguji menguji mahasiswa 50 orang.
Bukan 50 orang diuji oleh tim penguji.
8) Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya
lebih mudah dibaca.
Contoh : Perusahaan kami mendapat pinjaman 250 juta rupiah.
9) Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali
di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.
Contoh : Diserahkan 20 (dua puluh) unit komputer.

4. Penulisan unsur serapan


Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai
bahasa lain baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sansekerta, Arab,
Portugis, Belanda, atau Inggris.
Unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dibagi atas dua golongan.
Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti
reshuffle. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya
masih mengikuti cara asing.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah
bahasa Indonesia.
Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk
Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

5. Pemakaian tanda baca (pungtuasi).


Membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan
kaidahnya masing-masing.
a. Tanda Titik (.)
1) Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Contoh : Kami sedang belajar.
2) Dipakai di belakang angka atau huruf pengkodean suatu judul bab dan sub bab.
14
Contoh : II. Landasan Teori
A. Pengertian ….
1. Media
a. Media Auditif
3) Dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu dan jangka waktu.
Contoh : pukul 11.25.40
4) Tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Contoh : Nomor rekeningnya 00334654
Indonesia merdeka tahun 1945.
5) Dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : Finoza, Lamuddin. 2005. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi
Insan Media.
6) Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Contoh : Mahasiswa Unikarta tahun ini mencapai 1.500 orang.
7) Tidak dipakai pada akhir judul, misalnya judul buku, karangan, kepala ilustrasi,
atau tabel.
Contoh : Pendidikan Anak Putus Sekolah
8) Tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan
alamat penerima surat.
Contoh : Tenggarong, 22 September 2005 (tanpa titik)
Yth. Bapak Sulaiman (tanpa titik)
Jalan Bengkulu No. 09 (tanpa titik)
Tenggarong 75512 (tanpa titik)
Kalimantan Timur (tanpa titik)

b. Tanda Koma (,)


1) Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Contoh : Adit membawa buku, pensil, penghapus, dan penggaris ke sekolah.
2) Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya
yang mendahuluinya oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
15
Contoh : Amir bukan pegawai negeri, melainkan tenaga honor.
Saya ingin sekolah, tetapi tidak ada biaya.
3) Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
Contoh :
Anak Kalimat Induk Kalimat
Kalau hujan tidak reda, saya tidak akan pergi.
Karena sakit, kakek tidak bisa hadir.
Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Contoh :
Induk Kalimat Anak Kalimat
Saya tidak akan pergi kalau hujan tidak reda.
Kakek tidak bisa hadir karena sakit.

4) Harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun
begitu, akan tetapi.
Contoh : Meskipun begitu, kita harus tetap berjaga-jaga.
5) Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat.
6) Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh : Kata ibu, “Saya berbahagia sekali”.
“Saya berbahagia sekali,” kata ibu, “karena kamu berhasil”.
7) Dipakai diantara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan
tanggal, dan (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Contoh : Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Agama Islam, Unikarta,
Jalan Gunung Kombeng, Tenggarong, Kalimantan Timur.
8) Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Contoh : Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diksi Insan
Mulia, 2005), hlm.22.
16
9) Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Contoh : Finoza, S.S
10) Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh : Semua siswa, baik yang laki-laki maupun perempuan, mengikuti
pelajaran olah raga
11) Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada
awal kalimat.
Contoh : Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.
12) Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.
Contoh : “Dimana kamu tinggal ?” tanya Dita.
“Perhatikan tulisan ini!” kata Bu Guru.

c. Tanda Titik Koma (;)


1) Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Contoh : Hari makin siang; dagangannya belum juga terjual.
2) Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang
setara di dalam kalimat majemuk.
Contoh :
Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghafal nama-
nama menteri; saya sendiri sibuk asyik menonton siaran langsung
pertandingan sepak bola.
3) Dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang tidak
cukup dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara
keseluruhan.
Contoh :
Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab
para orang tua, guru, polisi, atau pamong praja; sebab sebagaian besar
penduduk negeri ini terdiri atas anak-anak, remaja, dan pemuda di bawah
umur 21 tahun.
17
d. Tanda Titik Dua (:)
1) Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap diikuti perincian.
Contoh : Kami memerlukan alat tulis: pensil, buku, dan penggaris.
Tidak dipakai jika rangkaian atau perincian itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kami memerlukan pensil, buku, dan penggaris.
2) Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh : Ketua : Handoko
Sekretaris : Nitami
Bendahara : Dita
3) Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
4) Dipakai (a) di antara jilid atau nomor dan halaman, (b) di antara bab dan ayat
dalam kitab suci, (c) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama
kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Tanda-tanda
Contoh : Jurnal Perempuan (1996), I:28.
… Bahasa Indonesia. Jakarta: Aksara, 2005.

e. Tanda Hubung (-)


1) Dipakai untuk menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian
baris.
2) Dipakai untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau
akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
3) Menyambung unsur-unsur kata ulang.
4) Dipakai untuk menyambung huruf kata yang dieja satu-satu ataupun bagian-
bagian tanggal, bulan, dan tahun.

f. Tanda Pisah ( ) (panjangnya dua kali tanda hubung)


1) Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun
kalimat.
Contoh : Hasil pertandingan itu – sungguh di luar dugaan – ternyata imbang.
2) Menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga
kalimat menjadi lebih jelas.
18
Contoh : Rangkaian temuan ini – evolusi, teori kenisbian, dan pembelahan atom –
telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3) Dipakai di antara dua nama tempat atau tanggal dengan arti 0 sampai 0 atau
0 sampai dengan 0.
Contoh : Jakarta – Bogor

g. Tanda Elipsis (…)


1) Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
2) Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian
yang dihilangkan.

h. Tanda Tanya (?)


1) Dipakai pada akhir kalimat tanya.
2) Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsi-
kan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

i. Tanda Seru (!)


Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah.

j. Tanda Kurung ((…))


1) Dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh : Pemateri adalah mahasiswa FAI (Fakultas Agama Islam) Tengggarong.
2) Dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan.
Contoh : Data ini (lihat tabel 5) adalah perkembangan mahasiswa FAI.
3) Dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Contoh : Kata semiotik diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi semiotik(a).
4) Dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan.
Contoh : Sederhana berarti (a) mudah didapat, (b) mudah dibuat.
19
k. Tanda Kurung Siku ([…])
1) Dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau
tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu
menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli.
Contoh : Komunikasi yang baik meng[g]unakan bahasa Indonesia yang benar.
2) Dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah tertanda
kurung.
Contoh : Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II
[lihat halaman 35-38] buku pertama) perlu dibicarakan di sini.

l. Tanda Petik (“…”)


1) Dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh : Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia”.
2) Dipakai untuk mengapit judul syair, karangan atau bab buku yang diacu dalam
kalimat.
Contoh : Kami mendiskusikan naskah “Mega-Mega” karya Arifin C. Noer.
3) Dipakai untuk mengapit istilah atau kata yang mempunyai arti khusus atau kurang
dikenal.
Contoh : Ujian itu dilakukan secara “face to face”.
4) Dipakai untuk mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus.
Contoh : Karena pintar di kelas dia dijuluki “si kutu buku”.
5) Dipakai untuk menandai ungkapan atau bagian kalimat yang tidak mengandung
arti yang sebenarnya.
Contoh : Dia menjadi “kambing hitam” dalam perkara itu.

m. Tanda Petik Tunggal (‘…’)


1) Dipakai untuk mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Contoh : Tanya Deni, “Kau mendengar bunyi ‘kret-kret’ tadi?”
2) Dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan
asing.
20
n. Tanda Garis Miring (/)
1) Dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu
tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin.
2) Dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.

o. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata.
Contoh : 17 Agustus ’05 (05 = 2005)
Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
21
II
MASALAH KATA

A. Fonem dan Morfem


Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti, sedangkan huruf adalah
lambang bunyi atau lambang fonem. Jumlah huruf ada 26, tetapi jumlah fonem lebih dari 26
karena beberapa huruf ternyata mempunyai lebih dari satu lafal bunyi.
Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna. Wujud morfem dapat berupa imbuhan, partikel, dan kata dasar. Menurut
bentuk dan maknanya, morfem dapat dibedakan atas dua macam:
1. Morfem bebas, yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus
dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas.
2. Morfem terikat, yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dari segi makna. Makna
morfem terikat baru jelas setelah morfem dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua
imbuhan (awalan, akhiran, sisipan, dan kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai
morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel dan bentuk lain yang tidak
dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.

B. Kata
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem;
atau gabungan huruf dengan morfem, baru dapat diakui sebagai kata bila bentuk itu
mempunyai makna. Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu kata
yang bermorfem tunggal dan kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal
disebut juga dengan kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar umumnya
berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan.

K. Dasar Pelaku Proses Tempat Perbuatan Hasil


baca pembaca pembacaan membaca bacaan
cetak pencetak pencetakan percetakan mencetak cetakan
22
Perubahan makna kata dasar di atas mengakibatkan perubahan jenis atau kelas kata.
Pembagian kelas kata oleh Tim Depdikbud RI yang terdapat dalam buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia (edisi perdana 1988). Di dalam buku itu, Moeliono, dkk. Mengelompokkan
kata ke dalam lima jenis, yaitu :
1. Verba (Kata Kerja)
2. Adjektiva (Kata Sifat)
3. Adverbia (Kata Keterangan)
4. Rumpun Kata Benda, terdiri dari:
a. Nomina (Kata Benda/Kata Nama)
b. Pronomina (Kata Ganti)
c. Numeralia (Kata Bilangan)
5. Rumpun Kata Tugas, terdiri dari:
a. Preposisi (Kata Depan)
b. Konjungsi (Kata Sambung)
c. Interjeksi (Kata Seru)
d. Artikel (Kata Sandang)
e. Partikel

1. Kata Kerja (Verba)


Kata kerja atau verba adalah kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan, proses,
dan keadaan yang bukan merupakan sifat. Kata kerja umumnya berfungsi sebagai predikat
dalam kalimat.
Ciri kata kerja ada tiga:
a. Dapat diberi aspek waktu, seperti akan, sedang, dan telah.
b. Dapat diingkari dengan kata tidak.
c. Dapat diikuti oleh gabungan kata (frasa) dengan + KB (kata benda)/KS (kata sifat).
Bentuk kata kerja ada dua : (1) kata kerja asal, yaitu kata kerja yang dapat berdiri
sendiri di dalam kalimat tanpa bantuan afiks; (2) kata kerja turunan, yaitu kata kerja yang
mempunyai afiks (prefiks, sufiks, dan konfiks).
Bentuk kata kerja lainnya :
a. Verba reduplikasi atau verba berulang dengan atau tanpa pengimbuhan, misalnya
makan-makan, berlari-lari.
23
b. Verba majemuk, yaitu verba yang terbentuk melalui proses penggabungan kata, namun
hasil penggabungan itu bukan idiom; misalnya terjun payung, temu wicara, tatap muka.
c. Verba berpreposisi, yaitu verba intransitif yang selalu diikuti oleh preposisi tertentu;
misalnya terdiri dari, sejalan dengan, tergolong sebagai, berdiskusi tentang.

2. Adjektiva (Kata Sifat)


Kata sifat atau adjektiva adalah kata yang menerangkan sifat, keadaan, watak, tabiat
orang/binatang/suatu benda. Di dalam pembentukan kalimat, kata sifat umumnya berfungsi
sebagai predikat, objek, dan penjelas subjek. Berdasarkan bentuknya, kata sifat ada dua
macam, yaitu kata sifat berbentuk tunggal, dan kata sifat berimbuhan. Ciri kata sifat
berbentuk tunggal adalah :
a. Dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang, dan paling, misalnya lebih
baik, paling baik, kurang baik.
b. Dapat diberi keterangan penguat seperti sangat, amat, benar, sekali, dan terlalu;
misalnya sangat senang, amat senang, dst.
c. Dapat diingkari dengan kata ingkar tidak.

Kata sifat berbentuk tunggal dapat dipilah dan dihimpun ke dalam kelompok:
a. Keadaan/situasi ;misalnya aman, tenteram, gawat.
b. Warna.
c. Ukuran.
d. Perasaan/sikap
e. Cerapan/indera.

Sebagian besar kata sifat berimbuhan dibentuk dengan bantuan sufiks yang diserap
dari bahasa Inggris dan bahasa Arab yang menjadi produktif dalam bahasa Indonesia, yaitu
sufiks –al, -i, -iah, -if, -ik, -is, -er, dan –wi. Selain akhiran tersebut, ada dua kombinasi
afiks yang turut membentuk kata sifat, yaitu konfiks ke + an dan se + nya, dengan bentuk
dasar kata ulang (reduplikasi).
24
3. Adverbia (Kata Keterangan)
Kata keterangan atau adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba,
adjektiva, nomina predikatif, atau kalimat. Misalnya bunga itu sangat indah; kata sangat
adalah adverbia dan indah adalah adjektiva (KS).

4. Rumpun Kata Benda


Kata yang mengacu kepada sesuatu benda (konkret maupun abstrak). Kata benda
berfungsi sebagai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan dalam kalimat. Ciri kata benda
ada dua, yaitu :
a. Dapat diingkari dengan kata bukan.
b. Dapat diikuti setelah gabungan kata yang + KS atau yang sangat + KS
Selain kata benda yang nyata, ada dua jenis kata lagi yang juga mengacu kepada
benda, yaitu
a. Kata ganti (pronomina) yaitu kata yang dipakai untuk mengacu kepada nomina lain.
1) Pronomina persona dipakai untuk mengacu kepada orang.
2) Pronomina penanya (apa, siapa, kapan, dst) dipakai untuk menanyakan benda
(orang atau barang)
3) Pronomina penyapa (BU, Pak, Prof, Dok, dst.)
4) Pronomina penunjuk umum (ini, itu)
b. Kata bilangan (numeralia) kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya orang,
binatang, atau barang.

5. Rumpun Kata Tugas


Kata tugas adalah kumpulan kata dan partikel yang terdiri dari :
a. Kata depan (preposisi)
b. Kata sambung (konjungsi)
c. Kata seru (interjeksi)
d. Kata sandang (artikel)
e. Partikel.
Seluruh kata tugas tidak mempunyai arti leksikal (kata secara lepas tanpa kaitan
dengan kata lain). Arti kata tugas barulah jelas setelah dikaitkan dengan kata lain. Sebagian
besar kata tugas tidak dapat berubah bentuknya dari kata dasar menjadi turunan. Hanya
25
sebagian kecil saja kata tugas yang dapat membentuk kata turunan seperti, sebab, oleh,
sampai, aduh – menjadi – disebabkan, memperoleh, penyampaian, mengaduh.
a. Kata depan (preposisi)
Adalah kata tugas yang selalu berada di depan kata benda, kata sifat, atau kata kerja
untuk membentuk gabungan kata depan (frasa preposional)
Contoh : sejak kecil, dengan memburuh, di kantor
Adanya preposisi di depan kata mengakibatkan seluruh kata menjadi frasa preposional.
b. Kata sambung (konjungsi/konjungtor).
Adalah kata tugas yang berfungsi menghubungkan dua kata atau dua kalimat; seperti
dan, akan tetapi, meskipun demikian, dan lain-lain.
c. Kata seru (interjeksi)
Adalah kata tugas yang dipakai untuk mengungkapkan seruan hati seperti rasa kagum,
sedih, heran, dan jijik. Kata seru dipakai di dalam kalimat seruan atau perintah
(imperatif).
d. Kata sandang (artikel)
Adalah kata tugas yang membatasi makna jumlah orang atau benda. Ada tiga macam
artikel, yaitu (1) artikel yang menyatakan makna tunggal (sang); (2) artikel yang
menyatakan makna jamak (para); dan (3) artikel yang menyatakan makna netral (si).
e. Partikel
Kata yang berperan membentuk kalimat tanya (interogatif), yaitu –kah; -lah yang
dipakai dalam kalimat perintah (imperatif) dan kalimat pernyataan (deklaratif), serta
pun yang hanya dipakai dalam kalimat pernyataan.

C. Frasa
Adalah kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan belum membentuk
klausa atau kalimat. Pengertian kelompok kata bukanlah asal menyandingkan dua kata atau
lebih yang tidak mempunyai hubungan makna, tetapi harus yang membentuk makna baru.
Proses pembentukan frasa sama dengan kata mejemuk. Kelompok kata langit batik biru baju
bukanlah frasa karena rangkaian kata-kata itu tidak mempunyai kesatuan makna. Jika kata itu
diubah susunannya sehingga baju batik biru langit barulah dapat dinamakan frasa. Sama
halnya dengan kata, frasa juga dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, dan
keterangan di dalam kalimat.
26
Ciri frasa ada tiga : (1) konstruksinya tidak mempunyai predikat (nonpredikatif);
(2) proses pemaknaannya berbeda dengan idiom; dan (3) susunan katanya berpola tetap.
Kelompok kata yang mengandung predikat akan membentuk klausa, bahkan kalimat.
Yang dimaksud dengan predikat adalah kata atau kelompok kata yang menerangkan
perbuatan/tindakan atau sifat dari subjek (pelaku).
Contoh :

Klausa (Kelompok kata berpredikat) Frasa (Kelompok kata tanpa predikat)


belajar bahasa Indonesia bahasa Indonesia
menghilang di balik awan di balik awan putih bersih
memakai baju batik baju batik biru langit

Frasa tidak sama dengan idiom walaupun keduanya berupa gabungan kata. Idiom
adalah dua kata atau lebih yang membentuk makna baru dan makna itu bergeser jauh dari
makna leksikal kata asal.
Contoh :

Idiom (A + B = C) Frasa (A + B = AB)


tipis kuping tidak tahan sindiran jumpa pers berjumpa dengan pers
gulung tikar bangkrut terjun payung terjun dengan payung

Frasa dikelompokkan atas lima macam:


Contoh kata asal Perluasan menjadi frasa
mengetik (verba) mengetik sepuluh jari (frasa verbal)
dingin (adjektiva) dingin yang menusuk tulang (frasa adjektival)
sekarang (adverbia) pada waktu sekarang ini (frasa adverbial)
sepeda (nomina) sepeda gunung buatan Itali (frasa nominal)
di (partikel) di dalam (frasa partikel)
27
D. Pilihan kata (Diksi)
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu
untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa. Pemilihan kata dilakukan apabila tersedia sejumlah
kata yang artinya hampir sama atau bermiripan, kemudian dipilih satu kata yang paling tepat
untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Dalam pemilihan kata sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor:
a) menguasai kosakata yang cukup luas;
b) kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa makna
serumpun;
c) kemampuan memilih kata yang tepat sesuai dengan situasi.

1. Syarat ketepatan pemilihan kata


Syarat pemilihan kata menurut Keraf (1994:88) ada enam:
a. Dapat membedakan denotasi dan konotasi.
Contoh : Bunga melati sangat harum.
Bunga bank sekarang ini sangat tinggi.
b. Dapat membedakan kata-kata yang hampir bersinonim.
Contoh : Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
Pembebasan bea masuk barang tertentu adalah peubah peraturan yang
selama ini memberatkan pengusaha.
c. Dapat membedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya.
Contoh : intensif – insentif, karton – kartun, preposisi - proposisi
d. Dapat memahami dengan tepat makna kata-kata abstrak.
Contoh : keadilan, kebahagiaan, keluhurun.
e. Dapat memakai kata penghubung yang berpasangan secara tepat.
Contoh :
Pemakaian kata penghubung yang benar Pemakaian kata penghubung yang salah
Antara hak dan kewajiban pegawai Antara hak dengan kewajiban pegawai
haruslah berimbang. haruslah berimbang.
28
f. Dapat membedakan antara kata-kata yang umum dan kata-kata yang khusus.
Contoh : Kata umum : melihat
Kata khusus : melotot, melirik, mengintip, menatap, dll.

1) Kesalahan pemakaian gabungan kata dan kata


a. Kesalahan pemakaian gabungan kata yang mana, di mana, daripada
Contoh pemakaian yang salah:
Marilah kita dengarkan sambutan yang mana akan disampaikan oleh Pak Lurah.
Kita perlu mensyukuri nikmat di mana kita telah diberi rezeki oleh Tuhan.
Tujuan daripada pertemuan ini adalah untuk memperkenalkan pejabat baru di
lingkungan unit kerja kita.
Sesuai dengan fungsinya yang benar, pemakaian di mana, yang mana, dan
daripada yang tepat adalah sebagai berikut:
 Bentuk gabung di mana dipakai sebagai kata tanya untuk menanyakan tempat.
Contoh : Dimana Anda tinggal?
 Bentuk gabung yang mana dipakai dalam kalimat tanya yang mengandung
pilihan.
Contoh : Anda memakai komputer yang mana?
Karena kembar, sukar membedakan yang mana Ana dan
yang mana Ani.
 Bentuk gabung daripada dipakai untuk membuat perbandingan atau
pengontrasan sesuatu terhadap yang lainnya.
Contoh : Biaya rental internet lebih mahal daripada rental komputer.
Daripada kuliah di kota A lebih baik di kota B.

b. Kesalahan pemakain kata dengan, di, dan ke


Kata dengan mengungkapkan arti “bersama”. Selain itu kata dengan dapat
difungsikan untuk menyatakan hal berikut:
 Adanya alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu.
Contoh : Saya mengetik dengan komputer.
 Adanya beberapa pelaku yang mengambil bagian pada peristiwa yang sama.
Contoh : Dina bertemu dengan beberapa temannya.
 Adanya sesuatu yang menyertai sesuatu yang lain.
29
Contoh : Ujian akhir semester berlangsung dengan tertib.
Untuk kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, arah, dan waktu, sedangkan
kata kepada harus diikuti oleh nama/jabatan orang atau kata ganti orang.

c. Kesalahan pemakaian kata berbahagia


Contoh pemakaian yang salah :
Selamat malam dan selamat datang di tempat yang berbahagia ini.
Contoh pemakaian yang benar :
Selamat malam dan selamat datang di tempat yang indah ini.
Selamat malam dan selamat datang di tempat yang membahagiakan ini.
30
III
KALIMAT

Kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek (S) dan
predikat (P) dan intonasinya menunjukkan bagian ujaran itu sudah lengkap dengan makna.
Intonasi final kalimat dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik, tanda tanya, atau
tanda seru.
A. Unsur Kalimat
Adalah jabatan kata atau peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (Pel) dan keterangan (Ket). Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya
terdiri atas dua unsur, yakni S dan P. Unsur lain (O, Pel, dan Ket) dapat wajib hadir atau tidak
wajib hadir dalam suatu kalimat. Pengisi S, P, O, Pel, Ket dalam kalimat tidak hanya berupa
kata, tetapi dapat juga berupa frasa.
Contoh S, P, O, Pel, Ket berbentuk frasa, yaitu pembawa acara yang kocak (itu) :
(S) Pembawa acara yang kocak itu // membeli // bunga.
S P O
(P) Indra // pembawa acara yang kocak.
S P
(O) Tika // menelpon // pembawa acara yang kocak itu.
S P O
(Pel) Pesulap itu // menjadi // pembawa acara yang kocak.
S P Pel
(Ket) Tika // pergi // dengan pembawa acara yang kocak itu.
S P Ket
1. Subjek
Adalah bagian kalimat yang menunjuk pelaku, tokoh, sosok (benda), sesuatu hal, atau
suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh
kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.
31
Contoh :
Ayahku sedang melukis.(f. benda)
Meja direktur besar. (f.benda)
Yang berbaju batik dosen saya. (klausa)
Membangun jalan layang sangat mahal. (f. verbal)

2. Predikat
Adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan
bagaimana S (pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberi tahu
tindakan atau perbuatan S, predikat dapat pula menyatakan sifat, situasi, status, ciri, atau
jati diri S. Termasuk juga sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah
sesuatu yang dimiliki S. Predikat dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas
verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal.
Contoh : Putrinya cantik jelita.
Kucingnya belang tiga.
Kota Jakarta dalam keadaan aman.

3. Objek
Adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nomina,
frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu
verba yang menuntut wajib hadirnya O. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran
sufiks –kan dan –i serta prefiks meng-.

Contoh : Arsitek merancang …… (rumah).


Ibu menggoreng …… (ayam)
Ika mengunjungi Rina.

Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan.


Contoh : Adik mandi.
Ika makan.
32
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan.
Contoh :
Ibu membeli baju. (O)
Baju (S) dibeli ibu.

4. Pelengkap
Adalah bagian kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang
berupa verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan
O juga sama, yaitu dapat berupa nominal atau klausa. Namun antara O dan Pel terdapat
perbedaan.
Contoh :
a. Ketua MPR membacakan Pancasila.
S P O

b. Banyak orsospol berlandaskan Pancasila.


S P Pel

Kedua kalimat aktif yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh nomina Pancasila, jika
hendak dipasifkan, ternyata yang bisa hanya kalimat (a) yang menempatkan Pancasila
sebagai O, yaitu : Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.
S P O
Posisi Pancasila sebagai Pel pada kalimat (b) tidak bisa dipindahkan ke depan menjadi S
dalam kalimat pasif. Contoh: Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol.
Selain diisi oleh frasa nominal, Pel dapat pula diisi oleh frasa adjektival dan frasa
preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang P. Kalau dalam
kalimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O.

Contoh : Mayang mendongengkan Rayhan cerita Si Kancil.


Pamanku membelikan anaknya rumah mungil.

5. Keterangan
Adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal mengenai bagian kalimat yang
lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S, P, O dan Pel. Posisinya bersifat
33
manasuka, dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi Ket adalah frasa
nominal, adverbial, klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para ahli
membagi keterangan atas sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998: 3660), yaitu:

Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum dari kulkas. (Ket. tempat)
Lia memotong roti dengan pisau (Ket. alat)
Anak yang baik itu rela berkorban demi orang tuanya. (Ket. tujuan)
Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati. (Ket. cara)
Amir pergi dengan teman-teman sekolahnya. (Ket. penyerta)
Mahasiswa hukum itu berdebat bagaikan pengacara. (Ket. similatif)
Karena malas belajar, mahasiswa itu tidak lulus. (Ket. penyebaban)
Murid-murid TK berpegangan satu sama lain. (Ket. kesalingan)
Rustam sekarang sedang belajar. (Ket. waktu)

B. Pola Kalimat Dasar


Kalimat dasar terdiri atas beberapa struktur kalimat yang dibentuk dengan lima unsur
kalimat, yaitu S, P, O, Pel, Ket. Namun pola kalimat yang paling sederhana adalah yang
bertipe S,P, sedangkan O,Pel, Ket merupakan tambahan yang berfungsi melengkapi dan
memperjelas arti kalimat.
Berdasarkan fungsi dan peran gramatikalnya ada enam tipe kalimat yang dapat
dijadikan model pola kalimat dasar bahasa Indonesia, yaitu :

Fungsi
Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan
Tipe

1. S-P Orang itu sedang tidur - - -


Saya mahasiswa - - -
2. S-P-O Ayahnya Membeli mobil - -
Rani Mendapat baru - -
hadiah
34
3. S-P-Pel Beliau Menjadi - ketua koperasi -
Pancasila Merupakan - dasar negara -
kita
4. S-P-Ket Kami Tinggal - - di Jakarta
Kecelakaan Terjadi - - tahun 1999
itu
5. S-P-O- Dia Mengirimi ibunya uang -
Pel Dian Mengambil adiknya air minum -
6. S-P-O- Pak Raden Menyimpan uang - di bank
Ket Beliau memperlakukan kami - dengan baik

1. Kalimat Dasar Tipe S-P


Dalam kalimat bertipe S-P, verba transitif atau frasa verbal lazim sebagai pengisi P. akan
tetapi, ada pula pengisi P itu berupa nomina, adjektiva, frasa nominal, dan frasa
adjektival, seperti contoh:

S P
a. Lina tersenyum
b. Lina, anak Pak Hadi, tersenyum manis.
c. Kenalan saya dosen filsafat.
d. Para pengungsi terlantar.

2. Kalimat Dasar Tipe S-P-O


Predikat dalam kalimat bertipe S-P-O diisi oleh verba transitif yang memerlukan dua
pendamping, yakni S (di sebelah kiri) dan O (di sebelah kanan). Contoh:

S P O
a. Tamu negara bertemu dengan tokoh LSM terkenal.\
b. Tika membawa buku.
35
3. Kalimat Dasar Tipe S-P-Pel
Kalimat ini mempunyai P yang memerlukan pendamping, yakni S (di sebelah kiri) dan
Pel (di sebelah kanan). Contoh:

S P Pel
a. Negara kita berlandaskan hukum.
b. Gamelan merupakan ciri kesenian tradisional.

4. Kalimat Dasar Tipe S-P-Ket


Kalimat ini mempunyai P yang memerlukan dua pendamping yang berupa S (di sebelah
kiri) dan Ket (di sebelah kanan).

S P Ket
a. Tika tinggal di Tenggarong.
b. Apel didatangkan dari Malang.
5. Kalimat Dasar Tipe S-P-O-Pel
S (di sebelah kiri), O dan Pel (di sebelah kanan)

S P O Pel
a. Yuni membelikan adiknya sepeda mini yang bagus.
b. Petani menanami sawahnya sayur-sayuran.

6. Kalimat Dasar Tipe S-P-O-Ket


Pendamping P yaitu S (di sebelah kiri), O dan Ket (di sebelah kanan)

S P O Ket
a. Mereka memperlakukan saya dengan sopan.
b. Pemerintah menaikkan harga BBM mulai tanggal 1 Juni 2004.
36
KATA, FRASA, DAN KLAUSA SEBAGAI PEMBENTUKAN KALIMAT
Kalimat Kata Frasa Klausa
Kenalan saya dosen filsafat kenalan saya; kenalan saya dosen
S P dosen filsafat filsafat
Tamu negara bertemu dengan tamu negara; bertemu dengan tokoh
tokoh LSM terkenal. bertemu dengan; LSM terkenal
tokoh LSM
terkenal
Keputusan hakim sesuai keputusan sesuai dengan tuntutan
dengan tuntutan jaksa hakim; jaksa
sesuai dengan;
tuntutan jaksa
Pertengkaran itu terjadi tiga Terjadi pertengakaran terjadi tiga malam yang
malam yang lalu itu; lalu
tiga malam yang
lalu
Mahasiswa mengirimi jaksa mahasiswa; jaksa agung; mengirimi jaksa agung
agung ayam betina mengirimi Ayam betina ayam betina
Melani memasukkan Melani; bungkusan itu; Memasukkan bungkusan
bungkusan itu Memasukkan ke dalam mobil itu ke dalam mobil
ke dalam mobil.

C. Jenis Kalimat
Kalimat dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa jenis menurut (a) jumlah klausa
pembentuknya, (b) fungsi isinya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek
predikatnya.
1. Jenis kalimat menurut jumlah klausanya
a. Kalimat tunggal
Adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Kalimat tunggal hanya mengandung
unsur kalimat yang serba tunggal.
37
Contoh :
S P
Kami mahasiswa Unikarta.
Jawaban anak pintar itu sangat tepat.
Sapi-sapi sedang merumput.
Mobil orang kaya itu ada delapan.
b. Kalimat majemuk
Adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.

Contoh: Seorang manajer harus mempunyai wawasan yang luas dan


S P1 O1
harus menjunjung tinggi etika profesinya.
P2 O2

1) Kalimat majemuk setara


Mempunyai ciri (1) dibentuk dari dua atau lebih kalimat tunggal, (2) kedudukan
tiap kalimat sederajat.
Penghubung atau konjungtor yang menghubungkan klausa-klausa dalam kalimat
majemuk setara jumlahnya ada beberapa. Konjungtor itu menunjuk beberapa jenis
hubungan dan menjalankan beberapa fungsi.
38
PENGHUBUNG KLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK SETARA
Jenis Hubungan Fungsi Kata Penghubung
Penjumlahan menyatakan penjumlahan atau gabungan dan, serta, baik, maupun
kegiatan, keadaan, peristiwa, dan proses

pertentangan menyatakan apa yang dinyatakan dalam tetapi, sedangkan, bukannya,


klausa pertama bertentangan dengan melainkan
klausa kedua

pemilihan menyatakan pilihan di antara dua atau


kemungkinan

perurutan menyatakan kejadian yang berurutan lalu, kemudian

Contoh:
Erni mengonsep surat itu dan Rini mengetiknya.
Ida rajin membaca, baik sewaktu menjadi mahasiswa, maupun setelah bekerja.
Para peserta lomba sudah mulai datang, sedangkan panitia belum siap.
Kamu tinggal di sini, atau ikut dengan saya.
Ia berjalan menyusuri lorong, lalu membuka pintu, kemudian masuk mengendap-
endap.

2) Kalimat majemuk bertingkat


Derajat klausa pembentuknya tidak setara karena klausa kedua merupakan
perluasan dari klausa pertama. Konjungtor yang menghubungkan klausa-klausa
kalimat yaitu:
39

PENGHUBUNG ANTAR KLAUSA


DALAM KALIMAT MAJEMUK BERTINGKAT

Jenis Fungsi Kata Penghubung


Hubungan
1. Waktu Klausa bawahan menyatakan waktu sejak, sedari, sewaktu,
terjadinya peristiwa atau keadaan yang sementara, seraya, setelah,
dinyatakan dalam klausa utama sambil, sehabis, sebelum,
ketika, tatkala, hingga, sampai

2. syarat Klausa bawahan menyatakan syarat atau jika (lau), seandainya,


pengandaian terlaksananya apa yang andaikata, andaikan, asalkan,
disebut dalam klausa utama kalau, apabila, bilamana,
manakala
3. tujuan Klausa bawahan menyatakan satu tujuan
atau harapan dari apa yang disebut dalam agar, supaya, untuk, biar
klausa utama

4. konsesif Klausa bawahan memuat pernyataan yang walau (pun), meski (pun),
tidak akan mengubah apa yang dinyatakan sekalipun, biar (pun), kendati
dalam klausa utama (pun), sungguh (pun)

5. perbandingan Memperlihatkan perbandingan antara seperti, bagaikan, laksana,


pernyataan pada klausa utama dengan sebagaimana, daripada, alih-
pernyataan pada klausa bawahan alih, ibarat

6. penyebaban Klausa bawahan menyatakan sebab atau sebab, karena, oleh karena
alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan
dalam klausa utama

7. pengakibatan Klausa bawahan menyatakan akibat dari sehingga, sampai-sampai,


40
apa yang dinyatakan dalam klausa utama maka

8. cara Klausa bawahan menyatakan cara


pelaksanaan dan alat dari apa yang dengan, tanpa
dinyatakan oleh klausa utama

9. kemiripan Klausa bawahan menyatakan adanya


kenyataan yang mirip dengan keadaan seolah-olah, seakan-akan
yang sebenarnya

Contoh:
Dia datang ketika kami sedang rapat.
Anda harus bekerja keras agar dapat berhasil.
Gelombang itu sangat dahsyat sehingga menghancurkan kota itu.
Petani berusaha meningkatkan panen dengan menggunakan bibit unggul.
Kota ini akan teratur andaikata masyarakatnya mempunyai disiplin yang tinggi.

2. Jenis kalimat menurut fungsinya


a. Kalimat berita (deklaratif)
Adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk menyatakan suatu berita kepada
mitra komunikasinya. Bentuk kalimat berita bersifat bebas, yang penting isinya
merupakan pemberitaan. Pada bahasa lisan kalimat ini berintonasi menurun dan pada
bahasa tulis kalimatnya bertanda baca akhir titik.
Contoh:
Perayaan HUT RI ke-60 berlangsung meriah.
Pembagian beras gratis di kampungku dilakukan kemarin pagi.
Mahasiswa fakultas hukum akan melakukan penyuluhan hukum bulan depan.

b. Kalimat tanya (interogatif)


Adalah kalimat yang dipakai oleh penutur untuk memperoleh informasi atau reaksi
berupa jawaban yang diharapkan dari mitra komunikasinya. Pada bahasa lisan kalimat
ini berintonasi akhir naik dan pada bahasa tulis kalimatnya diakhiri dengan tanda
41
tanya. Selain hadir tanda tanya, dalam kalimat tanya sering pula hadir kata tanya
bagaimana, kapan, bilamana, di mana, yang mana, siapa, apa(kah).
Contoh:
Apakah buku ini milik saudara?
Kapan kakakmu berangkat ke Jakarta?
Siapa tokoh pendiri Taman Siswa?

c. Kalimat perintah (imperatif)


Dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu. Pada
bahasa lisan kalimat ini berintonasi akhir menurun dan pada bahasa tulis kalimat ini
diakhiri dengan tanda seru ataupun tanda titik. Ada beberapa macam kalimat perintah
yaitu:
a) Kalimat perintah halus.
Tolonglah bawa sepeda motor ini ke bengkel.
Silakan kamu pergi ke belakang.
b) Kalimat perintah langsung.
Pergilah kamu sekarang!
Mari kita nyanyi bersama-sama!
c) Kalimat perintah larangan langsung.
Janganlah kamu pergi sekarang!
d) Kalimat perintah larangan halus.
Terima kasih karena Anda tidak merokok!
e) Kalimat perintah permintaan.
Minta perhatian, anak-anak!
f) Kalimat perintah permintaan/permohonan.
Mohon hadiah ini Adik terima.
g) Kalimat perintah ajakan dan harapan.
Ayolah, kita belajar!
h) Kalimat perintah pembiaran.
Biarkan(lah) dia di sini sebentar.
42
d. Kalimat seru (ekslamatif)
Dipakai oleh penutur untuk mengungkapkan perasaan emosi yang kuat, termasuk
kejadian yang tiba-tiba dan memerlukan reaksi spontan. Pada bahasa lisan kalimat ini
berintonasi naik dan pada bahasa tulis ditandai dengan tanda seru atau tanda titik pada
akhir kalimatnya.
Contoh:
Aduh, perut saya sakit!
Wah, pintar benar anak ini!
Alangkah besarnya bangunan itu.
43
IV
ALINEA

A. Pengertian Alinea
Alenia atau paragraf adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil
penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi
alinea, yang perlu diperhatikan adalah adanya kesatuan dan kepaduan.

B. Struktur Alinea
Kalimat yang membangun alinea pada umumnya dapat diklasifikasikan atas dua
macam, yaitu (1) kalimat topik/kalimat pokok, dan (2) kalimat penjelas/pendukung. Kalimat
topik adalah kalimat yang berisi ide pokok atau ide utama alinea. Adapun kalimat
penjelas/pendukung adalah kalimat yang berfungsi menjelaskan atau mendukung ide utama
alinea.
Ciri kalimat topik:
(1) mengandung permasalahan yang potensial untuk dirinci dan diuraikan lebih lanjut;
(2) merupakan kalimat lengkap yang dapat berdiri sendiri;
(3) mempunyai arti yang cukup jelas tanpa harus dihubungkan dengan kalimat lain;
(4) dapat dibentuk tanpa bantuan kata sambungan dan frasa transisi.

Ciri kalimat penjelas :


(1) sering merupakan kalimat yang tidak dapat berdiri (dari segi arti);
(2) arti kalimat ini kadang-kadang baru jelas setelah dihubungkan dengan kalimat lain dalam
satu alinea;
(3) pembentukannya sering memerlukan bantuan kata sambung dan frasa transisi;
(4) isinya berupa rincian, keterangan, contoh, dan data tambahan lain yang bersifat
mendukung kalimat topik.

C. Persyaratan Alinea
1. Kesatuan Alinea
Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam alinea membicarakan satu gagasan (gagasan
tunggal).
44
Contoh:
Pekerjaan saya sehari-hari adalah guru bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak
hanya diajarkan di Indonesia, tetapi juga di mancanegara termasuk Amerika. Pernah
terlintas di benak saya, satu hari nanti mungkin saya akan menjadi guru bahasa Indonesia
di Amerika.

2. Kepaduan Alinea
Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam alinea itu kompak, saling berkaitan mendukung
gagasan tunggal alinea.
Contoh :
Salah satu presiden yang unik dan nyentrik di dunia ini adalah Presiden
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Beliau dapat terpilih menjadi presiden walaupun
mempunyai penglihatan yang tidak sempurna, bahkan dapat dikatakan nyaris buta.
Presiden keempat Republik Indonesia ini di awal masa jabatannya terlalu sering
melakukan kunjungan ke luar negeri sehingga mengundang kritik pedas terutama dari
lawan politiknya. Kyai dari Jawa Timur ini juga sering mengeluarkan pernyataan yang
kontroversial dan inkonsisten. Akibatnya, mantan ketua PBNU ini sering diminta untuk
mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, suami Sinta Nuriah tetap pada prinsipnya
dan tidak bergeming menghadapi semua itu.

Selain dengan repetisi dan kata ganti, kepaduan dapat dijalin dengan kata atau frasa
penghubung. Dalam peranannya sebagai penghubung, ada beberapa kata dan frasa
penghubung yang dapat dipakai untuk berbagai maksud. Tabel di bawah ini memuat senarai
kata dan frasa tersebut lengkap dengan fungsinya masing-masing.
45
SENARAI KATA DAN FRASA PENGHUBUNG
SEBAGAI PENGAIT ALINEA

Fungsi Contoh kata dan frasa


Menyatakan hubungan :
a) akibat/hasil akibatnya, karena itu, maka, oleh sebab itu, dengan demikian,
jadi

b) pertambahan berikutnya, demikian juga, kemudian, selain itu, lagi pula, lalu,
selanjutnya, tambahan lagi

c) perbandingan dalam hal yang sama, lain halnya dengan, sebaliknya, lebih
baik dari itu, berbeda dengan itu

d) pertentangan akan tetapi, bagaimanapun, meskipun begitu, namun,


sebaliknya, walaupun demikian

e) tempat berdekatan dengan itu, di sini, di seberang sana, tak jauh dari
sana, di bawah, persis di depan …, di sepanjang …

f) tujuan agar, untuk/guna, untuk maksud itu

g) waktu baru-baru ini, beberapa saat kemudian, mulai, sebelum, segera,


sesudah, sejak, ketika

h) singkatan singkatnya, ringkasnya, akhirnya, sebagai simpulan, pendek


kata
46
Contoh (a) yang menyatakan akibat atau hasil:
Tenaga kerja di Pulau Jawa, Bali, Madura, dan Lombok kelebihan, sedangkan di
pulau-pulau lain kekurangan. Oleh sebab itu, sebagian tenaga kerja dari keempat pulau
tersebut dipindahkan ke pulau-pulau lain yang kekurangan tenaga kerja. Dengan demikian,
akan terjadi pemerataan tenaga kerja Indonesia.

Contoh (b) yang menyatakan hubungan pertambahan:


Deterjen tidak hanya cocok dipakai untuk mencuci bahan yang kasar, tetapi cocok
juga untuk mencuci bahan yang halus seperti sutra. Selain itu, deterjen dapat juga dipakai
untuk mencuci perabot dapur. Lagi pula, perabotan yang dicuci dengan bubuk deterjen ini
warnanya tidak pudar.

Contoh (c) yang menyatakan hubungan pertambahan:


Dalam menghormati wanita, tampaknya orang Barat lebih baik dari orang Timur.
Kalau kita perhatikan cara-cara Timur, seperti orang Jepang, Cina, India, Thailand
memperlakukan wanita, akan timbul kesan bahwa wanita sebagai golongan yang harus
mengabdi kepada pria sehingga dalam banyak hal pria menjadi golongan yang utama. Lain
halnya di Eropa, orang Barat begitu mengutamakan wanita. Slogan Ladies First bukan hanya
omong kosong yang tak terbukti. Dalam tatakrama Barat kedudukan wanita paling tidak
sudah sama derajatnya dengan pria, walaupun belum dapat dikatakan lebih tinggi.

Contoh (d) yang menyatakan hubungan pertentangan:


Manusia diizinkan Tuhan untuk memanfaatkan semua isi alam ini termasuk
memakan daging binatang. Namun, manusia tidak diizinkan menyakiti, menyiksa, apalagi
menyia-nyiakan binatang. Siapa yang menyiksa binatang, berdosa besar. Sebaliknya, siapa
yang menolong binatang akan mendapat pahala.

Contoh (e) yang menyatakan hubungan tempat:


Saat Anda melintas di Jalan Manggarai Utara, Jakarta Pusat persis di depan taman
tampak berjajar sembilan tukang jahit. Mereka berjajar dengan mesin jahit masing-masing
yang sebagian besar catnya terkelupas. Agar dapat bekerja dengan nyaman, mereka
berlindung di bawah tenda plastik. Pemandangan seperti ini pun dapat Anda temukan di
sepanjang Jalan Jatinegara atau Jalan Slamet Riyadi.
47

Contoh (f) yang menyatakan hubungan tujuan:


Sidang Istimewa MPR akan digelar dan sudah pasti memerlukan pengamanan. Untuk
maksud itu, Pimpinan MPR telah mengirim surat kepada Panglima TNI, Panglima Kodam V
Jayakarta, Pangkostrad, dan Kapolri meminta bantuan pengamanan. Untuk mengamankan SI
MPR ini Polri akan dibantu oleh TNI mengingat jumlah anggota Polri yang terbatas
dibanding dengan tugas kamtib yang diembannya. Agar terjalin koordinasi yang baik,
hendaknya persiapan pengamanan bagi musyawarah para wakil rakyat yang menentukan
nasib bangsa itu dilakukan dari jauh-jauh hari.

Contoh (g) yang menyatakan hubungan waktu:


Sejak bayi, Rere selalu kami ajak berkomunikasi. Mulai usia dua minggu, ketika
matanya sudah mulai menatap, kami tidak hanya menganggapnya sebagai bayi, tetapi
“manusia dewasa”. Saat dia pipis, kami selalu memintanya untuk mengangkat kaki guna
memudahkan penggantian popoknya. Beberapa minggu kemudian, dia mulai paham dengan
maksud kami tersebut. Ketika usianya memasuki minggu ketujuh, Rere tidak hanya paham,
tetapi dapat melakukannya. Terkadang dia sudah mengangkat kakinya, sebelum perintah
tersebut kami ucapkan.

Contoh (h) yang menyatakan hubungan singkatan:


Lalu lintas di persimpangan jalan di Jakarta banyak yang macet dan kacau. Kendaraan
berpenumpang, terutama angkutan umum seperti bus besar, bus sedang, mikrolet, saling
serobot. Kendaraan yang lebih kecil seperti bajaj, bemo, bahkan di beberapa tempat ada
becak, turut meramaikan persimpangan jalan. Belum lagi truk, mobil pribadi, dan sepeda
motor. Pendek kata, semua jenis kendaraan turut ambil bagian memacetkan persimpangan
jalan di Jakarta.

D. Jenis Alenia
1. Menurut posisi kalimat topiknya
Kalimat yang berisi gagasan utama alinea adalah kalimat topik. Karena berisi
gagasan utama itulah keberadaan kalimat topik dan letak posisinya dalam alinea menjadi
penting
48
a. Alinea Deduktif yaitu alinea yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu,
lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan alinea (urutan
umum-khusus).
Contoh:

Kebudayaan dapat dilihat dari dua


sisi, yaitu kebudayaan fisik dan kebudayaan Kalimat topik
non fisik. Kebudayaan fisik cukup jelas karena pada
merujuk pada benda-benda. Kebudayaan non awal alinea
fisik ada yang berupa pemikiran dan ada yang
berupa wujud tingkah laku. Adapun contoh hasil
kebudayaan fisik di antaranya adalah patung,
lukisan, rumah, bangunan, mobil, dan jembatan.
Contoh kebudayaan yang berupa pemikiran Kalimat
adalah aliran filsafat, pengetahuan, ideologi, penjelas
etika, dan estetika. Hasil kebudayaan yang
berwujud tingkah laku di antaranya adalah sikap,
kebiasaan, adat istiadat, belajar, tidur, bertani,
bahkan berkelahi.

b. Alinea Induktif yaitu alinea yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu, barulah
diakhiri dengan pokok pembicaraan (urutan khusus-umum).
Contoh :

Yang dimaksud dengan kebudayaan


fisik cukup jelas karena merujuk pada benda-
benda. Kebudayaan non fisik ada yang berupa
pemikiran dan ada yang berupa wujud tingkah
laku. Adapun contoh hasil kebudayaan fisik di
antaranya adalah patung, lukisan, rumah, Kalimat
bangunan, mobil, dan jembatan. Contoh penjelas
kebudayaan yang berupa pemikiran adalah aliran
filsafat, pengetahuan, ideologi, etika, dan estetika.
Hasil kebudayaan yang berwujud tingkah laku di
antaranya adalah sikap, kebiasaan, adat istiadat,
belajar, tidur, bertani, bahkan berkelahi. Dengan
Kalimat topik
kata lain dapat disimpulkan bahwa
pada
kebudayaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu
awal alinea
kebudayaan fisik dan kebudayaan non fisik.

c. Alinea Deduktif-Induktif yaitu bila kalimat pokok ditempatkan pada bagian awal
dan akhir alinea. Kalimat pada akhir alinea umumnya menegaskan kembali gagasan
utama yang terdapat pada awal alinea.
49

Pemerintah menyadari bahwa rakyat


Indonesia memerlukan rumah murah, sehat,
dan kuat. Departemen PU sudah lama
menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi Kalimat
kuat. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari topik
batu-batuan gunung berapi sangat menarik pada
perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan awal dan
tahan air. Lagi pula, bahan perlit dapat dicetak akhir
menurut keinginan seseorang. Usaha ini alinea
menunjukkan bahwa pemerintah berusaha
membangun rumah murah, sehat, dan kuat
untuk memenuhi keperluan rakyat.

d. Alinea Penuh Kalimat Topik; seluruh kalimat yang membangun alinea sama
pentingnya sehingga tidak satupun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik.
Kondisi demikian itu biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topik karena
kalimat yang satu dan yang lainnya sama-sama penting. Alinea semacam ini sering
dijumpai dalam uraian-uraian bersifat deskriftif dan naratif terutama dalam karangan
fiksi.
Contoh :

Pagi hari itu aku duduk di


bangku pangjang dalam taman di
belakang rumah. Matahari belum tinggi Kalimat topik
benar, baru sepenggalah. Sinar matahari pada seluruh
pagi menghangatkan badan. Di depanku alinea
bermekaran bunga beraneka warna.
Kuhirup hawa pagi yang segar sepuas-
puasku.

2. Menurut fungsinya dalam karangan


a. Alinea Pembuka, isinya bertujuan mengutarakan suatu aspek pokok pembicaraan
dalam karangan. Sebagai bagian yang mengawali sebuah karangan, alinea pembuka
harus dapat difungsikan untuk
(1) menghantar pokok pembicaraan;
(2) menarik minat dan perhatian pembaca;
(3) menyiapkan atau menata pikiran pembaca untuk mengetahui isi seluruh karangan.
Alinea pembuka harus disajikan dalam bentuk yang menawan pembaca. Bentuk-
bentuk berikut ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan menulis alinea pembuka, yaitu:
(1) kutipan, peribahasa, anekdot;
(2) uraian mengenai pentingnya pokok pembicaraan;
50
(3) suatu tantangan atas pendapat atau pernyataan seseorang;
(4) uraian tentang pengalaman pribadi;
(5) uraian mengenai maksud dan tujuan penulisan;
(6) sebuah pertanyaan

b. Alinea Pengembang, isinya bertujuan mengembangkan pokok pembicaraan suatu


karangan yang sebelumnya telah dirumuskan di dalam alinea pembuka. Contoh-
contoh dan ilustrasi, inti permasalahan, dan uraian pembahasan adalah isi sebuah
alinea pengembang. Alinea pengembang di dalam karangan dapat difungsikan untuk:
(1) mengemukakan inti persoalan;
(2) memberi ilustrasi atau contoh;
(3) menjelaskan hal yang akan diuraikan pada alinea berikutnya;
(4) meringkas alinea sebelumnya;
(5) mempersiapkan dasar atau landasan bagi simpulan.

c. Alinea Penutup, berisi simpulan bagian karangan (subbab, bab) atau simpulan
seluruh karangan. Alinea ini sering merupakan pernyataan kembali maksud penulis
agar lebih jelas. Mengingat alinea penutup dimaksudkan untuk mengakhiri karangan
atau bagian karangan, penyajiannya harus memperhatikan hal berikut:
(1) sebagai bagian penutup, alinea ini tidak boleh terlalu panjang;
(2) isi alinea harus berisi simpulan sementara atau simpulan akhir sebagai cerminan
inti seluruh uraian;
(3) sebagai bagian yang paling akhir dibaca, hendaknya alinea ini dapat menimbulkan
kesan yang mendalam bagi pembacanya.
51
Contoh:

PENGERTIAN SURAT

Secara umum dapat dikatakan bahwa surat adalah alat untuk


menyampaikan informasi secara tertulis. Batasan ini mengandung pengertian
yang sangat luas karena banyak sekali maksud yang dapat dituangkan secara Alinea
tertulis, misalnya karangan berbentuk artikel, makalah, skripsi, dan buku. pembuka
Oleh sebab itu, batasan tersebut perlu dipertegas lagi dengan penekanan
bahwa maksud yang disampaikan melalui surat dapat berupa permintaan,
penolakan, dan sebagainya.

Walaupun demikian, batasan di atas pun masih belum mencakup misi


atau pesan yang diemban oleh surat secara keseluruhan. Dalam pengertian
sehari-hari, surat umumnya hanya dikenal sebagai alat untuk menyampaikan
berita secara tertulis. Pengertian tersebut adalah pengertian sempit akibat
anggapan bahwa surat hanya merupakan alat untuk mengirim kabar atau
berita, padahal surat mengandung aspek yang lebih luas meliputi informasi
tertulis berupa rekaman kegiatan secara tertulis yang dibuat dengan Alinea
persyaratan tertentu. pengembang

Yang dimaksud dengan informasi tertulis dalam hal ini adalah


informasi berupa kabar atau berita seperti surat berita yang sudah umum
dikenal, misalnya penawaran, pesanan, dan permohonan; sedangkan
informasi berupa rekaman berita secara tertulis dapat disebut misalnya surat
tanda bukti, kartu identitas, dan kontrak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya


surat adalah informasi tertulis yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi
Alinea penutup
tulis yang dibuat dengan persyaratan tertentu yang khusus berlaku untuk
surat-menyurat.

E. Pengembangan Alinea
1. Metode Definisi
Yang dimaksud dengan definisi adalah usaha penulis untuk menerangkan
pengertian/konsep istilah tertentu. Untuk dapat merumuskan definisi yang jelas, penulis
hendaknya memperhatikan klasifikasi konsep dan penentuan ciri khas konsep tersebut.
Dalam membuat definisi tidak boleh mengulang kata atau istilah yang didefinisikan di
dalam teks definisi (misalnya: membuat definisi kebudayaan tidak boleh sbb.: “ Yang
dimaksud dengan kebudayaan adalah kebudayaan …”).
Contoh cara membuat definisi dalam bentuk alinea :
Istilah organisasi dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa Latin
organizare yang berarti ‘membentuk sebagian atau menjadi keseluruhan dari bagian-
bagian yang satu dan unsur yang lainnya saling bergantung atau terkoordinasi’. Jadi,
secara harfiah organisasi itu berarti ‘paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya
52
saling bergantung’. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga
yang menamakan sarana.
(Dari buku Komunikasi dan Praktek oleh Onong Uchjana Effendy)

2. Metode Proses
Isi alinea menguraikan suatu proses yang merupakan suatu urutan tindakan atau
perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu. Bila urutan atau tahap-tahap
kejadian berlangsung dalam waktu yang berbeda, penulis harus menyusunnya secara
runtut (kronologis).

Contoh:

Proses pembuatan kue donat adalah ………………………………….


sebagai berikut. Mula-mula disiapkan adonan ……………………Mula-mula ………….
terigu dicampur dengan telur dan gula dengan ……………………………………………
perbandingan tertentu yang ideal sesuai dengan ……………………………………………
banyaknya kue donat yang akan dibuat. Kemudian, …………………………… Kemudian, ….
adonan dicetak dalam bentuk gelang-gelang. …………………………………………….
Setelah itu, “gelang-gelang” tadi digoreng sampai .Setelah itu, ……………………………….
berwarna kuning kecoklatan. Lalu, gorengan itu ……………………………….. Lalu, ……
diolesi mentega, diberi butiran coklat warna-warni, ……………………………………………
atau ditaburi tepung gula. Kini kue donat siap untuk ………………………….. Kini/akhirnya ..
disantap. ………………

3. Metode Contoh
Dalam karangan ilmiah, contoh dan ilustrasi selalu ditampilkan dan terurai secara
rinci yang berbentuk alinea.
Contoh:
Ini seperti acara pesta kesenian sekolah di Indonesia. Lagu-lagu diperdengarkan,
mulai dari “Bintang Kecil” hingga “Indonesia Raya”. Alat musik tradisional semacam
angklung dan talempong pun terdengar. Busana yang dikenakan juga busana dari Sabang
sampai Merauke; ada yang mengenakan pakaian adat Bali, Minang, atau Jawa. Dengan
gerakan lentur dan lucu, para penari seusia SD itu memperlihatkan keterampilan
membawakan tari Panembahan, Indang, hingga tari Merak. Tetapi ada yang
membedakannya dengan pesta di sekolah Indonesia. Para penarinya tidak berkulit sawo
matang karena mereka bocah bule dengan mata biru atau coklat dan berambut pirang.
53
Mereka para murid SD Benalla East, kira-kira 120 km dari Melbourn, Australia. Para
murid sekolah itu tertarik belajar bahasa Indonesia, termasuk keseniannya.
(Dari “Melihat Bule Belajar Bahasa Indonesia)

4. Metode Sebab-Akibat
Metode sebab-akibat atau akibat-sebab (kausalitas) dipakai untuk menerangkan
suatu kejadian dan akibat yang ditimbulkannya, atau sebaliknya. Faktor yang terpenting
dalam metode kausalitas ini adalah kejelasan dan kelogisan. Artinya, hubungan kejadian
dan penyebabnya harus terungkap jelas dan informasinya sesuai dengan jalan pikiran
manusia. Metode kausalitas umumnya tampil di tengah karangan yang berisi pembahasan
atau analisis. Sifat alineanya argumentatif murni atau dikombinasikan dengan deskriftif
atau ekspositoris.
Contoh :

Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan ……………………………………….


beberapa kendaraan dari hari Selasa (7/10) sekitar …………………………………………………
pukul 05.30 WIB terjadi di jalur Jakarta–Cirebon …………………………………(peristiwa apa)
Km. 17. Dalam peristiwa itu, mobil tangki nomor …………………………………………………
polisi B 9337 JV yang dikendalikan oleh …………………………………………………
Suryanegara terguling, kemudian terbakar ….. menyebabkan …………………………….
sehingga menyebabkan salah satu awak, …………………………………………………
Asmudi (22) tewas di tempat dengan luka bakar. …………………………………………………
Menurut saksi mata, truk tangki dari arah Jakarta …………………………………………………
melaju dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba …………………………………………………
oleng sehingga menyeruduk dua kendaraan lain sehingga ……………………………………….
yang berjalan berlawanan. Api diperkirakan …………………………………………………
timbul akibat gesekan antara badan mobil dan akibat …………………………………………
bahu jalan, “Tumpahan minyak tanah memicu …………………………………………………
timbulnya nyala api sehingga kobaran api tidak …………………………………………………
dapat dikendalikan lagi”, kata petugas kecelakaan …………………………………………………
lalu lintas Kepolisian resor Subang. Akibat …………………………………………. akibat
kecelakaan ini, lalu lintas Jakarta-Cirebon sempat …………………………………………………
tersendat beberapa jam. ………………………….

(Kompas, 8/10/1997)

5. Metode Umum-Khusus
Metode umum-khusus dan khusus-umum paling banyak dipakai untuk
mengembangkan gagasan alinea agar tampak teratur. Bagi penulis pemula belajar
menyusun alinea dengan metode ini adalah yang paling disarankan. Pertimbangannya,
disamping mengembangkan urutan umum-khusus relatif lebih gampang, juga karena
54
model inilah yang paling banyak dipakai dalam karangan ilmiah dan tulisan ekpositoris
seperti artikel dalam media massa.
Contoh :
Ilmu dikembangkan oleh menusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam
kehidupannya yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran itu dapat berupa asas-asas yang
bersangkutan. Dengan memiliki pengetahuan yang bersifat ilmiah dan mencapai
kebenaran ilmiah, manusia dapat menerangkan secara tepat berbagai hal yang
dijumpainya, mempunyai gambaran yang cukup cermat mengenai aneka peristiwa yang
akan terjadi, dan bahkan untuk sebagian orang menguasai alam bagi kemanfaatan dirinya.

(Dari Pengantar Dunia Karang Mengarang oleh The Liang Gie)


6. Metode Klasifikasi
Mengelompokkan benda-benda atau nonbenda yang memiliki persamaan ciri
seperti sifat, bentuk, ukuran, dan lain-lain adalah bagian dari metode klasifikasi termasuk
juga untuk perbedaan. Namun, pengelompokan tidak berhenti pada inventaris persamaan
dan perbedaan. Setelah dikelompokkan, lalu dianalisa untuk mendapatkan generalisasi,
atau paling tidak untuk diperbandingkan atau dipertentangkan satu sama lain.
Contoh:
Sebanyak lima dari sepuluh kota termahal di dunia berada di Asia, Tokyo dan
Osaka tercatat sebagai kota termahal di dunia. Demikian menurut kajian Economist
Intelligence Unit. Kedua kota terbesar di Jepang itu ternyata 20% lebih mahal
dibandingkan tempat ketiga yang diduduki Hongkong bersama Singapura dan Taipe yang
juga tercatat dalam daftar kota termahal di dunia. London yang sangat berupaya keras
menarik wisatawan setelah bergulat dengan krisis dalam hal urusan makanan dan
perjalanan, tampil menjadi kota keenam termahal di negara-negara Uni Eropa. Posisi
keempat diduduki kota Libreville di Afrika. New York tetap merupakan kota termahal di
Amerika Serikat, sedangkan Chicago, San Fransisco, dan Los Angeles termasuk dalam
kelompok 20 teratas.
(Kompas, 22 Juni 2001)
55
V
TOPIK DAN KERANGKA KARANGAN

A. Topik dan Judul


Topik berarti ‘pokok pembicaraan, pokok permasalahan, atau masalah yang
dibicarakan.’ Topik karangan adalah suatu hal yang akan digarap menjadi karangan. Topik
karangan merupakan jawaban atas pertanyaan “Masalah apa yang akan ditulis?” atau
“Hendak menulis tentang apa?”
Ciri khas topik terletak pada permasalahannya yang bersifat umum dan belum terurai, namun
tidak abstrak. Topik harus tentang sesuatu yang nyata.
Judul karangan adalah perincian atau penjabaran dari topik. Jika dibandingkan dengan
topik, judul lebih spesifik dan sering telah menyiratkan permasalahan atau variabel yang akan
dibahas.
Dalam penggarapan karangan ilmiah, misalnya skripsi, judul memang ditetapkan pada
awal proses penulisan, yaitu pada waktu pengajuan outline. Namun, proses pembuatan judul
sebenarnya tetap berawal dari pemilihan topik. Dalam hal ini, disiplin ilmu, jurusan, bidang
spesifikasi/ kajian yang diambil oleh mahasiswa penyusun skripsi itulah yang menjadi topik
skripsinya. Pada jenis karangan lain seperti artikel sederhana, judul dapat dibuat sesudah
karangan selesai, serta dapat diganti-ganti sepanjang hal itu relevan dengan isi karangan dan
sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Dalam karangan ilmiah untuk pemilihan judul
harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
a) harus sesuai dengan topik/isi dan jangkauannya
b) sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa bukan kalimat
c) sesingkat mungkin
d) sejelas mungkin, tidak dinyatakan dalam kata kiasan dan tidak mengandung kata
bermakna ganda.
56
Perhatikan contoh topik dan judul berikut:
Topik Judul

1. Pertandingan Sepak Bola 1a. Mampukan Ayam Kinantan Meredam Maung


PSMS Melawan Persib Bandung
1b. PSMS dan Persib akan Menggoyang Stadion
Senayan
1c. Ini Dia, Dua Musuh Bebuyutan (PSMS vs PERSIB)
Adu Kekuatan di Senayan

2. Putus Sekolah 2a. Kiat Menekan Tingginya Angka Putus Sekolah


2b. Tingginya Angka Putus Sekolah Merupakan
Problema Pendidikan
2c. Masalah Tingginya Angka Putus Sekolah, PR bagi
Ahli Pendidikan

Dari kedua topik itu dapat lahir beberapa judul. Jika akan memilih topik, masalah yang
dipilih terutama sesuatu yang menarik perhatian pengarang. Sebelum mengangkat sesuatu
masalah menjadi topik tulisan, pengarang harus benar-benar mengetahui pokok persoalannya.
Agar pembicaraan pengarang tidak melebar, hendaknya topik dipersempit atau dibatasi agar
terfokus sesuai dengan rencana dan maksud pengarang.
Untuk mempersempit pokok pembicaraan ada beberapa cara yang lazim dilakukan.
Cara pertama adalah dengan memecah pokok pembicaraan menjadi bagian-bagian yang
makin kecil yang disebut subtopik. Cara kedua ialah dengan menulis pokok umum dan
membuat daftar aspek khusus apa saja dari pokok itu secara berurutan ke bawah. Dari daftar
ini dapat dipilih salah satu aspek untuk dijadikan topik karangan.
Cara ketiga dapat dilakukan dengan mengajukan lima pertanyaan berikut mengenai
pokok pembicaraan: apa, siapa, di mana, kapan, dan bagaimana. Pokok pembicaraan
ditulis di atas, lalu di bawahnya disediakan kolom-kolom untuk menjawab kelima pertanyaan
itu. Dengan cara itu akan diperoleh satu aspek untuk diangkat menjadi pokok permasalahan
yang akan ditulis.
57
Dalam pemilihan topik untuk karangan ilmiah, ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan:
a) ada manfaatnya untuk perkembangan ilmu atau profesi
b) cukup menarik untuk dibahas
c) dikenal dengan baik
d) bahannya mudah diperoleh
e) tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit

Contoh berikut ini adalah hasil cara pertama dan cara kedua mempersempit atau
membatasi topik supaya lebih spesifik dari topik sebelumnya (model piramid terbalik).
a. Menurut tempat: negara tertentu lebih khusus daripada dunia; Jakarta lebih terbatas
daripada Pulau Jawa. Topik “Pulau Jawa Sebelum Indonesia Merdeka” dapat dipersempit
lagi menjadi “Jakarta Sebelum Indonesia Merdeka”.
b. Menurut waktu/periode/zaman: “Kebudayaan Indonesia” dapat dikhususkan menjadi
“Seni Tari Jawa Modern”.
c. Menurut hubungan sebab-akibat: “Dekadensi Moral di Kalangan Muda-mudi” dapat
dikhususkan menjadi “Pokok Pangkal Timbulnya Krisis Moral di Kalangan Muda-mudi”.
d. Menurut pembagian bidang kehidupan manusia: politik, sosial, ekonomi, kebudayaan,
agama, kesenian, dan sebagainya. Karangan tentang “Usaha-usaha Pemerintah dalam
Bidang Ekonomi” dapat dikhususkan lagi menjadi “Kebijaksanaan Deregulasi di Bidang
Ekonomi pada Era Reformasi”.
e. Menurut aspek khusus-umum: “Pengaruh Siaran Televisi terhadap Masyarakat Jawa
Timur” dapat dipersempit menjadi “Pengaruh Siaran Televisi terhadap Kaum Tani di
Jawa Timur”.
f. Menurut objek material dan objek formal. Objek material ialah bahan yang
dibicarakan; objek formal ialah sudut dari mana bahan itu akan kita tinjau, misalnya
“Perekonomian Indonesia (objek material) Ditinjau dari Sudut Mekanisme Pasar” (objek
formal). “Kepemimpinan Ditinjau dari Sudut Pembentukan Kader-kader Baru”,
“Keluarga Berencana Ditinjau dari Segi Agama”.
58
B. Kerangka (Outline) Karangan
Kerangka karangan adalah rencana teratur tentang pembagian dan penyusunan gagasan.
Fungsi utama kerangka karangan adalah mengatur hubungan antara gagasan-gagasan yang
ada. Melalui kerangka karangan, pengarang dapat melihat kekuatan dan kelemahan dalam
perencanaan karangannya.
Kerangka karangan mengandung rencana kerja meyusun karangan. Kerangka akan
mengarahkan penulis menggarap karangan secara teratur serta membantu penulis
membedakan ide-ide utama dari ide-ide tambahan.
Kerangka karangan dapat mengalami perubahan terus-menerus untuk mencapai suatu
bentuk yang lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan-catatan sederhana,
tetapi dapat juga mendetail. Kerangka yang belum final disebut outline sementara, sedangkan
kerangka yang sudah tersusun rapi dan lengkap disebut outline final.
Dalam proses penyusunan karangan ada tahapan yang harus dijalani, yaitu memilih
topik, mengumpulkan informasi, mengatur gagasan, dan menulis karangan itu sendiri.
Pengaturan gagasan itulah yang dapat diumpamakan sebagai kerangka.
Secara terinci kerangka karangan dapat membantu pengarang/penulis dalam hal-hal
sebagai berikut:
a) Kerangka karangan akan mempermudah pengarang menuliskan karangannya dan dapat
mencegah pengarang mengolah suatu ide sampai dua kali, serta mencegah pengarang
keluar dari sasaran yang sudah ditetapkan.
b) Kerangka karangan akan membantu pengarang mengatur atau menempatkan klimaks
yang berbeda-beda di dalam karangannya.
c) Bila kerangka karangan telah rapi tersusun, berarti separuh karangan sudah “selesai”
karena semua ide sudah dikumpul, dirinci, dan diruntun dengan teratur. Pengarang tinggal
menyusun kalimat-kalimatnya saja untuk “membunyikan” ide dan gagasannya.
d) Kerangka karangan merupakan miniatur dari keseluruhan karangan. Melalui kerangka
karangan pembaca dapat melihat intisari ide serta struktur karangan.

1. Bentuk Kerangka Karangan


Kerangka topik terdiri atas kata, frasa, dan klausa yang didahului tanda-tanda yang
sudah lazim untuk menyatakan hubungan antargagasan. Tanda baca akhir (titik) tidak
diperlukan karena tidak dipakainya kalimat lengkap.
59
Contoh: Hakikat Bahasa
I. Pengertian Bahasa
II. Karakteristik Bahasa
III. Fungsi Bahasa
Kerangka dapat dibentuk dengan sistem tanda atau kode tertentu. Hubungan di
antara gagasan yang ditunjukkan oleh kerangka dinyatakan dengan serangkaian kode
yang berupa huruf dan angka.
Contoh:
Gabungan Angka dan Huruf Angka Arab (digit)
I. …………………………………………. 1. ………………………………
A. …………………………………….. 1.1. ……………………………
1. ………………………………… 1.1.1. …………………………
a. ……………………………… …
1) ………………………….. 1.1.1.1. ………………………
a) ………………………. …
(1) ………………….. 1.1.1.1.1. ……………………
(a) ……………… 1.………………………………
 1.1.
…………………………………
I. …………………………………………. 1.2.
A. …………………………………….. …………………………………
B. …………………………………….. 1.2.1.
1. …………………………………. …………………………………
2. …………………………………. 1.2.2.
II. ………………………………………… …………………………………
A. ……………………………………. 2.
1. ………………………………… …………………………………
2. ………………………………… …
a. ……………………………. 2.1.
b. ……………………………. …………………………………
B. ……………………………………. 2.1.1.
…………………………………
60
2.1.2.
…………………………………
2.1.2.1.
………………………………
2.1.2.2.
………………………………
2.2.
…………………………………

2. Pola Penyusunan Kerangka Karangan


a. Pola Alamiah adalah penyusunan kerangka karangan yang mengikuti keadaan alam
yang berdimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu, urutan unit-unit bab dan subbab
dalam kerangka pola alamiah dapat dibagi yaitu, (1) urutan ruang, dan (2) urutan
waktu.
1) Urutan ruang, dipakai untuk mendeskripsikan suatu tempat atau ruang,
umpamanya kantor, gedung, stadion, lokasi/wilayah tertentu.
Contoh :
Topik : Laporan Lokasi Banjir di Indonesia
I. Banjir di Pulau Jawa
A. Banjir di Jawa Barat
1. Daerah Ciamis
2. Daerah Garut
B. Banjir di Jawa Tengah
1. Daerah Semarang
2. Daerah Pekalongan

II. Banjir di ……

2) Urutan waktu, dipakai untuk menarasikan (menceritakan) suatu


peristiwa/kejadian, baik yang berdiri sendiri maupun yang merupakan rangkaian
peristiwa.
Contoh : Topik : Riwayat Hidup Rabindranath Tagore
61
1. Jatidiri Rabindranath Tagore
2. Pendidikan Rabindranath Tagore
3. Karier Rabindranath Tagore
4. Akhir Hidup Rabindranath Tagore

Berdasarkan kerangka di atas dapat dibuat karangan singkat yang terdiri atas satu
alenia :
Rabindranath Tagore, pujangga tanah Hindustan lahir pada tanggal 7 Mei
1861. Ia putra keluarga Brahmin, pencinta seni, taat beragama, pembaru
masyarakat, dan kaya. Tahun 1877 ia belajar ilmu hukum ke Inggris, tetapi segera
kembali ke India untuk mengurusi tanah ayahnya serta terjun dalam pergerakan
sosial, disamping menulis nyanyian, sajak, cerpen, dan drama. Tahun 1913 ia
mendapat Hadiah Nobel di bidang kesusastraan atas karyanya Gitanjali. Setelah
usianya mencapai delapan puluh tahun, tepatnya pada tanggal 7 Agustus 1941,
beliau meninggal dunia.

b. Pola Logis adalah penyusunan kerangka karangan yang memakai pendekatan


berdasarkan jalan pikiran atau cara berpikir manusia yang selalu mengamati sesuatu
berdasarkan logika (masuk akal atau tidak). Macam-macam urutan logis adalah
klimaks-antiklimaks, sebab-akibat, pemecahan masalah, dan umum-khusus.
Contoh:
(Urutan Klimaks)
Topik: Kejatuhan Soeharto
I. Praktik KKN Merajalela
II. Keresahan di Tengah Masyarakat
III. Kerusuhan Sosial di Mana-mana
IV. Tuntutan Reformasi Menggema
V. Kejatuhan yang Tragis

(Urutan Sebab-Akibat)
Topik: Pemukiman Tanah Tinggi Terbakar
1. Kebakaran di Tanah Tinggi
2. Penyebab Kebakaran
62
3. Kerugian yang Diderita Masyarakat dan Pemerintah
4. Rencana Rehabilitasi Fisik

(Urutan Pemecahan Masalah)


Topik: Bahaya Ecstasy dan Upaya Mengatasinya
1. Apakah Ecstasy
2. Bahaya Ecstasy
3. Pengaruh Ecstasy terhadap Syaraf Pemakainya
4. Pengaruh Ecstasy terhadap Masyarakat
5. Gangguan Kesehatan Masyarakat
6. Gangguan Kriminal
7. Upaya Mengatasi Bahaya Ecstasy
8. Simpulan dan Saran

(Urutan Umum-Khusus)
Topik: Komunikasi Lisan
I. Komunikasi dan Bahasa
II. Komunikasi Lisan dan Perangkatnya
A. Kemampuan Kebahasaan
1. Olah Vokal
2. Volume dan Nada Suara
B. Kemampuan Akting
1. Mimik Muka
2. Gerakan Anggota Tubuh
III. Praktik Komunikasi Lisan
IV. ...
63
VI
KUTIPAN DAN SUMBER KUTIPAN

1. Teknik penulisan kutipan, catatan pustaka, catatan kaki, dan daftar pustaka/bibliografi
a. Kutipan
Ada dua macam kutipan, yaitu kutipan langsung dan kutipan tak langsung.
1) Kutipan langsung sama benar dengan sumber asli yang dikutip di dalam hal
penulisan kata, susunan kata dan kalimat, ejaan, dan pungtuasinya.
a) Kutipan ditulis dengan menggunakan “dua tanda petik” jika kutipan itu
merupakan kutipan pertama atau langsung dikutip dari penulisnya.
Contoh:
Durkheim (1968:17) menyimpulkan “angka bunuh diri dalam tiap masyarakat
dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan”.
b) Jika kutipan itu diambil dari kutipan, maka kutipan tersebut ditulis dengan
menggunakan ‘satu tanda petik’.
Contoh:
Menurut Parsons (Turner, 1978:51) analisis fungsional mencakup aspek
‘adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi, pemeliharaan pola dan pengendalian
ketegangan’.
c) Jika bagian yang dikutip terdiri atas lima baris atau lebih, maka kutipan ditulis
tanpa tanda kutip dan ditik dengan jarak satu spasi dan menjorok masuk lima
ketukan dari margin kiri, sama dengan paragraf baru.
Contoh:
Mari kita perhatikan pendapat Foster (1974:268) berikut.

Kebijaksanaan pemasaran meliputi segala penerapan ketatausahaan


guna mengikuti perubahan-perubahan yang terus-menerus terjadi di
pasar. Kebijaksanaan tersebut menyangkut pengarahan karyawan,
bahan, pabrik, dan uang yang dikuasai perusahaan secara rasional
dan logis guna mencapai laba, perkembangan atau kemajuan
perusahaan. Tidak hanya untuk satu tahun, tetapi untuk jangka waktu
sepanjang mungkin.
64
Jelaslah bahwa kebijaksanaan pemasaran meliputi berbagai pihak,
baik pengelola sarana, hasil produksi maupun perencanaan jangka pendek dan
panjang.
d) Bila kutipan dimulai dengan alenia baru, maka baris pertama dari kutipan itu
dimasukkan lagi lima – tujuh ketikan.

Ayat Al Quran dan teks Hadis


Kutipan ayat Al Quran dan teks Hadis dituliskan dengan huruf Arab
sebagaimana aslinya. Khusus untuk kutipan ayat Al Quran harus disebutkan
nama surah dan nomor ayat yang dikutip di akhir kutipan ayat tersebut di
antara tanda kurung, atau menyebutkannya sebelum mengutip ayat yang
bersangkutan. Sedangkan kutipan hadis dilengkapi dengan menyebutkan
periwayat pertama dan mukharrijnya di akhir kutipan teks hadis tersebut.
Contoh kutipan ayat Al Quran dengan menyebutkan nama surah dan nomor
ayat di akhir kutipan:
    
    
)2:6/‫ )البقرة‬
Contoh kutipan ayat Al Quran dengan menyebutkan nama surah dan nomor
ayat sebelum kutipan:
Allah SWT berfirman pada Q.S. al Baqarah (2) ayat 6, sebagai berikut:
    
    

Contoh kutipan hadis:

َ ‫ج ِِّ ِّد ا سال َ سق‬


‫صَ (رواه البخارى‬ ‫سلا َم َو َا س‬
َ ‫علَ سي ِّه َو‬
َ ُ‫صلاىالله‬
َ ‫س سو ِّل‬
ُ ‫الر‬
‫ج ِِّ ِّد ا‬ ‫َثا َ ِّم َاجا َ َِّدََ ا َ سل َْ س‬
‫ َو َا س‬, ِّ َ ‫ج ِِّ ِّد ا سل َارا‬ َ َ ‫الرحا َ ُل اِّالا اِّلََ ا‬ ُ َ ‫الَت‬
ِّ ‫ش ُّد‬
)‫عن أبي هريرة‬
65

Kalimat Elips
Kalimat elips adalah kutipan langsung yang sebagian kalimat kutipan tersebut
ada yang dibuang, mungkin bagian akhir, atau bagian awal, atau bagian awal
dan akhir, atau bagian tengah. Pembuangan ini ditandai dengan tiga buah titik.
Contoh:
Ahmad Amin berpendapat,”Akhlak adalah esensi dari pendidikan Islam
….”2

2) Kutipan tak langsung adalah kutipan yang mengangkat gagasannya saja yang
kemudian diungkapkan dengan kata-kata dan gaya pengutip sendiri. Cara
menuliskan kutipan ini diintegrasikan ke dalam teks, tanpa diapit oleh dua tanda
kutip rangkap.
Contoh:
Surachmad (1977:66) mengatakan bahwa metode penyajian grafik kini
telah menjadi suatu alat komunikasi.
Hukum yang didapati oleh seseorang dengan jalan ijtihad dinamakan
mazhab (Rasjid, 1954)

Jika sumber kutipan berbahasa asing, bagian yang dikutip diterjemahkan secara
bebas ke dalam bahasa Indonesia sebagai kutipan tak langsung. Jika terpaksa
harus dikutip langsung, pernyataan didalam bahasa asing itu dikutip sesuai dengan
aslinya dan dicetak miring jika digunakan komputer.
Contoh:
Pengaruh sastra di dalam kehidupan manusia seperti terlihat di dalam
pernyataan William (1977:2), “The analogy between women and the earth as
sources of life has always inspired the myths and poems of men….”

b. Rujukan
Ada tiga alternatif dalam membuat rujukan yaitu:
1) Catatan Dalam (In Note)
a) Catatan dalam (in note) yang dimaksudkan adalah catatan yang ditulis pada
bagian dalam halaman teks yang menyatakan sumber kutipan, baik berupa
66
buku, ayat al Quran, teks Hadis, surat kabar, majalah, jurnal, kamus,
ensiklopedi, hasil wawancara, program CD, internet dan lain-lain.
b) Cara penulisan catatan dalam (in note) adalah dengan menyebutkan nama
lengkap penulis (tanpa pangkat dan/atau gelar), koma, tahun penerbitan, titik
dua, dan nomor halaman dari sumber yang dirujuk yang diletakkan di antara
tanda kurung. Jika ada 2 penulis, keduanya disebutkan secara lengkap.
Sedangkan jika penulisnya lebih dari 2 orang, hanya penulis pertama yang
disebutkan diikuti dengan dkk. Jika sumber kutipan yang dirujuk tidak
memuat nama penulis, maka sebagai gantinya adalah nama badan atau
lembaga yang menerbitkan.
Contoh 1:
Fahmy Zamzam (1990:186) menyimpulkan, “ada hubungan yang erat
antara faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar”.
Contoh 2:
Penelitian tersebut menyimpulkan, “ada hubungan yang erat antara
faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar” (Fahmi Zamzam, 1990:186)

Contoh 3:
Penelitian tersebut menyimpulkan, “ada hubungan yang erat antara
faktor sosial ekonomi dengan kemajuan belajar” (Fahmi Zamzam, dkk,
1990:186)

Ada beberapa teknik penyusunan yang lazim digunakan yaitu:


1) Jika di dalam teks nama pengarang dinyatakan, ditulis nama akhir jika nama itu
lebih dari dua kata. Nama tersebut langsung diikuti tahun terbit dan nomor
halaman pustaka yang diacu yang ditempatkan di dalam kurung. Nomor halaman
dipisahkan dengan tanda titik dua dari tahun terbit, tanpa jarak satu ketukan. Jika
nomor halaman tidak disebutkan, itu berarti pernyataan yang diacu terdapat
merata di dalam pustaka tersebut.
67
Contoh:
Surachmad (1977:423) mengatakan,”Metode penyajian grafik kini telah
menjadi suatu alat komunikasi.”
Menurut Sugono (1977:21), bahasa Indonesia yang baik ialah bahasa
Indonesia yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat.
2) Jika di dalam teks nama pengarang tidak dinyatakan, nama akhir pengarang dan
tahun terbit pustaka yang diacu serta nomor halaman (kalau dikutip dari halaman
tertentu) dicantumkan di dalam kurung pada akhir pernyataan yang dikemukakan
sebelum tanda titik akhir kalimat pernyataan itu. Di antara nama pengarang dan
tahun terbit ditempatkan tanda koma, dan di antara tahun terbit dan nomor
halaman ditempatkan tanda titik dua.
Contoh:
Hukum yang didapat oleh seseorang dengan ijtihad dinamakan mazhab
(Rasjid, 1954:12).
“…bersangkutan dengan kepentingan masyarakat luas” (Mueller,
1954:19).
Peneliti dapat memanfaatkan alat teknologi yang canggih, yaitu komputer,
untuk mengolah data (Koentjaraningrat, 1980:357-358).
Contoh yang terakhir menyatakan bahwa pendapat Koentjaraningrat itu terdapat di
dalam halaman 357 sampai dengan 358.
3) Jika ada dua orang pengarang, kedua nama terakhir pengarang itu dicantumkan
dengan dipisahkan kata dan. Jika pengarang lebih dari dua orang, digunakan
singkatan dkk. (dan kawan-kawan) sesudah nama akhir pengarang yang pertama.
Kata dan serta singkatan dkk. tidak digarisbawahi atau tidak dicetak miring.
Contoh:
“Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi suatu rangkaian pernyataan tentang
suatu hal” (Soemarjan dan Koentjaraningrat, 1977:215).
Menurut Amiruddin dkk. (1978:63), hemoglobin adalah pigmen merah pembawa
oksigen pada butir darah merah.
4) Jika ada beberapa karya terbitan tahun yang sama dari satu orang pengarang,
sebagai pembeda digunakan huruf a, b, dan c di belakang tahun terbit.
68
Contoh:
Selanjutnya, Rozarsfeld (1969a) berpendapat bahwa…. Pendapat itu diperkuatnya
dengan mengatakan bahwa …. (Rozarsfeld, 1969b).
5) Jika beberapa sumber informasi diacu bersama, nama-nama pengarang dan tahun
terbit ditempatkan di dalam satu kurung. Penempatannya mengikuti urutan tahun
terbit. Tanda titik koma memisahkan sumber informasi yang satu dengan yang
lain.
Contoh:
…dalam pembangunan ekonomi (Rahman, 1977; Anwar, 1979; Wirawan, 1981).
6) Nomor jilid pustaka acuan dinyatakan dengan angka Arab yang dituliskan sesudah
tahun terbit dengan dinaikkan setengah spasi, atau digunakan sub skrip jika
digunakan komputer.
Contoh:
Alisjahbana (19571) mengatakan bahwa ada dua bagian di dalam bahasa, yaitu isi
dan bentuk.

7) Jika pustaka tidak mempunyai tahun terbit, dituliskan Tanpa Tahun (huruf kapital
pada awal kata) di dalam kurung sesudah penyebutan nama pengarang. Tulisan
Tanpa Tahun tidak digarisbawahi dan tidak dicetak miring.
Contoh:
…dana moneter internasional (Wardhana, Tanpa Tahun:117).

2) Catatan Kaki (Foot Note)


a) Catatan kaki (foot note) yang dimaksudkan adalah catatan yang ditulis pada
bagian bawah halaman teks yang menyatakan sumber kutipan atau keterangan
penulis tentang suatu masalah.
b) Antara teks dan catatan kaki diberi batas berupa garis sepanjang 2,5 cm yang
dimulai dari batas awal margin.
c) Pada setiap kutipan atau keterangan yang diberi catatan kaki ditandai dengan
nomor secara berurutan di akhir kutipan atau teks yang diberi keterangan.
d) Catatan kaki ditulis mulai 1,2 cm dari batas awal margin, diawali dengan
nomor urut catatan kaki tanpa spasi. Jika catatan kaki lebih dari 1 baris, maka
69
jarak antarbaris adalah 1 spasi, baris kedua dan seterusnya dimulai pada batas
awal margin.
e) Jika dalam sebuah halaman terdapat 2 atau lebih catatan kaki, maka jarak
antara masing-masing catatan kaki tersebut adalah 2 spasi.
f) Catatan kaki harus ditulis pada halaman yang sama dengan kutipan atau
keterangan yang diberi catatan kaki tersebut, dan tidak boleh bersambung ke
halaman berikutnya.
g) Unsur-unsur yang perlu dicantumkan dalam penyusunan catatan kaki yang
menyatakan sumber kutipan adalah:
(1) Nama lengkap penulis sumber kutipan. Jika ada 2 penulis, keduanya
disebutkan secara lengkap. Sedangkan jika penulisnya lebih dari 2 orang,
hanya penulis pertama yang disebutkan diikuti dengan dkk. Jika sumber
kutipan yang dirujuk tidak memuat nama penulis, maka sebagai gantinya
adalah nama badan atau lembaga yang menerbitkan. Gelar akademik
dan/atau yang lainnya tidak perlu dicantumkan.
(2) Judul sumber bacaan, termasuk judul tambahannya, dicetak miring
(3) Data publikasi, yaitu: tempat penerbit, nama penerbit, tahun terbit (ditulis
di antara tanda kurung),koma. Jika data publikasi tidak ada atau salah
satunya tidak ada, maka digunakan singkatan berikut:
td./....(bahasa Inggris) = jika sama sekali tidak ada data.
tt./np.(bahasa Inggris) = jika data tempat penerbitan tidak ada.
tp./npb.(bahasa Inggris) = jika data nama penerbit tidak ada.
tth./nd.(bahasa Inggris) = jika data tahun penerbitan tidak ada).
(4) Nomor cetakan (Cet./Ed.) dan nomor jilid (Jilid/Vol.) ditulis setelah koma.
h) Cara penulisan catatan kaki tidaklah seragam untuk setiap jenis sumber bacaan
yaitu sebagai berikut:

1) Rujukan Berupa Buku


b) Umum
Apabila sumber yang dirujuk berupa buku, penulisan catatan kakinya:
Nomor jilid (jika ada) dengan angka Romawi besar sesudah tanda koma. Jika
tidak ada nomor jilid, diganti dengan hlm. (singkatan dari halaman). Nomor
70
halaman dengan angka Arab sesudah titik dua (jika tidak ada nomor jilid), dan
tanpa titik dua jika ada nomor jilid.
Apabila halaman yang dikutip lebih dari satu halaman, ditulis nomor halaman
permulaan dan akhir kutipan yang dipisahkan oleh tanda min; dan apabila
nomor halaman akhir kutipan tidak ditentukan, ditulis dst. (singkatan dari dan
seterusnya)
Contoh:
3
Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh;
Suatu Studi Perbandingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. I, hlm.121.

4
Al-Mawardi, Qawanin al-Wizarah wa Siyasah al-Mulk, kata pengantar
Ridwan al-Sayyid, (Bairut); Dar al-Tali’ah li al-Tiba’ah wa al-Nasyr, 1979),
Cet. I, hlm.137-139.

Abu al-Husein al-Mu’tazili, Kitab al_Mu’tamad fi Usul al-Fiqh, Edisi


5

M. Hamidullah (Damaskus: tnp. 1964M/1384H), Cet. II, hlm. 130.

6
Ali Sarihati, Tugas Cendekiawan Muslim, alih bahasa dan Kata
Pengantar M. Amien Rais (Yogyakarta: Shalahuddin Press, t.t.), hlm. 4.

7
M.H. Mansor, Kesimpulan Djawaban Masalah Lima dari Beberapa
‘Alim ‘Oelama kepada H.B. Moehammadijah (Djajakarta: Hoofdcomite
Conggres Muhammadijah, 1942), Cet. 1, hlm.11.

c) Penyusun lebih dari seorang


Apabila penyusun ada dua orang, maka nama kedua penyusun itu ditulis
dngan diantarai oleh kata penghubung dan. Apabila lebih dari dua orang,
cukup nama penyusun pertama saja yang ditulis dan nama-nama lain diganti
dengan dkk. (singkatan dari dan kawan-kawan).
Contoh:
Amir Mu’allim dan Yusdani, Ijtihad Suatu Kontroversi antara Teori
8

dan Fungsi (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), Cet. I, hlm. 8.

9
Hasan Ibrahim Hasan, dkk., al-Nuzum al-Islamiyah, (Kairo: Lajnah al-
Ta’lif wa al Tarjamah wa al-Nasyr, 1953), hlm. 51.
71
d) Penyusun adalah editor
Apabila penyusun adalah editor, maka dalam catatan kaki sesudah nama
penyusun yang sekaligus editor itu ditulis ed. (singkatan dari editor) dalam
tanda kurung.
Contoh:
10
Nurcholis Madjid (Ed.), Khazanah Intelektual Islam, diterbitkan untuk
Yayasan Obor (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 3016.

e) Penyusun adalah penghimpun


Didalam catatan kaki ditulis pengh. dalam tanda kurung dan jika sekaligus
penterjemah, ditambah pen.
Contoh:
11
L.E. Hakim (pengh. dan pen.), Konstitusi Negara-Negara Islam
(Bandung: N.V. Alma’arif, t.t.), hlm. 6

12
Chidir Ali, (Pengh.), Yurisprudensi Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Bandung: P.T. Alma’arif, 1979), Cet. I, hlm. 63.

f) Penyusun adalah suatu perhimpunan, lembaga atau panitia/tim.


Di dalam catatan kaki pada tempat nama penyusun itu ditulis nama
penghimpun, lembaga, panitia atau tim.
Contoh:
13
Panitia Penerbitan Buku dan Seminar, Refleksi Pembaharuan
Pemikiran Islam 70 Tahun Harun Nasution (Jakarta: Lembaga Studi Agama
dan Filsafat, 1989), Cet. I, hlm. 30.

g) Tanpa nama penyusun


Apabila buku yang dirujuk tidak ada nama penyusunnya, maka dalam
penulisan catatan kaki langsung ditulis judul buku.
Contoh:
14
Boeah Conggres Akbar Moehammadijah ke 26 (Djakarta:
Hoofdocomite Congres Moehammadijah, t.t.), hlm. 9.

h) Buku terjemahan
Apabila sumber rujukan adalah buku terjemahan, maka dalam catatan kaki
disebutkan pengarang asli, judul terjemahan, penerjemah, dan seterusnya.
72
Jika judul asli tidak diterjemahkan, disebutkan judul asli, dan bila diinginkan
menyebutkan bahasa asli atau judul asli bersama judul terjemahan dapat
dilakukan seperti contoh sebagai berikut:
15
Malik Ibn Nabi, al-Zahirah al-Quraniyyah, (Le Phenomen Coranique),
alih bahasa A.S. Syahin. (Kairo: Maktabah al-‘Urubah, 1961), Cet. 2, hlm.
160.

16
Al-Syafi’I, Ar-Risalah, alih bahasa Ahmadie Thoha (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1985), Cet. I, hlm. 25.

i) Terjemahan dari terjemah


Apabila sumber yang dirujuk adalah buku saduran, maka dalam catatan kaki
disebutkan pengarang asli, judul buku, dan penyadur. Jika tidak ada pengarang
asli, disebutkan nama penyadur yang diikuti oleh singkatan peny. dalam tanda
kurung.
Contoh:
17
Malik bin Nabi, Fenomena al-Qur’an, diterjemahkan dari terjemahan
Arab oleh Saleh Mahfoed (Bandung: Alma’arif, 1983), Cet. I, hlm. 163.

j) Buku saduran
Dalam catatan kaki disebutkan pengarang asli, judul buku dan penyadur. Jika
tidak ada pengarang asli, disebutkan nama penyadur yang diikuti oleh
singkatan peny. dalam tanda kurung.
Contoh:
18
Lily Rosyidi (peny.), Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu? (Bandung:
Remaja Karya CV, 1984), Cet. I, hlm. 46.

k) Terbit dalam dua versi


Apabila buku yang dirujuk terbit dalam dua versi dengan judul yang sama,
maka dalam catatan kaki hal itu harus dijelaskan.
Contoh:
22
Oveuroes, Overroes’ Commentary on Plato’s Republic, teks Ibrani dan
terjemahan Inggris oleh E.L.J. Rosenthal, cetak ulang (Cambridge: Cambridge
University Press, 1966), hlm. 208.
73
l) Himpunan artikel
Apabila buku yang dirujuk merupakan himpunan artikel, maka menulis catatan
kakinya:
(1) nama penulis artikel
(2) judul artikel dalam tanda petik sesudah tanda koma
(3) nama editor dan seterusnya seperti biasa, yang didahului oleh kata “dalam”
sesudah tanda koma (untuk membedakan dengan artikel dalam majalah).
Contoh:
Nouloud Kassim Naif-Belkacem, “Konsep Keadilan Sosial dan Islam”,
24

dalam Altaf Ganhar (Ed.) Tantangan Islam, alih bahasa Anas Mahjuddin
(Bandung: Pustaka, 1982), Cet. I, hlm. 154.

m) Ensiklopaedi dan kamus


Pencatatan data bibliografi dari ensiklopaedi dan kamus dalam catatan kaki
sebagai berikut:
(1) nama ensiklopaedi atau kamus dengan garis bawah
(2) untuk ensiklopaedi terkenal cukup mencatat nama editor dan atau nomor
edisi sesudah tanda koma; untuk kamus dan ensiklopaedi kecil dicatat
nama penyusun edisi, kota, penerbit dan tahun, seperti biasa
(3) nomor jilid dan halaman
(4) judul artikel dalam tanda petik, didahului oleh kata ‘artikel’, dan jika ada
penulisnya disebutkan juga sesudah tanda koma didahului oleh kata’oleh’.

Contoh:
The Encyclopaedia of Islam, Edisi baru, 778, artikel “al-Farabi”, oleh
25

R. Walzer.

26
Concise Encyclopedia of Arabic Civilization, Stephan dan Nandy
Ranart (Amsterdam: Djambatan, 1959), hlm. 480, artikel “Shafi’ie,al”.

Al-Mu’jam al-Falsafi, Lembaga Bahasa Ar RAM (Kairo: Al-Mathabi’


27

al-Amiriyyah, 1979), hlm.30, artikel “qanun”.

28
The Encyclopaedia of Philosophy, diedit oleh Paul Edward, Vol. VI;
338, artikel “Politica Philosophy, History of”, oleh Standley I, Been.
74
n) Khusus kitab hadis
Apabila mengutip hadis-hadis untuk kepentingan argumentasi atau dasar
pemikiran, maka rujukan harus dilakukan kepada sumber-sumber hadis yang
asli yang meliputi tiga tingkat: (1) Kitab-kitab hadis tingkat pertama yang
disusun oleh ahli-ahli hadis dengan membawakan sanad lengkap yang
langsung mereka terima dari guru-guru mereka seperti kitab-kitab sahih, sunan
dan semacamnya; (2) Kitab-kitab hadis tingkat kedua, yaitu yang menghimpun
atau mensyarah kitab tingkat pertama, seperti Nush al-Rayah, Fath al-Bari, dan
semacamnya; dan (3) Kitab-kitab non Hadis yang membawakan sanad lengkap
yang tidak diambil dari kitab lain, tetapi langsung diterima oleh para
penyusunnya dari guru-guru mereka, yaitu kitab-kitab tafsir, seperti Tafsir al-
Tabari, Fiqh, seperti al-Umm; Ushul seperti al-Risalah; tarikh dan biografi,
seperti Tarikh Bagdad dan Hilyah al-Auliyah. Ini dengan catatan jika hadis
bersangkutan tidak terdapat dalam kitab tingkat pertama.
Cara menuliskan catatan kakinya pada dasarnya sama dengan buku pada
umumnya, hanya saja ditambah:
(1) Judul kitab dan atau bab dari mana hadis bersangkutan diambil, diletakkan
sesudah judul kitab hadis dan tanda koma serta dalam tanda petik.
(2) Nomor hadis (jika ada), ditempatkan sesudah nomor halaman dengan
dipisahkan oleh tanda koma.
(3) Sesudah titik disebutkan nilai hadis dan nama perawi dan atau perawi awal
(jika belum disebutkan atau diketahui sebelumnya).
(4) Titik.
Contoh :
M.F. Abd. Al-Baqi (Pengh.), al-Lu’lu’ wa al Marjan fi ma Ittafaqa
29

‘alaih al-Syaikhan, “5. Bab Istihhab al-Salam ‘ala al-Shibgan”, (Kairo: Isa al-
Babi al-Halabi wa Syurakah, 1949 m/1368 H), III:68 hadits no. 1401.
Muttafaq ‘alaih ; Bukhari mentakhrijnya dalam “Kitab al-Isti’dzan”, “Bab al-
Taslim ‘ala al-Syibyan “ oleh hadits Anas Ibn Malik.

30
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, “8. Kitab al-Zakah”. 16. Bab ma Tajibu
fih al-Zakah min al-Amwal”, edisi M/F. Abd. Al Baqi, (Mesir: Isa al-Babi al-
Habibi wa Syurakah, 1956 M/1376 H), I: 580, hadis no. 1815. hadis dari ‘Amr
Ibnu Syu’ab dari ayahnya dari kakeknya, sanadnya dlaif karena di dalamnya
terdapat Muhammad Ibnu Abdullah al-Khazzaji. Kata Imam Ahmad : “orang-
orang meninggalkan hadisnya”.
75
31
Al-Syafi’I, al-Risalah, (untuk sumber tingkat ketiga ini tidak perlu
disebutkan bab), edisi A.M. Syakir (ttp.:t.t.), hal. 93, paragraf no.306. hadis ini
manshur di kalangan ulama dan dikuatkan maknanya oleh hadis lain,
diriwayatkan dari al-Muththalib.

Ibnu Hajar, Fath al-Bari bi Syarh al-Bukhari, “Bab al-Miraj”, (Mesir :


32

Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1959 M/1378 H), VII : 201 dst. Hadis
Shahih, riwayat Bukhari dari Malik Ibnu Sa’sa’ah.

2) Majalah, Surat Kabar, Jurnal dan yang semacam


a) Dengan nama penulis
Apabila mengutip artikel yang ditulis seseorang dalam majalah, surat kabar,
jurnal dan penerbitan berkala lainnya, penulisan catatan kakinya:
(1) nama penulis
(2) judul artikel dalam tanda petik sesudah koma
(3) nama majalah, surat kabar, jurnal atau penerbitan berkala bersangkutan
dengan garis bawah
(4) nomor, tahun penerbitan (jika ada), dan tanggal terbit (dalam tanda
kurung). Angka yang digunakan disesuaikan dengan yang tertulis pada
publikasi bersangkutan
(5) nomor halaman, dan kalau perlu kolom.
Contoh:
33
Ilselichtens tadter, “Quran and Quran Exegesis”, Humaniora Islamica,
Vol. II (1974), hlm. 3.

H. Ahmad Azhar Basyir, “Kontra dan Pro terhadap Asuransi Jiwa


34

dalam Pandangan Hukum Islam”, Suara Muhammadiyah, No. 2 Th. Ke – 6 8


(Januari II – 1988), hlm. 35. kolom 1.

Gatot S Dewa Broto, “Demokrasi dan Olimpiade Korea Selatan”,


35

Kedaulatan Rakyat, No. 112, Tahun XLIII (19 Januari, 1988), hlm. 8, kolom
8.

b) Tanpa nama penulis


Apabila tidak ada nama penulis, maka disebutkan judul (bila perlu), atau
langsung nama penerbitan bersangkutan.
Contoh:
76
“KUHP yang Baru Harus Beri Kepastian Hukum” Kedaulatan Rakyat,
36

……… (sda)

3) Sumber yang tidak diterbitkan


a) Disertasi, tesis, dll.
Apabila dikutip disertasi,tesis, atau sumber serupa yang tidak diterbitkan ,
penulisan catatan kakinya sebagai berikut
Contoh:
Imam Syafi’ie, “Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an
37

(Pendekatan Tafsir Tematik)”, disertasi doktor Yogyakarta: IAIN Sunan


Kalijaga, 1988, hlm. 54.

b) Makalah
Apabila mengutip makalah, cara penulisan catatan kakinya sebagai berikut:
Contoh:
Imam Syafi’ie, “Reformasi UUD 1945 Transformasi Total Menuju
38

Indonesi Baru (Tinjauan Filosofis)”, makalah disampaikan pada Panel Forum


Reformasi Konstitusi, diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam
Cabang Yogyakarta, Yogyakarta, 18 Oktober 1998, hlm. 3.

4) Manuskrip, Dokumen atau Surat


a) Manuskrip
Apabila mengutip buku yang masih berbentuk manuskrip maka dalam
penulisan catatan kaki disebutkan nama pengarang (kalau ada), nama buku
digaris bawah, kode naskah, tempat penyimpanan, nomor halaman.
Contoh:
39
Undang-undang Palembang, Berg col. No. 146, Perpustakaan
Universitas Leiden, fol. No. ……
40
Fakhr al-Din, Kitab Mukhtasar, Cod, Or. 1772, Perpustakaan
Universitas Leiden (nama Lembaga ini boleh juga dalam bahasa asli), fal. No.
….

b) Dokumen atau Surat


Sebutkan nama dokumen atau surat yang dikutip.
Contoh:
41
Mailrapport, no. 316 X/1929.
77
42
Surat K. F. Holle kepada Gubernur Jendral, 20 September 1980, dalam
bundel Beslit rahasia 18 Oktober 1890 No. I.
43
Siaatsblad van Nederlandsch Indie, 1937, no. 116.

5) Mengutip Kutipan
Apabila mengutip kutipan orang lain, maka harus dijelaskan nama orang yang
mengutip itu dalam teks atau dalam catatan kaki.
Contoh:
Dalam teks:
______ Sedangkan menurut ahli hukum Jerman, Bahr, sebagaimana dikutip oleh
Dr. A.W. Yahya, penggantian tempat dalam perikatan itu adalah mustahil secara
hukum (Juristisch Unmoglich).
Contoh (1) :
44
A.W. Yahya, Hawalah al-Dain, disertasi doktor Universitas Kairo
(Kairo: Maktabah al-Qahirah al-Haditsah, 1960), hlm.63.

Contoh (2) :
45
Dikutip dalam A.W. Yahya dalam karyanya Hawalah al-Dain, disertasi
doktor Universitas Kairo (Kairo: Maktabah al-Qahirah al-Hadisah, 1960), hlm. 63.

6) Pidato, Wawancara, Observasi


a) Pidato
Apabila mengutip pidato, harus disebutkan dalam catatan kaki acara dan
tanggal pidato.
Contoh:
Menurut Menteri Agama, pengiriman tenaga dosen IAIN ke luar negeri itu
tujuannya untuk memperdalam metodologi ilmiah.
46
Pidato disampaikan dalam acara briefing dengan jajaran Kanwil
Depag DIY dan IAIN, tanggal 1 Pebruari 1988.

b) Wawancara
Kutipan dari wawancara dicatat dalam catatan kaki:
(a) nama orang yang diwawancarai
(b) tempat dan tanggal wawancara
78
Contoh:
47
Wawancara dengan B.M. Sam di Bandung, tanggal 1 Januari 1988.

c) Observasi
Data hasil observasi dicatat dalam catatan kaki sebagai berikut:
(a) nama kegiatan (observasi)
(b) obyek yang diobservasi dan tempatnya
(c) tanggal observasi
contoh:
48
Observasi kehidupan orang Sampan di Pulau Buluh, 3 Maret 1987.

7) Mengutip ulang
a) Berturut-turut
Apabila mengutip ulang sumber yang terakhir dikutip (tanpa diselingi oleh
sumber lain), dalam catatan kaki ditulis ibid, dengan digaris bawah atau
dicetak miring, jika halaman berbeda ditambah hal.
Contoh:
M. Syarif Ahmad, Fikrah Al-Qanun al-Tabi’i ‘indu al-Muslimin:
49

Dirasah Muqaranah (Irak: Ar al-Rasyid li al-Nasyr, 1980), hlm. 153.


50
Ibid.
51
Ibid., hlm. 185.
52
Ibid., hlm. 185-190.

b) Diselingi oleh sumber lain.


Apabila kutip ulang itu dilakukan terhadap sumber yang berbeda dengan yang
dikutip terakhir, maka dalam catatan kaki ditulis nama penyusun (yang
populer) dan nama buku yang dikutip (disingkat).
Contoh:
53
Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional (Bandung:
Jemmars, 1986), Edisi III/Revisi, hlm. 63.

54
Nasution, Teknologi Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1982), Edisi I,
hlm. 115.
79
55
Winarno Surakhmad, Metodologi …, hlm. 75.

c) Pengarang mempunyai lebih dari satu karya


Kutipan dari satu pengarang yang sama tapi bukunya berbeda, maka catatan
kakinya :
(1) nama pengarang (atau ditulis idem)
(2) nama buku
(3) seterusnya sama dengan kutipan awal
contoh:
56
Oemar Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: Alumni, 1982), hlm.
33.
57
Oemar Hamalik atau Idem, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2001), hlm. 50.

Catatan kaki selain untuk menunjukkan sumber (referensi) juga berfungsi


sebagai;
catatan penjelas
catatan kaki dibuat dengan tujuan untuk membahas suatu pengertian, atau
menerangkan dan memberi komentar terhadap suatu pernyataan atau pendapat
yang dimuat dalam teks. Penjelasan ini harus dibuat dalam catatan kaki, dan
tidak dimasukkan dalam teks karena akan mengganggu jalannya uraian dalam
teks.
gabungan sumber dan penjelas
catatan ini berfungsi untuk;
menunjukkan sumber bahan-bahan yang diperoleh;
memberi komentar atau penjelasan seperlunya tentang pendapat atau
pernyataan yang dikutip atau keterangan-keterangan tambahan yang ada
hubungannya dengan sumber.

3) Catatan Akhir (End Note)


Catatan akhir yang dimaksudkan adalah catatan yang ditulis pada bagian akhir
karya ilmiah yang menyatakan sumber kutipan atau keterangan penulis tentang
suatu masalah.
80
Cara penulisan catatan akhir sama dengan cara penulisan catatan kaki, hanya saja
letaknya di akhir karya ilmiah.

c. Daftar pustaka
Daftar Pustaka sebagai tajuk diketik dengan huruf kapital semua (DAFTAR
PUSTAKA), diletakkan di tengah sehingga jarak dari margin kiri dan margin kanan
seimbang. Tajuk ini tidak diberi garis bawah.
Buku, majalah, atau surat kabar yang hendak dicantumkan di dalam daftar pustaka
disusun menurut abjad nama-nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan jika
tidak ada nama pengarang. Jika nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan tidak
ada, penyusunan daftar pustaka didasarkan pada kata pertama judul. Daftar pustaka
tidak diberi nomor urut. Semua sumber acuan yang disebutkan di dalam catatan
pustaka harus dicantumkan di dalam daftar pustaka. Catatan kuliah tidak dibenarkan
sebagai sumber acuan, kecuali diktat yang diterbitkan secara resmi.
Jika data sumber acuan tidak termuat di dalam satu baris, digunakan baris kedua dan
seterusnya. Baris-baris tambahan ini menjorok ke dalam sepuluh ketukan dari margin
kiri. Jarak antar baris untuk satu sumber acuan 1 spasi, sedangkan antara acuan satu
dengan yang lainnya menggunakan 2 spasi.
1) Buku sebagai Sumber Acuan
Urutan penyebutan keterangan tentang buku adalah sebagai berikut:
a) nama pengarang,
b) tahun terbit,
c) judul buku,
d) tempat terbit, dan
e) nama penerbit.
Tiap-tiap penyebutan keterangan,kecuali penyebutan tempat terbit, diakhiri
dengan tanda titik. Sesudah tempat terbit diberi tanda titik dua.

Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang, melainkan nama lembaga yang
menerbitkan, urutan penyebutan di dalam daftar pustaka menjadi sebagai berikut:
a) nama lembaga/badan/instansi yang menerbitkan,
b) tahun terbit,
c) judul terbitan, dan
81
d) tempat terbit.

Jika yang dicantumkan bukan nama pengarang dan nama lembaga yang
menerbitkan, urutan penyebutannya adalah sebagai berikut:
a) kata pertama judul buku/karangan,
b) tahun terbit,
c) judul buku/karangan (lengkap)
d) tempat terbit, dan
e) nama penerbit.

Berikut penjelasan lebih terperinci mengenai tiap-tiap butir tersebut di atas.


a). Nama Pengarang
(1) Nama pengarang ditulis selengkap-lengkapnya, tetapi gelar kesarjanaan
tidak dicantumkan.
(2) Urutan nama pengarang mengikuti alfabet. Penulisan nama pengarang
dilakukan dengan menyebutkan nama akhir lebih dahulu, baru nama
pertama. Nama akhir yang ditulis lebih dahulu itu dipisahkan dengan tanda
koma dari nama pertama yang ditulis di belakang nama akhir. Cara
penulisan itu berlaku juga untuk nama Indonesia yang terdiri atas dua kata
atau lebih.
Contoh: Hassan, Fuad.
Azra, Azyumardi.
Cara penulisan nama pengarang seperti itu tidak berkaku bagi nama-nama
Tionghoa karena nama Tionghoa unsur nama yang pertama merupakan
nama famili. Jadi, nama-nama pengarang Tionghoa di dalam daftar
pustaka tidak perlu dibalik urutannya.
Contoh: Tan Sie Gie
Lie Tie Gwan
Nama Tan Sie Gie ditempatkan di dalam urutan huruf t dan nama
Lie Tie Gwan ditempatkan di dalam huruf l.

(3) Jika di dalam buku yang diacu itu nama yang tercantum nama editor,
penulisannya dilakukan dengan menambahkan singkatan Ed. dibelakang
82
nama. Singkatan Ed., yang diawali dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik, tidak digarisbawahi dan tidak dicetak miring,
ditempatkan di dalam tanda kurung dengan jarak satu ketukan dari nama
editor.
Contoh: Zain, Aswan (Ed).
Koentjaraningrat (Ed).

(4) Jika pengarang terdiri dari dua orang, nama pengarang pertama ditulis
sesuai dengan ketentuan butir 2)., yaitu dituliskan nama akhir lebih dahulu,
sedangkan nama pengarang kedua dituliskan menurut urutan biasa. Di
antara kedua nama pengarang itu digunakan kata penghubung dan (tidak
digarisbawahi dan tidak dicetak miring).
Contoh: Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain.

(5) Jika pengarang terdiri dari tiga orang atau lebih, ditulis nama pengarang
yang pertama saja sesuai dengan ketentuan butir 2)., lalu ditambahkan
singkatan dkk. (bentuk lengkapnya dan kawan-kawan) yang tidak
digarisbawahi dan tidak dicetak miring.
Contoh: Djamarah, Syaiful Bahri dkk.

b). Tahun Terbit


(1) Tahun terbit dituliskan sesudah nama pengarang dan dibubuhkan tanda
titik sesudah tahun terbit.
Contoh: Mahoto, Ode (Ed.).1989.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 1994.
Singarimbun, Masri dkk. 1991.
(6) Jika beberapa buku yang diacu itu ditulis oleh satu orang pengarang, nama
pengarang disebutkan sekali saja pada buku yang disebut pertama,
sedangkan untuk selanjutnya cukup dibuat garis sepanjang sepuluh
ketukan yang diakhiri dengan tanda titik.
Contoh: Hassan, Fuad.
----------.
83
(2) Jika beberapa buku yang dijadikan sumber pustaka ditulis oleh satu orang
pengarang dan diterbitkan di dalam tahun yang sama, penempatan
urutannya didasarkan pada urutan abjad judul bukunya. Kriteria
pembedanya adalah tahun terbit, yaitu dibubuhkan huruf a, b, dan c
sesudah tahun terbit, tanpa jarak.
Contoh: Hassan, Fuad. 1982a.
----------. 1982b.
(3) Jika beberapa buku yang dijadikan sumber sumber pustaka itu ditulis oleh
satu orang pengarang, tetepi tahun terbitnya berbeda, penyusunan daftar
pustaka dilakukan dengan urutan berdasarkan umur terbitan (dari yang
paling lama sampai yang paling baru).
Contoh: Hamalik, Oemar. 1982.
----------. 2001.

(4) Jika buku yang dijadikan bahan pustaka itu tidak menyebutkan tahun
terbitnya, di dalam penyusunan daftar pustaka disebut Tanpa Tahun.
Kedua kata ini diawali dengan huruf kapital dan tidak digarisbawahi serta
tidak dicetak miring.
Contoh: Johan (Ed.). Tanpa Tahun.
Suharja, Bambang. Tanpa Tahun.

c). Judul Buku


(4) Judul buku ditempatkan sesudah tahun terbit dan diberi garis bawah tiap-
tiap katanya atau dicetak miring dengan komputer. Kalau dicetak, kata-
kata yang bergaris bawah itu dicetak dengan huruf miring. Judul ditulis
dengan huruf kapital pada awal kata yang bukan kata tugas, termasuk
unsur ulangan. Di belakang judul ditempatkan tanda titik.
Contoh: Koentjaraningrat (Ed.). 1980. Metode-Metode Penelitian
Masyarakat.

Schimmel, Annemarie. 1986. Dimensi Mistik dalam Islam.


(5) Laporan penelitian, disertasi, tesis, skripsi, atau artikel yang belum
diterbitkan, di dalam daftar pustaka ditulis dengan diawali dan diakhiri
tanda petik.
84
Contoh: Noprizal, Hendra. 1984. “Pembangunan Ekonomi Nasional”.
Sucipto. 1982. “Penyuluhan Hukum”.

(6) Penulisan judul artikel yang dimuat di dalam buku antologi (kumpulan
karangan), surat kabar, atau majalah dilakukan seperti pada butir (2) di
atas.
Contoh: Surachmad, Winarno. 1977. “Metode Penyajian Grafis”.
Ali, Hasan. 1977. “Pengembangan Koperasi Pedesaan”.

(7) Unsur-unsur keterangan, seperti jilid dan edisi, ditempatkan sesudah judul.
Keterangan itu ditulis dengan huruf kapital pada awal kata kecuali kata
tugas dan diakhiri dengan tanda titik.
Contoh:
Mochtar, Isa. 1983. Pengantar Ekonomi. Cetakan Kedua.
Syukur, Abdul. 1996. Cara Belajar Efektif. Jilid I.
Schimmel, Annemarie. 1986. Dimensi Mistik dalam Islam. Terje-
mahan oleh Sapardi Djoko Damono dkk. dari Mystical
Dimension of Islam (1975).

(8) Jika sumber acuan itu berbahasa asing, unsur-unsur keterangan di


Indonesiakan, seperti edition menjadi edisi, volume menjadi jilid.
Contoh:
Rowe, D. dan I. Alexander. 1967. Selling Industrial Products. Edisi
Kedua.

d). Tempat Terbit dan Nama Penerbit


(1) Tempat terbit sumber acuan, baik buku maupun terbitan lainnya,
ditempatkan sesudah judul atau keterangan judul (misalnya edisi, jilid).
Sesudah tempat terbit, dituliskan nama penerbit yang dipisahkan oleh
tanda titik dari tempat terbit dengan jarak satu ketukan.

Contoh:
Koentjaraningrat (Ed.). 1980. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Jakarta: Gramedia.

William, Juanita H. 1977. Psychology of Women. New York: W.W Norton


85

(2) Sesudah penyebutan nama penerbit ditempatkan tanda titik.


(3) Jika lembaga penerbit dijadikan pengarang (ditempatkan pada jalur
pertama), tidak perlu disebutkan nama penerbit lagi.
Contoh:
Biro Pusat Statistik. 1963. Statistical Pocketbook of Indonesia. Jakarta.

2) Majalah sebagai Sumber Acuan


Unsur-unsur beserta urutannya yang perlu disebutkan di dalam daftar pustaka
ialah sebagai berikut:
a) nama pengarang, penjelasan mengenai nama pengarang buku berlaku juga
bagi nama pengarang artikel di dalam majalah.
b) tahun terbit, penjelasan mengenai tahun terbit buku berlaku juga bagi tahun
terbit artikel di dalam majalah, dengan catatan bahwa yang diurutkan abjad
adalah judul artikelnya.
c) judul artikel, ditempatkan di antara tanda petik. Huruf awal kata-kata di dalam
judul artikel ditulis dengan huruf kapital, kecuali kata tugas.
d) nama majalah, digarisbawahi, didahului kata Dalam (yang tidak ikut
digarisbawahi) dan dengan komputer dicetak miring. Seperti judul artikel juga,
huruf awal kata-kata di dalam nama majalah ditulis dengan huruf kapital,
kecuali kata tugas.
e) tahun terbitan keberapa (kalau ada), jika tahun terbitan dicantumkan pada
majalah yang diacu, dengan jarak satu ketukan tahun terbitan ditulis tanpa
dipisahkan dengan tanda baca apa pun dari nama majalah. Keterangan tahun
terbitan dinyatakan dengan angka Romawi.
f) nomor majalah atau bulan terbitan, ditempatkan di dalam kurung dan ditulis
dengan angka Arab dengan jarak satu ketukan dari tahun terbitan.
g) nomor halaman, ditulis setelah nomor majalah dengan dipisahkan oleh tanda
titik dua tanpa jarak.
h) tempat terbit, adalah merupakan keterangan terakhir tentang majalah sebagai
sumber acuan. Sesudah penyebutan tempat terbit diletakkan tanda titik.
86
Contoh:
Suprapto, Riga Adiwoso. 1989. “Perubahan Sosial dan Perkembangan Bahasa”.
Dalam Prisma XVIII (1):61-120. Jakarta.

Tiap-tiap penyebutan keterangan nama pengarang, tahun terbit, dan judul artikel
diakhiri dengan tanda titik. Nama majalah dan tahun terbit dipisahkan oleh satu
ketukan, sedangkan nomor majalah ditempatkan di dalam tanda kurung. Nomor
halaman dipisahkan dengan tanda titik dua dari nomor majalah.

3) Surat Kabar sebagai Sumber Acuan


Urutan penyebutan keterangan tentang artikel di dalam surat kabar adalah sebagai
berikut:
a) nama pengarang, penempatannya sama dengan pengarang buku.
b) tahun terbit,
c) judul artikel,
d) nama surat kabar,
e) tanggal terbit, keterangan tanggal terbit memuat tanggal, bulan, dan tahun
terbit, nama bulan ditulis lengkap, tanggal dan tahun terbit dinyatakan dengan
angka Arab. Nama surat kabar dan tanggal dipisahkan oleh tanda koma,
sedangkan sesudah tanggal terbit digunakan tanda titik.
f) tempat terbit.
Contoh:
Tabah, Anton. 1989. “Polwan Semakin Efektif dalam Penegakan Hukum”. Dalam
Suara Pembaharuan, 1 September 1989. Jakarta.

Tiap-tiap penyebutan keterangan, kecuali penyebutan nama surat kabar, diakhiri


dengan tanda titik. Nama surat kabar dan tanggal terbit dipisahkan oleh tanda
koma.

4) Antologi sebagai Sumber Acuan


Urutan penyebutan keterangan tentang karangan di dalam antologi adalah sebagai
berikut:
a) nama pengarang
b) tahun terbit karangan, penjelasan mengenai tahun terbit artikel di dalam
majalah berlaku juga bagi tahun terbit karangan yang dimuat di dalam
87
antologi. Jika tahun terbit karangan tidak dinyatakan, yang dicatat ialah tahun
terbit antologi.
c) judul karangan
d) nama penghimpun/editor, didahului oleh kata Dalam (tidak digarisbawahi dan
dicetak miring) dan urutan nama tidak dibalik. Singkatan (Ed.) yang diawali
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik ditempatkan di dalam
tanda kurung dengan jarak satu ketukan dari nama editor. Setelah tanda kurung
diletakkan tanda titik.
e) tahun terbit antologi, ada kalanya sebuah antologi menghimpun karangan dari
tahun yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tahun terbit antologi perlu
dicantumkan pula dan diikuti dengan tanda titik.
f) judul antologi, huruf awal kata-kata di dalam judul diketik dengan huruf
kapital, kecuali kata tugas. Judul diberi garis bawah atau dicetak miring, dan
diakhiri dengan tanda titik.
g) nomor halaman, dicantumkan setelah judul antologi dan sebelum tempat terbit
dengan didahului Hlm. (halaman) yang tidak digarisbawahi dan tidak dicetak
miring.
h) tempat terbit
i) nama penerbit
Tiap-tiap penyebutan keterangan, kecuali penyebutan tempat terbit, diakhiri
dengan tanda titik. Sesudah tempat terbit diletakkan tanda titik dua.
Contoh:
Kartodirjo, Sartono. 1977. “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”. Dalam
Koentjaraningrat (Ed.). 1980. Metode-Metode Penelitian Masyarakat.
Hlm. 67-92. Jakarta. Gramedia.

Kramers, J.W. 1931. “Geography and Commerce”. Dalam Thomas Arnold dan
Alfred Guillame (Ed.). 1931. The Legacy of Islam. London: Oxford
University Press.

5) Lampiran
Lampiran adalah bagian suatu karya ilmiah yang merupakan keterangan atau
informasi tambahan yang dianggap perlu untuk menunjang kelengkapan karya
ilmiah. Keterangan yang dapat dilampirkan tergantung pada jenis, sifat, dan tujuan
karya ilmiah itu. Misalnya kuesioner atau tes yang dipakai untuk mengumpulkan
88
data, peta lokasi penelitian, tabel, bagan, atau gambar yang tidak dapat
dimasukkan di dalam uraian karena terlalu mengganggu penyajian.
89
VII
KARYA ILMIAH

A. Pengertian Karya Ilmiah


Karya ilmiah atau tulisan ilmiah adalah karya seorang ilmuwan (yang berupa hasil
pengembangan) yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
diperolehnya melalui kepustakaan, kumpulan pengalaman, penelitian, dan pengetahuan orang
lain sebelumnya. Karya ilmiah merupakan pernyataan sikap ilmiah peneliti.
Tujuan karya ilmiah adalah agar gagasan penulis karya ilmiah dapat dipelajari, lalu
didukung atau ditolak oleh pembaca. Ini adalah konsekuensi sifat keterbukaan ilmu
pengetahuan. Karena itu, karya ilmiah harus memenuhi sistematika yang sudah dibakukan
supaya tidak sulit dalam mempelajarinya.

B. Fungsi Karya Ilmiah


Karya ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Hal ini sesuai dengan hakikat karya ilmiah yaitu mengemukakan
kebenaran melalui metodenya yang sistematis, metodologis, dan konsisten. Jika dihubungkan
dengan hakikat ilmu, karya ilmiah mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Penjelasan (Explanation)
Karya ilmiah dapat menjelaskan suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui, tidak jelas,
dan tidak pasti menjadi sebaliknya.
2. Ramalan (Prediction)
Karya ilmiah dapat membantu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi pada masa mendatang.
3. Kontrol (Control)
Karya ilmiah dapat berfungsi untuk mengontrol, mengawasi dan atau mengoreksi benar-
tidaknya suatu pernyataan.

C. Syarat Menulis Karya Ilmiah


Menulis karya ilmiah memerlukan syarat-syarat yaitu:
1. Motivasi dan disiplin yang tinggi.
2. Kemampuan mengolah data.
3. Kemampuan berpikir logis (urut) dan terpadu (sistematis).
90
4. Kemampuan berbahasa.

D. Sifat Karya Ilmiah


Karya ilmiah bersifat formal sehingga dalam penulisannya harus memenuhi beberapa
kriteria yaitu:
1. Lugas dan tidak emosional.
Maksudnya adalah karya ilmiah hanya mempunyai satu arti, tidak memakai kata kiasan,
sehingga pembaca tidak membuat tafsiran (interpretasi) sendiri-sendiri. Karena itu perlu
ada batasan (definisi) operasional pengertian suatu istilah, konsep atau variabel.
2. Logis.
Maksudnya adalah kalimat, alinea, subbab, sub-subbab, disusun berdasarkan suatu urutan
yang konsisten. Urutan meliputi urutan pengertian, klasifikasi, waktu (kronologis), ruang,
sebab akibat, umum-khusus, khusus-umum atau proses dan peristiwa.
3. Efektif.
Maksudnya adalah baik alinea atau subbab harus menunjukkan adanya satu kebulatan
pikiran, ada penekanan dan ada pengembangan.
4. Efisien.
Maksudnya adalah hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah
dipahami.
5. Ditulis dengan bahasa Indonesia yang baku.

E. Jenis-jenis Karya Ilmiah


Umumnya karya ilmiah di perguruan tinggi terdiri dari makalah, laporan buku/bab,
kertas kerja, skripsi, tesis, dan disertasi. Makalah dan laporan buku/bab merupakan
komponen tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh mahasiswa.

1. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah mengenai suatu topik tertentu yang tercakup dalam
ruang lingkup suatu perkuliahan.
a. Karakteristik makalah:
1) Merupakan hasil kajian literatur dan atau laporan pelaksanaan suatu kegiatan
lapangan yang sesuai dengan cakupan permasalahan suatu perkuliahan.
91
2) Mendemonstrasikan pemahaman mahasiswa tentang permasalahan teoritik yang
dikaji atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan suatu prosedur, prinsip atau
teori yang berhubungan dengan perkuliahan.
3) Menunjukkan kemampuan terhadap isi dari berbagai sumber yang digunakan.
4) Mendemonstrasikan kemampuan meramu berbagai sumber informasi dalam satu
kesatuan sintesis yang utuh.
b. Jenis makalah:
1) Makalah biasa (Ordinary paper)
Dibuat oleh mahasiswa program Diploma dan S1 maupun mahasiswa S2 dan S3,
untuk menunjukkan pemahamannya terhadap permasalahan yang dibahas. Dalam
makalah ini secara deskriptif, mahasiswa diperkenankan mengemukakan berbagai
aliran atau pandangan yang ada tentang masalah yang dikaji. Ia juga boleh
memberikan pendapat baik berupa kritik atau saran mengenai aliran atau pendapat
yang dikemukakan, tetapi tidak perlu memihak salah satu aliran atau pendapat
tersebut.
2) Makalah posisi (Position paper)
Mahasiswa S2 dan S3 diwajibkan membuat makalah untuk menunjukkan posisi
teoritiknya dalam suatu kajian. Untuk jenis ini mahasiswa tidak hanya diminta
menunjukkan penguasaan pengetahuan tertentu tapi juga dipersyaratkan untuk
menunjukkan di pihak mana ia berdiri. Kemampuan analisis, sintesis dan evaluasi
merupakan kemampuan mutlak yang harus dikuasai.

c. Sistematika makalah:
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL (Jika ada)
DAFTAR GAMBAR (Jika ada)
DAFTAR LAMPIRAN
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
92
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi teori-teori yang relevan yang dapat digunakan untuk memberikan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang diajukan.
BAB III PEMBAHASAN
Mendemonstrasikan kemampuannya dalam mcnjawab masalah yang
diajukan.
BAR IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kcsimpulan adalah makna yang dibcrikan pcnulis tcrhadap hasil uraian
yang tclah dilakukannya dalam bagian isi. Dalam mengambil kesimpulan
tcrscbut pcnulis tcntu saja harus kcmbali ke permasalahan yang telah
diajukan dalam bagian pendahuluan.
B. Saran
Saran yang diajukan hendaknya sclalu bersumber pada kesimpulan.
Artinya, saran hendaknya tidak keluar dari kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
93
Contoh cover makalah:

JUDUL MAKALAH
(Anak Judul ) ji ka ada

Makalah

Disampaikan dalam diskusi kelas mata kuliah


Sejarah Peradaban Islam
Semester …..
Tanggal ……………………….

Dosen Pengampu
………………………………..

Oleh
Nama Penulis
NPM. …………………..

UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA


FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIIDKAN AGAMA ISLAM
TENGGARONG
2007 M/1428 H
94
Contoh daftar isi:

DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ii
DAFTAR TABEL (Jika ada) ……………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR (Jika ada) ……………………………………………... iv
DAFTAR LAMPIRAN (Jika ada) …………………………………………… v

BAB I : PENDAHULUAN ...…………………………………………... 1


A. Latar Belakang Masalah ….………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………… 4
C. Tujuan ……………….……………………………………….. 5
D. Manfaat ………………...……………………………………. 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 7


A. …………………………………………………….……………………………… 7
B. …………………………………………………………………………………….. 8
1. ………………………..…………………………………… 9
2. ………………..…………………………………. dst 10

BAB III: PEMBAHASAN …………...……………………………………...


11
A. ………………………………………………………………. .
11
1. …………………………………………………………….
17
2. …………………………………………………………….
20
B. Populasi dan Sampel ……………………………………....
20
1. …………….……………………………………………….
23
2. …………..…………………………………………… dst
25

BAB IV: P E N U T U P ….………………………………………………..


A. Kesimpulan ….……………………………………………….. 33
B. Saran ………………………………………………………….. 33
33
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
35
LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………..
36
95

2. Laporan buku
Laporan buku atau laporan bab pada dasarnya adalah karya ilmiah yang
mendemonstrasikan pemahaman mahasiswa terhadap isi buku atau bab yang dilaporkan,
mendemonstrasikan kemampuan analisis dan evaluatif.
Dalam laporan tersebut mahasiswa diharuskan merumuskan isi pokok pemikiran dari
buku atau bab yang bersangkutan, serta komentar terhadap isi buku yang dilaporkan.
Cara membuat laporan buku:
a. Membaca buku atau artikel yang akan dilaporkan secara keseluruhan dengan berhati-
hati dan cermat atau dengan kegiatan membaca pemahaman.
b. Setiap memperoleh bagian-bagian yang penting dan pokok pikiran ditulis terlebih
dahulu agar memudahkan di dalam membuat ringkasan.
c. Jika terdapat kata-kata yang tidak jelas atau tidak dipahami, segera lihat dalam kamus
agar diperoleh pengertiannya.
d. Penulisan ringkasan bertolak dari pandangan pengarang, bukan hasil interpretasi.
e. Pada ringkasan, kata-kata yang digunakan kata-kata sendiri, bukan kata-kata
pengarang yagn dikutip dari buku tersebut.
f. Hindari sekecil mungkin memberikan penambahan pendapat-pendapat kita dalam
bagian ringkasan.
g. Memberikan penilaian terhadap keunggulan atau kelemahan buku tersebut secara
objektif.

Adapun sistematika laporan buku adalah sebagai berikut:


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Memberikan gambaran keadaan buku/bab yang dilaporkan seperti judul,
pengarang, tahun terbit, penerbit dan alasan pemilihan buku/bab. Alasan,
bukan karena ditugaskan, tetapi urgensinya.
BAB II ISI BUKU/BAB
Mengemukakan isi dari Buku/bab yang dilaporkan sebagai bukti pemahaman
pelapor tcrhadap buku/bab yang dilaporkan.
96
BAB III KOMENTAR
Komentar pelapor terhadap isi buku/bab tersebut.
BAB IV KESIMPULAN
Kesimpulan tentang buku/bab yang dilaporkan atau implikasinya terhadap studi
yang dipelajari.
Untuk format cover dan daftar isi pembuatannya sama dengan makalah.

F. Teknis pengetikan karya ilmiah;


1. Kertas dan Bidang Pengetikan
a. Kertas yang digunakan adalah jenis HVS putih, ukuran A4 (21,0 cm x 29,7 cm)
dengan berat minimal 70 gram.
b. Bidang pengetikan berjarak 4 cm dari tepi kiri dan atas kertas, dan 3 cm dari tepi
kanan dan bawah kertas.

2. Jenis Huruf
Makalah harus ditulis dengan komputer dan hendaknya menggunakan program
Windows dengan jenis huruf Times New Roman, ukuran font 12 untuk isi naskah dan
subjudul, ukuran font 16-bold untuk judul dan ukuran font 10 untuk catatan kaki bagi yang
berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris. Untuk jenis huruf Tradisional Arabics, ukuran
font 16 untuk isi naskah.
Bentuk huruf normal/biasa digunakan untuk menulis:
 teks induk
 abstrak
 kata-kata kunci
 tabel
 gambar
 bagan
 catatan

Bentuk huruf dengan cetak miring (italic) digunakan untuk menulis:


 kata non Indonesia (kata asing dan daerah)
 istilah yang belum lazim
97
 bagian penting (tidak boleh bold-normal, tetapi boleh bold-italic)
 contoh yang disajikan dalam teks utama
 Judul buku, jurnal, majalah, dan surat kabar dalam teks utama dalam daftar rujukan

Bentuk huruf dengan cetak tebal (bold) digunakan untuk menulis:


 bab dan judul bab
 judul subbab
 bagian penting dari suatu contoh

Huruf dengan garis bawah (underline) tidak boleh digunakan kecuali dalam hal-hal yang
amat khusus. Penulisan yang menggunakan komputer dengan jenis huruf Time New Roman garis
bawah diganti dengan huruf cetak miring.

3. Spasi
a. Jarak antarbaris adalah 2 spasi.
b. Jarak antara penunjuk bab (misalnya BAB I) dengan judul bab (misalnya
PENDAHULUAN) adalah 2 spasi.
c. Jarak judul bab dengan baris pertama teks atau antara judul bab dengan judul
subbab adalah 4 spasi
d. Jarak antara judul subbab dengan baris pertama teks adalah 2 spasi
e. Jarak antara teks dengan judul subbab berikutnya adalah 4 spasi
f. Jarak antara teks dengan tabel, gambar, grafik, atau diagram adalah 3 spasi
g. Jarak antarparagraf adalah 2 spasi
h. Jarak antarbaris judul bab atau judul subbab apabila lebih dari 1 baris adalah 1 spasi.
i. Spasi antarkata dalam kalimat teks tidak boleh terlalu renggang. Spasi antarkata
yang dibolehkan maksimal sama dengan ukuran satu huruf.
j. Permulaan bab selalu pada halaman baru.
98
4. Paragraf dan Sistem Penomoran
a. Paragraf dimulai 1,2 cm dari batas awal margin yang telah ditetapkan.
b. Sistem penomoran menggunakan kombinasi antara angka Romawi, huruf Latin dan
angka Arab.
c. Urutan penomoran adalah: bab diberi nomor dengan angka Romawi besar, subbab
diberi nomor dengan huruf kapital, anak subbab diberi nomor dengan angka Arab,
dan seterusnya.
d. Bagian awal makalah (terhitung mulai halaman judul) diberi nomor halaman dengan
angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, dst) di tengah pada bagian bawah.
e. Bagian isi makalah diberi nomor halaman dengan angka Arab (1, 2, 3, dst) di sudut
kanan pada bagian atas, kecuali nomor halaman setiap awal bab ditulis di tengah pada
bagian bawah halaman.
f. Bagian akhir makalah diberi nomor halaman dengan angka Arab di sudut kanan/kiri
(bahasa Arab) pada bagian atas melanjutkan nomor halaman sebelumnya.
g. Setiap bilangan dalam teks hendaknya ditulis dengan angka, kecuali pada permulaan
kalimat.

5. Cara Menulis Angka


Cara menulis angka dalam suatu kalimat adalah sebagai berikut :
1. Ditulis dengan kata-kata apabila angka itu kurang dari sepuluh.
Contoh :
Dalam dua minggu ini mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi
FKIP Unlam bekerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya
2. Ditulis dengan angka Arab (1, 2, 3, 4, 5, dst) apabila angka tersebut 10 atau
lebih.
Contoh :
Dari 12 Kandidat untuk Jabatan Rektor Unlam tersebut lima dinyatakan berhak mengikuti
pemilihan tingkat akhir.
99
7. Cara Menulis Singkatan
Penulisan singkatan mengikuti aturan sebagai berikut:
1. Untuk menyebutkan/penulisan pertama kali suatu nama harus ditulis lengkap dan
kemudian dengan singkatan resminya dalam kurung.
2. Untuk penulisan berikutnya singkatan resmi yang ada dalam kurung dapat
digunakan tanpa perlu menuliskan kepanjangannya.
Contoh :
Dalam laporan Ketua Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Provinsi Kalimantan Selatan disebutkan bahwa Angka Kematian Ibu tahun
2003 ialah 126 per 100.000 kelahiran hidup.
Dalam laporan Ketua Bappeda tersebut dinyatakan pula bahwa …

C. Peny ajian Tabel dan Gambar


Penyajian Tabel
1. Perkataan Tabel
Perkataan "TABEL"ditik seluruhnya dengan huruf kapital tanpa garis bawah dan
tanpa diakhiri tanda baca. Perkataan TABEL diletakkan di tengah-tengah halaman.

2. Judul Tabel
Judul tabel diketik seluruhnya dengan huruf kapital atau huruf kapital hanya untuk setiap huruf
pertama dari setiap kata judul tabel kecuali kata depan. Judul tabel diketik di bawah kata TABEL
dengan jarak 2 spasi. Judul tabel yang panjang dan memakai lebih dari satu baris harus
diketik sedemikian rupa sehingga membentuk piramid terbalik dengan jarak antara
baris yang satu dengan yang lainnya satu spasi.

3. Nomor Urut Tabel ,


Nomor urut tabel menggunakan angka arab. Nomor urut tabel dikelompokkan berdasarkan
bab di mana tabel itu berada. Oleh karena itu angka pertama pada tabel akan
menunjukkan nomor bab, kemudian angka yang mengikutinya merupakan nomor
urut tabel pada bab bersangkutan. Angka petunjuk nomor bab dengan nomor urut tabel
dipisahkan oleh titik. TABEL 3.2 mengandung arti tabel kedua dari bab 3.
100
4. Isi Tabel
Isi tabel diketik dalam kolom-kolom atau garis-garis yang menunjukkan pengelompokkan.

5. Sumber Tabel
Apabila tabel diambil dari sumber tabel pada instansi,lembaga, kantor atau buku tertentu, maka
di sebelah kiri tabel ditulis perkataan "Sumber" dengan jarak satu spasi dari tabel yang ada
di atasnya. Setelah perkataan "Sumber" dibubuhi tanda titik dua yang diikuti dengan nama
lembaga/asal yang menyimpan tabel bersangkutan.

6. Penempatan Tabel
Tabel harus diletakkan sesudah teks yang membicarakan/berhubungan dengan tabel
bersangkutan; oleh karena itu tabel sedapat mungkin diletakkan pada halaman yang
sama dengan teks yang membahas hal bersangkutan.

Contoh :
TABEL 4.1

Curahan Waktu Kerja Perhari di Desa Hinas Kiri

Jumlah
No Lama Bckerja Persen
(Orang)

4-6 Jam 10 34
7-8 Jam 20 64

Jumlah 30 100
Sumber: Hayatun Nisa Amelia, Mei 2005:40

Penyajian Gambar
Yang termasuk gambar adalah gambar, grafik, foto, peta, lukisan, karikatur, dan diagram.
1. Perkataan Gambar
Perkataan "GAMBAR" diketik seluruhnya dengan huruf kapital tanpa garis bawah dan
tanpa diakhiri tanda baca. Perkataan “gambar” diletakkan di tengah-tengah halaman.

2. Judul Gambar
Judul gambar diketik seluruhnya dengan huruf kapital atau huruf kapital hanya untuk
101
setiap huruf pertama dari setiap kata judul tabel kecuali kata depan. Judul gambar diketik
di bawah kata GAMBAR dengan jarak dua spasi. Judul gambar yang panjang memakai
lebih dari satu baris harus diketik sedemikian rupa sehingga membentuk piramid
terbalik dengan jarak antara baris yang satu dengan yang lainnya satu spasi.

3. Nomor Urut Gambar


Nomor urut gambar menggunakan angka arab. Nomor urut gambar dikelompokkan
berdasarkan bab di mana gambar itu berada. Oleh karena itu angka pertama pada gambar akan
menunjukkan nomor bab, kemudian angka yang mengikutinya merupakan nomor urut
gambar pada bab bersangkutan. Angka penunjuk nomor bab dengan nomor urut gambar
dipisahkan oleh titik. GAMBAR 3.2 mengandung arti gambar kedua dari bab 3.:

4. Sumber Gambar
Apabila gambar diambil dari sumber gambar pada instansi, lembaga, kantor atau buku
tertentu, maka di sebelah kiri gambar ditulis perkataan "sumber" dengan jarak satu
spasi dari gambar yang ada di atasnya. Setelah perkataan "Sumber" dibubuhi tanda
titik dua yang diikuti dengan nama lembaga/asal yang menyimpan gambar itu
bersangkutan.

5. Penempatan Gambar
Gambar harus diletakkan sesudah teks yang membicarakan/ berhubungan dengan gambar
bersangkutan. Oleh karena itu gambar sedapat mungkin diletakkan pada halaman yang
sama dengan teks yang membahas hal bersangkutan.
102
Contoh:

GAMBAR 2.1

Three Angles Pembangunan Indonesia


Pembangunan Industri

Kependudukan Lingkungan

Sumber: Usman Pell y dan Asih Me nanti, Nopember 1994: 37 .

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk., 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Rineka
Cipta.

Finoza, Lamuddin. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.


IAIN Antasari Banjarmasin. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi Program Sa-jana (S-1).
Banjarmasin: Antasari Press.

Keraf, Gorys. 1970. Komposisi: Sebuah Penantar Kemahiran Bahasa, Jakarta, Nusa Indah.
M.K., Sabarti Akhadiah dkk. 1991. Materi Pokok: Bahasa Indonesia (Modul 1-6). Jakarta:
Universitas Terbuka Depdikbud.

M.K., Sabarti Akhadiah dkk. 1997. Materi Pokok: Menulis (Modul 1-6), Jakarta: Universitas
Terbuka Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai